BAB II DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Datathesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00133-Ds Bab 2.pdf ·...
Transcript of BAB II DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Datathesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00133-Ds Bab 2.pdf ·...
4
BAB II
DATA DAN ANALISA
2.1 Sumber Data
Sumber data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh
dari sumber- sumber sebagai berikut:
1. Literatur
Pencarian data melalui buku, catatan, artikel baik di koran, majalah, maupun
website yang berhubungan dengan materi yang diangkat, yaitu mengenai
perkembangan dunia kesenian Wayang Orang di Indonesia pada umumnya dan
Wayang Orang Bharata pada khususnya.
2. Wawancara
Wawancara dengan narasumber dari pihak terkait. Untuk pencarian data yang
dilakukan dengan metode wawancara, data yang diperoleh hanya merupakan data
yang bersifat kuantitatif, bukan kualitatif, hanya merupakan pendapat pribadi,
opini, pengalaman dari perorangan dan tidak bersifat ilmiah.
Tokoh ataupun instansi terkait yang dijadikan sebagai narasumber:
1. Bapak Marsam Mulyo Atmojo, Ketua grup Wayang Orang Bharata
2. Bapak Iwan Taufan, Debudpar bagian Sekjen Pemasaran
3. Bapak Wahdat, Depdiknas bagian Seni Pertunjukkan
Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data, yaitu dengan
melalui proses pengeditan dan analisa.
5
Hasil rangkuman pencarian data adalah sebagai berikut:
2.1.1 Pengertian Wayang
Ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa asal kata Wayang
sebenarnya berasal dari kata ‘bayang’, ‘wayangan’ (dalam bahasa Jawa) yang
berarti "bayangan". Dugaan ini karena pertunjukan wayang menggunakan kelir
(layar) sebagai pembatas antara dalang dan penonton, sehingga yang terlihat
hanyalah bayangan. Beberapa prasasti pada masa pemerintahan Prabu Airlangga
terdapat kata- kata seperti "mawayang" dan "aringgit" yang maksudnya adalah
pertunjukan wayang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi kata Wayang sebagai berikut:
1. Kata Wayang merupakan kata benda (noun) yang berarti boneka tiruan
orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya yang
dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama
tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dan sebagainya), biasanya dimainkan
oleh seseorang yang disebut dalang.
2. Pertunjukan wayang (selengkapnya)
3. Si pelaku (yang hanya sebagai pelaku, bukan sebagai perencana)
4. Orang suruhan yang harus bertindak sesuai dengan perintah orang lain
5. Bayang-bayang.
2.1.2 Sejarah Perkembangan Wayang di Indonesia
Ir.Sri Mulyono (buku Simbolisme dan Mistikisme dalam wayang, 1979)
menyatakan bahwa wayang diperkirakan sudah ada sejak jaman Neolithikum
6
(sekitar 1500 SM). Pada awalnya, sekitar tahun 898 - 910 M, Wayang adalah
bagian dari kegiatan religi Animisme untuk menyembah Hyang. Kegiatan ini
dilakukan di saat panenan atau taneman dalam bentuk upacara ruwatan,
tingkeban ataupun merti desa agar panen berhasil ataupun agar desa terhindar dari
segala mala bencana. Wayang yang kita sebut dengan nama Wayang Purwa masih
ditujukan untuk menyembah Sang Hyang seperti yang tertulis dalam prasasti
Balitung yang berbunyi:
Sigaligi mawayang buat Hyang, macarita Bhima ya Kumara
yang artinya: menggelar wayang untuk Sang Hyang, menceritakan tentang kisah
Bhima sang Kumara.
Terdapat banyak pendapat yang berbeda tentang asal usul Wayang Purwa di
Indonesia, ada yang menyatakan bahwa Wayang di Indonesia berasal dari Cina,
ada yang menyatakan berasal dari India Barat dan ada yang menyatakan bahwa
pertunjukkan Wayang di Jawa merupakan pertunjukkan asli Jawa.
Dalam buku Sejarah dan Perkembangan Wayang, S.Haryanto menyatakan
bahwa Nenek moyang bangsa Indonesia, beberapa puluh tahun sebelum masehi
telah mengenal Wayang, yaitu suatu bentuk pentas sebagai sarana upacara
keagamaan yang bersifat ritual dengan menggunakan bayang- bayangan
(wayangan) dalam membawakan acara- acaranya.
Sedangkan bangsa Hindu menemukan pertunjukkan Wayang sebagai suatu
wadah untuk membawakan cerita Mahabharata dan Ramayana dalam
menyebarluaskan ajaran agamanya. Kemudian terjadilah suatu perpaduan antara
kedua kebudayaan yang berasal dari Hindu dan yang asli Indonesia, sehingga
7
sampai dewasa ini Wayang dengan cerita dari Hindu (Mahabharata dan
Ramayana) sanggup untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan sejarah
bangsa Indonesia.
