2.1 Kajian Teori
Transcript of 2.1 Kajian Teori
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hasil Belajar
Perubahan yang terjadi pada diri individu dari yang tidak mampu menjadi
mampu dan membutuhkan proses pada jangka waktu tertentu merupakan suatu
hasil belajar. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh pengalaman seseorang walaupun
tidak menutup kemungkinan bahwa proses belajar seseorang bisa disengaja
maupun tidak disengaja.
Seorang guru harus belajar mengadakan pembaruan pembelajaran dengan
memasukkan pengalaman-pengalaman belajar yang menarik. Pembelajaran yang
menarik adalah pembelajaran yang benar-benar membelajarkan siswa, semakin
siswa terlibat aktif dalam pembelajaran akan semakin berkualitas hasil belajar
siswa. Jadi siswa tidak sekedar datang, duduk, catat, dan pulang tanpa ada
pengalaman belajar. Sehingga siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya.
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah
mengalami kegiatan belajar atau aktivitas belajar (Anni 2005). Namun, faktor lain
yang mempengaruhi hasil belajar selain aktivitas siswa yaitu faktor internal yang
mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang, salah satunya adalah intelegensi
dimana intelengensi merupakan suatu norma umum dalam menentukan
keberhasilan belajar. Semakin tinggi intelegensi yang dimiliki semakin besar
keberhasilannya dan sebaliknya (Dimyati 2009). Perolehan aspek-aspek
perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Oleh
karena itu apabila siswa mempelajari suatu konsep atau suatu materi, maka
perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan materi. Untuk
mengetahui seseorang telah berhasil atau tidak dalam belajar maka harus
dilakukan kegiatan evaluasi (Rifai dan Anni 2009).
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah
proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik
pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan siswa sehingga menjadi lebih
baik dari sebelumnya. Sebagaimana yang dikemukan Hamalik (1995: 48) hasil
10
belajar adalah “Perubahan tingkah laku subjek yang meliputi kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotor dalam situasi tertentu berkat
pengalamannyaberulang-ulang”. Pendapat tersebut didukung oleh Sudjana (2005:
3) hasil belajar adalah “perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif,
afektif dan psikomotor yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya”.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah sesuatu yang dapat diperoleh siswa dari proses pembelajaran dimana dapat
dilihat dari nilai hasil dari tes saat pembelajaran dan perubahan perilaku siswa.
Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa hasil belajar siswa diperoleh dari hasil tes
tertulis dan penilaian proses saat penelitian. Hasil belajar dapat diukur dengan
ketuntasan siswa mencapai tujuan pembelajaran dengan indikator yang telah
ditentukan.
2.1.1.1 Hasil Belajar Kognitif
Ranah kognitif merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan
kemampuan intelektual. Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas
otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan
kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami,
mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Menurut
Sudjana (1995) dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses
berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi,
enam aspektersebut antara lain:
1) Pengetahuan (Knowledge), mencakup ingatan akal hal-hal yang
dipelajari dan disimpan dalam ingatan.
2) Pemahaman (Comprehension), mengacu pada kemampuan
memahami makna materi.
3) Penerapan (Application), mengacu pada kemampuan menggunakan
atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang
baru dan menyangkut penggunaan atau dan prinsip.
4) Analisis (Analysis), mengacu pada kemampuan menguraikan
materi ke dalam hubungan diantara bagian yang satu dengan
lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti.
11
5) Sintesis (Synthesis), mengacu pada kemampuan memadukan
konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola
struktur atau bentuk baru.
6) Evaluasi (Evaluation), mengacu pada kemampuan memberikan
pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu.
Aspek pengetahuan dan pemahaman merupakan kognitif tingkat
rendah, sedangkan aspek aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi termasuk
kognitif tingkat tinggi. Diantara ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris,
maka ranah kognitif paling banyak digunakan oleh guru dalam
pembelajaran di sekolah. Hal ini, karena ranah kognitif berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Hasil belajar
aspek pengetahuan termasuk tingkat kognitif yang paling rendah, meliputi
pengetahuan faktual dan pengetahuan hafalan atau untuk diingat.
Hasil belajar kognitif siswa dapat diukur melalui instrumen dalam
bentuk tes. Tes yang peneliti gunakan yaitu tes objektif dalam bentuk tes
pilihan ganda (multiple choice test). Menurut Suharsimi Arikunto (2007:
168), Multiple choice test terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan
tentang suatu pengertian yang belum lengkap, dan untuk melengkapinya
harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah
disediakan. Multiple choice test terdiri atas bagian keterangan (stem) dan
bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan
jawaban (option) terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban
dan beberapa pengecoh (distractor). Tes bentuk pilihan ganda (PG) ini
merupakan bentuk tes objektif yang paling banyak digunakan karena
banyak sekali materi yang dapat dicakup.Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam tes pilihan ganda yaitu:
a) Instruksi pengerjaannya harus jelas, dan bila dipandang perlu baik
disertai contoh mengerjakannya.
b) Dalam multiple choice test hanya ada “satu” jawaban yang benar. Jadi
tidak mengenal tingkatan-tingkatan benar, misalnya benar nomor satu,
benar nomor dua, dan sebagainya.
12
c) Kalimat pokoknya hendaknya mencakup dan sesuai dengan rangkaian
manapun yang dapat dipilih.
d) Kalimat pada tiap butir soal hendaknya sesingkat mungkin.
e) Usahakan menghindarkan penggunaan bentuk negatif dalam kalimat
pokoknya.
f) Kalimat pokok dalam setiap butir soal, hendaknya tidak tergantung
pada butir-butir soal lain.
g) Gunakan kata-kata: “manakah jawaban yang paling baik”, “pilihlah satu
yang pasti lebih baik dari yang lain”, bilamana terdapat lebih dari satu
jawaban yang benar.
h) Jangan membuang bagian pertama dari suatu kalimat.
i) Dilihat dari segi bahasanya, butir-butir soal jangan terlalu sukar.
j) Tiap butir soal hendaknya hanya mengandung satu ide. Meskipun ide
tersebut dapat kompleks.
