Bab II Dasar Teori
description
Transcript of Bab II Dasar Teori
Bab II
Dasar Teori
2.1 Buck Converter
Buck converter adalah salah satu topologi DC-DC konverter yang
digunakan untuk menurunkan tegangan DC. Prinsip kerja rangkaian ini adalah
dengan kendali pensaklaran. Komponen utama pada topologi buck adalah
penyaklar, dioda freewheel, induktor, dan kapasitor. Pada gambar 2.1 ditunjukkan
topologi buck converter yang masih dasar dengan nilai komponen yang belum
diketahui.
Gambar 2.1 Topologi Buck Converter
Penyaklar dapat berupa transistor, mosfet, atau IGBT. Kondisi saklar
terbuka dan tertutup ditentukan oleh isyarat PWM. Pada saat saklar terhubung,
maka induktor, kapasitor, dan beban akan terhubung dengan sumber tegangan
seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.2. Kondisi semacam ini disebut dengan
keadaan ON (ON state). Saat kondisi ON maka dioda akan reverse bias.
Sedangkan saat saklar terbuka maka seluruh komponen tadi akan terisolasi dari
sumber tegangan seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.4. Keadaan ini disebut
dengan kondisi OFF (OFF state). Saat kondisi OFF ini dioda menyediakan jalur
7
8
untuk arus induktor. Buck converter disebut juga down converter karena nilai
tegangan keluaran selalu lebih kecil dari inputnya.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai kedua kondisi pada buck
converter.
Gambar 2.2 Keadaan ON (ON State)
Pada saat kondisi ON maka rangkaian buck converter akan nampak
seperti gambar 2.2 dan dioda akan reverse bias. Dengan demikian maka tegangan
pada induktor adalah
V L=V s−V o=Ldi L
dt(2.1)
Sehingga diperoleh,
diL
dt=
(V s−V o )L
(2.2)
selama nilai turunan dari arus adalah konstanta positif, maka arus akan bertambah
secara linear seperti yang digambarkan pada gambar 2.3 selama selang waktu 0
sampai dengan DT. Perubahan pada arus selama kondisi ON dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.2
diL
dt=
∆iL
∆ t=
∆ iL
DT=
( V s−V o )L
(2.3)
9
∆ iL closed=(V s−V o )
LDT (2.4)
Gambar 2.3 Arus induktor pada buck converter
Pada saat kondisi OFF atau saklar terbuka, maka dioda menjadi forward
bias untuk menghantarkan arus induktor, dan rangkaian buck converter akan
nampak seperti gambar 2.4 Tegangan pada induktor saat saklar terbuka adalah
V L=−V o=LdiL
dt(2.5)
Sehingga diperoleh
diL
dt=
−V o
L(2.6)
turunan dari arus di induktor adalah konstanta negatif, dan arus berkurang secara
linear, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3 pada ruas (1-D)T. perubahan
pada arus induktor ketika saklar terbuka adalah
diL
dt=
∆iL
∆ t=
∆iL
(1−D)T=
−V o
L(2.7)
∆ iL open=−V o
L(1−D)T (2.8)
10
Gambar 2.4 Keadaan OFF
Operasi keadaan tunak (steady state) terpenuhi jika arus pada induktor
pada akhir siklus penyaklaran adalah sama dengan saat awal penyaklaran, artinya
perubahan pada arus induktor selama satu periode adalah nol. Hal ini berarti
(∆iL)closed + (∆iL)open = 0
Berdasarkan persamaan (∆iL)closed dan (∆iL)open diperoleh
Vs−VoL
DT−VoL
(1−D ) T=0 (2.9)
Dengan menyelesaikan Vo diperoleh hubungan
Vo=Vs . D (2.10)
Yang sama dengan apabila menghitung nilai dari integral keluaran selama 1
periode
1T∫0
T
vo (t ) dt=¿ 1T∫DT
T
vs ( t )dt +¿ 1T∫
0
DT
0 dt ¿¿
1T∫DT
T
vs ( t ) dt= 1T
Vs (T−DT )=Vs .D (2.11)
0 ≤ D≤ 1
Berdasarkan pada persamaan 2.10 dan 2.11 karena nilai tegangan keluaran buck
converter sebanding dengan nilai duty cycle, maka untuk memperoleh nilai
11
keluaran tegangan yang bervariasi, caranya adalah dengan mengubah nilai duty
cyclenya.
