BAB II Geropsikiatrik

43
BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Keperawatan Jiwa pada Geropsikiatrik 1. Pengertian Geriatric psychiatry atau kedokteran jiwa usia lanjut (geropsikiatri) merupakan bagian ilmu kedokteran jiwa yang mencurahkan perhatian kepada segala gangguan jiwa yang terdapat pada orang yang sudah lanjut usia. Hal ini sangat penting karena orang yang sudah lanjut usia merupakan individu dengan ciri serta masalahnya tersendiri. Keperawatan geriatrik adalah cabang keperawatan yang memperhatikan pencegahan,diagnosis, dan terapi gangguan fisik dan psikologis pada lanjut usia dan dengan meningkatkan umur panjang. Pelayanan/ asuhan keperawatan gangguan mental pada lanjut usia memerlukanpengetahuan khusus karena kemungkinan perbedaan dalam manifestasi klinis, patogenesis, danpatofisiologi gangguan mental antara dewasa muda dan lanjut usia. WHO (1989) telah mencapai konsensus bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia (elderly) adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih. Menurut Departemen Kesehatan RI, batasan lanjut usia adalah seseorang dengan usia 60-69 tahun. Sedangkan usia lebih dari 70 tahun dan lanjut usia berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan seperti kecacatan akibat sakit disebut lanjut usia resiko tinggi.

Transcript of BAB II Geropsikiatrik

Page 1: BAB II Geropsikiatrik

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Keperawatan Jiwa pada Geropsikiatrik

1. Pengertian

Geriatric psychiatry atau kedokteran jiwa usia lanjut (geropsikiatri) merupakan

bagian ilmu kedokteran jiwa yang mencurahkan perhatian kepada segala gangguan

jiwa yang terdapat pada orang yang sudah lanjut usia. Hal ini sangat penting karena

orang yang sudah lanjut usia merupakan individu dengan ciri serta masalahnya

tersendiri.

Keperawatan geriatrik adalah cabang keperawatan yang memperhatikan

pencegahan,diagnosis, dan terapi gangguan fisik dan psikologis pada lanjut usia dan

dengan meningkatkan umur panjang. Pelayanan/ asuhan keperawatan gangguan

mental pada lanjut usia memerlukanpengetahuan khusus karena kemungkinan

perbedaan dalam manifestasi klinis, patogenesis, danpatofisiologi gangguan mental

antara dewasa muda dan lanjut usia.

WHO (1989) telah mencapai konsensus bahwa yang dimaksud dengan lanjut

usia (elderly) adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih. Menurut

Departemen Kesehatan RI, batasan lanjut usia adalah seseorang dengan usia 60-69

tahun. Sedangkan usia lebih dari 70 tahun dan lanjut usia berumur 60 tahun atau

lebih dengan masalah kesehatan seperti kecacatan akibat sakit disebut lanjut usia

resiko tinggi.

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil

dengan meningkatnya populasi penduduk lanjut usia. Menurut DepKes RI pada tahun

2005 tentang umur harapan hidup pada perempuan 68,2 tahun dan pada laki-laki 64,3

tahun. Harapan hidup orang Indonesia pada tahun 2015 sampai 2020 mencapai 70

tahun atau lebih. Jumlah penduduk lanjut usia mencapai 24 juta jiwa bahkan lebih

atau sekitar 9,77 % dari total penduduk. Diperkirakan pada akhir tahun 2030,

populasi penduduk lanjut usia keseluruhan mencapai jumlah 70 juta dan pada tahun

2050 mencapai 82 juta.

Page 2: BAB II Geropsikiatrik

2. Proses Penuaan

Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses penuaan

benar adanya dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada kenyataannya proses

ini menjadi bebanbagi orang lain dibadingkan dengan proses lain yang terjadi.

Perawat yang akan merawat lansiaharus mengerti sesuatu tentang aspek penuaan

yang normal dan tidak normal.

a. Penuaan Primer :

Perubahan pada tingkat sel (dimana sel yang mempunyai inti DNA/RNA pada

prosespenuaan DNA tidak mampu membuat protein dan RNA tidak lagi mampu

mengambil oksigen, sehingga membran sel menjadi kisut dan akibat kurang

mampunya membuat protein maka akanterjadi penurunan imunologi dan mudah

terjadi infeksi.

b. Penuaan Skunder :

Proses penuaan akibat dari faktor lingkungan, fisik, psikis dan sosial.

Secara umum perubahan proses fisiologis proses menua adalah:terjadi dalam sel

seperti:

1) Perubahan Mikro

a) Berkurangnya cairan dalam sel

b) Berkurangnya besarnya sel

c) Bekurangnya jumlah sel

2) Perubahan Makro adalah perubahan yang jelas terlihat seperti :

a) Mengecilnya mandibula

b) Menipisnya discus intervertebralis

c) Erosi permukaan sendi-sendi

d) Osteoporosis

e) Atropi otot (otot semakin mengecil, bila besar berarti ditutupi oleh lemak

tetapi kemampuannya menurun)

f) Arterosklerosis

g) Manopause pada wanita

h) Kulit tidak elastic

i) Rambut memutih

Page 3: BAB II Geropsikiatrik

3. Teori Penuaan

Gerontologis tidak setuju tentang adaptasi penuaan. Tidak ada satu teoripun dapat

memasukan semua variable yang menyebabkan penuaan dan respon individu

terhadap hal itu. Secara garis besar teori penuaan dibagi menjadi teori biologis, teori

psikologis, dan teorisosiokultural.

a. Teori Biologis

1) Biological Programming Theory

Teori program biologis merupakan suatu proses sepanjang kehidupan sel

yang terjadi sesuaidengan sel itu sendiri. Teori waktu kehiduan makhluk

memperlihatkan adanya kemunduran biologis, kognitif, dan fungsi

psikomotor yang tidak dapat dihindari dan diperbaiki, walaupunperubahan

diet atau hipotermi dalam waktu yang lama dapat menunda proses tersebut.

2) Wear and Tear Theory

Teori wear and tear ini menyatakan bahwa perubahan struktur dan fungsi

dapat dipercepatoleh perlakuan kejam dan diprlambat oleh perawatan.

