BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

15
5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggali informasi dari penelitian penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagai bahan informasi untuk penyusunan skripsi ini. Selain itu penulis juga menggali informasi dari buku buku hingga skripsi yang telah ditulis oleh penulis penulis lain dengan judul yang berkaitan dengan penelitian sebelumnya untuk memperoleh landasan teori ilmiah. Hasil dari penelitian - penelitian sebelumnya menjadi data pedoman dalam penyusunan skripsi ini. Arham Brahmawan, Miftadi Sudjai, IR., MSC, dan Linda Meilani, ST., MT meneliti dengan judul “Analisis Kinerja Penerapan OFDM pada Link Transponder Satelit Menggunakan Frekuensi Ku-BAND” meneliti tentang penerapan teknologi OFDM pada transponder satelit menggunakan Ku Band untuk menjaga kinerja sistem yang disebabkan karakteristik dari transponder yang bekerja pada titik nonlinier yang berefek pada distorsi sinyal. Selain itu pada penelitian tersebut menyebutkan terdapat permasalah lain yaitu PAPR yang tinggi diakibatkan menggunakan teknologi OFDM. Pada penelitian tersebut metode untuk menurunkan nilai PAPR yang tinggi menggunakan clipping. Hasil dari penelitian ini adalah penerapan sistem OFDM pada transponder satelit dapat diterapkan dengan cara menaikkan level BO pada perangkat HPA dan untuk PAPR metode clipping dapat menurunkan PAPR dengan besarnya bergantung dari level clipping [2]. Chaeriah Bin Ali Wael, Winy Desvasari, R. Priyo Hartono Adji meneliti dengan judul “Teknik Reduksi PAPR pada Sistem OFDM dengan Partial Transmit Sequence (PTS) dan Selective Mapping (SLM)” meneliti tentang mengatasi permasalahan PAPR pada sistem OFDM dengan metode SLM dan PTS. Penelitian ini menggunakan SLM dan PTS karena teknik teknik tersebut terkenal efektif dalam menurunkan nilai PAPR, walaupun dari sisi yang lainnya memiliki kekurangan seperti membutuhkan side information (SI) dan memiliki kompleksitas komputasi yang tinggi. Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa

Transcript of BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

Page 1: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

5

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggali informasi dari penelitian –

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagai bahan informasi untuk

penyusunan skripsi ini. Selain itu penulis juga menggali informasi dari buku –

buku hingga skripsi yang telah ditulis oleh penulis – penulis lain dengan judul

yang berkaitan dengan penelitian sebelumnya untuk memperoleh landasan teori

ilmiah. Hasil dari penelitian - penelitian sebelumnya menjadi data pedoman

dalam penyusunan skripsi ini.

Arham Brahmawan, Miftadi Sudjai, IR., MSC, dan Linda Meilani, ST.,

MT meneliti dengan judul “Analisis Kinerja Penerapan OFDM pada Link

Transponder Satelit Menggunakan Frekuensi Ku-BAND” meneliti tentang

penerapan teknologi OFDM pada transponder satelit menggunakan Ku Band

untuk menjaga kinerja sistem yang disebabkan karakteristik dari transponder

yang bekerja pada titik nonlinier yang berefek pada distorsi sinyal. Selain itu

pada penelitian tersebut menyebutkan terdapat permasalah lain yaitu PAPR yang

tinggi diakibatkan menggunakan teknologi OFDM. Pada penelitian tersebut

metode untuk menurunkan nilai PAPR yang tinggi menggunakan clipping. Hasil

dari penelitian ini adalah penerapan sistem OFDM pada transponder satelit dapat

diterapkan dengan cara menaikkan level BO pada perangkat HPA dan untuk

PAPR metode clipping dapat menurunkan PAPR dengan besarnya bergantung

dari level clipping [2].

