BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita...

28
8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Merek, Produk dan Kebutuhan Konsumen Menurut American Marketing Association, Brand adalah sebuah nama, petunjuk, simbol atau desain, atau kumpulan dari itu semua, yang ditujukan untuk membedakan barang dan jasa yang dijual satu pihak dengan pihak lainnya. Brand dibedakan dengan produk. Produk (Kevin Lane Keller, p 3) adalah segala sesuatu yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, atau dikonsumsi agar memenuhi sebuah kebutuhan atau keinginan. Sebuah brand mempunyai arti lebih dari sebuah produk, karena brand dapat memberi nilai lebih yang membedakannya dari produk lain, walaupun produk lain tersebut memenuhi kebutuhan atau keinginan yang sama. Sebuah kata kunci dari pernyataan di atas yang juga menjadi faktor yang penting mempengaruhi pemilihan sebuah merek, yaitu kebutuhan konsumen. Kebutuhan atau keinginan konsumen bisa juga dilihat menggunakan hirarkis keinginan yang dikembangkan oleh Abraham Maslow(1943), yaitu keinginan/kebutuhan phsyiological - kebutuhan untuk memenuhi hal-hal yang diperlukan untuk dapat bertahan hidup seperti makanan, pakaian, tempat berteduh, sex; safety - kebutuhan akan keamanan dan perlindungan dari ancaman secara fisik; social/love and belonging – keinginan untuk memiliki hubungan dengan sesama;

Transcript of BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita...

Page 1: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Merek, Produk dan Kebutuhan Konsumen

Menurut American Marketing Association, Brand adalah sebuah nama,

petunjuk, simbol atau desain, atau kumpulan dari itu semua, yang ditujukan untuk

membedakan barang dan jasa yang dijual satu pihak dengan pihak lainnya. Brand

dibedakan dengan produk. Produk (Kevin Lane Keller, p 3) adalah segala sesuatu

yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan,

atau dikonsumsi agar memenuhi sebuah kebutuhan atau keinginan. Sebuah brand

mempunyai arti lebih dari sebuah produk, karena brand dapat memberi nilai lebih

yang membedakannya dari produk lain, walaupun produk lain tersebut memenuhi

kebutuhan atau keinginan yang sama.

Sebuah kata kunci dari pernyataan di atas yang juga menjadi faktor yang

penting mempengaruhi pemilihan sebuah merek, yaitu kebutuhan konsumen.

Kebutuhan atau keinginan konsumen bisa juga dilihat menggunakan hirarkis

keinginan yang dikembangkan oleh Abraham Maslow(1943), yaitu

keinginan/kebutuhan phsyiological - kebutuhan untuk memenuhi hal-hal yang

diperlukan untuk dapat bertahan hidup seperti makanan, pakaian, tempat berteduh,

sex; safety - kebutuhan akan keamanan dan perlindungan dari ancaman secara fisik;

social/love and belonging – keinginan untuk memiliki hubungan dengan sesama;

Page 2: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

9

esteem – kebutuhan untuk merasakan sensasi memperoleh sebuah pencapaian dan

penghargaan akan status, jabatan, dan kehormatan; serta self actualization –

keinginan untuk memuaskan hasrat dari dalam diri sendiri dan mengembangkan

seluruh potensi yang dimiliki.

2.2. Consumer Decision Making Process

Ketika konsumen memutuskan akan membeli sebuah produk, entah barang

atau jasa, menurut Lavidge dan Steiner (1961), ada 6 proses yang konsumen lalui:

kesadaran (awareness) pengetahuan (knowledge) suka (liking) preference

conviction pembelian (purchase). Namun ada juga model konseptual yang dapat

kita gunakan untuk menganalisa proses pengambilan keputusan konsumen seperti

yang dikutip dari Belch & Belch (Advertising and Promotion, p.105), yaitu : Problem

Recognition Information Search Alternative evaluation Purchase decision

PostPurchase evaluation.

Page 3: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

10

Gambar 2.1. Decision-making Process.

a. Problem Recognition

Tahap ini adalah tahap dimana konsumen menyadari ada suatu kebutuhan,

lalu mulai mencari solusi untuk memecahkan masalah kebutuhan tersebut.

Beberapa sumber yang menimbulkan tahapan ini antara lain :

- Out of Stock

Ketika konsumen menggunakan produk dan perlu memperbarui

persediaan terhadap produk tersebut.

- Dissatisfaction

Ketika konsumen menyadari bahwa produk atau jasa yang dia

gunakan tidak lagi dapat memuaskannya.

Page 4: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

11

- New Needs/Wants

Perubahan dalam kehidupan konsumen dapat mendorong adanya

kebutuhan / keinginan baru.

- Related Products/purchases

Pembelian sebuah produk mungkin saja mendorong konsumen

membeli produk lain seperti aksesoris untuk produk tersebut

- Marketer-Induced Problem Recognition

Kegiatan yang dilakukan oleh para marketer yang menstimulus

konsumen untuk tidak puas dengan keadaan atau produk yang saat ini

mereka alami / gunakan dengan meluncurkan produk baru atau fitur

baru yang tidak konsumen perhitungkan ketika membeli produk yang

digunakannya sekarang.