k) Bila dapat disusun urutan logis antar pilihan-pilihan, urutkanlan
(misalnya: urutan tahun, urutan alfabet, dan sebagainya).
l) Susunlah agar jawaban manapun mempunyai kesesuaian tata bahasa
dengan kalimat pokoknya.
m) Alternatif yang disajikan hendaknya agar seragam dalam panjangnya,
sifat uraianya maupun taraf teknis.
n) Alternatif-alternatif yang disajikan hendaknya agak bersifat homogen
mengenai isinya dan bentuknya.
o) Buatlah jumlah alternatif pilihan ganda sebanyak empat. Bilamana
terdapat kesukaran, buatlah pilihan-pilihan tambahan untuk mencapai
jumlah empat tersebut. Pilihan-pilihan tambahan hendaknya jangan
terlalu gampang diterka karena bentuknya atau isi.
p) Hindarkan pengulangan suara atau pengulangan kata pada kalimat
pokok di alternatif-alternatifnya, karena anak akan cenderung memilih
alternatif yang mengandung pengulangan tersebut. Hal ini disebabkan
karena dapat diduga itulah jawaban yang benar.
q) Hindarkan menggunakan susunan kalimat dalam buku pelajara. Karena
yang terungkap mungkin bukan pengertiannya melainkan hafalannya.
13
r) Alternatif-alternatif hendaknya jangan tumpah-suh, jangan inklusif, dan
jangan sinonim.
s) Jangan gunakan kata-kata indikator seperti selalu, kadang-kadang, pada
umumnya.
Menulis soal bentuk pilihan ganda sangat diperlukan keterampilan
dan ketelitian. Hal yang paling sulit dilakukan dalam menulis soal bentuk
pilihan ganda adalah menuliskan pengecohnya. Pengecoh yang baik adalah
pengecoh yang tingkat kerumitan atau tingkat kesederhanaan, serta
panjang-pendeknya relatif sama dengan kunci jawaban. Oleh karena itu,
untuk memudahkan dalam penulisan soal bentuk pilihan ganda, maka
dalam penulisannya perlu mengikuti langkah-langkah berikut, langkah
pertama adalah menuliskan pokok soalnya, langkah kedua menuliskan
kunci jawabannya, langkah ketiga menuliskan pengecohnya.Soal bentuk
pilihan ganda merupakan soal yang telah disediakan pilihan jawabannya.
Peserta didik yang mengerjakan soal hanya memilih satu jawaban yang
benar dari pilihan jawaban yang disediakan. Soalnya mencakup: (1) dasar
pertanyaan/stimulus (bila ada), (2) pokok soal (stem), (3) pilihan jawaban
yang terdiri atas: kunci jawaban dan pengecoh. Kaidah penulisan soal
pilihan ganda adalah seperti berikut ini:
1) Materi
a. Soal harus sesuai dengan indikator. Artinya soal harus
menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai
dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
b. Pengecoh harus berfungsi.
c. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar. Artinya,
satu soal hanya mempunyai satu kunci jawaban.
2) Konstruksi
a. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya,
kemampuan/ materi yang hendak diukur/ditanyakan harus jelas,
tidak menimbulkan pengertian atau penafsiran yang berbeda dari
yang dimaksudkan penulis. Setiap butir soal hanya mengandung satu
persoalan/gagasan
14
b. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan
pernyataan yang diperlukan saja. Artinya apabila terdapat rumusan
atau pernyataan yang sebetulnya tidak diperlukan, maka rumusan
atau pernyataan itu dihilangkan saja.
c. Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar.
Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat kata, kelompok
kata, atau ungkapan yang dapat memberikan petunjuk ke arah
jawaban yang benar.
d. Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif
ganda. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat dua kata
atau lebih yang mengandung arti negatif. Hal ini untuk mencegah
terjadinya kesalahan penafsiran peserta didik terhadap arti
pernyataan yang dimaksud. Untuk keterampilan bahasa, penggunaan
negatif ganda diperbolehkan bila aspek yang akan diukur justru
pengertian tentang negatif ganda itu sendiri.
e. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
Artinya, semua pilihan jawaban harus berasal dari materi yang sama
seperti yang ditanyakan oleh pokok soal, penulisannya harus setara,
dan semua pilihan jawaban harus berfungsi.
f. Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini
diperlukan karena adanya kecenderungan peserta didik memilih
jawaban yang paling panjang karena seringkali jawaban yang lebih
panjang itu lebih lengkap dan merupakan kunci jawaban.
g. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua pilihan
jawaban di atas salah” atau “Semua pilihan jawaban di atas benar”.
Artinya dengan adanya pilihan jawaban seperti ini, maka secara
materi pilihan jawaban berkurang satu karena pernyataan itu bukan
merupakan materi yang ditanyakan dan pernyataan itu menjadi tidak
homogen.
h. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun
berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis.
Artinya pilihan jawaban yang berbentuk angka harus disusun dari
15
nilai angka paling kecil berurutan sampai nilai angka yang paling
besar, dan sebaliknya. Demikian juga pilihan jawaban yang
menunjukkan waktu harus disusun secara kronologis. Penyusunan
secara unit dimaksudkan untuk memudahkan peserta didik melihat
pilihan jawaban.
i. Gambar, grafik, tabel, Gambar, wacana, dan sejenisnya yang
terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi. Artinya, apa saja yang
menyertai suatu soal yang ditanyakan harus jelas, terbaca, dapat
dimengerti oleh peserta didik. Apabila soal bisa dijawab tanpa
melihat gambar, grafik, tabel atau sejenisnya yang terdapat pada
soal, berarti gambar, grafik, atau tabel itu tidak berfungsi.
j. Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang
bermakna tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
k. Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
Ketergantungan pada soal sebelumnya menyebabkan peserta didik
yang tidak dapat menjawab benar soal pertama tidak akan dapat
menjawab benar soal berikutnya.
3) Bahasa/budaya
a. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal di
antaranya meliputi: a) pemakaian kalimat: (1) unsur subyek, (2)
unsur predikat, (3) anak kalimat; b) pemakaian kata: (1) pilihan
kata, (2) penulisan kata, dan c) pemakaian ejaan: (1) penulisan
huruf, (2) penggunaan tanda baca.
b. Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga
pernyataannya mudah dimengerti warga belajar/peserta didik.
c. Pilihan jawaban jangan yang mengulang kata/frase yang bukan
merupakan satu kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada
pokok soal.
