BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka
Transcript of BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggali informasi dari penelitian –
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagai bahan informasi untuk
penyusunan skripsi ini. Selain itu penulis juga menggali informasi dari buku –
buku hingga skripsi yang telah ditulis oleh penulis – penulis lain dengan judul
yang berkaitan dengan penelitian sebelumnya untuk memperoleh landasan teori
ilmiah. Hasil dari penelitian - penelitian sebelumnya menjadi data pedoman
dalam penyusunan skripsi ini.
Arham Brahmawan, Miftadi Sudjai, IR., MSC, dan Linda Meilani, ST.,
MT meneliti dengan judul “Analisis Kinerja Penerapan OFDM pada Link
Transponder Satelit Menggunakan Frekuensi Ku-BAND” meneliti tentang
penerapan teknologi OFDM pada transponder satelit menggunakan Ku Band
untuk menjaga kinerja sistem yang disebabkan karakteristik dari transponder
yang bekerja pada titik nonlinier yang berefek pada distorsi sinyal. Selain itu
pada penelitian tersebut menyebutkan terdapat permasalah lain yaitu PAPR yang
tinggi diakibatkan menggunakan teknologi OFDM. Pada penelitian tersebut
metode untuk menurunkan nilai PAPR yang tinggi menggunakan clipping. Hasil
dari penelitian ini adalah penerapan sistem OFDM pada transponder satelit dapat
diterapkan dengan cara menaikkan level BO pada perangkat HPA dan untuk
PAPR metode clipping dapat menurunkan PAPR dengan besarnya bergantung
dari level clipping [2].
Chaeriah Bin Ali Wael, Winy Desvasari, R. Priyo Hartono Adji meneliti
dengan judul “Teknik Reduksi PAPR pada Sistem OFDM dengan Partial
Transmit Sequence (PTS) dan Selective Mapping (SLM)” meneliti tentang
mengatasi permasalahan PAPR pada sistem OFDM dengan metode SLM dan
PTS. Penelitian ini menggunakan SLM dan PTS karena teknik – teknik tersebut
terkenal efektif dalam menurunkan nilai PAPR, walaupun dari sisi yang lainnya
memiliki kekurangan seperti membutuhkan side information (SI) dan memiliki
kompleksitas komputasi yang tinggi. Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa
6
dengan jumlah subblok yang sama teknik SLM memiliki performansi yang lebih
baik untuk menurunkan nilai PAPR dibandingkan dengan teknik PTS [3].
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Sistem Komunikasi Satelit
Dalam sistem komunikasi satelit terdiri dari dua bagian utama yaitu
bagian ruas bumi (ground segment) dan ruas angkasa (space segment). Ruas
angkasa yaitu satelit yang berada di orbit bumi dan untuk ruas bumi merupakan
stasiun – stasiun bumi yang berada di bumi.
Gambar 2. 1 Arsitektur Komunikasi Satelit [4]
Sistem komunikasi satelit menggunakan satelit sebagai repeater yang
menguatkan sinyal dan meneruskan sinyal tersebut dari stasiun bumi asal (uplink)
ke stasiun bumi tujuan (uplink). Frekuensi pada uplink dan downlink
menggunakan frekuensi yang berbeda, hal ini disebabkan agar menghindari
interferensi.
2.2.2 Transponder Satelit
Dalam komunikasi satelit jarak antara stasiun bumi dengan satelit
sangatlah jauh sehingga level daya pada sinyal yang diemisikan oleh stasiun bumi
saat sampai ke satelit sangat rendah. Satelit akan menambahkan level daya sinyal
agar sinyal dapat dideteksi atau ditangkap oleh stasiun bumi. Perangkat yang
berperan untuk menangkap, menguatkan, dan mentransmisikan kembali pada
satelit adalah transponder. Transponder merupakan penyedia kanal komunikasi
7
dalam satelit. Transponder berfungsi untuk menguatkan sinyal, memisahkan
sinyal RF yang berdekatan, dan mengalihkan frekuensi.
Frekuensi yang digunakan uplink dan frekuensi yang digunakan untuk
downlink berbeda hal ini agar meminimalkan interferensi antara sinyal pemancar
dan penerima. Downlink biasanya menggunakan frekuensi yang lebih rendah
daripada uplink hal ini karena daya yang dimiliki satelit sangatlah terbatas dan
dengan frekuensi yang lebih rendah redaman yang didapat juga lebih rendah.
