BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf ·...

24
23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam Perlindungan Satwa Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat dan/atau di air, dan/atau di udara, yang memiliki keanekaragaman jenisnya. Di Indonesia sendiri secara geografis merupakan negara yang iklimnya mempuni bagi keberlangsungan hidup satwa-satwa liar, sehingga tidak heran Indonesia memiliki keberagaman sata diseluruh wilayahnya. Namun saat ini beberapa satwa di Indonesia mengalami kondisi yang kritis dimana diantaranya terancam bahaya kepunahan, bahkan beberapa jenis satwanya telah punah akibat ulah manusia, yang diantaranya ialah maraknya perdagangan satwa secara ilegal. Maraknya perdagangan satwa secara ilegal tersebut lambat-laun mengakibatkan satwa-satwa di Indonesia akan mengalami kepunahan. Dengan ini guna perlidungan serta pelestarisan satwa saat ini hingga masa mendatang, diperlukan batasan-batasan dalam setiap tindakan atau perilaku dari individu manusianya, melalui kebijakan hukum yang tegas dan berlaku secara tertib di masyarakat. Sehingga setiap tindakan perdaganagan satwa oleh manusia dapat terkontrol oleh petugas-petugas yang diberi wewenang dalam perlindungan dan pengelolaan satwa, serta petugas-petugas yang di beri wewenang kiranya dapat menjalankan tugasnya dengan benar, sehingga masyarakatnya sadar akan pentingnya perlindungan terhadap satwa. 11 Upaya Kebijakan Hukum dalam 11 Opcit, Hal.3, Nyoman Wijana, Nopember, 2014, Ilmu Lingkungan, Yogyakrta, Graha Ilmu, Hal.8, 9, 190.

Transcript of BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf ·...

Page 1: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam Perlindungan Satwa

Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat

dan/atau di air, dan/atau di udara, yang memiliki keanekaragaman jenisnya. Di

Indonesia sendiri secara geografis merupakan negara yang iklimnya mempuni

bagi keberlangsungan hidup satwa-satwa liar, sehingga tidak heran Indonesia

memiliki keberagaman sata diseluruh wilayahnya. Namun saat ini beberapa

satwa di Indonesia mengalami kondisi yang kritis dimana diantaranya terancam

bahaya kepunahan, bahkan beberapa jenis satwanya telah punah akibat ulah

manusia, yang diantaranya ialah maraknya perdagangan satwa secara ilegal.

Maraknya perdagangan satwa secara ilegal tersebut lambat-laun

mengakibatkan satwa-satwa di Indonesia akan mengalami kepunahan. Dengan

ini guna perlidungan serta pelestarisan satwa saat ini hingga masa mendatang,

diperlukan batasan-batasan dalam setiap tindakan atau perilaku dari individu

manusianya, melalui kebijakan hukum yang tegas dan berlaku secara tertib di

masyarakat. Sehingga setiap tindakan perdaganagan satwa oleh manusia dapat

terkontrol oleh petugas-petugas yang diberi wewenang dalam perlindungan dan

pengelolaan satwa, serta petugas-petugas yang di beri wewenang kiranya dapat

menjalankan tugasnya dengan benar, sehingga masyarakatnya sadar akan

pentingnya perlindungan terhadap satwa.11 Upaya Kebijakan Hukum dalam

11Opcit, Hal.3, Nyoman Wijana, Nopember, 2014, Ilmu Lingkungan, Yogyakrta, Graha Ilmu,Hal.8, 9, 190.

Page 2: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

24

Perlindungan satwa dari perdagangan oleh manusia di Indonesia, berkembang

seiring waktu sesuai kondisinya, yang terbagi berikut ini:

1. Perlindungan Satwa Di Zaman Kolonial Belanda

Dalam rangka perlindungan terhadap satwa pada zaman Kolonial

Belanda dilakukan peraturan-peraturan berikut ini :

a. Parelvisscherij, Sponsenvisscherij ordonnantie (Stbl. 1926 No. 157),dikeluarkan di Bogor oleh Gubernur Jenderal Idenburg pada tanggal 29Januari 1916. Ordonansi tersebut memuat peraturan umum dalam rangkamelakukan perikanan siput mutiara, kulit mutiara, teripang, dan bungakarang dalam jarak tidak lebih dari 3 mil-laut Inggris dari pantai-pantaiHindia Belanda (Indonesia). Maksudnya melakukan perikanan terhadaphasil laut ialah tiap usaha dengan alat apa pun juga untuk mengambilhasil laut dari laut tersebut. Pada tanggal 26 Mei 1920, dengan penetapanGubernur Jenderal No. 86, telah diterbitkan Visscherijordonnantie (Stbl.1920 No. 396), yaitu peraturan perikanan untuk melindungi keadaanikan. Adapun yang dimaksud dengan ikan meliputi pula telur ikan, benihikan, dan segala macam kerang-kerangan. Dalam Pasal 2 ditentukanbahwa menangkap ikan dengan bahan-bahan beracun, bius atau bahan-bahan peledak dilarang. Ordonansi lain di bidang perikanan adalahKustvischerijordonnantie (Stbl. 1927 No. 144), berlaku sejak tanggal 1September 1927. Ordonansi Perikanan telah dicabut dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan yang diundangkan padatanggal 19 Juni 1985.