Berdasarkan uraian kaidah penulisan soal pilihan ganda diatas,
maka peneliti akan mengunakannya sebagai acuan dalam penyusunan
untuk lembar uji validasi pakar/ahli. Aspek-aspek yang akan peneliti
16
gunakan kedalam lembar uji validasi pakar/ahli terdapat dalam tabel
berikut:
Tabel 2.1. Kisi-kisi Lembar Uji Validasi Pakar/Ahli
No. Aspek Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)
1. Materi
a. Soal sesuai dengan indikator.
b. Pengecoh jawaban berfungsi.
c. Setiap soal mempunyai satu jawaban yang benar.
2. Konstruksi
a. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
b. Pokok soal dirumuskan secara jelas dan tegas.
c. Pokok soal tidak memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar.
d. Pilihan jawaban homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
e. Pokok soal tidak mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
3. Bahasa/budaya
a. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia.
b. Bahasa yang digunakan pada setiap soal komunikatif
c. Pilihan jawaban tidak mengulang kata/frase yang bukan merupakan
satu kesatuan pengertian.
2.1.1.2 Hasil Belajar Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai”.
Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai
tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran, kedisiplinannya
dalam mengikuti mata pelajaran disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu
lebih banyak mengenai pelajaran yang di terimanya, penghargaan atau rasa
hormatnya terhadap guru dan sebagainya. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi
ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valueing (4)
organization (5) characterization by evalue or calue complex (Sudjana, 2006: 23).
1) Kemampuan menerima (Receiving), mengacu pada kesukarelaan dan
kemampuan memperhatikan respon terhadap stimulasi yang tepat.
2) Sambutan (Responding), merupakan sikap siswa dalam memberikan
respon aktif terhadap stimulus yang datang dari luar, mencakup
kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan perpartisipasi dalam
suatu kegiatan.
3) Penghargaan (Valueing), mengacu pada penilaian atau pentingnya kita
mengkaitkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-
17
reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak memperhitungkan.
Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi sikap yang
apresiasi.
4) Pengorganisasian (Organizing), mengacu pada penyatuan nilai
sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan.
5) Karakteristik nilai (Characerization by value), mencakup kemampuan
untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga
menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan
jelas dalam mengatur kehidupannya.
Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap,
minat, konsep diri, nilai, dan moral.
1. Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara
suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk
melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif,
kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal.
Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan
yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu.
Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui
sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran,
pendidik, dan sebagainya.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu
predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif
terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik
terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata
pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham,
1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa
Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti
pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti
pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator
keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk
18
pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
2. Minat
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau
keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.
Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat
termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
a. mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan
dalam pembelajaran,
b. mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
c. pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
d. menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
e. mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,
3. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan
individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target,
arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif
yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi
seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan
intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu
mulai dari rendah sampai tinggi.
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta
didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri,
dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu
informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi
belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri.
Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut:
a) Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta
didik.
19
b) Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah
dicapai.
c) Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
d) Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta
didik.
e) Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses
pembelajaran.
f) Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan
mengetahui standar input peserta didik.
g) Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti
pembelajaran.
h) Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
i) Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
j) Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
k) Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
l) Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta
didik.
m) Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya
dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
n) Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
o) Peserta didik mampu menilai dirinya.
p) Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
q) Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
4. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan
tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan
yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu
pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau
situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7),
yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh
individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya
20
dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan
ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan
kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta
didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan
signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal
dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
5. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan
moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara
judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip
moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema
hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya
seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap
kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang
dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi
orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral
juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu
keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral
berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
a. Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran
dalam berinteraksi dengan orang lain.
b. Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai,
misalnya moral dan artistik.
c. Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang
mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
d. Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang
demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara
maksimal kepada semua orang.
21
Perubahan afektif merupakan suatu perubahan yang menyangkut
tujuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, dan minat pada
diri siswa. Hasil belajar yang diharapakan dari perubahan afektif ini adalah
sikap yang berhubungan dengan menerima, menanggapi, menilai,
mengelola dan menghayati yang dapat mempengaruhi pikiran dan tindakan
siswa.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif,
untuk ranah afektif diperlukan alat ukur yang disebut dengan instrumen.
Ranah afektif yang diukur diantaranya sikap, minat, motivasi, dan bakat
yang diukur menggunakan instrumen dengan format penilaian dalam
bentuk kuesioner atau observasi. Instrumen bentuk kuesioner digunakan
bila akan menggali ranah afektif dari siswa, caranya kuesioner diberikan
kepada siswa dan siswa langsung mengisi pernyataan yang terdapat pada
kuesioner. Sedangkan instrumen berupa observasi dilakukan jika guru mau
mengamati langsung karakteristik afektif siswa.
Penilaian ranah afektif baik untuk mengukur sikap, minat,
motivasi, dan bakat diperlukan skala yang berbeda bergantung pada tujuan
yang ingin dicapai. Secara garis besar skala instrumen yang sering
digunakan yaitu skala Likert, skala Thurstone, skala semantik
berdiferensiasi. Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan skala
Likert, yaitu untuk menilai ranah afektif khusus sikap dan keaktifan siswa.
Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang
terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Sikap berangkat
dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan
bertindak seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai
ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh
seseorang. Sikap dapat dibentuk untuk terjadinya perilaku atau tindakan
yang diinginkan. Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: komponen
afeksi, komponen kognisi, dan komponen konasi. Komponen afeksi adalah
perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap sesuatu
objek. Komponen kognisi adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang
mengenai objek. Adapun komponen konasi adalah kecenderungan untuk
22
berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan
kehadiran objek sikap.Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah
skala Likert. (http://srisuryantini.guru-indonesia.net/artikel_detail-
9316.html.
