BAB II FIX
-
Upload
heriyon-efendi -
Category
Documents
-
view
452 -
download
2
Transcript of BAB II FIX
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
1.1. Sejarah Singkat PT. Smelting
PT. Smelting berlokasi di desa Roomo, kecamatan Manyar, kabupaten Gresik, Jawa
Timur. Salah satu filosofi mengapa PT. Smelting ini didirikan di Gresik adalah karena
pabrik peleburan tembaga menghasilkan produk samping berupa asam sulfat yang
dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk. Selain itu pabrik ini terletak di tepi laut
sehingga memudahkan transportasi bahan baku melewati jalur laut.
Pada tanggal 28 Mei 1999 dimulai proses produksi komersial, PT. Smelting
memproduksi 200.000 ton pertahun katoda LME mutu A dari 656.000 ton pertahun
konsentrat tembaga yang disupali oleh PT. Freeport Indonesia. Kronologis pendirian
PT Smelting adalah sebagai berikut :
1996 7 Februari Pendirian Perusahaan
12 Juli Peletakan Batu Pertama
1998 31 Agustus Akhir Tahap Konstruksi
14 Desember Tahap Uji Coba
1999 5 Mei Tahap Awal Produksi Komersial
(Desain Kapasitas : 200.000 Ton/tahun)
2000 25 Agustus Peresmian oleh Presiden Republik Indonesia
2001 10 Juli Katoda Tembaga Terdaftar di LME Kategori A
2002 11 Januari Memperoleh sertifikat ISO 9001: 2000
2004 15 April Akhir Tahap Ekspansi I Pabrik Pemurnian
(Kapasitas : 255.000 Ton/tahun)
2006 Agustus Akhir Tahap Ekspansi II Pabrik Pemurnian
(Kapasitas : 270.000 Ton/tahun)
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 1
PT. Freeport
25%
Mitsubishi
Materials
60,5%
Nippon
Metals Co. Ltd.5%
Mitsubishi
9,5 %
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
PT. Smelting menggunakan proses Mitsubishi yang telah berpengalaman beroperasi
lebih dari 30 tahun. Pabrik pertama yang menggunakan proses ini berada di Naoshima,
Jepang (1974-1991) kemudian diikuti pabrik lainnya di Timmins Kanada (1981-
sekarang), pabrik besar di Naoshima Jepang (1991-sekarang) dan di Onsan Korea
(1998-sekarang).
Gambar 2.1. Prosentase Kepemilikan Saham PT Smelting
1.2. Visi dan Misi PT. Smelting
VISI
Menjadikan perusahaan peleburan dan pemurnian tembaga yang memiliki reputasi dan
terhandal didunia, serta ramah terhadap lingkungan.
MISI
Menghasilkan katoda tembaga dan produk sampingan dengan kualitas terbaik didunia,
dengan maksud untuk memberikan kepuasan tertinggi terhadap semua pelanggan,
dengan mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja melalui proses produksi yang
efisien dan ramah lingkungan.
1.3. Proses Mitsubshi dan Pemurnian Tembaga
2.3.1. Pendahuluan
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 2
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Proses Mitsubishi terdiri dari 3 dapur yang saling terhubung satu sama lain
dengan menggunakan launder seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2 Dapur yang pertama
disebut sebagai smelting furnace (S furnace), digunakan untuk melebur konsentrat. Dapur
yang kedua disebut sebagai cleaning furnace (CL Furnace), disini matte akan terpisah
dengan slag. Matte grade dikontrol antara 65 % - 68 %. Karakteristik dari CL slag yang
dihasilkan oleh CL furnace memiliki komposisi sebagai berikut 0.6 % - 0.7 % copper, 34
% SiO2 dan 6 % CaO. CL slag terpisah ketika matte dialirkan ke dapur ketiga. Dapur
ketiga adalah converting furnace ( C Furnace). C Furnace mengubah matte menjadi
blister copper dengan menambahkan udara yang diperkaya oksigen (O2 enrichment) dan
juga menambahkan fluks yang terdiri dari batu kapur dan C slag. Batu kapur ditambahkan
untuk proses pembentukan slag dengan Fe, dan mencegah terbentunya magnetite.
Karakteristik dari C slag mengandung 13 % Cu dalam Cu2O, 15 – 18 % CaO dan
magnetite.
2.3.2 Smelting Furnace
Udara yang diperkaya oksigen., konsentrat, dan fluks SiO2 dinjeksikan ke dalam
tanur (furnace) melalui pipa tiup (vertical lance). Proses yang terjadi di dalam smelting
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 3
Gambar 2.2. Skematik Mitsubishi Proses
Slide presentasi PT SMELTING Co.
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
adalah proses oksidasi Fe dan S dari konsentrat untuk menghasilkan matte Cu dengan
kadar sekitar 68% dan Fe silika slag. Matte dan slag akan mengalir menuju electric
furnace.
Partikel padat (konsentrat, fluks dan batu bara) dan gas oksidasi diumpankan ke
furnace melalui 9 atau 10 vertical lance yang ditempatkan di atas furnace. Setiap lance
terdiri dari 2 buah concentric pipes yang dimasukan melalui atas furnace. Pipa bagian
dalam berdiameter 4-6 cm, sedangkan pipa bagian luar berdiameter 8-11 cm. Konsentrat
kering, fluks dan batu bara diumpankan dari tampat penyimpanan melalui pipa tengah.
Udara yang diperkaya oksigen (45-50 volume % O2) diinjeksikan melalui annulus diantara
pipa. Pipa bagian luar secara kontinu berputar (7-8 RPM) untuk mencegah lance menjadi
sticky. Proses Mitsubishi di dalam smelting furnace ditunjukan pada Gambar 2.3.
Ujung Pipa bagian luar diturunkan hingga 1/2 - 3/4 m diatas logam cair,
sedangkan ujung pipa bagian dalam diatas atap furnace. Pipa bagian luar terbuat dari high
cromium steel (~ 18% Cr) sedangkan pipa bagian dalam terbuat dari hardened steel. Pipa
bagian luar akan terbakar sekitar 1/3 bagian per hari dan secara periodik turun ke bawah
untuk menjaga posisi dari lance. Lance yang baru (~ 3 m) dilas pada bagian atas dari pipa
sebelumnya untuk menjaga lance tetap terpasang (continuous).
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 4
Gambar 2.3 S-furnace dan CL-furnace
(Biswas,A.K and Davenport,W.G., Extractive Metallurgy of Copper,
3rd edition, Pergamon, 1994, p267.)
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Konsentrat, fluks, dan slag akan bercampur dengan gas pengoksidasi pada pipa
bagian dalam. Campuran tersebut diumpankan ke dalam molten bath untuk membentuk
matte dan slag. Secara kontinu, matte dan slag over flow melalui tap hole dan launder ke
dalam electric slag cleaning furnace dimana matte dan slag akan dipisahkan.