Gambar 2.2 Blok diagram transponder [5]
Bagian yang ada pada transponder satelit adalah Amplifier, Band pass
Filter (BPF), dan Frequency downconverter. Pada saat sinyal uplink diterima
antena penerima pada satelit sinyal akan diubah dari frekuensi uplink menjadi
frekuensi downlink dengan menggunakan frequency downconverter. Lalu, sinyal
akan difilter dalam range tertentu dan sinyal akan dikuatkan pada tingkat tertentu
agar antena penerima pada stasiun bumi dapat ditangkap dengan menggunakan
amplifier.
2.2.3 Karakteristik Transponder
Transponder satelit berfungsi baik untuk sebagai repeater juga sebagai
amplifier. Komunikasi satelit sangat memperhatikan penggunaan daya karena
satelit memiliki keterbatasan dalam hal daya dan bandwidth. Performa dari suatu
satelit sebagai repeater dalam komunikasi satelit bergantung pada transponder, di
mana level sinyal yang dapat ditransmisikan agar sampai ke stasiun bumi
bergantung pada daya yang digunakan untuk peralatan komunikasi [6].
8
Transponder yang digunakan pada frekuensi 14/11Ghz, biasanya
menggunakan dua buah frekuensi, hal ini disebabkan karena lebih mudah dalam
membuat filter, amplifier, dan equalizers pada intermediate frekuensi (IF) seperti
1100Mhz jika dibandingkan pada frekuensi 14Ghz atau 11Ghz. Jadi sinyal pada
frekuensi 14Ghz yang diterima akan di turunkan terlebih dahulu menjadi IF yaitu
sekitar 1Ghz setalah itu baru proses penguatan dan filterisasi dilakukan pada
frekuensi 1Ghz. Setelah itu barulah diubah menjadi 11Ghz untuk di transmisikan.
Berikut konfigurasi komunikasi satelit secara umum.
Gambar 2.3 Konfigurasi sistem komunikasi satelit [5]
2.2.4 Band Frekuensi Komunikasi Satelit
Pada komunikasi satelit, frekuensi merupakan sumber daya yang sangat
terbatas maka dibutuhkan pengalokasi spektrum frekuensi agar tidak terjadi
tumpang tindih frekuensi antara pengguna frekuensi yang lainnya.
Gambar 2.4 Alokasi frekuensi untuk komunikasi satelit[7]
Berdasarkan gambar diatasi penggunaan frekuensi Ku-band memiliki
rentang frekuensi 12 - 18 Ghz. Penggunaan frekuensi Ku - band dialokasikan
untuk layanan FSS (Fixed Satellite Service) yang diterapkan pada jaringan besar
dalam jarak internasional dan domestik. Layanan yang disediakan oleh frekuensi
9
Ku band berupa seperti penyiaran televisi atau Direct Broadcast Television selain
itu Ku - band juga digunakan untuk telepon dan layanan komunikasi bisnis.
Namun, penggunaan frekuensi Ku band memiliki kelemahan yaitu sangat sensitif
dengan cuaca dikarenakan semakin tinggi rentang frekuensi yang digunakan
maka akan semakin besar efek dari redaman hujan. Hujan yang besar dapat
mengganggu proses pengiriman sinyal untuk satelit pada Ku - band karena Ku
band bekerja pada frekuensi di atas 10 GHz dimana pada saat penggunaan
frekuensi diatas 10 GHz redaman hujan menjadi faktor yang paling dominan
berpengaruh terhadap kualitas sinyal [8].
Pada komunikasi satelit terdapat beberapa redaman yang terjadi yaitu:
2.2.4.1 Redaman Ruang Bebas ( Free Space Loss)
Redaman ruang bebas merupakan peristiwa hilangnya daya pancar di
ruang bebas yang disebabkan oleh penyebaran daya, sehingga daya yang diterima
pada receiver tidak dapat diterima secara keseluruahan. Besarnya redaman ruang
bebas dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut [2] :
(2.1)
Dimana,
Lfs = redaman ruang bebas (dB)
d = jarak antara transmitter dan receiver (Km)
f = frekuensi kerja (GHz)
2.2.4.2 Redaman Hujan
Redaman hujan sangat berefek pada kualitas sinyal yang frekuensinya
bekerja di atas 10 GHz. Redaman hujan merupakan fungsi dari rain - rate
(intensitas hujan). Rain - rate didefinisikan sebagai laju rata - rata dimana
bertambahnya air hujan pada rain - gauge yang terletak di permukaan bumi pada
suatu tempat dalam satuan mm/jam. Dalam perhitungan redaman hujan, harus
mengetahui besar curah hujan di daerah yang menjalin komunikasi satelit. Curah
hujan digunakan untuk mengukur air hujan yang terakumulasi di suatu daerah.