2.1.1 3 Faktor-Faktor Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2003:47) Faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan belajar itu dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu faktor internal
dan faktor eksternal.
a. Faktor internal
1) Faktor biologis (jasmaniah)
Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi
fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan
sampai sesudah lahir. Kondisi fisik normal ini terutama harus
meliputi keadaan otak, panca indera, anggota tubuh. Kedua,
kondisi kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar. Di dalam menjaga kesehatan
fisik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain makan
dan minum yang teratur, olahraga serta cukup tidur.
2) Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar
ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental
seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan
belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil. Faktor
psikologis ini meliputi hal-hal berikut. Pertama, intelegensi.
Intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar seseorang memang
berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Kedua,
kemauan. Kemauan dapat dikatakan faktor utama penentu
keberhasilan belajar seseorang. Ketiga, bakat. Bakat ini bukan
menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam suatu bidang,
melainkan lebih banyak menentukan tinggi rendahnya kemampuan
seseorang dalam suatu bidang.
23
b. Faktor Eksternal
1) Faktor lingkungan keluarga
Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan
lingkungan pertama dan utama pula dalam menentukan
keberhasilan belajar seseorang. Suasana lingkungan rumah yang
cukup tenang, adanya perhatian orangtua terhadap perkembangan
proses belajar dan pendidikan anak-anaknya maka akan
mempengaruhi keberhasilan belajarnya.
2) Faktor lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk menentukan
keberhasilan belajar siswa. Hal yang paling mempengaruhi
keberhasilan belajar para siswa disekolah mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan
siswa, pelajaran, waktu sekolah, tata tertib atau disiplin yang
ditegakkan secara konsekuen dan konsisten.
3) Faktor lingkungan masyarakat
Seorang siswa hendaknya dapat memilih lingkungan
masyarakat yang dapat menunjang keberhasilan belajar. Masyarakt
merupkan faktor ekstern yang juga berpengruh terhadap belajar
siswa karena keberadannya dalam masyarakat. Lingkungan yang
dapat menunjang keberhasilan belajar diantaranya adalah, lembaga-
lembaga pendidikan nonformal, seperti kursus bahasa asing,
bimbingan tes, pengajian remaja dan lain-lain.
2.1.2 Aktivitas Belajar
Aktivitas siswa dalam pembelajaran adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan siswa secara sadar untuk memperoleh
perubahan pengetahuan yang dimiliki. Kegiatan–kegiatan yang
dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti
bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas–tugas, dapat
menjawab pertanyaan guru dan bekerjasama dengan siswa lain, serta
tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan (Sriyono 2011).
24
Aktivitas juga dapat diartikan sebagai proses interaksi yang
dilakukan antara guru dan siswa. Kegiatan ini berlangsung dalam
setiap proses pembelajaran sehingga dapat tercapai tujuan
pembelajaran. Aktivitas yang dimaksud disini penekanannya adalah
pada siswa sebab dengan adanya aktivitas maka dapat tercipta situasi
belajar aktif. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan
pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan
mengarah pada peningkatan prestasi.
“Aktivitas belajar adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun
mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian yang
tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2001: 98)”.
Keaktifan belajar terdiri dari kata kreativitas dan kata belajar. “
Keaktifan memiliki kata dasar aktif yang berarti giat dalam belajar
atau berusaha” (Ratmi, 2004). Keaktifan belajar suatu atau kerja
yang dilakukan dengan giat dalam belajar.
Belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas,
baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik ialah siswa
giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain
ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan,
melihat atau hanya pasif. Siswa yang memiliki aktivitas psikis
(kejiwaan) adalah, jika daya jiwanya bekerja sebanyak-
banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran.
Saat siswa aktif jasmaninya dengan sendirinya ia juga aktif
jiwanya, begitu juga sebaliknya (Rohani, 2004:6-7).
“Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah
untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif
membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang
mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran (Hermawan, 2007 :
83)”.
Menurut Nana Sudjana (2000:72) dikemukakan bahwa
keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat
dilihat dari:
a. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.
b. Terlibat dalam pemecahan masalah.
25
c. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak
memahami persoalan yang dihadapinya.
d. Berusaha mencaru berbagai informasi yang diperlukan untuk
memecahkan masalah.
e. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk
gurunya dan hasil-hasil yang diperolehnya.
f. Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya.
g. Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang
sejenis.
h. Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah
diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang
dihadapinya.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2001: 24-25), aktif
adalah giat (bekerja, berusaha), sedangkan keaktifan adalah
suatu keadaan atau hal dimana siswa dapat aktif. Pada
penelitian ini keaktifan yang dimaksud adalah keaktifan belajar
siswa.Belajar adalah proses perubahan tingkah laku ke arah
yang lebih baik dan relatif tetap, serta ditunjukkan dalam
berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuan, pemahaman,
sikap, dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan,
serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individuyang
belajar. Jadi keaktifan belajar siswa adalah suatu keadaan di
mana siswa aktif dalam belajar.
Keaktifan belajar siswa dapat kita lihat dari keterlibatan siswa
dalam proses belajar mengajar yang beraneka ragam seperti pada
saat siswa mendengarkan ceramah, mendiskusikan, membuat suatu
alat, membuat laporan pelaksanaan tugas dan sebagainya. Paul B.
Diedrich dalam Oemar Hamalik (2005:172) membagi kegiatan
belajar siswa dalam 8 kelompok, yaitu:
1. Visual activeties
(kegiatan-kegiatan visual) seperti membaca,
mengamatieksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati
orang lain bekerja atau bermain.
2. Oral Activities
26
(kegiatan-kegiatan lisan) seperti mengemukakan suatu
fakta,menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan,
memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi,
dan interupsi.
3. Listening Activities
(kegiatan-kegiatan mendengarkan) seperti mendengarkan
uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato, dan sebagainya.
4. Writing Activities
(kegiatan-kegiatan menulis) seperti menulis cerita karangan,
laporan, tes, angket, menyalin, dan sebagaianya.
5. Drawing activities
(kegiatan-kegiatanmenggambar)seperti menggambar,membuat
grafik, peta, diagaram, pola, dan sebagainya.
6. Motor Activities
(kegiatan-kegiatan motorik) seperti melakukan
percobaan,membuat konstruksi, model, bermain, berkebun,
memelihara binatang, dan sebagainya.
