Sejarah Pesantren di Priangan

61
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah pesantren di wilayah Priangan, pada waktu dulu, dengan sekarang pasti berbeda. Dalam konteks sekarang, jumlah pesantren wilayah Priangan dipastikan lebih banyak. Hal ini tentu saja berbeda dengan jumlah pesantren pada abad ke-19 M. pada abad ke-19 M, jumlah pesantren mungkin masih sangat terbatas. Bahkan mungkin hanya dapat dihitung beberapa puluh atau mungkin untuk jumlah ratusan pun tidak mencapainya. Berangkat dari kenyataan ini, walaupun belum ditemukan adanya data statistic yang menjelaskan berapa banyak jumlah pesantren di Priangan pada masa Pemerintah Belanda, terutama pada abad ke-19 sampai tahun 1945, namun dapat dipastikan bahwa keberadaan pesantren di wilayah Priangan, berdasarkan penyebarannya, masih sangat sedikit. Namun, Pemerintah Hindia-Belanda, ternyata, terdapat beberapa pesantren yang telah berdiri. Sampai saat ini, pesantren itu ikut dan terlibat aktif dalam mengembangkan syiar Islam. Ia juga aktif berperan dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan. Karena itu dapat dikatakan bahwa usia pesantren yang terbilang sudah tua, dan memiliki pengaruh yang sangat besar di antara pesantren lainya yang ada dan tersebar di wilayah Priangan. 1

description

Pembahasan Makalah Sejarah Pesantren di Wilayah Priangan

Transcript of Sejarah Pesantren di Priangan

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangJumlah pesantren di wilayah Priangan, pada waktu dulu, dengan sekarang pasti berbeda. Dalam konteks sekarang, jumlah pesantren wilayah Priangan dipastikan lebih banyak. Hal ini tentu saja berbeda dengan jumlah pesantren pada abad ke-19 M. pada abad ke-19 M, jumlah pesantren mungkin masih sangat terbatas. Bahkan mungkin hanya dapat dihitung beberapa puluh atau mungkin untuk jumlah ratusan pun tidak mencapainya.Berangkat dari kenyataan ini, walaupun belum ditemukan adanya data statistic yang menjelaskan berapa banyak jumlah pesantren di Priangan pada masa Pemerintah Belanda, terutama pada abad ke-19 sampai tahun 1945, namun dapat dipastikan bahwa keberadaan pesantren di wilayah Priangan, berdasarkan penyebarannya, masih sangat sedikit. Namun, Pemerintah Hindia-Belanda, ternyata, terdapat beberapa pesantren yang telah berdiri. Sampai saat ini, pesantren itu ikut dan terlibat aktif dalam mengembangkan syiar Islam. Ia juga aktif berperan dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan. Karena itu dapat dikatakan bahwa usia pesantren yang terbilang sudah tua, dan memiliki pengaruh yang sangat besar di antara pesantren lainya yang ada dan tersebar di wilayah Priangan.Keberadaan dan penyebaran pesantren di wilayah Priangan terus bermunculan dan mengalami peningkatan jumlah. Pada awal abad ke-20, selain terdapat pesantren-pesantren yang telah bertebaran sebelumnya sejak abad ke-19, di wilayah Priangan juga banyak bermunculan dan berdiri pesantren-pesantren baru yang tentu saja akan menambah khazanah pembendaharaan pesantren. Hadirnya pesantren-pesantren baru yang muncul dan berdiri pada abad ke-20 itu, bisa jadi, disebabkan oleh semangat mantan santri untuk mendirikan pesantren sejenis. Jelasnya, para santri yang pernah menimba ilmu di pesantren sebelumnya, setelah selesai mesantre ditempat lama, ia tertarik untuk mendirikan pesantren baru di tempat lainnya. Itulah sebabnya, di wilayah Priangan, kemunculan pesantren baru menghiasi panggung sejarah Islam di Priangan sejak awal abad ke-20.Dalam perkembangannya kemudian, pesantren-pesantren tersebut akhirnya membentuk sebuah jaringan antarpesantren. Berkat jaringan ini, secara substansial, pesantren member konstribusi yang sangat bersar dalam proses penyebaran Islam ke wilayah Priangan. Hasilnya, agama Islam secara intensif bisa merembes masuk dan mengakar ke bagian pedalaman wilayah Priangan. Dalam makalah ini, penulis akan menyajikan bahasan tentang pesantren-pesantren yang lahir dan berkembang di tatar Priangan pada abad 19 (1800-1900) dan abad 20 (1901-1945).

B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian latar belakang di atas bisa kita dapatkan beberapa poin rumusan masalah untuk memandu penulisan makalah ini, diantaranya:1. Bagaimana penyebaran Pesantren di Priangan pada abad ke-19?2. Bagaimana penyebaran Pesantren di Priangan pada abad ke-20?3.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Penyebaran Pesantren di Priangan Abad 19 (1800-1900)Jumlah pesantren di wilayah Priangan, pada waktu dulu, dengan sekarang pasti berbeda. Dalam kontek sekarang, jumlah pesantren di Priangan dipastikan lebih banyak. Hal ini tentu saja berbeda dengan jumlah pesantren pada abad ke-19 M, pada abad ke-19 M, jumlah pesantren mungkin masih sangat terbatas. Bahkan, mungkin hanya dapat dihitung beberapa puluh atau mungkin untuk jumlah ratusan pun tidak mencapainya (Kusdiana, 2014: 122-123).Berikut adalah beberapa pesantren yang sudah berusia tua dan memberi pengaruh yang sangat besar bagi penyebaran Islam di wilayah Priangan.