Chaeriah Bin Ali Wael, Winy Desvasari, R. Priyo Hartono Adji meneliti

dengan judul “Teknik Reduksi PAPR pada Sistem OFDM dengan Partial

Transmit Sequence (PTS) dan Selective Mapping (SLM)” meneliti tentang

mengatasi permasalahan PAPR pada sistem OFDM dengan metode SLM dan

PTS. Penelitian ini menggunakan SLM dan PTS karena teknik – teknik tersebut

terkenal efektif dalam menurunkan nilai PAPR, walaupun dari sisi yang lainnya

memiliki kekurangan seperti membutuhkan side information (SI) dan memiliki

kompleksitas komputasi yang tinggi. Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa

Page 2: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

6

dengan jumlah subblok yang sama teknik SLM memiliki performansi yang lebih

baik untuk menurunkan nilai PAPR dibandingkan dengan teknik PTS [3].

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Sistem Komunikasi Satelit

Dalam sistem komunikasi satelit terdiri dari dua bagian utama yaitu

bagian ruas bumi (ground segment) dan ruas angkasa (space segment). Ruas

angkasa yaitu satelit yang berada di orbit bumi dan untuk ruas bumi merupakan

stasiun – stasiun bumi yang berada di bumi.

Gambar 2. 1 Arsitektur Komunikasi Satelit [4]

Sistem komunikasi satelit menggunakan satelit sebagai repeater yang

menguatkan sinyal dan meneruskan sinyal tersebut dari stasiun bumi asal (uplink)

ke stasiun bumi tujuan (uplink). Frekuensi pada uplink dan downlink

menggunakan frekuensi yang berbeda, hal ini disebabkan agar menghindari

interferensi.

2.2.2 Transponder Satelit

Dalam komunikasi satelit jarak antara stasiun bumi dengan satelit

sangatlah jauh sehingga level daya pada sinyal yang diemisikan oleh stasiun bumi

saat sampai ke satelit sangat rendah. Satelit akan menambahkan level daya sinyal

agar sinyal dapat dideteksi atau ditangkap oleh stasiun bumi. Perangkat yang

berperan untuk menangkap, menguatkan, dan mentransmisikan kembali pada

satelit adalah transponder. Transponder merupakan penyedia kanal komunikasi

Page 3: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

7

dalam satelit. Transponder berfungsi untuk menguatkan sinyal, memisahkan

sinyal RF yang berdekatan, dan mengalihkan frekuensi.

Frekuensi yang digunakan uplink dan frekuensi yang digunakan untuk

downlink berbeda hal ini agar meminimalkan interferensi antara sinyal pemancar

dan penerima. Downlink biasanya menggunakan frekuensi yang lebih rendah

daripada uplink hal ini karena daya yang dimiliki satelit sangatlah terbatas dan

dengan frekuensi yang lebih rendah redaman yang didapat juga lebih rendah.

Gambar 2.2 Blok diagram transponder [5]

Bagian yang ada pada transponder satelit adalah Amplifier, Band pass

Filter (BPF), dan Frequency downconverter. Pada saat sinyal uplink diterima

antena penerima pada satelit sinyal akan diubah dari frekuensi uplink menjadi

frekuensi downlink dengan menggunakan frequency downconverter. Lalu, sinyal

akan difilter dalam range tertentu dan sinyal akan dikuatkan pada tingkat tertentu

agar antena penerima pada stasiun bumi dapat ditangkap dengan menggunakan

amplifier.

2.2.3 Karakteristik Transponder

Transponder satelit berfungsi baik untuk sebagai repeater juga sebagai

amplifier. Komunikasi satelit sangat memperhatikan penggunaan daya karena

satelit memiliki keterbatasan dalam hal daya dan bandwidth. Performa dari suatu

satelit sebagai repeater dalam komunikasi satelit bergantung pada transponder, di

mana level sinyal yang dapat ditransmisikan agar sampai ke stasiun bumi

bergantung pada daya yang digunakan untuk peralatan komunikasi [6].