2.3.3 Electric Slag Cleaning furnace
Electric slag cleaning funace berfungsi untuk memisahkan matte dan slag hasil
reaksi smelting furnace. Matte akan mengalir secara kontinu menuju converting furnace.
Slag (0.6-0.9% Cu) mengalir secara kontinu menuju system water granulation untuk
dibuang. Electric slag cleaning funace menggunakan daya 3000 atau 3600 kW. Electric
slag cleaning funace berbentuk ellips dengan tiga atau enam elektroda grafit.
Matte secara kontinu underflows dari electric furnace menuju converting furnace.
Sistim siphon dan launder yang digunakan dalam proses slag. Slag secara kontinu
overflow melalui taphole. Slag kemudian digranulasi dengan air dan dibuang. Cairan matte
dan slag akan didiamkan di dalam Electric slag cleaning funace selama 1 sampai 2 jam.
Elektroda dan sumber listrik pada Electric slag cleaning funace bertujuan untuk
menjaga slag tetap panas dan berbentuk fluida. Panas dalam Electric slag cleaning funace
didapat dari arus listrik yang mengalir dalam slag melalui electrode. Slag keluar dari
furnace dengan suhu 1250 °C. Hanya sebagian kecil gas buang yang dihasilkan dalam
Electric slag cleaning funace. Gas buang dikumpulkan dari slag taphole hood dan diambil
melalui electrostatic precipitator kemudian diventilasikan ke atmosphere.
2.3.4 Converting Furnace
Gas yang diperkaya oksigen diinjeksikan ke dalam converting furnace bersama
denga batu kapur (CaCO3) melalui vertical lances. Di dalam converting furnace, Fe dan S
dioksidasi dari dalam matte untuk membentuk tembaga blister. Tembaga blister secara
kontinu akan keluar dari furnace menuju holding furnace untuk dilakukan proses
firerefining. Slag (12-18% Cu) mengalir secara kontinu menuju sistim granulasi dan
menghasilkan slag yang berbutir dan dilebur kembali ke dalam smelting furnace untuk
recover tembaga.
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 5
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Keuntungan utama dalam proses ini yaitu keefektifan dalam menangkap gas SO2.
Gas SO2 digunakan untuk menghasilkan aliran SO2 yang kuat digunakan untuk membuat
asam sulfat. Keefektifan menangkap gas SO2 karena ladle transport untuk logam cair
tertutup sehingga mengurangi adanya emisi gas.
Gas buang diambil melalui large uptake, heat boiler, electrostatic precipitator
menghasilkan gas basah yang akan dibersihkan terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam
pabrik asam sulfat. Gas dari smelting dan converting furnace dicampur di dalam
electrostatic precipitator.
Converting furnace secara kontinu menerima matte dari electric furnace. Udara
yang diperkaya oksigen (30-35% volume O2) dan fluks CaCO3 diinjeksikan ke permukaan
matte, dan menghasilkan :
a. blister copper (~0.7 % S)
b. molten slag (12-18% Cu)
c. gas SO2 (~25 volume % SO2)
Udara yang diperkaya oksigen dan fluks dimasukan ke dalam furnace melalui 6
atau 10 lance yang didesign mirip dan serupa lance pada smelting furnace. Ujung pipa
bagian luar ¼ sampai ¾ m di atas bath, sedangkan ujung pipa bagian dalam di atas atap
furnace.
2.3.4.1 Converting Furnace Slag
Salah satu perbedaan antara smelting furnace dan converting furnace adalah
material pembentuk slag. Proses converting menggunakan CaO sedangkan proses smelting
menggunakan SiO2. Hal ini dikarenakan perkembangan proses menunjukan bahwa
blowing O2 ke permukaan SiO2 akan membuat slag membentuk magnetite. Pembentukan
ini mungkin terjadi pada converting furnace. CaO akan bereaksi dengan solid magnetite,
tembaga cair, dan O2 untuk membentuk cairan (liquid) Cu2O-CaO-Fe3O4 slag (Gambar
2.4). Slag biasanya terdiri dari :
12-18% Cu
40-55 % Fe (paling banyak Fe3+)
15-20 % CaO
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 6
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
2.3.4.2 Converting Furnace blister copper
Tembaga blister pada proses Mitsubishi memiliki kandungan S yang lebih banyak
(~0.7 %) dibandingkan dengan Pierce Smith converter furnace (~ 0.02%). Kerugian dari
mitshubishi proses adalah perlunya oksidasi yang cukup lama di dalam anode furnace.
Kandungan S bisa dikurangi dalam Mitsubishi converter dengan menginjeksikan O2,
namun cara seperti ini dapat meningkatkan jumlah Cu di dalam slag. Kandungan S pada
blister 0.7 % merupakan keadaan yang sudah optimum. S pada level tersebut atau di
bawahnya berguna untuk meminimalisir perubahan SO2 pada tembaga jika mengalir
keluar dari converter melalui launder.
2.3.5 Mekanisme pada Peleburan dalam Proses Mitsubishi
2.3.5.1 Smelting Furnace (S furnace)
Kecepatan padatan (konsentrat, fluks dan batu bara) dan gas yang masuk ke
dalam furnace melalui lance pada proses smelting adalah 150-300 m/s (Shibasaki and
Hayashi, 1991). Waktu partikel (konsentrat, fluks dan batu bara) untuk mencapai
permukaan logam cair dari ujung lance yang berjarak 0.5 m adalah 10-3 sampai 10-2 detik.
Waktu tersebut lebih singkat bila dibandingkan dengan waktu untuk mengoksidasi
konsentrat yaitu 0.1 sampai 1 detik ( Munro dan Themelis, 1991). Hal ini mengindikasikan
bahwa oksidasi dilakukan pada gas, slag, matte foam di bawah lance.
Kenyataannya, dalam industri mengindikasikan bahwa smelting furnace
menghasilkan matte (kedalaman 1.2-1.5 m) dengan gas/slag/matte foam/emulsion terdapat
di bawah lance (Goto and Echigoya,1980 ; Shibasaki dan Hayashi,1991). Slag yang baru
terbentuk (tebal ~ 0.05 m dan mengandung beberapa kandungan matte) overflow ke arah
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 7
Gambar 2.4 daerah liquid Ca-Fe-O sistim
(Biswas,A.K and Davenport,W.G., Extractive Metallurgy of Copper, 3rd
edition, Pergamon, 1994, p269.)
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
taphole. Matte secara kontinu overflows dari mulut taphole dan matte yang baru akan
terbentuk di bawah lance.
2.3.5.2 Electric Slag Cleaning Furnace
Electric Slag Cleaning Furnace menerima matte dan slag dari smelting furnace.