Dalam perkembangannya, sejak jaman kerajaan- kerajaan sebelum Mataram
hingga Indonesia merdeka ini, pertunjukkan Wayang telah banyak mengalami
perubahan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia
dalam penggunaan Wayang sebagai sarana komunikasi, pendidikan, falsafah serta
kegiatan religi dan sebagainya. Dalam hal ini maka terciptalah bentuk- bentuk
Wayang baru antara lain Wayang Orang, Wayang Suluh hingga Wayang Wahyu.
Sesuai dengan kebutuhan- kebutuhan tersebut, maka bentuk- bentuk Wayang
dalam seni rupa Wayang pun mengalami perubahan. Demikian pula dalam bentuk-
bentuk pentas, baik dalam pergelaran Wayang Golek maupun pergelaran Wayang
Orang mengalami perubahan dengan berbagai macam sarana. Selain perlengkapan
busana yang serba gemerlapan, tata suara yang semakin sempurna, juga gaya
pentas pun tampak diusahakan mengikuti selera jaman dan masyarakat
penggemarnya.
Wayang di masa sekarang telah meluas dalam bentuk dan pengertiannya,
karena sesuatu pertunjukkan yang mengandung cerita, dalang serta boneka-
boneka sebagai alat peraganya dapat disebut sebagai Wayang, meskipun cerita-
cerita yang dipergelarkan itu tidak atau bukan berdasarkan cerita Ramayana
maupun Mahabharata.
8
2.1.3 Jenis- jenis Wayang
Wayang merupakan sebuah kesenian tradisional yang kaya akan cerita
tentang falsafah kehidupan, hal inilah yang membuat wayang bisa bertahan
dikalangan masyarakat Jawa hingga saat ini. Seni pewayangan awalnya
merupakan seni pakeliran dengan tokoh utamanya Ki Dalang yang bercerita,
adalah sebuah bentuk seni gabungan antara unsur seni tatah sungging (seni rupa)
dengan menampilkan tokoh wayang yang diiringi dengan musik gamelan,
diwarnai dengan dialog dalam bahasa Jawa, menyajikan lakon tentang falsafah
kehidupan manusia.
Jenis- jenis wayang antara lain:
- Wayang Beber: dilukiskan pada gulungan kain, gambarnya dibuat berupa panel-
panel, setiap panel menceritakan episode yang saling berhubungan dengan panel-
panel lainnya.
- Wayang Kulit (Wayang Purwa): dimainkan dengan menampilkan bayangan dari
wayang tersebut, karena proses pencahayaan dari belakang kelir atau tabir.
- Wayang Golek: sama seperti Wayang Kulit, tetapi dipertontonkan langsung
kepada penontonnya. Wayang Golek terbuat dari kayu serta kain- kain yang
dipasangkan sehingga membentuk 3 dimensi seperti halnya boneka.
- Wayang Klitik: media tokohnya terbuat dari kayu, karena sewaktu dimainkan
berbunyi klitik- klitik maka dinamakan Wayang Klitik.
- Wayang Cepak: sama seperti Wayang Golek, tetapi wujud kepala dan topinya
sama rata (dipapas), sehingga bentuk kepalanya sama semua.
9
- Wayang Po The Hie: biasanya dimainkan pada hari- hari besar, bentuknya seperti
boneka, bagian lengannya terbuat dari kulit dan cerita yang dimainkan berasal dari
negeri Cina.
- Wayang Wong/ Wayang Orang: dimainkan secara teaterikal dan modern oleh
manusia.
2.1.4 Perkembangan Wayang Orang di Indonesia
Sebagai salah satu pengisian Kebudayaan Nasional pada pergelaran Wayang
serta untuk meresapi seni antawacana (dialog) dan menikmati seni tembang
(nyanyian), K.B.A.A Mangkunegoro I (1757 – 1795) telah menciptakan sebuah
seni drama Wayang Wong (orang) yang pelaku- pelakunya terdiri dari para abdi
dalem (pengawal) keraton. Menurut K.P.A Kusumodilogo dalam bukunya yang
berjudul Sastramiruda tahun 1930 menyatakan bahwa Wayang Orang tersebut
dipertunjukkan pertama kalinya pada pertengahan abad ke-18 (tahun 1760).
Gambar 2.1
Sesuai dengan sebutannya, Wayang Orang tidak lagi dipergelarkan dengan
memainkan boneka- boneka Wayang, melainkan menampilkan manusia- manusia
sebagai pengganti boneka- boneka Wayang. Kini tampak jelas, bahwa jenis- jenis
10
Wayang seperti Wayang Purwa, Wayang Gedog mendapatkan namanya dari sifat
cerita yang dipergelarkan, sedangkan Wayang Golek, Wayang Orang dinamakan
berdasarkan ciri- ciri teknis ataupun bentuk daripada boneka- bonekanya.
Dalam sejarah perkembangannya, dikenal 2 gaya Wayang Orang yaitu Gaya
Surakarta dan Gaya Yogyakarta (yang disebut juga dengan nama Wayang Orang
Mataraman). Kedua gaya tersebut memiliki sejarah perkembangan yang berbeda.