1. Pesantren al-Falah-Biru GarutPesantren al-Falah Biru merupakan pesantren kelanjutan dari Pesantren Biru yang didirikan oleh Kyai Akmaludin seorang penghulu Timbanganten/Garut, pada 1749 M. setelah Kyai Akmaludin meninggal, Pesantren Biru dipimpin dan dikelola oleh Kyai Fakarudin, Kyai Abdul Rosyid, Kyai Irfan, Kyai Abdul Qoim, Kyai Muhammad Adra'ie (Ama Biru) (Kusdiana, 2014: 123).Setelah masa Raden Bagus Kyai Muhammad Adra'ie berakhir, lokasi Pesantren Biru dipindahkan ke Kampung Torikolot, dan diberi nama tambahan "al-Falah" yang dipimpin oleh purtanya, Raden Kyai Muhammad Asnawi Kafrawi Faqieh (Bani-Faqieh). Kepemimpinan pesantren kemudian dilanjutkan oleh Syekh Badruzzaman, Kyai Bahrudin, Kyai Enjang Sepudin, dan Kyai Hanif Mamun Budi Kafrawi (Kusdiana, 2014: 123-124; Arifin, Selayang Pandang Pesantren al-Falah Biru dalam http://biru-garut.blogspot.com, diakses pada 05 April 2015; Arifin, Sejarah Syaikuna Badruzaman, al-Falah Biru dalam http://ponpesalfalah.wordpress.com, diakses pada 05 April 2015; K. H. Badruzaman, dalam http://muijabar.or.id., diakses pada 05 April 2015).Pada periode kepemimpinan Syekh Badruzzaman, pesantren al-Falah Biru menjadi basis perjuangan rangka dalam menentang pendudukan Jepang dan Agresi Militer Belanda I. Pada masa pendudukan Jepang dan Agresi Militer Belanda II, Syekh Badruzaman pernah membentuk pasukan Hizbullah fi Sabilillah (Kusdiana, 2014: 124).Selain Pesantren al-Falah Biru, pesantren yang berdiri sejak masa Pemerintahan Hindia-Belanda, dan berperan aktif dalam pembangunan syiar Islam adalah Pesantren Sumur Kondang.Pesantren Sumur Kondang diperkirakan telah ada sejak dekade pertama abad ke-19.Pendirinya adalah Kyai Nuryayi, dan dilanjutkan oleh Kyai Nursalim dan Kyai Nurhikam.Pesantren Sumur Kondang merupakan pesantren yang dapat dipandang sebagai cikal bakal Pesantren Keresek.Dikatakan demikian Karena pendiri Pesantren Keresek, yaitu Kyai Tobri merupakan anak dari Kyai Nurhikam (Kusdiana. 2014: 125).Pesantren Keresek merupakan pesantren tertua ketiga yang masih dapat ditelusuri keberadaannya di Kabupaten Garut.Pesantren ini berlokasi di Desa Cibundar, Kec. Cibatu, Kab. Garut. Pesantren Keresek diperkirakan telah ada sejak 1887 M. Keberadaan Pesantren Keresek telah dipimpin oleh lima generasi. Generasi pertama, Kyai Tobri. Selain sebagai perintis, ia juga merupakan figure kyai yang menjadi peletak dasar keberadaan Pesantren Keresek (Basri: 1997: 2).Generasi kedua Pesantren Keresek adalah Kyai Nahrowi salah seorang anak Kyai Tobri.Estafet kepemimpinan pesantren ini dilanjutkan oleh Kyai Busyrol Karim. Ketiga Kyai pimpinan pesantren ini hidup pada masa Pemerintahan Hindia-Belanda (Masudi et al., 1986: 76; Basri, 1997: 2; Kusdiana, 2014: 125-126).Setelah Kyai Busyrol Karim meninggal, kepemimpinan pesantren ini ditelusuri oleh keturunannya, yaitu Kyai Hasan Basri.Sekarang, Pesantren Keresek dipimpin oleh Kyai Usman Affandi.Ia merupakan anak Kyai Hasan Basri, sekaligus generasi kelima yang melanjutkan estafeta kepemimpinan Pesantren Keresek (Kusdiana, 2014: 126).Selain Pesantren al-Falah Biru, Sumur Kondang, dan Pesantren Keresek, pesantren yang sudah eksis di Garut sejak abad ke-19 adalah Pesantren al-Hidayah. Pesantren ini berlokasi di Panembong, Bayongbong, Garut.Pesantren al-Hidayah didirikan pada 1835 oleh Raden Kyai Mohammad Hasan (Masudi et al., 1986: 29).

2. Pesantren Gentur CianjurPesantren Gentur diperkirakan telah berumur kurang lebih 200 tahun, Pesantren Gentur didirikan oleh Kyai Muhammad Said.Ia merupakan generasi pertama sekaligus peletak dasar kehadiran Pesantren Gentur. Setelah Kyai Muhammad Said meninggal ketika melaksanakan ibadah haji ke Mekah, kepemimpinan Pesantren Gentur dilanjutkan oleh anaknya, Kyai Syatibi.Setelah Kyai Syatibi meninggal, Pesantren Gentur dipimpin oleh Kyai Abdullah Haq Nuh. Pasca-Kepemimpinan Kyai Abdullah Haq Nuh, pesantren ini diteruskan oleh Kyai Amadar. Sekarang, Pesantren Gentur masih eksis dan dipimpin oleh Kyai Cucu Saliskalimatullah (Kusdiana, 2014: 127; Herlina et al., 2011:41).Pesantren lain yang sudah berdiri sejak masa Pemerintahan Hindia-Belanda dan sampai sekarang masih eksis dalam pengembangan syiar Islam, serta berperan-aktif dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan di Cianjur adalah Pesantren Kandang Sapi. Pesantren ini didirikan oleh Kyai Opo Mustofa pada 1897 M. sejak berdirinya pada 1897 sampai meninggalnya pimpinan pondok pesantren tahun 1977.Diantara para santri yang belajar di pesantren ini, umumnya, kebanyakan datang dari Cianjur, Bogor, Sukabumi dan Tasikmalaya.Tapi, ada juga santri yang berasal dari luar Jawa, misalnya, Jambi (Kusdiana, 2014: 128; Herlina et al., 2011: 42).Salah satu karakteristik yang sangat menarik dari Pesantren Kandang Sapi dibandingkan dengan keberadaan pesantren-pesantren lainnya yang terdapat di daerah Cianjur adalah komitmen terhadap tradisi kesederhanaan (Kusdiana, 2014: 128). Selain Pesantren Gentur dan Pesantren Kandang Sapi yang sudah ada sejak masa Pemerintahan Hindia-Belanda dan hingga kini masih eksis dalam kegiatan pengembangan syiar Islam dan pendidikan di daerah Cianjur, ada pula nama Pesantren Jambudipa. Menurut Choerul Anam, Pesantren Jambudipa didirikan pada 1894 M oleh Kyai Mohamad Holil (Being Sambong). Pada awal berdirinya, pesantren ini hanya berupa masjid dan kobong. Di tempat yang sangat sederhana tersebut, Kyai Mohamad Holil, sesuai dengan keahliannya, pada mulanya, pesantren hanya mengajarkan Ilmu al-Quran dan Fiqh kepada santri-santrinya (Masudi et al., 1986: 67-68; Kusdiana, 2014: 128-129).Pada 1917, Kyai Mohamad Holil meninggal. Selanjutnya, Pesantren Jambudipa dipimpin Kyai Fahrudin. Pada masa Kyai Fahrudin, Pesantren Jambudipa tidak hanya mengajarkan al-Quran, tapi juga mulai melakukan kegiatan berbagai pengajian kitab kuning. Pada 1935, untuk memenuhi keinginan masyarakat, didirikanlah bangunan majlis talim sebagai wadah bagi pengajian masyarakat umum (Kusdiana, 2014: 129; Masudi et al., 1986: 69).Di Pesantren Jambudipa, para santri selain dari daerah sekitar Cianjur, Banten dan Sukabumi, ada juga santri yang berasal dari luar pulau Jawa, tepatnya dari Sumatera. Beberapa nama santri yang kemudian menjadi tokoh dan ulama penting yang merupakan jebolan Pesantren Jambudipa adalah Abah Anom (Kyai A. Shohibul Wafat Tajul Arifin), pimpinan Pondok Pesantren Suryalaya; Kyai Jumhur, pengasuh Pesantren Ciwaringin Bogor dan Kyai Acep, pimpinan pondok pesantren di daerah Cilembur (Masudi, 1986: 69; Kusdiana, 2014: 129).