- New Products

Ketika produk inovasi terbaru diluncurkan dan menarik perhatian

konsumen, dapat mendorong terjadinya pembelian sebuah produk atau

jasa.

b. Information Search

Tahapan selanjutnya dalam proses penentuan keputusan, yaitu pencarian

informasi. Ketika konsumen menyadari terdapatnya sebuah masalah dan

masalah tersebut dapat diselesaikan dengan pembelian sebuah produk atau

jasa, mereka mulai melakukan pencarian informasi yang dibutuhkan untuk

membeli produk atau jasa tersebut. Pencarian awal seringkali dimulai dari

mencari informasi yang tersimpan di pikiran mengenai pengalaman yang

Page 5: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

12

mungkin dulu pernah dirasakan. Proses pencarian informasi dari diri sendiri

disebut dengan internal search. Untuk beberapa pembelian produk atau jasa

yang sifatnya rutin, atau pembelian berulang, pencarian internal cukup untuk

membandingkan beberapa alternatif pembelian dan memutuskan akan

membeli apa.

Namun jika pencarian internal tidak dapat memberikan cukup informasi,

maka dibutuhkan pencarian eksternal (external search). Beberapa sumber

pencarian eksternal diantaranya :

- Personal sources

- Marketer-controlled sources

- Public sources

- Personal experience

c. Alternative evaluation

Pada tahapan ini, konsumen membandingkan beberapa merek atau produk

atau jasa yang dirasa dapat memenuhi atau memecahkan masalah konsumsi

dan memuaskan kebutuhan /keinginan yang memotivasi konsumen dalam

melakukan pembelian. Beberapa merek yang jadi pertimbangan konsumen

ketika akan memilih disebut sebagai evoked set. Tujuan utama dari

kebanyakan strategi pemasaran dan iklan adalah meningkatkan kemungkinan

sebuah merek diikutsertakan dalam evoked set konsumen pada tahapan

ini.Tapi tidak cuma itu, tenaga marketer pun sebisa mungkin membuat suatu

merek punya nilai tambah yang tidak dimiliki kumpulan merek yang lain.

Konsumen akan punya keputusan untuk membatasi seberapa banyak merek

Page 6: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

13

yang akan mereka pertimbangkan dalam evoked set mereka, juga untuk

masalah seberapa lama waktu yang akan mereka habiskan untuk menjalani

tahap purchase decision. Karena itu, merek yang lebih mudah diingat akan

lebih mudah masuk ke dalam proses seleksi merek tersebut. Hal itu didapat

bisa melalui tampilan-tampilan iklan yang cukup sering konsumen temui

dalam kehidupan sehari-hari mereka atau lewat media lain. Setelah konsumen

menetapkan evoked set dan memiliki beberapa alternatif pilihan, mereka harus

mengevaluasi beberapa merek. Hal ini berarti membandingkan beberapa

alternatif pilihan tersebut terhadap kriteria spesifik yang dirasa penting oleh

konsumen.

Ada hal yang cukup penting menurut Paul Peter dan Jerry Olson(1987) harus

dibedakan di tahap ini, yaitu antara atribut,objek atau konsep fungsional yang

dimiliki oleh suatu produk, dan konsekuensi. Konsekuensi, menurut mereka,

adalah hasil yang akan konsumen rasakan/nikmati ketika membeli atau

mengonsumsi sebuah barang atau jasa. Mereka membedakan menjadi 2 tipe,

functional consequences, yaitu hasil yang bersifat konkrit, yang dapat

dirasakan secara langsung, dan psychosocial consequences, yaitu hasil yang

sifatnya abstrak, subjektif, dan personal. Atribut dari sebuah produk atau jasa

dan konsekuensi-konsekuensi yang konsumen pikir akan mereka rasakan atau

nikmati ketika memilih sebuah merek sangatlah penting, karena mereka

seringkali menjadi dasar dimana konsumen membentuk attitude dan

keinginan membeli dan memutuskan diantara beberapa banyak pilihan.

Page 7: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

14

d. Purchase decision

Pada akhirnya, konsumen harus berhenti menimbang-nimbang beberapa

pilihan tersebut dan mengambil keputusan untuk memilih sebuah merek.

Mengambil keputusan untuk membeli tidak sama dengan melakukan

pembelian, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan

pembelian walaupun sudah memutuskan untuk membeli, diantaranya kapan

harus melakukan pembelian, dimana, dan berapa banyak yang harus

dikeluarkan. Untuk beberapa produk berkategori low-involvement, waktu yang

dibutuhkan antara pengambilan keputusan dan melakukan pembelian

mungkin saja sangat singkat.

e. Postpurchase evaluation

Tidak berakhir sampai pada pembelian saja, ketika konsumen sudah

menggunakan atau mengonsumsi produk atau jasa tersebut, konsumen akan

membandingkan antara ekspektasi yang diharapkan dan performa yang

dihasilkan produk atau jasa tersebut. Hasil nya bisa berupa kepuasan atau

ketidak puasan. Kepuasan terjadi ketika ekspektasi konsumen dipenuhi atau

bahkan melebihi; sementara ketidakpuasan timbul ketika performa yang

dihasilkan tidak sesuai atau dibawah ekspektasi konsumen. Proses

postpurchase evaluation ini penting karena feedback yang ditimbulkan akan

mempengaruhi kemungkinan pembelian di masa yang akan datang.

Kelima tahapan ini tidak selalu diikuti oleh konsumen ketika akan membeli,

adakalanya mereka melewati satu atau lebih tahapan yang ada, dan langsung ke

Page 8: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

15

tahapan purchase decision. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses

pembelian diantaranya sifat alami dari sebuah produk atau jasa, jumlah pengalaman

yang konsumen miliki terhadap sebuah produk atau jasa, serta seberapa penting

pembelian tersebut. Akan lebih sulit ketika konsumen tidak punya atau sangat sedikit

sekali memiliki pengalaman atau pengetahuan tentang sebuah produk atau jasa

(brand knowledge), ataupun kriteria apa yang harus mereka gunakan ketika memilih

beragam merek. Maka penting untuk sebuah iklan memberikan informasi yang

mendetail tentang sebuah merek, dan bagaimana merek tersebut dapat memenuhi

kebutuhan atau keinginan konsumen. Apalagi ketika sebuah merek menghadapi

persaingan yang ketat di pasar, personalitas dari sebuah merek dan reputasi merek

tersebut akan membantu membedakannya dari apa yang pesaing tawarkan . Hal ini

dapat menghasilkan peningkatan kesetiaan konsumen dan mendorong pertumbuhan.