Berikut adalah rangkuman tentang sejarah perkembangan Wayang Orang
gaya Surakarta:
o Wayang Orang Surakarta dikembangkan oleh K.G.P.A.A Mangkunegoro
IV (1853 - 1881) pada akhir abad ke- 19, bersamaan dengan munculnya
opera Jawa Langendriyan yang semula memang sebagai seni klangenan
adhiluhung (hiburan klasik), digunakan sebagai sajian untuk upacara
ritual dalam istana atau untuk memenuhi kebutuhan para bangsawan
setempat.
o Wayang Orang mengalami kemekarannya pada jaman K.G.P.A.A
Mangkunegoro VII (1916 – 1944), tetapi belum ditujukan kepada hiburan
masyarakat luas, namun masih berlangsung di dalam tembok baluwerti
(balai hiburan dalam kompleks keraton).
o Pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Bhuwono X (1893 – 1939)
di kasunanan Surakarta, Wayang Orang mulai dipertunjukkan diluar
tembok keraton, yakni di Balekambang, Taman Sriwedari dan di Pasar
Malam. Pertunjukkan belum bersifat komersil dan para penari Wayang
Orang tidak lagi merupakan abdi dalem, tetapi orang- orang di luar
11
keraton. Para penari dilatih oleh mpu tari dan mpu karawitan dari keraton
dan tata busana juga masih tetap gemerlapan karena masih merupakan
koleksi dalam keraton.
o Tahun 1922, Wayang Orang Sala (Surakarta) pertama kali naik pentas
secara komersil.
o Pada tahun 1928 menjelang kongres Pemuda Indonesia, Wayang Orang
Surakarta sudah memasyarakat dan meluas hingga ke daerah- daerah
Jawa tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan bahkan di beberapa kota besar
di luar pulau Jawa.
Sedangkan sejarah perkembangan Wayang Orang Mataraman (gaya
Yogyakarta) diterangkan dalam Buku Peringatan 200 tahun Yogyakarta, Wayang
Orang Yogyakarta muncul pada pemerintahan Sultan Hamengku bhuwono VII
(1877 – 1921) yang pada mulanya merupakan suatu hiburan santai di kalangan
keluarga keraton sendiri. Para pemerannya terdiri atas putra mahkota atau
pangeran dan para cucu raja terdahulu, yang menggunakan media Wayang ini
untuk melatih kehalusan budi dan ketrampilan tari.
Sebagai seni hiburan, Wayang Orang telah tersebar luas dan di beberapa
kota besar telah berdiri perkumpulan- perkumpulan Wayang Orang, sebut saja
Wayang Orang Sriwedari yang merupakan grup Wayang komersil tertua yang
sejak tahun 1911 membuka pentas secara tetap di Kebon Raya Sriwedari,
Surakarta. Grup Wayang Orang Ngesti Pandowo yang berpentas di Kota
Semarang, Jawa Tengah, pelopor pengembangan teknik menghilang atau
mengubah bentuk dengan manipulasi letak cermin tepat di pinggiran panggung.
12
Di Jakarta pada tahun 60-an pernah terdapat sekitar 8 perkumpulan Wayang
Orang komersial seperti: Wayang Orang Sri Sabdo Utomo, Wayang Orang Ngesti
Wandowo, Wayang Orang Ngesti Budoyo, Wayang Orang Adi Luhung, Wayang
Orang Cahya Kawedar, Wayang Orang Panca Murti, Wayang Orang Ngesti
Widodo dan Wayang Orang Bharata (peleburan dari Panca Murti) yang
merupakan satu- satunya grup Wayang Orang yang masih eksis sejak tahun 1972
dan tetap aktif mengadakan pementasan hingga hari ini.
2.1.5 Wayang Orang Bharata
Wayang Orang Bharata pertama kali pentas pada tahun 1963 dengan
nama Panca Murti, lambat – laun mengalami kesulitan- kesulitan, sehingga
terpaksa membubarkan grup Panca Murti dan tepatnya pada tanggal 5 Juli 1972
anggota Wayang Orang Panca Murti bergabung kembali dan beralih nama
menjadi Wayang Orang Bharata yang langsung berada di bawah pembinaan
Direktorat III/ Kesejahteraan Rakyat DKI Jakarta.
Gedung Bioskop Rialto yang dulunya merupakan gedung pentas grup
Wayang Orang Panca Murti kemudian juga diambil alih kembali oleh grup
Wayang Orang Bharata dan pada tahun 2005 resmi menjadi Gedung Wayang
Orang Bharata.
Pada tahun 70 -an hingga 80–an Wayang Orang Bharata menjadi salah
satu pusat hiburan rakyat di Jakarta dan mengalami masa kejayaannya.
Walaupun di tahun 1974 sempat terjadi penyempitan lahan parkir akibat
pelebaran proyek Senen, namun animo masyarakat untuk menonton pertunjukan
13
tidak pernah berkurang. Pertunjukan dilakukan setiap hari dan terkadang
penontong membanjiri hingga kehabisan tiket.