Salah satu topologi rangkaian buck converter yang dapat digunakan
ditunjukkan pada gambar 2.5. Topologi ini menggunakan BJT Power Transistor
(TIP3055) sebagai komponen penyaklarnya. Selain itu menggunakan transistor
driver (TIP32) untuk memberikan suplai arus yang cukup ke basis BJT Power
Transistor sehingga dapat bekerja pada daerah saturasinya.
Kapasitor filter pada buck converter dihitung dengan pendekatan pada
persamaan 2.12.
∆ Vo=T .∆ Io8.C
(2.12)
Rangkaian buck converter pada gambar 2.5 menggunakan topologi yang
diberikan oleh datasheet IC TL494.
Gambar 2.5 Topologi Buck converter
Prinsip kerja buck converter ini adalah pada saat level PWM memberikan level
tinggi(1) maka resistor Q3 akan aktif yang membuat arus akan megalir melalui R3
dan menuju ground serta mengaktifkan transistor Q2. Transistor Q1 pun juga
12
menjadi aktif dan nilai tegangan pada kaki katoda diode D1 adalah sama dengan
Vs=48V dan nilai tegangan pada kaki-kaki induktor = VL akan sama dengan Vs-
Vo.
Namun saat level PWM adalah low(0) maka transistor Q3 tidak aktif dan
arus tidak dapat mengalir menuju kaki basis Q2 karena nilai tegangan basis pada
Q2 sama dengan tegangan supply DC buck converter, yaitu 48 V. Akibatnya
transistor Q2 menjadi tidak aktif dan menyebabkan Q1 tidak aktif juga serta tidak
dapat mengalirkan arus dari sumber DC 48V.
Dari prinsip kerja ini maka dapat diketahui bahwa buck converter ini akan
menghasilkan tegangan output yang tinggi jika duty cycle PWM tinggi atau
mendekati 100%. Sesuai dengan datasheet IC TL494, duty cycle PWM
dikendalikan dengan memberikan nilai tegangan antara 0,3 V sampai dengan 2,5
V pada kaki DTC (pin.4 TL494). Tegangan 0 V menyebabkan duty cycle 100%
dan tegangan 2,5 V menyebabkan duty cycle 0% (100% dead time).
2.2 Difference Amplifier
Operational Amplifier atau di singkat op-amp merupakan salah satu
komponen analog yang sering digunakan dalam berbagai aplikasi rangkaian
elektronika. Aplikasi op-amp yang paling sering dipakai antara lain adalah
rangkaian inverter, non-inverter, integrator dan differensiator. Aplikasi lain dari
op-amp yang juga sering dipakai adalah error amplifier. Aplikasi ini berdasarkan
pada prinsip kerja op-amp sebagai difference amplifier.
13
Difference amplifier adalah rangkaian elektronika analog yang
menggunakan operational amplifier atau op-amp untuk membandingkan dua
masukan pada masukan inverting dan non-inverting. Biasanya gain dibatasi
dengan memberikan feedback.
Vin2
Vin1Vout
3
26
74
15
U1
LM741
R1
100
R2
10k
Gambar 2.6 Difference Amplifier
Pada gambar 2.6 ditunjukkan salah satu penggunaan difference amplifier
yang paling sederhana. Pada rangkaian ini masukan non-inverting langsung
diperoleh dari Vin1. Masukan Vin2 biasanya adalah tegangan referensinya.