(Bhimrao, 2008).

2.3. Peranan dari Iklan

Pemberian brand award dalam iklan sebuah produk berkaitan erat dengan

tujuan dari iklan itu sendiri. Iklan berfungsi sebagai faktor utama dalam

meningkatkan kekuatan dari sebuah merek(Achenbaum,1989; Lindsay,1990).

Dalam semua tingkatan dalam pemasaran, iklan diidentifikasi sebagai salah

satu komponen utama dalam pembentukan citra(Meenaghan,1995). Bagaimana iklan

dapat mempengaruhi perilaku konsumen memerlukan pembahasan yang lebih

Page 9: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

16

mendalam. Secara umum, ada 2 pandangan mengenai hal ini, pandangan kognitif, dan

pandangan citra merek. Pandangan kognitif direpresentasikan pada susunan hirarkis

efek(Lavidge dan Steiner,1961), DAGMAR, STARCH, dan lain-lain. Pandangan ini

melihat perilaku konsumen dalam istilah yang rasional, yang bersifat analitis.

Pandangan yang kedua lebih mengedepankan fungsi iklan untuk membentuk

pencitraan pada produk sehingga tercipta hubungan antara merek, dengan konsumen.

Pandangan manapun yang dianut, kalimat sederhana dari Durgee(1988) mungkin

dapat merefleksikan fungsi dari iklan itu: untuk membuat orang tertarik dan untuk

member informasi.

Efektifitas dari sebuah iklan dapat dinilai apakah iklan tersebut dapat

meningkatkan jumlah orang atau calon konsumen yang mempertimbangkan produk

atau jasa yang ditawarkan dan apakah iklan tersebut dapat meningkatkan nilai produk

atau jasa di benak konsumen (Neal and Bathe, 1997). Pemberian brand award pada

iklan diharapkan dapat meningkatkan nilai produk tersebut di mata konsumen, yang

pada akhirnya akan memberikan nilai tambah bagi merek itu sendiri, dalam bentuk

citra yang lebih positif, tingkat kesetiaan yang meningkat, dan di akhirnya adalah

meningkatnya keinginan membeli.

Setiap program pemasaran yang dibuat melibatkan proses komunikasi dan ada

pesan yang coba disampaikan kepada konsumen atau calon konsumen. Michael Ray

(Advertising and Promotion, p 150) mengembangkan beberapa model alternatif untuk

menganalisa proses penerimaan informasi, sekaligus mengidentifikasi kontras yang

mencolok antara Learning Hierarchy dan Low-Involvement Hierarchy :

a. Standard learning hierarchy

Page 10: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

17

Tahapan dalam tipe hirarkis ini adalah learn feel do. Dimana informasi

dan pengetahuan yang didapat (learned) mengenai beberapa merek adalah

dasar untuk membentuk perasaan (feeling), yang akhirnya akan menjadi

petunjuk bagi konsumen untuk melakukan sesuatu(do), seperti trial atau

pembelian. Menurut Ray, model ini dimungkinkan ketika konsumen

dilibatkan secara penuh dalam proses pembelian dan terdapat banyak

perbedaan antara merek-merek yang bersaing. Iklan untuk produk dan jasa

berkategori high involvement biasanya menyertakan informasi yang mendetail

yang dapat digunakan untuk menentukan pilihan merek.

b. Dissonance/Attribution hierarchy

Pada model ini, Ray menggambarkan situasi dimana konsumen pertama

melakukan pembelian, lalu mengembangkan perilaku atau perasaan sebagai

hasil dari tindakannya, lalu mengembangkan informasi sebagai pendukung

perilakunya tersebut (do feel learn). Situasi yang memungkinkan model

ini berlaku adalah ketika konsumen harus memilih di antara 2 alternatif yang

secara kualitas sama, tapi mempunyai atribut yang tersembunyi. Ray

menyarankan bahwa pada situasi ini , dampak utama dari iklan di media masa

bukanlah mempromosikan agar ada perubahan perilaku atau mendorong

pembelian, tapi lebih kepada mengurangi keraguan dan meningkatkan rasa

tenang karena telah dengan bijak memilih sebuah merek atau produk.

c. Low-involvement model

Model ini menekankan pada tahapan learn do feel. Situasi yang

mewakili model ini adalah ketika dalam proses pembeliannya, keterlibatan

Page 11: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

18

konsumen rendah. Menurut Ray, ketika tingkat keterlibatan konsumen rendah,

tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara beberapa merek, dan iklan di

media masa dianggap penting, maka model ini cenderung untuk muncul. Pada

model ini , konsumen menjalankan passive learning dan random information

catching daripada mencari informasi secara aktif, karena itu, pihak pengiklan

harus memfokuskan pada elemen seperti musik, karakter, symbol, slogan atau

jingle daripada isi pesan yang sebenarnya.

