BAB II A. Perubahan Administrasi dari Tatar Ukur Hingga ... · Priangan dikepalai oleh seorang...
Transcript of BAB II A. Perubahan Administrasi dari Tatar Ukur Hingga ... · Priangan dikepalai oleh seorang...
18
BAB II
PERKEMBANGAN KOTA BANDUNG 1920-1941
A. Perubahan Administrasi dari Tatar Ukur Hingga Gemeente Bandung
1. Tatar Ukur dan Nagorij Bandong
Bandung adalah salah satu wilayah di porvinsi Jawa Barat yang terletak di
dataran tinggi. Wilayah tersebut dikelilingi oleh pegunungan dan perbukitan
dengan ketinggian rata-rata 1.300 meter dari permukaan laut. Dataran tinggi
Bandung semula merupakan kaldera Gunung Purba Sunda dan kemudian berubah
menjadi Danau Purba Bandung.1 Letak Bandung yang dikelilingi oleh
pegunungan tersebut, menjadikan suhu udara di wilayah ini sangat sejuk dan
dingin.
Pada abad ke-17 rakyat pribumi mengenal wilayah Bandung dengan sebutan
“Tatar Ukur”. Wangsanata alias Dipati Ukur adalah penguasa dari Kabupaten
Ukur yang merupakan bagian dari Priangan. Priangan adalah sebutan bagi wilayah
Kerajaan Sumedanglarang dan kerajaan Galuh. Pada tahun 1620 Kerajaan
Sumedanglarang dikuasai oleh kerajaan Mataram. Kerajaan Mataram kemudian
menggabungkan Kerajaan Galuh dan kerajaan Sumedanglarang menjadi
“Priangan”. Hal ini dilakukan untuk memperkuat kedudukan Susuhunan Mataram
di kedua wilayah tersebut.
1 Sudarsono Katam, Lulus Abadi, Album Bandoeng Tempo Doloe (Bandung : NavPress Indonesia 2005), hlm. 5.
19
Priangan dikepalai oleh seorang wedana bupati dan dibagi kedalam beberapa
kabupaten. Pada awalnya, Priangan terdiri dari kabupaten Sumedanglarang,
Pamanukan, Ciasem, Kawung, Sukapura, Ukur, Limbangan dan Cianjur.2 Pada
tahun 1641 dibentuk kabupaten-kabupaten baru yaitu Bojonglopang (Kertabumi),
Utama, Imbanagara dan Kawasen sebagai pengembangan dari Kabupaten Galuh;
serta Bandung, Parakanmuncang dan Sukapura sebagai pengembangan dari
daerah Ukur.3
Kabupaten Ukur, salah satu wilayah dari Priangan pada masa pimpinan Bupati
Tumenggung Wira Angun-Angun (1641-1681) mendirikan pusat pemerintahan di
daerah Krapyak atau Dayeuh Kolot. Dayeuh Kolot merupakan “kota tuanya”
Bandung atau disebut juga dengan “Bandung Pertama”.4 Pada masa
kepemimpinan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels tahun 1808-1811
Priangan dibagi kedalam lima kabupaten yaitu Sumedang, Ukur (Bandung),
Cianjur, Krawang dan Parakanmuncang yang dikenal sebagai Preanger-
Regentschappen.5
Pembangunan Grote Postweg (Jalan Raya Pos) menjadi mega proyek kerja
yang dilakukan oleh Daendels di Hindia Belanda. Pembangunan Grote Postweg
2 Sudarsono Katam, Kereta Api Di Priangan Tempo Doloe (Bandung:Pustaka Jaya, 2014), hlm. 1.
3 Edi S. Ekadjati, Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya (Jakarta :Girimukti Pasaka, 1984), hlm. 106.
4 Robert P.G.A Voskuil; dkk, Bandung Citra Sebuah Kota – BandoengBeeld van Een Stad (Bandung : Departemen Planologi ITB, 2007), hlm. 10.
5 Pada tahun 1813, Cianjur, Bandung, Sumedang, Limbangan danSukapura sempat dimasukkan ke dalam Karesidenan Buitenzorg berdasarkanusulan tanggal 31 Desember 1812 yang terdiri dari Th. Mac Quoid dan VanLawick van Pabst. Sudarsono Katam, 2014, op.cit, hlm.2.
20
ini pada tahun 1809 melintasi wilayah Tatar Ukur yaitu daerah yang berjarak 11
km dari Krapyak Ibu Kota Kabupaten Tatar Ukur. Berdasarkan perintah Daendels,
R.A Wiranatakoesoema II (1794-1829) yang saat itu menjabat sebagai Bupati
Tatar Ukur memindahkan ibu kota dari Krapyak ke tepi Grote Postweg.
Pemindahan tersebut dilakukan pada tahun 1810 ke daerah baru yang diberi nama
Bandong atau Bandung. Nama “Bandong” juga telah tertulis dalam peta Plan den
Nagorij Bandong tahun 1825, yang merupakan salah satu peta awal kota
Bandung.
Priangan ditetapkan menjadi Karesidenan berdasarkan ketetapan tanggal 10
Agustus 1815. Cianjur saat itu ditetapkan menjadi ibu kota Karesidenan Priangan.
Karesidenan Priangan dibagi menjadi lima kabupaten yaitu Kabupaten Sumedang,
Bandung, Cianjur, Limbangan dan Parakanmuncang. Pada tahun 1859
Karesidenan Priangan mengalami perubahan pembagian kabupaten. Sejak saat itu
karesidenan Priangan terdiri dari Kabupaten Sumedang, Bandung, Cianjur,
Limbangan dan Sukapura.
Pembangunan Grote Postweg oleh Daendels menyebabkan wilayah Bandung
semakin dikenal. Wilayah Bandung menjadi terbuka karena akses jalan yang
semakin mudah, selain itu Bandung merupakan daerah perkebunan yang sangat
subur dan makmur. Kondisi ini membuat seorang tuan tanah kaya di Priangan
yaitu Dr. Andries de Wilde pada tahun 1819 mengajukan saran untuk
memindahkan ibukota Karesidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung. Pada tahun
1856 Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud memerintahkan pemindahan
ibukota Karesidenan Priangan ke Bandung. Pemindahan tersebut baru dapat
21
dilaksanakan oleh Residen Van der Moore pada tahun 1864 bertepatan dengan
meletusnya Gunung Gede yang menggoncang kota Cianjur.
2. Gemeente Bandung
Pada permulaan abad ke-20 pencanangan Undang-undang Desentralisasi
memberikan kesempatan bagi kota-kota di Hindia Belanda untuk menjadi sebuah
kotapraja yang mandiri. Usulan mengenai pembentukan pemerintah lokal memang
sudah cukup lama dibicarakan. Pada tahun 1866 Van Twist mengajukan usulan
untuk penunjukkan suatu komite pemerintahan lokal, kemudian Van Dedem juga
mengajukan sistem Desentralisasi. Namun Undang-undang Desentralisasi baru
bisa diterima setelah Idenburg berhasil membujuk Parlemen.6
Terkait dengan Ordonasi Desentralisasi, pada tahun 1905 baru dibentuk
dewan-dewan untuk tiga kota utama yang mendapat status Gemeente. Pada
tanggal 1 April 1906, sejumlah kota lain mengikuti perubahan status menjadi
Gemeente,termasuk Bandung. Asisten Residen sebelumnya merupakan wakil
pemerintahan Hindia Belanda di pemerintahan daerah setempat. Pada saat
berlakunya desentralisasi, Asisten Residen menjalankan tugas menjadi pimpinan
sementara dan penasehat kotapraja. Tugas tersebut menjadi tanggung jawab
Asisten Residen sampai lahirnya peraturan pelaksanaan Keputusan Otonomi yang
6 “Dengan adanya Undang-undang Desentralisasi, Otoritas pusatmenyerahkan wewenang kepada organ-organ pemerintahan yang lebih rendah”J.S Furnivall, Hindia Belanda – Studi Tentang Ekonomi Majemuk (Jakarta :Freedom Institute, 1967), hlm. 287.