3. Pesantren Minhajul Karomah Cibeunteur-BanjarPesantren Cibeunteur berdiri sejak awal abad ke-19.Pesantren ini diperkirakan berdiri pada 1809 M atas inisiatif Kyai Mohammad Ilyas. Sepeninggal Kyai Mohammad Ilyas, Pesantren Cibeunteur diteruskan oleh Kyai Mohammad Holil. Kyai Mohammad Holil merupakan anak kedua dari Kyai Mohammad Ilyas. Sebelum memimpin Pesantren Minhajul Karomah, Mohammad Holil pernah belajar kepada beberapa kyai dari pesantren lain, antara lain, K.H. Mohammad Sobari di Pesantren Ciwedus Kuningan (Herlina et al., 2011: 42).Setelah Kyai Mohammad Holil wafat, estafeta kepemimpinan Pesantren Cibeunteur dilanjutkan oleh kedua orang kakak dari Kyai Dudung Abdul Wadud, yaitu Kyai Bahrudin dan Kyai Sudjai. Dalam perjalanannya, setelah Kyai Bahrudin memimpin dan mengelola Pesantren Minhajul Karomah sampai wafat, Pesantren Minhajul Karomah diteruskan adiknya, yaitu Kyai Sudjai, pasca kepemimpinan Kyai Sudjai, pesantren ini diteruskan oleh Kyai Dudung Abdul Wadud. Sebelum Kyai Dudung Abdul Wadud belajar kepada orang tuanya, Ia pernah menimba ilmu di Pesantren Cikalama (Cicalengka) dan Pesantren Karesek. Jadi, hingga kini, Pesantren Cibeunteur yang hingga kini masih eksis sudah dipimpin oleh lima orang kyai (Kusdiana, 2014: 130; Herlina et al., 2011: 42).

4. Pesantren Mahmud, Sukafakir dan SukamiskinPesantren Mahmud adalah pesantren yang telah berdiri sejak abad ke-19 di Bandung.Menurut salah seorang ajengan di Pesantren Cigondewah, pendiri pesantren ini adalah Buya Odang yang dilanjutkan oleh putranya Buya Uya.Diduga, Pesantren Mahmud adalah pesantren tertua di Bandung, yang berdiri pada paruh kedua abad ke-19 bersamaan dengan tumbuhnya semangat menimba ilmu agama ke daerah-daerah timur Jawa dikalangan warga Sunda, baik dari kalangan menak, menak kaum maupun Santana.Pesantren ini pun banyak menghasilkan ajengan yang dikenal luas di daerah Bandung.Ulama-ulama dari pesantren ini banyak yang menjadi penasehat bupati Bandung (Rufaidah, 2003: 137-138).Masih sezaman dengan Pesantren Mahmud, di Bandung Barat bagian Selatan, selain Pesantren Mahmud terdapat juga Pesantren Sukafakir.Keberadaan Pesantren Sukafakir diprediksi lebih muda daripada Pesantren Mahmud.Namun, waktu pendirian Pesantren Sukafakir tidak diketahui.Diduga, pada 1870-an, sudah banyak santri yang mulai belajar di pesantren (Rufaidah, 2003: 137-147).Pondok Pesantren Sukamiskin merupakan salah satu pesantren tua yang berlokasi di arah timur dari pusat kota Bandung. Pada decade kedelapan dari abad ke-19, lokasi pesantren ini berada di Distrik Ujung-berung, tidak jauh dari jalan raya pos (Kusdiana, 2014:131). Pesantren Sukamiskin didirikan oleh Kyai Muhammad Alqo pada 1881. Hingga kini, nama Pesantren Sukamiskin masih bergaung meskipun ketenarannya terlibas oleh dahsyatnya arus perputaran roda zaman. Sejak berdirinya, Pesantren Sukamiskin dikelola dan dipimpin oleh beberapa generasi (Kusdiana, 2014: 132; Pesantren Sukamiskin, Banyakj Pahlawan dan Ulama Besar Berasal dari Pesantren Ini, dalam http://sudutkotabandung.blogspot.com/2010/11/banyak-pahlawan-dan-ulama-besar-berasal.html, diakses pada 5 April 2015).Pondok Pesantren Sukamiskin berada di bawah pimpinan Kyai Muhammad Alqo dan Kyai Muhammad bin Muhammad Alqo berlangsung selama kurang lebih 29 tahun. Tepatnya sejak 1881 M sampai 1910 M atau 1300 H sampai 1329 H. setelah era Kyai Rd. Muhammad bin Muhammad Alqo, kepemimpinan pesantren sempat ditangani menantunya, Kyai Rd. Muhammad Kholil sebelum pada 1912 dipegang puteranya Kyai Rd. A Dimyati bersama isterinya Rd. Hj. Anisah hingga 1946.Sebelum memimpin Pondok Pesantren Sukamiskin, pengalaman yang pernah ditempuh Kyai Rd.A Dimyati, antara lain, menuntut ilmu di Pesantren Keresek Garut.Ia juga sempat bermukim di Mekah selama kurang lebih Sembilan tahun bersama K.H. A Sanusi, pendiri dan Pembina Pesantren Gunung Puyuh Sukabumi. Pada masa Kyai Rd. A Dimyati (1910-1946 M/ 1329-1365 H), Pesantren Sukamiskin mengalami masa keemasan dan kemajuan (Kusdiana, 2014: 132; Pesantren Sukamiskin, Banyakj Pahlawan dan Ulama Besar Berasal dari Pesantren Ini, dalam http://sudutkotabandung.blogspot.com /2010/11/banyak-pahlawan-dan-ulama-besar-berasal.html, diakses pada 5 April 2015).Setelah Kyai Rd. A Dimyati meninggal, kepemimpinan Pesantren Sukamiskin dilanjutkan oleh anaknya, Kyai Rd. Chaedar Dimyati.Pada masa Kyai Rd. Chaedar Dimyati, Pesantren Sukamiskin pernah mengalami masa kekosongan selama kurang lebih dua tahun.Penyebabnya adalah adanya penduduk Jepang.Setelah kondisi aman kembali dan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri pada 17 Agustus 1945, Kyai Rd. Chaedar Dimyati, putera Kyai Rd.A Dimyati, mulai merintis kembali peran pesantren yang semula sudah mengalami kekosongan itu. Tidak hanya itu, ia bahkan berhsil memulihkan kembali seperti keadaan semula, walaupun dalam jangka waktu yang agak lama. Pondok Pesantren Sukamiskin, pada periode ini, keadaannya cukup baik, walaupun tidak sebaik periode sebelumnya (Kusdiana, 2014: 133).