Sebuah pendekatan yang menarik dalam menganalisa antara kategori produk

(high involvement dan low involvement) dengan sifat atau karakteristik

dominan yang ditunjukkan konsumen (rational – left brain, dan emotional –

right brain) adalah menggunakan model FCB (Foote, Cone & Belding

agensi). Model ini membantu menganalisa tipe strategi yang dapat digunakan

untuk melakukan persuasi terhadap calon konsumen berdasarkan faktor

biologis. Teori otak kiri/kanan menyarankan bahwa sisi kiri lebih mampu

untuk melakukan pemikiran yang bersifat rasional, kognitif, sedangkan sisi

kanan lebih ke arah tampilan dan emosi dan lebih banyak ke fungsi afektif.

Menurut model ini, ada 4 strategi iklan yaitu :

a. Informative

Strategi ini ditujukan untuk produk dengan kategori high involvement di

mana pemikiran secara rasional dan pertimbangan ekonomi menjadi dasar

utama.

b. Affective

Page 12: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

19

Strategi ini lebih untuk produk yang berkategori high involvement dan

pemikiran secara emosional yang diutamakan. Untuk tipe ini , iklan harus

memfokuskan pada motif emosi dan psikologikal seperti membangun

kepercayaan diri atau meningkatkan ego seseorang.

c. Habit formation

Strategi ini untuk produk-produk berkategori low involvement dan motif

pemilihan yang bersifat rasional, serta rutin.

d. Self-satisfaction

Strategi ini menekankan pada kategori produk low involvement dan motif

emosional dimana faktor sosial memainkan peran penting.

2.4. Tingkat Knowledge

Thomas L. Baker, James B. Hunt, Lisa L. Scribner dalam jurnal mereka tahun

2002 menjelaskan mengenai product knowledge. Menurut Alba dan Hutchinson

(1987), product knowledge adalah konstruksi yang kompleks dan bersifat

multidimensi, yang mempunyai karakter berupa struktur dan inti dari informasi yang

disimpan dalam ingatan. Brand knowledge, attribute knowledge dan experience

knowledge adalah dimensi dalam product knowledge dan mempunyai efek yang

berbeda terhadap perilaku konsumen (Scribner dan Weun, 2001). Brand

knowledge(Brucks 1986, Fiske, Luebbehusen, Miyazaki, dan Urbany 1994, Selnes

dan Gronhaug 1986) menyangkut pada pengetahuan yang dimiliki seseorang

Page 13: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

20

mengenai sebuah merek dalam sebuah kategori produk, bagaimana merek

dibandingkan dengan atribut lain, dan merek mana yang mempunyai atribut tertentu.

Attribute knowledge adalah pengetahuan tentang fitur apa atau atribut apa yang ada

pada sebuah produk, tidak perduli apakah konsumen menggunakan fitur-fitur tersebut

untuk mengambil keputusan atau tidak. Rao dan Olson (1990), memberikan contoh

mengenai attribut knowledge ini, yaitu mengetahui bahwa di produk automotif seperti

mobil, fitur 4-wheel drive akan membantu mendapatkan traksi yang lebih baik pada

jalanan yang bersalju. Experience knowledge(Alba dan Hutchinson 1987, Brucks

1986) merujuk pada kesadaran mengenai bagaimana sebuah produk dapat digunakan,

seberapa sering digunakan dan sebagainya.Konsumen dengan tingkat experience

knowledge yang rendah cenderung untuk dipengaruhi dengan informasi baru tentang

sebuah produk atau merek dibandingkan dengan konsumen dengan tingkat experience

knowledge yang tinggi.Kiel dan Layton(1981) menemukan adanya hubungan yang

negatif antara product experiences dengan usaha untuk mencari informasi eksternal.

Hal ini didukung juga oleh Beatty dan Smith(1987). Karena experience knowledge

berkaitan juga dengan pengetahuan mengenai bagaimana produk digunakan sekaligus

juga dengan penggunaan sebenarnya dari produk, konsumen dengan tingkat

experience knowledge yang tinggi mempunyai gambaran yang jelas mengenai

kemampuan dari sebuah produk.

Shimp and Bearden(1982,p 40) berspekulasi bahwa pelanggan yang tergolong

dalam non-experts sepertinya akan lebih memperhatikan hal-hal yang bersifat

eksternal untuk menentukan kualitas suatu produk dan mengurangi risiko.

Page 14: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

21

Model yang komprehensif mengenai perilaku konsumen menyarankan bahwa

informasi yang dimiliki oleh konsumen adalah masukan yang penting dalam

pemilihan merek yang dilakukan (Engel, Kollat, Blackwell 1968;Howard, Jagdish

1969; Nicosia 1966 - seperti dikutip oleh Robert B. Woodruff(1972). Variabel ini

secara umum dipandang sebagai salah satu variable utama yang mempengaruhi

persepsi si pengambil keputusan dan pemilihan merek. Chao dan Rajendran (1993)

menyatakan bahwa ketika konsumen melakukan pengambilan keputusan, mereka

mencari informasi lebih dulu sebelum melakukan pembelian. Dalam kaitannya

dengan produk, knowledge konsumen tentang sebuah produk adalah elemen yang

penting ketika membeli (seperti dikutip oleh Long-Yi Lin dan Chun-Shuo Chen

2006).

Dalam jurnalnya, Long Yi Lin dan Chun Shuo Chen (2006) menunjukkan

adanya hubungan antara product knowledge dengan consumer behavior. Hal ini

karena konsumen setidaknya melewati 2 tahap sebelum melakukan kegiatan

membeli:

a. Pencarian informasi. Ini artinya ketika konsumen menghadapi berbagai

pertanyaan seputar mengonsumsi produk atau jasa, konsumen tersebut

memerlukan informasi yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan itu.