22
dibuat oleh Pegawai Kota Praja pada tahun 1906. Pada tahun 1907 de Heer B.
Coops diangkat menjadi walikota pertama untuk gemeente Bandung.
Penetapan Bandung sebagai Gemeente diiringi pula dengan pembangunan
sarana dan prasarana penunjang kegiatan pemerintahan. Pembangunan kantor
sebagai penunjang pelaksanaan pemerintahan gemeente di Bandung dilaksanakan
secara bertahap. Pada awal penetapan Gemeente Bandung, kantor gemeente
terletak di jalan Asia-Afrika yaitu menempati gedung yang pernah digunakan
sebagai toko buku Sumur Bandung. Beberapa waktu kemudian, kantor gemeente
dipindahkan ke “Gedong papak” yaitu sebuah bangunan yang berdiri di atas tanah
dan gudang kopi milik Andries de Wilde. Gedong Papak dipilih menjadi kantor
pemerintahan Gemeente Bandung dikarenakan letaknya yang strategis.
Pasca ditetapkan menjadi Gemeente, Pemerintahan Hindia Belanda
mempertimbangkan Bandung untuk dijadikan ibu kota Hindia Belanda
menggantikan Batavia. Gagasan untuk menjadikan Bandung sebagai ibu kota
Hindia Belanda semakin diperkuat oleh Gubernur Jenderal J.P. Graaf van
Limburg Stirum (1916-1921). Pada perkembangannya kota Bandung mengalami
penataan dan pembangunan ruang kota. Pemerintah Hindia Belanda membentuk
tim perencanaan gabungan yang terdiri dari militer, Departemen Pekerjaan
Umum, dan Dinas Teknik Kotapraja.7 Tim perencanaan gabungan tersebut
dibentuk sebagai tindak lanjut wacana pemindahan ibukota Hindia Belanda ke
7 Reiza Dienaputra, Sunda Sejarah, Budaya dan Politik (Jatinangor :Sastra Unpad Press, 2011), hlm. 51.
23
Bandung. Tim perencanaan gabungan tersebut memiliki tugas-tugas sebagai
berikut :
1. Memindahkan semua departemen dan instansi pemerintah pusat dari Batavia
ke Bandung
2. Memilih lokasi yang tepat di kota Bandung untuk dijadikan lokasi bangunan
instansi-instansi pemerintah pusat
3. Mengadakan koordinasi dan kerjasama antara segenap instansi dan jawatan
pemerintah yang terkait untuk melancarkan dan mensukseskan rencana
perpindahan ibu kota Hindia Belanda tersebut.8
Gagasan mengenai pemindahan ibu kota Hindia Belanda dari Batavia ke Kota
Bandung, membawa dampak yang sangat besar. Pemindahan kantor pemerintah
Hindia Belanda ke kota Bandung mengakibatkan terjadinya pembangunan yang
sangat pesat. Instansi pemerintah Hindia Belanda yang berada di Batavia
berangsur-angsur memindahkan kantor pemerintahan ke kota Bandung. Instansi
pemerintah yang mulai pindah ke kota Bandung antara lain Jawatan Kereta Api
Negara (S.S), Departement van Gouvernements Bedrijven (G.B) yang semula
terletak di Weltevreden pada tanggal 1 Januari 1921 mulai berpindah ke kota
Bandung. Gouvernement Bedrijven yang melakukan perpindahan instansi ke kota
Bandung terdiri dari beberapa dinas, antara lain : Dinas Pekerjaan Umum (BOW),
Jawatan Metrologi (Tera), Jawatan Geologi dan lain sebagainya. Kantor
8 Haryoto Kunto, Balai Agung di Kota Bandung (Bandung :Granesia,1996), hlm. 93-94.
24
Gouvernement Bedrijeven di Kota Bandung menempati Gedong Sate yaitu sebuah
bangunan dengan gaya arsitektur “Romantik Klasik” karya arsitek J. Gerber.9
Departemen vital bagi Pemerintahan Hindia Belanda yang turut melakukan
perpindahan ke kota Bandung, yaitu Departement van Oorlog atau D.V.O
(Kementrian Peperangan). Departement van Oorlog mulai memindahkan
personilnya secara bertahap ke kota Bandung sejak tahun 1916. Gedung
Departemen van Oorlog di Bandung sejak tahun 1916 telah dimulai
pembangunannya dan selesai tahun 1920. Secara resmi Departement van Oorlog
menetap di kota Bandung pada tahun 1920. Seiring dengan pindahnya
Departement van Oorlog ke Bandung, diikuti pula perpindahan Artillerie
Constructie Winkel (ACW) dari Surabaya ke Kota Bandung dan sekarang dikenal
dengan Pindad.
Pada tahun 1922 Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan
Bestuurshervormingswet atau Undang-Undang Perubahan Pemerintahan. Undang-
undang tersebut mengatur perihal penataan administrasi pemerintahan dengan
membentuk gewest gaya baru yang disebut provincie.10 Wilayah administrasi
setingkat provincie ini menempati posisi paling tinggi setelah pemerintahan
pusat. Keberadaan Jawa Barat sebagai sebuah provincie secara resmi dibentuk
pada 1 Januari 1926.11 Pasca dikeluarkannya penetapan undang-undang
9 Haryoto Kunto, Wajah Bandoeng Tempo Doloe (Bandung : Granesia,1984), hlm. 250.
10 Reiza Dienputra, op.cit, hlm. 36.11 Ibid, hlm. 36.
25
pembentukan provinsi, Jawa Barat terbagi kedalam beberapa wilayah administrasi
yang terdiri atas 5 karesidenan, 18 kabupaten dan 6 kotapraja, yaitu :
1. Karesidenan Banten, terdiri dari Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang
dan Kabupaten Lebak
2. Karesidenan Batavia, terdiri dari Kabupaten Batavia, Kabupaten Meester
Cornelis, Kabupaten Karawang, Kotapraja Batavia dan Kotapraja Meester
Cornelis
3. Karesidenan Buitenzorg, terdiri dari Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi,
Kabupaten Cianjur, Kotapraja Buitenzorg dan Kotapraja Sukabumi
4. Karesidenan Priangan, terdiri dari Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang,
Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis dan Kotapraja
Bandung
5. Karesidenan Cirebon, terdiri atas Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan,
Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka dan Kotapraja Cirebon.12
Bandung dalam kedudukannya sebagai sebuah gemeente atau kota setelah
penetapan pada tahun 1906, memerlukan “Lambang Kota” untuk kepentingan
protokoler dan seremonial. Penetapan “Lambang Kota” harus menginterpretasikan
sejarah kehidupan penduduk, bentuk alamiah kota, dan potensi kota yang
menonjol. Ordonasi mengenai pembentukan lambang kota diatur dalam ordonasi
tanggal 7 September 1928. Pembentukan lambang kota Bandung sebenarnya telah
12 Ibid, hlm. 38.
26
dibentuk jauh sebelum ordonasi itu dikeluarkan. Pasca ditetapkan sebagai
Gemeente Bandung, Burgemeester Bandung B. Coops dibantu dengan para ahli
telah memulai merencanakan pembuatan lambang kota Bandung.
Gambar 1. : Lambang Kota Bandung Pada Masa Hindia BelandaSumber : www.media-kitlv.nl
Lambang kota Bandung di atas merupakan rancangan yang dibuat pada
masa Burgemeester Bandung B.Coops. Lambang kota Bandung tersebut berkaitan
dengan legenda Sangkuriang dan gunung Tangkuban Prau yang menjadi cikal
bakal wilayah Bandung. Penjelasan mengenai lambang kota Bandung tercantum
dalam Almanaak voor bandung 1941 dari Holland – Indie Handelsvereeniging
Bandoeng, yaitu :
1. Perisai Lambang Gemeente Bandoeng berbentuk persegi menyerupai saku
baju. Di dalamnya terdapat balok melintang dari sudut kiri atas ke sudut kanan
bawah, menggambarkan letak topografi Kota Bandung yang melandai dari
arah Utara ke Selatan.