5. Pesantren Asyrofudin SumedangPesantren tua lainnya berdiri di Kab.Sumedang. Namanya Pesantren Asyrofudin. Pesantren ini terletak di daerah kampung Cipicung, Kec. Conggeang, Kab. Sumedang.Pesantren Asyrofudin didirikan pada 1847 oleh Kyai Muhammad Asyrofudin, salah seorang pangeran yang berasal dari Keraton Kesultanan Kasepuhan Cirebon (Rosidi et al., 2000: 513-514; Kusdiana, 2014: 133).Sejak berdirinya, Pesantren Asyrofudin telah dipimpin oleh enam generasi.Setelah Kyai Raden Asyrofudin wafat, kepemimpinan Pesantren Asyrofudin diteruskan oleh anaknya, Kyai Abdul Hamid. Setelah Kyai Abdul Hamid dilanjutkan oleh Kyai Mas'un.Selanjutnya, kepemimpinan dipegang oleh Afqoril Waro Ukun, Muhammad Soleh Mas'un dan Kyai Ukasyah Mas'un. Setelah Kyai Ukasyah Mas'un, kegiatan pengelolaan Pesantren Asyrofudin dialnjutkan oleh Kyai R. Endang Buchorie Mubarok dan Kyai Anwar Sanusi (Rosidi et al., 2000: 513-514; Kusdiana, 2014; 133).Itulah beberapa nama pesantren yang tersebar di wilayah Priangan pada abad ke-19. Sebagian besar di antara pesantren-pesantren tersebut masih eksis hingga kini.Banyak pulayang terus mengembangkan syiar Islam dan pendidikan agama.Banyak dari pesantren itu yang pengelolaannya yang dilakukan oleh keluarga dan generasi berikutnya yang pada umumnya dipegang oleh generasi kelima dan keenam. Namun, di antara pesantren tersebut, ada juga yang hanya meninggalkan jejak atau bahkan hanya menyisakan nama besar yang masih tersimpan dan terpelihara dalam tradisi lisan masyarakat yang tejaga secara turun temurun. Salah satu pesantren yang tinggal nama adalah Pesantren Mahmud di Bandung. Ada pula informasi tentang eksistensi pesantren abad ke-19 yang sangat sulit dilacak.Beberapa nama pesantren yang informasi tentang keberadaannya sulit dilacak adalah Pesantren Cilame, Cirongkong, Cikalama, Benda (Gadung), Pakemitan dan Sindang Laya (Kusdiana, 2014: 134).

B. Penyebaran Pesantren di Priangan Pada Awal Abad 20 (1900-1945)

1. Pesantren Pangkalan, Pesantren Cipari, dan Pesanren Darussalam di Garut

a. Pesantren PangkalanPesantren Pangkalan didirikan oleh Kiayi Qurtubi di daerah Tarogong Garut. Pesantren ini diperkirakan berdiri pada periode awal abad ke 20. Pesantren Pangkalan Garut disebut-sebut pernah menjadi tempat menuntut ilmunya Kayi Badruzaman. Pada masa kepemimpinan Kiayi Qurtubi, keberadaan Pesantren Pangkalan banyak dikenal oleh masyarakat Garut sehingga banyak santri yang berminat besar untuk bisa belajar di pesantren ini. Salah satunya adalah Kyai Badruzaman (Kusdiana, 2014: 135).Masa kepemimpinan Kyai Qurtubi, bagi Pesantren Pangkalan merupakan masa keemasan. Sebabnya, selain karena kharisma yang melekat kuat dalam dirinya juga karena kemampuannya yang mumpuni dalam mentransfer ilmu-ilmu agama. Sayang sekali, pasca meninggalnya Kyai Qurtubi, secara perlahan-lahan, Pesantren Pangkalan mulai mengalami kemunduran dan kevakuman (Kusdiana, 2014: 135).Setelah periode Kyai Qurtubi, informasi keberadaan tentang Pesantren Pangkalan tidak banyak diketahui lagi, terlebih setelah salah seorang puterinya, yaitu Ny. Atikah menikah dengan K.H. Anwar Musadad, sedangkan K.H. Anwar Musdad sendiri mendirikan pesantren tersendiri yang bernama Pesantren al-Musadadiyah Garut yang terpisah dari Pesantren Pangkalan. Dengan demikian, sepeninggal Kyai Qurtubi, Pesantren Pangkalan tidak banyak dikenal lagi. Memang Kyai Tantowi Jauhari, salah seorang cucunya berusaha untuk meneruskan perjuangan Kyai Qurtubi. Namun, upaya meneruskan jejak langkah kakeknya itu tidak menggunakan nama Pesantren Pangkalan, tetapi memberi nama pesantren yang dibangunnya dengan nama Pesantren al-Wasillah (Kusdiana, 2014: 135).

b. Pesantren CipariPesantren Cipari berlokasi di Garut bagian timur, tepatnya di Kampung Cipari, Desa Sukarasa, Kecamatan Pangatikan, Garut. Lokasi pesantren persis berdiri di tengah-tengah masyarakat tanpa adanya pembatas fisik (benteng). Kondisi ini menunjukkan bahwa keberadaan pesantren, sejak awal, tidak terlepas dari dukungan dan peran serta masyarakat sekitarnya (Kusdiana, 2014: 209).Hampir sama dengan Pesantren Pangkalan, Pesantren Cipari pun tidak memiliki data yang jelas tentang sejarah kehadirannya. Namun, menurut perkiraan, pesantren ini berdiri antara akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, yang didirikan oleh Kyai Zaenal Abidin. Beliau lebih dikenal dengan sebutan Eyang Bungsu. Pada awal pendiriannya, Pesantren Cipari lebih menitikberatkan pada pendidikan nonformal melalui kegiatan pengajian berupa majelis taklim untuk masyarakat, pengajian kitab kuning dan Al-Quran untuk para santri (Rosidi et al., 2000: 712; Kusdiana, 2014: 136).Pada dekade ketiga abad ke-20, kepemimpinan dan pengelolaan pesantren dilanjutkan oleh Kyai Harmaen. Bagi masyarakat Kabupaten Garut, Kyai Harmaen merupakan seorang tokoh ulama besar. Pada masanya, peran serta Pesantren Cipari di kancah perjuangan bangsa menjadi salah satu bidang garapannya, terlebih ketika di daerah Garut terjadi peristiwa Afdelling Affairs B Cimareme. Saat itu, banyak tokoh pesantren yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara oleh pemerintah Belanda, tak terkecuali kyai dari Pesantren Cipari ini (Rosidi et al., 2000: 712; Kusdiana, 2014: 136).Sejak berdirinya sampai sekarang, pesantren ini masih eksis dan berkiprah bagi seluruh warga masyarakat. Kepemimpinan dan pengelolaan pesantren dipegang dan dikelola oleh anak-anak Kyai Harmaen yang meneruskan kepemimpinan dari orang tuanya. Di antara anak-anak yang meneruskan pengelolaan pesantren itu adalah Kyai Abdul Kudus, Kyai Yusuf Tauziri, Kyai Bustomi dan Hj. SitiQuraisyin. Sepeninggal Kyai Abdul Kudus, dkk., Pesantren Cipari dipimpin oleh Kyai Mansyur dan Kyai Abbas dan Kyai Amin Bunyamin (Kusdiana, 2014: 136).c. Pesantren DarussalamPendiri Pesantren Darussalam adalah salah satu tokoh pejuang Garut baik padazaman Belanda maupun Jepang. Pada zaman Jepang, ia pernah masuk tahanan karena dituduh akan mengadakan sabotase. Pada masa revolusi kemerdekaan, ia mendirikan Tentara atau Laskar Darussalam yang kemudian bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) (Kusdiana 2014: 137).Kyai Yusuf Taujiri pernah diajak oleh Kartosuwiryo untuk mengumumkan proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia atau Darul Islam (NII atau DI). Tetapi ajakan iniditolaknya baik-baik. Kyai Yusuf Taujiri menganggap bahwa gagasan pendirian NII dengan meninggalkan NKRI merupakan langkah yang terlalu jauh. Awalnya Kyai Yusuf dan Kartosuwiryomemiliki hubungan yang sangat baik, akrab dan sangat dekat. Namun, karena keduanya memilki pandangan ideologi yang berbeda, hubungan di antara keduanya pun menjadi renggang (Kusdiana, 2014: 137; Pendiri Yayasan Darussalam Wanaraja Garut Jawa Barat, dalam http://yayasanmtsdarusalam.blogspot.com/2011/11/pendiri-mts-darussalam. html, diakses pada 05 April 2015).Kyai Yusuf Taujiri merupakan sosok yang tegas dalam mempertahankan hal-hal yang prinsipil. Beliau adalah ualama yang memiliki keteguhan dan kekuatan spiritual yang luar biasa tangguh. Dalam mengemban risalah perjuangan, Kyai Yusuf Taujiri benar-benar menjadi seorang ulama yang aplikatif. Kyai Yusuf Taujiri meninggaldi Garut pada 1982, dan dimakamkan di lingkungan Pesantren Darussalam (Kusdiana, 2014: 138-139).