Matte dan slag terpisah membentuk 2 lapisan di dalam furnace. Lapisan bawah adalah
matte dengan tebal ½ - ¾ m, dan lapisan atas adalah slag dengan tebal ½ m. Matte dan
slag tersebut didiamkan di dalam furnace selama 1 sampai 2 jam. Waktu pendiaman dan
adanya perputaran electromagnetic dari furnace membuat matte dan slag mencapai
kesetimbangannya. Aliran listrik yang melewati slag memastikan bahwa slag tetap panas
dan mengalir.
Slag yang dipisahkan dari matte kemungkinan masih mengandung kadar Cu yang
cukup tinggi. Jumlah Cu dalam slag ditunjukan pada persamaan :
Kandungan Cu dalam slag dapat dikurangi dengan cara :
a. Memaksimalkan waktu pendiaman di dalam electric furnace (untuk memaksimalkan
pemisahan matte)
b. Menjaga slag selalu panas, fluid dan tenang untuk memaksimalkan matte settling
c. Meminimalkan massa slag (Cu per ton) dengan meningkatkan matte grade Cu pada
saat peleburan dan meminimalkan penggunaan fluks.
2.3.5.1 Converting Furnace
Converting furnace diinjeksikan udara yang diperkaya oksigen dan fluks CaCO3
melalui 6 lance dari atas. Kecepatan pencampuran gas dan fluks yang masuk ke furnace
100 m/s. Oksigen diinjeksikan ke furnace dengan laju yang pasti untuk menghasilkan
tembaga blister (daripada Cu2S atau Cu2O) dari matte yang masuk.
Di dalam furnace, terdapat lapisan tipis slag 1/8 m pada bagian atas dan ~1 m
tembaga blister. Fluks dan gas dari lance menembus masuk ke dalam tembaga melalui
slag. Di dalam conveter furnace tidak ada lapisan matte yang stabil (shibasaki and
hayashi, 1991). Dalam prakteknya, tembaga blister keluar dari converting furnace dengan
0.7 % S.
Seperti mekanisme reaksi, pada liquid matte mengalir ke dalam furnace dan
menyebar pada permukaan lapisan tembaga ke arah lance dimana kecepatan gas dan fluks
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 8
% Cu-in slag x slag mass
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
membentuk foam/emulsi sangat tinggi. Matte dioksidasi di dalam foam / emulsi oleh O2
dan Cu2O untuk membentuk :
a. Blister copper
b. Fe3O4 dimana reaksi dengan fluks batu kapur memberikan molten Cu2O dan CaO-
Fe3O4 slag
c. SO2
Tembaga blister yang baru akan terbentuk menggantikan tembaga blister yang
keluar dari furnace melalui siphon . Slag yang terbentuk mengalir ke luar melalui slag
taphole dan gas SO2 (dengan CO2 dan N2) keluar melalui gas uptake menuju system gas
treatment.
2.3.6 Anode Furnace
Blister dengan kandungan Cu sekitar 98,5 % yang dihasilkan dari proses
Mitsubishi Selanjutnya akan masuk ke Anode Furnace untuk persiapan proses casting. Hal
ini karena kandungan sulfur dalam blister masih cukup tinggi, yaitu sekitar 0,7 – 1 %.
Sulfur termasuk unsur yang reaktif terhadap oksigen sehingga dapat membentuk gas-gas
yang dapat merusak permukaan hasil casting, yang akan mengakibatkan pada penurunan
kualitas katoda proses pemurnian. Untuk itu, dilakukan proses pengurangan kandungan
sulfur dengan cara diberi oksigen (oksidasi), dari proses ini diharapkan kandungan sulfur
menjadi sekitar 0,1 %.
Proses oksidasi menyebabkan kandungan oksigen dalam blister meningkat. Proses
oksidasi ini menyebabkan kandungan oksigen dalam blister meningkat. Kandungan
oksigen yang tinggi dapat menyebabkan terbentuknya porositas pada hasil casting, selain
itu oksigen dalam proses refinery akan bereaksi dengan larutan elektrolit dan akan
mengganggu proses refinery. Oleh karena itu dilakukan proses deoksidasi setelah proses
oksidasi sampai kadar oksigen kurang dari 1500 ppm. Proses oksidasi dan reduksi pada
anode furnace itu disebut juga dengan fire refining. Proses ini merupakan batch proses,
dimana furnace ini akan diisi dengan blister terlebih dahulu baru kemudian diproses.
Selain kandungan sulfur dan oksigen, yang harus dipersiapkan sebelum casting adalah
kandungan Pb dalam blister. Kandungan Pb akan mengganggu proses pemurnian.
Bagian – bagian dari Anode Furnace antara lain :
1. Receiving Mouth
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 9
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Receiving Mouth merupakan lubang yang terdapat pada ujung atas anode furnace
yang berfungsi sebagai lubang pemasukan blister copper dari C furnace. Dari lubang
ini pula kita bisa mengetahui / visual inspeksi saat selesainya reduksi yaitu dengan
melihat bentuk yang keluar dari receiving mouth tersebut.
2. Charging Mouth
Charging mouth merupakan lubang yang terdapat pada tengah-tengah anode
furnace yang berfungsi sebagai :
Keluaran melt dan slag pada proses slag skimming
Masukan anoda sisa (scrap) pada refinery
Masukan anode reject dari Hazelett Casting
Memasukan tembaga dari pabrik lain.
3. Burner
Burner merupakan alat pembakar dengan sistem spray / nozzle yang berfungsi
untuk menjaga temperature tembaga cair didalam furnace. Burner menggunakan
bunker C-Oil atau natural gas sebagai bahan bakar. Pembakaran yang sempurna dapat
tercapai dengan penambahan atomizing air dan combustion air. Atomizing air hanya
ditambahkan bila natural gas tidak digunakan.
4. Tuyere
Tuyere adalah lubang berbentuk slindris dengan pipa, yang terdapat di salah satu
sisi anode furnace. Pada saat oksidasi tuyere berfungsi untuk menginjeksikan oksigen
dan udara, sedangkan pada proses reduksi tuyere digunakan untuk menginjeksikan oil
dan steam.
5. Tapping Hole
Tapping hole adalah lubang yang terletak bersebrangan dengan tuyere yang
berfungsi mengeluarkan tembaga cair selama casting.
Tahapan-tahapan proses yang terdapat pada fire refining yaitu sebagai berikut :
1. Receiving
Receiving merupakan proses pemasukan tembaga blister ke dalam anode furnace
melalui receiving mouth. Selain tembaga blister, pada proses pengumpanan juga
dimasukan scrap anoda ( yang merupakan sisa anoda pada proses pemurnian), anoda
tembaga hasil casting yang di reject, liberator katoda, serta dam pot dan exlaunder
melalui charging mouth.