27
2. Di atas perisai terdapat gambar “mahkota” yang menunjukkan bahwa Kota
Bandung berada dibawah kekuasaan Kerajaan Belanda.
3. Dua ekor singa berdiri mengapit perisai.
4. Sehelai pita menghiasi bagian bawah perisai yang bertuliskan Bahasa Latin
“Ex Undis Sol” yang berarti “Mentari Muncul di atas Gelombang”.13
Pada awal tahun 1930-an Pemerintahan Hindia Belanda melakukan
penghematan terhadap pertahanan militer akibat krisis yang melanda dunia.
Keadaan tersebut berubah dengan lebih memfokuskan pada bidang pertahanan
dan militer sebelum terjadinya Perang Dunia II. Pada tahun 1935 di Kota
Bandung dibangun angkatan udara modern yang ditetapkan sebagai Markas Besar
Umum dan Andir sebagai pangkalan induk. Pada tahun 1936 setelah adanya
ketegangan politik di Eropa dan keberhasilan ekspansi Jepang di Asia Timur,
pemerintah semakin memberikan perhatian terhadap bidang militer.
Invansi Jerman ke Nederland pada tanggal 10 Mei 1940, berakibat pada
ditetapkannya pelaksanaan “Operasi Berlijn” di wilayah-wilayah Hindia Belanda
tidak terkecuali bagi Kota Bandung. Pada bulan September 1939 jauh sebelum
terjadi invansi Jerman ke Belanda di Kota Bandung telah dipersiapkan organisasi
– organisasi sipil dan militer untuk mengantisipasi serbuan Jepang. Beberapa
minggu setelah Ratu Wilhemina berangkat ke Inggris tepatnya bulan Mei 1940,
selama Belanda diduduki perwakilan pemerintahan dipindahkan ke Hindia
13 Haryoto Kunto, 1984, op.cit, hlm. 145 – 147.
28
Belanda. Kota Bandung ditunjuk karena tempat yang strategis di dataran tinggi
serta keberadaan Departemen Peperangan dan Markas Besar Umum.
Pada tanggal 9 Maret 1942 menjadi tanda kekuasaan Belanda berakhir
dengan diserahkannya Hindia Belanda ke tangan Jepang. Pada masa kekuasaan
Jepang, wilayah administrasi setingkat provinsi dihapuskan digantikan dengan
Syu / Syukochan. Syu merupakan pemerintah daerah tertinggi di Jawa termasuk
Jawa Barat. Di era Jepang ini, Jawa Barat terbagi menjadi lima syu yaitu Banten
syu, Jakarta syu, Bogor syu, Priangan syu dan Cirebon syu.14
B. Kedatangan Bangsa Eropa Di Bandung
1. Awal Kedatangan Bangsa Eropa Di Bandung
Juliaen de Silva seorang mardjiker pada tahun 1641 menulis sebuah laporan
bahwa “ada sebuah negeri dinamakan Bandong yang terdiri atas 25 sampai 30
rumah”. Wilayah Bandung pada pertengahan abad ke-18 masih berupa hutan
rimba dengan air dari Danau Bandung yang masih menggenangi beberapa daerah
disekitarnya. Wilayah ini seakan tidak memiliki daya tarik untuk didatangi oleh
orang-orang Eropa.
14 Edi S. Ekadjati, et.al. Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah JawaBarat (Bandung : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarahdan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Daerah, 1980/1981),hlm. 15.
29
Potensi alam yang dimiliki Tatar Ukur (Bandung) mulai disadari oleh
pemerintah Belanda, ketika Abraham van Riebeek menulis catatan mengenai
wilayah itu. Sekitar tahun 1712 Van Riebeek mendarat di Pelabuhan Ratu, ia
adalah orang yang pertama kali membawa benih kopi ke tanah Jawa. Namun,
perjalanannya sangat singkat karena pada tanggl 13 November 1713 ia meninggal
akibat kelelahan dalam perjalanan pulang dari puncak Gunung Tangkuban Prau.
Pada tahun 1741 tiga puluh tahun setelah kedatangan van Riebeek, Pemerintah
Hindia Belanda menempatkan soldadu15 di Tatar Ukur yaitu Arie Top yang
menjabat sebagai kopral. Kopral Arie Top tercatat sebagai orang kulit putih
pertama yang menjadi warga Tatar Bandung. Pada tahun 1742 orang Eropa yang
datang ke Bandung mulai bertambah, yaitu dengan kedatangan tiga orang
Belanda, dua diantaranya adalah kakak beradik Ronde dan Jan Geysbergen dan
seorang lainnya adalah seorang Kopral Kompeni buangan dari Batavia.
Tatar Ukur pada waktu itu dianggap sebagai “neraka”. Wilayah ini ideal untuk
tempat pembuangan orang-orang jahat, soldadu atau pegawai pemerintah yang
membuat kesalahan besar.16 Terdapat sebuah cerita pada tahun 1742, ada seorang
Kopral Kompeni Belanda yang dihukum dan dibuang ke Bandung. Alih-alih ia
meninggal dan sengsara di daerah pembuangan, sebaliknya Kopral Kompeni
tersebut menjadi kaya raya dengan membuka hutan, berkebun dan membuka
perusahaan penggergajian kayu di Tatar Bandung dengan dibantu oleh kakak
15 Soldadu merupakan bahasa Portugis yang memiliki makna sama denganserdadu dalam bahasa Indonesia dan soldaat dalam bahasa Belanda.
16 Haryoto Kunto, 1984, op. cit, hlm. 10.
30
beradik Jan dan Ronde.17 Semenjak kejadian itu tepatnya pertengahan abad ke 18,
wilayah Bandung dikenal sebagai Paradise in Exile (Sorga dalam pembuangan)
dan secara bertahap berdatangan bangsa Eropa ke wilayah Bandung.
Pada abad ke- 18 akses jalan menuju wilayah Bandung belum memadai. Hal
ini mengakibatkan Bandung menjadi wilayah yang terisolasi dari kehidupan luar.
Namun, pada tahun 1786 dibuka jalan setapak yang bisa dilewati kuda. Jalan
teresebut dapat menghubungkan Bandung dengan wilayah lain seperti Batavia –
Bogor- Cianjur – Bandung. Jalur ini menjadi akses penting bagi kepentingan
ekonomi pemerintah Belanda. Terlebih ketika tahun 1789, Pieter Engelhard telah
membuka perkebunan kopi di lereng Gunung Tangkuban Prau. Kopi hasil
tanaman dari Pieter Engelhard yang terkenal adalah Javakoffie. Javakoffie berhasil
mendapat pasaran di Eropa dan menggantikan kopi pahit dari Batavia.
Daerah Priangan dikenal dengan hasil perkebunannya, terlebih ketika
dikeluarkannya “Undang-Undang Agraria pada tahun 1870” oleh Pemerintah
Kolonial Belanda. Undang-undang Agraria tersebut menjelaskan terbukanya
kesempatan lebar bagi penanaman modal swasta di sektor perkebunan. Sejak
diresmikannya Undang-undang Agraria, perkebunan di Hindia Belanda menjadi
berkembang dengan pesat. Jumlah perkebunan di Jawa Barat melonjak naik
menjadi 150 perkebunan dan sebagian besar berada di pegunungan Priangan yang
mengelilingi Kota Bandung. Hal ini tidak mengherankan jika orang-orang
Belanda yang ada di Priangan sebagian besar menjadi “Tuan Keboen” yang sangat
17 Ibid, hlm. 10-11.
31
sukses. Para tuan-tuan kebun Belanda tersebut terkenal dengan sebutan
Preangerplanters.
Para Preangerplanters umumnya memiliki kekayaan yang melimpah ruah.