(Solomon, 1997)

b. Pemrosesan informasi. Baik berupa kesadaran, kesetujuan, ketidaksetujuan,

menerima dsb. Tidak penting seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki

konsumen, itu semua akan mempengaruhi konsumen dalam prosesnya

melakukan pencarian informasi ataupun memroses informasi (Brucks, 1985).

Page 15: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

22

Brucks(1985), dan Rao dan Sieben(1992) menyatakan bahwa selama proses

pembelian, tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen tentang sebuah produk

tidak hanya akan mempengaruhi perilaku mereka dalam mencari informasi tentang

produk tersebut, namun juga mempengaruhi perlakuan mereka terhadap informasi itu

sendiri, pengambilan keputusan mereka, dan lebih jauh lagi, keinginan membeli

mereka. Wang dan Hwang(2001), menyimpulkan bahwa konsumen dengan tingkat

product knowledge yang tinggi akan mengevaluasi sebuah produk berdasarkan

kualitasnya karena mereka percaya dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya.

Karenanya, sangat mungkin mereka akan lebih menyadari akan nilai dari sebuah

produk dan selanjutnya naik pada tahap keinginan untuk membeli. Sebaliknya,

konsumen dengan tingkat product knowledge yang rendah, lebih cenderung untuk

terpengaruh oleh petunjuk dari lingkungan sekitar, misalnya rayuan dari si penjual,

yang mungkin akan merubah bagaimana cara mereka menerima informasi dari suatu

produk.

2.5. Tingkat Involvement

Faktor lainnya yang perlu dipikirkan adalah mengenai tingkat involvement

konsumen dengan produk atau merek tersebut. Involvement didefinisikan sebagai

keadaan ketertarikan secara personal dan internal yang berhubungan dengan

intensitas, arah, dan properti persistensi (Andrews, Dursavula, dan Akhter 1990).

Banyak perhatian diberikan berkaitan dengan pembentukan involvement dalam riset

Page 16: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

23

iklan (Gardner, Mitchell, dan Russo 1985; Greenwald dan Leavitt 1984; Krugman

1967; Mitchell 1979; Muehling Laczniak, dan Stoltman 1991; Petty dan Cacioppo

1981; seperti dikutip oleh Zhang dan Zinkhan 2006). Sejak saat itu, involvement telah

dikaitkan sebagai variable yang penting yang dapat mempengaruhi efektifitas sebuah

iklan.

Menurut Traylor (1981) mendefinisikan involvement sebagai pemahaman

konsumen atau pengenalan terhadap produk tertentu. Semakin tinggi tingkat

pemahaman konsumen disebut sebagai high involvement, dan semakin rendah,

sebagai low involvement(dikutip oleh Long-Yi Lin dan Chun-Shuo Chen

2006).Zaichkowsky (1985) menyebut involvement sebagai keinginan personal,

konsepsi dan ketertarikan terhadap sebuah produk.

Vivek Shukla (Indmedica) dalam artikelnya, produk dan jasa terbagi menjadi

2 kategori, yaitu high involvement dan low involvement. Menurutnya, proses

pembelian barang dan jasa yang berkategori high involvement menyangkut beberapa

hal, diantaranya , calon konsumen akan melakukan beberapa riset untuk mencari

fakta sebelum menanamkan uangnya. Lalu calon konsumen juga harus diyakinkan

dengan cara diberikan pemahaman dan pengetahuan yang memadai mengenai produk

atau jasa tersebut. Selanjutnya, produk atau jasa yang berkategori high involvement

akan menikmati tingkat brand loyalty yang cukup tinggi.

Penjelasan lain, (Burnett, 1997) high involvement berarti konsumen memiliki

ketertarikan yang cukup tinggi pada produk, media maupun pesan yang disampaikan.

Iklan yang ditujukan untuk produk berkategori high involvement akan menyertakan

informasi mengenai produk atau jasa tersebut. Sebaliknya, informasi mengenai

Page 17: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

24

produk atau jasa yang berkategori low involvement tidaklah signifikan dan tidak

terlalu menarik perhatian konsumen. Karena itu, iklan untuk kategori produk seperti

ini berfokus pada slogan yang sederhana, dan tampilan yang impresif.

Ivonne M. Torres dan Elten Briggs (2007) dalam penelitiannya

mengungkapkan mengenai kategori produk high involvement dan low involvement

menggunakan pendekatan Elaboration Likelihood Model (ELM) (Petty dan Cacioppo

1986a). Menurut ELM(seperti dikutip dalam penelitian yang mereka lakukan),

pemrosesan informasi yang dilakukan oleh seseorang berbeda-beda tergantung dari

tingkat involvement yang dimiliki. Ketika konsumen mempunyai MAO (motivation ,

ability, dan opportunity) yang tinggi dalam memroses sebuah komunikasi, maka

konsumen tersebut akan lebih bersedia atau mampun untuk melakukan usaha proses

kognitif, yang disebut sebagai high-elaboration likelihood. Sebaliknya, ketika MAO

rendah, konsumen tidak bersedia atau tidak mampu untuk mengeluarkan banyak

usaha. Namun elaboration likelihood seseorang juga ternyata dipengaruhi oleh

beberapa variabel yang sifatnya situasional, seperti tipe produk. Artinya, produk yang

berkategori high involvement akan meningkatkan motivasi seseorang untuk berpikir

mengenai beberapa hal, dan akhirnya meningkatkan elaboration likelihood nya.