2. Pesantren Kudang, Suryalaya, Cilenga, Cintawana, Miftahul Ulum, Mathlaul Khair, As-Salam, Bahrul Ulum, Sukahideung, Sukamanah, dan Cipasung di Tasikmalaya

a. Pesantren KudangPendiri Pesantren Kudang adalah Kyai Muhammad Syujai. Tidak ada informasi yang pasti tentang kapan pesantren ini mulai berdiri. Namun, menurut keterangan, diperkirakan, Pesantren Kudang berdiri antara akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dikisahkan, setelah merasa cukup menimba ilmu di Pesantren Ciwedus Kuningan kepada Kyai Shobari, Kyai Muhammad Syujai mendirikan sebuah pesantren yang bernama Pesantren Kudang. Tidak hanya itu, Kyai Muhammad Syujai juga sekaligus menjadi pengasuh pesantren tersebut hingga meninggal pada 1956 (Yahya, 2006: 14).Pesantren Kudang, menurut Iip D. Yahya (2006: 14), berdiri pada awal abad ke-20. Tak lama setelah itu, munculah sejumlah pesantren di Tasikmalaya sehingga daerah Priangan ini tumbuh menjadi tujuan mengaji santri dan berbagai daerah di Priangan lainnya. Di antara pesantren-pesantren tersebut, salah satu yang layak disebut ialah Pesantren Kudang Tasikmalaya yang diasuh Kyai Muhammad Syujai.

b. Pesantren SuryalayaPesantren Suryalaya berdiri pada 5 september 1905 M/7 Rajab 1323 H oleh Kyai Abdullah Mubarak atau Abah Sepuh. Pendirian pesantren ini diawali oleh pendirian sebuah masjid yang dijadikan tempat mengaji dan mengajarkan Tarekat Qadariyah wa Naqsabandiyah. Dalam perkembangannya kemudian, masjid yang menjadi tempat berdzikir itu diberi nama Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniyah sebagai cikal bakalnya. Dengan didirikannya masjid pada tanggal tersebut, peristiwa ini kemudian dijadikan titik mangsa berdirinya Pesantren Suryalaya (Pradja dan Anwar, 1990: 199; lihat juga Siswanto et al., 2005: 8).Pada masanya, nama Kyai Abdullah Mubarok, sebagai pendiri dari Tarekat Qadariyah wa Naqsabandiyah Suryalaya di kalangan masyarakat sekitarnya, lebih dikenal dengan nama Ajengan Godebag atau Kyai Godebag. Begitu juga dengan nama pesantrennya. Walaupun pesantren tersebut telah diberi nama Suryalaya, masyarakat sekitarnya masih banyak yang menyebut Pesantren Godebag. Mungkin, pemberian nama Godebag berkaitan dengan nama tempat atau nama kampung yang menjadi basis Pesantren Suryalaya adalah Godebag (Kusdiana, 2014: 140).Pada 1956, Kyai Abdullah Mubarok atau Ajengan Godebag meninggal. Kepemimpinan Pesantren Suryalaya selanjutnya diteruskan oleh anaknya, yaitu Kyai A. Sohibul Wafa Tajul Arifin. Hingga kini, dalam usia pesantren yang sudah dari satu abad, pesantren masih eksis dan memberikan kontribusi bagi masyarakat luas (Rahmanah, t.th.: 33-41).

c. Pesantren CilengaPesantren Cilenga letaknya di Leuwisari Tasikmalaya. Pesantren ini didirikan oleh Kyai Sobandi atau Kyai Syabandi. Tentang kapan berdirinya Pesantren Cilenga, tidak ada informasi yang jelas. Menurut keterangan, diperkirakan, pesantren ini telah ada pada dekade kedua abad ke-20. Dituturkan, tak lama setelah selesai belajar Kyai Haji Muhammad Syujai di Pesantren Kudang, Sobandi pergi ke Mekkah dan belajar kepada Syekh Mahfud al-Tarmasi di Masjidil Haram. Setelah selesai belajar kepada Syekh Mahfud Al-Tarmasi, ia pulang ke tanah air, dan mendirikan Pesantren Cilenga (Yahya, 2006: 16).Meskipun tidak banayk informasi dan data yang lengkap tentang keberadaan Pesantren Cilenga, namun, pada periode-periode awal abad ke-20, Pesantren Cilenga telah eksis dan merupakan salah satu pesantren yang banyak dituju oleh para santri yang ingin belajar ilmu agama. Menurut informasi, antara 1922-1926, di Pesantren Cilenga telah ada sekolah tingkat menengah yang bernama Matlaul Najah. Sayang sekali, sepeninggal Kyai Sobandi, Pesantren Cilenga mengalami kemunduran hingga nama dan perannya dalam pengembangan masyarakat Islam nyaris tak terdengar lagi (Yahya, 2006: 16).