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 10
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Anode furnace membutuhkan panas yang berasal dari burner untuk mencegah
thermal shock saat blister copper mengalir. Selain itu, panas juga diperlukan untuk
menjaga temperature logam cair selama proses pengumpanan. Proses pengumpanan
dilakukan hingga mencapai kapasitas optimal anode furnace (450 – 500) ton. Waktu
yang diperlukan untuk mencapai kondisi tersebut tergantung pada kadar Cu dalam
konsentrat dan laju pengumpanan (feeding) MI furnace, kurang dari 12 jam.
2. Oksidasi
Proses oksidasi ini merupakan proses yang dilakukan untuk mengurangi kadar
sulfur pada blister. Proses oksidasi dilakukan dengan menambahkan udara ysng
diperkaya oksigen (250 Nm3/ h ) dan udara (1700 Nm3/h ) melalui dua tuyere.
Persamaan reaksi secara sederhana dapat dituliskan sebagai berikut:
S + O2 SO2 ↑
Jumlah blister minimal agar dapat dioksidasi adalah 250 ton dengan kapasitas
maksimum anode furnace 450 ton. Proses oksidasi yang terjadi saat receiving mouth
masih menerima blister copper untuk mencapai kapasitas maksimum disebut pre-
oksidasi, sekitar 4-5 jam sebelum anode furnace tersebut penuh. Pre-oksidasi
dilakukan untuk menghemat waktu oksidasi agar tidak terlalu lama. Proses oksidasi
membutuhkan waktu sekitar 2 jam.
Pada saat pre-oksidasi dan oksidasi anode furnace diputar sehingga posisi
tuyere terendam logam cair (blister). Ini dimaksudkan agar udara yang diperkaya
oksigen dari tuyere dapat masuk kedalam blister dan mengaduk blister. Sehingga
oksigen akan bereaksi sempurna dengan sulfur di blister. Pada saat oksidasi lubang
burner yang tidak terpakai disumbat dengan menggunakan ceramic blanket (selimut
keramik). Hal ini dilakukan agar burner tidak tersumbat oleh splash. Jika kondisi
furnace memungkinkan maka proses oksidasi dan reduksi akan lebih baik
menggunakan burner untuk mempertahankan temperatur logam cair.
Proses oksidasi diakhiri jika kadar sulfur dalam logam cair kurang dari 0,01
%. Untuk mengetahui keadaan tersebut (end oksidasi) ada 2 cara :
1. Oksigen Probe
Oksigen probe merupakan alat yang dapat mengukur kadar oksigen dalam
blister secara langsung . dengan mengetahui kadar oksigen dalam blister, maka
kita juga dapat mengetahui kadar sulfur dengan menggunakan grafik antara O2
dan sulfur ( Goto M & Hayashi M the Mitshubishi continous process. Japan 1998.
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 11
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Page 75 ) apabila kadar oksigen dalam logam cair 5500 – 7500 ppm, maka kadar
sulfur dalam logam cair dibawah 100 ppm. Jika kondisi tersebut tercapai maka
proses oksidasi dihentikan.
2. Sampling
Proses sampling merupakan parameter yang lebih sering digunakan untuk
menentukan end oksidasi. Proses sampling dilakukan dengan mengamati bentuk
permukaan sampel yang telah membeku. Pengambilan sampel dilakukan sesering
mungkin untuk mencegah terjadinya over oksidasi. Apabila terjadi over oksidasi,
maka O2 yang dihasilkan akan semakin banyak, sehingga akan membutuhkan
waktu reduksi yang lebih lama dan energi yang lebih besar. Dengan mengamati
bentuk sampel, maka kita akan dapat memperkirakan kandungan sulfur dalam
blister tersebut.
3. Pengambilan slag (slag skimming)
Pada anode furnace, pemisahan antara slag dan blister dilakukan berdasarkan
perbedaan berat jenis (ρ) antara slag dengan tembaga cair dimana berat jenis slag
lebih ringan sehingga slag akan berada di permukaan tembaga cair. Proses
pembuangan slag dilakukan dengan memiringkan anode furnace hingga slag yang
ada diatas permukaan tumpah melalui charging mouth menuju ladle yang diletakkan
dibawah anode furnace.
Pada proses slag skimming memungkinkan adanya tembaga cair yang terbawa
kedalam ladle. Slag yang ada dipermukaan ladle lebih cepat membeku daripada
tembaga cair karena perbedaan temperature beku. Sehingga tembaga cair dapat
dipisahkan dari slag yang membeku dan dapat dimasukan lagi dalam anode furnace.
Proses slag skimming dapat dilakukan dengan menggunakan dam pot. Slag dan logam
cair yang telah membeku dalam dam pot akan dikirim kembali menuju S-Furnace
melalui lumpy conveyor.
4. Reduksi
Proses reduksi merupakan proses yang dilakukan untuk mengurangi kadar
oksigen dalam logam cair setelah proses oksidasi dengan persamaan reaksi sebagai
berikut :
CuO + C Cu + CuO2
Dimana C didapat dari natural gas atau dari oil .
Proses reduksi dilakukan dengan menggunakan :
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 12
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
a. Natural gas
Natural gas yang digunakan (400-500 Nm3/h/tuyere). Steam (300-400
kg/h/tuyere) ditambahkan selama proses reduksi dengan menggunakan natural
gas.
b. Oil
Oil yang ditambahkan sebanyak 400-500 Nm3 /h/ tuyere dan steam (500 kg/h x
2). Pada proses reduksi menggunakan oil, udara juga ditambahkan sebesar 600
Nm3 /h/ tuyere.
Pengaliran steam berguna untuk mendekomposisikan ikatan karbon,
mengaduk (agitasi) logam cair dan mencegah supaya tuyere tidak buntu.
Sama halnya dengan proses oksidasi, pada proses reduksi lubang burner yang
tidak terpakai disumbat dengan ceramic blanket (selimut keramik). Proses reduksi
akan diakhiri jika kadar O2 pada tembaga cair lebih kecil dari 1500 ppm (O2 < 1500
ppm). Untuk menentukan akhir dari reduksi (end reduksi), dengan menggunakan
oksigen probe dapat diketahui secara langsung mengukur kadar oksigen dalam logam
cair.
Apabila proses reduksi masih menghasilkan jumlah slag yang terlalu banyak,
maka slag skimming dilakukan kembali. Setelah proses fire refining, didalam anode
furnace diperlukan peningkatan temperature logam cair. Hal ini bertujuan untuk
mencapai temperature tapping. Temperature tapping dicapai dengan menggunakan
burner. Sehingga burner dipasang kembali pada burner hole yang telah dibersihkan
dari cipratan-cipratan logam cair yang membeku menggunakan jet lance. Setelah
proses tapping, logam cair dialirkan ke holding furnace melalui launder. Untuk
menjaga temperature logam cair, launder ditutup dan pada beberapa tempat diberikan
burner.