Sementara produk yang berkategori low involvement mungkin menyebabkan

rendahnya motivasi seseorang untuk memroses informasi.Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Friedman dan Smith(1993), mereka menemukan bahwa ketika tingkat

keterlibatan meningkat, maka konsumen akan mencari informasi tambahan dengan

lebih lagi.Goldsmith dan Emmert(1991), melaporkan bahwa tingkat keterlibatan

produk memainkan peranan kunci dalam perilaku konsumen. Atas dasar itulah,

Page 18: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

25

peneliti berharap brand award ini akan berfungsi sebagai salah satu pemicu konsumen

untuk mau memroses informasi yang ada pada iklan yang berkategori high

involvement, yang nantinya akan membentuk perilaku konsumen.

2.6. Perilaku / Sikap Konsumen (Attitude)

Attitude dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang secara psikologikal

untuk merespon atau berperilaku positif ataupun negatif terhadap stimulus (Engel et

al, 1995, Gilbert et al, 1998, dikutip oleh Carole Page dan Ye Luding,

2003).Masyarakat mempunyai perilaku terhadap apapun: musik, pakaian, makanan,

dan lain-lain. Perilaku atau attitude membentuk pikiran seseorang untuk menyukai

atau tidak menyukai sesuatu. Lebih lanjut dalam penelitian Carole Page dan Ye

Luding (2003), keinginan untuk membeli (intention to purchase) dipengaruhi oleh

attitude yang dimiliki konsumen, dan perilaku positif akan mendorong keinginan

untuk membeli. Keinginan membeli dari seorang konsumen, didefinisikan sebagai

kemungkinan dari konsumen tersebut untuk membeli suatu produk(Dodds et

al,1991). Hubungan yang timbal balik juga ditemui oleh Fishbein dan Ajzen(1975),

bahwa ternyata keinginan membeli dapat dijadikan indeks untuk memprediksi

perilaku konsumen. Beberapa penelitian (Appiah 2001, Elliott dan Wattanusawan

1998, Forehand dan Deshpande 2001 seperti dikutip oleh Ivonne M. Torres dan Elten

Briggs 2007) menunjukkan adanya pengaruh semakin positifnya attitude toward the

ad ,akan lebih mendorong attitude yang lebih favorable terhadap merek yang

Page 19: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

26

diiklankan, dan juga purchase intention yang lebih kuat. Sudah banyak jurnal yang

meneliti pengaruh dari sebuah penambahan atribut tertentu pada iklan sebuah produk

seperti penggunaan model dari ras tertentu, atau penggunaan humor dan atribut

lainnya dan mereka mengukur dampak dari penambahan tersebut dilihat dari attitude

toward the advertising (Aad) (Ivonne M.Torres dan Elten Briggs, 2007, Mitchell dan

Olsen,1981), attitude toward the brand (Fishbein dan Aizen, 1975, Gardner,1985,

Homer,1990), Purchase Intention (Rios, Martinez, Moreno 2006; Zhang dan Zinkhan

2006; Tsai, Liang, Liu 2007).

Definisi dari perilaku terhadap iklan(Aad) menurut McKenzie, Lutch &

Belch, 1986, p.130 seperti dikutip oleh Byung Kwan-Lee, 2004, adalah

kecenderungan untuk merespon terhadap sebuah stimulus iklan tertentu , baik itu

berupa respon positif maupun respon yang negatif, dalam suatu kondisi paparan

tertentu.

Dalam beberapa riset sudah ditunjukkan bahwa attitude toward the brand

(Abr) merupakan fungsi dari kepercayaan terhadap sebuah merek, dan attitude

toward the advertising. Mackenzie et al(1986) seperti dikutip oleh Mieng-tiem Tsai,

Wen-ko Liang, dan Mei-Ling Liu (2007) mengemukakan bahwa attitude toward an

advertisement dipengaruhi oleh faktor kognitif (pikiran dan perasaan) yang konsumen

miliki tentang iklan tersebut. Attitude toward advertisement ini mempengaruhi

attitude toward brand, yang pada akhirnya mempengaruhi keinginan membeli

(purchase intention). Attitude toward the advertising, mempengaruhi perilaku

konsumen terhadap produk yang diiklankan baik secara langsung maupun tidak

langsung melalui pembentukan sifat kognitif konsumen terhadap produk tersebut.

Page 20: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

27

2.7. Penghargaan dan Implikasinya

Secara umum, sebuah merek yang sukses adalah produk atau jasa atau

individual atau tempat, yang dapat diidentifikasi, yang dibentuk sedemikian rupa agar

memenuhi keinginan yang diharapkan oleh konsumen, juga memberikan nilai tambah

yang paling mendekati kebutuhan atau keinginan konsumen (Chernatony and

McDonald dikutip oleh Bhimrao,2008). Mencari sebuah merek yang sukses berarti

mencari sebuah Superbrand, menurut Andrew Pinkess (B2B Marketing), adalah

merek yang mempunyai tingkat kesadaran yang luar biasa akan produk yang dijual

dan pelayanan yang memuaskan. Sementara itu ketiga penghargaan ini mencari

parameter yang lebih spesifik yang bisa dilihat di bawah ini :

Top Brand Award

Penghargaan ini adalah penghargaan yang diberikan kepada merek-merek yang

berhasil mencapai posisi puncak berdasarkan hasil survei selama bertahun-tahun.