Masalah-masalah yang berkaitan denganpenuaan merupakan hasil dari

akumulasi stres, trauma, luka, infeksi, nutrisi yang tidak adekuat, gangguan

metabolik dan imunologi, dan perlakuan kasar yang lama.Konsep penuaan

inimemperlihatkan penerimaan terhadap mitos dan stereotif penuaan.

3) Stress-Adaptasi Theory

Teori adaptasi stres ini menegaskan efek positif dan negatif dari stres pada

perkembanganbiopsikososial. Sebagai efek positif, stres menstimulasi

seseorang untuk melakukan sesuatu yangbaru, jalan adaptasi yang lebih

efektif. Efek negatif dari stres bisa menjadi ketidakmampuan fungsi karena

perasaan yang terlalu berlebihan. Stres sering di asumsikan dapat

mempercepatproses penuaan. Stres dapat mempengaruhi kemampuan

penerimaan seseorang, baik secarafisiologi, psikologis, sosial dan ekonomi.

Hal ini dapat berakibat sakit atau injuri.

Page 4: BAB II Geropsikiatrik

b. Teori psikologis

1) Erikson’s Stage of Ego Integrity

Teori Erikson tentang perkembangan manusia mengidentifikasi tugas yang

harus dicapai pada setiap tahap kehidupan. Tugas terakhir, berhubungan

dengan refleksi tentang kehidupanseseorang dan pencapaiannya, ini

diidentifikasi sebagai integritas ego. Jika ini tidak tercapaimaka akan

mengakibatkan terjadinya gangguan.

2) Life Review Theory

Pada lansia, melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan proses yang

normal berkaitan dengan pendekatan terhadap kematian. Reintegrasi yang

sukses dapat memberikan arti dalam kehidupan dan mempersiapkan

seseorang untuk mati tanpa disertai dengan kecemasan danrasa takut. Hasil

diskusi terakhir tentang proses ini menemukan bahwa melihat kembali

kehidupan sebelumnya merupakan salah satu strategi untuk merawat masalah

kesehatan jiwa pada lansia.

3) Stability of Personality

Perubahan kepribadian secara radikal pada lansia dapat mengakibatkan

penyakit otak. Para peneliti menemukan bahwa periode krisis psikologis pada

saat dewasa tidak akan terjadi padainterval regular. Perubahan peran, perilaku

dan situasi membutuhkan respon tingkah laku yangbaru. Mayoritas lansia

pada studi ini memperlihatkan adaptasi yang efektif terhadap kebutuhanini

c. Teori Sosiokultural

1) Disengagement Theory

Postulat pada teori ini menyatakan bahwa lansia dan penarikan diri dari

lingkungan sosialmerupakan bagian dari proses penuaan yang normal.

Terdapat stereotype yang kuat dari teori initermasuk ide bahwa lansia merasa

nyaman bila berhubungan dengan orang lain seusianya.

2) Activity Theory

Teori aktivitas berpendapat bahwa penuaan harus disertai dengan keaktifan

beraktifitas sebisa mungkin. Teori ini memperlihatkan efek positif dari

aktivitas terhadap kepribadian lansia, kesehatan jiwa, dan kepuasan dalam

hidup.

Page 5: BAB II Geropsikiatrik

3) The Family in Later Life

Teori keluarga berfokus pada keluarga sebagai unti dasar perkembangan

emosi seseorang. Teori ini berpendapat bahwa pusat proses siklus kehidupan

adalah perubahan sistem hubungandengan orang lain untuk medukung fungsi

masuk, keluar dan perkembangan anggota keluarga. Gejala fisik, emosi, dan

sosial dipercaya merupakan repleksi dari masalah negosiasi dan transisi pada

siklus kehidupan keluarga.

4. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia

Terdapat beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia.

Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi

kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:

a. Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi

fisik   yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga

berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin

rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa

lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat

menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial,

yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada

orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang

sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi

psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk

mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus

mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat

dan bekerja secara seimbang.

b. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan

dengan  berbagai gangguan fisik seperti :

1) Gangguan jantung

2) Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus

3) Vaginitis

4) Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi

5) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan

sangat kurang

Page 6: BAB II Geropsikiatrik

6) Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,

tranquilizer, serta

7) Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :

a) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada

lansia

b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta

diperkuat oleh tradisi dan budaya

c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya

d) Pasangan hidup telah meninggal

e) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan

jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

c. Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan

fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,

pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi

dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik

(konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti

gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang

cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami

perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.

Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian

lansia sebagai berikut:

1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personality), biasanya tipe ini

tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.\

2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada

kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia

tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.

3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personality), pada tipe ini biasanya

sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu

harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup

meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi

jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.

Page 7: BAB II Geropsikiatrik

4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah

memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak

keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga

menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.

5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personality), pada lansia tipe ini

umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain

atau cenderung membuat susah dirinya.

d. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan

ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari

tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun

sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,

kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun

lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada

point tiga di atas.

e. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan

sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada

lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,

penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan.

Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas,

selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau

diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk

berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku

regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang

tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain

sehingga perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang

memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat

beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara

bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh

kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau

sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak

Page 8: BAB II Geropsikiatrik

punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan

sendiri, seringkali menjadi terlantar.

Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan

dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap

memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi

kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti

Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai

seorang lansia.

5. Jenis Gangguan Jiwa pada Lanjut Usia

Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola perilaku, atau psikologik seseorang,

yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu

gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam satu atau

lebih fungsi yang penting dari manusia.

a. Gangguan Demensia

Demensia, suatu gangguan intelektual yang umumnya progresif dan ireversibel,

meningkat prevalensinya dengan bertambahnya usia. Dari orang Amerika yang

berusia lebih dari 65 tahun, kira-kira 5 persen mengalami demensia parah, dan 15

persen mengalami demensia ringan. Dari orang Amerika yang berusia lebih dari

80 tahun, kira-kira 20 persennya menderita demensia parah.

Berbeda dengan retardasi mental, gangguan intelektual pada demensia terjadi

dengan berjalannya waktu yaitu fungsi mental yang sebelumnya telah tercapai

secara bertahap akan hilang. Perubahan karakteristik dari demensia melibatkan

fungsi kognisi, daya ingat, bahasa dan fungsi visuospasial, tetapi gangguan

perilaku adalah sering. Gangguan perilaku adalah berupa agitasi, kegelisahan,

berkelana, penyerangan, kekerasan, berteriak, disinhibisi social dan seksual,

impulsivitas, gangguan tidur dan waham. Waham dan demensia terjadi selama

perjalanan demensia pada hampir 75 % dari semua pasien.