7. Mental activities
(kegiatan-kegiatan mental) seperti merenungkan, mengingat,
memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan,
mengambil keputusan, dan sebagainya.
8. Emotional activities
(kegiatan-kegiatan emosional) seperti menaruh minat,merasa
bosan, gembira, berani, tenang, gugup, dan sebagainya.
Klasifikasi aktivitas belajar dari Diedrich di atas
menunjukkan bahwa aktivitas dalam pembelajaran cukup kompleks
dan bervariasi. Aktivitas disini tidak hanya terbatas pada aktivitas
jasmani saja yang dapat secara langsung diamati, tetapi juga
meliputi aktivitas rohani. Keadaan dimana siswa melaksanakan
aktivitas belajar inilah yang disebut keaktifan belajar. Menurut
Moh Uzer Usman (2002: 21), mengajar adalah membimbing
kegiatan siswa sehingga ia mau belajar. Untuk itu keaktifan siswa
27
sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini
disebabkan karena siswa sebagai subjek didik itu sendiri yang
melaksanakan belajar, sehingga siswalahyang seharusnya lebih
banyak aktif, bukan gurunya.
http://www.scribd.com/doc/51704402/4/C-Keaktifan-Siswa
Setelah mencermati pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa keaktifan belajar adalah keterlibatan jasmani maupun rohani
dalam mengikuti pelajaran yaitu kesanggupan berbuat dan berpikir
untuk mengkonstruksi pengetahuan yang ditandai dengan usaha
mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah.
Berdasarkan uraian diatas, Paul B. Diedrich dalam Oemar
Hamalik (2005:172) membagi kegiatan belajar siswa dalam 8
kelompok maka peneliti membuat kisi-kisi instrumen
angket/kuesioner dengan menggunakan acuan tersebut. Aspek yang
akan diteliti beserta indikator yang tertuang dalam kisi-kisi angket
keaktifan tersebut dapat dilihat pada table 2.2. berikut:
Tabel 2.2. Aspek dan Indikator Kisi-Kisi Angket Keaktifan
No. Aspek yang diteliti Indikator
1. Kerjasama a. Berdiskusi dengan teman
b. Kompak dalam pelaksanaan
kegiatan
2. Keseriusan dalam Belajar a. Bertanya dan menjawab
pertanyaan
b. Membaca dan mencatat
c. Memberi pendapat
d. Mencari literatur
e. Mengerjakan tugas
3.
Tanggung Jawab a. Menjaga ketertiban kelas
b. Menjaga buku sumber ataupun
media yang digunakan
4. Perasaan a. Suka
b. Gembira
5. Pengamatan a. Melihat
b. Mendengar
28
2.1.3 Pembelajaran
2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang
untukmendukung proses belajar bagi peserta didik dengan
mempertimbangkan kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap
serangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam diri
peserta didik.
Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas
pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan
pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah,
mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar
dilakukan oleh peserta didik atau murid.
Konsep pembelajaran menurut Corey (1986:195) adalah “suatu
proses di mana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-
kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu,
pembelajaran merupakan subjek khusus dari pendidikan”.
“Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata
lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik (Wikipedia.com)”.
“Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu
proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang,
disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya
proses belajar siswa yang bersifat internal”.Gagne dan Briggs (1979:3)
Jadi, pembelajaran ialah proses belajar mengajar yang dilakukan
oleh guru terhadap peserta didik, sehingga tujuan dari pembelajaran dapat
tercapai. Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha
sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan
29
tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan
didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative
lama dan karena adanya usaha.
2.1.3.2 Kegiatan Guru dalam Pembelajaran
Menurut M Sobry Sutikno,(2009:32) “dalam proses pembelajaran
kedudukan guru sebagai manager of learning (pengelola belajar) yang
senantiasa siap membimbinng dan membantu siswa dalam menuju
kedewasaan secara utuh dan menyeluruh. Dalam mengelola pembelajaran
pendidik lebih dituntut untuk berfungsi dalam melaksanakan 4 macam
kegiatan”, yaitu:
a. Merencanakan
Keberhasilan dalam pembelajaran sangat tergantung pada kemampuan
pendidik dalam menentukan tujuan belajar siswa, cara siswa untuk
mencapai tujuan, dan sarana yang digunakan.
b. Mengatur
Dalam tahap ini mencakup kegiatan merencanakan dan mengatur
bentuk dan macam kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
c. Mengarahkan
Dengan memberi motivasi, mengarahkan dan member inspirasi
kepada siswa untuk belajar.
d. Mengevaluasi
Merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui apakah hasil dari
perencanaan, pengaturan, dan pengarahan dapat berjalan dengan baik
atau masih memerlukan perbaikan.
2.1.3.3 Strategi Pembelajaran Cooperative Learning
“Pembelajaran Cooperative Learning adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam
bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang
teratur dalam kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih (Surtikanti
dkk., 2007: 54)”.
Cooperatif learning mencapaikeberhasilan dalam belajar tidak
diperoleh dari guru melainkan dari pihak yang lain yang terlibat dalam
30
proses pembelajaran, yaitu teman sebaya. Karena dalam strategi
pembelajaran cooperatif learning melibatkan siswa lain untuk belajar
kelompok. Dengan belajar kelompok atau diskusi dengan teman sebaya
akan menghasilkan pemikiran yang baru dalam memecahkan suatu
masalah.
Strategi pembelajaran cooperatif learning mampu melibatkan siswa
secara aktif dalam mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang
dimiliki melalui kerjasama dengan siswa yang lain bertujuan untuk
memberi kesempatan siswa memperoleh dan memahami ilmu
pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung sehingga apa yang
dipelajari lebih bermakna bagi dirinya.
Agus Suprijono (2009: 84) memberikan contoh teknik dalam
pembelajaran cooperative Learning yang sangat berguna untuk guru,
yaitu: (1). Jigsaw, (2). think pair share, (3). Numbered heads together,
(4). Group investigation, (5). Two stay twitray, (6). Make a match, (7).
Inside outside circle, (8). Bamboo dancing, (9). Point counter point, (10).
The power of two, (11). Listening team.