Apabila Vin2 dihubungkan ke ground maka rangkaian ini akan menjadi penguat
non-inverting. Namun apabila Vin2 dihubungkan pada sebuah tegangan referensi,
maka nilai tegangan output akan mengikuti persamaan
V out=RfR 1
(V ¿1−V ¿2 ) (2.13)
Dengan menggunakan error amplifier, maka nilai keluaran dari error
amplifier akan selalu dibandingkan sehingga masukan inverting dan non-inverting
sama. Error amplifier dengan menggunakan op-amp adalah salah satu cara
mengurangi error secara analog.
2.3 Sinyal PWM (Pulse width modulation)
14
PWM atau pulse width modulation adalah salah satu cara untuk
mendapatkan tegangan yang memiliki kondisi terbuka penuh (ON) atau tertutup
penuh (OFF). Cara paling sederhana untuk mendapatkan sinyal PWM adalah
dengan metode interseksi, yang membutuhkan gelombang gergaji atau gelombang
segitiga dan komparator. Frekuensi gelombang gergaji akan sama dengan
frekuensi PWM. Komparator digunakan sebagai penghasil gelombang kotak
dengan membandingkan masukannya.
Metode pembangkitan PWM dengan membandingkan gelombang
segitiga dan tegangan DC dapat dilihat pada gambar 2.7 di mana saat masukan
sinyal segitiga masih lebih rendah dari sinyal DC pembandingnya maka keluaran
komparator akan rendah/LOW. Dan ketika sinyal segitiga telah lebih tinggi dari
sinyal DC maka keluaran komparator akan tinggi/HIGH. Maka dengan mengubah
nilai tegangan DC-nya akan mempengaruhi perbandingan panjang gelombang
tinggi terhadap periodenya atau yang disebut dengan duty cycle (D).
Gambar 2.7 Pembangkitan PWM secara analog
Teknik pembangkitan gelombang PWM lainnya adalah secara digital.
Pembangkitan ini biasanya dilakukan menggunakan mikrokontroler dengan
metode time proportioning. Metode ini memanfaatkan fitur counter yang terdapat
pada mikrokontroler yang akan bertambah secara periodis yang terhubung
langsung dengan clock/pendetak rangkaian mikrokontroler. Counter akan tereset
15
pada akhir setiap periode dari PWM. Ketika nilai counter lebih dari nilai
referensinya, keluaran PWM berubah dari kondisi HIGH ke LOW (atau
sebaliknya sesuai dengan pengaturan). Metode pembangkitan dengan
mikrokontroler ditunjukkan pada gambar 2.8.
Pertambahan nilai dari counter (TCNTn) pada gambar 2.8 mirip dengan
metode gelombang gigi gergaji. Hanya saja penggunaan counter adalah versi
diskret dari metode interseksi. Tingkat ketelitian pada PWM digital sangat
dipengaruhi oleh resolusi counter. Semakin tinggi nilai resolusinya maka akan
diperoleh hasil yang lebih baik.
Gambar 2.8 Pembangkitan PWM dengan counter mikrokontroler
Salah satu pemanfaatan PWM adalah untuk switching. Pada
pengendalian daya dengan frekuensi tinggi penggunaan saklar menggunakan
komponen semikonduktor wajib digunakan, hal ini dikarenakan saklar mekanik
tidak mampu digunakan untuk frekuensi tinggi.
Kondisi on dan off pada PWM digunakan sebagai kontrol saklar
elektronis semikonduktor yang berpengaruh pada kontrol tegangan dan arus yang
mengalir melalui beban.