Walaupun demensia yang berhubungan dengan lanjut usia biasanya disebabkan

oleh penyakit degenerative primer sistem saraf pusat dan penyakit vascular,

banyak faktor berperan dalam gangguan kognitif, pada lanjut usia, penyebab

campuran dari demensia sering ditemukan.

Page 9: BAB II Geropsikiatrik

Demensia telah diklasifikasikan sebagai kortikal dan subkortikal, tergantung pada

letak lesi serebral. Suatu demensia subkortikal adalah ditemukan pada penyakit

Huntington, penyakit Parkinson, hidrosefalus tekanan normal, demensia multi-

infark, dan penyakit Wilson. Demensia subkortikal adalah disertai dengan

gangguan pergerakan, apraksia gaya berjalan, retardasi psikomotor, apati dan

mutisme akinetik yang dapat dikacaukan dengan katatonia. Demensia kortikal

adalah ditemukan pada demensia tipe Alzheimer dan penyakit Pick, yang sering

menunjukkan afasia, agnosia, dan apraksia. Dalam praktek klinis, dua jenis

demensia ini tumpang tindih, dan diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan

otopsi.

b. Demensia tipe Alzheimer

Dari semua pasien dengan demensia, 50 sampai 60 persen-nya memiliki

demensia tipe Alzheimer, yang merupakan tipe demensia tersering. Prevalensi

demensia tipe Alzheimer adalah lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.

Demensia tipe Alzheimer ditandai oleh penurunan fungsi kognitif dengan onset

yang bertahap dan progresif. Daya ingat mengalami gangguan dan sekurangnya

ditemukan satu seperti afasia, apraksia, agnosia dan gangguan fungsi eksekutif.

Urutan umum defisit adalah daya ingat, bahasa dan fungsi visuospasial. Awalnya,

pasien mungkin memiliki suatu ketidakmampuan mempelajari dan mengingat

informasi baru, selanjutnya gangguan penamaan, selanjutnya ketidakmampuan

untuk mencontoh gambar.

Penyebab penyakit Alzheimer adalah tidak diketahui, walaupun pemeriksaan

neuropatologi dan biokimiawi postmortem telah menemukan kehilangan selektif

neuron kolinergik. Temuan anatomik makroskopis adalah penurunan volume

girus pada lobus frontalis dan temporalis, dengan relatif terjaganya korteks

motorik dan sensorik primer.

Demensia tipe Alzheimer tidak memiliki pencegahan atau penyembuhan yang

tidak diketahui. Terapi adalah paliatif, terdiri dari nutrisi yang tepat, latihan dan

pengawasan aktifitas sehari-hari. Medikasi mungkin berguna dalam menangani

agitasi dan gangguan perilaku. Propanolol, pindolol, buspirone dan valproate

semuanya telah dilaporkan membantu menurunkan agitasi dan agresi.

Haloperidol berguna untuk mengendalikan gangguan perilaku akut.

Page 10: BAB II Geropsikiatrik

c. Gangguan Depresif

Gejala depresif ditemukan pada kira-kira 25 persen dari semua penduduk

komunitas lanjut usia dan pasien rumah perawatan. Tanda dan gejala yang sering

dari gangguan depresif adalah penurunan energi dan konsentrasi, gangguan tidur

(terutama terbangun dini hari dan sering terbangun di malam hari), penurunan

nafsu makan, penurunan berat badan, dan keluhan somatik. Gejala yang tampak

mungkin berbeda dibandingkan dengan pasien dewasa muda, pada pasien lanjut

usia terdapat peningkatan pada keluhan somatik.

Lanjut usia rentan terhadap episode depresif berat dengan ciri melankolik,

ditandai oleh depresi, hipokondriasis, harga diri yang rendah, perasaan tidak

berharga, dan kecenderungan menyalahkan diri sendiri, dengan ide paranoid dan

bunuh diri. Hampir 75 persen dari semua korban bunuh diri menderita depresi

dan penyalahgunaan alkohol. Resiko bunuh diri yang tinggi bila diapatkan

perasaan kesepian, tidak berguna, tidak berdaya, putus asa terutama bila hidup

sendirian, kematian pasangan yang belum lama terjadi dan nyeri somatik.

Pada pasien lanjut usia yang mengalami depresi, kadang terdapat gangguan

kognitif yang dinamakan sindroma pseudodemensia. Sindrom ini harus

dibedakan dengan demensia yang sebenarnya. Pada pseudodemensia, ada defisit

konsentrasi dan atensi dan jarang disertai dengan gangguan berbahasa. Depresi

juga kemungkinan berhubungan dengan penyakit fisik yang dialami dan medikasi

yang digunakan untuk mengobati penyakit tersebut.

d. Gangguan Bipolar I

Gangguan bipolar I biasanya dimulai pada masa dewasa pertengahan, walaupun

prevalensi seumur hidup sebesar 1 persen adalah stabil sepanjang hidup.

Kerentanan akan rekurensi tetap, sehingga pasien dengan riwayat gangguan

bipolar I mungkin datang dengan periode manik di kemudian hari.

Tanda dan gejala mania pada lanjut usia adalah serupa dengan tanda dan gejala

pada orang dewasa yang lebih muda dan berupa mood yang meninggi, ekspansif,

atau mudah tersinggung; penurunan kebutuhan akan tidur; distraktibilitas;

impulsivitas; dan, sering kali, asupan alkohol yang berlebihan. Perilaku

bermusuhan atau paranoid biasanya ditemukan. Adanya gangguan kognitif,

disorientasi, atau tingkat kesadaran yang berfluktuasi harus menyebabkan klinisi

curiga akan penyebab organik.

Page 11: BAB II Geropsikiatrik

Lithium tetap merupakan terapi terpilih untuk mania; tetapi, pemakaiannya pada

pasien lanjut usia harus dimonitor dengan cermat, karena penurunan klirens pada

lanjut usia menyebabkan toksisitas lithium adalah resiko yang bermakna. Efek

neurotoksik juga lebih sering pada lanjut usia dibandingkan pada dewasa yang

lebih muda.

e. Skizofrenia

Skizofrenia biasanya mulai pada masa remaja akhir atau masa dewasa muda dan

menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia onset lambat

dibandingkan laki-laki. Prevalensi skizofrenia paranoid tinggi pada tipe onset

lambat.

