d. Bab II Dasar Teori

27
Bab II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II.1 Umum Sebagai syarat umum transportasi hendaknya sarana dan prasarana yang ada dapat mengakomodasikan kebutuhan masyarakat pemakainya, sehingga kemudahan, keamanan dan kenyamanan penggunanya terjamin. Sesuai dengan judul Skripsi Tugas Akhir ini maka dalam Bab ini saya akan mencoba membahas tentang kinerja Jalan serta Parameter yang terkait dengan permasalahan yang timbul akibat adanya Jalur Busway khususnya pada ruas Jalan Hayam Wuruk. Ruas Jalan Hayam Wuruk dimulai dari simpang Jalan Pinangsia (Glodok), sampai simpang Harmoni, diantaranya terdapat simpang tak bersinyal dan juga simpang bersinyal. II.2.1 Tinjauan dan Landasan Hukum Sarana dan Prasarana dalam operasi lalu lintas setidaknya melibatkan 4 (empat) unsur yang saling terkait yaitu pengemudi, kendaraan, jalan dan pejalan kaki. II-1

Transcript of d. Bab II Dasar Teori

Page 1: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

BAB II

DASAR TEORI

II.1 Umum

Sebagai syarat umum transportasi hendaknya sarana dan prasarana yang ada

dapat mengakomodasikan kebutuhan masyarakat pemakainya, sehingga

kemudahan, keamanan dan kenyamanan penggunanya terjamin.

Sesuai dengan judul Skripsi Tugas Akhir ini maka dalam Bab ini saya akan

mencoba membahas tentang kinerja Jalan serta Parameter yang terkait

dengan permasalahan yang timbul akibat adanya Jalur Busway khususnya

pada ruas Jalan Hayam Wuruk.

Ruas Jalan Hayam Wuruk dimulai dari simpang Jalan Pinangsia (Glodok),

sampai simpang Harmoni, diantaranya terdapat simpang tak bersinyal dan

juga simpang bersinyal.

II.2.1 Tinjauan dan Landasan Hukum

Sarana dan Prasarana dalam operasi lalu lintas setidaknya melibatkan

4 (empat) unsur yang saling terkait yaitu pengemudi, kendaraan, jalan

dan pejalan kaki.

Pemerintah Republik Indonesia membuat Undang-undang dan

Peraturan Pemerintah sebagai landasan Hukum untuk melakukan

pelaksanaan dan pengawasan untuk menjamin berlangsungnya operasi

lalu lintas secara aman, nyaman dan effisien.

Undang - undang dan Peraturan Pemerintah tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Undang – undang No. 22, Tahun 2009, Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan Raya ;

2. KM_14 Tahun 2004, Keputusan Menteri Tentang Angkutan

Umum Massal/Mass Rapid Transit di Profinsi DKI Jakarta.

II-1

Page 2: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

II.1.2 Hirarki Jalan

Berdasarkan Undang – undang dan Peraturan Pemerintah seperti

tersebut diatas , maka jalan di Indonesia dibagi menurut system

jaringan jalan dan kelas fungsional jalan.

Menurut Sistim jaringan jalan primer yang melayani distribusi barang

dan jasa untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional

dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi, dan sistim

jaringan jalan sekunder melayani distribusi barang dan jasa

perkotaan.

Sedangkan pembagian sesuai kelas fungsional jalan dikelompokkan

sebagai jalan Arteri, jalan Kolektor dan jalan Lingkungan.

Mengingat karakteristik lalu lintasnya yang berbeda, maka

pembahasan kapasitas ruas dipisahkan untuk jalan kota, jalan antar

kota dan jalan bebas hambatan.

Sesuai dengan hirarki dan berdasarkan karakteristik Jalan Hayam

Wuruk adalah Jalan Kota, selanjutnya pembahasan dengan Manual

Kinerja Jalan Indonesia (MKJI) disebut sebagai Jalan Perkotaan.

II.2 Jalan Perkotaan

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI ) 1997, jalan

perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara

permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan tersebut,

minimum pada satu sisi jalan, apakah merupakan perkembangan lahan atau

bukan, termasuk jalan di atau dekat pusat perkotaan dengan jumlah

penduduk lebih dari 100.000, maupun jalan didaerah perkotaan dengan

jumlah penduduk kurang dari 100.000 dengan perkembangan samping jalan

yang permanen dan menerus.