2.4 Mikrokontroler ATMega8535
16
Mikrokontroler ATMega8535 adalah salah satu keluarga dari AVR yang
memiliki fitur yang cukup lengkap. Mulai dari kapasitas memori program dan
memori data yang cukup besar, interupsi, timer/counter, PWM, USART, TWI,
analog comparator, EEPROM internal, dan juga ADC internal semuanya ada
dalam ATMega8535. Sehingga dengan fitur yang cukup lengkap ini
memungkinkan untuk dapat belajar mikrokontroler keluarga AVR dengan lebih
mudah dan efisien, dan bahkan dapat merancang suatu sistem untuk kepentingan
komersial mulai dari yang sederhana sampai dengan sistem yang relatif kompleks
hanya dengan menggunakan satu IC saja, yaitu IC ATMega8535. Oleh karena itu,
IC ATMega8535 dapat dianalogikan seperti sebuah komputer yang dapat
melakukan proses tertentu sesuai dengan programnya.
Selain itu, kemampuan kecepatan eksekusi yang lebih tinggi menjadi
alasan kuat bagi banyak orang untuk memilih ATMega8535, yang juga
mikrokontroler keluarga AVR, dibandingkan dengan mikrokontroler
pendahulunya yaitu keluarga MCS-51.
2.4.1 Fitur ATMega8535
Berikut ini adalah fitur-fitur yang dimiliki oleh ATMega8535:
a. 130 macam instruksi yang hampir semuanya dieksekusi dalam 1 siklus
clock.
b. 32x8-bit register serba guna
c. Kecepatan mencapai 16MIPS dengan clock 16MHz.
d. 8Kbyte Flash Memory, yang memiliki fasilitas In-System Programming.
17
e. 512 byte internal EEPROM.
f. 512 byte SRAM.
g. Programming Lock, fasilitas untuk mengamankan kode program.
h. 2 buah timer/counter 8-bit dan 1 buah timer/counter 16-bit.
i. 4 channel output PWM.
j. 8 channel ADC 10-bit.
k. Serial USART.
l. Master/Slave SPI serial interface.
m. Serial TWI atau I2C.
n. On-Chip Analog Comparator.
2.4.2 Konfigurasi Pin ATMega8535
Konfigurasi Pin pada ATMega8535 dapat dilihat pada gambar 2.9
berikut.
Gambar 2.9 Konfigurasi pin ATMega8535
Penjelasan fungsi dari pin ATMega8535 adalah sebagai berikut:
1. VCC pin yang dihubungkan dengan catu daya ±5V.
2. GND pin ini merupakan pin ground.
18
3. Port A(PA0..PA7) merupakan pin I/O dua arah yang juga merupakan
masukan ADC.
4. Port B(PB0..PB7) merupakan pin I/O dua arah dan pin dengan fungsi
khusus seperti timer/counter, ISP port, dan analog comparator.
5. Port C(PC0..PC7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus yaitu
TWI dan Timer oscillator.
6. Port D(PD0..PD7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus yaitu
komunikasi serial, output PWM, dan interupsi eksternal.
7. RESET adalah pin yang akan aktif jika diberikan logika rendah untuk
mereset program mikrokontroler.
8. XTAL1 dan XTAL2 adalah pin masukan clock eksternal yang berasal dari
kristal osilator.
9. AVCC merupakan masukan tegangan untuk mengaktifkan ADC.
10. AREF merupakan pin masukan untuk tegangan referensi ADC.
2.4.3 Analog to Digital Converter(ADC)
Salah satu fitur ATMega8535 yang cukup penting adalah fitur ADC yang
terintegrasi di dalam chip. Resolusinya pun cukup tinggi yaitu 10bit dengan 8
channel input. Rangkaian internal ADC ini membutuhkan catu daya sendiri, yaitu
pada pin AVCC. Tegangan AVCC yang diperbolehkan adalah VCC±0,3volt ,
sehingga biasanya AVCC dihubungkan dengan VCC secara langsung jika
menggunakan fitur ADC. Selain memiliki resolusi 10-bit, ADC ini juga dapat
19
digunakan untuk resolusi 8-bit. Untuk resolusi 8-bit, data hasil konversi ADC
dirumuskan sebagai berikut:
ADC=V ¿ x255
V ref(2.14)
di mana VIN adalah tegangan masukan yang akan dikonversi yang diperoleh dari
pin masukan ADC dan VREF adalah tegangan referensi, atau dalam beberapa sistem
digunakan referensi yang sama dengan VCC.