Namun seiring perkembangan stasiun televisi di tahun 90-an, Wayang
Orang Bharata mulai ditinggalkan oleh para penontonnya. Bahkan pernah terjadi
pertunjukkan hanya ditonton oleh 2 orang saja. Hingga di tahun 2001 terjadi
kevakuman kegiatan dan dilakukan renovasi selama 4 tahun, kemudian di tahun
2005 baru diadakan kembali pertunjukkan dan khusus di tahun itu dilaksanakan
secara gratis untuk mengajak para pecinta Wayang Orang hadir kembali.
Pemerintah DKI Jakarta juga mendukung aset budaya ini dengan
memberikan dukungan dana setiap kali diadakan pertunjukan dan telah
diturunkan Peraturan Gubernur no.83 thn 2006 yang ditandatangani oleh
gubernur Sutiyoso pada tanggal 28 agustus 2006 tentang peraturan pengelolaan
Gedung Kesenian Bharata, sehingga keberadaan Wayang Orang Bharata menjadi
semakin terjamin.
Gambar 2.2 Gambar 2.3
Masalah yang di hadapi oleh grup Wayang Orang Bharata tidak hanya
sebatas perkembangan kesenian moderen yang pesat dan masalah kekurangan
dana, citra terminal Senen yang semrawut dan rawan, ditambah dengan lahan
parkir yang sempit menjadi kendala untuk para pecinta Wayang Orang untuk
14
hadir. Berbeda jika kelompok Wayang Orang ini mengadakan pertunjukan di
Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) yang memang tempatnya representatif.
Namun hal itu tidak menyurutkan semangat para anggota kelompok
Wayang Orang Bharata yang berjumlah sekitar 100 orang ini (termasuk pemain
gamelan dan kru panggung). Anggota Wayang Orang Bharata sebagian besar
merupakan anggota keluarga karena kesenian Wayang Orang ini diwariskan
secara turun temurun.
2.1.6 Hasil wawancara
Berikut adalah hasil wawancara penyusun dengan Bapak Marsam Mulyo
Atmojo, selaku ketua grup Wayang Orang Bharata yang ditemui di Gedung
Wayang Orang Bharata, Senen, Jakarta Pusat.
Hasil wawancara berikut berbentuk rangkuman.
1. Sejarah Berdirinya Wayang Orang Bharata
Wayang Orang Bharata merupakan ‘lanjutan’ dari grup Wayang
Orang Panca Murti, yang dulunya merupakan salah satu grup Wayang
Orang yang sangat populer di Jakarta. Gedung Wayang Orang Bharata
dulunya merupakan Gedung Bioskop Rialto dan juga merupakan tempat
pentas grup Panca Murti.
Sejak tahun 1963, anggota Wayang Orang Bharata masih
tergabung dalam grup Wayang Orang Panca Murti. Tetapi pada tahun
1972, grup ini terpaksa harus pergi dari gedung Rialto dan beberapa
15
bulan setelah itu grup Wayang Orang Panca Murti bubar, walau masih
ada sebagian anggota yang tetap bertahan di gedung teater tersebut.
Kemudian bersama dengan Bapak Dwi Djajakusuma, insan
perfilman Indonesia, dibentuklah grup Wayang Orang Bharata, penari-
penari yang dulunya tergabung dalam grup Wayang Orang Panca Murti
diajak untuk bergabung kembali dan namanya diganti menjadi grup
Wayang Orang Bharata.
Gambar 2.4
Nama ‘Bharata’ sendiri merupakan gabungan dari 3 suku kata
yaitu “Bha” atau dibaca “Bho”, dari kata “Bhowo” dalam bahasa jawa
yang berarti menyanyi tunggal tanpa iringan, kemudian “Ra” atau dibaca
“Ro”, dalam bahasa Jawa dari kata “Roso” yang berarti rasa, dalam dan
penuh penjiwaan, dan suku kata terakhir “Ta” berasal dari kata “Tala”,
dalam bahasa Jawa berarti rumah lebah, rumah lebah yang isinya adalah
madu yang manis. Jika digabungkan maka Bharata mengandung arti
“Nyanyian yang sangat merdu, penuh rasa yang semanis madu”.
Grup Wayang Orang Bharata sejak tahun 1972 aktif pentas setiap
harinya, namun karena perkembangan jaman dengan munculnya banyak
16
kesenian moderen maka pertunjukkan Wayang Orang Bharata perlahan-
lahan mulai ditinggal pergi. Jadwal pementasan semakin dikurangi dan
sekarang menjadi hanya pentas disetiap akhir pekan saja. Wayang Orang
Bharata masih mempunyai penggemar setia namun jumlahnya sudah
tidak sebanyak dulu.
2. Penonton Wayang Orang Bharata
Ketika jaman Panca Murti, pentas Wayang Orang sangatlah
megah dan penontonnya banyak sekali. Dibandingkan dengan saat ini,
Wayang Orang Bharata tampil dengan perlengkapan yang kurang
mendukung dan jumlah penonton yang sedikit sekali.
Alasan mengapa Kesenian Wayang Orang sangat digemari oleh
masyarakat Jakarta dulunya karena pada masa itu, sekitar tahun 70-an,
Kesenian Wayang Orang menjadi satu- satunya hiburan ditengah
masyarakat Jakarta, kehidupan masyarakat masih belum semaju sekarang
ini. Dan disamping itu, jumlah penduduk Jakarta pada saat itu mayoritas
adalah suku Jawa, sehingga Wayang Orang sangat digemari.