Andreas de Wilde adalah salah satu diantaranya, ia memiliki gudang kopi dan
merupakan seorang tuan tanah kaya raya di tanah Priangan. Selain itu, masih ada
Franz Wilhelm Junghuhn sekitar tahun 1830-1837, yang menanam bibit kina
dengan hasil yang memuaskan. Catatan lain mengenai orang Eropa yang sukses
dengan usaha perkebunan di Priangan adalah keluarga Rudolph Albertus
Kerkhoven yang sejak tahun 1869 membuka perkebunan teh Arjasari di daerah
Bandung Selatan. Pengusaha perkebunan teh lainnya adalah K.A.R. Bosscha Thee
Kooning dari Perkebunan Malabar turut melengkapi daftar Preanggerplanters
sukses di tanah Sunda.
Daerah Bandung yang pada awalnya merupakan wilayah yang tidak menarik,
berubah menjadi “magnet” bagi orang-orang Eropa. Banyak diantara mereka yang
mengadu nasib atau sekedar berkunjung, karena iklim di Bandung memang sangat
sejuk dan dingin dengan panoramanya yang indah. Berawal dari usaha
perkebunan dan semakin banyaknya orang-orang Eropa di Bandung menjadi
faktor yang mempengaruhi perkembangan kota Bandung.
32
2. Pengaruh Bangsa Eropa Di Bandung
a. Sektor Perkebunan
Penduduk Eropa di Hindia Belanda mulai memiliki ketertarikan terhadap
Bandung dikarenakan lahan perkebunan yang sangat menguntungkan. Lahan di
Dataran tinggi Bandung yang cocok untuk area perkebunan menjadi magnet
penarik. Kesuksesan orang-orang Eropa dalam usaha perkebunan serta cuaca yang
ideal dan tempat yang nyaman di Bandung membuat orang Eropa berbondong-
bondong untuk tinggal di wilayah ini.
Tabel 1
Pertumbuhan Penduduk di Bandung
Tahun Eropa China Pribumi1920 10.658 9.306 82.2631921 11.935 11.195 91.1791922 13.116 12.205 96.8031923 14.692 12.611 102.1901924 15.695 12.745 102.6951925 15.937 12.948 110.5121926 16.265 12.985 110.9311927 17.110 13.621 114.2621928 17.518 14.502 117.6381929 18.145 15.072 123.7341930 19.327 16.690 129.871
Sumber : Algemeen Indisch Dagblad De Preangerbode, Woensdag 1 April 1931
Populasi penduduk di Kota Bandung terus mengalami peningkatan seperti
yang tertera dalam tabel 1. Peningkatan tersebut tidak hanya terjadi pada populasi
penduduk pribumi yang biasanya melakukan migrasi ke kota-kota untuk mencari
pekerjaan. Pertambahan penduduk juga terjadi pada populasi orang-orang asing
33
seperti orang Eropa dan Cina. Peningkatan penduduk yang selalu terjadi disetiap
tahunnya ini menjadikan Bandung sebagai kota yang ramai.
Orang-orang Eropa di Karesidenan Priangan khusunya kotapraja Bandung,
mayoritas merupakan tuan kebun yang sukses. Berbagai lahan perkebunan di
dataran tinggi Bandung memberikan hasil yang sangat memuaskan. Perkebunan
di Priangan memiliki pengaruh besar terhadap daerah maupun Pemerintahan
Pusat Hindia Belanda. Pada masa sebelum Perang Dunia II, perkebunan Kina
yang terletak di Lembang Priangan bahkan mampu mencukupi lebih dari 90%
kebutuhan Kina di dunia.
Pembukaan lahan perkebunan di Hindia Belanda berpengaruh pada
keterlibatan masyarakat pribumi. Pengelolaan perkebunan yang mayoritas
dipegang oleh pengusaha swasta Eropa maupun Pemerintah menjadikan
masyarakat pribumi sebagai buruh kebun. Orientasi terhadap pencapaian
keuntungan yang sebesar-besarnya membawa malapetaka bagi pribumi.
Masyarakat pribumi yang sebagian besar menjadi buruh kebun harus melakukan
kerja paksa dengan upah yang sangat kecil dan tidak sebanding dengan pekerjaan
yang dilakukan.
Salah satu pengusaha kebun teh di Priangan yaitu K.A.R Bosscha adalah tuan
kebun yang peduli terhadap buruh perkebunannya. Pemilik perkebunan teh
Malabar ini sebelumnya dibuka oleh Ir. Kerkhoven pada tahun 1890. Pada tahun
1896, Tuan Bosscha mendapatkan tugas sebagai administrator perkebunan
Malabar. Tuan Bosscha sangat memperhatikan perkembangan daerah yang
34
ditempatinya serta kehidupan para buruh perkebunan. Para buruh kebun
disediakan tempat tinggal yang disebut bedeng-bedeng. Pembangunan bedeng-
bedeng beiringan dengan dibukanya perkebunan teh Malabar tahun 1896. Fasilitas
rumah yang diberikan oleh Tuan Bosscha bagi para buruhnya ini, berbentuk
panggung berukuran 6x5 meter dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu
hutan berwarna hitam awi eul-eul. Oleh karena dinding yang berwarna kehitaman,
bangunan rumah tersebut dinamakan bumi hideung.
Riwayat kedatangan orang Cina ke tanah Priangan berkaitan dengan
pembuatan jalur rel kereta api. Orang-orang Cina tersebut bekerja sebagai buruh
kasar pada pembuatan rel kereta api jalur Buitenzorg – Bandung.18 Perkampungan
Cina di Priangan sejak tahun 1810 menempati wilayah di ibukota kabupaten
seperti Cianjur, Bandung, Parakanmuncang, Sumedang, Sukapura, Limbangan
dan Galuh. Orang-orang Cina di Bandung pada awalnya bermukim di Banceuy,
namun karena peningkatan populasi penduduk Cina maka pemukiman tersebut
dipindahkan di bagian barat Bandung yang saat ini dikenal dengan Pasar Baru.
Orang-orang Cina dikenal sebagai pekerja keras dan memiliki kepiawaian
dalam bidang ekonomi. Mereka sangat piawai terutama dalam kegiatan
berdagang. Seiring perkembangan waktu, orang-orang Cina di Bandung banyak
yang bergerak dalam sektor perdagangan. Beberapa diantaranya membuka usaha
dibidang kuliner. Pada awal abad ke-20 pedagang Cina dikenal dengan makanan
yang mereka jual yaitu kembang tahu. Bahkan pada tahun 1930-an di Bandung
18 Tanti Restiasih Skober, Orang Cina di Bandung 1930-1960 MerajutGeliat Siasat Minoritas Cina (Jakarta : Tulisan dalam Konferensi NasionalSejarah VIII, 14-17 November 2006).
35
terdapat restoran milik orang Cina yang cukup terkenal dan besar yaitu Hong
Sang di Jalan ABC.19
b. Pengaruh Sosial
Populasi penduduk bangsa asing yang semakin tinggi di kota Bandung
berimbas pula pada munculnya fasilitas-fasilitas lain yang menunjang kebutuhan
penduduk di perkotaan. Bidang pendidikan menjadi salah satu sektor yang secara
terus-menerus mengalami perkembangan di kota Bandung. Geliat perkembangan
pendidikan di kota Bandung terlihat dengan menjamurnya sekolah-sekolah. Pada
tahun 1866 Kweekschool atau yang lebih dikenal dengan Sakola Raja (Sekolah
Guru) diresmikan di Bandung.20 Sarana pendidikan bertambah ketika pada tahun
1879 di kota Bandung dibuka Opleidingsscol voor Inlandsche Ambetanaren
(OSVIA) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sakola Menak karena muridnya
sebagian besar merupakan anak dari para Menak (priyayi), bupati, wedana
maupun patih.21
Pada awalnya sarana pendidikan di Bandung sebagian besar merupakan
sekolah guru, selain itu untuk mencukupi kebutuhan tenaga terampil maka
dibangun sekolah pertukangan atau ambachtschool.22 Pada awal abad ke-20 di
Bandung terdapat berbagai jenis sekolah dengan berbagai tingkatan, hal ini tidak
19 Ibid.20 Haryoto Kunto, op.cit, hlm. 184.21 Ibid.22 Ibid, hlm. 186.
36
mengherankan jika Bandung dikemudian hari dijuluki sebagai “Kota Pendidikan”.