b. Hinder ordonnantie (Stbl. 1926 No. 226, yang diubah/ditambah,terakhir dengan Stbl. 1940 No. 450), yaitu Ordonansi Gangguan. Didalam Pasal 1 ditetapkan larangan mendirikan tanpa izin tempat-tempatusaha yang perincian jenisnya dicantumkan dalam ayat (1) pasal tersebut,meliputi 20 jenis perusahaan. Di dalam ordonansi ini ditetapkan pulaberbagai pengecualian atas larangan ini. Di bidang perusahaan telahdikeluarkan Berdrijfsreglementeringsordonnantie 1934 (Stbl. 193 8 No.86 jo. Stbl. 1948 No. 224).

c. Ordonansi yang penting di bidang perlindungan satwa adalahDierenbechermings- ordonnantie (Stbl. 1931 No. 134), yang mulaiberlaku pada tanggal I Juli 1931 untuk seluruh wilayah Hindia Belanda(Indonesia). Berkenaan dengan ordonansi ini adalah peraturan tentangperburuan, yaitu Jacht- ordonnantie 1931 (Stbl. 1931 No. 133) danJachtordonnantie Java en Madura sejak Tanggal 1 Juli 1940.

d. Ordonansi yang mengatur perlindungan alam adalahNatuurbeschermings ordonnantie 1941 (Stbl. 1941 No. 167). Ordonansiini mencabut ordonansi yang mengatur cagar-cagar alam dan suaka-suaka margasatwa, yaitu Natuurmonumenten en

Page 3: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

25

Wildreservatenordonnantie 1932 (Stbl. 1932 No. 17) danmengantarkannya dengan Natuurbeschermingsordonantie 1941 tersebut.Ordonansi tersebut dikeluarkan untuk melindungi kekayaan alam diHindia Belanda (Indonesia).12

Tujuan dari ordonasi-ordonansi tersebut adalah menjaga sumberdaya

alam yang ada di Hindia-Belanda untuk tetap lestari, serta mencegah

tindakan-tindakan yang dapat merusak sumberdaya alam oleh manusia,

yang pada saat itu terkenal dengan sistem berburu.

2. Perlindungan Satwa Melalui Convention On International Trade In

Endangered Species Of Wild Fauna And Flora (CITES)

Indonesia menjadi peserta CITES pada tahun 1978, dengan disahkannya

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1978 Tentang

Mengesahkan "Convention On International Trade In Endangered Species

Of Wild Fauna And Flora", Yang telah Ditandatangani Di Washington

Pada Tanggal 3 Maret 1973, Sebagaimana Terlampir Pada Keputusan

Presiden. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild

Fauna and Flora (CITES) adalah Konvensi Internasional mengenai

Perdagangan Flora dan Fauna yang Hampir Punah. Konvensi ini dilakukan

atas kekhawatiran dunia Internasional terhadap populasi satwa-satwa

diberbagai belahan negara yang mengalami penuruan akibat maraknya

perdagangan satwa.

12Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Hukum Pidana, Badung, Alumni,Hal.184-185.

Page 4: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

26

Yang di bahas didalam konvensi CITES ini diantaranya adalah

penggolongan jenis-jenis satwa terancam punah, spesies yang tidak

terancam punah, dan spesies terdaftar, sebagaiman yang dimuat didalam

lampiran CITES berikut ini :

a. Appendix ISekitar 1,200 spesies, dan merupakan spesies yang terancam punah

atau dapat menjadi terancam punah karena diperdagangkan. Perdagangankomsersil spesies liar yang ditangkap dari spesies dalam daftar ini adalahilegal (hanya diperbolahkan dalam keadaaan khusus untuk tujuan non-komersil). Perdagangan hewan penangkaran atau tanaman yangdikembangbiakan secara buatan yang ada dalam daftar Appendix Idianggap spesies yang termasuk dalam Appendix II, dengan adanyapersyaratan (lihat dibawah). Perdagangan dari spesies ini membutuhkanizin ekspor dan impor, yang diterbitkan oleh badan pengelolaan dimasing-masing negara. Badan pengelolaan dari negara eksportirdiharapkan untuk memeriksa bahwa izin impor telah ada dan negaraimportir diharapkan dapat menjaga spesies dengan baik. Sebagaitambahan, badan ilmiah negara eksportir harus membuat temuan yangmenyatakan tidak ada kerugian, yang menjamin bahwa ekspor spesiestidak akan berdampak buruk pada populasi satwa liar.