Proses ADC yang dilakukan oleh ATMega8535 terdiri dari 2 tahap, yaitu
inisialisasi ADC dan konversi ADC.
2.4.3.1 Inisialisasi ADC
Sebelum ADC dapat digunakan untuk mengkonversi nilai tegangan analog
ke digital, ada beberapa register pada ATMega8535 yang harus diatur parameter-
parameternya. Register-register tersebut diantaranya adalah ADMUX dan
ADCSRA. Tiap bit dalam register ADMUX pada gambar 2.10 ataupun ADCSRA
pada gambar 2.11 merupakan parameter bit yang harus dilakukan inisialisasi.
Gambar 2.10 Register ADMUX
Gambar 2.11 Register ADCSRA
Register ADMUX adalah register 8-bit yang digunakan untuk:
Bit 7:6 – REFS1:0 : Reference Selection Bits
20
Bit REFS1 dan REFS0 digunakan untuk menentukan tegangan referensi dari
ADC seperti ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut.
21
Tabel 2.1 Pemilihan tegangan referensi ADC
REFS1 REFS0 Tegangan Referensi
0 0 Pin AREF
0 1 Pin AVCC, dengan pin AREF diberi kapasitor
1 0 Tidak digunakan
1 1 Internal 2,56V dengan pin AREF diberi kapasitor
Bit 5 – ADLAR : ADC Left Adjust Result
Bit ADLAR digunakan untuk mengatur format penyimpanan data ADC pada
register ADCL dan ADCH. Format penyimpanan ini ditunjukkan pada gambar
2.12 untuk nilai ADLAR=1 dan 0.
Gambar 2.12 ADCH dan ADCL
Bit 4:0 – MUX4:0 : Analog Channel and Gain Selection Bits
Pada tabel 2.2 ditunjukkan bahwa dengan melakukan inisialisasi yang berbeda
pada bit MUX4..0 maka channel ADC yang dikonversi pada operasi single-
ended input akan berubah-ubah.
Tabel 2.2 Pemilihan Channel ADC
22
Register ADCSRA adalah register 8-bit yang digunakan untuk mengatur
frekuensi yang dipakai ADC dengan menentukan prescalernya serta mengatur
mode kerja ADC.
Bit 7 – ADEN : ADC Enable
Bit ADEN digunakan untuk mengaktifkan dan menonaktifkan fasilitas ADC.
Jika bit di set’1’ maka ADC diaktifkan dan jika bernilai ‘0’ maka ADC tidak
Aktif.
Bit 5 – ADATE : ADC auto trigger enable
Bit ini digunakan untuk mengaktifkan pemicu proses konversi ADC sesuai
dengan bit-bit ADTS pada register SFIOR. Jika bit ADATE bernilai ‘1’ berarti
pemicu ADC diaktifkan.
Bit 4 – ADIF : ADC Interupt Flag
Bit ADIF adalah bendera interupsi ADC yang digunakan untuk menunjukkan
ada tidaknya permintaan interupsi ADC. Bit ADIF akan bernilai ‘1’ jika proses
konversi ADC telah selesai.
Bit 3 – ADIE : ADC Interupt enable
Bit ADIE digunakan untuk menonaktifkan interupsi ADC. Jika bernilai ‘1’ dan
bit-I pada SREG diset ‘1’ maka saat terjadi permintaan interupsi ADCI (bit
ADIF bernilai ‘1’) akan membuat program melompat ke vektor interupsi ADC
yaitu 0x00E.
