BAB II DASAR TEORI - USM

34
7 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik [1] Saluran atau sistem distribusi tenaga listrik merupakan salah satu komponen yang mendistribusikan energi listrik dari gardu induk ke pusat beban. Secara garis besar, suatu sistem tenaga listrik yang lengkap mengandung empat unsur. Pertama, adanya suatu unsur pembangkit tenaga listrik. Tegangan yang di hasilkan oleh pusat tenaga listrik ini biasanya merupakan tegangan menengah. Kedua,suatu sistem transmisi lengkap dengan gardu induk. Karena jaraknya yang biasanya jauh, maka diperlukan penggunaan Tegangan tinggi (TT) dan atau Tegangan Ekstra Tinggi (TET). Ketiga, adanya saluran distribusi, yang biasanya terdiri atas saluran distribusi primer dengan Tegangan Menegah (TM) dan saluran distribusi sekunder dengan Tegangan Rendah (TR). Keempat, adanya unsur pemakaian atau utilisasi, yang terdiri atas instalasi pemakaian tenaga listrik. Instalasi rumah tangga biasanya memakai tegangan rendah, sedangkan pemakaian besar seperti industri menggunakan tegangan menengah atau tegangan tinggi. Gambar 2.1 memperlihatkan skema suatu sistem tenaga listrik Gambar 2.1 memperlihatkan skema suatu sistem tenaga listrik. Perlu dikemukakan bahwa suatu sistem dapat terdiri atas beberapa sub sistem yang saling berhubungan, atau yang biasa disebut sebagai sistem terinterkoneksi. Sebagaimana diketahui, pada sistem distribusi terdapat dua bagian, yaitu distribusi primer, yang menggunakan tegangan menengah, dan distribusi sekunder, yang menggunakan tegangan rendah.

Transcript of BAB II DASAR TEORI - USM

7

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik [1]

Saluran atau sistem distribusi tenaga listrik merupakan salah satu komponen

yang mendistribusikan energi listrik dari gardu induk ke pusat beban. Secara garis

besar, suatu sistem tenaga listrik yang lengkap mengandung empat unsur. Pertama,

adanya suatu unsur pembangkit tenaga listrik. Tegangan yang di hasilkan oleh pusat

tenaga listrik ini biasanya merupakan tegangan menengah. Kedua,suatu sistem

transmisi lengkap dengan gardu induk. Karena jaraknya yang biasanya jauh, maka

diperlukan penggunaan Tegangan tinggi (TT) dan atau Tegangan Ekstra Tinggi (TET).

Ketiga, adanya saluran distribusi, yang biasanya terdiri atas saluran distribusi primer

dengan Tegangan Menegah (TM) dan saluran distribusi sekunder dengan Tegangan

Rendah (TR). Keempat, adanya unsur pemakaian atau utilisasi, yang terdiri atas

instalasi pemakaian tenaga listrik. Instalasi rumah tangga biasanya memakai tegangan

rendah, sedangkan pemakaian besar seperti industri menggunakan tegangan menengah

atau tegangan tinggi. Gambar 2.1 memperlihatkan skema suatu sistem tenaga listrik

Gambar 2.1 memperlihatkan skema suatu sistem tenaga listrik. Perlu dikemukakan

bahwa suatu sistem dapat terdiri atas beberapa sub sistem yang saling berhubungan,

atau yang biasa disebut sebagai sistem terinterkoneksi. Sebagaimana diketahui, pada

sistem distribusi terdapat dua bagian, yaitu distribusi primer, yang menggunakan

tegangan menengah, dan distribusi sekunder, yang menggunakan tegangan rendah.

8

Fenomena arus netral sekunder pada trafo distribusi terjadi di semua gardu. Pada beban

tak seimbang timbul arus netral yang tinggi. Namun pada beban yang seimbang

terdapat juga arus netral. Sehingga bila ada arus netral pada beban seimbang maka

beban yang digunakan terdapat beban non linier.

Timbulnya arus netral yang tinggi pada pembebanan tak seimbang ini akibat

perbedaan sudut arus dan tegangan yang cukup besar. Yaitu melebihi 300.

Beban non linier banyak digunakan dalam industri maupun rumah tangga.

Beban seperti motor induksi, pengatur kecepatan motor listrik, merupakan

penyumbang beban non linier sedangkan untuk rumah tangga adalah penggunaan

computer, Air Conditioner (AC), lampu fluorescent, dan sebagainya.

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik[1]

9

2.1.1 Distribusi Primer[2]

Sistem jaringan distribusi primer atau sering disebut jaringan distribusi

tegangan tinggi ini terletak antara gardu induk dengan gardu pembagi, yang memiliki

tegangan sistem lebih tinggi dari tegangan terpakai untuk beban. Standar tegangan

untuk jaringan distribusi primer ini adalah 12 dan 20 KV (sesuai standar PLN).