b. Appendix IISekitar 21,000 spesies, adalah spesies yang tidak terancam punah,

namun dapat terancam punah jika perdagangan spesies tersebut tidakdiatur dengan ketat untuk menghindari pengunaan yang bertentangandengan kelangsungan hidup spesies di alam liar. Sebagai tambahan,Appendix II dapat mencakup spesies yang secara fisik mirip denganspesies yang sudah terdaftar dalam lampiran ini. Perdaganganinternasional spesies Appendix II dapat disetujui dengan memberikanizin ekspor atau sertifikat re-ekspor oleh badan pengelolaan negaraeksportir. Tidak ada izin impor yang dibutuhkan walaupun beberapapihak menysaratkan hal ini sebagai bentuk peraturan domestik yang lebihketat. Sebelum izin ekspor diberikan, perusahaan ekspor harusmemastikan bahwa ekspor tidak akan berdampak buruk pada populasispesies di alam liar.

c. Appendix III170 spesies, adalah spesies yang terdaftar setelah satu negara meminta

CITES untuk membantu mengkontrol perdagangan spesies tersebut.Spesies tidak selalu terancam kepunahan global. Di semua negaraanggota, perdagangan spesies ini hanya diperbolehkan dengan izinekspor dan sertifikat asal dari negara anggota yang telah mendaftarkanspesies.

Page 5: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

27

Dengan adanya Konvensi Internasional mengenai perdagangan flora dan

fauna yang hampir punah ini, setiap negara yang ikut serta didalamnya

wajib melakukan perlindungan terhadap satwa di negaranya masing-masing.

dengan memuat peraturan mengenai perlindunngan satwa serta

menginventarisasi jenis-jenis satwa liar yang ada di Indonesia untuk

menggolongkan jenis satwa yang terancam punah, satwa yang langka, satwa

endemik, serta satwa yang sudah mengalami kepunahan. Selain itu

pemerintah dan masyarakatnya diwajibkan bekerjasama dalam mengelola

satwa yang ada.13

3. Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi

Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, Serta Kebijakan Publik

Lain Mengenai Perlindungan Satwa

Atas dasar perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, serta

pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

sebagaimana didalam Konvensi CITES, Lahirlah undang-undang nomor 5

tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.14

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990

Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya pengertian

satwa ialah : “semua jenis sumberdaya alam hewani yang hidup di darat

dan/atau di air, dan/atau di udara”. Kemudian didalam Pasal 4 Peraturan

13Andreas Pramudianto, 2014, Hukum Perjanjian Internasional, (Implementasi HukumPerjanjian Internasional Bidang Lingkungan Hidup Di Indonesia), Malang, Setara Press, Hal.91.

14Op.cit, Hal.5, Hadi S Alikodra, September, 2012, Konservasi Sumberdaya Alam danLingkungan Pendekatan Ecosophy Bagi Penyelamatan Bumi (Rangkuman).

Page 6: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

28

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan

Jenis Tumbuhan Dan Satwa, satwa ditetapkan atas dasar golongan yaitu satwa

yang dilindungi dan satwa yang tidak dilindungi. Lalu didalam undang-undang

pengawetan satwa ini suatu jenis satwa wajib ditetapkan dalam golongan yang

dilindungi apabila telah memenuhi kriteria:

a. Mempunyai populasi yang kecil;

b. Adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam;

c. Daerah penyebaran yang terbatas (endemik).

Kemudian satwa dilindungi tersebut digolongkan lagi menjadi dua yaitu

satwa yang dalam bahaya kepunahan dan satwa yang populasinya jarang. Jenis

satwa dalam bahaya kepunahan meliputi jenis satwa yang dalam keadaan

bahaya nyaris punah dan menuju kepunahan. Sedangkan jenis yang terancam

punah adalah karena populasinya sudah sangat kecil serta mempunyai tingkat

perkembangbiakan yang sangat lambat, baik karena pengaruh habitat maupun

ekosistemnya. Sementara itu jenis satwa yang populasinya jarang atau langka

ialah satwa yang populasinya kecil atau jarang sehingga pembiakannya sangat

sulit atau yang biasa disebut satwa endemik yang hanya terdapat di daerah-

daerah tertentu.15 Dengan demikian hukum sangat dibutuhkan guna

perlindungan terhadap satwa-satwa yang tersebar seluruh wilayah Indonesia.

Namun bukan berarti satwa yang tidak tergolong kedalam satwa yang

dilindungi serta merta dibiarkan begitu saja, melainkan tetap dijaga

kalestariannya dengan pemanfaatan yang sesuai sebagaimana yang tertuang

15Mahrus Ali Dan Izza Elvany, Agustus 2014, Hukum Pidana Lingkungan hidup SistemPemidanaan Berbasis Konservasi Lingkungan Hidup, Yogyakarta, UII Press, Hal.31-33.