II.2.1 Tipe Jalan Perkotaan

II-2

Page 3: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

Tipe jalan pada perkotaan adalah sebagai berikut :

1. Jalan dua lajur dua arah ( 2/2 UD ; Undivided )

2. Jalan empat jalur dua arah.

a. Tak terbagi ( tanpa median ) ( 4/2 UD ; Undivided )

b. Terbagi ( dengan median ) ( 4/2 D ; Divided )

3. Jalan enam lajur dua arah terbagi ( 6/2 D ; Divided )

4. Jalan satu arah ( 1-3/1 )

II.2.2 Arus ( smp/jam )

Arus ( Q ) adalah jumlah kendaraan dalam satuan mobil penumpang

( smp ) yang melalui suatu potongan melintang pada jalan dalam

satuan waktu tertentu ( jam ).

Jumlah Kendaraan ( Q ) = ...... smp / jam

III.2.3 Satuan Mobil Penumpang ( smp )

Satuan Mobil Penumpang ( smp ) adalah ukuran yang menunjukkan

ruang jalan yang dipergunakan oleh suatu jenis kendaraan serta

kemampuan manuver kendaraan tersebut, berdasarkan defenisi

diatas maka secara sederhana nilai smp untuk mobil penumpang

( kendaraaan ringan ) adalah = 1, nilai smp sepeda motor < 1, dan

nilai smp kendaraaan berat > 1.

Tabel 2. 1 Nilai smp Jalan Kota tak terbagi (UD)

Type JalanJalan tak terbagi

Arus Lalu lintas Total 2 arah

( kendaraan/jam )

smp

KBSM

Lebar Jalur W ( m )< 6 ≥ 6

2 lajur – 2 arah tak terbagi (2/2 UD)

< 1800 1,30 0,50 0,40

≥ 1800 1,20 0,35 0,25 2 lajur – 2 arah tak terbagi (2/2 UD)

< 3700 1,30 0,40≥ 3700 1,20 0,25

Sumber : MKJI, 1977

Tabel 2.2 Nilai smp Jalan Kota terbagi (D)

Type Jalan Arus Lalu lintas per lajur smp

II-3

Page 4: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

(kend/jam) HV MC2 lajur - 1 arah, terbagi (2/1 D) < 1050 1,3 0,44 lajur - 2 arah, terbagi (4/2 D) ≥ 1050 1,2 0,25

3 lajur - 2 arah, terbagi (3/1 D) < 1100 1,3 0,46 lajur - 2 arah, terbagi (6/2 D) ≥ 1100 1,2 0,25

Sumber : MKJI, 1997

II.3 Kapasitas Jalan

Kapasitas jalan atau arus maksimum diprediksi dengan menggunakan

Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI ) berdasarkan data jumlah

kendaraan atau satuan mobil penumpang (smp) yang melalui suatu potongan

melintang yang mewakili ruas jalan tersebut pada waktu tertentu.

Menentukan Kapasitas jalan untuk perkotaan dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut :

C = C₀ x FCᴡ x FCsᴘ x FCsϝ x FCϲs ( smp/jam ) persamaan II.1

dimana :

C = kapasitas ( smp/jam )

C₀ = kapasitas dasar ( smp/jam )

FCᴡ = factor koreksi kapasitas akibat lebar jalan

FCsᴘ = factor koreksi kapasitas akibat pembagian arah

FCsϝ = factor koreksi kapasitas akibat gangguan samping

FCϲs = factor koreksi kapasitas akibat ukuran kota

( jumlah penduduk )

> Kapasitas dasar ( C₀ )

II-4

Page 5: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

Nilainya ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai yang

tertera pada tabel berikut :

Tabel 2.3 Kapasitas dasar jalan perkotaan

Tipe jalanKapasitas dasar

( smp/ jam )Keterangan

- Jalan 4 jalur berpembatas medianatau jalan satu arah

- Jalan 4 jalur tanpa pembatas median- Jalan 2 jalur tanpa pembatas median

1650

15002900

per lajur

per lajurtotal dua arah

Sumber : MKJI, 1997

> Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan ( FCᴡ )

Nilainya ditentukan berdasarkan lebar jalan efektif yangdapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 2.4 Faktor jalan koreksi kapasitas akibat lebar

Tipe jalanLebar jalan effektif

( m )FCᴡ

Jalan 4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah

per lajur : 3.00 3.25 3,50 3,75

4,00

0,920,961,001,041,08

Jalan 4 lajur tanpa pembatas median per lajur : 3,00 3,25 3,50 3,75

4,00

0,910,951,001,051,09

Jalan 2 lajur tanpa pembatas median dua arah : 5 6 7 8 9

10 11

0,560,871,001,141,251,291,34

Sumber : MKJI, 1997

> Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah ( FCsᴘ )