2.1.2 Distribusi Sekunder[2]

Sistem jaringan distribusi sekunder atau sering disebut jaringan distribusi

tegangan rendah (JDTR), merupakan jaringan yang berfungsi sebagai penyalur tenaga

listrik dari gardu-gardu pembagi (gardu distribusi) ke pusat – pusat beban (konsumen

tenaga listrik). Besarnya standar tegangan untuk jaringan distribusi sekunder ini adalah

127/220 V untuk sistem lama, dan 220/380 V untuk sistem baru, serta 440/ 550 V untuk

keperluan industri. Besarnya tegangan maksimum yang diizinkan adalah 3 sampai 45

lebih besar dari tegangan nominalnya. Penetapan ini sebanding dengan besarnya nilai

tegangan jatuh (voltage drop) yang telah ditetapkan berdasarkan PUIL 661 F.1, Bahwa

rugi - rugi daya pada suatu jaringan adalah 15%.pembatasan tersebut stabilitas

penyaluran daya ke pusat-pusat beban tidak terganggu.

10

2.2 Jaringan Tegangan Menengah[3]

Jaringan Tegangan menengah adalah jaringan tenaga listrik yang berfungsi

untuk menghubungkan gardu induk sebagai suplay tenaga listrik dengan gardu – gardu

distribusi. Jaringan ini mempunyai struktur/pola sedemikian rupa, sehingga dalam

pengoperasiannya mudah dan handal.

2.2.1 Tipe Radial

Pola ini merupakan pola yang paling sederhana dan umumnya banyak

digunakan di daerah pedesaan/ sistem yang kecil. Umumnya menggunakan SUTM

(Saluran Udara Tegangan Menengah),Sistem radial tidak terlalu rumit,tetapi memiliki

tingkat keandalan yang rendah. Jaringan Tipe Radial dapat dilihat pada gambar 2.2

berikut :

Gambar 2.2 Sistem Tipe Jaringan Radial[3]

11

2.2.2 Tipe Open Loop

Merupakan pengembangan dari sistem radial, sebagai akibat dari diperlukannya

kehandalan yang lebih tinggi dan umumnya sistem ini dapat dipasok dalam satu gardu

induk. Dimungkinkan juga dari gardu induk lain tetapi harus dalam satu sistem di sisi

tegangan tinggi, karena hal ini diperlukan untuk manuver beban pada saat terjadi

gangguan.

Jaringan Tipe Open Loop dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini :

Gambar 2.3 Sistem Jaringan Tipe Open Loop[3]

12

2.2.3 Tipe Close Loop

Sistem close loop ini layak digunakan untuk jaringan yang di pasok dari satu

gardu induk,memerlukan sistem proteksi yang lebih rumit biasanya menggunakan rele

arah (bidirectional). Sistem ini mempunyai kehandalan yang lebih tinggi disbanding

sistem yang lain. Jaringan Tipe Close Loop dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut :

Gambar 2.4 Sistem Jaringan Tipe Close Loop[3]

13

2.2.4 Tipe Spindel

Sistem ini pada umumnya banyak digunakan di Distribusi Jakarta Raya dan

Tangerang. Memiliki kehandalan yang relative tinggi karena disediakan satu expres

feeder / penyulang tanpa beban dari gardu induk sampai gardu hubung. Biasanya pada

tiap penyulang terdapat gardu tengah (middle point) yang berfungsi untuk titik manufer

apabila terjadi gangguan pada jaringan tersebut. Jaringan Tipe Spindel dapat dilihat

pada gambar 2.5 berikut :

Gambar 2.5 Sistem Jaringan Tipe Spindel[3]

14

2.2.5 Tipe Cluster

Sistem Cluster sangat mirip dengan sistem spindel, Juga disediakan satu feeder

khusus tanpa beban (feeder expres). Jaringan Tipe Cluster dapat dilihat pada gambar

2.6 berikut :

Gambar 2.6 Sistem Jaringan Tipe Cluster[3]

15

2.3 Teori Transformator[4]

Transformator adalah suatu peralatan statis yang terdiri dari dua koil atau

lebih,yang di kopel melalui rangkaian magnetic,yang menghubungkan dua level

tegangan yang berbeda (secara umum) dalam suatu sistem elektrik yang

memungkinkan pertukaran energy diantara terminal-terminal dalam suatu arah melalui

medan magnetik. Pada dasarnya transformator terdiri dari dua kumparan yang

diisolasikan tergandeng dengan medan magnet bersama atau mutual kemudian

dibangkitkan dalam inti bahan magnetik, gambar 2.7. Kumparan yang dihubungkan

dengan sumber arus bolak-balik diberi nama kumparan primer, dan kumparan yang

dihubungkan dengan beban diberi nama kumparan sekunder.Bila tegangan sekunder

lebih besar dari pada tegangan primer, maka trafo tersebut dinamakan trafo step up.