Page 7: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

29

didalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi

Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya sebagai berikut “pemanfaatan

jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan

potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar”,

sementara peraturan lain mengenai satwa yang tidak dilindungi diantaranaya:

a. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 50/M-

DAG/PER/9 2013 Tentang Ketentuan Ekspor Tumbuhan Alam Dan Satwa

Liar Yang Tidak Dilindungi Undang-Undang Dan Termasuk Dalam Daftar

CITES

b. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M-

DAG/PER/1/2014 Tentang Penetapan Harga Patokan Tumbuhan Alam Dan

Satwa Liar Yang Tidak Dilindungi Undang-Undang

Selain itu masih ada lagi ketentuan umum lainnya yang mengatur

perlidungan satwa yang tidak dilindungi Undang-Undang. Intinya semua jenis

satwa yang ada baik yang dilindungi oleh udang-undang mapun tidak, masing-

masing mempunyai aturan tersendiri agar satwa yang dalam bahaya kepunahan

serta satwa yang populasinya jarang tidak punah, dan satwa yang poulasinya

masih lestari jangan sampai terancam bahaya kepunahan.16 Sebab jika satu

jenis satwa mengalami kepunahan, maka akan berdampak pada satwa yang

lainnya dimana sistem penyangga kehidupan di hutan menjadi tidak stabil dan

satwa-satwa lain ikut menjadi punah. Disisi lain Jenis-jenis satwa yang

dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang

16Ibid, Hal.28, Mahrus Ali Dan Izza Elvany, Agustus 2014, Hukum Pidana Lingkungan hidupSistem Pemidanaan Berbasis Konservasi Lingkungan Hidup, Hal.31-33.

Page 8: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

30

pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.17 Jenis satwa yang dilindungi

diantaranya monyet hitam Sulawesi (macaca nigra), kucing hutan (meong

congkak) dan babi rusa sebagaimana jenis satwa yang menjadi bahan penelitian

penulis dalam penulisan ini.

Peraturan mengenai perlidungan satwa ini selain diatas, dimuat dalam

ketentuan berikut ini :

1) Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 32 tahun 1990 tentang

pengelolaan kawasan lindung

2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 13 tahun 1994 tentang

perburuan satwa buru

3) Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 1998, tentang kawasan suaka alam

dan kawasan pelestarian alam

4) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 Tentang : Pemanfaatan Jenis

Tumbuhan Dan Satwa Liar

5) Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 48 tahun 2011 tentang

sumber daya genetik hewan dan perbibitan ternak

6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 95 tahun 2012 tentang

kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan

7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 108 tahun 2015 tentang

perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2011 tentang

pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam

17Ibid, Hal.28, Mahrus Ali Dan Izza Elvany, Agustus 2014, Hukum Pidana Lingkungan hidupSistem Pemidanaan Berbasis Konservasi Lingkungan Hidup, Hal.31-33.

Page 9: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

31

8) Peraturan Menteri kehutanan nomor : P.48/MENHUT-II/2008 tentang

pedoman penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar

9) Peraturan Menteri kehutanan Republik Indonesia nomor P.40/MENHUT-

II/2012 tentang perubahan atas Peraturan Menteri kehutanan nomor

P.52/MENHUT-II/2006 tentang peragaan jenis tumbuhan dan satwa liar

dilindungi

10) Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup

11) Undang-undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 1999 tentang

kehutanan

12) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 45 tahun 2004 tentang

perlindungan hutan. Dan peraturan lainnnya menyangkut perlindungan

satwa.

B. Tinjauan Umum Tentang Instrumen Hukum Pidana Dalam Perlindungan

Satwa Di Indonesia, Khususnya Mengenai Perdagangan Satwa

Isntrumen hukum pidana dalam perlindungan satwa merupakan penegakkan

hukum pidana linkungan dalam upaya mempertahaankan keberagaman satwa

yang ada agar tetap lestari untuk generasi saat ini sampai generasi yang akan

datang.18

18Op.Cit, Hal.10, Saifullah, Januari, 2007, Hukum Lingkungan Paradigma Kebijakan KriminalDi Bidang Konservasi Keanekaragaman Hayati, Hal.125

Page 10: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

32

1. Tindak Pidana Perdagangan Satwa Yang Dilindungi Merupakan

Bagian Dari Hukum Lingkungan

Hukum Lingkungan merupakan instrumen yuridis yang memuat kaidah-

kaidah mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk

sumberdaya alam, untuk mencegah terjadinya kerusakan pada lingkungan

hidup akibat ulah manusia serta pengendalian fungsi lingkungan akibat

bencana alam. Landasan pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup

ialah mengacu pada undang-undang dasar 1945 alinea ke 4 yang

mewajibkan pemerintah untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di

Indonesia untuk kesejahteraan raknyatnya.

Penyelesaian konflik didalam hukum lingkungan ini dilakukan melalui

upaya hukum administrasi, perdata dan Pidana. Sebagaimana penulisan

tugas akhir ini penulis mengfokuskan pada perspektif hukum pidana

lingkungan, namun bukan berarti mengabaikan hukum yang lain.

Didalam hukum pidana dikenal asas legalitas dimana suatu perbuatan

dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidanan dalam perundang-

undangan. Jadi penjatuhan pidana dapat diterapkan apabila sudah ada

undang-undang yang mengatur sebelum perbuatan dilakukan (nullum

delictum, nulla poena sine praevia lage poenali).19 Selain itu didalam

penegakkan hukum pidana lingkungan dikenal asas subsidiaritas dan asas

ultimum remidium, dan asas primum remedium, sebagaimana menurut

Koesnadi Hardjasoemantri menyatakan sebagai berikut :

19Deni Setyo bagus Yuherawan, Oktober, 2014, Dekonstruksi Asas Legalitas Hukum Pidana(Sejarah Asas Legalitas Dan Gagasan Pembeharuan Filosofis Hukum Pidana), Surabaya, SetaraPress, Hal.37.