d. Pesantren CintawanaPesantren Cintawana berdiri sejak 1917 M. Pesantren ini didirikan oleh Kyai Muhammad Toha yang lahir pada 1882 M di Kampung Cireule, Desa Banjarsari, Kecamatan Pagerageung, Tasikmalaya. Pada 1917, karena desakan pemerintah Hindia Belanda, Kyai Muhammad Toha yang sebelumnya sudah mendirikan Pesantren Cipancor di Desa Buniasih, Ciawi, Tasikmalaya, hijrah ke daerah Singaparna, Tasikmalaya dan mendirikan Pesantren Cintawana Singaparna, Tasikmalaya, atas bantuan Lurah Desa Cikunten Singaparna, dibantu oleh mantu paling sulung Kyai Damamini. Menurut informasi yang disampaikan keluarga Pesantren Cintawana, Kyai Muhammad Toha merupakan keturunan ke-9 Syekh Abdul Muhyi, Pamijahan, Karangnunggal (Kusdiana, 2014: 140).Kyai Muhammad Toha mendirikan dan memimpin pesantren ini selama 28 tahun, dan pada 1945, ia meninggal. Setelah era kepemimpinannya pada 1945, kepemimpinan pesantren ini diteruskan oleh anaknya yang bernama Kyai Ali Kholiludin. Selama memimpin pesantren ini, Kyai Ali Kholiludin banyak dibantu oleh Toha Muslim dan Isak Farid (Kusdiana, 2014: 141).Sepeninggal Kyai Ali Kholiludin, seiring dengan berkecamuknya perang kemerdekaan karena agresi militer Belanda, kegiatan yang berlangsung di pesantren ini hanya terfokus pada kegiatan majlis taklim dengan menitikberatkan kepada pengajian Al-Quran. Hal ini terjadi karena banyak santri Pesantren Cintawana dan sebagian pengasuhnya ikut terjun secara langsung dalam kancah perjuangan nasional untuk mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para santri dan pengasuh pesantren itu bergabung dalam tentara Sabilillah dan Hizbullah. Pada masa perang kemerdekaan, Pesantren Cintawana dijadikan markas perjuangan Tentara Republik Indonesia untuk menghadapi kekuatan Belanda (Kusdiana, 2014: 141).Pasca kepemimpinan Kyai Ali Kholiludin, Kyai Isak Farid melanjutkan estafeta kepemimpinan Pesantren Cintawana. Pada 1958 isteri dari Kyai Muhammad Toha, yaitu Hj. Siti Hafsyah memanggil puteranya yang ketiga bernama Ishak Farid untukkembalike kampung halamannya, kendatiIshak Farid pada waktu itu sedang menuntut ilmu di Universitas Gajah Mada dan Universitas Islam Yogyakarta, Jurusan Sastra Barat dan Hukum. Sekalipun masih mengalami kekosongan, namun kegiatan pengajian di Pesantren Cintawana masih tetap berjalan. Sejak saat itu, seiring dengan beralihnya estafeta kepemimpinan kepada Kiyai Ishak Farid, upaya untuk menghidupkan kembali Pesantren Cintawana seperti pada masa KyaiMuhammad Toha dan Kyai Ali Kholiludin mulai dirintis kembali. Dengan bantuan para kyai, ustadz, dan cendekiawan lainnya, seperti Kyai Toha Muslih, Kyai Onang Zaenal Mutaqin, Kyai Holil, Kyai Ishak Sholih, Kyai Iing Sihabudin, Kyai Aep Saepullah, Kyai Eded Hasan, Haji Upin Sopandi, dan para pembantu lainnya, sedikit demi sedikit, Pesantren Cintawana pun mulai hidup kembali. Berkat kepemimpinannya, Pesantren Cintawana banyak mengalami kemajuan di bidang pendidikan, kemasyarakatan, dan infrastruktur (Kusdiana, 2014: 141).Pesantren ini tidak hanya mengajarkan pengajian Al-Quran, tetapi juga mengajarkan Tafsir al-Quran, Jurmiyah, Alfiyah, bahasa asing selain Arab, dan kitab-kitab kuning. Maka tidaklah mengherankan jika di antara para santri yang belajar di Pesantren Cintawana itu banyak yang berasal dari luar Jawa Barat, seperti Irian Jaya, Timor-Timur, Aceh, Sumatra, Jawa Tengah, Jawa Timur, selain dari Jawa Barat sendiri. Sampai sekarang sudah lebih dari 10.000 ribu alumni santri yang pernah belajar di Pesantren Cintawana. Salah satu alumni yang sekarang menjadi ulama adalah Ajengan Ilyas Ruhiat dan Kyai Irfan Hilmy (Kusdiana, 2014: 141-142).

e. Pesantren Miftahul UlumPesantren Miftahul Ulum eksis di Tasikmalaya sejak awal abad ke-20. Pesantren Miftahul Ulum berlokasi di Gunung Bubut Sodong Hilir, Tasikmalaya. Pesantren ini didirikan oleh Kyai Zaenal Abdidin pada 1917. Pada awal pendiriannya, Pesantren Miftahul Ulum baru berupa sebuah masjid, sebuah banguanan tempat belajar dan pemondokan santri. Semua sarana itu dibuat dengan konsepyang masih sangat sederhana, yaitu beratap rumbiya (Masudi et al., 1986: 82).Pada 1946, Kyai Zaenal Abidin meninggal. Sepeninggalnya, pengurus dan pengelola Pesantren Miftahul Ulum dilanjutkan oleh Kyai A. Najmudin. Pada masa kepemimpinannya, Kyai A. Najmudin mulai menggagas pendirian majelistaklim sebagai tambahan dari kegiatan yang telah ada. Selama rentang waktu 1947-1949, kegiatan pesantren Miftahul Ulum pernah berhenti, bahkan Kyai A. Najmudin sempat mengungsi ke luar daerah karena gangguan keamanan. Sesudah situasinya aman, kegiatan pesantren kembali ke tempat asalnya di Kampung Bubut (Masudi et al., 1986: 82).Dalam perkembangannya, Pesantren Miftahul Ulum berhasil memperluas dan memperbaiki bangunan masjid dan madrasah menjadi permanen. Karena pengaruh perluasan itu, bangunan untuk majelistaklim pun terpaksa dipindahkan ke selatan, sebuah lokasi yang asal karena arealnya terlalu sempit. Pengasuh Pesantren Miftahul Ulum,di samping dikenal sebagai ahli tasawuf juga dikenal sebagai ahli nahwu. Karya tulisnya di bidang ini adalah Bayanu Qawaidil Mufradat (Masudi et al., 1986: 83).

f. Pesantren Al-Mathlaul KhairPesantren ini didirikan oleh Kyai Dimyati pada 1918 di atas seluas tanah kurang lebih 0,5 ha. Pesantren Al-Mathlaul Khair terletak di Cintapada, Setianegara, Cibeureum, Tasikmalaya. Selama kurun waktu 1918 sampai 1972, pesantren ini masih dipimpin oleh pendirinya sendiri, yaitu Kyai Dimyati. Pascameninggalnya Kyai Dimyati, Pesantren Al-Mathlaul Khair diasuh ole Kyai Yusuf Faqih, cucu Kyai Dimyati, dibantu Kyai Oni Syaroni dan beberapa kyai lainnya (Masudi et al., 1986: 35).Nama Al-Mathlaul Khair diberikan kepada pesantren ini setelah meninggalnya Kyai Dimyati. Tepatnya pada masa kepemimpinan Kyai Yusuf Faqih. Pada masa Kyai Yusuf Faqih, Pesantren Al-MathlaulKhair memiliki 150santri yang belajar ilmu-ilmu agama di pesantren ini; 30 di antaranya adalah santri nonmukim. Para santri yang belajar di pesantren ini, banyak yang datang dari keluarga petani, pedagang, dan buruh di daerah Tasikmalaya (Masudi et al., 1986: 35).Pesantren ini mengajarkan berbagai ilmu agama yang menjadi pelajaran wajib, seperti ilmu fiqih, Tasawuf, Tafsir, Nahwu, Sharaf, Badi, dan Bayan. Pada masa kepemimpinan Kyai Yusuf Faqih, pesantren ini menyelenggarakan program pendidikan tingkat ibtidaiyah. Selain ilmu-ilmu gama, para santri pesantren ini juga dibekali berbagai latihan keterampilan sebagai bekal untuk hidup bermasyarakat, seperti keterampilan menjahit, pertanian, dan peternakan (Masudi et al., 1986: 35).