Berbeda dengan keadaan sekarang, Wayang Orang Bharata kini
berada di jaman yang berbeda dengan dulu, dimana sekarang Masyarakat
setiap hari dimanja dengan kesenian moderen dan hiburan- hiburan
lainnya yang menurut mereka lebih menarik dan menyenangkan. Watak
dan perilaku masyarakat sudah berubah, tetapi bukan berarti hal ini
membuat Wayang Orang tidak digemari dan ditinggalkan, Wayang
Orang Bharata masih mempunyai penggemar yang masih setia hadir
17
disetiap akhir pekan. Ada yang sekedar datang untuk bernostalgia,
reunian dan ada yang datang karena mereka memang mencintai kesenian
tradisional ini.
Wayang Orang adalah tontonan umum, artinya mencakup segala
umur. Tidak hanya Orang tua tetapi banyak juga anak- anak yang tertarik
dan mengajak orang tuanya untuk menonton Wayang Orang, hal ini
membuktikan bahwa perubahan jaman bukanlah masalah utama mengapa
masyarakat umum kurang tertarik terhadap kesenian tradisional ini.
Bahkan dulunya penonton yang datang didominasi oleh turis asing, tetapi
karena pertunjukkan selalu tidak tepat waktu, maka perlahan mulai
ditinggal pergi.
Wayang Orang saat ini bukan lagi menjadi tontonan suku Jawa
saja, banyak sekali penonton yang mengerti maupun tidak mengerti
tertarik untuk menonton Wayang Orang.
Wayang Orang pada dasarnya adalah tontonan rakyat menengah
dan menengah kebawah, tetapi pada kenyataannya sekarang penonton
yang datang menonton pertunjukkan Wayang Orang Bharata adalah
kaum ningrat, menengah keatas dan juga turis yang kebanyakan adalah
turis daerah Asia.
3. Tentang Pertunjukkan Wayang Orang
Pertunjukkan Wayang Orang selalu dimulai pada malam hari
hingga subuh, jarang sekali pertunjukkan yang dilakukan pada pagi
ataupun siang hari. Alasan logisnya karena pada pagi ataupun siang hari
18
orang- orang sangatlah sibuk dengan kegiatan mereka masing- masing,
sedangkan malam hari adalah saat dimana orang- orang mulai beristirahat
dan mencari hiburan.
Alasan sebenarnya mengapa pertunjukkan Wayang pada
umumnya dilakukan pada malam hari karena sudah merupakan tradisi
dalam pertunjukkan Wayang. Pertunjukkan wayang yang paling awal
adalah Wayang Purwa yang dimainkan tidak langsung dihadapan
penonton tetapi hanya menampilkan bayangan dari balik kain yang
dibentangkan. Ruangan ataupun tempat pertunjukkan sekeliling harus
gelap dan penerangan dari belakang dengan lilin, oleh sebab itu hanya
bisa dilakukan pada malam hari.
Ada pula alasan lain mengapa dilakukan pada malam hari, Seperti
pada pementasan Sendratari Ramayana yang pementasannya ditampilkan
saat bulan purnama dengan berlatarkan candi Prambanan. Alasan
Estetisnya, kostum para penari Wayang Orang yang dominan berwarna
keemasan akan terlihat terlihat lebih indah berkilauan.
4. Lakon Pertunjukkan Wayang Orang
Pada dasarnya, Wayang Orang mementaskan cerita dari Wayang
Purwa yaitu cerita Mahabharata dan Ramayana. Kisah Mahabharata
berasal dari India yang dibawa masuk bersama dengan agama Hindu,
kemudian oleh para pujangga Indonesia disadur atau diterjemahkan
kembali dalam bahasa Jawa.
19
Berbeda dengan cerita Mahabarata aslinya, cerita- cerita yang
telah disadur terdapat pula yang namanya carangan, merupakan cerita
karangan pujangga Indonesia sendiri yang berada diluar cerita
Mahabharata dari India, seperti contohnya cerita panji- panji, cerita
tentang raja- raja kerajaan Islam dan lain sebagainya.
Pertunjukkan Wayang Orang dilakonkan dalam bahasa Jawa, oleh
sebab itu hanya dimengerti oleh orang- orang tertentu saja. Untuk
mengatasi masalah ini disaat pementasan telah disediakan running text
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (belum sempurna) untuk
memudahkan pemahaman cerita yang dipentaskan.
Para turis asing biasanya dibantu dengan penjelasan oleh guide.
Tetapi untuk saat ini teknologi runnig text belum berjalan dengan baik
karena kekurangan tenaga operator. Tidak hanya operator running text,
operator lighting, dan kapasitas gedung juga belum mencukupi.
5. Gaya tari Wayang Orang Bharata
Terdapat 2 gaya tari dalam Wayang Orang yaitu gaya Surakarta
dan gaya Yogyakarta, karena memang pada awalnya kesenian Wayang
Orang berasal dari dalam keraton, merupakan hiburan untuk keluarga
ningrat dalam keraton.