Kira-kira 20 persen orang skizofrenia tidak menunjukkan gejala aktif pada usia

65 tahun, 80 persen menunjukkan gangguan dengan berbagai tingkatan.

Psikopatologi menjadi kurang jelas saat pasien bertambah tua. Skizofrenia tipe

residual terjadi pada kira-kira 30 persen. Pasien yang tidak mampu merawat

dirinya sendiri, dianjurkan dirawat di rumah sakit dalam waktu jangka panjang.

Orang lanjut usia dengan skizofrenik adalah berespon baik terhadap obat

antipsikotik. Medikasi harus diberikan dengan hati-hati. Dosis yang lebih rendah

dari biasanya sering efektif pada lanjut usia.

f. Gangguan Delusional

Usia onset gangguan delusional biasanya antara usia 40 dan 55 tahun; tetapi,

gangguan ini dapat terjadi kapan saja dalam periode geriatrik. Gangguan

delusional terjadi dibawah stress fisik dan psikologis pada orang yang rentan dan

mungkin dicetuskan oleh kematian pasangan, kehilangan pekerjaan, pensiun,

isolasi sosial, keadaan finansial yang tidak baik, penyakit medis atau pembedahan

yang menimbulkan kecacatan, gangguan penglihatan, dan ketulian.

Waham yang tersering adalah waham kejar dan gangguan delusional dengan

onset lambat yang ditandai dengan waham kejar, disebut parafrenia. Gangguan

ini timbul selama beberapa tahun dan tidak disertai dengan demensia. Pasien

dengan riwayat keluarga skizofrenia menunjukkan peningkatan parafrenia. Tidak

jarang, waham somatik juga dapat ditemukan. Sindroma delusional mungkin juga

diakibatkan oleh medikasi atau merupakan tanda awal tumor otak.

Prognosis cukup baik pada sebagian besar kasus, dengan hasil terbaik dicapai

melalui kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi.

Page 12: BAB II Geropsikiatrik

g. Gangguan Kecemasan

Gangguan kecemasan berupa gangguan panic, fobia, gangguan obsesif

kompulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, dan gangguan

stress pascatraumatik. Menurut ECA, gangguan paling sering adalah fobia

sebanyak 4 persen dan gangguan panik sebanyak 1 persen. Onset awal gangguan

panik adalah jarang tetapi dapat terjadi.

Orang lanjut usia telah harus menyiapkan diri menghadapi kematian dan

kecemasan dapat timbul akibat pikiran mengenai kematian, bukan dengan

ketenangan hati dan rasa integritas menurut Erik Erikson. Tanda dan gejala fobia

pada lanjut usia kurang parah dibandingkan pada orang yang lebih muda tetapi

efeknya sama. Gangguan pascatraumatik sering lebih parah pada lanjut usia

dibandingkan pada orang muda karena adanya kecacatan fisik yang menyertai

pada lanjut usia.

h. Gangguan Somatoform

Gangguan somatoform, ditandai oleh gejala fisik yang menyerupai penyakit

medis, adalah relevan dengan psikiatri geriatrik karena keluhan somatic sering

ditemukan pada lanjut usia.

Hipokondriasis sering ditemukan pada pasien berusia diatas 60 tahun, walaupun

insiden puncak adalah pada kelompok usia 40 sampai 50 tahun. Gangguan

biasanya kronis dan pemeriksaan fisik ulang berguna untuk menenteramkan

pasien bahwa mereka tidak memiliki penyakit yang mematikan. Tetapi prosedur

invasif yang memiliki resiko tinggi, harus dihindari.

i. Gangguan Tidur

Fenomena yang berhubungan dengan tidur yang lebih sering pada orang usia

lanjut adalah gangguan tidur, mengantuk di siang hari, tidur sejenak di siang hari

dan pemakaian obat hipnotik.

Disamping perubahan fisiologis dan sistem regulasi, penyebab gangguan tidur

pada lanjut usia adalah gangguan tidur primer, gangguan mental lain, kondisi

medis umum, dan faktor sosial dan lingkungan. Di anatara gangguan tidur primer,

disomnia adalah yang paling sering, terutama insomnia primer, mioklonus

nocturnal, sindroma kaki gelisah (restless leg syndrome) dan apnea tidur. Kondisi

yang sering menggangu tidur pada lanjut usia adalah nyeri, nokturia, sesak nafas,

dan nyeri perut.

Page 13: BAB II Geropsikiatrik

Alkohol dengan jumlah yang kecil sekalipun dapat mengganggu kualitas tidur,

yang menyebabkan fragmentasi tidur dan terbangun di dini hari. Alkohol juga

dapat mencetuskan atau memperberat apnea tidur obstruktif. Banyak pasien lanjut

usia menggunakan alkohol, hipnotik, dan depresan sistem saraf pusat lain unutk

membantu mereka tertidur. Tetapi, data menunjukkan bahwa sebagian besar

pasien lanjut usia lebih banyak mengalami terbangun dini hari dibandingkan

gangguan dalam tertidur.

Perubahan dalam struktur tidur di lanjut usia adalah tidur gerakan mata cepat

(rapid aye movement, REM) sepanjang malam, peningkatan jumlah episode

REM, penurunan lama episode, penurunan tidur REM total. Perubahan tidur

gerakan mata lambat (non rapid eye movement, NREM) yaitu penurunan

amplitude gelombang delta. Di samping pada lanjut usia juga mengalami

bertambahnya terjaga setelah onset tidur.

j. Post power Syndrome

Adalah gejala yang terjadi dimana penderita hidup Dallam bayang-bayang

kebesaran masa lalunya (kariernya, kecantikannya, ketampanannya,

kecerdasannya, atau hal lain) dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang

ada saat ini. Seperti yang terjadi pada kebanyakan orang pada usia mendekati

pension. Selalu ingin mengungkapkan betapa begitu bangga akan masa lalunya

dengan jerih payah yang luar biasa.

Ada banyak factor yang menyebabkan terjadinya post power syndrome. Pension

dini dan PHK adalah salah satu dari faktor tersebut. Bila orang mendapatkan

pension dini tidak bisa menerimaa keadaan banhwa tenaganya sudah tidak

dipakai lagi; walaupun menurutnya dirinya masih bisa memberi konstribusi yang

siknifikan kepada perusahaan, post power sindrom akan dengan mudah

menyerang.