Page 11: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

33

Asas subsisdiaritas keberadaannya tetap diperlukan, hanya sajapenerapannya diperjelas. seperti untuk kasus-kasus yang dilakukan olehmasyarakat kecil, maka asas subsidiaritas ini dapat diterapkan, sedangkanuntuk kasus dimana pelakunya adalah perusahaan besar maka asassubsidiaritas tidak dipakai. Akan tetapi untuk tingkat kesalahan pelakurelatif berat dan/atau perbuatannya relatif besar, dan,atau perbuatannyamenimbulkan keresahan masyarakat, maka peran hukum pidana bukan lagiultimum remedium (upaya terakhir) akan tetapi sudah primum remedium(utama atau pokok).20

Berdasarkan uraian tersebut terhadap hukum lingkungan hukum pidana

dapat difungsikan, melihat dari seberapa besar pelanggaran terhadap hukum

lingkungan, serta apa dampak yang ditimbulkan atas pelanggaran yang

dilakukan.

2. Kejahatan Dan Pelanggaran Dalam Tindak Pidana Perdagangan Satwa

Didalam undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi

sumberdaya alam hayati ini tindak pidana Perdagangan satwa terbagi atas

dua yaitu kejahatan dan Pelanggaran. Kejahatan maksudnya disini adalah

tindakan yang dilakukan secara sengaja, yang dikehendaki oleh pelaku. Jadi

pelaku mengetahui perbuatannya itu melanggar hukum pidana, namun ia

tetap melakukan kejahatan tersebut. Berikut ini beberapa teori mengenai

kesengajaan (Dolus) :

a. Menurut Memorie van Toelchting (MvT) WvS BelandaPidana pada umumnya hendaknya dijatuhkan pada barang siapa

melakukan perbuatan yang dilarang dengan dikehendaki (williens) dandiketahui (wetens).

b. MoeljatnoKesengajaan adalah orang yang menghendaki dan orang yang

mengetahui.21

c. Teori KehendakKesengajaan adalah kehendak yang ditujukan untuk melakukan

perbuatan, artinya untuk mewujudkan perbuatan itu memang telah

20Syahrul Mcahmud, September, 2012, Problematika Penerapan Delik Formil DalamPersepektif Penegakkan Hukum Pidana Lingkungan Di Indonesia (Fungsionalisasi Azas UltimumRemedium Sebagai Pengganti Asas Subsidiaritas, Bandung, CV Mnadar Maju, Hal.140.

21Adam Chazawi, Februari, 2010, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori PemidanaanDan Batas Berlakunya Hukum Pidana “Pelajaran Hukum Pidana”, Jakarta, Rajawali Pers,Hal.93, 94, 96, 97.

Page 12: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

34

dikehendaki sebelum seseorang itu benar-benar berbuat. Jikadihubungkan pada rumusan tindak pidana yang mengandung unsurperbuatan yang merupakan akibat sebagai syarat penyelesaian tindakpidana yang mengandung unsur perbuatan yang merupkan akibat sebagaisyarat penyelesaian tindak pidana (tindak pidanan materiil) maka selainditujukan pada perbuatan, kehendak juga harus ditujukan pada timbulnyaakibat itu.

d. Teori PengetahuanKesengajaaan adalah mengenai segala apa yang ia ketahui tentang

perbuatan yang akan dilakukan dan beserta akibatnya. Jika dihubungkandengan tindak pidana, kesengajaan itu adalah segala sesuatu yang iaketahui dan bayangkan sebelum seseoang melakukan perbuatan besertasegala sesuatu sekitar perbuatan yang akan dilakukannya sebagaimanayang dirumuskan dalam undang-undang.

e. Dalam Doktrin hukum pidana, dikenal ada tiga bentuk kesengajaan, yaitu1) Kesengajaan sebagai maksud artinya dengan menghendaki untuk

mewujudkan sesuatu perbuatan (tindak pidana aktif), menghendakiuntuk tidak berbuat/melalaikan kewajiban hukum (tindak pidanapasif) dan atau juga menghendaki timbulnya akibat dari perbuatan itu(tindak pidana materiil)

2) Kesengajaan Sebagai KepastianAdalah kesadaran seseorang terhadap suatu akibat menurut akal

orang pada umumnya pasti terjadi oleh dilakukannya suatu perbuatantertentu. Apabila perbuatan tertentu yang di sadarinya pastimenimbulkan akibat yang tidak dituju itu, dilakukan juga, maka disiniterdapat kesengajaan sebagai kepastian

3) Kesalahan Sebagai KemungkinanAdalah kesengajaan untuk melakukan perbuatan yang diketahuinya

bahwa ada akibat lain yang mungkin dapat timbul yang ia tidakinginkan dari perbuatan, namun begitu besarnya kehendak untukmewujudkan perbuatan, ia tidak mundur dan siap mengambil resikountuk melakukan perbuatan itu.22

Sementara Pelanggaran adalah tindak pidana yang dilakukan karena

kelalaian dari pelaku. Jadi disini pelaku dapat menduga ada resiko-resiko

pelanggaran yang akan terjadi, namun pelaku tetap melakukan pelanggaran

tersebut. Secara doktrinal terdapat 2 syaraat untuk terpenuhinya untuk

22Ibid, Hal.34, Adam Chazawi, Februari, 2010, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-TeoriPemidanaan Dan Batas Berlakunya Hukum Pidana “Pelajaran Hukum Pidana, Hal.93, 94, 96,97.