Dari berbagai teknik atau metode pembelajaran kooperatif di atas
penelitian ini menggunakan metode Number Heads Togetheruntuk
meningkatkan hasil belajar kognitif dan afektif IPA pada siswa kelas V.
2.1.4 Numbered Heads Together (NHT)
2.1.4.1 Pengertian Numbered Heads Together (NHT)
“Numbered Heads Together(NHT) adalah suatu model pembelajaran yang
lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan
melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di
depan kelas (Nur, 2005:46)”.
Model Numbered Heads Together adalah bagian dari model pembelajaran
kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan
menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-
kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan
alternatif dari struktur kelas tradisional seperti mengacungkan tangan terlebih
31
dahulu untuk ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah
dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para
siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan
peneliti.
Struktur Numbered Heads Together sering disebut berpikir secara
kelompok. Numbered Heads Together digunakan untuk melibatkan lebih banyak
siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan
mengecek pemahaman mereka terhadp isis pembelajaran tersebut.
Numbered Heads Together sebagai model pmbelajaran kooperatif
merupakan sebuah variasi diskusi kelompok. Adapun ciri khas Numbered Heads
Together adalah guru hanya menunjuk salah seorang siswa mewakili
kelompoknya. Dalam menunjuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih
dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut (Muhammad Nur, 2005).
Dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan
merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jwab individual
dalam diskusi kelompok. Selain itu model pembelajaran NHT memberi
kesempatan kepada siswa untuk membagi ide-idedan mempertimbangkan jawaban
yang paling tepat.Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan
berdampak positif terhadap motivasi belajar siswa. siswa akan berusaha
memahami konsep-konsep ataupun pemecahan permasalahan yang disajikan oleh
guru seperti diungkapkan oleh Ibrahim, dkk (2007) bahwa dengan belajar
kooperatif akan memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik penting
lainya serta akan memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun
siswa kelompok atas yang bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas akademisnya.
Metode Numbered Heads Together menurut Agus Suprijino (2009: 92),
adalah sebagai berikut:“Pembelajaran yang diawali dengan pembagian kelompok-
kelompok kecil, kemudian dari kelompok tersebut setiap orang mendapatkan
nomor menurut konsep yang dipelajari”. Sedangkan menurut Russ Frank (1993)
dalam Robert. E. Slavin (2009: 255), “Metode Numbered Heads Together adalah
teknik belajar mengajar yang diawali dengan pembagian kelompok dan pemberian
nomor untuk setiap siswa dari kelompok yang telah terbentuk”.
32
Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa metode ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bekerjasama dan berfikir
secara aktif dalam mencari informasi mengenai materi, mengolah informasi,
membagikan ide-ide serta mempertimbangkan jawaban yang tepat dari lembar
kerja yang telah dibuat oleh guru, siswa dapat diperoleh dari berbagai sumber
buku pelajaran IPA yang akhirnya dipresentasikan siswa di depan kelas.
2.1.4.2 Langkah-langkah Numbered Heads Together (NHT)
Adapun tahapan dalam pembelajaran NHT antara lain yaitu penomoran,
mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab pertanyaan (Nur, 2005).
Tahap 1: Penomoran(Numbering)
Guru membagi siswa kedalam kelompok beranggotakan 3 - 4 orang dan
setiap anggota kelompok diberi nomor 1-4.
Tahap 2: Mengajukan pertanyaan(Questioning)
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa, pertanyaan dapat
bervairasi. Pertanyaan dapat spesifik dan dalam bentuk tanya atau bentuk arahan.
Tahap 3: Berfikir bersama(Heads Together)
Pada tahap berfikir bersama siswa bekerjasama dengan anggota kelompok
untuk mencari informasi mengenai materi proses pembentukan tanah, mengolah
informasi yang telah di dapat dari berbagai sumber buku pelajaran IPA, kemudian
siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan yang telah di ajukan
oleh guru dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban
tersebut.
Tahap 4: Menjawab pertanyaan(Answering)
Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu kemudian siswa yang
nomornya disebut mngacungkan tanganya dan mencoba untuk menjawab
pertanyaan untuk seluruh kelas.
Adapun langkah-langkah pembelajaran Numbered Heads Together adalah:
a. Pendahuluan
Fase 1: Persiapan
a) Guru melakukan apersepsi
b) Guru menjelaskan tentang model pembelajaran NHT
c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
d) Guru memberikan motivasi kepada siswa
33
b. Kegiatan inti
Fase 2: Pelaksanaan Pembelajaran dengan NHT
Tahap pertama: Penomoran(Numbering)
a) Guru membagi siswa dalam kelompok beranggotakan 4 orang dan kepada
setiap kelompok diberi nomor 1 – 4.
b) Siswa bergabung dengan anggotannya masing-masing.
Tahap kedua: Mengajukan Pertanyaan(Questioning)
a) Guru mengajukan pertnyaan berupa tugas untukmegerjakan di LKS
Tahap ketiga: Berfikir Bersama (Heads Together)
a) Siswa berfikir bersama dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban
pertanyaan dalam LKS tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam
timnya mengetahui jawaban tersebut.
Tahap keempat: Menjawab Pertanyaan(Answering)
a) Guru memanggil nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai
mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan atau
mepresentasikan hasil kelompoknya untuk seluruh kelas. Kelompok lain
diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya tehadap hasil diskusi
kelompok tersebut.
b) Guru mengamati hasil yang diperoleh masing-masing kelompok dan
memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhsail dengan baik.
c) Guru memberikan soal latihan sebagai pamantapan terhadap hasil dari
tugas yang diberikan oleh guru.
c. Penutup
Fase 3: Kegiatan Akhir
a) Siswa bersama gurumenyimpulkan materi yang telah diajarkan
b) Guru memberikan tugas rumah
c) Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah
diajarkan dan materi selanjutnya.
Jadi kepala bernomor terstruktur atau Numbered Heads Togetheryaitu
siswa menjadi beberapa kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari 4 siswa
dengan struktur siswa yang heterogen dan setiap siswa dalam kelompok mendapat
nomor kepala 1-4.
34
2.1.5 Kelebihan Numbered Heads Together (NHT)
Kelebihan dari model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
antara lain:
a. Pembelajarannya menarik mendorong untuk dapat terjun ke
dalamnya.
b. Melatih kerjasama.