Sekolah tingkat kanak-kanak (frobelschool), M.U.L.O, Van Deventerschool
(Sekolah Putri), Europe School (Sekolah Eropa), Hollands-Inlandsche School
(Sekolah Belanda-Pribumi), Hollands-Chinese School (Sekolah Belanda-Cina)
dan Inlandsche-Chinese School (Sekolah Pribumi-Cina) semua terdapat di
Bandung.23 Perkembangan sarana pendidikan di Bandung semakin semarak
dengan didirikannya Technische Hoogeschool (T.H) pada 3 Juli 1920. Technische
Hoogeschool meruapakan sekolah teknik tinggi pertama di Hindia Belanda.
Melalui sekolah tersebut pada perkembangannya melahirkan kaum intelektual
tidak hanya dari kalangan Eropa namun juga dari bangsa Pribumi.
Keberadaan orang-orang Eropa di Bandung secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh pada kehidupan sosial. Beberapa diantara orang-orang
Eropa di kota Bandung mempelopori kegiatan atau lembaga yang bertujuan untuk
pengembangan kota serta masyarakatnya. Pieter Stijhoff adalah salah satu dari
bangsa Eropa yang mempelopori sebuah lembaga bernama Vereeniging tot nut
van Bandoeng en Omstraken (Perkumpulan Kesejahteraan Masyarakat Bandung
dan Sekitarnya. Lembaga tersebut dibentuk pada tahun 1898 dengan keanggotaan
tidak terbatas pada kaum Eropa saja namun terbuka pula bagi penduduk pribumi.
Perkumpulan tersebut memiliki peran besar dalam penataan kota Bandung,
misalnya dalam hal perbaikan trotoar jalan, penanaman pohon lindung di
sepanjang tepian jalan dan memasang lentera minyak disepanjang jalan.24 Di
23 Robert P.G.A Voskuil, op.cit, hlm. 66.24 Haryoto Kunto, 1984, op.cit, hlm. 74.
37
Bandung kala itu moda transportasi delman dan kereta yang ditarik dengan kuda
masih cukup banyak. Untuk menjaga agar kuda-kuda yang dipakai sebagai tenaga
transportasi tetap kuat tidak kehausan dibeberapa titik di Bandung disediakan bak
air sebagai tempat minum para kuda dan beristirahat sejenak. Beberapa titik
strategis seperti alun-alun, stasiun kereta api dan rumah sakit banyak disediakan
bak air tersebut.
c. Gaya Hidup
Kekayaan yang dimiliki oleh para tuan kebun di Priangan menyebabkan
kehidupan mereka menjadi serba mewah. Kota Bandung sebagai ibukota
karesidenan Priangan dijadikan wilayah untuk pembangunan sarana dan prasarana
bagi orang-orang Eropa termasuk para pengusaha perkebunan. Di Kota Bandung
para Preangerplanters membuat sebuah perkumpulan yang dinamakan Societeit
Concordia. Perkumpulan Societeit Concordia diresmikan pada tahun 1879,
berawal dari kegiatan akhir pekan para Preangerplanters di Kota Bandung setelah
beraktivitas mengurus perkebunan. Perkumpulan ini menyewa sebuah rumah
untuk tempat pertemuan dan mengadakan hiburan.
Kegiatan di Societeit Concordia banyak dipusatkan pada akhir pekan.
Aktivitas dilakukan sejak hari Sabtu pagi, para tuan dan nyonya Belanda sudah
berkumpul di Societeit Concordia dengan dihibur sajian orkes musik maupun
pertunjukkan lainnya. Wage Rudolf Soepratman, seorang pemain biola yang
merupakan pencipta lagu Kebangsaan Indonesia Raya ini pada tahun 1924
38
tergabung dalam kelompok musik yang rutin tampil di Societeit Concordia. Pada
Sabtu malam hari kegiatan berganti dengan pesta dansa yang juga dihadiri oleh
elite birokrat. Pada hari Minggu acara di Societeit Concordia menjadi milik para
remaja Eropa. Mereka biasanya bermain rolschaatsen atau sepatu roda.
Toneelvereeniging Braga, kelompok kesenian ini juga turut meramaikan hiburan
bagi orang-orang Eropa di Kota Bandung.
Peningkatan populasi orang-orang Belanda di Kota Bandung mengakibatkan
semakin bertambah pula kebutuhan mereka. Makanan dan fashion menjadi
beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi. Mode pakaian yang dimiliki oleh orang-
orang Eropa terbilang modern. Faktor ini yang menyebabkan munculnya beberapa
toko mode pakaian ala Eropa di kota Bandung khususnya yang berada di
sepanjang Jalan Braga. Beberapa toko pakaian tersebut adalah Au Bon Marche
dan N.V.Onderling Belanda. Toko-toko makanan ala Belanda juga bermunculan
di Kota Bandung. Pemenuhan makanan memang sangat diperlukan, terlebih cita
rasa orang Belanda dengan Pribumi sangat berbeda. Hal ini menyebabkan
munculnya café dan restoran di Kota Bandung antara lain De Vries, Maison
Borgerijen dan Lux Vincent.
39
C. Keadaan Sosial Ekonomi Di Bandung Tahun 1920-1941
1. Perekonomian Penduduk
a. Sektor perkebunan
Melihat topografi lingkungan di kota Bandung, wilayah tersebut sangat cocok
untuk pertanian dan perkebunan. Hal ini berpengaruh pada sistem mata
pencaharian penduduk setempat yang mayoritas begerak di bidang pertanian dan
perkebunan. Secara umum masyarakat Jawa Barat memiliki dua pola pertanian
yaitu ngahuma dan pola sawah.25 Pola ngahuma pada umumnya banyak
dikerjakan di daerah-daerah yang tinggi atau curam dan daerah yang jauh dari
sumber mata air. Di daerah Sunda Timur, yaitu Sumedang dan sekitarnya selain
bertani mereka juga membuat kerajinan tangan dari kuningan.
Usaha perkebunan di Priangan pertama kali diperkenalkan karena adanya
Preangerstelsel (Sistem Priangan) yaitu sebuah sistem yang mewajibkan
penanaman kopi di wilayah Priangan pada masa VOC.26 Sistem ini berhasil
menghasilkan kopi yang sangat laku dipasaran Eropa. Keberhasilan pelaksanaan
preangerstelsel di Priangan tidak dipungkiri karena faktor alam yang sangat
mendukung. Cuaca dan kondisi tanah yang subur menjadi faktor utama
keberhasilan usaha penanaman kopi di Priangan.
25 Eka S. Ekadjati, 1980/1981, 0p. cit, hlm.170.26 Siti Julaeha, Perkebunan Teh di Hindia Belanda Studi Kasus :
Perkebunan Teh Malabar di Pangalengan –Bandung 1930-1931 (Depok : SkripsiProgram Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia,2010), hlm. 20.
40
Diberlakukannya sistem tanam paksa menjadikan usaha perkebunan dengan
mewajibkan menanam kopi, tebu dan indigo. Tanaman teh saat itu tidak terlalu
populer jika dibandingkan dengan tanaman tebu maupun kopi. Hal ini disebabkan
karena sistem peralatan untuk mengolah teh masih sangat terbatas dan juga biaya
pegangkutan teh yang mahal. Pembudidayaan teh saat itu cenderung memberikan
kerugian bagi pemerintah, maka dari itu pemerintah mengusulkan agar lahan
budidaya perkebunan teh untuk disewakan kepada pengusaha swasta dengan tarif
f 25 hingga f 50 untuk setiap baunya.27 Berawal dari diberlakukannya keputusan
tersebut banyak pengusaha yang menyewa kebuh teh milik pemerintah. Namun,
perkembangan perkebunan teh sempat mereda karena adanya persaingan antara
perkebunan teh milik pemerintah dengan pihak pengusaha swasta. Di wilayah
Priangan sejak diberlakukannya Undang-Undang Agraria, usaha perkebunan
mulai kembali berkembang yang ditandai dengan munculnya beberapa usaha
perkebunan baru di beberapa daerah misalnya : Jatinangor, Cirohani, Ciumbuleuit,
Cikajang, Carenang, Cikopo, Bogor dan lain sebagainya.28
Perkebunan menjadi salah satu sektor dominan di wilayah Bandung dan
Priangan pada umumnya. Melalui sektor perkebunan banyak dimanfaatkan oleh
rakyat pribumi untuk mencari penghasilan dengan menjadi buruh perkebunan.