Page 13: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

35

kelalaiaan yaitu Tidak adanya kehati-hatian atau ketelitian yang diperlukan

dan adanya akibat yang diduga sebelumnya.

Dengan demikian kejahatan dan pelanggaran adalah tergantung

sejauhmana terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan oleh

pelaku. Sehingga sanksi yang diberikan sesui dengan pelanggaran yang

dilakukan.

C. Tinjauan Umum Tentang Pengelola Satwa Dan Peran serta Masyarakat

1. Pengelola Satwa

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.48/Menhut-II/2008

Tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia Dan Satwa Liar

petugas-petugas perlindungan dan pengelola satwa adalah sebagai berikut :

Kelembagaan penanganan konflik manusia - satwa liar terdiri dari dua

struktur yang berhubungan secara hirarki. Struktur pertama berupa Tim

Koordinasi Penanggulangan Konflik antara manusia dan satwa liar yang

membawahi struktur kedua yaitu Satuan Tugas Penanggulangan Konflik antara

manusia dan satwa liar. Akan tetapi khusus untuk penanggulangan konflik

manusia – orangutan, karena fokus kegiatannya adalah penyelamatan (rescue)

orangutan, maka di daerah-daerah yang sering terjadi konflik, seperti di

Kalimantan, dibentuk Satuan Tugas Penyelamatan (Rescue) Orangutan.

Kelembagaan ini kemudian digolongkan menjadi berikut ini :

1. Tim Koordinasi Penanggulangan Konflik Manusia – Satwa Liar adalah :

Ketua : Gubernur/ Wakil Gubernur/ Sekretaris Daerah

Page 14: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

36

Wakil Ketua : Kepala Dinas Propinsi yang membidangi kehutanan

Sekretaris : Kepala Balai Besar/Kepala Balai Konservasi Sumber

Daya Alam

Anggota:

1. Bappeda Provinsi

2. DPRD Provinsi

3. Balai Besar/ Balai Konservasi Sumber Daya Alam

4. Balai Besar/ Balai Taman Nasional

5. Dinas Provinsi yang membidangi Kehutanan

6. Dinas Provinsi yang membidangi Perkebunan

7. Dinas Provinsi yang membidangi Pertanian

8. Dinas Provinsi yang membidangi Peternakan

9. Dinas Provinsi yang membidangi Kesehatan

10. Dinas Provinsi yang membidangi PU

11. Dinas Provinsi yang membidangi Nakertrans

12. Sektor Swasta/ Dunia Usaha

13. Lembaga Swadaya Masyarakat

Tugas pokok Tim Koordinasi Penanggulangan Konflik antara manusia

dengan satwa liar membantu Kepala Daerah dalam mengurangi konflik

satwa liar dan manusia di kabupaten, lintas kabupaten dan provinsi.

Sementara fungsi tim koordinasi penanggulangan konflik antara manusia

dengan satwa liar:

Page 15: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

37

a. Mengkoordinasikan dan memfasilitasi penanganan konflik manusia-

satwa liar lintas provinsi dan lintas kabupaten.

b. Mengkoordinasikan perencanaan kegiatan penanganan konflik manusia-

satwa liar termasuk penganggaran sesuai dengan kewenangan provinsi.

c. Menyelaraskan/memaduserasikan kegiatan-kegiatan pembangunan

daerah dengan habitat satwa liar sehingga dapat menekan tingkat konflik

2. Satuan Tugas Penanggulangan Konflik antara manusia dan satwa liar

Satuan Tugas (SATGAS) Penanggulangan Konflik Antara Manusia

Dengan Satwa Liar, dengan struktur sebagai berikut :

Ketua :Kepala Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya Alam

Wakil Ketua :Sub Dinas yang membidangi Kehutanan

Sekretaris :Kepala Bidang Teknis/ Kepala Tata Usaha Balai

Besar/Balai KSDA

Unit Penanganan Satwa, yang terdiri dari unsur-unsur :

a. Balai Besar/Balai KSDA

b. Balai Besar/Balai Taman Nasional

c. Dinas yang membidangi Kehutanan

d. Lembaga Swadaya Masyarakat

e. Tenaga Profesional Medis & Kesejahteraan Satwa

f. Tenaga Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan dan Polhut

Unit Penanganan Masyarakat, yang terdiri dari unsur-unsur :

a. Dinas yang membidangi Kesehatan

b. Dinas yang membidangi Peternakan

Page 16: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

38

c. Dinas yang membidangi Perkebunan

d. Dinas yang membidangi Pertanian

e. Kepolisian

Satuan Tugas Penanggulangan Konflik Antara Manusia Dan Satwa Liar

mempunyai tugas pokok membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan

langkah-langkah kegiatan operasional penanggulangan konflik satwa liar –

manusia. Tugas-tugasnya adalah:

a. Menerima laporan/informasi konflik antara manusia dan satwa liar

b. Melakukan pemeriksaan ke tempat kejadian perkara (lokasi) terjadinya

konflik antara manusia dan satwa liar.