Namun bila tegangan sekunder lebih kecil dari pada tegangan primer, maka dinamakan

trafo step down. Jika tegangan primer sama dengan tegangan sekunder, maka dikatakan

bahwa trafo mempunyai rasio satu-ke-satu. Trafo satu-ke-satu digunakan untuk

memisahkan dua buah rangkaian yang berbeda. Suatu trafo dapat digunakan sebagai

trafo step up atau step down tergantung cara menghubungkannya, yakni dengan

membalik sisi-sisinya.

Gambar 2.7 Bagan dari trafo[4]

16

2.4 Pemakaian Transformator[5]

Dalam bidang teknik listrik pemakaian transformator dikelompokkan

menjadi:

1. Transformator daya

Transformator daya adalah terminologi umum yang digunakan untuk

menunjuk pada transformator yang melengkapi sistem transmisi pada gardu

induk baik pada stasiun pembangkitan atau pada gardu-gardu pembagi

beban transmisi.

Gambar 2.8 Transformator daya[5]

2. Transformator distribusi

Transformator distribusi merupakan alat yang memegang peran penting

dalam sistem distribusi. Transformator distribusi yang umum digunakan adalah

transformator step-down 20KV/400V. Tegangan fasa ke fasa sistem jaringan

tegangan rendah adalah 380 V.

17

Pada kumparan primer akan mengalir arus jika kumparan primer

dihubungkan ke sumber tegangan bolak-balik,sehingga pada inti transformator

yang terbuat dari bahan ferromagnet akan terbentuk sejumlah garis-garis gaya

magnet(fluks = ⏀),karena arus yang mengalir merupakan arus bolak-

balik,maka fluks yang terbentuk pada inti akan mempunyai arah dan jumlah

yang berubah-ubah.Jika arus yang mengalir berbentuk sinusoidal,maka fluks

yang terjadi akan berbentuk sinusoidal pula,fluks tersebut mengalir melalui inti

yang mana pada inti tersebut terdapat belitan primer dan sekunder, maka pada

belitan primer dan sekunder tersebut akan timbul ggl (gaya gerak listrik)

induksi,tetapi arah ggl induksi primer berlawanan dengan arah ggl induksi

sekunder. Sedangkan frekuensi masing-masing tegangan sama dengan

frekuensi sumbernya.

Gambar 2.9 Transformator Distribusi[5]

3. Transformator pengukuran (yang terdiri dari transformator arus dan

transformator tegangan)

18

2.5 Transformator 3 fasa[5]

Transformator tiga fasa pada umumnya digunakan untuk menyalurkan tenaga

listrik pada sistem tiga fasa (arus bolak-balik). Pada sisi primer dan sekunder

masing-masing mempunyai lilitan identic dengan 3 buah transformator satu fasa, yang

ujung kumparan primer dan sekunder dapat disambung (dihubungkan) secara bintang

(Y) atau segitiga (βˆ†). Identik dengan 3 buah transformator satu fasa, yang ujung

kumparan primer dan sekunder dapat disambung (dihubungkan) secara bintang(I) atau

segitiga.

Berdasarkan cara penghubungnya, transformator 3 fasa dapat di bedakan menjadi :

1. Transformator Hubung Bintang

2. Transformator Hubung Delta

3. Transformator hubung Zig-Zag.

2.5.1 Transformator Hubung Bintang (Y) [6]

Arus yang mengalir di IA,IB dan IC disebut degan arus saluran (IL). Arus yang

melewati IAN,IBN dan ICN disebut arus fasa (IP) dimana N adalah titik netral yang

merupakan titik temu salah satu ujung ketiga kumparan. Tegangan fasa adalah VAB,VBN

dan VCN yang masing-masing fasa berbeda fasa 120Β°.

Pada hubung bintang terdapat titik netral dan saluran netral yang akan mengaliri arus

IN yang besarnya adalah :

IN = IA + IB + IC……………………………………………………………………..(2.1)

Dalam sistem yang seimbang IN = 0, Salurannya dapat diabaikan sedangkan

tegangannya adalah :

19

VAB = VAN + VNB = VAN – VBN..................................................................................(2.2)

VBC = VBN - VCN……………………………...………………………………........(2.3)

VCA = VCN – VAN………………………………..………………………........….....(2.4)

Gambar 2.10 Vektor Tegangan[6]

Dari vector diatas berlaku hubungan IL = Ip dan VAB = √3 VAN atau VL = √3 VP.

Ketiga belitan trafo diatas identik, maka besarnya daya pada hubung bintang adalah:

S = 3 VP IP, karena VP = VL / √3 dan IP=IL………………………………………..(2.5)

S = 3 (VL/√3) IL atau S = √3 VL IL

IA = IB = IC = IL

IL = IPH

VAB = VBC = VCA = VL-L

VL-L = VPH

Dimana :

VL-L = Tegangan line to line (volt)

VPH = Tegangan fasa (volt)

IL = Arus line (ampere)

Iph = Arus fasa (ampere)

20

2.5.2 Transformator Hubung Delta (Ξ”) [6]

Transformator hubung segitiga adalah suatu hubungan transformator

tiga fasa, dimana cara penyambungannya ialah ujung akhir lilitan fasa pertama

di sambung dengan ujung mula lilitan fasa kedua, akhir fasa kedua dengan

ujung mula fasa ketiga dan akhir fasa ketiga dengan ujung mula fasa pertama.