2.3.7. Holding Furnace
Setelah proses fire refining selesai, tembaga cair dari anode furnace akan dialirkan
menuju holding furnace melalui launder. Holding furnace berfungsi untuk mengatur laju
aliran logam cair sebelum masuk ke mesin casting hazellet caster serta mempertahankan
temperature tembaga cair ( 1100- 1130oC ) dengan menggunakan burner.
Apabila temperature tembaga cair terlalu tinggi, maka dapat merusak belt dan
menimbulkan retak pada mesin caster. Keretakan pada belt dapat membuat belt menjadi
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 13
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
bocor sehingga air dari bawah belt bersentuhan langsung dengan logam cair dan dapat
menyebabkan terjadinya ledakan. Apabila temperature terlalu rendah, maka tembaga cair
dapat membeku sebelum mengisi ruang pada mesin caster secara sempurna.
Gambar 2.6 Holding Furnace
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 14
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
2.3.8. Casting
Alur proses casting ditunjukkan pada gambar 2.7 dan 2.9
Gambar 2.7. Flowchart Tahapan Casting
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 15
Anode Furnace
Holding Furnace
CastingMachine ShearCooling
TunnelAnodeStacking
To TankHouse
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Gambar 2.8 Mesin Hazzelet Caster
Gambar 2.9. Proses casting
Gambar 2.9. Proses casting
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 16
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Gambar 2.10 Anoda tembaga
2.3.9. Elektrorefining
Proses elektrorefining merupakan suatu proses pemurnian dengan menggunakan
prinsip elektrolisis. Tembaga dimurnikan dari pengotornya dengan melakukan elektrolisa
pada anode scrap. Elektrorefining mempunyai dua tahapan utama, yaitu :
1. Tembaga dalam copper anode terlarut secara elektrokimia pada elektrolit yang
mengandung CuSO4, H2SO4 dan H2O.
2. Kation tembaga yang terdapat dalam elektrolit kemudian melapisi permukaan katoda
membentuk tembaga murni. Pengotor (impurities) akan tertinggal pada dasar cell.
Proses ini mempunyai dua tujuan antara lain :
1. Menghasilkan tembaga yang murni, bebas dari pengotor (impurities).
2. Memisahkan impurities yang berharga (contoh : Au, Ag) dari tembaga untuk dilakukan
proses recovery lanjutan menghasilkan produk sampingan (by-product).
Tembaga yang telah dimurnikan kemudian dilebur dan dicetak. Tembaga ini
mengandung pengotor dengan kadar dibawah 20 ppm, dan juga mengandung oksigen
dengan kadar sekitar 0,025 %.
2.3.9.1 Prinsip Elektrorefining
Beda potensial yang diberikan antara anoda dan katoda pada cell yang
didalamnya terdapat elektrolit maka akan menyebabkan terjadinya proses berikut ini :
1. Tembaga pada anoda secara elektrokimia akan terlarut ke elektrolit sebagai kation
Cu0 Cu2+ + 2e- ( E0 = - 0.34 V)
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 17
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
2. External circuit membawa electron dari reaksi menuju ke katoda.
3. Dengan konveksi dan juga difusi kation Cu2+ akan terbawa oleh elektrolit menuju ke
elektroda negative (katoda)
4. Pada permukaan katoda, electron dan ion Cu2+ dikombinasikan untuk membentuk
logam tembaga yang terdeposit pada katoda dengan persamaan reaksi
Cu2+ + 2e- Cu0 ( E0 = + 0.34 V)
Secara umum proses diatas adalah pelarutan tembaga, migrasi electron dan ion tembaga
menuju ke katoda, pelapisan katoda dengan ion tembaga,keseluruhan reaksinya
Cu0 Cu0
Pada proses ini pengotor dicegah agar tidak menempel pada katoda dengan cara :
1. Memilih elektrolit (CuSO4 +H2SO4 +H2O), dimana pengotor tidak ikut terlarut
2. Menjaga agar pengotor pada elektrolit memiliki konsentrasi rendah sehingga tidak
dapat terperangkap pada permukaan katoda
2.3.9.2 Pengotor pada Proses Elektrorefining
Pengotor yang terdapat pada anoda tembaga antara lain Ag, As, Au, Bi, Fe, Ni,
Pb, S, Sb, dan Te. Pengotor tersebut harus dijaga akar tidak menempel/terperangkap pada
permukaan katoda selama proses elektrolisa. Setiap impurities memiliki prilaku khusus
pada saat dilakukan pross elektrolisa antara lain :
1. Au dan platinum metal
Emas dan platinum metal tidak terlarut dalam sulfat elektrolit. Keduanya membentuk
slime yang terdapat pada permukaan anoda atau terendap pada dasar cell. Slime ini akan
dikumpulkan dan diolah kembali untuk dijadikan sebagai by-product.
2. S, Se dan Te
Sulfur, selenium dan tellurium yang terkandung dalam anoda biasanya berikatan
dengan Au dan Ag, contohnya Ag2Se, Cu2Se, Ag2Te4 dan juga Cu2S, yang kesemua ikatan
tersebut juga mengendap sebagai slime.
3. Pb dan Sn
Timbal dan timah membentuk endapan sulfat yang tidak terlarut dalam elektrolit
(PbSO4, Sn (OH)2SO4). Endapan ini juga bergabung dengan endapan slime.
4. As dan Sb
Antimoni dan arsen juga terdapat dalam slime, namun keduanya juga terlarut dalam
jumlah yang cukup significan dalam elektrolit (Baltazar, 1987). As dan Sb yang terlarut
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 18
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
harus dikurangi atau dihilangkan, karena apabila jumlahnya meningkat dapat terperangkap
pada permukaan katoda.
5. Co, Fe dan Ni
Logam-logam ini hampir terlarut sempurna dalam elektrolit. Seperti As dan Sb, kadar
logam ini juga harus dikurangi dalam elektrolit agar tidak terperangkap pada permukaan
katoda. Recovery Ni dan Co selalu menguntungkan, dilakukan pada pabrik pemurnian
elektrolit.
2.3.9.3 Mekanisme Kontaminasi
Pada penjelasan sebelumnya mengindikasikan bahwa mekanisme kontaminasi
pada katoda adalah terperangkapnya slime dan juga elektrolit pada saat deposit katoda
tembaga tumbuh. Mekanisme tersebut tidak berlaku pada perak, dimana perak memiliki
prilaku :
1. Perak dapat melapisi (electroplates) pada tegangan yang lebih rendah dari tembaga
2. Terlarut dalam jumlah yang kecil dalam elektrolit
3. Pelapisan tersebut memiliki kadar 4 – 6 ppm pada cathode copper.
Tabel 2.1. Standar Potensial Elaktrokimia elemen-elemen penting dalam proses Elektrolisa (298
K, Unit Thermodynamic Activity)(Lide, 1990)
Reaksi ElektrokimiaStandar Potensial Reduksi
(volt)
Au 3+ + 3e- → Au0 1.50
Ag+ + e- → Ag0 0.80
Cu2+ + 2e- → Cu0 0.34
BiO+ + 2H+ + 3e- → BiO + H2O 0.32
HAsO2 + 3H+ + 3e- → As 0 + H2O 0.25
SbO+ + 2H+ + 3e- → Sb0+ H2O 0.21
2H+ + 2e- → H2 0.00 (pH = 0, pH2 = 1 atm)
Pb2+ + 2e- → Pb0 -0.13
Ni2+ + 2e- → Ni0 -0.26
Co2+ + 2e- → Co0 -0.28
Fe2+ + 2e- → Fe0 -0.45
Pelapisan Bi, As dan Sb membutuhkan tegangan yang lebih tinggi daripada tegangan
yang digunakan pada pelapisan tembaga. Apabila kadar Cu pada larutan tinggi, maka
kadar Bi, As, dan Sb rendah, pengotor ini tidak dapat melapisi (electroplated) katoda.