c. Mengumpulkan informasi serta menganalisa untuk menentukan dan

melaksanakan langkah-langkah penanganan konflik antara manusia

dengan satwa liar, baik penanganan pada tingkat masyarakat maupun

penanganan untuk satwa.

d. Melakukan verifikasi dalam rangka pemberian kompensasi kepada

korban konflik sesuai peraturan perundang-undangan.

e. Melaporkan kegiatan penanggulangan konflik antara manusia dengan

satwa liar yang telah dilaksanakan. Melakukan monitoring pasca konflik.

3. Satuan Tugas Penyelamatan (Rescue) Orangutan.

Khususnya di daerah-daerah yang sering terjadi konflik antara manusia

dan orangutan sehingga harus dilakukan upaya-upaya penyelamatan

(rescue) orangutan, Kepala Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya

Page 17: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

39

Alam menetapkan Satuan Tugas Penyelamatan (Rescue) Orangutan dengan

struktur sebagai berikut:

Ketua/Penanggung Jawab :Kepala Balai Besar/Balai Konservasi

Sumber Daya Alam

Sekretaris :Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai Besar/

Balai KSDA

Koordinator Lapangan :Dokter Hewan/ Paramedis Hewan (dari

Balai Besar/Balai KSDA atau dari instansi

lain/LSM)

Anggota:

a. 4 (empat) orang tenaga teknis (dari Balai Besar/Balai KSDA / instansi

lain/ LSM)

b. 1 (satu) orang Polisi Hutan Balai Besar/ Balai KSDA

Satuan Tugas Penyelamatan (Rescue) Orangutan mempunyai tugas

pokok membantu Kepala Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya ALam

dalam melaksanakan langkah-langkah/ kegiatan penyelamatan (rescue)

orangutan. Satuan Tugas Penyelamatan (Rescue) Orangutan mempunyai

tugas pokok :

a. Menerima laporan/informasi konflik

b. Melakukan pemeriksaan ke tempat kejadian perkara (lokasi) terjadinya

konflik manusia – orangutan

c. Mengumpulkan informasi serta menganalisanya untuk menentukan dan

melaksanakan langkah-langkah penyelamatan orangutan.

Page 18: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

40

d. Melaporkan kegiatan penyelamatan (rescue) orangutan yang telah

dilaksanakan.

e. Melakukan monitoring pasca penyelamatan.

Sementara Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia

Nomor : P.31/Menhut-II/2012 Tentang Lembaga Konservasi menjelaskan

sabagai berikut: Lembaga konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang

konservasi tumbuhan dan/atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik

berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non-pemerintah.

Lembaga konservasi ini terdiri atas dua yaitu sebagai berikut:

1) Lembaga Konservasi Untuk Kepentingan Umum

Adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan/atau

satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik berupa lembaga pemerintah

maupun lembaga non-pemerintah yang dalam peruntukan dan

pengelolaannya mempunyai fungsi utama dan fungsi lain untuk kepentingan

umum. Lembaga koservasi ini meliputi:

a. Kebun binatang;

b. Taman safari;

c. Taman satwa;

d. Taman satwa khusus;

e. Museum zoologi;

Page 19: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

41

f. Kebun botani;

g. Taman tumbuhan khusus; dan

h. Herbarium.

2) Lembaga Konservasi Untuk Kepentingan Khusus

Adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan/atau

satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik berupa lembaga pemerintah

maupun lembaga non-pemerintah yang dalam peruntukan dan

pengelolaannya difokuskan pada fungsi penyelamatan atau rehabilitasi

satwa. Lembaga konservasi untuk kepentingan khusus ini meliputi:

a. Pusat penyelamatan satwa;

b. Pusat latihan satwa khusus; dan

c. Pusat rehabilitasi satwa.

Pengelolaan lembaga konservasi untuk kepentingan khusus ini dilakukan

melalui kerjasama dengan mitra kerja yang merupakan badan hukum, yaitu:

a. Badan usaha milik negara;

b. Badan usaha milik swasta;

c. Lembaga swadaya masyarakat;

d. Lembaga penelitian yang kegiatannya meliputi penelitian tumbuhan dan

satwa;

Page 20: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

42

e. Lembaga pendidikan formal; atau

f. Yayasan.