II-5

Page 6: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

Tabel 2.5 Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah

Pembagian arah (% - %) 50 - 50 55- 45 60 -40 65 - 35 70 - 30

FCsᴘ

2 lajur 2 arah tanpa pembatas media (2/2 UD)

1,00 0,97 0,94 0,91 0,88

4 lajur 2 arah tanpa pembatas median (4/2 UD)

1,00 0,985 0,97 0,955 0,94

Sumber : MKJI, 1997

> Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping ( FCsϝ )

Faktor koreksi kapasitas untuk gangguan samping untuk ruas jalan

yang mempunyai kereb dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.6 Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping ( FCsϝ ) untuk

jalan dengan kereb.

Kelas Faktor Koreksi akibat gangguan samping

Tipe Jalan Gangguan Samping Jarak gangguan pada kerebJarak kereb - bangunan

< 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,04/2 D sangat rendah 0,95 0,97 0,99 1.01

rendah 0,94 0,96 0,98 1,00sedang 0,91 0,93 0,95 9,98tinggi 0,86 0,89 0,92 0,95Sangat tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92

4/2 UD sangat rendah 0,95 0,97 0,99 1,01rendah 0,93 0,95 0,97 1,00sedang 0,90 0,92 0,95 0,97tinggi 0,84 0,87 0,90 0,93Sangat tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90

2/2 UDAtauJalansatuarah

Sangat rendah 0,93 0,95 0,97 0,99Rendah 0,90 0,92 0,95 0,97Sedang 0,86 0,88 0,91 0,94Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88Sangat tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82

Sumber : MKJI,1997

> Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota ( FCϲs )

II-6

Page 7: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

Faktor koreksi FCϲs merupakan fungsi dari jumlah penduduk, dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.7 Faktor Koreksi kapasitas akibat ukuran Kota ( FCϲs )

pada jalan perkotaan.

Ukuran Kota ( Juta Penduduk )Faktor Penyesuaian untuk

Ukuran Kota

Sangat Kecil < 0,1 0,82

Kecil 0,1 - 0,5 0,88

Sedang 0,5 - 1,0 0,94

Besar 1,0 - 3,0 1,00

Sangat Besar > 3,0 1,05

Sumber : MKJI,1997

II.4 Derajat Kejenuhan ( DS )

Derajat kejenuhan didefenisikan sebagai perbandingan atau ratio arus lalu

lintas (smp/jam) terhadap kapasitas (smp/jam) pada bagian jalan tertentu,

yang dipakai sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja ruas lalu

lintas. Derajat kejenuhan menunjukkan apakah ruas jalan tersebut

mempunyai masalah kapasitas atau tidak, Derajat kejenuhan digunakan

untuk analisa perilaku lalu lintas berupa kecepatan dan dihitung dengan

rumus sebagai berikut :

QsmᴘDS = ------------ persamaan 2.2

C

dimana : Qsmᴘ : arus total ( smp/jam )

C : Kapasitas ( smp/jam )

Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), untuk

menentukan derajat kejenuhan (DS), perlu ditentukan pula parameter-

parameter lain yang mendukung.

II.5 Tingkat Pelayanan Jalan

II-7

Page 8: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

Tingkat pelayanan adalah ukuran kualitatif yang menerangkan kondisi

operasional dalam arus lalulintas dan penilaian oleh pemakai jalan.

Menurut MKJI 1997, defenisi dari tingkat pelayanan dinilai dari beberapa

faktor yaitu :

> Hambatan atau halangan lalu lintas

( Misal : jumlah berhenti per mil, kelambatan dan waktu )

> Kebebasan untuk maneuver ( bergerak )

> Kenikmatan dan kenyamanan pengemudi

> Ekonomi ( Biaya oprasional Kendaraan )

Kriteria tingkat pelayanan pada arus jalan ditentukan berdasarkan nilai

derajat kejenuhan (DS) adalah sebagai rasio arus terhadap kapasitas,

digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang

dan segmen jalan.

Jika volume meningkat kecepatan biasanya berkurang, kebebasan manuver

juga berkurang disebabkan bertambah banyaknya jumlah kendaraan yang ada

dan kenyamanan dalam mengemudi juga berkurang dikarenakan harus

mengawasai gerakan kendaraan, karena banyak kendaraan disekitarnya.

Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut

mempunyai masalah kapasitas atau tidak, seperti saat jumlah kendaraan yang

melalui suatu ruas jalan yang melampaui kapasitas ruas jalan tersebut yang

mengakibatkan suatu antrian kendaraan.

Berdasarkan unsur penilaian diatas maka Kriteria tingkat Pelayanan untuk

setiap tipe jalan diuraikan seperti dibawah ini.

Tabel 2.8 Kriteria – kriteria tingkat pelayanan pada ruas jalan.

II-8

Page 9: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

Tingkat Pelayanan

Karakteristik - karakteristikDerajat

Kejenuhan

AKondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan

0 – 0,2

BArus stabil, tapi kecepatan mulai dibatasi akibat kondisi lalu lintas, pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan

0 – 0,44

CArus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan, Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan

0,45 – 0,74

DArus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan, masih ditolerir

0,75 - -0,84

EVolume lalu lintas mendekati atau berada pada kapsitas dan arus yang tidak stabil, kecepatan kadang – kadang terhenti

0,85 – 1,00

FArus yang terhambat, kecepatan rendah, volume dibawah kapasitas, antrian panjang serta terjadi hambatan panjang

> 1,00

Sumber : MKJI 1997

II.6 Kecepatan

Kecepatan (S) adalah Jarak yang dilalui sebuah kendaraan pada suatu Unit

waktu atau laju perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam kilometer per

jam (km/jam). Kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan

merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakai jalan dalam analisa

ekonomi.

Kecepatan tempuh didefenisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang yang

dirumuskan sebagai :

LV = --------- persamaan 2.3

TTdimana : V = Kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam)

L = Panjang segmen (km)

TT = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)

II.7 Kerapatan

II-9

Page 10: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

Kerapatan (D) adalah banyaknya kendaraan per satuan jarak kilometer

(kendaraan/km), besarnya dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

VolumeD = ----------------------- persamaan 2.4

Panjang Ruas Jalan

II.8 Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas (FV) yang didefenisikan sebagai kecepatan pada

tingkat arus nol, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut ;

FV = ( FV₀ + FVᴡ ) x FFVsϝ x FFVϲs persamaan 2.5

dimana :

FV = kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi

lapangan.

FV₀ = kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pad jalan yang

diamati.

FVᴡ = penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan.

FFVsϝ = faktor penyesuaian untuk hambatan sampingdan lebar

bahu atau jarak kereb.

FFVϲs = fakto penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota.

Nilai faktor tersebut didapat dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia

(MKJI, 1977)

> Kecepatan arus bebas dasar (FV₀)

Tabel 2.9 Kecepatan arus bebas dasr (FV₀)

II-10

Page 11: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

Tipe Jalan

Kecepatan arus bebas dasar (FV₀)

Kendaraan Ringan (LV)

Kendaraan Berat (HV)

Sepeda Motor (MC)

Semua kendaraan (rata-rata)

Enam-lajur-terbagi (6/2D) atauTiga-lajur-satu arah (3/1)

61 52 48 57

Empat-lajur terbagi (4/2D) ataudua-lajur satu arah (2/1)

57 50 47 55

Empat-lajur tak terbagi (4/2 UD)atau dua-lajur takterbagi (2/2)

53 46 43 51

Sumber MKJI,1997

> Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas

(FVԝ)

Tabel 2.10 Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas

Tipe JalanLebar jalur lalu lintas

effekti (Wc)(m)

FVw(km/jam)

Empat-lajur terbagi atau jalan satu arah

Per lajur3,003,253,503,754,00

- 4 - 2

024

Empat-lajur tak terbagi

Per lajur3,003,253,503,754,00

- 4 - 2

024

Dua-lajur tak terbagi

Total567891011

- 9,5 - 3

03467

Sumber : MKJI, 1997

> Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hembatan samping

(FFVsϝ)

Faktor pengaruh hambatan samping ditentukan oleh kelas hambatan

samping dan lebar bahu / kerb effektif.