Kejadian traumatic juga menjadi salah satu penyebab terjadinya post power

syndrome. Misalnya, kecelakaan yang dialami oleh seorang pelari yang

menyebabkan kakinya harus diamputasi. Bila dia tidak mampu menerima

keadaan yang dialaminya, dia akan mengalami post power syndrome.

Post power syndrome hampir selalu dialami terutama orang yang sudah lanjut

usia dan pension dari pekerjaannya.beberapa kasus post power syndrome yang

berat diikuti oleh gangguan jiwa seperti tidak bisa berfikir rasional dalam jangka

waktu tertentu, depresi yang berat, atau pada pribadi-pribadi introfert.

Page 14: BAB II Geropsikiatrik

6. Pemeriksaan pada keperawatan jiwa lansia

a. Pemeriksaan fisik dan laboratorium

Pemeriksaan fisik yang lengkap harus dilakukan mengingat banyaknya perubahan

fisiologis yang terjadi pada proses penuaan. Pemeriksaan laboratorium dan

pencitraan dapat membantu menegakkan diagnosis dan mendeteksi kondisi yang

dapat diobati. Tomografi komputer, pencitraan resonansi magnetik, atau

pemeriksaan penunjang lainnya dapat diindikasikan bilamana ditemukan

perubahan status mental yang belum jelas. Termasuk medikasi yang saat ini

sedang digunakan untuk mengatasi penyakit fisiknya, untuk mengetahui apakah

ada efek samping psikiatriknya.

b. Pemeriksaan status mental

Pada pasien lanjut usia, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan status mental

berulang-ulang karena adanya perubahan yang berfluktuasi dalam status mental

pasien. Riwayat longitudinal dari pasien atau keluarga penting nilainya.

1) Deskripsi Umum

Termasuk di dalam bagian ini adalah penampilan pasien, aktivitas

psikomotorik, sikap terhadap pemeriksa dan aktivitas bicara. Gangguan

motorik seperti gaya berjalan yang menyeret, postur bungkuk, gerakan jari

memilin pil, tremor harus dicatat. Gerakan involunter pada mulut atau lidah

mungkin merupakan efek samping fenotiazine.

Wajah seperti topeng pada penyakit Parkinson. Air mata atau menangis dapat

ditemukan pada gangguan depresif dan gangguan kognitif, terutama jika

pasien merasa frustasi tidak bisa menjawab pertanyaan pemeriksa.

2) Penilaian fungsi

Tanyakan mengenai kemampuan mereka mempertahankan kemandirian dan

melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari yaitu toilet, menyiapkan

makanan, berpakaian, berdandan.

3) Alam perasaan

Gangguan pada keadaan mood, terutama adalah depresi dan kecemasan dapat

mengganggu fungsi daya ingat. Tanyakan mengenai pikiran bunuh diri, apakah

pasien merasa tidak lagi berharga, merasa lebih baik mati dan jika mati, tidak

membebani orang lain lagi. Suatu mood yang meluas atau euforik mungkin

menyatakan suatu episode manik atau mungkin merupakan bagian dari

Page 15: BAB II Geropsikiatrik

gangguan demensia. Afek yang datar, tumpul, terbatas, dangkal atau tidak

sesuai, dapat merujuk ke gangguan depresif, skizofrenia atau disfungsi otak.

4) Gangguan persepsi

Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia mungkin merupakan fenomena transien

yang disebabkan oleh penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus

mencatat dengan teliti kelainan yang terjadi apakah berhubungan dengan suatu

kondisi organik. Halusinasi dapat disebabkan oleh tumor otak dan patologi

lokal.

5) Kemampuan berbahasa

Mencakup afasia, yang merupakan gangguan pengeluaran bahasa yang

berhubungan dengan lesi organik otak. Pada afasia Broca, pengertian pasien

tetap utuh tetapi kemampuan untuk berbicara terganggu, salah diucapkan. Pada

afasia Wernicke, pasien diminta menunjukkan beberapa benda sederhana yang

umum (kunci, pensil, tombol lampu). Pasien mungkin tidak dapat

menunjukkan kegunaan benda sederhana tersebut (apraksia ideomotorik).

6) Fungsi visuospasial

Suatu penurunan kapasitas fungsi visuospasial adalah normal dengan

bertambahnya usia. Pemeriksaan neuropsikologi harus dilakukan jika fungsi

visuospasial sangat terganggu.

7) Alam pikiran

Hilangnya kemampuan untuk berpikir abstrak merupakan tanda awal dari

demensia. Isi pikiran harus diperiksa mengenai fobia, obsesi, preokupasi

somatik dan kompulsi. Gagasan bunuh diri pun harus diperiksa dengan teliti.

8) Sensorium dan kognisi

Sensorium mempermasalahkan fungsi dari indera tertentu dan kognisi

mempermasalah proses informasi dan intelektual.

9) Pertimbangan

Adalah kapasitas umtuk bertindak sesuai dalam berbagai situasi. Sebagai

contoh, apakah yang akan pasien lakukan bila menemukan sebuah amplop di

jalan dengan perangko dan alamat sudah tertulis? Apa yang akan dilakukan

bila mencium bau asap di dalam bioskop? Dapatkah pasien membedakan?

Page 16: BAB II Geropsikiatrik

c. Pemeriksaan Neuropsiklogi

Mini Mental State Examination (MMSE) adalah tes fungsi kognitif yang paling

sering digunakan. Menilai orientasi, atensi, berhitung, daya ingat segera dan

jangka pendek, bahasa dan kemampuan untuk mengikuti perintah sederhana.

MMSE digunakan untuk mendeteksi gangguan sederhana, perjalanan penyakit

dan untuk monitor respon pasien terhadap terapi. Tes ini tidak digunakan untuk

membuat suatu diagnosis resmi.

Weschler Adult Intelligence Scale – Revised (WAIS-R) dapat memeriksa

kemampuan intelektual yang memberikan skor verbal, skor intelegensia (IQ) dan

kinerja. Bagian kinerja dari WAIS-R adalah indikator yang lebih peka dari

kerusakan otak dibandingkan bagian verbalnya.