Page 4: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

8

Transponder yang digunakan pada frekuensi 14/11Ghz, biasanya

menggunakan dua buah frekuensi, hal ini disebabkan karena lebih mudah dalam

membuat filter, amplifier, dan equalizers pada intermediate frekuensi (IF) seperti

1100Mhz jika dibandingkan pada frekuensi 14Ghz atau 11Ghz. Jadi sinyal pada

frekuensi 14Ghz yang diterima akan di turunkan terlebih dahulu menjadi IF yaitu

sekitar 1Ghz setalah itu baru proses penguatan dan filterisasi dilakukan pada

frekuensi 1Ghz. Setelah itu barulah diubah menjadi 11Ghz untuk di transmisikan.

Berikut konfigurasi komunikasi satelit secara umum.

Gambar 2.3 Konfigurasi sistem komunikasi satelit [5]

2.2.4 Band Frekuensi Komunikasi Satelit

Pada komunikasi satelit, frekuensi merupakan sumber daya yang sangat

terbatas maka dibutuhkan pengalokasi spektrum frekuensi agar tidak terjadi

tumpang tindih frekuensi antara pengguna frekuensi yang lainnya.

Gambar 2.4 Alokasi frekuensi untuk komunikasi satelit[7]

Berdasarkan gambar diatasi penggunaan frekuensi Ku-band memiliki

rentang frekuensi 12 - 18 Ghz. Penggunaan frekuensi Ku - band dialokasikan

untuk layanan FSS (Fixed Satellite Service) yang diterapkan pada jaringan besar

dalam jarak internasional dan domestik. Layanan yang disediakan oleh frekuensi

Page 5: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

9

Ku band berupa seperti penyiaran televisi atau Direct Broadcast Television selain

itu Ku - band juga digunakan untuk telepon dan layanan komunikasi bisnis.

Namun, penggunaan frekuensi Ku band memiliki kelemahan yaitu sangat sensitif

dengan cuaca dikarenakan semakin tinggi rentang frekuensi yang digunakan

maka akan semakin besar efek dari redaman hujan. Hujan yang besar dapat

mengganggu proses pengiriman sinyal untuk satelit pada Ku - band karena Ku

band bekerja pada frekuensi di atas 10 GHz dimana pada saat penggunaan

frekuensi diatas 10 GHz redaman hujan menjadi faktor yang paling dominan

berpengaruh terhadap kualitas sinyal [8].

Pada komunikasi satelit terdapat beberapa redaman yang terjadi yaitu:

2.2.4.1 Redaman Ruang Bebas ( Free Space Loss)

Redaman ruang bebas merupakan peristiwa hilangnya daya pancar di

ruang bebas yang disebabkan oleh penyebaran daya, sehingga daya yang diterima

pada receiver tidak dapat diterima secara keseluruahan. Besarnya redaman ruang

bebas dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut [2] :

(2.1)

Dimana,

Lfs = redaman ruang bebas (dB)

d = jarak antara transmitter dan receiver (Km)

f = frekuensi kerja (GHz)

2.2.4.2 Redaman Hujan

Redaman hujan sangat berefek pada kualitas sinyal yang frekuensinya

bekerja di atas 10 GHz. Redaman hujan merupakan fungsi dari rain - rate

(intensitas hujan). Rain - rate didefinisikan sebagai laju rata - rata dimana

bertambahnya air hujan pada rain - gauge yang terletak di permukaan bumi pada

suatu tempat dalam satuan mm/jam. Dalam perhitungan redaman hujan, harus

mengetahui besar curah hujan di daerah yang menjalin komunikasi satelit. Curah

hujan digunakan untuk mengukur air hujan yang terakumulasi di suatu daerah.

Persentasi jumlah curah hujan biasanya diakumulasikan dalam 1 tahun. Secara

umum attenuasi spesifik ⁄ dapat ditulis dengan persamaan sebagai

berikut ini [8]:

⁄ (2.2)

Page 6: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

10

Dimana

R = Curah Hujan

k dan α = koefisiensi polarisasi horizontal dan vertikal

Nilai dan bergantung pada frekuensi dan jenis polarisasi. Untuk nilai

dan dapat dilihat dari tabel sebagai berikut [9]:

Tabel 2. 1 Koefisien redaman spesifik

Frequency

(GHz)

kH H kV V

1 0,0000259 0,9691 0,0000308 0,8592

2 0,0000847 1,0664 0,0000998 0,9490

4 0,0001071 1,6009 0,0002461 1,2476

8 0,004115 1,3905 0,003450 1,3797

10 0,01217 1,2571 0,01129 1,2156

12 0,02386 1,1825 0,02455 1,1216

13 0,03041 1,1586 0,03266 1,0901

14 0,03738 1,1396 0,04126 1,0646

15 0,04481 1,1233 0,05008 1,0440

16 0,05282 1,1086 0,05899 1,0273

17 0,06146 1,0949 0,06797 1,0137

18 0,07078 1,0818 0,07708 1,0025

h dan v menunjukkan penggunaan polarisasi horisontal dan vertikal.

2.2.4.3 Redaman Atmosfer

Selain redaman hujan, redaman atmosfer juga memberikan dampak

terhadap penurunan kualitas sinyal dalam komunikasi satelit yang frekuensi

beroperasi di atas 10 GHz, walaupun tidak sebesar redaman hujan. Redaman

atmosfer terjadi diakibatkan karena adanya penyerapan energi yang diakibatkan

oleh gas – gas yang berada di lapisan tersebut.

Page 7: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

11

Gambar 2. 5 Besar redaman atmosfer [10]

Berdasarkan gambar 2.4 frekuensi Ku – band yang bekerja pada frekuensi

14 – 12 Ghz memiliki besar redaman atmosfer di bawah 0,05 sehingga redaman

atmosfer dapat di abaikan.

2.2.5 OFDM

OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) merupakan teknik

transmisi yang menggunakan beberapa buah frekuensi yang saling tegak lurus

(orthogonal). OFDM dapat didefinisikan sebagai transmisi multicarrier.

Multicarrier merupakan pengiriman data dengan cara membagi aliran data

menjadi beberapa aliran bit paralel dan memodulasikan data tersebut menjadi

carrier atau subcarrier tersendiri. Teknik OFDM merupakan perkembangan dari

teknik FDM (Frequency Division Multiplexing) dimana pada teknik FDM kanal

satu dengan kanal yang lain terpisah dan sedangkan untuk OFDM antar

subcarrier saling overlapping dan antar subcarrier saling orthogonal agar tidak

saling interference [11].

Gambar 2. 6 Perbandingan Spektrum (a) Spektrum FDM (b) Spektrum

OFDM [1]

Page 8: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

12

Berdasarkan gambar diatas teknik Frequency Division Multiplexing

(FDM) sinyal frekuensi yang telah dipisah menjadi beberapa channel yang

disebut subchannel. Pada masing - masing subchannel tersebut tidak saling

overlap dan antar subchannel memiliki jarak simbol pemisah agar tidak terjadi

interferensi. Penggunaan teknik tersebut tidak efisien dalam hal penggunaan

frekuensi sedangkan untuk teknik Orthogonal Frequency Division Multiplexing

(OFDM) yang merupakan teknik modulasi multicarrier dimana antar subccarrier

saling overlap sehingga penggunaan spektrum frekuensi lebih hemat

dibandingkan dengan teknik FDM. Pada masing - masing subcarrier harus

orthogonal antara subcarrier. Orthogonalitas pada OFDM yang membuat antara

subcarrier satu dengan subcarrier yang lainnya dapat saling tumpang tindih hal

ini memiliki hubungan matematis antara frekuensi carrier yang digunakan pada

sistem yaitu fungsi cross correlation antar frekuensi carrier bernilai nol.

Cara kerja dari OFDM yaitu deretan data yang akan dikirim yang awalnya

serial dikonversi ke dalam parallel, maka bit rate awal adalah R. Setelah dalam

bentuk paralel menjadi R/M dimana M merupakan jumlah paralel (jumlah sub-

carrier). Setelah itu, pada setiap subcarrier dimodulasikan. Setelah sinyal telah

termodulasi selanjutnya pembuatan sinyal OFDM dengan cara mengaplikasikan

Inverse Discrete Fourier Transform (IDFT). Namun dalam implementasi IDFT

membutuhkan kompleksitas yang tinggi sehingga dalam penelitian ini untuk

mengurangi kompleksitas dan mempercepat proses komputasi digunakan Invers

Fast Fourier Transform (IFFT).