Bit 2:0 – ADPS2:0 : ADC prescaler Select Bits
23
Bit ADPS2, ADPS1, ADPS0 digunakan untuk menentukan faktor pembagi
atau skala frekuensi kristal yang kemudian hasilnya digunakan sebagai
frekuensi clock ADC. Nilai faktor yang diperoleh dengan menginisialisasi bit
ADPS2..0 dapat diketahui pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Skala Clock ADC
2.4.3.2 Konversi ADC
ADC ATMega8535 memiliki 2 mode konversi, yaitu free running dan
single ended conversion. Pada mode single ended, konversi akan dimulai saat bit
ADSC pada register ADCSRA diset ‘1’. Pada mode free runing konversi
dilakukan terus menerus tanpa harus menunggu perintah atau dengan kata lain
konversi selanjutnya dilakukan segera setelah konversi sebelumnya berakhir.
Pengecekan terhadap data hasil konversi dapat diketahui dengan mengetahui nilai
bit ADIF. Saat bit ADIF telah bernilai ‘1’ maka data konversi telah selesai dan
dapat digunakan. Pada mode single ended, untuk memulai konversi berikutnya bit
ADIF harus dinolkan kembali dan bit ADSC diset kembali.
Hasil konversi ADC disimpan pada register ADCH dan ADCL (gambar
2.12). Format penyimpanan ditentukan oleh bit ADLAR pada register ADMUX.
24
2.4.3.3 Timer/Counter
ATMega8535 memiliki 3 modul timer/counter. Timer dapat digunakan
sebagai pencacah, pembangkit PWM, dan interupsi. Pada tugas akhir ini,
berfungsi sebagai pembangkit PWM. PWM yang digunakan diatur dengan
menginisialisasi register TCCR (Timer/Counter Control Register). Karena akan
digunakan 2 PWM yang tidak saling mempengaruhi maka Timer/Counter 1 yang
digunakan. Untuk itu, yang diinisialisasi adalah register TCCR1A dan TCCR1B
dengan nama bit parameter seperti pada gambar 2.13. TCCR1A dan TCCR1B
diinisialisasi bersama namun kegunaannya berbeda satu sama lain. Cara
pengaturan bitnya akan dijelaskan pada bagian lain.
Gambar 2.13 Register TCCR1A dan TCCR1B
Dengan mengatur bit parameter TCCR1A dan TCCR1B maka akan
diperoleh mode kerja dan keluaran yang berbeda pada pin OC1A dan OC1B.
Timer/Counter 1 merupakan modul Timer/Counter 16-bit yang dapat
berfungsi sebagai pencacah tunggal, pembangkit PWM 16-bit, pembangkit
frekuensi, pencacah event eksternal, dan sebagai pembangkit interupsi yang terdiri
dari 4 sumber pemicu yaitu 1 interupsi overflow, 2 interupsi output compare
match dan 1 interupsi input capture.
25
Inisialisasi kerja Timer/Counter 1 dapat ditentukan dengan mengatur
register TCCR1A, TCCR1B, TCNT1H, TCNT1L, OCR1AH, OCR1AL,
OCR1BH, OCR1BL serta TIMSK dan TIFR. TCNT1 akan membatasi nilai TOP
Timer/Counter1 dan OCR1A atau OCR1B akan menjadi nilai pembandingnya
(Output Compare).
Pola keluaran pada OC1A atau OC1B yang dihasilkan oleh
Timer/Counter1 ditentukan pula oleh bit COM1A1..0 atau COM1B1..0 pada
register TCCR1A. Pola keluaran ini ditunjukkan pada tabel 2.4, tabel 2.5, dan
tabel 2.6.
Tabel 2.4 Pola Keluaran pin OC1A/OC1B Mode non-PWM
COM1A1/COM1B1
COM1A0/COM1B0
Deskripsi
0 0 Operasi normal,OC1A/OC1B tidak terhubung ke pin
0 1 Toggle jika TCNT1=OCR1A/OCR1B
1 0 Bernilai 0 jika TCNT1=OCR1A/OCR1B
1 1 Bernilai 1 jika TCNT1=OCR1A/OCR1B
Tabel 2.5 Pola Keluaran pin OC1A/OC1B Mode Fast PWM
COM1A1/COM1B1
COM1A0/COM1B0
Deskripsi
0 0 Operasi normal,OC1A/OC1B tidak terhubung ke pin.