Persentasi jumlah curah hujan biasanya diakumulasikan dalam 1 tahun. Secara
umum attenuasi spesifik ⁄ dapat ditulis dengan persamaan sebagai
berikut ini [8]:
⁄ (2.2)
10
Dimana
R = Curah Hujan
k dan α = koefisiensi polarisasi horizontal dan vertikal
Nilai dan bergantung pada frekuensi dan jenis polarisasi. Untuk nilai
dan dapat dilihat dari tabel sebagai berikut [9]:
Tabel 2. 1 Koefisien redaman spesifik
Frequency
(GHz)
kH H kV V
1 0,0000259 0,9691 0,0000308 0,8592
2 0,0000847 1,0664 0,0000998 0,9490
4 0,0001071 1,6009 0,0002461 1,2476
8 0,004115 1,3905 0,003450 1,3797
10 0,01217 1,2571 0,01129 1,2156
12 0,02386 1,1825 0,02455 1,1216
13 0,03041 1,1586 0,03266 1,0901
14 0,03738 1,1396 0,04126 1,0646
15 0,04481 1,1233 0,05008 1,0440
16 0,05282 1,1086 0,05899 1,0273
17 0,06146 1,0949 0,06797 1,0137
18 0,07078 1,0818 0,07708 1,0025
h dan v menunjukkan penggunaan polarisasi horisontal dan vertikal.
2.2.4.3 Redaman Atmosfer
Selain redaman hujan, redaman atmosfer juga memberikan dampak
terhadap penurunan kualitas sinyal dalam komunikasi satelit yang frekuensi
beroperasi di atas 10 GHz, walaupun tidak sebesar redaman hujan. Redaman
atmosfer terjadi diakibatkan karena adanya penyerapan energi yang diakibatkan
oleh gas – gas yang berada di lapisan tersebut.
11
Gambar 2. 5 Besar redaman atmosfer [10]
Berdasarkan gambar 2.4 frekuensi Ku – band yang bekerja pada frekuensi
14 – 12 Ghz memiliki besar redaman atmosfer di bawah 0,05 sehingga redaman
atmosfer dapat di abaikan.
2.2.5 OFDM
OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) merupakan teknik
transmisi yang menggunakan beberapa buah frekuensi yang saling tegak lurus
(orthogonal). OFDM dapat didefinisikan sebagai transmisi multicarrier.
Multicarrier merupakan pengiriman data dengan cara membagi aliran data
menjadi beberapa aliran bit paralel dan memodulasikan data tersebut menjadi
carrier atau subcarrier tersendiri. Teknik OFDM merupakan perkembangan dari
teknik FDM (Frequency Division Multiplexing) dimana pada teknik FDM kanal
satu dengan kanal yang lain terpisah dan sedangkan untuk OFDM antar
subcarrier saling overlapping dan antar subcarrier saling orthogonal agar tidak
saling interference [11].
Gambar 2. 6 Perbandingan Spektrum (a) Spektrum FDM (b) Spektrum
OFDM [1]
12
Berdasarkan gambar diatas teknik Frequency Division Multiplexing
(FDM) sinyal frekuensi yang telah dipisah menjadi beberapa channel yang
disebut subchannel. Pada masing - masing subchannel tersebut tidak saling
overlap dan antar subchannel memiliki jarak simbol pemisah agar tidak terjadi
interferensi. Penggunaan teknik tersebut tidak efisien dalam hal penggunaan
frekuensi sedangkan untuk teknik Orthogonal Frequency Division Multiplexing
(OFDM) yang merupakan teknik modulasi multicarrier dimana antar subccarrier
saling overlap sehingga penggunaan spektrum frekuensi lebih hemat
dibandingkan dengan teknik FDM. Pada masing - masing subcarrier harus
orthogonal antara subcarrier. Orthogonalitas pada OFDM yang membuat antara
subcarrier satu dengan subcarrier yang lainnya dapat saling tumpang tindih hal
ini memiliki hubungan matematis antara frekuensi carrier yang digunakan pada
sistem yaitu fungsi cross correlation antar frekuensi carrier bernilai nol.