Gambar 2. 7 Pemodelan sistem OFDM [12]

Page 9: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

13

2.2.6 Model Matematis OFDM

Secara matematis, sinyal OFDM menggambarkan perjumlahan subcarrier

termodulasi dari phase shift keying (PSK) atau quadrature amplitude modulation

(QAM). untuk dk simbol kompleks hasil dari mapping ke-k, Ns adalah jumlah

subcarrier, dan Ts adalah periode simbol, persamaan sinyal OFDM dalam bentuk

baseband kompleks dapat dituliskan sebagai berikut [13] :

(2.3)

Dimana :

X(t) = Simbol OFDM

T = Periode Simbol OFDM

N = Jumlah subcarrier

f = Frekuensi awal subcarrier

Bc = Spasi antar subcarrier

S(i) = Simbol mapper pada subcarrier ke-i

2.2.7 Orthogonalitas

Orthogonalitas merupakan perkalian antara dua sinyal yang berbeda dan

diintegrasikan selama periode simbol hasilnya nol. Orthogonalitas OFDM

didapatkan dengan mendistribusikan sinyal informasi yang terpisah oleh sub-

carrier yang berbeda. Dengan demikian, sinyal OFDM terdiri dari sejumlah

sinusoid, yang masing – masing sesuai dengan sub – carrier.

2.2.8 QPSK

QPSK (Quadrature Phase Shift Keying) merupakan salah satu teknik

modulasi digital. Modulasi QPSK menumpangkan sinyal informasi ke sinyal

carrier/pembawa berdasarkan pergeseran phase. Sinyal QPSK dinyatakan dalam

empat buah simbol dengan fasa yang berbeda – beda. Pada masing – masing

simbol memliki perbedaan fasa sebesar 90°. Pada QPSK m = 22

= 4 artinya satu

simbol dalam QPSK terdiri dari 2 bit yaitu 00,01,10,11 sehingga jumlah simbol

pada QPSK adalah 4. Sinyal QPSK dapat di representasikan dangan persamaan

sebagai berikut [14] :

[

] √

[

] (2.4)

TteistX tkBcfjN

k

0,).()( )(21

0

Page 10: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

14

i = 1,2,3,4

Dimana :

Si (t) = sinyal QPSK

Es = energi sinyal yang ditransmisikan per simbol

Ts = durasi simbol

fc = frekuensi carrier

Gambar 2. 8 Konstelasi sinyal modulasi QPSK[15]

2.2.9 PAPR

PAPR adalah perbandingan antara daya puncak dengan daya rata – rata

sinyal. Dalam sistem OFDM penjumlahan dari sejumlah subcarrier yang

menimbulkan terjadinya PAPR. Pada sistem OFDM terdapat proses IDFT/IFFT

dimana hasil dari superposisi dari dua atau lebih subbcarrier dapat menghasilkan

variasi daya yang memiliki nilai peak yang besar. Hal tersebut dikarenakan

modulasi pada setiap subcarrier dengan frekuensi yang berbeda sehingga jika ada

beberapa subcarrier yang mempunyai fasa yang koheren maka akan muncul

amplitudo dengan level yang jauh lebih besar dari daya sinyalnya. Nilai PAPR

yang besar pada OFDM membutuhkan amplifier dengan dynamic range yang

lebar untuk mengakomodasi amplitudo sinyal. Jika hal tersebut tidak teratasi

maka akan terjadi distorsi sinyal linier yang membuat subcarrier tidak lagi

orthogonal dan mengakibatkan kinerja performa OFDM menurun [16]. Rumus

matematis dari PAPR pada sinyal OFDM sebagai berikut:

Page 11: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

15

]|)([|

|)(|maxlog10

2

2

10txE

tx

P

PPAPR

Avg

Max (2.5)

Dimana :

x(t) = sinyal OFDM setelah IFFT

Max[|x(t)|] = puncak sinyal OFDM

E[|x(t)|] = rata – rata sinyal OFDM

PAPR dideskripsikan secara statistik dengan menggunakan

Complementary Cumulative Distribution Function (CCDF). CCDF menyatakan

probabilitas bahwa PAPR dari simbol OFDM melebihi ambang batas yang telah

diberikan PAPR. CCDF dinyatakan sebagai berikut [17]:

NPAPRCCDF )exp1(1 (2.6)

Dimana :

PAPR = Peak Average to Ratio

N = jumlah subcarrier yang digunakan.