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 19
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Sehingga mekanisme kontaminasi logam ini berada dalam slime dan elektrolit kemudian
terperangkap pada katoda. Bi, As, dan Sb dapat melapisi permukaan katoda (electroplated)
jika konsentrasi Cu pada elektrolit diturunkan hingga sekitar 20 Kgm-3. Teknik ini
digunakan dalam proses pemurnian elektrolit.
Pelapisan Co, Fe dan Ni membutuhkan tegangan yang lebih tinggi daripada tegangan
yang dibutuhkan untuk pelapisan tembaga. Sehingga mekanisme kontaminasi logam ini
berada dalam slime dan elektrolit kemudian terperangkap pada katoda.
2.3.9.4 Alur Proses Elektrorefining
Pada industri elektrorefining anoda yang digunakan berukuran sekitar 1 m x 1 m,
serta memiliki tebal 0.05 m. Katoda yang digunakan memiliki tebal sekitar 0.0005- 0 001
m. Katoda dan anoda disusun secara selang-seling dalam cell. .Semua anoda pada cell
memiliki potensial yang sama, begitu pula semua katoda pada cell juga memiliki potensial
yang sama namun lebih negatif dari potensial anoda. Antara anoda dan katoda diberi jarak
tertentu untuk menjaga kesetimbangan arus yang mengalir Hal ini untuk memastikan
bahwa anoda terkorosi dengan laju yang sama dan juga memiliki life time yang sama pula.
Elektrolit yang memiliki kemurnian yang tinggi dialirkan masuk kedalam cell
pada bagian ujung cell melalui pipa polyvinyl chlorides, kemudian elektrolit yang
memiliki kemurnian lebih rendah meninggalkan cell melalui overflow melewati pipa
saluran di sisi yang berlawanan.
Tembaga hasil peleburan akan dicetak pada anode furnace casting. Produk
cetakan ini akan digunakan sebagai anoda pada proses pemurnian. Semakin lama anoda
akan semakin menipis karena terlarut. Anoda dipindahkan dari cell sebelum kondisinya
membahayakan untuk patah dan terjatuh. Kemudian anoda sisa (anode scrap) dicuci,
dilebur, untuk kemudian dicetak menjadi anoda baru.
Katoda yang digunakan pada awal proses dapat berupa lempengan tembaga yang
tipis atau dapat juga mengunakan plat stainless steel. Secara perlahan kation tembaga dari
elektrolit akan terdeposit pada katoda. Tembaga yang terdeposit (cathode copper)
kemudian dicuci dan dilepaskan dari stailess steel blank, untuk dijual dan digunakan.
Waktu tahan (life time) dari anoda bermacam-macam mulai 10 – 28 hari. Anoda
yang lebih tebal akan memiliki life time yang lebih lama. Satu anoda biasanya
menghasilkan dua kali panen katoda tembaga(kadang-kadang I kali panen).
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 20
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Pengotor pada anoda yang terlarut akan meninggalkan cell saat elektrolit
disirkulasikan untuk kemudian dikurangi kadarnya, sedangkan untuk pengotor yang tidak
terlarut akan mengendap di dasar cell sebagai slime. Slime tersebut kemudian diolah
kembali sebagai by-product.
2.3.9.5 Katoda
Katoda yang digunakan (starting sheet) dalam proses elektrolisis biasanya berupa
plat tipis dari tembaga murni , namun seiring dengan perkembangan industri pemurnian
maka katoda yang digunakan adalah stainless steel blank. hal ini disebabkan karena
penggunaan stainless steel memiliki banyak keuntungan.
Katoda tembaga awal (starting sheet) yang digunakan pada proses refinery
biasanya dibuat pada bagian pemurnian itu sendiri. Katoda (starting sheet) dapat dibuat
dengan cara pelapisan tembaga selama 24 jam pada titanium atau dapat dibuat dengan
mengerol lembaran tembaga (terkadang dilakukan pada stainless steel). Lembaran katoda
awal memiliki tebal 0,5 hingga 1 mm dan memiliki berat 4 sampai 7 kg.
Lembaran katoda awal (starting sheet) dipindahkan dari plat titanium secara
otomatis pada stripping machine (Owings and Bailey 1993 )atau secara manual. Agar
proses pelepasan (stripping) mudah dilakukan maka tembaga dilumasi dan ditakik, atau
dapat juga dengan memberi strip pada tepi plat titanium
Persiapan terakhir dari starting sheets meliputi pencucian dan juga pelurusan.
Kemudian starting sheets ini akan disusun dan diberi jarak (spacing) pada sebuah
charging beam untuk kemudian dikirim pada elektrorefining cell. Pada perusahaan yang
telah maju maka proses ini akan dioperasikan oleh mesin.
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 21
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Gambar 2.11. Katoda tembaga
2.3.9.6 Elektrolit
Elektrolit pada pemurnian tembaga mengandung 40 hingga 50 kg/m3, 160 – 200
Kg H2SO4, 0.02 – 0.05 Kg/m3 Cl- dan pengotor yang dijelaskan diatas. Elektrolit ini juga
mengandung 1 – 10 ppm organic leveling dan juga grain refining agent. Temperature
elektrolit dinaikkan hingga sekitar 65 – 70 0C dengan menggunakan uap (steam). Karena
temperature akan menurun hingga 2 – 5 0C saat melalui cell.
Elektolit disirkulasikan dengan laju sekitar 0.02 m3/menit. Pada laju ini elektrolit
pada cell akan diubah menjadi elektrolit baru setiap 5 – 6 jam. Sirkulasi dari elektrolit
sangat penting untuk :
Mempertahankan temperature serta kemurnian dari elektrolit pada cell
Memastikan deposit tembaga yang seragam serta mengatur konsentrasi grain
refinement yang ditambahkan pada permukaan katoda
Menghilangkan impurities yang terlarut pada elektrolit dari cell.