Tegangan transformator tiga fasa dengan kumparan yang dihubungkan segitiga

yaitu : VA, VB, VC masing-masing berbeda 120Β°.

Gambar 2.11 Vektor arus hubung delta[6]

Dari diagram vector diketahui arus IA (arus jala-jala) adalah √3 x IAB (arus fasa)

Atau IL = √3 IP. Tegangan jala-jala dalam hubungan delta sama dengan

tegangan fasanya dimana VL = VP.Besarnya daya pada hubung delta adalah

S= 3 VP IP = 3 VL IL/√3 atau S= √3 VL IL.

Untuk beban tidak seimbang IA= IAB – ICA, IB = IBC – IAB,IC = ICA – IBC, Dimana

VAB + VBC + VCA = 0

IA = IB = IC = IL

IL = IPH

21

VAB = VBC = VCA = VL-L

VL-L = VPH

Dimana :

VL-L = tegangan line to line (volt)

Vph = tegangan fasa (volt)

IL = arus line (Ampere)

Iph = Arus fasa (Ampere)

2.5.3 Transformator Zig-Zag[6]

Untuk sekilas pembahasan, Transformator Zig-Zag merupakan

transformator dengan tujuan khusus. Salah satu aplikasinya adalah

menyediakan titik netral untuk sistem listrik yang tidak memiliki titik netral.

Pada transformator Zig-zag masing-masing lilitan tiga fasa dibagi menjadi dua

bagian dan masing-masing dihubungkan pada kaki yang berlainan.

2.5.4 Jenis – Jenis Hubungan Transformator Tiga Phasa[5]

Tiga buah lilitan phasa pada sisi primer dan pada sisi sekunder dapat

dihbungkan dalam bermacam – macam hubungan, seperti bintang dan segitiga,

dengan kombinasi Y-Y,Y-βˆ†,-Y,- βˆ†, bahkan untuk kasus tertentu pada lilitan

sekunder dapat dihubungkan secara berliku-liku atau sering disebut (zig-zag),

sehingga diperoleh kombinasi βˆ† βˆ’ 𝑍 dan Y-Z. Hubungan zig-zag merupakan

sambungan bintang istimewa, hubungan ini digunakan untuk mengantisipasi

kejadian yang mungkin terjadi apabila dihubungkan secara bintang dengan

22

beban phasanya tidak seimbang. Di bawah ini pembahasan hubungan

transformator tiga phasa secara umum :

2.5.5 Hubungan Wye-wye (Y-Y)

Pada hubungan bintang-bintang,rasio tegangan fasa-fasa (L-L) pada

primer dan sekunder adalah sama dengan rasio setiap trafo. Sehingga, terjadi

pergeseran fasa sebesar 30Β° antara tegangan fasa-netral (L-N) dan tegangan

fasa-fasa (L-L) pada sisi primer dan sekundernya.

Hubungan bintang-bintang ini akan sangat baik hanya jika pada kondisi beban

seimbang. Karena, pada kondisi beban seimbang menyebabkan arus netral (In)

akan sama dengan nol. Arus netral akan timbul apabila terjadi

ketidakseimbangan beban,hal tersebut menimbulkan rugi-rugi daya. Hubungan

Y-Y pada transformator tiga fasa dapat dilihat pada gambar 2.15. Pada

hubungan Y-Y, tegangan masing-masing primer fasa adalah :

Vphp = VIp

√3…………………………………………………………………………(2.6)

Tegangan fasa primer sebanding dengan tegangan phasa sekunder dan perbandingan

belitan transformator maka, perbandingan antara tegangan primer dengan tegangan

sekunder pada transformator hubungan Y-Y adalah :

VIp

VIs=

√3vphp

√3Vphs………………………………………………………………………....(2.7)

23

Gambar 2.12 Transformator 3 fasa hubungan Y-Y[5]

2.5.6 Hubungan wye-delta (Y-βˆ†)

Transformator hubungan Y-βˆ†, digunakan pada saluran transmisi sebagai penaik

tegangan. Rasio antara sekunder dan primer tegangan fasa-fasa adalah 1/√3 kali rasio

setiap trafo. Terjadi sudut 30Β° antara tegangan fasa-fasa antara primer dan sekunder

yang berarti bahwa trafo Y-βˆ† tidak bisa diparalelkan dengan trafo Y-Y atau trafo βˆ†-βˆ†.