Cara kerja dari OFDM yaitu deretan data yang akan dikirim yang awalnya
serial dikonversi ke dalam parallel, maka bit rate awal adalah R. Setelah dalam
bentuk paralel menjadi R/M dimana M merupakan jumlah paralel (jumlah sub-
carrier). Setelah itu, pada setiap subcarrier dimodulasikan. Setelah sinyal telah
termodulasi selanjutnya pembuatan sinyal OFDM dengan cara mengaplikasikan
Inverse Discrete Fourier Transform (IDFT). Namun dalam implementasi IDFT
membutuhkan kompleksitas yang tinggi sehingga dalam penelitian ini untuk
mengurangi kompleksitas dan mempercepat proses komputasi digunakan Invers
Fast Fourier Transform (IFFT).
Gambar 2. 7 Pemodelan sistem OFDM [12]
13
2.2.6 Model Matematis OFDM
Secara matematis, sinyal OFDM menggambarkan perjumlahan subcarrier
termodulasi dari phase shift keying (PSK) atau quadrature amplitude modulation
(QAM). untuk dk simbol kompleks hasil dari mapping ke-k, Ns adalah jumlah
subcarrier, dan Ts adalah periode simbol, persamaan sinyal OFDM dalam bentuk
baseband kompleks dapat dituliskan sebagai berikut [13] :
(2.3)
Dimana :
X(t) = Simbol OFDM
T = Periode Simbol OFDM
N = Jumlah subcarrier
f = Frekuensi awal subcarrier
Bc = Spasi antar subcarrier
S(i) = Simbol mapper pada subcarrier ke-i
2.2.7 Orthogonalitas
Orthogonalitas merupakan perkalian antara dua sinyal yang berbeda dan
diintegrasikan selama periode simbol hasilnya nol. Orthogonalitas OFDM
didapatkan dengan mendistribusikan sinyal informasi yang terpisah oleh sub-
carrier yang berbeda. Dengan demikian, sinyal OFDM terdiri dari sejumlah
sinusoid, yang masing – masing sesuai dengan sub – carrier.
2.2.8 QPSK
QPSK (Quadrature Phase Shift Keying) merupakan salah satu teknik
modulasi digital. Modulasi QPSK menumpangkan sinyal informasi ke sinyal
carrier/pembawa berdasarkan pergeseran phase. Sinyal QPSK dinyatakan dalam
empat buah simbol dengan fasa yang berbeda – beda. Pada masing – masing
simbol memliki perbedaan fasa sebesar 90°. Pada QPSK m = 22
= 4 artinya satu
simbol dalam QPSK terdiri dari 2 bit yaitu 00,01,10,11 sehingga jumlah simbol
pada QPSK adalah 4. Sinyal QPSK dapat di representasikan dangan persamaan
sebagai berikut [14] :
√
[
] √
[
] (2.4)
TteistX tkBcfjN
k
0,).()( )(21
0
14
i = 1,2,3,4
Dimana :
Si (t) = sinyal QPSK
Es = energi sinyal yang ditransmisikan per simbol
Ts = durasi simbol
fc = frekuensi carrier
Gambar 2. 8 Konstelasi sinyal modulasi QPSK[15]
2.2.9 PAPR
PAPR adalah perbandingan antara daya puncak dengan daya rata – rata
sinyal. Dalam sistem OFDM penjumlahan dari sejumlah subcarrier yang
menimbulkan terjadinya PAPR. Pada sistem OFDM terdapat proses IDFT/IFFT
dimana hasil dari superposisi dari dua atau lebih subbcarrier dapat menghasilkan
variasi daya yang memiliki nilai peak yang besar. Hal tersebut dikarenakan
modulasi pada setiap subcarrier dengan frekuensi yang berbeda sehingga jika ada
beberapa subcarrier yang mempunyai fasa yang koheren maka akan muncul
amplitudo dengan level yang jauh lebih besar dari daya sinyalnya. Nilai PAPR
yang besar pada OFDM membutuhkan amplifier dengan dynamic range yang
lebar untuk mengakomodasi amplitudo sinyal. Jika hal tersebut tidak teratasi
maka akan terjadi distorsi sinyal linier yang membuat subcarrier tidak lagi
orthogonal dan mengakibatkan kinerja performa OFDM menurun [16]. Rumus
matematis dari PAPR pada sinyal OFDM sebagai berikut:
15
]|)([|
|)(|maxlog10
2
2
10txE
tx
P
PPAPR
Avg
Max (2.5)
Dimana :
x(t) = sinyal OFDM setelah IFFT
Max[|x(t)|] = puncak sinyal OFDM
E[|x(t)|] = rata – rata sinyal OFDM
PAPR dideskripsikan secara statistik dengan menggunakan
Complementary Cumulative Distribution Function (CCDF). CCDF menyatakan
probabilitas bahwa PAPR dari simbol OFDM melebihi ambang batas yang telah
diberikan PAPR. CCDF dinyatakan sebagai berikut [17]:
NPAPRCCDF )exp1(1 (2.6)
Dimana :
PAPR = Peak Average to Ratio
N = jumlah subcarrier yang digunakan.