2.3.9.7 Cell dan saluran listrik
Pada industri pemurnian biasanya menggunakan cell dengan ukuran panjang 3 m
– 6 m dan kedalaman 1,1 m – 1,3 m. Setiap cell dapat menampung mulai dari 25 – 50
anoda dan katoda yang terhubung secara paralel. Cell terbuat dari beton (concrete).
Biasanya concrete akan dilapisi dengan flexible polyvinylchloride atau 6 % lead antimony.
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 22
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Banyak juga pabrik pemurnian yang menggunakan precast polymer concrete dimana cell
ini dapat bertahan lebih lama dan tanpa terjadi erosi (Harry, 1990 : Rompre et al, 1991).
Cell ini dioperasikan secara sederhana dan banyak diadopsi oleh industri pemurnian.
Cell – cell dihubungkan untuk membentuk suatu section yang terdiri dari 20 – 40
cell. Dalam satu section aliran listrik akan dihentikan jika dilakukan proses memasukkan
anoda dan katoda atau pada saat dilakukan maintenance. Jumlah cell yang terhubung
dalam satu section dipilih untuk mencapai efisiensi maksimum dari sistim ini. Sambungan
listrik antar cell dibuat dengan menghubungkan katoda pada suatu cell dengan anoda pada
cell berikutnya. Hubungan ini dibuat dengan jalan meletakkan katoda pada suatu cell dan
anoda cell sebelah pada suatu copper distribution bar .
Kontak yang bagus antara anoda dan katoda dengan distribution bar dapat
meminimalisasi energi yang hilang dan memastikan bahwa arus terdistribusi secara
seragam antara tiap anoda dan katoda.Jumlah total arus listrik yang melalui anoda dan
katoda pada suatu cell adalah 10.000 hingga 30.000 ampere.
Elektrorefinery mensyaratkan arus dan tegangan yang searah. Ini didapatkan
dengan mengkonversi arus bolak-balik menjadi arus searah.. Penyearah silicon biasanya
digunakan disini (Schloen 1987, 1991).
2.3.9.8 Tipe Siklus Refining
Produksi electrorefining dimulai dengan memasukkan anoda dan katoda pada cell
kosong yang telah dibersihkan. Anoda dan katoda diangkut dengan menggunakan crane.
Anoda dan katoda sebelum masuk kedalam cell telah di selang seling dan diatur jaraknya.
Apabila dalam satu section anoda, katoda serta elektrolit telah siap maka arus
segera dialirkan. Anoda mulai terlarut dan pada pemukaan katoda mulai terbentuk deposit
tembaga. Pada beberapa industri pemurnian setelah 2 atau 3 hari proses pelapisan
tembaga, starting cathode sheet diangkat dan ditekan (press) agar lurus (Schloen 1987,
1991). Diagram proses elektrorefining dapat diamati pada Gambar 2.12.
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 23
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Gambar 2.12. Siklus Elektrorefining
Katoda diangkat setelah 7 sampai 14 hari pelapisan dan katoda baru (starting
sheet atau stainless steel blank) akan dimasukkan kembali. Cathode copper kemudian
dicuci dan dijual atau difabrikasi. Dua atau tiga cathode copper dapat dihasilkan dari satu
anoda.
Hampir pada semua refinery, cell diperiksa secara teratur untuk mencari bad
contact dan juga arus pendek (short) untuk kemudian dilakukan proses perbaikan.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan hand held gaussmeter dan juga
menggunakan infra red scanner (dimana akan mendeteksi panas yang dihasilkan oleh
arus yang tinggi pada katoda). Proses pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan
menggunakan milivoltmeter yang dipasang permanent pada cell.
Arus pendek dapat terjadi karena anoda/katoda bengkok atau karena nodul yang
tumbuh antara katoda dan anoda. Hal ini dapat diatasi dengan meluruskan kembali
aboda/katoda yang bengkok, memperbaiki posisinya sehingga tidak terjadi kontak, serta
meghilangkan nodul pada deposit tembaga dikatoda.
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 24
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Electrorefining merupakan proses continue dengan range waktu 10 sampai 28
hari dimana anoda akan terlarut sekitar 80-85 %. Anode scrap kemudian diangkat dengan
menggunakan crane, dicuci, lalu dikirim kembali ke peleburan untuk menghasilkan
anoda baru. Elaktrolit dan slime dipisahkan melalui lubang dekantasi pada bagian bawah
cell. Slime akan diolah kembali untuk dijadikan by-product. Elektrolit akan disaring dan
dimurnikan kembali. Kemudian siklus dari electrorefining akan berulang kembali.
Target utama dari proses refinery adalah untuk memproduksi katoda tembaga
dengan kemurnian tinggi secara cepat dengan minimum energi yang digunakan serta
biaya yang harus dikeluarkan.
1.4. Keunggulan Proses Mitsubishi
PT. Smelting menggunakan proses Mitsubishi dalam menjalankan proses produksinya.
Proses Mitsubishi mempunyai keunggulan sebagai berikut :
a. Recovery Rate tembaga yang tinggi
Kandungan tembaga yang terbuang dalam slag rendah (0,6% - 0,7%).
b. Emisi gas rendah
Proses pemindahan logam cair melalui launder yang tertutup untuk mengurangi
tersebarnya gas yang dapat membahayakan lingkungan.
c. Konsentrasi SO2 dalam gas buang yang lebih stabil
Karena menggunakan proses yang kontinyu sehingga gas SO2 yang terbuang dari
furnace lebih stabil. Gas buangan yang mengandung SO2 tinggi tersebut dikonversi
menjadi SO3. Selanjutnya dijadikan asam sulfat dengan menggunakan Lurgi-
Mitsubishi Double Contact Process. Hasilnya berupa asam sulfat 98,5% kemudian
dijual sebagai bahan baku untuk pabrik pupuk.
d. Pengoperasian yang sangat efisien dan fleksibel
e. Fasilitas yang tepat
Biaya konstruksi dapat dikurangi dengan penyederhanaan fasilitas.
1.5. Produk PT. Smelting
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 25
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Pabrik peleburan dan pemurnian tembaga ini dikenal sebagai pabrik yang bersih dan
ramah lingkungan. Produknya berkualitas dunia dan telah memberikan kontribusi pada
perkembangan ekonomi Indonesia. Setelah menjalani serangkaian uji coba dengan
pelanggan di Eropa dan Jepang, akhirnya pada bulan Juli 2001, katoda tembaga
PT.Smelting terdaftar di LME (London Metal Exchange) kategori kelas A dengan nama
dagang “Gresik Copper Cathode”.