Sektor perkebunan di Priangan terus mengalami perkembangan bahkan tidak
hanya pada pertambaan jumlah perusahaan perkebunan namun varietas yang
ditanam. Misalnya pada tahun 1920 di Bandung terdapat 5 perusahaan perkebunan
27 Ibid, hlm. 4.28 Ibid, hlm. 5.
41
bibit tebu milik N.V. Bibitonderneming Tjimareme, Bibit Maatschappij “Mendes
Hoodius”, N.V. Bibitonderneming Van Amstel en Schuff,
Bibitcultuuronderenming “Pagottan” dan milik tuan J.van Blommestein.29
b. Sektor Transportasi
Dibukanya jalan setapak antara Bandung – Cianjur – Bogor – Batavia pada
akhir abad ke-18 berpengaruh terhadap penggunaan alat transportasi. Kuda
digunakan sebagai alat transportasi untuk mempermudah hubungan orang-orang
Bandung dengan daerah lain disekitarnya. Pada awal abad ke-19 orang-orang
pribumi di Priangan mulai menggunakan gerobak atau pedati yang ditarik oleh
kerbau sebagai alat transportasi. Beberapa macam alat transportasi berupa kereta
kuda banyak bermunculan di Bandung. Bendi adalah salah satu tipe kereta kuda
mewah yang banyak dipakai oleh para Menak Bandung, orang kaya dan para
Preangerplanters saat menikmati malam minggu.
Terbukanya akses jalan dan perkembangan alat transportasi semakin maju
dengan dibangunnya rel kereta api. Perkeratapian di Jawa masa Hindia Belanda
dimulai tahun 1867 dengan diberikannya konsesi perkeretaapian kepada
perusahaan swasta (Verenigde Spoorwegbedrifjt – VS) Nederlandsch Indische
Spoorweg Maatschappij (NIS). Pada tahun 1870 NIS mampu menyelesaikan
29 Memori Residen Priangan (L. de Steurs), 2 Januari 1921 dalam ArsipNasional Republik Indonesia Penerbitan Sumber –sumber No.8, Memori SejarahJabatan 1921-1930(Jawa Barat) (Jakarta : Arsip Nasional Republik Indonesia),hlm, hlm. 77.
42
pembangunan jalan rel Semarang – Vorstenlanden - Willem I dan rute Batavia –
Buitenzorg pada tahun 1873. Pemerintah Hindia Belanda melalui perusahaan
milik negara Stadsspoor En Tramwegen SS mulai membangun jalan kereta api
antara Surabaya-Pasuruan-Malang. Staadsspoor En Tramwegen SS tersebut
membeli perkeratapian Batavia-Buitenzorg dari NIS dan kemudian mulai
membangun jaringan jalan kereta api di wilayah Priangan. Pada tanggal 17
Agustus 1884 Bandung untuk pertama kalinya disinggahi kereta api, sedangkan
stasiun Bandung sebagai pemberhentian kereta api baru diresmikan pada tanggal
16 Juni 1884.
Banyak keuntungan yang diperoleh oleh warga Bandung dengan dibukanya
jalur kereta api. Pada waktu Bandung masih menjadi tempat alih kereta untuk
penumpang perjalanan Batavia-Surabaya, banyak penumpang yang singgah
sementara di Bandung. Para penumpang yang singgah sementara di Bandung
memerlukan tempat penginapan dan kedai makan. Keadaan tersebut
mengakibatkan munculnya losmen, hotel maupaun penginapan yang berada
disekitar Stasiun Bandung antara lain adalah Hotel Andreas.
c. Sektor Informal
Perkembangan sistem mata pencaharian masyarakat pribumi di Karesidenan
Priangan khususnya Bandung mengalami perubahan mengikuti perkembangan
wilayah. Semenjak Bandung mengalami pembangunan seperti kota-kota lain di
Hindia Belanda, penataan tata ruang kota menjadi lebih jelas. Pada tahun 1825 di
43
Bandung mengalami perubahan dengan adanya bangunan-bangunan milik
pemerintah Kolonial Belanda maupun milik swasta. Pemisahan antara wilayah
pribumi dan Eropa pun nampak jelas pada pola penataan Bandung saat itu.
Bandung bagian selatan yang terdiri dari lapangan besar (alun-alun) merupakan
kawasan bagi pribumi. Bagian utara adalah kawasan Eropa yang terdiri dari
beberapa bangunan seperti rumah Asisten Residen dan tempat-tempat penginapan
pegawai pemerintahan.
Pola tata ruang kota tersebut menimbulkan pemisahan kelompok penduduk
berdasarkan pola etnisnya. Wilayah yang dihuni oleh pribumi muncul kampung-
kampung di area luar “pusat kota”. Kampung ini merupakan pemukiman yang
memiliki fungsi sosial sebagai penyedia berbagai macam barang, jasa dan tenaga
untuk penguasa.30 Semakin banyaknya populasi penduduk Eropa di Bandung
membawa dampak bagi penduduk pribumi di kampung sekitar kota. Para
pedagang dari kampung tersebut menjajakan barang kebutuhan orang-orang
Eropa.
Interaksi sosial antar warga kampung dapat ditemui dalam kegiatan pasar.
Pada masa awal dibangunya ibukota Kabupaten Bandung sekitar tahun 1811,
pusat kegiatan pasar satu-satunya terletak di Kampung Ciguriang.31 Pada tahun
30 Pele Widjaja, Kampung-Kota Bandung (Yogyakarta : Graha Ilmu,2013), hlm. 64.
31 “Kampung tersebut terletak di sekitar jalan Kepatihan dan KautamanIstri, sebelah barat daya kompleks kabupaten “, ibid, hlm. 66.
44
1857 sarana kegiatan ekonomi bertambah dengan berdirinya dua buah pasar32
tradisional, satu diantaranya berfungsi sebagai “pasar induk” dalam istilah
sekarang. Pasar tersebut terletak di sekitar Pangeran Sumedangweg. Beberapa
toko dan warung diantaranya terdapat di dalam kompleks pasar, di pinggir jalan
Raya Pos dan sebagian lagi berdiri di pinggiran jalan Pedati dan jalan umum.33
Sektor-sektor informal lain yang menjadi sumber mata pencaharian penduduk
Priangan adalah bidang perdagangan. Orang-orang Eropa yang biasanya berada di
sektor pemerintahan bahkan banyak yang terjun menjadi pegusaha. Toko-toko
Eropa sebagian besar terletak di Bandung yang memperdagangkan bahan
makanan, kosmetik, pakaian, alat rumah tangga, mobil, sepeda, meubel dan lain
sebagainya.34 Orang – orang Cina dan India menguasai perdagangan tekstil dan
barang-barang klontong. Tidak hanya itu pedagang Cina bahkan banyak pula yang
menguasai perdagangan ikan asin serta beras. Berbeda dengan orang-orang
pribumi yang menjadi pedagang eceran berupa kain, kayu, sayuran, beras, dan
lain-lain. Perdagangan dari kalangan pribumi tersebut biasanya menempati
warung-warung dalam skala kecil.35
Di dalam buku Alboem Bandoeng Tempo Doloe memberikan gambaran
mengenai penduduk yang menyandarkan dirinya pada usaha-usaha dagang
khususnya penduduk dari kalangan pribumi. Pada tahun 1920-an dan 1930-an
32 A. Sobana Hardjasaputra, Desertasi. Perubahan Sosial di Bandung1810-1906 (Depok : Program Pascasarjana Ilmu Sejarah Universitas Indonesia,2002), hlm. 67.