Wayang Orang Bharata mengkombinasikan ke semua gaya dari
daerah Jawa, yaitu gaya Surakarta pada umumnya, gaya Yogyakarta dan
gaya pesisiran. Daerah pesisiran Jawa merupakan daerah sepanjang Sala
20
hingga Yogyakarta seperti Semarang, Purwokerto, Magelang, Solo,
hingga daerah Sunda.
6. Promosi yang telah dilakukan oleh grup Wayang Orang Bharata
Sejauh ini Wayang Orang Bharata belum melakukan kegiatan
promosi, hal ini dikarenakan kekurangan dana. Media promosi yang ada
hanya berupa papan pengumuman didepan gedung Wayang Orang
Bharata yang fungsinya hanya untuk memberitahukan jadwal pentas dan
banner di dalam gedung yang sifatnya hanya sebagai hiasan, tidak
memberitahukan informasi apa- apa.
Pihak pemerintah pernah membantu dengan membuatkan media
promosi berupa kalender, tetapi hal tersebut dinilai kurang efektif. Pak
Marsam sendiri menilai kegiatan promosi tidak begitu diperlukan karena
masyarakat sudah banyak yang tahu tentang Wayang Orang Bharata.
Selama ini media- media yang telah dibuat hanya sebatas untuk
dokumentasi bukan untuk publikasi, seperti halnya perekaman
pementasan dalam CD, foto- foto dan lain sebagainya. Kegiatan promosi
untuk Wayang Orang Bharata hampir tidak ada sama sekali.
7. Wayang Orang
Dalam kesatuan pertunjukkan Wayang Orang tidak terlepas dari
berbagai elemen antara lain gerak tari, kostum penari, irama gamelan,
tembang, dialog hingga make up yang kesemuanya menyatu menjadi satu
pertunjukkan seni yang mempesona.
21
Ketentuan untuk bisa menjadi seorang penari Wayang Orang
bukan hanya sekedar bisa menari, tetapi juga harus bisa menembang dan
tentunya dalam bahasa Jawa. Dalam menari juga tidak sembarang menari
mengikuti irama, Wayang Orang adalah sebuah pertunjukkan yang penuh
dengan aturan, wayang merupakan filosofi kehidupan.
Dalam pertunjukkannya, tata krama, etika, sopan santun
semuanya ada dalam Wayang Orang. Contohnya, Gatotkaca yang gagah
dan sakti, sifat ini tercermin dalam gerakan tarinya. Pemeran Gatotkaca
adalah dia yang memiliki angkatan kaki yang tinggi, mata yang mawas
dan tangan yang selalu terlentang, setiap gerakan menunjukkan
kegagahan, tetapi ketika Gatotkaca bertemu dan berbicara dengan
Arjuna, pamannya, Gatotkaca tidak boleh mengangkat kakinya tinggi-
tinggi karena tidak sopan. Disinilah terkandung nilai moral.
Tingkatan dalam bahasa Jawa ada 3 yaitu: ngoko (kasar), kromo
(lebih halus), kromo inggil (tingkatan paling tinggi), pembagian tingkatan
ini pun berhubungan dengan tata krama, “kepada siapa kamu berbicara
kamu memakai bahasa apa dan bersikap bagaimana”.
Dalam pertunjukkan Wayang Orang, selain menari terdapat
dialog yang kadang dalam bentuk tembang. Nembang atau menyanyi ada
2 jenis, yaitu yang pertama itu menyanyi tanpa iringan musik yang kita
sebut dengan bhowo atau bisa disebut juga sworo lola yang artinya suara
sendiri, kemudia greget saut, yang berarti keadaan, ada emosi yang jelas.
22
Sedangkan dalam tariannya terdapat istilah wirogo, wiroso,
wiromo. Arti kata wirogo adalah digerakkan oleh raga (fisik), wiroso
artinya digerakkan dengan rasa dan yang terakhir wiromo artinya
mengikuti irama. Berbeda dengan tarian lain, misalkan tarian dangdut
yang hanya sekedar mengikuti irama saja, menggerakkan badan, berbeda
dalam tarian wayang, tarian wayang itu selain bergerak mengikuti irama
juga dengan penjiwaan yang mendalam.
Kostum dan make up dalam Wayang Orang semuanya bergantung
dengan karakter tokoh wayang yang diperankan. Masing- masing
karakter mempunyai ciri khas sendiri dari bentuk jamang (mahkota),
aksesorisnya, senjatanya, bentuk mata, dan lain sebagainya.
2.1.7 Hasil Wawancara dengan instansi terkait
1. Bapak Iwan Taufan
Selaku Ketua tim sukses Visit Indonesia Year 2009, beliau juga
seorang yang berpengalaman dalam menggeluti bidang kesenian.
Debudpar (Departemen Budaya dan Pariwisata) sebagai
departemen negara yang bertanggung jawab atas perkembangan dan
pelestarian Budaya dan Pariwisata.