Hubungan transformator Y-βˆ† dapat dilihat pada gambar 2.16. Pada hubungan ini

tegangan kawat ke kawat primer sebanding dengan tegangan phasa primer (VLP = Vphp),

Dan tegangan kawat ke kawat sekunder sama dengan tegangan phasa (VLS = VPHS),

Sehingga diperoleh perbandingan tegangan pada hubungan Y-βˆ† adalah :

VIp

VIs=

√3Vphp

√3Vphs=√3a………………………………………………………….………(2.8)

24

Gambar 2.13 Transformator 3 fasa hubungan Y-βˆ†[5]

2.5.7 Hubungan delta- wye (βˆ† βˆ’ 𝐘)

Transformator hubungan βˆ†-Y , digunakan untuk menurunkan tegangan dari

tegangan transmisi ke tegangan rendah. Transformator hubungan βˆ†-Y dapat pula

dilihat pada gambar 2.17. Pada hubungan βˆ†-Y, tegangan kawat ke kawat primer sama

dengan tegangan phasa primer (VLP = Vphp) dan tegangan sisi sekundernya (VLS = √3

Vphs), maka perbandingan hubungan βˆ†-Y adalah :

VIp

VIs=

√3Vphp

√3π‘‰π‘β„Žπ‘ =

a

√3……………………………………………………………………(2.9)

25

Gambar 2.14 Transformator 3 fasa hubungan βˆ† -Y[5]

2.5.8 Hubungan delta- wye (βˆ† βˆ’ 𝐘)

Pada transformator hubungan βˆ†-βˆ†, Tegangan kawat ke kawat dan tegangan

phasa sama untuk sisi primer dan sekunder transformator (VRS = VST = VTR =

VLN), maka perbandingan tegangannya adalah :

VIp

VIs =

√3Vphp

√3Vphs = a…………………………………………………………...(2.10)

Sedangkan arus pada transformator hubungan βˆ†-βˆ† adalah :

IL = √3 Ip…………………………………………………………………(2.11)

Dimana :

IL = arus line to line

Ip = arus phasa

26

Transformator 3 phasa hubungan delta- delta dapat pula dilihat pada gambar

2.18 dibawah ini :

Gambar 2.15 Transformator 3 fasa hubungan βˆ† - βˆ†[5]

2.6 KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN[7]

Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan yang dimana:

β€’ Ketiga vektor saling membentuk sudut 120Β° satu sama lainnya.

β€’ Ketiga vektor ataupun tegangan sama besar

Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah keadaan

dimana salah satu atau kedua syarat keadaan seimbang tersebut tidak terpenuhi.

Kemungkinan keadaan tidak seimbang ada 3 macam, yaitu :

1. Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120Β° satu sama lain.

2. Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120Β° satu sama lain.

27

3. Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 120Β° satu sama

lain.

Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dengan vektor diagram arus pada

gambar 2.19

Gambar 2.16 (a) Vektor Diagram Arus dalam keadaan seimbang dan

Gambar 2.17 (b) Vektor diagram arus yang tidak seimbang[7]

Gambar 2.16 (a) menunjukkan vektor diagram arus dalam keadaan seimbang.

Disini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS dan IT) adalah

sama dengan nol sehingga tidak muncul arus netral (In). Sedangkan pada gambar

2.17 (b) menunjukkan vektor diagram arus yang tidak seimbang. Disini terlihat

bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS dan IT) tidak sama dengan nol,

sehingga muncul sebuah besaran yaitu arus netral (In) yang besarnya tergantung

dari berapa besar factor ketidakseimbangannya.

28

2.7 Ketidakseimbangan Tegangan[10]

Ketidakseimbangan tegangan menurut National Electrical Manufacturers

Association (NEMA) Standards Publificatio MG 1-1998 (Revision 3, 2002)

ketidakseimbangan ini disebabkan oleh pada salah satu fasa dibandingkan fasa-

fasa. Persamaan untuk menghitung persentase ketidakseimbangan tegangan

dapat dilihat pada persamaan 2.18.

% Unbalance Voltage = 100% π‘€π‘Žπ‘₯π‘–π‘šπ‘’π‘š π‘£π‘œπ‘™π‘‘π‘Žπ‘”π‘’ π·π‘’π‘£π‘–π‘Žπ‘‘π‘–π‘œπ‘› π΄π‘£π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘’ π‘‰π‘œπ‘™π‘‘π‘Žπ‘”π‘’

π΄π‘£π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘’ π‘‰π‘œπ‘™π‘‘π‘Žπ‘”π‘’

……………………………………………………………………………(2.12)

2.7.1 Mengurangi Pengaruh Ketidakseimbangan Tegangan

Tahap-tahap yang mungkin dapat dilakukan untuk mengurangi

ketidakseimbangan tegangan diantaranya adalah :

1. Penyeimbangan beban pada instalasi pelanggan

2. Pemindahan sambungan instalasi pelanggan ke instalasi dengan level

hubung singkat yang lebih tinggi.