g. Pesantren As-SalamPesantren As-Salam yang sudah berdiri sejakawal 1920, pendirinya dalah Kyai Qolyubi, alumni Pesantren Keresek Garut. Pada masa kepemimpinannya, Pesantren As-Salam pernahmenampung 450 orang santri yang datang dari berbagai tempat. Untukmemenuhi sarana belajar itu, pengasuh Pesantren As-Salam harus berusaha untukmenyediakan kamar pemondokan santri sebanyak 8 buah kamar. Namun, karena keterbatasan dana, kamar pemondokan itu dibuat darikayu yang kokoh dan bias tahan lama. Di Pesantren As-Salam, para santri belajar kitab secara tradisional. Pengajian dilakukan di tiga tempat yang dibangun untuk keperluan tersebut. Beberapa kitab yang dikaji, antara lain, Fathul Qarib, FathulMuin, Ianatut Tholibin, Jamul Jawami, Tijan, Kifayatul Awam, Bidayatul Hidayah, Jurumiyah, Alfiyah,Bajuri, Sanusi, Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Riyadus Sholihin, dan Tafsir Jalalain (Masudi et al., 1986: 38-39).Pascameninggalnya Kyai Qolyubi, kegiatan pesantren pun secara perlahan-lahan mengalami pasang surut. Meskipun penggantinya adalah anaknya sendiri, yaitu Kyai Khoerudin, seorang yang memiliki kapasitas keilmuan yang cukup untuk meneruskan dan membesarkan pesantren, namun karena kesehatannya yang sering terganggu, keadaan initelah memberikan dampak langsung terhadap kelangsungan pesantren (Masudi et al., 1986: 35).

h. Pesantren Bahrul UlumPesantren ini pada awalnya bernama Pesantren Islam Awipari. Sebutan Awipari diambil dari nama kampung, yaitu Kampung Awipari, Desa Awipari, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Tasikmalaya. Pesantren Bahrul Ulum berdiri atas desakan masyarakat sekitar yang ingin mendalami pendidikan agama. Apalagi, pada masa itu, daerah ini masih berada di bawah penjajahan sehingga masyarakat kesulitan memperoleh pendidikan (Departemen Agama RI, 2001: 119).Dalam situasi demikian, pada 1920, datanglah seorang kyai yang benama Kyai Masduki. Beliau adalah seorang ulama keturunan waliyullah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan, seorang ulama kasrismatik dan sangat dihormati masyarakat sekitar. Kyai Masduki juga dikenal sebagai pejuang yang ikut melawan penjajahan Belanda. Dialah yang kemudian mendirikan sebuah pesantren yang sangat sederhana. Pada tahap awal berdirinya, pesantren ini hanya berupa sebuah masjid dan pondok yang terbuat dari bambu. Pendirian Pesantren Bahrul Ulum segera mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat karena keadaan masyarakat sekitar, baik di bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, agama, masih sangat memprihatinkan. Kondisi ini terjadi karena praktekn penjajahan Belanda dulu (Kusdiana, 2014: 144).Sistem kepesantrenan di Pesantren Bahrul Ulum menggunakan sistem sorogan, bandongan, dan wetonan. Kegiatan belajar dimulai dari tingkat dasar dan menengah yang dilakukan pada pagi, sore, dan malam hari. Kegiatan belajar dan mengajar dipimpin langsung oleh seorang kyai dan beberapa kyai lainnya. Adapun materi pengajarannya, antara lain, Al-Quran, Hadits, Akhlak, Fiqih, Ushul Fiqih, Tauhid, Tajwid, Nahwu, Sharaf, Balaghah, Tarikh, dan Ilmu Tafsir. Kitab-kitab yang menjadi rujukan pembelajaran sebagia besar masih berbahasaArab yang ditentukan oleh kyai (Departemen agama RI, 2001: 120).Selainkelas regular, ada pula kelas takhasus, yaitu kelas yang didikuti oleh para santri yang sudah dewasa dan telah dipersiapkan untuk menjadi mukimin di masing-masing tempat. Kelas ini menggunakan metode munaqashah, yaitu membaca kitab sendiri dan belajar untuk menerjemahkan kitab yang ditentukanuntuk Dewan Kyai dengan kurikulum tersendiri. Untuk masyarakat umum, pesantren juga mengadakan pengajian mingguan, yaitu pengajian setiap malam Rabu dengan materi Akhlak Tasawuf, pengajian setiap malam Kamis dengan materi Qiraat Al-Quran, dan pengajian setiap malam Jumat dengan materi Yasinan dan Barjanzi (Departemen agama RI, 2001: 120).Sejak berdirinyapada 1920, Pesantren Bahrul Ulum masih tetap eksis hingga kini meskipun pernah mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan dan pengurus pesantren. Masa kepemimpinan pertama dikelola oleh Kyai Masduki. Masa kepemimpinan kedua dikelola oleh Kyai Busthomi. Masa kepemimpinan ketiga dikelola oleh Kyai Abbdullah Muhaimin (Departemen agama RI, 2001: 120).