Berikut adalah rangkuman hasil wawancara dengan Bapak Iwan
Taufan:
- Pemerintah lebih bersifat mendukung dan memfasilitasi.
23
- Pemerintah setiap tahunnya memiliki event untuk
memperkenalkan kesenian tradisional kepada masyarakat
melalui pertunjukkan- pertunjukkan seni.
- Dari sisi sebagai seorang penonton, menurut Bapak Iwan,
penonton Wayang Orang Bharata itu sedikit sekali,
masyarakat kurang tertarik dan juga tidak ada informasi
tentang pementasan, hal ini membuat jumlah peminat semakin
tidak ada.
2. Bapak Wahdat
Bapak Wahdat merupakan ketua Direktorat Kesenian, bidang
Seni Teater dan Pertunjukkan, Departemen Pendidikan Nasional.
- Pemerintah lebih bersifat melindungi dan merevitalisasi
kesenian tradisional.
- Masalah yang muncul dalam grup- grup kesenian tradisional
biasanya adalah promosi yang masih sangat kurang karena
kekurangan dana.
- Budaya Moderen yang sudah menjamur membuat kesenian
tradisional semakin memprihatinkan, tidak ada apresiasi.
- Masyarakat Jakarta sudah terkontaminasi dengan hal- hal
yang praktis, ringan, simpel dan menghibur. Kurang
menyukai kesenian tradisional yang berat dan monoton.
24
- Banyaknya sunguhan yang bersifat hiburan yang jauh dari
kata estetik, kasarnya tidak bermutu.
- Bagaimana mempromosikan kesenian tradisional dengan cara
‘mengemas’nya, seperti yang telah dilakukan oleh Wayang
Orang Bharata dengan menampilkan artis ataupun seniman-
seniman terkenal agar bisa menarik orang.
- Promosi bisa dari sisi cerita, dengan melakonkan cerita yang
aktual seperti tentang percintaan, perselingkuhan dan akhirnya
hal ini membuat nilai artistik dari kesenian tradisional tersebut
menjadi berkurang. Sama halnya dengan menggunakan artis
yang tidak berpengalaman menari untuk melakonkan, nilai
estetik juga akan berkurang. Promosi yang baik sebaiknya
tanpa menghilangkan nilai- nilai esensial kesenian tradisional
itu sendiri, nilai estetiknya.
- Untuk melestarikan kesenian tradisional bisa melalui jalur
pendidikan, seperti dengan memasukan pendidikan tentang
kesenian tradisional kedalam kurikulum sekolah.
Tujuan dari dilakukan promosi adalah:
- Generasi mendatang tidak kehilangan jejak, akan terdengar
lucu jika mereka sampai tidak mengenal Wayang dan hanya
tahu dari buku.
25
- Dokumentasi sangatlah penting, sehingga generasi mendatang
bisa melestarikan dan meneruskan kesenian tradisional
tersebut.
- Bagaimana mengenalkan kesenian tradisional ini kepada
generasi muda yang hidup dijaman serba ada, serba praktis.
Kendala yang dihadapi Kesenian Tradisional pada umumnya:
- Masalah pewarisan, kebanyakan kesenian tradisional
merupakan warisan turun temurun dalam keluarga, hal ini bisa
menjadi bumerang apabila suatu saat terjadi sesuatu pada
keluarga penerus tersebut maka kesenian tradisional ini juga
akan ikut menghilang karena kehilangan penerus.
- Apresiasi dan kepedulian dari masyarakat umum yang agak
kurang, terutama pihak- pihak perusahaan yang bisa
membantu dalam hal sponsorship, karena kesenian tradisional
ini rata- rata kekurangan dana, mereka tidak mungkin bisa
hidup hanya bergantung dari pentas.
- Kesenian Tradisional seperti Wayang Orang ini harus
dilembagakan, tidak hanya sebagai materi, sehingga
masyarakat akan semakin menghargai kesenian tradisional
tersebut.