Penghargaan ini merupakan hasil kerjasama antara Frontier Consulting Group dengan

Majalah Marketing. Tiga parameter yang digunakan antara lain (Marketing online):

1. Top of Mind Share

2. Top of Market Share

3. Top of Commitment Share

Handi Irawan D, Komisaris Frontier Consulting Group memberikan pemaparannya

mengenai parameter yang digunakan; Mind Share mencerminkan kekuatan merek

tertentu di benak konsumen dari kategori produk tertentu dimana merek tersebut

Page 21: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

28

berada relatif terhadap merek-merek pesaingnya. Semakin tinggi nilai mind share dari

suatu merek, maka akan semakin kuat merek tersebut. Hal ini terutama kelihatan

sekali kegunaannya ketika konsumen melakukan pembelian barang-barang yang

planned purchase dan high-involvement. Apalagi jika konsumen tersebut “malas”

untuk melakukan pencarian informasi untuk melakukan komparasi. Otomatis, ketika

dia melakukan pembelian, kemungkinan besar yang akan dicarinya adalah merek-

merek yang menancap kuat dalam benaknya.

Kedua adalah market share. Melakukan pengukuran market share dengan teknik

survei konsumen memang relatif sulit dan tidak dapat dilakukan secara langsung.

Untuk itu, nilai market share diperoleh dengan cara estimasi. Estimasi berdasarkan

merek yang terakhir kali –sesuai dengan (re)purchase cycle kategori produk–

digunakan oleh konsumen. Nilai yang didapatkan kemudian diturunkan untuk

mendapatkan nilai market share.

Ketiga adalah commitment share. Commitment share diindikasikan oleh future

intention, yaitu tingkat keinginan konsumen untuk membeli atau menggunakan merek

tertentu di masa yang akan datang. Commitment share ini menggambarkan porsi

merek tertentu di hati para konsumen kategori produk terkait. Future intention ini

kemudian diturunkan untuk mendapatkan nilai commitment share.

Indonesia Best Brand Award

Penghargaan ini merupakan hasil kerjasama antara majalah SWA dengan lembaga

riset Marketing and Research (MARS). IBBA diberikan sebagai apresiasi bagi merek-

Page 22: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

29

merek yang dinilai terbaik di tanah air, sekaligus sebagai tolok ukur kinerja merek di

Indonesia, menggunakan 6 parameter penilaian, yaitu : brand awareness, ad

awareness, perceived quality, satisfaction & loyalty index, market share, serta gain

index ( potensi merek untuk mengakuisisi konsumen di masa depan).

Superbrands

Synovate adalah badan riset global yang bekerja sama dengan Superbrands Asia

untuk mengadakan studi konsumen untuk mengetahui merek-merek super di masing-

masing negera peserta Superbrads.

Superbrands International adalah lembaga independen internasional yang

memberikan pengakuan dan status Superbrands kepada merek-merek yang telah

mencapai sukses besar dalam membangun image mereknya. Superbrands telah berdiri

selama lebih dari satu dekade dan tersebar di 48 negara, dengan 11 kantor perwakilan

di Asia dan telah memuat lebih dari 5000 merek dalam kegiatan publisitasnya.

Superbrands Indonesia telah mempromosikan dan mempublikasikan kisah sukses

merek-merek lokal dan internasional sejak awal kiprahnya di Indonesia pada tahun

2002. Edisi pertama direktori Superbrands Indonesia menampilkan 105 merek dan

lebih dari 70 merek diharapkan akan berpartisipasi pada edisi kedua (2005/2006)

Synovate mengadakan riset konsumen di delapan kota di Asia dengan jumlah sample

1000 responden yang terdiri dari pria dan wanita dengan usia 15-64 tahun. Pertanyaan

pada survey ini difokuskan untuk mencari tahu nominasi merek-merek produk dan

Page 23: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

30

jasa yang populer di masyarakat. Merek-merek tersebut terbagi didalam beberapa

kategori yang sudah ditentukan sebelumnya. Survey ini bertujuan untuk memudahkan

Superbrands dalam menentukan merek-merek super di setiap negara. Kerjasama

antara Superbrands dan Synovate ini merupakan penghargaan kepada merek-merek

yang terpilih atas kerja keras dan keberhasilan mereka dalam membangun brand

image.

Merek-merek yang dinominasikan akan dinilai oleh Superbrands Indonesia Council.

Council ini, yang terdiri dari pakar-pakar di bidang media, branding industry dan

pemasaran, akan memberikan penilaian secara kualitatif berdasarkan kriteria sebagai

berikut: dominasi pasar, loyalitas konsumen, keawetan merek, itikat baik merek dan

penerimaan pasar secara menyeluruh.

2.8 Experimental Design

Ketika akan melakukan eksperimen, yang perlu ditemukan adalah hubungan

antara beberapa variable yang berbeda (Marketing Research - Hair, Bush, Ortinau).

Variable adalah elemen atau atribut yang diamati dan diukur dari sebuah objek atau

sebuah kejadian. Ada beberapa jenis variable:

a. Independent variable

Page 24: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

31

Variable yang nilainya dimanipulasi oleh periset dalam sebuah eksperimen.

Disebut juga sebagai predictor atau treatment variable (X). Independent variable

diasumsikan menjadi faktor kausal dari sebuah hubungan dengan dependent

variable.

b. Dependent variable

Variable yang merupakan output atau hasil yang muncul dari sebuah eksperimen

yang memanipulasi independent variable. Disebut juga sebagai criterion variable

(Y).

c. Control variable

Kondisi atau elemen yang harus dikendalikan oleh periset agar tidak

mempengaruhi hubungan antara independent dan dependent variable yang

terlibat dalam eksperimen.

d. Extraneous variable

Variable yang tidak dapat dikendalikan yang seharusnya tidak diikut sertakan

dalam sebuah eksperimen karena dapat mempengaruhi hasil atau validitas sebuah

hasil eksperimen.

Experimental Design adalah prosedur yang efisien dalam merencanakan

sebuah penelitian sehingga data yang diperoleh dapat dianalisa untuk mendapatkan

kesimpulan yang valid dan objektif.