Di Kota Tomohon-Manado sendiri, dalam rangka perlindungan pelestarian

lingkungan hidup termasuk didalamnya perlindungan terhadap satwa ada

beberapa organisasi yang dibentuk yakni:

1. Dinas Lingkungan Hidup Kota Tomohon

Bekerjasama dengan :

- Balai Knservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Sulawesi

Utara

- Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (Wisma Tangkasi)

- Balai Pengamanan Dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Dan

Kehutanan Manado

2. Peran Serta Masyarakat Dalam Perlindungan Dan Pengelolaan Satwa

Peran serta masyarakat adalah unsur yang paling pokok didalam

Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan hidup dan sumberdaya alam

Indonesia, seperti perlindungan terhadap keanekaragaman satwa. Sebab pola

lingkungan hidup yang terolah dan tertata adalah tergantung bagaimana peran

serta masyarakat didalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada.23 Jika

sumberdaya alam disalah gunakan tentunya Lingkunga hidup menjadi rusak,

23Opcit, Hal.5, Hadi S Alikodra, September, 2012, Konservasi Sumberdaya Alam danLingkungan Pendekatan Ecosophy Bagi Penyelamatan Bumi (Rangkuman).

Page 21: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

43

namun jika masyarakat mampu mengontrol pemanfaatannya sesuai aturan yang

dibuat tentu sumberdaya alam yang ada akan tetap lestari saat ini dan di masa

yang akan datang.

Peran serta masyarakat secara umum dimuat didalam ketentuan Pasal 70

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindngan dan pengelolaan

lingkungan hidup:

(1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya

untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup.

(2) Peran masyarakat dapat berupa:

a. Pengawasan sosial;

b. Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau

c. Penyampaian informasi dan/atau laporan.

(3) Peran masyarakat dilakukan untuk:

a. Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup;

b. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;

c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;

d. Menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk

melakukan pengawasan sosial; dan

e. Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka

pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Page 22: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

44

Dalam rangka perlindungan terhadap satwa peran serta masyarakat diatur

secara khusus didalam ketentuan Pasal 50 Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam

Dan Kawasan Pelestarian yaitu Masyarakat berhak:

a. Mengetahui rencana pengelolaan KSA dan KPA;

b. Memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam penyelenggaraan KSA

dan KPA;

c. Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan KSA dan KPA; dan

d. Menjaga dan memelihara KSA dan KPA.

Peran serta masyarakat juga diatur didalam pasal 37 ayat (1) dan Ayat (2)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam

Hayati dan Ekosisemnya

(1) Peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai

kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna.

(2) Dalam mengembangkan peran serta rakyat sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1), Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui

pendidikan dan penyuluhan.

Selain itu peran serta masyrakat berperan aktif menjaga sumberdaya alam

yang ada didalam hutan adat, hutan rakyat serta yang lainnya yang termasuk

kedalam perhutanan sosial dan perlu mendapatkan pendidikan dari petugas

yang berwenang dalam pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana bunyi

Page 23: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

45

Pasal 86 Undang-Undang Nomor 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan :

“Untuk meningkatkan kesadaran dan mengembangkan peran serta masyarakat

dalam bidang karantina hewan dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan,

penyuluhan dan penyebarluasan informasi secara terencana dan berkelanjutan,

dengan melibatkan organisasi profesi, organisasi fungsional dan lembaga

swadaya masyarakat”.

Undang-undang tersebut bertujuan agar tercipta masyarakat yang sadar akan

lingkungannya, namun membangun kesadaran bukanlah perkara yang mudah

sebab masyarakat setiap individu mempunyai pemahaman yang berbeda-beda,

apa lagi terdapat beberapa faktor yang mepengaruhi kesadaran lingkungan

hidup sperti faktor ketidaktahuan, faktor kemiskinan, faktor kemanusiaan, dan

faktor gaya hidup.24

Sementara konservasi diartikan sebagai pengelolaan biosphere secara bijaksana

bagi keperluan manusia, sehingga menghasilkan manfaat secara berkelanjutan

yang sangat ditentukan oleh keberhasilan konservasi suaka alam bagi generasi

kini dan menetapkan potensi untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi

mendatang. Kegiatannya mencakup perlindungan, pengawetan, dan pemanfatan

secara lestari, rehabilitasi dan peningkatan mutu lingkungan alam.25

Berdasarkan undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya “konservasi sumberdaya alam hayati

dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfatan

24Amos Neolaka, 2008, Kesadaran Lingkungan, (Rangkumana). Jakarta, Rineka Cipta.25 Mohammad Taufik Makarao, 2011, Aspek-Aspek Hukum Lingkungan, Jakarta, PT Indeks,

Hal.37

Page 24: BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Dalam ...eprints.umm.ac.id/39107/3/BAB II.pdf · dilindungi dimuat dalam lampiran undang-undang no 7 tahun 1999 tentang 16 Ibid, Hal.28,

46

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Yang

bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta

keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan

kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Konservasi ini

merupakan tanggungjawab bersama pemerintah dan masyarakat melalui kegiatan

perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis

tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.26

26Op.Cit, Hal.45, Amos Neolaka, 2008, Kesadaran Lingkungan, (Rangkumana).