0 1 -Jika WGM13:0=15, OC1A bergulir pada saat
CNT1=OCR1A dan OC1B sebagai port I/O
-WGM yang lain, OC1A/OC1B sebagai port I/O
1 0 Bernilai 0 setelah TCNT1=OCR1A/OCR1B dan
bernilai 1 setelah mencapai TOP.
1 1 Bernilai 1 setelah TCNT1=OCR1A/OCR1B dan
bernilai 0 setelah mencapai TOP.
26
Tabel 2.6 Pola Keluaran pin OC1A/OC1B Mode phase correct PWM
COM1A1/COM1B1
COM1A0/COM1B0
Deskripsi
0 0 Operasi normal,OC1A/OC1B tidak terhubung ke pin.
0 1 -Jika WGM13:0=9 atau 14, OC1A bergulir pada saat
CNT1=OCR1A dan OC1B sebagai port I/O
-WGM yang lain, OC1A/OC1B sebagai port I/O
1 0 Bernilai 0 setelah TCNT1=OCR1A/OCR1B saat up
counter dan bernilai 1 setelah
TCNT1=OCR1A/OCR1B saat down counter.
1 1 Bernilai 1 setelah TCNT1=OCR1A/OCR1B saat up
counter dan bernilai 0 setelah
TCNT1=OCR1A/OCR1B saat down counter.
Bit CS12, CS11, CS10 digunakan untuk mengatur skala sumber clock
yang akan digunakan oleh Timer/counter 1 seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 2.7 Skala Clock Timer/Counter 1
Skala clock timer/counter, akan digunakan untuk menyekalakan frekuensi
kristal osilator ke frekuensi yang diinginkan. Namun frekuensi PWM hasil dari
penyekalaan ini masih dipengaruhi juga oleh nilai puncak dari timer/counter.
Semakin tinggi resolusi bit timer/counter maka nilai frekuensi maksimal yang
dapat dihasilkan akan semakin rendah.
FOC1A dan FOC1B hanya digunakan pada mode non-PWM.
27
Jika FOC1A diset ‘1’ maka pin OC1A akan dipaksa mengeluarkan sinyal
sesuai spesifikasi yang ditentukan oleh COM1A1:0.
Jika FOC1B diset ‘1’ maka pin OC1B akan dipaksa mengeluarkan sinyal
sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh COM1B1:0.
Mode keluaran PWM pada OC1A dan OC1B ada 15 macam. Selain
mengatur pada register TCCR1A, setiap mode operasi juga diperoleh dengan
mengatur bit parameter pada register TCCR1B. Pengaturan itu dapat ditentukan
dengan melihat pada tabel 2.8.
Tabel 2.8 Mode kerja Timer/Counter 1
Nilai frekuensi yang dihasilkan oleh PWM mikrokontroler ditentukan oleh
frekuensi kristal osilator, skala Timer, dan nilai puncak Timer yang digunakan
(TOP).
f OC 1 A=f osc
N∗(1+TOP) (2.15)
dan nilai duty cycle PWM yang dihasilkan:
D=OCR 1 xTOP
x100 % (2.16)
28
2.5 IC TL494
TL 494 adalah sebuah IC control pulse-width-modulation (PWM).
Dengan metode pengendalian memanfaatkan lebar pulsa untuk memberikan
variasi suplai tegangan. Block diagram internal IC pada gambar 2.14
menunjukkan bahwa dalam IC TL494 memiliki fitur yang cukup lengkap,
diantaranya error amplifier, pulse steering flip-flop, reference regulator, DTC
(dead time controller), dan 2 keluaran berupa transistor open collector.
Gambar 2.14 Block Diagram IC TL494
Konfigurasi pin pada IC TL494 ditunjukkan pada gambar 2.15. Pada
gambar 2.15 ditunjukan bahwa TL494 merupakan IC yang tergolong kecil dengan
jumlah pin 16.