3. Pemasangan peralatan kompesator (voltage compensator).

29

2.8 komponen Simetris[8]

Pada kondisi sistem distribusi tegangan rendah akibat dari kondisi beban yang

tidak seimbang akan mengalir arus pada kawat netral pada transformator arus yang

mengalir pada kawat netral yang merupakan arus bolak-balik untuk sistem distribusi

tiga fasa empat kawat adalah penjumlahan vector dari ketiga arus fasa dalam komponen

simetris. Menurut fortescue menyatakan tiga fasor tegangan tak seimbang dari sistem

tiga fasa dapat diuraikan menjadi tiga fasa yang seimbang dengan menggunakan

komponen simetris (Stevenson, 1993). Komponen simetris tersebut yaitu urutan

positif, negative dan urutan nol. Himpunan komponen seimbang tersebut antara lain :

Sebuah sistem tiga phasa tidak seimbang dalam menganalisanya dapat dibentuk

menjadi fasor tiga phasa seimbang, yaitu :

a. Komponen urutan positif

Komponen urutan positif adalah yang terdiri dari tiga fasor yang sama

besarnya, terpisah satu dengan yang lainnya dalam beda fasa sebesar 120Β°, dan

mempunyai urutan phasa yang sama seperti fasor aslinya.

b. Komponen urutan negatif

Komponen urutan negatif adalah tiga fasor yang sama besarnya,terpisah satu

dengan yang lainnya dalam beda phasa sebesar 120Β°, dan mempunyai urutan

fasa yang berlawanan arah dengan fasor aslinya.

c. Komponen urutan nol

Komponen urutan nol adalah tiga fasor yang sama besarnya dan dengan

pergeseran fasa nol antara fasor yang satu dengan yang lain.

30

Gambar 2.18 Tiga himpunan fasor seimbang yang merupakan komponen

simetris dari tiga fasor tak seimbang. [8]

Pemecahan masalah dengan menggunakan komponen simetris bahwa ketiga

fasa sistem dinyatakan sebagai a, b, dan c dengan cara demikian sehingga urutan fasa

tegangan dan arus dalam sistem adalah abc. Jadi,urutan fasa komponen urutan-positif

dari fasor tak seimbang itu adalah abc, sedangkan urutan fasa dari komponen-negatif

adalah acb,jika fasor aslinya adalah tegangan,maka tegangan tersebut dapat dinyatakan

dengan Va, Vb dan Vc. Ketiga himpunan komponen simetris dinyatakan dengan

subskrip tambahan 1 untuk komponen urutan-positif, 2 untuk komponen urutan-

negatif, dan 0 untuk komponen urutan nol. Komponen urutan-positif dari Va, Vb, dan

Vc adalah Va1, Vb1, dan Vc1, demikian pula komponen urutan-negatif adalah Va2, Vb2,

dan Vc2 , sedangkan komponen urutan-nol adalah Va0, Vb0, dan Vc0.

31

Komponen – komponen urutan ini dijumlahkan secara grafis maka diperoleh tiga fasor

tak seimbang, lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.19

Gambar 2.19 Penjumlahan secara grafis komponen-komponen pada gambar 2.18

untuk mendapatkan hasil tiga fasor tak seimbang. [8]

Komponen-komponen urutan positif pada Va,Vb dan Vc adalah Va1,Vb1 dan Vc1.

Komponen- komponen urutan negatifnya adalah Va2, Vb2 dan Vc2. Sedangkan

komponen-komponen urutan nolnya yaitu Va0 , Vb0 dan Vc0. Semua factor-faktor

yang tak seimbang adalah jumlah komponen-komponen aslinya dapat dinyatakan

sebagai berikut ini :

Tegangan fasa a,Va = Va1 + Va2 + Va0…………………………………..(2.13)

Tegangan fasa b,Vb = Vb1 + Vb2 + Vb0…………………………………..(2.14)

Tegangan fasa c,Vc = Vc1 + Vc2 + Vc0…………………………………..(2.15)

32

Pada komponen simetris ini symbol huruf a dipergunakan untuk menunjukkan operator

yang menimbulkan suatu perputaran sebesar 120Β° dengan arah yang berlawanan

dengan perputaran arah jarum jam. Operator semacam ini adalah merupakan bilangan

kompleks yang besarnya satu dan sudutnya 120Β° dan didefinisikan sebagai :

a = 1<120Β° atau a = -0,5 + j0,866

operator a dikenakan pada fasor dua kali berturut-turut, maka fasor tersebut akan

diputar dengan 360Β°, maka pergeserannya adalah :

a2 = 1<240Β° atau a = -0,5 – j0,866 dan a3 = 1<360Β° = 1<0Β° = 1

berikut gambar 2.23 fasor yang melukiskan berbagai pangkat dari a :

Gambar 2.20 Diagram fasor berbagai perangkat dari operator a[8]

2.9 Komponen Simetris Fasor Tak Simetris[8]

Hubungan – hubungan berikut dapat kita periksa kebenarannya dengan

berpedoman pada gambar 2.22 :

Vb1 = a2Va1 Vc1 = aVa1………….……………………………………..(2.16)

Vb2 = aVa2 Vc2 = a2Va2

Vb0 = Va0 Vc0 = Va0

33

Persamaan yang terdahulu sebenarnya dapat pula ditulis untuk setiap himpunan fasor

yang berhubungan, dan kita dapat pula menuliskannya untuk arus sebagai pengganti

tegangan. Persamaan tersebut dapat diselesaikan baik secara analitis maupun secara

grafis. Beberapa persamaan yang terdahulu sangat mendasar, berikut ringkasannya

untuk arus-arus :