Geriatric Depression Scale adalah instrumen penyaring yang berguna untuk

memeriksaan depresi pada pasien lanjut usia, walaupun tanpa adanya demensia,

sering mengganggu kinerja psikomotorik.

Langkah lain yang dapat diambil guna mendukung program deteksi dini

gangguan jiwa di pusat layanan primer ini adalah dengan melakukan edukasi

kepada masyarakat. Penting bagi masyarakat untuk lebih mengenal tanda-tanda

awal dari gangguan jiwa dan tingkah laku. Dengan demikian masyarakat, dalam

lingkup yang lebih kecil, keluarga atau bahkan pasien sendiri dapat mencari

pertolongan kesehatan sedari dini.

Edukasi yang dapat diberikan misalnya dengan memperkenalkan tanda dari

masalah psikososial seperti rasa cemas, khawatir yang berlebihan, ketakutan,

mudah tersinggung, sulit konsentrasi, bersifat ragu-ragu/merasa rendah diri,

kecewa, pemarah dan agresif, adanya reaksi fisik: jantung berdebar, otot tegang,

sakit kepala, atau adanya masalah gangguan jiwa, misalnya marah tanpa sebab,

mengurung diri, tidak mengenali orang, bicara kacau, bicara sendiri, tidak mampu

merawat diri, berusaha bunuh diri, dll. Apabila ditemukan tanda-tanda seperti

yang telah disebutkan sebelumnya pasien dianjurkan untuk segera dibawa ke

Puskesmas.

B. Asuhan Keperawatan Jiwa pada Geropsikiatrik

1. Pengkajian Pasien Lansia

Pengkajian pasien lansia menyangkut beberapa aspek yaitu biologis, psikologis, dan

sosiokultural yang beruhubungan dengan proses penuaan yang terkadang membuat

Page 17: BAB II Geropsikiatrik

kesulitan dalam mengidentifikasi masalah keperawatan. Pengkajian perawatan total

dapat mengidentifikasi gangguan primer. Diagnosa keperawatan didasarkan pada

hasil observasi pada perilaku pasien dan berhubungan dengan kebutuhan.

a. Wawancara

Hubungan yang penuh dengan dukungan dan rasa percaya sangat penting untuk

wawancara yang positif kepada pasien lansia. Lansia mungkin merasa kesulitan,

merasa terancam dan bingung di tempat yang baru atau dengan tekanan.

Lingkungan yang nyaman akan membantu pasien tenang dan focus terhadap

pembicaraan.

b. Keterampilan Komunikasi Terapeutik

Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan

tujuan dan lama wawancara. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk

menjawab, berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.

Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang

sosiokulturalnya. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia

kesulitan dalam berfikir abstrak. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan

perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara

langsung, duduk dan menyentuk pasien.

Melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan sumber data yang baik untuk

mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan sumber dukungan. Perawat harus

cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang

ada. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan atau protocol

wawancara pengkajian. Hal ini dapat meningkatkan kecemasan dan stres pasien

karena kekurangan informasi. Perawat harus memperhatikan respon pasien

dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.

c. Setting wawancara

Tempat yang baru dan asing akan membuat pasien merasa cemas dan takut.

Lingkungan harus dibuat nyaman. Kursi harus dibuat senyaman mungkin.

Lingkuangan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif

terhadap suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.

Data yang dihasilkan dari wawancara pengkajian harus dievaluasi dengan cermat.

Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau

orang lain yang sangat mengenal pasien. Perawat harus memperhatikan kondisi

Page 18: BAB II Geropsikiatrik

fisik pasien pada waktu wawancara dan faktor lain yang dapat mempengaruhi

status, seperti pengobatan media, nutrisi atau tingkat cemas.

d. Fungsi Kognitif

Status mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan jiwa lansia karena

beberapa hal termasuk :

1) Peningkatan prevalensi demensia dengan usia.

2) Adanya gejala klinik confusion dan depresi.

3) Frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion.

4) Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan keterbatasan

kognitif .

e. Status Afektif

Status afektif merupakan pengkajian geropsikiatrik yang penting. Kebutuhan

termasuk skala depresi. Seseorang yang sedang sakit, khususnya pada leher,

kepala, punggung atau perut dengan sejarah penyebab fisik. Gejala lain pada

lansia termasuk kehilangan berat badan, paranoia, kelelahan, distress

gastrointestinal dan menolak untuk makan atau minum dengan konsekuensi

perawatan selama kehidupan.

Sakit fisik dapat menyebabkan depresi sekunder. Beberapa penyakit yang

berhubungan dengan depresi diantaranya gangguan tiroid, kanker, khususnya

kanker lambung, pancreas, dan otak, penyakit Parkinson, dan stroke. Beberapa

pengobatan dapat meningkatkan angka kejadian depresi, termasuk steroid,

Phenothiazines, benzodiazepines, dan antihypertensive. Skala Depresi Lansia

merupakan ukuran yang sangat reliable dan valid untuk mengukur depresi.

f. Respon Perilaku

Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan

keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam

beberapa gangguan fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi

dengan kondisi lingkungan rumah. Hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan

yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia.

Pengkajian tingkah laku termasuk kedalam mendefinisikan tingkah laku,

frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers. Ketika terjadi perubahan

perilaku, ini sangat penting untuk dianalisis.

Page 19: BAB II Geropsikiatrik

g. Kemampuan fungsional

Pengkajian fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator dalam

kesehatan jiwa. Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam pengkajian

fungsional yang memiliki dampak kuat pada status jiwa dan emosi.

h. Mobilisasi

Pergerakan dan kebebasan sangat penting untuk persepsi kesehatan pribadi lansia.

Hal yang harus dikaji adalah kemampuan lansia untuk berpindah di lingkungan,

partisipasi dalam aktifitas penting, dan mamalihara hubungan dengan orang lain.