33 Ibid.34 Ibid, hlm. 135-136.35 Ibid.
45
misalnya terdapat pedagang-pedagang keliling seperti penjual Ca kue, penjual kue
basah, penjual bubur kacang, penjual sayur dan buah-buahan keliling. Tidak
hanya menjajakan produk dagangan, usaha jasa kecil-kecilan juga sudah banyak
berkembang di Bandung, misalnya jasa tukang cukur ODB (Onder de boom dan
Onder de burg), terdapat pula tukang cukur dari oran Cina yang juga memberikan
jasa khusus membersihkan telinga, bahkan terdapat sebuah iklan tukang ramal di
Bandung pada sekitar tahun 1930-an.
2. Perkembangan Industri
Perubahan penggunaan tenaga manusia dan hewan menjadi tenaga mesin
dalam bidang pertanian, manufaktur, teknologi, transportasi dan lain sebagainya
menjadi tanda terjadinya proses industri. Penggunaan tenaga mesin pertama kali
dilakukan di Inggris yang kemudian mendorong terjadinya Revolusi Industri pada
tahun 1750. Revolusi Industri yang berawal dari Britania Raya mempengaruhi
negara-negara lain seperti Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang hingga ke seluruh
dunia. Pengaruh yang ditimbulkan dari Revolusi Industri menyebar kesegala
aspek kehidupan. Peningkatan populasi pendudukan di kota meningkat drastis
akibat migrasi penduduk sebagai pemenuhan tenaga kerja akibat banyaknya
kemunculan pabrik maupun perusahaan-perusahaan.
Dampak jauh dari Revolusi Industri yang terjadi di Eropa bagi Hindia Belanda
terlihat pada perkembangan industri perkebunan. Sistem tanam paksa buah
gagasan dari Van den Bosch untuk mewajibkan pribumi menanam tanaman yang
46
memiliki nilai ekspor tinggi di Eropa seperti tebu, kopi, teh dan indigo
memberikan keuntungan melimpah bagi Belanda. Melalui industri perkebunan
yang dilaksanakan lebih dari 40 tahun tersebut menghasilkan surplus keuntungan
bersih bagi negeri Belanda sekitar 10 sampai 40 juta gulden tiap tahunnya.36 Van
den Bosch selama masa kekuasaannya di Hindia Belanda melakukan upaya
peningkatan teknologi pengolahan produk pertanian dengan menggunakan
peralatan mekanik modern.37
Perkembangan industri manufaktur, industri pertambangan, jaringan
perdagangan serta perusahaan perkebunan di Hindia Belanda semakin meningkat
setelah penanaman modal swasta terbuka lebar akibat Undang-Undang Agraria
tahun 1870. Pada periode tahun 1870 – 1900 di Hindia Belanda dibangun pabrik-
pabrik gula sehingga menumbuhkan industri permesinan, perbengkelan dan
kontruksi yang mendukung industri tersebut.38 Hal ini menandakan bahwa telah
terjadi proses industrialisasi yang modern di Hindia Belanda. Modernisasi industri
yang semakin pesat di Hindia Belanda berpengaruh pada kehidupan
perekonomian. Perkembangan ekonomi juga menyentuh pada munculnya kegiatan
produktif dari kalangan pribumi di luar sektor pertanian seperti industri kerajinan
tangan pedesaan, pertukangan, perdagangan eceran dan jasa transportasi.
36 Bedjo Riyanto, Iklan Surat Kabar dan Perubahan Masyarakat di JawaMasa Kolonial (1870-1915) (Yogyakarta : Tarawang, 2000), hlm 30.
37 Agus Sachari, Budaya Visual Indonesia : Membaca MaknaPerkembangan Gaya Visual Karya Desain di Indonesia Abad ke-20 (Jakarta :Erlangga, 2010), hlm. 45.
38 Ibid.
47
Perkembangan industri mempengaruhi perubahan kota-kota di Hindia
Belanda, salah satunya berdampak pada kota Bandung. Tidak hanya menjamurnya
industri perkebunan, di Bandung muncul perusahaan-perusahaan diluar sektor
perkebunan. Pada tahun 1898 Pabrik Senjata Altilerie Constructie Winkle
dipindahkan dari Surabaya ke Bandung. Pemindahan lokasi pabrik ini
dikarenakan di Bandung akan dibangun Pusat Garnisun Militer. Pada tahun 1901
di Bandung dibangun Pabrik Es Petojo yang menggunakan sebagian lahan Kebon
Karet dekat Kampung Cicendo.39
Salah satu perusahaan industri di kota Bandung yang memiliki pengaruh
cukup besar pada industri lainnya adalah Ned.Ind. Gas Maatschappij. Perusahaan
industri ini mulai beroperasi pada 17 Februari 1921. Kebutuhan terhadap gas
sebagai salah satu bahan bakar produksi menjadikan perusahaan ini berpengaruh
pada perkembangan industri lainnya. Pada pembukaan tahun 1921, konsumsi gas
berjumlah 219.500 M gas dan pada tahun 1930 konsumsi gas mencapai volume
3.500.000 M gas.40 Keberadaan perusahaan gas ini berpengaruh terhadap industri-
industri lain di Bandung sperti pabrik roti, pabrik limun, industri kopi dan lain
sebagainya.
Perkembangan industri di Hindia Belanda tidak hanya berpengaruh pada
kemunculan perusahaan-perusahaan milik bangsa asing. Di sekitar wilayah
Bandung muncul usaha-usaha dibidang industri milik pribumi. Di Majalaya
daerah yang terletak di Bandung bagian selatan, pada tahun 1910 telah
39 Pele Widjaja, 2013, op.cit, hlm. 73.40 Algemeen Indisch Dagblad De Perangerbode, Woensdag 1 April 1931,
hlm. 14.
48
berkembang industri tenun. Daerah Majalaya pada perkembangannya dikenal
sebagai sentra industri tekstil, terlebih ketika pada tahun 1927 Alat Tenun Bukan
Mesin (ATBM) dan tahun 1937 Alat Tenun Mesin mulai dikenal. Di wilayah
Jatiwangi Majalengka juga berkembang industri genteng yang mulai berkembang
pada tahun 1905. Pada mulanya hasil produksi genteng ini hanya digunakan
sebagai pemenuhan kebutuhan genteng bagi masyarakat sekitar. Namun, pada
perkembangannya produksi genteng tersebut digunakan untuk kebutuhan
pembuatan rumah di Bandung bagi pegawai-pegawai Eropa.
D. Pariwisata Di Kota Bandung Tahun 1920-1941
Dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869 mengakibatkan terbukanya akses
jalur menuju ke Asia. Hal ini memberikan kemudahan bagi orang-orang Eropa
yang ingin berpergian ke Asia. Kemudahan akses menuju Asia berdampak pada
populasi orang Asing salah satunya bagi Hindia Belanda. Kedatangan orang-orang
Asing khususnya Eropa ke Hindia Belanda ini ada yang menetap atau menetap
sementara dan kembali ke negeri asal mereka. Trekker adalah sebutan bagi orang
Belanda yang menetap sementara di Hindia Belanda, sedangkan blijver adalah
sebutan bagi orang Belanda yang tinggal selamanya di Hindia Belanda hingga
meninggal dunia.41
41Achmad Sunjayadi, Vereeniging Toeristen Verkeer Batavia 1908-1942Awal Turisme Modern di Hindia Belanda (Jakarta : Fakultas Ilmu PengetahuanBudaya Universitas Indonesia, 2007), hlm. 3.
49
Para pendatang terutama bagi para trekker setelah kembali ke negeri asalnya
tersebut menjadi pemberi berita mengenai keadaan Hindia Belanda. Cerita
mengenai pengalaman atau keadaan alam di Hindia Belanda dari para trekker
menjadi salah satu penyebab banyaknya orang-orang Belanda yang kemudian
datang walaupun hanya sekedar untuk berwisata. Orang-orang Belanda yang
melakukan perjalanan ke Hindia Belanda dengan tujuan berkelana, menjelajah
ataupun melancong tersebut disebut sebagai traveler. Kisah perjalanan para
traveler ini biasanya dimuat dalam Javasche Courant.