Tabel 2.11 Jenis hambatan samping

II-11

Page 12: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

Jenis hambatan samping SimbolFaktor

PembobotFrekuensi Kejadian

Frekuensi terbobot

Pejalan kaki PED 0,5 / jam, 200 mParkir, kendaraan berhenti PSV 1,0 / jam, 200 mJalan masuk & keluar kendaraan

EEV 0,7 / jam, 200 m

Kendaraan berjalan lambat SMV 0,4 / jam

Total :

Sumber : MKJI, 1977

Tabel 2.12 Kelas hambatan samping berdasarkan observasi

FrekuensiTerbobot dari

kejadianKeadaan tipikal Kelas Hambatan Samping

< 100Daerah perumahan, hampir tidak ada kegiatan

Sangat rendahVL

100 - 299Daerah Perumahan, beberapa kendaraan umum

RendahL

300 - 499Daerah industry dengan beberapa toko tepi jalan

SedangM

500 - 899Daerah bisnis dengan kegiatan tepi jalan tinggi

TinggiH

> 900Daerah bisnis dengan kegiatan tepi sangat tinggi

Sangat TinggiVH

Sumber : MKJI, 1977

Tabel 2.13 Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping untuk jalan dengan kereb (FFVsϝ)

Tipe jalanKelas hambatan samping (SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan jarak kereb – penghalang

Jarak : kereb – penghalang WK (m)< 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2 m

Empat-lajur terbagi (4/2 D)

Sangat rendahRendahSedangTinggiSangat tinggi

1,000,970,930,870,81

1,010,980,950,900,85

1,010,990,970,930,88

1,021,000,990,960,92

Empat-lajur tak terbagi (4/2 UD)

Sangat rendahRendahSedang

1,000,960,91

1,010,980,93

1,010,990,97

1,021,000,98

II-12

Page 13: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

TinggiSangat tinggi

0,840,77

0,870,81

0,930,88

0,940,90

Dua-lajur tak terbagi 2/2 UD atau jalan satu arah

Sangat rendahRendahSedangTinggiSangat tinggi

0,980,930,870,780,68

0,990,950,890,810,72

0,990,960,920,840,77

1,000,980,950,880,82

Sumber : MKJI 1977

> Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota

(FFVϲs)

Tabel 2.14 Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota

Ukuran kota (juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota

> 0,1

0,1 - 0,5

0,5 - 1,0

1,0 - 3,0

> 3,0

0,90

0,93

0,95

1,00

1,03

Sumber : MKJI, 1997

II.9 Konsep Biaya

Dua komponen utama yang sangat dibutuhkan dalam menghitung konsep

biaya adalah Biaya Operasi Kendaraan ( BOK ) dan nilai waktu, masing –

masing komponen akan dijelaskan bagian sub – bab berikut :

II.9.1 Biaya Operasi Kendaraan

Komponen biaya operasi kendaraan yang diperhitungkan adalah

biaya konsumsi bahan bakar, konsumsi oli, konsumsi ban, modal

dan asuransi.

Biaya Operasi Kendaraan dapat dihitung berdasarkan persamaan

berikut :

II-13

Page 14: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

BOK = KBB + KO + KB + P + D DM + A

persamaan 2.6

Perhitungan besarnya tiap komponen dari rumus diatas disajikan

pada langkah perhitungan ( khusus jenis kendaraan golongan I )

dibawah ini :

1. Konsumsi Bahan Bakar ( KBB )

KBB = KBB Dasar x [ 1 ± ( ķk + kl + kr ) ]

persamaan 2.7

KBB dasar kendaraan = 0,0284 V - 3,0644 V + 141,68

persamaan 2.8

dengan :

kk = factor koreksi akibat kelandaian

kl = factor koreksi akibat kandisi lalu lintas

kr = factor koreksi akibat kekasaran jalan

V = kecepatan kendaraan ( km/jam )

Tabel 2.15 Faktor koreksi konsumsi bahan bakar dasar kenadaraan

factor koreksi akibat kelandaian negative ( kk )

g < - 5 % -0,337

- 5 % ≤ g < 0 % - 0,158

factor koreksi akibat kelandaian positif ( kk )

0 % ≤ g < 5 % 0,400

g ≥ - 5 % 8,200

factor koreksi akibat kondisi arus lalu lintas ( k )

0 ≤ NVK < 0,6 0,050

0,6 ≤ NVK < 0,8 0,185

NVK ≥ 0,85 0,253

factor koreksi akibat kekasaran jalan ( k )

> 3 m/km 0,035

3 m/km 0,085

Sumber : LAPI-ITB,1977 g = kelandaian

NVK = nisbah volume per kapasitas

II-14

Page 15: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

2. Konsumsi Oli

Besarnya konsumsi oli ( liter/km) sangat tergantung pada

kecepatan kendaran dan jenis kendaraan. Konsumsi dasar ini

kemudian dikoreksi lagi menurut tingkat kekasaran jalan.