Gambar 2.15 Konfigurasi Pin IC TL494
29
TL494 adalah suatu sirkuit kontrol PWM berfrekuensi tetap. Frekuensi
pada oscilator internal ditentukan oleh komponen CT dan RT, perhitungan nilai
frekuensi osilator ditentukan oleh persamaan:
f osc=1
RT x CT(2.17)
Tetapi frekuensi osilator setara dengan frekuensi output hanya berlaku
untuk aplikasi single-ended. Untuk aplikasi push-pull output frekuensi bernilai
setengah dari frekuensi osilator.
Aplikasi single ended:
f osc¿= 1
RT xCT(2.18)
Aplikasi push-pull:
f osc¿= 1
2¿¿(2.19)
Output PWM dihasilkan dengan perbandingan gelombang segitiga yang
dihasilkan dari internal osilator dengan salah satu dari sinyal kontrol. Sinyal
kontrol dihasilkan dari dua sumber: rangkaian kontrol dead-time (off-time) dan
error amplifier. Dead time control input dibandingkan langsung dengan
komparator kontrol dead time. Sedangkan PWM komparator membandingkan
sinyal kontrol yang dihasilkan oleh error amplifier. Salah satu fungsi dari error
amplifier adalah untuk memonitor tegangan output dan memberikan gain yang
cukup agar kesalahan dalam millivolts pada input menghasilkan nilai yang cukup
pada sinyal kontrol untuk memberikan kontrol modulasi 100%.
TL494 dapat bekerja dengan 2 kondisi yaitu push-pull dan single-ended,
pada push-pull operation kontrol output yang dhubungkan dengan tegangan 5V
referensi (pin 14), di mana kedua output transistor diaktifkan oleh pulse steering
30
flip-flop. Frekuensi output sama dengan setengah dari frekuensi osilator.
Sedangkan pada single-ended operation kontrol output dihubungkan ke ground
untuk mematikan pulse steering flip-flop. Ketika arus output drive lebih tinggi
dibutuhkan untuk single-ended operation, Q1 dan Q2 dapat dihubungkan secara
paralel dan frekuensi output akan sama dengan frekuensi osilator.
TL494 mempunyai tegangan referensi internal 5,0V yang mampu untuk
membangkitkan hingga 10mA dari arus beban untuk sirkuit bias eksternal. Nilai
referensi memiliki ketelitian internal dari ±5,0% dengan sebuah tipe
penyimpangan thermal kurang dari 50mV melebihi sebuah nilai operating
temperatur dengan range 00 – 700C.
Dead time control dapat dimanfaatkan juga pada aplikasi soft start saat
perangkat mulai dioperasikan. Soft start akan menyebabkan 100% dead time
sehingga tidak ada arus yang ditarik oleh beban. Seiring dengan pertambahan
waktu, maka nilai PWM perlahan akan dikendalikan oleh keluaran error
amplifier. Penggunaan soft start akan mengurangi resiko kerusakan pada
perangkat karena adanya arus beban awal (inrush) yang berlebihan. Rangkaian
soft start dari datasheet ditunjukkan pada gambar 2.16.
Gambar 2.16 Rangkaian Soft start
31
Pengaruh soft start pada PWM sistem adalah seperti ditunjukkan gambar
2.17. PWM mula-mula akan rendah karena tegangan DTC adalah mendekati VREF.
Hal ini disebabkan tegangan pada CS masih rendah. Setelah CS terisi maka
selanjutnya tegangan pada DTC adalah tegangan pada R2 yang merupakan
pembatas nilai duty cycle sehingga tidak terlalu besar.
Gambar 2.17 Keluaran PWM dengan soft start
Waktu yang diperlukan untuk melakukan soft start ditentukan dengan
persamaan 2.19 berikut:
t soft=1f
x siklus (2.20)
dengan nilai CS
CS=t soft
RS
(2.21)