2.2.10 Selective Mapping
Selective mapping merupakan metode pengacakan sinyal untuk
menurunkan nilai dari PAPR. Teknik selected mapping (SLM) memanfaatkan
sifat PAPR sinyal OFDM yang sangat sensitif terhadap pergeseran fasa data
dalam domain frekuensi. Penurunan nilai PAPR didapat dengan mengalikan
deretan faktor fasa dengan deretan data informasi, kemudian nilai PAPR dihitung
dari masing – masing hasil perkalian tadi. Hasil perkalian tersebut di seleksi
hingga mendapat nilai PAPR yang terendah yang kemudian PAPR tersebut
digunakan untuk ditransmisikan.
Gambar 2. 9 Blog Diagram Selective Mapping [3]
16
Pada gambar diatas keluaran mapper menjadi N blok, dimana N
merupakan jumlah subcarrier. Pada setiap blok akan mengalikan dengan sekuens
fasa (Bm) dengan nilai sekuens fasa. Rumus matematisnya sebagai berikut [3]:
)()(
kj
mmekB
,1,...,1,0
,...,2,1
Nk
Mm (2.7)
Dimana :
M = beda deretan fasa
N = jumlah subcarrier
)(kBm = nilai sekuens fasa blok ke - m sampel ke - k
)(km = nilai fasa random (random phase) pada blok ke - m sampel ke k.
Untuk mempermudah proses simulasi, nilai )1()( kBm. sehingga sinyal
OFDM yang telah terotasi dapat dinyatakan sebagai berikut [3]:
)()()( kBkXkX mm 1,...,1,0
,...,2,1
Nk
Mm (2.8)
Dimana :
)(kX m = elemen sinyal OFDM yang telah terotasi
= perkalian titik tiap elemen vektor
Untuk memperoleh sinyal dalam domain waktu lakukan IFFT. Secara
metematis simbol ke - n dari alternatif sinyal OFDM ke - m dapat dirumuskan
sebagai berikut [3]:
10
,)(1
)(1
0
2
Nn
ekXN
nXN
k
nN
kj
mm
(2.9)
Dimana :
Xm = sinyal alternatif OFDM
Lalu hitung PAPR tiap alternatif sinyal OFDM. Setelah nilai PAPR dari
setiap alternatif sinyal OFDM didapat sinyal dipilih dengan nilai PAPR yang
paling minimum diantara alternatif sinyal OFDM. Pada sisi penerima, untuk
memperoleh kembali simbol asli yang dikirimkan maka dilakukan proses inverse
SLM. Proses ini membutuhkan sekuens fasa yang digunakan pada sisi pengirim.
Umumnya informasi tentang sekuens fasa yang dikenal sebagai side information
17
disisipkan pada sinyal OFDM yang akan dikirimkan sehingga berpengaruh
kepada penurunan data rate simbol OFDM yang terkirim.
2.2.11 Kanal AWGN
Kanal transmisi selalu mendapat penambahan noise yang timbul akibat
dari akumulasi noise termal (noise yang terjadi karena pengaruh suhu) dari
transmitter, kanal transmisi, dan receiver. Noise yang terdapat pada sinyal di sisi
penerima dapat digunakan pendekatan model matematis yaitu statistik AWGN.
noise AWGN adalah gangguan yang bersifat additive terhadap sinyal transmisi.