Dari hasil penelitian Lundgren (Ibrahim, 2000:18), pembelajaran dengan
model Numbered Heads Together memiliki sejumlah hal positif yang
meliputi:
a. Nilai-nilai kerjasama antar siswa lebih teruji
b. Kreativitas siswa termotivasi dan wawasan siswa menjadi
berkembang.
c. Memotivasi siswa yang berkemampuan lemah untuk memahami
materi dengan bekerja secara antusias dalam kelompoknya.
d. Meningkatkan kepercayaan diri
e. Meningkatkan hasil belajar.
2.1.6 Tinjauan Tentang Belajar IPA di SD
2.1.6.1 Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
IPA atau sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun
secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-
gejala alam. Perkembangan IPA selanjutnya tidak hanya ditandai oleh adanya
kumpulan fakta saja, tetapi juga ditandai oleh munculnya “metode ilmiah”
(scientific methods) yang terwujud melalui suatu rangkaian ”kerja ilmiah”
(working scientifically), nilai dan “sikap ilmiah” (scientific attitudes). Sejalan
dengan pengertian IPA tersebut, James B. Conant yang dikutip oleh Amien
(dalam Jatmiko, 2004) mendefinisikan IPA sebagai suatu rangkaian konsep yang
saling berkaitan dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai
suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan
observasi lebih lanjut. Merujuk pada pengertian IPA di atas, maka hakikat IPA
meliputi empat unsur, yaitu: (1) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum;
(2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah
meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan
35
atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi,
pengukuran, dan penarikan kesimpulan; (3)aplikasi: penerapan metode atau kerja
ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari; (4) sikap: rasa ingin tahu
tentang obyek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang
menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar;
sains bersifat open ended.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Sains adalah suatu cara
atau metode untuk dapatkan pengetahuan dengan mengamati sesuatu yang ada di
dunia ini dan pengetahuan yang diperoleh tersebut dapat diuji kembali
kebenarannya melalui metode ilmiah. Pada hakekatnya IPA merupakan program
untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, sikap dan nilai-nilai
ilmiah pada siswa serta salah satu mata pelajaran yang menuntut keterlibatan
siswa secara aktif.
2.1.6.2 Pengajaran IPA di SD
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk Sekolah Dasar diberikan sejak kelas
I. Ruang lingkup dari mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Kelas V SD adalah :
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
b. Benda/ materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat, dan gas.
c. Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya,
dan pesawat sederhana.
d. Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Kelas V, Semester II
adalah sebagai berikut:
36
Tabel 2.3.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas V Semester II
Standar
Kompetensi
Kompetensi Dasar
Energi dan
Perubahannya
5. Memahami
hubungan
antara gaya,
gerak, dan
energi, serta
fungsinya
5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi
melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek,
pembentukan tanah)
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat
pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat
6. Menerapkan
sifat-sifat
cahaya melalui
kegiatan
membuat suatu
karya/model
6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa
dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat
cahaya
Bumi dan Alam
Semesta
7. Memahami
perubahan
yang terjadi
dialam dan
hubungannya
dengan
penggunaan
sumber daya
alam
7.1.Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena
pelapukan
7.2.Mengidentifikasi jenis-jenis tanah
7.3.Mendeskripsikan struktur bumi
7.4.Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia
yang dapat mempengaruhinya
7.5.Mendeskripsikan perlunya penghematan air
7.6.Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia
dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan
7.7. Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat
mengubah permukaan bumi (pertanian, perkotaan, dsb).
2.1.6.3 Manfaat dan Tujuan Pengajaran IPA di SD
Dalam Permen no. 22 Tahun 2006 Mata Pelajaran IPA di SD bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
37
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Adapun manfaat mempelajari IPA dikemukakan oleh UNESCO yang
dikuti Asri Budiningsih (2002) sebagai berikut :
a. IPA menolong siswa untuk dapat berpikir secara logis terhadap kejadian-
kejadian sehari-hari dan memecahkan masalah sederhana yang dihadapinya
b. Aplikasi IPA dalam teknologi dapat menolong dan meningkatkankualitas hidup
manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
c. Dunia semakin berorientasi pada kehidupan dan teknologi melalui IPA siswa
memperoleh bekal yang sangat penting
d. Jika IPA diajarkan dengan baik akan menghasilkan pola pikir siswa yang baik
pula.
e. Melalui IPA secara positif membantu siswa untuk dapat mempelajari mata
pelajaran lain terutama bahasa dan matematika.
f. Karena sifat-sifat anak yang selalu tertarik dengan lingkungannya, melalui IPA
potensi anak akan dikembangkan.
Menurut Dede Awan ( 2009 ) “tujuan pengajaran IPA adalah untuk
memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan pengetahuan sehari-
hari, memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan gagasan
alam sekitar, mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda
serta kejadian dilingkungan sekitar, bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis,
mawas diri, bertanggung jawab, bekerja sama dan mandiri, mampu menerapakan
berbagai konsep IPA, mamapu menggunakan teknologi sederhana, mengenal dan
38
memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan
keagungan Tuhan Yang Maha Esa”. Dari pernyataan tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa pengajaran IPA untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa
dan nilai positif melalui proses IPA dalam memecahkan masalah. Siswa akan
selalu tertarik dengan lingkungan dan siswa akan mengenal serta dapat
memanfaatkan teknologi sederhana dari aplikasi IPA.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu:
1. Penelitian Wijayanti Dwi Elvera (2011), mahasiswa Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, UKSW. Meneliti tentang Pengaruh Pengunaan Model
Pembelajaran Kooperatif Teknik Numbered Heads Together (NHT) Terhadap
Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran IPS Kelas V SDN Gladasari Tahun
Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
hasil belajar IPS antara siswa yang diberi pengajaran menggunakan teknik
Numbered Heads Together (NHT) dengan siswa yang diberi pengajaran
konvensional. Hal ini ditunjukkan dengan nilai sig, 0,000<0,05 H0 ditolak H1
diterima, ini berarti penggunaan teknik Numbered Heads Together (NHT) lebih
baik dalam meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga hasil belajar yang
dicapai lebih tinggi.