Tabel 2.16 Konsumsi dasar Oli ( liter/km )

Kecepatan km/jam)Jenis Kendaraan

Golongan I Golongan IIA Golongan IIB10 - 20 0,0032 0,006 0,004920 - 30 0,003 0,0057 0,004630 - 40 0,0028 0,0055 0,004440 - 50 0,0027 0,0054 0,004350 - 60 0,0027 0,0054 0,004360 - 70 0,0029 0,0055 0,004470 - 80 0,0031 0,0057 0,004680 - 90 0,0033 0,0060 0,0049

90 - 100 0,0035 0,0064 0,0053100 - 110 0,0038 0,0070 0,0059

Sumber : LAPI – ITB, 1977)

3. Konsumsi Ban

Besarnya biaya pemakaian Ban sangat gantung pada

kecepatan dan jenis kendaraan.

Y = 0,0008488 V - 0,0045333 persamaan 2.9

4. Pemeliharaan

Komponen Biaya Pemeliharaan yang palindominan adalah biaya

suku cadang dan upah montir.

Suku cadang :

Y = 0,000064 V + 0,0005567 persamaan 2.10

II-15

Page 16: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

Montir :

Y = 0,00362 V + 0,36267 persamaan 2.11

5. Dipresiasi

Depresiasui hanya berlaku untuk perhitungan BOK pada jalan tol

dan jalan arteri, besarnya berbanding terbalik dengan kecepatan

kendaraan.

YY = ----------------------- persamaan 2.12

( 2,5 V + 125 )

6. Bunga Modal

Menurut Road User Cost Model (1991), besarnya biaya modal

per kendaraan per 1.000 km ditentukan oleh persamaan berikut :

Bunga Modal = 0,22 % x ( harga kendaraan baru )

persamaan 2.13

7. Asuransi

Besarnya Biaya Asuransi berbanding terbalik dengan kecepatan,

semakin tinggi kecepatan kendaraan semakin kecil biaya

asuransi.

38Y = --------------- persamaan 2.14

500 Y

Y = per 1.000 km ( untuk keseluruha nilai Y )

II.9.2 Nilai Waktu

Beberapa kajian pernah dilakukan oleh lembaga – lembaga di

Indonesia untuk menentukan Nilai Waktu. Berikut ini adalah Nilai

II-16

Page 17: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

Waktu berdasarkan Jenis Kendaraan dari berbagai rujukan yang

berbeda.

Tabel 2.17 Rujukan Nilai Waktu

RujukanNilai Waktu ( Rp/jam/kendaraan )

Gol. I Gol. II A Gol. II B

PT Jasa Marga (1990-1996) 12297 18534 13768

Pdalarang Cileunyi (1966) 3385-5425 3827-3834 5716

Semarang ( 1996 ) 3411-6221 14541 1506

IHCM ( 1995 ) 3281 18212 4971

PCI ( 1979 ) 1341 3827 3152

JIUTR Northern Extesion (PCI , 1989)

7067 14670 3680

Surabaya – Mojokerto (JICA,1991) 8880 7960 7980 Sumber : LAPI - ITB, 1997

Nilai waktu dasar diatas kemudian dikoreksi menurut PDRB per kapita dari

daerah yang ditinjau.

Adapun factor koreksi berdasarkan tinjauan wilayah adalah sebagai berikut :

Tabel 2.18 PDRB atas dasar harga konstan tahun 1995

No. LokasiPDRB (juta

Rp. )

Jumlah

penduduk

PDRB per

Kapita (juta

Rp. )

Nilai

Koreksi

1 DKI Jakarta 60.638.217 9.113.000 6,65 1.00

2 Jawa Barat 60.940.114 39.207.000 1,55 0,33

3 Kodya Bandung 6.097.380 2.356.120 2,59 0,39

4 Jawa Tengah 39.125.323 29.653.000 1.,32 0,20

5 Kodya Semarang 4.682.002 1.346.352 3,48 0,52

6 Jawa Timur 57.047.812 33.844.000 1,69 0,25

II-17

Page 18: d. Bab II Dasar Teori

Bab II Dasar Teori

7 Kodya Surabaya 13.231.986 3.694.554 4,91 0,74

8 Sumatera Utara 21.802.508 11.115.000 1,96 0,29

9 Medan 5.478.924 1.800.000 3,04 0,46

Sumber : LAPI _ ITB, 1997

II-18