Dalam mengkaji ambulasi , perawat harus mengidentifikasi adanya kehilangan

fungsi motorik, adaptasi yang dilakukan, serta jumlah dan tipe pertolongan yang

dibutuhkan.

i. Activities of Daily Living

Pengkajian kebutuhan perawatan diri sehari-hari (ADL) sangat penting dalam

menentukan kemampuan pasien untuk bebas. ADL ( mandi, berpakaian, makan,

hubungan seksual, dan aktifitas toilet) merupakan tugas dasar. Hal ini sangat

penting dalam untuk membantu pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan

pasien dalam menjalankan ADL.

j. The Katz Indeks

Angka Katz indeks dependen dibandingkan dengan independen untuk setiap

ADL seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat , dan makan. Salah

satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan

fungsi ADL setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.

k. Fungsi Fisiologis

Pengkajian kesehatan fisik sangat penting pada pasien lansia karena interaksi dari

beberapa kondisi kronis, adanya deficit sensori, dan frekuensi tingkah laku dalam

masalah kesehatan jiwa. Prosedur diagnostic yang dilakukan diantaranya EEG,

lumbal; funksi, nilai kimia darah, CT Scan dan MRI. Selain itu, nutrisi dan

pengobatan medis juga harus dikaji.

l. Nutrisi

Beberapa pasien lansia membutuhkan bantuan untuk makan atau rencana nutrisi

diet. Pasien lansia yang memiliki masalah psikososial memiliki kebutuhan

pertolongan dalam makan dan monitor makan. Perawat harus secara rutin

mengevaluasi kebutuhan diet pasien. Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih dalam

Page 20: BAB II Geropsikiatrik

secara perseorangan termasuk pola makan rutin, waktu dalam sehari untuk

makan, ukuran porsi, makanan kesukaan dan yang tidak disukai.

m. Pengobatan Medis

Empat faktor lansia yang beresiko untuk keracunan obat dan harus dikaji yaitu

usia, polifarmasi, komplikasi pengobatan, komorbiditas.

n. Penyalahgunaan Bahan-bahan Berbahaya

Seorang lansia yang memiliki sejarah penyalahgunaan alcohol dan zat-zat

berbahaya beresiko mengalami peningkatan kecemasan dan gangguan kesehatan

lainnya apabila mengalami kehilangan dan perubahan peran yang signifikan.

Penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya lainnya oleh seseorang akan

menyebabkan jarak dari rasa sakit seperti kehilangan dan kesepian.

o. Dukungan Sosial

Dukungan positif sangat penting untuk memelihara perasaan sejahtera sepanjang

kehidupan, khususnya untuk pasien lansia. Latar belakang budaya pasien

merupakan faktor yang sangat penting dalam mengidentifikasi support system.

Perawat harus mengkaji dukungan sosial pasien yang ada di lingkungan rumah,

rumah sakit, atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Keluarga dan teman

dapat membantu dalam mengurangi shock dan stres di rumah sakit.

p. Interaksi Pasien- Keluarga

Peningkatan harapan hidup, penurunan angka kelahiran, dan tingginya harapan

hidup untuk semua wanita yang berakibat pada kemampuan keluarga untuk

berpartisipasi dalam pemberian perawatan dan dukungan kepada lansia.

Kebanyakan lansia memiliki waktu yang terbatas untuk berhubungan dengn

anaknya. Masalah perilaku pada lansia kemungkinan hasil dari ketiakmampuan

keluarga untuk menerima kehilangan dan peningkatan kemandirian pada anggota

keluarga yang sudah dewasa.

2. Diagnosa

a. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan

keterampilan mengenai cara dalam meningkatkan kualitas hubungan dan

perubahan proses pikir.

b. Resiko jatuh berhubungan dengan faktor-faktor fisiologis (usia, osteoarthitis,

gangguan penglihatan, pendengaran dan gerak) serta kondisi lingkungan yang

menunjang keamanan kurang memadai.

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor-faktor fisiologis (sering BAK)

Page 21: BAB II Geropsikiatrik

d. Resiko bunuh diri b/d harga diri rendah,ditandai dengan isolasi sosial, penurunan

kekuatan dan ketahanan.

3. Perencanaan dan intervensi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Intervensi

1. Kerusakan interaksi

sosial berhubungan

dengan kurangnya

pengetahuan dan

keterampilan mengenai

cara dalam meningkatkan

kualitas hubungan dan

perubahan proses pikir

Tujuan Instruksional

Umum :

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama 1

bulan klien dapat

menampilkan perilaku

berkumpul bersama

minimal 1 kali dalam 1

bulan.

Tujuan Instruksional

Khusus :

a. Setelah dilakukan

asuhan keperawatan

selama 7 hari klien

dapat menampilkan

perilaku interaksi

terhadap seluruh

penghuni wisma

minimal 1 kali dalam

1 hari.

b. Setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 7 hari klien

dapat menyediakan

waktu minimal 10

menit untuk

berkumpul bersama

dalam 1 macam

1. Fasilitasi peningkatan kemampuan klien

untuk berinteraksi dengan yang lainnya

(NIC)

a. Dorong untuk meningkatkan

keterlibatan dalam pola hubungan

yang telah ada.

b. Dorong keterlibatan dalam aktifitas

sosial dalam kelompok.

c. Dorong untuk berbagi masalah yang

dialami secara umum dengan klien

lain

d. Gunakan teknik bermain peran untuk

mempraktekkan keterampilan dan

teknik komunikasi yang diinginkan

e. Dorong untuk merencanakan

aktifitas yang bermakna

2. Fasilitasi klien untuk merasakan,

mengapresiasikan dan mengekspresikan

hal-hal yang menyenangkan dalam

berhubungan dengan orang lain. (NIC)

a. Tentukan tipe humor yang

diapresiasi oleh klien

b. Tentukan respon klien terhadap

humor

c. Tampilkan pilihan-pilihan humor

yang dapat digunakan dalam

interaksi

d. Berikan respon positif terhadap

Page 22: BAB II Geropsikiatrik

kegiatan minimal 2

kali dalam 1 minggu.

c. Setelah diberikan

pendidikan kesehatan

selama 40 menit

klien mengatakan

bahwa interaksi

sosial yang terjadi

bermanfaat bagi

dirinya

humor yang ditampilkan oleh klien

3. Bantu klien mengambangkan

keterampilan-keterampilan interaksi

sosial (NIC)

a. Berikan pendidikan kepada klien

tentang tujuan dan proses pelatihan

keterampilan-keterampilan sosial.

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Intervensi

2. Resiko jatuh

berhubungan dengan

faktor-faktor fisiologis

(usia, osteoarthitis,

gangguan penglihatan,

pendengaran dan gerak)

serta kondisi lingkungan

yang menunjang

keamanan kurang

memadai

Tujuan Instruksional

Umum :

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama 1

bulan diharapkan klien

dapat menyebutkan

faktor resiko jatuh dan

melakukan tindakan

pencegahan.