2.2.10 Selective Mapping

Selective mapping merupakan metode pengacakan sinyal untuk

menurunkan nilai dari PAPR. Teknik selected mapping (SLM) memanfaatkan

sifat PAPR sinyal OFDM yang sangat sensitif terhadap pergeseran fasa data

dalam domain frekuensi. Penurunan nilai PAPR didapat dengan mengalikan

deretan faktor fasa dengan deretan data informasi, kemudian nilai PAPR dihitung

dari masing – masing hasil perkalian tadi. Hasil perkalian tersebut di seleksi

hingga mendapat nilai PAPR yang terendah yang kemudian PAPR tersebut

digunakan untuk ditransmisikan.

Gambar 2. 9 Blog Diagram Selective Mapping [3]

Page 12: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

16

Pada gambar diatas keluaran mapper menjadi N blok, dimana N

merupakan jumlah subcarrier. Pada setiap blok akan mengalikan dengan sekuens

fasa (Bm) dengan nilai sekuens fasa. Rumus matematisnya sebagai berikut [3]:

)()(

kj

mmekB

,1,...,1,0

,...,2,1

Nk

Mm (2.7)

Dimana :

M = beda deretan fasa

N = jumlah subcarrier

)(kBm = nilai sekuens fasa blok ke - m sampel ke - k

)(km = nilai fasa random (random phase) pada blok ke - m sampel ke k.

Untuk mempermudah proses simulasi, nilai )1()( kBm. sehingga sinyal

OFDM yang telah terotasi dapat dinyatakan sebagai berikut [3]:

)()()( kBkXkX mm 1,...,1,0

,...,2,1

Nk

Mm (2.8)

Dimana :

)(kX m = elemen sinyal OFDM yang telah terotasi

= perkalian titik tiap elemen vektor

Untuk memperoleh sinyal dalam domain waktu lakukan IFFT. Secara

metematis simbol ke - n dari alternatif sinyal OFDM ke - m dapat dirumuskan

sebagai berikut [3]:

10

,)(1

)(1

0

2

Nn

ekXN

nXN

k

nN

kj

mm

(2.9)

Dimana :

Xm = sinyal alternatif OFDM

Lalu hitung PAPR tiap alternatif sinyal OFDM. Setelah nilai PAPR dari

setiap alternatif sinyal OFDM didapat sinyal dipilih dengan nilai PAPR yang

paling minimum diantara alternatif sinyal OFDM. Pada sisi penerima, untuk

memperoleh kembali simbol asli yang dikirimkan maka dilakukan proses inverse

SLM. Proses ini membutuhkan sekuens fasa yang digunakan pada sisi pengirim.

Umumnya informasi tentang sekuens fasa yang dikenal sebagai side information

Page 13: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

17

disisipkan pada sinyal OFDM yang akan dikirimkan sehingga berpengaruh

kepada penurunan data rate simbol OFDM yang terkirim.

2.2.11 Kanal AWGN

Kanal transmisi selalu mendapat penambahan noise yang timbul akibat

dari akumulasi noise termal (noise yang terjadi karena pengaruh suhu) dari

transmitter, kanal transmisi, dan receiver. Noise yang terdapat pada sinyal di sisi

penerima dapat digunakan pendekatan model matematis yaitu statistik AWGN.

noise AWGN adalah gangguan yang bersifat additive terhadap sinyal transmisi.