Produk-produk yang dihasilkan PT.Smelting adalah sebagai berikut:
1. Produk : Katoda tembaga
Kapasitas : 255.000 ton/tahun
Penggunaan : kawat,kabel
2. Produk : Asam sulfat
Kapasitas : 650.000 ton/ tahun
Penggunaan : bahan baku pabrik pupuk
3. Produk : terak tembaga
Kapasitas : 530.000 ton/tahun
Penggunaan : bahan baku pabrik semen
dan sand blasting
4. Produk : Gypsum
Kapasitas : 20.000 ton/tahun
Penggunaan : bahan baku pabrik semen
5. Produk : lumpur anoda
Kapasitas : 1.000 ton/tahun
Penggunaan : pemurnian logam-logam mulia
1.6. Program Strategis PT. Smelting
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 26
Gambar 2.2. Katoda Tembaga
Gambar 2.3. Asam Sulfat
Gambar 2.4. Terak Tembaga
Gambar 2.5. Gypsum
Gambar 2.6. Lumpur Anoda
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
PT.Smelting menerapkan budaya 5S untuk mengembangkan kedisiplinan sebagai sikap
kerja dan perbaikan di tempat kerja. Program 5S merupakan dasar bagi program
strategis lainnya untuk mencapai target dan pengembangan bisnis perusahaan.
Beberapa program strategis yang ada di PT.Smelting adalah sebagai berikut :
a. Program 5S sebagai kunci sikap kerja
1. Seiri (Organisasi)
2. Seiton (Kerapian)
3. Seiso (Kebersihan)
4. Seiketsu (Standardisasi)
5. Shitsuke (Disiplin)
b. Pointing & Calling (P&C)
Merupakan tindakan konfirmasi untuk lebih meningkatkan kesadaran pada tingkat
tertentu, pada saat menjalankan pekerjaan pekerjaan yang beresiko tinggi,dengan
tujuan untuk mencegah kesalahan akibat kecerobohan dan kecelakaan kerja.
c. OSH (Occupational Safety and Health) Comitte
Komite yang bertanggung jawab menetapkan peraturan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja, mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaannya.
d. Kaizen Teian
Suatu usaha yang melibatkan setiap karyawan untuk mengajukan usulan demi
perbaikan berkesinambungan dalam proses operasi dan tempat kerja.
e. HD (Harmony and Development) Commite
Suatu forum yang terdiri dari wakil karyawan dan manajemen. Forum ini berfungsi
untuk menjalin hubungan baik antara manajemen dan karyawan.
1.7. Sarana Pendukung
PT.Smelting memiliki fasilitas beragam untuk mendukung operasi yang stabil.
Fasilitas-fasilitas tersebut meliputi :
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 27
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
a) Jetty & Wharf
Jetty sepanjang 2 km dan dermaga sepanjang 230 meter dirancang untuk menerima
kapal seberat 35.000 ton dengan kapasitas normal bongkar muatan sebesar 350
ton/jam. Dermaga ini juga dapat digunakan untuk memuat slag ke kapal dengan
menggunakan konveyor (ban berjalan) yang dapat dioperasikan bolak-balik.
Gambar 2.13 Jetty & Wharf
a) Bengkel pemeliharaan
Perbengkelan dirancang untuk mendukung pemeliharaan harian di pabrik
peleburan, pabrik asam sulfat & instalasi pengolahan air limbah, pabrik pemurnian,
penanganan bahan baku dan fasilitas-fasilitas tanbahan lainnya.
b) Konsumsi utility
Listrik : 290.000 MWh/tahun
Gas alam : 16.800 KNm3/tahun
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 28
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Oksigen : 186.000 KNm3/tahun
Air proses : 175 m3/jam
Air laut sebagai pendingin tak langsung : 9.000 m3/jam
Uap hasil boiler yang digunakan untuk
pembangkit tenaga listrik : 50 ton/jam
c) Laboratorium
Laboratorium memeriksa kualitas semua produk dan bertanggung jawab
menganalisa contoh-contoh untuk mengontrol kualitas bahan mentah, proses dan
memonitor lingkungan.
d) Sistem Komputer Bisnis
PT Smelting menggunakan software JDEdwards sebagai aplikasi database ERP
(Enterprise Resourse Planning) yang dijalankan di server IBM AS/400.
JDEdwards mengatur dan menangani seluruh aktivitas bisnis seperti akuntansi,
SDM, pembelian dan penyimpanan, pemeliharaan, penjualan, dan logistik serta
informasi proses pabrik.
1.8. Kebijakan Lingkungan PT. Smelting
PT. Smelting telah melaksanakan dan akan meneruskan semua kegiatan berdasarkan
kebijakan lingkungan :
Aktivitas manajemen lingkungan di PT Smelting
1. Komitmen Manajemen Lingkungan Perusahaan ( CEMC)
CEMC yang terdiri dari perwakilan setiap seksi, melaksanakan pengawasan
terhadap lingkungan secara benar dan bertanggung jawab. Dibawah sistem
manajemen ini, pemantauan rutin dan pelestarian lingkungan disetiap pabrik aka
dilaksanakan.
2. Komunikasi dengan masyarakat sekitar
Sebagai anggota masyarakat, kami melakukan komunikasi rutin dengan
masyarakat sekitar melalui beberapa program kemitraan seperti program koperasi,
seminar budaya, penghijauan, sumbagan rutin, adan sebagainya.
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 29
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
3. Penghargaan Bendera Hijau untuk Manajemen Lingkungan
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia melalui program Peningkatan
Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) telah memberikan penghargaan
berupa bendera Hijau dua kali berturut-turut kepada PT. Smelting atas upayanya
dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu pada periode 2003 dan
2004.
1.9. Struktur Organisasi PT. Smelting
Berikut adalah bagan struktur organisasi dari PT. Smelting:
1.10. Prestasi dan Penghargaan PT. Smelting
PT. Smelting memiliki beberapa penghargaan dan prestasi antara lain :
1. LME
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 30
Gambar 2.7. Struktur Perusahaan PT. Smelting
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Katoda tembaga terdaftar di LME (London Metal Exchange) kategori A pada bulan
Juli 2001
2. ISO
Sejak Januari 2002, PT Smelting memperoleh sertifikat ISO 9001:2000 dari Llyod’s
Register
3. Lingkungan
PT Smelting memperoleh Bendera HIJAU pada tahun 2004 dan 2005 dari
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia melalui Program Peringkat
Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)
4. OSH
Pada bulan Januari 2005, PT Smelting memperoleh bendera emas untuk gerakan K3
5. BKPM
PT Smelting memperoleh penghargaan Yasa Ayodhya Adinugraha dari BKPM
(Badan Koordinasi Penanaman Modal) pada bulan September 2002
6. 5S
PT Smelting mendapat penghargaan dari pemerintah provinsi Jawa Timur
2003: 1 Perak untuk kategori Gudang.
2004: 5 Perak untuk kategori Produksi,
Bengkel, Gudang, Kantor, dan
2005: 1 Emas untuk kategori Lingkungan,
Perak untuk kategori Produksi,
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 31
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery
Departemen Teknik Metalurgi dan Material 32
Gambar 2.8. Piagam Penghargaan yang telah diraih PT. Smelting