Ia = I1 + I2 + I0…………………………………………………………………….(2.17)

Ib = a2I1 + aI2 + I0………………………………………………………………….(2.18)

Ic = aI1 + a2I2 + I0…………………………………………………………………..(2.19)

Ia1 = 1/3(Ia + aIb + a2Ic)…………………………………………………………..(2.20)

Ia2 = 1/3(Ia + a2Ib + aIc)……………………………………………………….....(2.21)

Ia0 = 1/3(Ia + Ib + Ic)……………………………………………………………...(2.22)

Dalam sistem tiga fasa jumlah arus saluran sama dengan arus In dalam jalur kembali

lewat netral. Dengan demikian,

IN = Ia + Ib + Ic……………………………………………………………………(2.23)

Dengan membandingkan persamaan (2.13) dan (2.21) diperoleh :

IN = 3 I0…………………………………………………………………………...(2.24)

Jika tidak ada jalur yang melalui netral dari sistem tiga fasa, In adalah nol, dan arus

saluran tidak mengandung komponen urutan nol. Suatu beban dengan hubungan -βˆ†

tidak menyediakan jalur ke netral, dan karena itu arus saluran yang mengalir ke beban

yang dihubungkan -βˆ† tidak dapat mengandung urutan nol.

34

2.10 Arus Netral[3]

Arus netral dalam sistem distribusi tenaga listrik dikenal sebagai arus yang

mengalir pada kawat netral di sistem distribusi tegangan rendah tiga fasa empat

kawat. Arus netral ini akan muncul jika :

β€’ Kondisi beban keadaan tidak seimbang

β€’ Karena adanya arus harmonisa akibat dari beban non linear yang

semakin berkembang digunakan saat ini.

Arus yang mengalir pada kawat netral yang merupakan arus balik untuk sistem

distribusi tiga fasa empat kawat adalah penjumlahan vektor dari ketiga arus fasa

dalam komponen simetris. Perhitungan arus netral dilakukan dengan

perbandingan arus netral maksimal dengan arus netral pengukuran di gardu.

Arus netral ini sangat berpengaruh pada sistem jika arus netralnya

berlebihan,dalam hal ini dapat mengakibatkan antara lain :

β€’ Terjadinya kegagalan pengawatan pada kawat netral

β€’ Timbulnya panas yang berlebihan pada transformator

β€’ Menurunya kualitas daya transformator

Dalam sistem distribusi tiga fasa empat kawat keadaan tegangan dan arus yang

simetris,tidak akan ada arus yang mengalir pada kawat netral.Oleh karena itu

ketiga fasanya simetris. Artinya kedua fasanya bergeser -120Β° dan 120Β° terhadap

fasa. Referensi, maka analisanya cukup dilakukan berdasarkan satu fasa. Namun

jika tegangan dan arus fasa tidak seimbang maka aka nada arus balik yang

35

melewati kawat netral karena ketiga fasanya tidak simeteris. Untuk

menganalisanya dapat digunakan metode komponen simetris.[5]

2.10.1 PENYEBAB TINGGINYA ARUS NETRAL[7]

a. Pengaruh Beban Tak Seimbang

Keadaan tidak seimbang adalah keadaan dimana salah satu atau kedua syarat

keadaan seimbang tidak terpenuhi. Keadaan tidak seimbang ada 3 yaitu :

1. Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120Β° satu sama lain.

2. Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120Β° satu sama lain.

3. Ketiga Vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 120Β° satu sama

lain.

b. Upaya Mengatasi Arus Netral Tinggi

Adapun upaya untuk mengatasi arus netral yang tinggi dapat melakukan

langkah-langkah yaitu :

1. Pemerataan Beban

2. Memperbaiki sambungan netral

3. Menurunkan Kapasitas trafo

Sebagaimana diketahui timbulnya arus netral pada pembebanan sekunder trafo

distribusi. Arus netral yang tinggi dapat muncul akibat dari pembebanan yang tak

seimbang. Perbedaan pembebanan antar fasa akan menimbulkan perbedaan sudut

tegangan dan arus yang akhirnya menimbulkan arus netral Beban non linear juga

memberikan andil terhadap tingginya arus netral. Hal ini terjadi pada beban non linear

akan masuk arus urutan nol yang memicu keluarnya arus netral.

36

2.11 Daya Pada Rangkaian Tiga Fasa[3]

Beban yang dihubungkan secara βˆ†,tegangan pada masing-masing

impedansinya adalah tegangan antar saluran, dan arus yang mengalir lewat masing-

masing impedansi sama dengan besarnya arus saluran dibagi√3, atau :

Vp = VL dan Ip=IL

√3………………………………………………………………..(2.25)

Daya tiga fasa total adalah

P=3 Vp IP Cosπœ‘ P…………………………………………………………………(2.26)

Dan dengan mensubstitusikan nilai Vp dan Ip dari persamaan (2.30) ke dalam

persamaan (2.31), diperoleh

P = √3 Vp Ip Cos πœ‘ p……………………………………………………………..(2.27)

A. Daya Semu

Daya semu merupakan daya listrik yang melalui suatu penghantar

transmisi atau distribusi. Daya ini merupakan hasil perkalian antara tegangan

dan arus yang melalui penghantar.