Gambar 2. 10 Pemodelan kanal AWGN[2]

Berdasarkan gambar 2.11 di dapat persamaan matematis kanal AWGN

sebagai berikut [15]:

)()()( tntstr m Tt 0 (2.10)

Dimana:

r(t) = sinyal yang diterima

Sm (t) = sinyal dari pemancar

n(t) = noise kanal

2.2.12 High Power Amplifier

Power Amplifier (PA) merupakan alat yang digunakan untuk memperkuat

sinyal untuk mendapatkan level sinyal yang tinggi agar dapat ditransmisi melalui

media propagasi. Power Amplifier memiliki output setara dengan input yang

diberikan lalu dikalikan dengan gain factor. Namun kenyataannya, PA memiliki

daerah linier yang terbatas di luar daerah saturasi dari level output maksimum

seperti gambar berikut 2.11.

Berdasarkan gambar 2.11 jika daya input di naikkan, maka transponder

akan masuk ke dalam keadaan saturasi. Daerah saturasi merupakan daerah

Page 14: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

18

penguatan nonlinier dimana ketika daya masukan diperbesar tetapi daya keluaran

tidak ikut membesar. PA dapat melakukan pengiriman single carrier dan multi

carrier, untuk penggunaan single carrier yang bekerja pada daerah non linier

tidak menimbulkan dampak yang berarti namun, penggunaan multicarrier

menyebabkan penggunaan daerah nonlinier menimbulkan intermodulasi. Untuk

mengatasi masalah tersebut titik operasi harus bergeser ke daerah linier untuk

mempertahankan penguatan yang linier. Pergeseran ini menyebabkan input

power rata - rata berkurang dan konsekuensinya PA akan membutuhkan suatu

input power backoff (IBO) untuk menjaga peak power dari sinyal input lebih

kecil atau sama dengan input saturasi.

Gambar 2. 11 Karakteristik High Power Amplifier[18]

Konversi dari Amplitudo masukan menjadi amplitudo keluaran pada

sebuah penguat daya disebut amplituda modulation to amplituda modulation

(AM/AM) yang dinyatakan G . Fasa dari sinyal keluaran suatu penguat daya

tergantung dari amplituda masukan, sehingga terdapat pula konversi dari

amplituda masukan terhadap fase keluaran yang disebut amplituda modulation to

phase modulation (AM/PM) dan dinyatakan , beberapa jenis fungsi G dan

diajukan oleh Saleh, Rapp, dan Ghorbain [19]. model Saleh sering digunakan

untuk pemodelan TWTA sedangkan model Rapp dan Ghorbain digunakan untuk

pemodelan SSPA. Pada penelitian ini hanya membahas mengenai SSPA model

RAPP saja,

Fungsi AM/AM dan AM/PM untuk model Rapp diberikan oleh

persamaan sebagai berikut :

PP

SATA

A

AgGA

2

1

2

0

))(1(

(2.11)

Page 15: BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

19

0A

Dimana :

GA = konversi AM/AM (dB)

ΦA = konversi AM/PM (°)

g0 = Penguatan daya (amplifier gain)

Asat = Tingkat saturasi sinyal masukan

P = Tingkat kehalusan transisi dari daerah linier ke daerah batas saturasi

Konversi AM/PM dianggap kecil sehingga dapat diabaikan. Untuk

amplifier kelas A, dengan beban terkopel dengan transformator, pada model

SSPA ditentukan dengan P=10 sehingga kondisi liniernya cukup bagus. Besarnya

efisiensi maksimum untuk amplifier kelas A yaitu 50%. untuk sinyal dengan

PAPR yang besar maka terjadi penuruanan efisiensi yang ditentukan sebagai

berukut:

DC

aveout

P

P , (2.12)

PAPRclassA

%50

(2.13)

Dimana :

= efisiensi amplifier

Untuk menghindari efek nonlinier yang tidak diinginkan, sinyal dengan

daya puncak besar harus dikirimkan pada daerah linier HPA dengan menurunkan

daya rata - rata sinyal masukan. Daerah linier tersebut disebut input backoff

(IBO) dan hasil keluarannya disebut output backoff (OBO). IBO didefinisikan

sebagai

2

2

||log10

AE

AIBO sat (2.14)

Dimana :

2|| AE = daya masukan rata - rata terhadap perangkat nonlinier.