2. Penelitian Masruhab Mufid (2006), Mahasiswa program studi Matematika
membahas tentang Peningkatan hasil belajar matematika pada pokok bahasan
operasi hitung pada bentuk aljabar melalui pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together pada siswa kelas VII A MTs Islamiyah Sumpiuh –
Banyumas tahun pelajaran 2006/2007. Hasil penelitian pada siswa kelas VII A
SMP MTs Islamiyah Sumpiuh-Banyumas menunjukkan adanya peningkatan
motivasi dan prestasi Matematika dengan menerapkan Metode Numbered
Heads Together. Hal tersebut ditandai dengan ketercapaian indikator
keberhasilan penelitian tindakan kelas dan peningkatan rata-rata hasil belajar
dari siklus I 68,4%, siklus II sebesar 77,5%, dan siklus III 93,8%.
3. Penelitian Masrukah (2009), Mahasiswa program studi PGSD tentang
Implementasi metode Numbered Heads Together untuk meningkatkan hasil
belajar (Penelitian Tindakan Kelas Siswa VII C SMP N 3 Colomadu Tahun
39
ajaran 2010). Dari hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa rata-rata hasil
belajar siswa pada siklus III lebih tinggi dari siklus I dan siklus II, baik dilihat
dari segi aspek kognitif (77,85> 69,625> 61,725) maupun aspek afektif
(17,875> 15,85> 15,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan
metode (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa kelas VIIC
SMPN 3 Colomadu tahun ajaran.
4. Penelitian Dyah Ayu Fitriyana (2009), Mahasiswa Pendidikan Akuntansi
tentang Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Numbered
HeadsTogether (NHT) Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa
terhadap Materi Akuntansi Kelas XI-IS 1 di SMAN 1 Badegan Ponorogo.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan siklus I bahwa aktivitas siswa
menunjukkan taraf keberhasilan 75% dalam kategori cukup baik dan siklus II
97,5% dalam kategori sangat baik. Hasil tes akhir siswa siklus I mencapai
72,54 dan persentase jumlah siswa yang mencapai nilai lebih dari atau sama
dengan 70 adalah 69,23%. ini berarti bahwa kriteria keberhasilan yang
ditetapkan pada pelaksanaan siklus I belum tercapai secara maksimal. Hasil tes
akhir siswa siklus II mencapai 86,063 dan persentase jumlah siswa yang
mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 70 adalah 90,625%. Ini berarti
bahwa kriteria keberhasilan yang ditetapkan pada pelaksanaan siklus II
tercapai. Respon siswa sangat positif yang diperoleh dari wawancara dan
angket respon siswa.
2.3 Kerangka Berpikir
Kondisi awal pada pembelajaran IPA pada kelas V yaitu pembelajaran
terkesan monoton, karena guru tidak menggunakan model pembelajaran yang
menarik. Hal ini berakibat pada aktivitas belajar siswa rendah. kurangnya
pemahaman siswa terhadap materi IPA dan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA yang rendah. Padahal agar hasil belajar siswa meningkat guru
harus mampu membuat siswa senang pada pelajaran tersebut, menarik perhatian
dan antusias siswa pada saat pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran guru diharapkan mampu membuat siswa
menjadi tertarik dan antusias mengikuti pelajaran. Model pembelajaran adalah
salah satu cara yang digunakan guru untuk mengadakan hubungan dengan siswa
40
pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk mencapai proses belajar
yang ideal, hendaknya digunakan model pembelajaran yang tepat. Model
pembelajaran NHT memberikan suasana baru dan cara baru yang menarik
khususnya pada mata pelajaran IPA . Model pembelajaran NHTmerupakan
pendekatan struktur informal dalam cooperative learning. Model pembelajaran
NHT merupakan struktur sederhana dan terdiri atas 4 tahap yaitu Penomoran
(Numbering), Mengajukan Pertanyaan (Questioning), Berpikir Bersama (Heads
Together), dan Menjawab (Answering) yang digunakan untuk mereview fakta-
fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi para siswa.
Dengan mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari dan pengalaman siswa
akan menmunculkan pembelajaran yang bermakana. Prinsipnya model ini
membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil, dan setiap siswa dalam
kelompok akan mendapatkan nomor, nomor inilah yang digunakan sebagai
patokan guru dalam menunjuk siswa untuk mengerjakan tugasnya. Selain itu
pembagian kelompok juga dimaksudkan agar setiap siswa dapat bertukar pikiran
dalam menyelesaikan semua permasalahan yang ditugaskan oleh guru secara
bersama-sama sehingga diharapkan setiap siswa akan aktif dalam kegiatan belajar
mengajar. Metode ini berupaya meningkatkan aktivitas siswa untuk aktif dalam
belajar secara kelompok, sehingga akan menimbulkan minat dan motivasi yang
tinggi dalam belajar baik secara individu maupun kelompok. Penerapan model
pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) diharapkan dapat meningkatkan
hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif siswa.Kerangka berfikir dapat dilihat
pada bagan gambar 2.1. berikut ini:
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir
Model Pembelajaran
Kooperatif
Heads Together
(Berfikir Bersama)
Answering
(Menjawab
Pertanyaan)
Numbering
(Penomoran)
Numbered Heads
Together (NHT)
Questioning
(Mengajukan
Pertanyaan)
Hasil Belajar
Kognitif dan Afektif
41
2.4 Hipotesis Tindakan.
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Arikunto, 2002: 62). Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis tindakan
penelitian ini adalah: Dengan menggunakan model pembelajaran Numbered
Head Together (NHT) pada mata pelajaran IPA materi Proses Pembentukan
Tanah siswa mampu memahami materi dengan baik dan diduga
meningkatkan hasil belajar kognitif dan afektif pada mata pelajaran IPA
siswa kelas V SD Negeri 03 Ngumbul Kecamatan Todanan Kabupaten Blora.
Penelitian ini akan berhasil bila semua siswa tuntas dengan KKM yang telah
ditetapkan yaitu 63. Sedangkan aktivitas belajar siswa (keaktifan siswa) dapat
diukur dari lembar observasi keaktifan siswa pada pembelajaran dan angket
keaktifan siswa.