S = Daya semu

V = Tegangan antar saluran (Volt)

I = Arus saluran (ampere)

37

B. Daya Aktif

Daya aktif (daya nyata) merupakan daya listrik yang digunakan untuk

keperluan menggerakkan mesin-mesin listrik atau peralatan lainnya. Daya aktif

ini merupakan pembentukkan dari besar tegangan yang kemudian dikalikan

dengan besaran arus dan factor dayanya.

P = Daya nyata (watt)

V = Tegangan antar saluran (Volt)

I = Arus Saluran (ampere)

Cosπœ‘ = Faktor daya

C. Daya Reaktif

Daya reaktif merupakan selisih antara daya semu yang masuk pada

penghantar dengan daya aktif pada penghantar itu sendiri, dimana daya ini

terpakai untuk daya mekanik dan panas. Daya reaktif ini adalah hasil kali antara

besarnya arus dan tegangan yang dipengaruhi oleh factor daya.

Untuk 3 fasa :

Dimana :

Q = Daya reaktif (VAR)

V = Tegangan antar saluran (Volt)

I = Arus Saluran (ampere)

Sin πœ‘ = Faktor Daya (tergantung nilai πœ‘)

38

2.12 Faktor Daya[9]

Faktor daya adalah perbandingan antara daya aktif (watt) dengan daya

semu/daya total (Va), atau cosinus sudut antara daya aktif dan daya semu atau

daya total. Daya reaktif yang tinggi akan meningkatkan sudut ini dan sebagai

hasilnya factor daya akan menjadi lebih rendah. Faktor daya selalu lebih kecil atau

sama dengan satu. Secara Teoritis, jika seluruh beban daya yang dipasok oleh

perusahaan listrik memiliki factor daya satu, maka daya maksimum yang

ditransfer setara dengan kapasitas sistem pendistribusian. Beban yang terinduksi

dan jika factor daya berkisar dari 0,2 hingga 0,5 maka kapasitas jaringan distribusi

listrik menjadi tertekan. Jadi daya reaktif (VAR) harus serendah mungkin untuk

keluaran kW yang sama dalam rangka meminimalkan kebutuhan daya total (VA).

Faktor daya menggambarkan sudut fasa antara daya aktif dan daya semu.

Faktor daya yang rendah merugikan karena mengakibatkan arus beban

tinggi.perbaikan factor daya ini menggunakan kapasitor. Dalam sistem tenaga

listrik dikenal 2 jenis factor daya yaitu factor daya terbelakang (lagging) dan factor

daya mendahului (leading) yang ditentukan oleh jenis beban yang ada pada

sistem.

Faktor daya dibagi menjadi dua yaitu factor daya tertinggal (lagging) dan fakor

daya mendahului (leading) :

Dihalaman selanjutnya adalah penjelasan mengenai kedua factor daya tersebut :

39

a) Faktor daya tertinggal (lagging)

Faktor daya lagging menunjukan kondisi disaat beban bersifat induktif dan

memerlukan daya reaktif dari jaringan. Nilai cos πœ‘ pada kondisi lagging akan

bernilai positif. Kemudian pada gelombang sinus,arus (I) akan tertinggal

dengan tegangan (V) atau tegangan (V) akan mendahului arus (I) dengan sudut

πœ‘. Berikut adalah gelombang sinus pada factor daya lagging :

Gambar 2.21 Gelombang sinus pada factor daya lagging[9]

b) Faktor Daya mendahului (Leading)

Faktor Daya leading menunjukkan kondisi di saat beban bersifat kapasitif dan

memberikan daya reaktif ke jaringan. Nilai cos πœ‘ pada kondisi leading akan

bernilai negative. Kemudian pada gelombang sinus, Arus (I) akan mendahului

tegangan (V) atau tegangan (V) akan tertinggal terhadap arus (I) sebesar sudut

πœ‘

Gambar 2.22 Gelombang sinus pada factor daya leading[9]

40

2.13 Segitiga Daya[9]

factor daya (cos πœ‘) adalah perbandingan antara daya aktif (P) dan daya semu

(S) dari pengertian tersebut,factor daya tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

Faktor daya = (Daya Aktif / Daya semu)

= (P / S)

= (V.I. Cos Ο† / V.I)

= Cos Ο†

Gambar 2.23 Segitiga daya[9]

Daya Semu = V.I (VA) …………………………………………………………..(2.28)

Daya Aktif = V.I Cos Ο† (Watt)…………………….……...………………………(2.29)

Daya Reaktif = V.I Sin Ο† (VAr)…………………………………………………..(2.30)