26
2.2 Khalayak Sasaran Wayang Orang Bharata
2.2.1 Sasaran Primer
1. Demografi
- Golongan ekonomi kelas menengah dan menengah atas
- Bekerja dan berkeluarga
- Pria dan Wanita
- Mayoritas etnis Jawa
- Usia 40 – keatas
- Budayawan, negarawan dan seniman
2. Geografi
Tinggal dan beraktifitas di kota Jakarta dan sekitarnya
3. Psikografi
- Senang berpergian bersama keluarga, berkumpul bersama teman atau
rekan dan acara reunian
- Senang dengan pertunjukkan kesenian tradisional
2.2.2 Sasaran Sekunder
- Turis asing terutama turis Asia (Malaysia, Singapura, China)
- Anggota keluarga (sanak saudara) dan teman dekat dari target primer
- Wisatawan domestik yang tertarik dengan kesenian tradisional
27
2.3 Analisis SWOT Wayang Orang Bharata
Strength
- Grup Wayang Orang Bharata merupakan satu- satunya grup Wayang Orang yang
tetap eksis sejak tahun 1972
- Wayang orang Bharata merupakan Top of Mind grup Wayang Orang di Jakarta
- Rutinitas pentas setiap akhir pekan
- Wayang Orang Bharata berisi pemain- pemain profesional yang sering misi
keluar negeri
Weakness
- Kurangnya promosi, sehingga kurang dikenal secara umum
- Tidak adanya komunikasi visual yang tercermin dari grup Wayang Orang
Bharata
Opportunity
- Letak gedung yang strategis dan mudah dicapai
- Kesenian tradisional seperti kesenian Wayang Orang sudah jarang sekali
ditemukan di Jakarta
- Masyarakat Jakarta yang jenuh dengan kesibukan sehari- hari ataupun hiburan
kesenian moderen, mereka membutuhkan sesuatu yang berbeda seperti halnya
berkumpul bersama keluarga, bersantai menonton kesenian tradisional
- Adanya komunitas yang mencintai kesenian Wayang Orang
28
Thread
- Kurangnya minat generasi muda terhadap kesenian wayang Orang, adanya
persepsi Wayang Orang merupakan tontonan mereka yang sudah tua
- Banyak orang yang tidak mengenal dan tidak mengerti dengan wayang, sehingga
kurang tertarik untuk menonton
- Fasilitas dan kuantitas perlengkapan pentas yang kurang mendukung karena
kurangnya dana
- Citra daerah Senen yang semrawut dan rawan
- Banyaknya sunguhan kesenian Moderen yang nilai lebih menarik dan lebih
disukai oleh masyarakat Jakarta
2.4 Kompetitor tidak langsung
2.4.1 Gedung Kesenian Jakarta
2.4.1.1 Sejarah Gedung Kesenian Jakarta
Tepatnya terletak pada Jalan Gedung Kesenian no. 1, Pasar
Baru, Jakarta Pusat, Bangunan besar dan berwarna putih ini
terletak di sudut Jalan Pos dan dikenal dengan nama Gedung
Kesenian. Dibangun pada jaman kolonial, tahun 1821.
Gedung ini pada awalnya berfungsi sebagai gedung
kesenian yang disebut dengan nama Stadtsschouwburg (teater
kota), dikenal juga sebagai Gedung Komedi, kemudian pada
tahun 1970-an hingga pertengahan tahun 1980-an dijadikan
sebagai bioskop. Setelah itu oleh pemerintah DKI Jakarta
29
difungsikan lagi sebagai Gedung Kesenian hingga sekarang.
Gambar 2.5
Disetiap akhir pekan, Sabtu atau Minggu banyak para
seniman yang berkumpul di Gedung Kesenian Jakarta, banyak
diantara mereka yang berekspresi dan memamerkan hasil
kreasinya. Oleh sebab itu, Gedung Kesenian Jakarta ini dikenal
sebagai gudangnya seniman.
Gambar 2.6 Gambar 2.7
Gambar 2.8 Gambar 2.9
Beragam jenis seni dipertunjukkan di Gedung Kesenian
ini, baik itu seni Kontemporel maupun seni Tradisional, seni
budaya dalam negeri hingga seni budaya dari luar negeri, dari
30
seni rupa, seni musik, seni tari hingga seni teater. Gedung
Kesenian Jakarta lebih bersifat sebagai fasilitator bukan sebagai
pihak penyelenggara, artinya pihak penyelenggara bersifat
individual dan menyewa Gedung Kesenian Jakarta sebagai tempat
pentas.
2.4.1.2 Khalayak Sasaran Gedung Kesenian Jakarta
2.4.1.2.1 Sasaran Primer
1. Demografi
Golongan ekonomi kelas menengah dan menengah
atas (A – B)
Pria dan Wanita
Umum
Usia 5 tahun - keatas
Budayawan, seniman
2. Geografi
Tinggal dan beraktifitas di kota Jakarta dan sekitarnya
3. Psikografi
Senang dengan pertunjukkan seni budaya
Kreatif dan mengapresiasi seni budaya
31
2.4.1.2.2 Sasaran Sekunder
Turis asing
Wisatawan domestik yang tertarik dengan seni budaya
2.4.1.3 Analisis SWOT Gedung Kesenian Jakarta
Strength
− Gedung Kesenian Jakarta merupakan gedung yang sangat
bersejarah
− Gedung Kesenian Jakarta terkenal sebagai pusat kesenian di
Ibukota Jakarta
− Keanekaragaman seni yang dipertunjukkan, seni moderen
maupun tradisional, seni budaya dalam maupun luar negeri
− Fasilitas dan kapasitas gedung yang memadai
Weakness
− Kegiatan promosi untuk acara pementasan masih kurang,
media yang digunakan biasanya hanya berupa poster dan
spanduk dan dipasang depan Gedung. Terdapat juga website
tetapi belum beroperasi dengan sempurna.
Opportunity
− Adanya komunitas yang aktif berkreasi dan mengapresiasi
seni budaya
32
− Ketertarikan masyarakat luas tentang seni budaya terutama
dari luar negeri yang sangat jarang dipertunjukkan di
Indonesia
Thread
− Banyaknya hiburan yang disuguhkan kepada masyarakat luas
− Masyarakat Jakarta yang kurang mengapresiasi seni