Tujuan Instruksional

Khusus :

a. Setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 7 hari klien

dapat menyebutkan

minimal 50 % dari

faktor resiko jatuh

b. Setelah diberikan

pendidikan kesehatan

tentang interaksi

sosial selama 40

menit klien lansia

1. Identifikasi faktor resiko yang dihadapi

oleh klien (NIC)

a. Kaji faktor-faktor resiko secara rutin

b. Review riwayat perawatan dan

pengobatan yang lalu yang

membuktikan adanya resiko

c. Identifikasi klien dengan kondisi

sosial yang unik, yang dapat

mempersulit antisifasi faktor resiko

secara efisien

2. Manajemen lingkungan kelompok (NIC)

a. Lakukan pendidikan kesehatan

tentang penanganan faktor resiko

yang direncanakan.

Page 23: BAB II Geropsikiatrik

mengungkapkan

bersedia untuk saling

mengingatkan dan

saling menjaga satu

sama lain.

c. Setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 7 hari klien

lansia menampilkan

perilaku

perlindungan

terhadap kelayan lain

yang memiliki resiko

jatuh.

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Intervensi

3. Gangguan pola tidur

berhubungan dengan

faktor-faktor fisiologis

(sering BAK)

Tujuan Instruksional

Umum :

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama 14

hari klien menampilkan

perilaku adaptif terhadap

perubahan pola tidur.

Tujuan Instruksional

Khusus :

a. Setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 7 hari klien

mampu menyebutkan

bahwa perubahan

pola tidur adalah

situasi yang

1. Fasilitasi siklus tidur/bangun yang

teratur (NIC)

a. Ajarkn untuk melupakan situasi yang

tidak menyenangkan saat menjelang

tidur

2. Pertahankan pola eliminasi yang optimal

(NIC)

a. Instruksikan klien untuk

mengosongkan kandung kemih

sebelum tidur.

b. Batasi asupan cairan menjelang tidur

bila diperlukan

Page 24: BAB II Geropsikiatrik

fisiologis pada lanjut

usia.

b. Setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 7 hari klien

dapat menampilkan

perilaku manipulasi

untuk memenuhi

kebutuhan tidur

secara adekuat

c. Setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 7 hari

minimal klien

menampilkan

perilaku membatasi

minum minimal 1

gelas ketika akan

tidur malam

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Intervensi

4. Resiko bunuh diri b/d

harga diri rendah,ditandai

dengan isolasi sosial,

penurunan kekuatan dan

ketahanan.

Tujuan Instruksional

Umum :

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama

1x24 jam klien

menampilkan perilaku

baik,sehingga resiko

bunuh diri dapat

dihindari.

Tujuan Instruksional

Khusus :

a. Setelah dilakukan

asuhan keperawatan

1. Motivasi klien untuk

mempertahankan kemampuannya.

2. Jauhkan dari barang yang

membahayakan.

3. Lakukan pendekatan pada pasien.

4. Beri support pada pasien untuk

pendekatan religius.

Page 25: BAB II Geropsikiatrik

selama 1x24 jam

klien menyampaikan

penerimaan terhadap

keadaan,tidak

menarik diri.

b. Harga diri rendah

dapat teratasi.

4. Theurapheutic Milleu

a. Stimulasi kognitif

Aktivitas yang dilakukan harus direncanakan untuk menjaga atau meningkatkan

kemampuan kognitif pasien. Diskusi kelompok dapat membantu pasien fokus

pada topik.Meningkatkan rasa aman dan nyaman.

Lansia sering melakukan yang terbaik pada situasi yang direncanakan untuk

perawatan mereka. Setting jiwa lansia harus dirancang dengan warna yang

lembut. Jika ada musik harus yang menenangkan dan disukai oleh lansia. Cahaya

yang menyilaukan harus dihindari. Bagi lansia yang tidak tinggal dirumah

mereka barang-barang seperti foto-foto keluarga, objek religius, afghan, atau

benda-benda yang menenangkan. Kemananan harus dipertimbangkan karena

lansia sering terjatuh, lantai tidak boleh licin dan tidak ada rintangan.

b. Consisten physical layout

Perubahan ruangan harus dihindari, barang-barang yang ada harus tetap, hal ini

membantu lansia yang disorientasi dan menjaga keselamatan lansia.

c. Structured routine

Jadwal sehari-hari harus direncanakan dengan pasti. Waktu tidur, waktu bangun,

tidur siang dan waktu makan tidak boleh berubah-ubah.

d. Fokus pada kelebihan dan kemampuan

Sebagain besar lansia memiliki prestasi pada masa lalunya. Jika lansia tidak

mampu berkomunikasi, anggota keluarga dapat memberikan informasi mengenai

kehidupan mereka dan memberi kegiatan yang dsukai lansia.

e. Minimize disruptive behavior

Memahami perilaku pasien dapat mengurangi agitasi dan krisis perilaku.

Page 26: BAB II Geropsikiatrik

f. Minimal demand for compliant behavior

Lansia yang mengalami kerusakan kognitif sering menentang permintaan dari

orang lain. Mereka tidak mengerti apa yang ditanyakan pada mereka atau mereka

menjadi takut pada perubahan aktivitas yang tidak dapat diprediksi.

5. Terapi somatic

a. Terapi elektro konfulsif

Terapi ini efektif untuk intevensi pada lansia yang mengalami depresi. Kontra

indikasi pada lansia yang memiliki lesi intracranial dengan peningkatan tekanan

intracranial, aritmia, dan infark miokard lebih dari 3 bulan.

b. Pengobatan psikotropika

Obat pada lansia harus hati-hati, karena obat dapat berpengaruh pada perilaku

lansia dan system saraf pusat.

6. Evaluasi

Stuart dan Sundeen (1995) menyebutkan beberapa kondisi dan perilaku perawat yang

diperlukan pada saat melakukan evaluasi dalam proses keperawatan, yaitu:

a. Kondisi perawat :

Supervisi, analisis diri, peer review, partisipasi pasien dan keluarga

b. Perilaku perawat :

Membandingkan respon pasien dan hasil yang diharapkan, mereview proses

keperawatan, memodifikasi proses keperawatan sesuai yang dibutuhkan,

berpartisipasi dalam peningkatan kualitas dari aktifitas yang dilakukan.