Cerita mengenai gambaran Kepulauan Hindia yang pada fase awal terfokus
pada Pulau Jawa dari para traveler tersebut menjadi salah satu penyebab
banyaknya pelancong yang berdatangan ke pulau Jawa. Catatan perjalanan dari
salah satu pelancong yaitu Charles Walter Kinloch berkebangsaan Inggris pada
tahun 185242 yang mengunjungi pulau Jawa bercerita mengenai kunjungannya
dari Tanjung Priok, Batavia. Charles Walter juga mengunjungi Kebun Raya, dan
memuji pemandangan yang indah di daerah Cisarua, Megamendung, Cipanas dan
Cianjur. Ia juga mengunjungi Bandung dan memuji keadaan jalan yang lebar dan
terpelihara serta keindahan alam Bandung sebagai Montpellier of Java.43
Pulau Jawa yang memiliki sejumlah Gunung api aktif menjadi salah satu hal
yang menarik bagi orang Belanda karena mengingat di negara mereka tidak
terdapat gunung api atau area pegunungan. Hal ini menjadikan Jawa sebagai
42 Ibid, hlm. 6.43 Ibid., Lihat Juga : Charles Walter Kinloch, Rambels in Java and The
Straits in 1852, (Singapore : Oxford University Press, 1987), hlm. 64 Montpelliermerupakan sebuah kota di Perancis Selatan yang berada 15 km dari Laut Tengah.
50
obyek tujuan bagi para pelancong atau para wisatawan. Ketertarikan orang-orang
Eropa terhadap Tropisch Nederland di Hindia Belanda menjadikan daerah-daerah
yang dikunjungi dan menarik diberi julukan sesuai dengan nama-nama tempat
liburan di Eropa, seperti Venetie van Java untuk Batavia, Gibraltar van Java
untuk Semarang, Switzerland van Java untuk Garut, dan Parijs van Java untuk
Bandung.44
Parijs van Java yang memiliki keadaan alam yang indah dan udara yang sejuk
menjadi salah satu daerah tujuan para pelancong maupun wisata dari orang-orang
Eropa. Kegiatan wisata orang Eropa di Jawa Barat dimulai kurang lebih pada
pertengahan tahun 1840-an.45 Pada saat itu wisatawan Eropa hanya melakukan
perjalanan perseorangan yang bersifat avonturir di Jawa Barat dengan rute :
Bogor-Cipanas-Cianjur-Bandung-Sumedang-Cirebon. Pada tahun 1870-an wisata
di Bandung mulai nampak, saat itu kegiatan dan obyek wisata masih terbatas di
kawasan jalan Braga, alun-alun, Jalan Raya Pos dan Pasar Baru.
Vereeniging Tot Nut van Bandoeng en Omstreken (Perhimpunan
Kesejahteraan Bandung dan Sekitarnya) ini memiliki andil yang besar dalam
membangun, merias, membenahi bangunan di Bandung dan juga pengembangan
wisata. Kontribusi perhimpunan tersebut dalam pengembangan wisata di Bandung
salah satunya adalah menerbitkan buku petunjuk wisata Reisgids voor Bandoeng
en Omstreken met Garoet (Panduan Pariwisata Bandung dan sekitarnya serta
44 Ibid, hlm. 133.45 . “Pada saat itu Bandung hanya dipakai untuk tempat persinggahan bagi
para wisatawan”, A Sobana Hardjasaputra, Pariwisata Di Bandung Tempo Duludan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Ekonomi dan Sosial Budaya 1870-1940(Universitas Padjadjaran Fakultas sastra Jurusan Ilmu Sejarah, 2006), hlm. 23.
51
Garut). Buku petunjuk wisata ini pertama kali diterbitkan tahun 1898 oleh J.R. de
Vries yang merupakan salah satu perusahaan percetakan terkenal di Bandung.
Kegiatan wisata yang dirancang oleh Vereeniging Tot Nut van Bandoeng en
Omstreken ini menjadikan Societeit Concordia sebagai pusat rute wisata yang
biasanya dilakukan dengan berjalan kaki atau menaiki kereta kuda. Perjalanan
wisata tersebut juga dipromosikan oleh majalah Mooi Bandoeng dengan judul
Langs Bandoeng Straten (Jalan-Jalan Sepanjang Bandung). Kegiatan pariwisata di
Bandung semakin ramai ketika status kota Bandung berubah menjadi gemeente.
Selain itu, pemerintah Hindia Belanda semakin memperhatikan kegiatan wisata
dengan dibentuknya pembentukan biro pariwisata di Batavia pada 13 April 1908.
Biro yang diprakarsai oleh Gubernur Jenderal J.B. van Heutz ini bernama
Officieele Vereeniging voor Touristenver yang berperan sebagai agen perjalanan
dan penyelenggara wisata. Pada perkembangannya tepatmya pada 26 Februari
1925 Vereeniging Tot Nut Bandoeng en Omstreken berubah nama menjadi
Bandoeng Vooruit (Bandung Maju) yang diprakarsai oleh golongan menengah
muda Eropa.
Kota Bandung memiliki obyek wisata yang dapat dinimati oleh para
wisatawan, yaitu berupa kompleks pertokoan modern ala Eropa maupun
panorama alam yang memikat. Kawasan jalan Braga pada akhir abad ke-20
menjelma menjadi kompleks pertokoan Eropa yang terkemuka di Hindia Belanda.
Beberapa kawasan di Bandung yang menyajikan panorama indah dan menjadi
daya tarik wisata misalnya Dago Heuvel (Bukit Dago) dan Situ Aksan
(Westerpark). Pada tahun 1900 R.A. Martanegara membangun Kebun Binatang di
52
Cimahi.46 Beberapa pecinta satwa juga mendirikan kebun binatang di daerah
Bukit Dago. Di kawasan Jubileumpark (Taman Sari) pada tahun 1933 telah
selesai dibangun kebun binatang Bandoengsche Zoological Park yang dilengkapi
dengan restoran dan tempat bermain anak-anak oleh Bandoeng Vooruit.
Berkaitan dengan hiburan, Bandung juga memiliki berbagai macam
pertunjukkan yang dijadikan sebagai obyek wisata. Sejak tahun 1920-an di
kawasan alun-alun digelar pertandingan sepak bola, adu domba, panahan dan lain-
lain yang menarik perhatian banyak orang. Di kawasan tersebut juga terdapat
hiburan terbuka feesterrein yang sewaktu-waktu berlangsung acara pertunjukan
opera, ketuk tilu, pencak silat, tinju dan lain-lain. Tegallega Raceterrein (Lintasan
Pacaun Kuda) yang lebih dikenal dengan sebutan Pacuan Kuda Tegallega adalah
salah satu hiburan besar yang banyak diminati wisatawan. Acara pacuan kuda
tersebut berlangsung pada bulan Juli-Agustus dan diselenggarakan oleh
perkumpulan penggemar pacuan kuda dari Priangan yang bernama Preanger
Wedloop Societeit.
Pada bulan Juni-Juli di Bandung diadakan sebuah acara besar yang memiliki
daya tarik bagi orang-orang Eropa maupun Pribumi yaitu Jaarbeurs. Acara ini
diprakarsai oleh Walikota B. Coops dan perkumpulan Bandoeng Vooruit.
Jaarbeurs merupakan pameran tahunan yang didalamnya terdapat beberapa acara
seperti bursa dagang dan pasar malam yang diadakan pertama kali pada tahun
1920. Pameran Tahunan Jaarbeurs menempati sebuah kompleks yang terletak di
jalan Aceh. Jaarbeurs merupakan acara hiburan sekaligus sebagai ajang promosi
46 Sudarsono Katam, 2005, op.cit. hlm. 53.
53
perusahaan atau industri-indutsri yang ada di Bandung dan sekitarnya bahkan dari
negara lain. Perhelatan Jaarbeurs ini menjadi salah satu daya tarik wisata bagi
kota Bandung. Secara rutin pemerintah Bandung menyelenggarakan acara tersebut
setiap tahunnya selama tahun 1920 hingga 1941.