Gambar 2. 10 Pemodelan kanal AWGN[2]
Berdasarkan gambar 2.11 di dapat persamaan matematis kanal AWGN
sebagai berikut [15]:
)()()( tntstr m Tt 0 (2.10)
Dimana:
r(t) = sinyal yang diterima
Sm (t) = sinyal dari pemancar
n(t) = noise kanal
2.2.12 High Power Amplifier
Power Amplifier (PA) merupakan alat yang digunakan untuk memperkuat
sinyal untuk mendapatkan level sinyal yang tinggi agar dapat ditransmisi melalui
media propagasi. Power Amplifier memiliki output setara dengan input yang
diberikan lalu dikalikan dengan gain factor. Namun kenyataannya, PA memiliki
daerah linier yang terbatas di luar daerah saturasi dari level output maksimum
seperti gambar berikut 2.11.
Berdasarkan gambar 2.11 jika daya input di naikkan, maka transponder
akan masuk ke dalam keadaan saturasi. Daerah saturasi merupakan daerah
18
penguatan nonlinier dimana ketika daya masukan diperbesar tetapi daya keluaran
tidak ikut membesar. PA dapat melakukan pengiriman single carrier dan multi
carrier, untuk penggunaan single carrier yang bekerja pada daerah non linier
tidak menimbulkan dampak yang berarti namun, penggunaan multicarrier
menyebabkan penggunaan daerah nonlinier menimbulkan intermodulasi. Untuk
mengatasi masalah tersebut titik operasi harus bergeser ke daerah linier untuk
mempertahankan penguatan yang linier. Pergeseran ini menyebabkan input
power rata - rata berkurang dan konsekuensinya PA akan membutuhkan suatu
input power backoff (IBO) untuk menjaga peak power dari sinyal input lebih
kecil atau sama dengan input saturasi.
Gambar 2. 11 Karakteristik High Power Amplifier[18]
Konversi dari Amplitudo masukan menjadi amplitudo keluaran pada
sebuah penguat daya disebut amplituda modulation to amplituda modulation
(AM/AM) yang dinyatakan G . Fasa dari sinyal keluaran suatu penguat daya
tergantung dari amplituda masukan, sehingga terdapat pula konversi dari
amplituda masukan terhadap fase keluaran yang disebut amplituda modulation to
phase modulation (AM/PM) dan dinyatakan , beberapa jenis fungsi G dan
diajukan oleh Saleh, Rapp, dan Ghorbain [19]. model Saleh sering digunakan
untuk pemodelan TWTA sedangkan model Rapp dan Ghorbain digunakan untuk
pemodelan SSPA. Pada penelitian ini hanya membahas mengenai SSPA model
RAPP saja,
Fungsi AM/AM dan AM/PM untuk model Rapp diberikan oleh
persamaan sebagai berikut :
PP
SATA
A
AgGA
2
1
2
0
))(1(
(2.11)
19
0A
Dimana :
GA = konversi AM/AM (dB)
ΦA = konversi AM/PM (°)
g0 = Penguatan daya (amplifier gain)
Asat = Tingkat saturasi sinyal masukan
P = Tingkat kehalusan transisi dari daerah linier ke daerah batas saturasi
Konversi AM/PM dianggap kecil sehingga dapat diabaikan. Untuk
amplifier kelas A, dengan beban terkopel dengan transformator, pada model
SSPA ditentukan dengan P=10 sehingga kondisi liniernya cukup bagus. Besarnya
efisiensi maksimum untuk amplifier kelas A yaitu 50%. untuk sinyal dengan
PAPR yang besar maka terjadi penuruanan efisiensi yang ditentukan sebagai
berukut:
DC
aveout
P
P , (2.12)
PAPRclassA
%50
(2.13)
Dimana :
= efisiensi amplifier
Untuk menghindari efek nonlinier yang tidak diinginkan, sinyal dengan
daya puncak besar harus dikirimkan pada daerah linier HPA dengan menurunkan
daya rata - rata sinyal masukan. Daerah linier tersebut disebut input backoff
(IBO) dan hasil keluarannya disebut output backoff (OBO). IBO didefinisikan
sebagai
2
2
||log10
AE
AIBO sat (2.14)
Dimana :
2|| AE = daya masukan rata - rata terhadap perangkat nonlinier.