Page 25: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

32

(diambil dari : http://www.itl.nist.gov/div898/handbook/pri/section1/pri11.htm)

Masih menurut sumber yang sama, ada beberapa situasi yang efektif untuk

menggunakan experimental design:

a. Membandingkan antara beberapa alternatif.

b. Menentukan faktor kunci yang mempengaruhi respon.

c. Mencapai sebuah tujuan dengan memanipulasi faktor dalam

penelitian.

d. Mereduksi variasi.

e. Menjadikan sebuah proses lebih tahan terhadap gangguan yang

mungkin terjadi.

f. Memodelkan regression.

Diambil dari http://liutaiomottola.com/myth/expdesig.html; tipe-tipe desain

eksperimental diantaranya :

1. One-Shot

Sebuah desain dimana sekelompok subjek diberikan sebuah perlakuan, lalu

hasilnya diamati. Tidak ada kelompok lain yang diuji untuk dijadikan

perbandingan. Desain ini menawarkan kemudahan dan biaya yang rendah dalam

melihat respon dari subjek ketika diberikan perlakuan.

2. One-Group, Pre-Post

Pada desain ini, kelompok subjek yang dijadikan penelitian sebelum diberikan

perlakuan dianalisa responnya, lalu diberikan perlakuan, lalu dianalisa lagi

responnya. Biaya menjadi lebih mahal dengan desain ini, namun sama dengan

desain One-Shot, tidak ada kelompok lain yang dijadikan perbandingan.

Page 26: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

33

3. Static Group

Pada desain ini, ada dua kelompok yang digunakan dalam penelitian, dimana

salah satu kelompok diberikan perlakuan, dan satu lagi tidak. Setelah itu, analisa

dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan dalam respon sebagai akibat dari

pemberian perlakuan.

4. Random Group

Desain ini mirip dengan Static Group, hanya saja ada usaha yang dilakukan

untuk menjamin bahwa subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian

(diharapkan) mempunyai perilaku atau tipe yang sama ketika dimasukkan ke

dalam sebuah kelompok, sehingga benar-benar didapat hasil pengamatan yang

mendekati kenyataan.

5. Pre-Post Randomized Group

Pada desain ini, dilakukan sebuah penelitian awal untuk memberikan tingkat

keyakinan bahwa kedua kelompok yang akan menerima perlakuan yang berbeda

mempunyai nilai perbandingan yang kurang lebih sama; sebelum diberikan

perlakuan.

6. Solomon Four Group

Mirip dengan desain sebelumnya, pada desain ini ditambahkan dua kelompok

lagi yang tidak terlibat dengan studi awal atau studi utama sebelumnya.

Tujuannya adalah untuk mengukur dampak dari studi awal atau studi utama

terhadap kelompok mula-mula.

7. Randomized Block

Page 27: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

34

Desain ini bisa digunakan ketika peneliti ingin menentukan efek dari perlakuan

terhadap tipe-tipe subjek yang berbeda dalam sebuah kelompok(subgroup).

8. Factorial

Pada Factorial Design, yang ingin diteliti adalah pengaruh dari beberapa

perlakuan yang diberikan dengan proses yang sama. Setiap perlakuan

mempunyai tingkat yang berbeda, dan setiap pembedaan perlakuan dan tingkat

pada setiap perlakuan diukur.

9. One-Shot Repeated Measures

Mirip dengan desain one-shot, pada desain ini, dicoba dikembangkan lagi

pertanyaan untuk mengukur apakah ada pengaruh ketika percobaan diberikan

kepada kelompok yang sama terhadap respon mereka dalam satu periode waktu

tertentu.

10. Randomized Groups Repeated Measures

Desain ini melibatkan dua atau lebih kelompok yang diperkirakan mempunyai

karakteristik yang tidak jauh berbeda, diberikan perlakuan yang berbeda,

dianalisa, lalu suatu saat diujicoba lagi untuk melihat apakah ada perbedaan pada

respon.

11. Latin Square

Pada desain ini, peneliti memberikan perlakuan yang berbeda kepada tiap-tiap

kelompok, dan tiap-tiap kelompok tersebut diberikan perlakuan yang sebelumnya

diberikan juga kepada kelompok yang lain, dengan tujuan untuk mencari apakah

terdapat pengaruh bila urutan dari pemberian perlakuan dibedakan.

Page 28: BAB II FINAL - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-60..pdf · yang dapat kita tawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, untuk digunakan, ... Gambar 2.1. Decision-making

35

2.8.1 Factorial Design

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan bila kita akan memanfaatkan

beberapa faktor atau variable adalah melakukan factorial experiments. Pada strategi

ini, variable-variable divariasikan bersama-sama. Artinya, pada setiap percobaan,

semua kemungkinan kombinasi tingkatan faktor diteliti.Dengan cara ini, dapat

diketahui efek masing-masing faktor (disebut juga main effects) dan untuk

menentukan apakah ada interaksi antara masing-masing faktor. Interaksi

dimaksudkan sebagai perbedaan dalam respon dari suatu tingkat faktor dengan

tingkat-tingkat lainnya pada faktor-faktor yang berbeda.Tipe dari factorial design

dapat dibedakan dari jumlah faktor yang digunakan dan tingkatan pada setiap faktor.

Diantaranya adalah 2k factorial design, dimana terdapat k faktor, dan setiap faktornya

mempunyai 2 tingkatan. Ada pula 3k factorial design, dimana terdapat sebanyak k

faktor, dan setiap faktornya mempunyai 3 tingkatan. Untuk penelitian kali ini , akan

digunakan tipe 2k factorial design.