i. Pesantren SukamanahSecara historis keberadaan pesantren ini termasuk pondok pesantren yang tertua juga. Pesantren ini telah ada sejak masa Pemerintah Belanda masih menjajah Indonesia. Diprediksi, pesantren ini didirikan pada 1927 oleh Kyai Zaenal Mustafa di Kampung Cikembang dengan nama Pesantren Sukamanah. Nama Kampung Cikembang berubah menjadi Kampung Sukamanah. Pesantren Sukamanah didirikan di atas tanah wakaf yang diperuntukkan bagi rumah dan masjid. Tanah wakaf ini diserahkan dari seorang janda dermawan bernama H. Juariyah. Jadi, pada usia sangat muda, yaitu 26 tahun, Kyai Zaenal Mustafa telah mendirikan pesantren (Kusdiana, 2014: 145).Kyai Zaenal Mustafa dilahirkan di Kampung Bageur Desa Cimera Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya (sekarang Desa Sukarapih Kecamatan Sukarame) pada tahun 1901 M. Ibunya bernama Ratmah dan ayahnya bernama Nawapi. Ia dikenal dengan nama kecilnya Umri dan Hudaemi. Ia dibesarkan dalam keluarga petani yang taat beragama (Muhsin, 1996: 1).Pesantren Sukamanah terdiri atas dua bagian, yaitu Pesantren Sukamanah dan Sukahideung. Sebelum nama Sukamanah dikenal dan nama Pesantren Sukamanah banyak diketahui, di daerah ini sudah ada pesantren yang bernama Pesantren Sukahideung. Jelasnya, pendirian Pesantren Sukahideung jauh lebih awal, tepatnya pada 1922 oleh Kyai Zaenal Muhsin. Ia adalah kakak ipar Kyai Zaenal Mustafa. Karena nama Sukamanah lebih dikenal daripada nama Sukahideung, nama Sukamanah lebih populer. Namun, dalam perjalanannya, kedua pesantren tersebut tetap bersatu karena masih memiliki hubungan kekeluargaan (Kusdiana, 2014: 145).Pesantren Sukamanah ini berlokasi di Kampung Sukahideung Desa Sukarapih, Kecamatan Singaparna, sekitar 21 km dari pusat kota Tasikmalaya. Sampai saat ini, Pesantren Sukamanah masih eksis dengan menempati areal tanah seluas 3 ha. Pesantren ini dilengkapi oleh beberapa sarana fisik, antara lain, sebuah masjid dan banguna tempat belajar. Sistem sorogan, weton, dan bandungan masih digunakan untuk mempelajari kitab-kitab kuning. Selain itu, digunakan pula sistem madras. Sistem ini lebih banyak digunakan untuk buku-buku berbahasa Indonesia. Bagi lulusan madrasah, disediakan ijazah nasional. Seperti kebanyakan pesantren lainnya, Pesantren Sukamanh pun mengadakan berbagai pelatihan keterampilan bagi para santrinya, antara lain menjahit, dan patukangan bangunan atau tembok (Kusdiana, 2014: 145-146).Sebagai seorang ulama yang luas ilmunya, Kyai Zaenal Mustafa memiliki sifat taa, tabah, qonaah, syajaah, menjunjung tinggi nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Ia juga menjadi pemimpin dan panutan umat yang kharismatik, patriotik, berbudi luhur, dan berpandangan jauh ke depan. Agar perjuangannnya lbih terkoordinasi, Kyai Zaenal Mustafa memutuskan untuk bergabung dalam Jamiyyah Nahdlatul Ulama pada 1933. Ia tercatat sebagai Wakil Rois Syuriah Cabang Tasikmalaya (Muhsin, 1996: 1).Pada 1944, Kyai Zaenal Mustafa meninggal karen aktivitas gerakan perjuangan dan perlawanannya terhadap pemerintahan pendudukan Jepang yang sangat heroik. Sepeninggal Kyai Zaenal Mustafa, Pesantren Sukamanah dilanjutkan oelh Kyai Fuad Muhsin. Di antara para kyai yang merupakanjebolan PesantrenSukamanah adalah Kyai Choer Affandi, seorang pendiri Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya (Kusdiana, 2014: 146).

j. Pesantren CipasungPesantren Cipasung merupakan salah satu pesantren yang menjadi basis perjuangan para ulama NU di Tasikmalaya. Pesantren yang didirikan oleh Kyai Ruhiyat ini telah berdiri sejak 1931 (Rosidi et al., 2000: 514). Pesantren ini berlokasi di Kampung Cipasung sekitar 2 km dari kota Singaparna. Pada awal berdirinya, pesantren ini hanya merupakan majlis taklim yang memiliki kegiatan pengajianuntuk ibu-ibu setiap hari Rabu pagi, bapak-bapak setiab Rabu sore, pengajian khusus bagi para kyai setiap hari Kamis, dan pengajian bulanan untuk masyarakat umum (Kusdiana, 2014: 146).Santri angkatan pertama berjumlah 40 orang. Sebagian besar dari mereka berasal dari Pesantren Cilenga dan Pesantren Sukaraja Garut. Pesantren Sukaraja Garut merupakan tempat belajar Kyai Ruhiyat sebelum ia mendirikan pesantren sendiri. Ada juga santri yang mengikuti pengajiannya malam hari, karena pada siang hari, mereka kembalike rumahnya masing-masing. Biasanya, mereka adalah santri yang berasal dari sekitar pesantren. Setelah lima tahun sejak pendiriannya, Pesantren Cipasung menyelenggarakan pengajian secara sorogan dan halaqah yang didikuti oleh warga masyarakat sekitarnya. Pada 1935, pengurus merasa perlu untuk mendirikan Madrasah Diniyah. Lalu, dalam rangka memenuhi keperluan mubalig, pada 1937, Kursus Kader Mubalighin wal Musyawirin pun didirikan (Masudi et al., 1986: 50; Rosidi et al., 2000: 514; At-Tarmizai dan Yazid, 2008: 2-3).Pada 1942, di Pesantren Cipasung, kegiatan pendidikan untuk santri sudah ditingkatkan hingga jenjang aliyah, selain kelas tsanawiyah. Walaupun sudah menerapkan sistem madrasi, pesantren ini tetap mempertahankan tradisi pengajiannya yang terbagi dalam dua kategori. Pertama, pengajian untuk Thalabah Khususiyah.Kedua, pengajian untuk Thalabah Umumiyah. Kelomok pertama, yaitu Thalabah Khususiyah dipersiapkan untuk program pengkajian kitab secara lebih mendalam dibanding untuk kelompok dua (Masudi et al., 1986: 50).Sudah banyak kegiatan, termasuk program pelatihan keterampilan dan kegiatan lain yang telah diselenggarakan oleh pesantren, antara lain pelatihan teknologi tepat guna, pendidikan kependudukan yang diselenggarakan Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKNU), dan pengembangan koperasi. Selain mengurus pesantren, Kyai Ruhiyat juga aktif menjadi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Sepeninngal Kyai Ruhiyat, pesantren ini dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Kyai Mohammad Ilyas Ruhiyat (Kusdiana, 2014: 147).

3. Pesantren Al Bidayah Cangkorah, Al Asyikin, Baitul Arqam, Islamiyah Cijawura, Cikapayang, Sindangsari Al-Jawami, Al Ittifaq, Pesantren Persis, Mathlaul Anwar Palgenep, Hegarmanah, Cigondewah, Sirnamiskin, Sadangsari dan Cijerah di Bandung

a. Pesantren Al Bidayah CangkorahPesantren ini terletak di Jalan Raya Batujajar No. 01 Desa Giriasih RT 03 RW 08 Kecamatan Batujajar,Kabupaten Bandung Barat. Pesantren ini didirikan oleh Kyai Muhammad Asyarie pada 1907. Pendirian pesantren ini diawali pleh pembangunan sebuah masjid, dan rumah tempat kediaman kyai. Masjid, selain untuk kegiatan ibadah ritual, sekaligus juga menjadi tempat belajar dan menginap santri-santrinya. Para santri berdatangan dari kampung-kampung di sekitar pesantren (Kusdiana, 2014: 147).Keberadaan Pesantren Al Bidayah telah dipegang oleh empat generasi. Sepeninggal Kyai Muhammad Asyarie, kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh putranya, Kyai Muhammad Sirodj. Pada masa kepemimpina Kyai Muhammad Sirodj ini, pesantren mulai menampakkan kemajuannya. Infrastruktur pesantren sedikit mulai berubah. Santri-santri mulai berdatangan dariluar kawasan Bandung (Sejarah Pesantren Al-Bidayah Cangkorah, dalam http://albidayahcangkorah.blogspot.com/ 2010/04/sejarah-pesantren-albidayah-cangkorah.html, diakses pada 05 April 2015).

b. Pesantren Al AsyikinPesantren ini terletak di Kelurahan Pajajaran, 7 km sebelah utara kota Kembang, Bandung. Pada awalnya, pesantren ini berlokasi di jalan Pandu (kini, menjadi jalan Pesantren Wetan). Pesantren Al Aasyikin telah ada sejak1912 dan didirikan oleh Kyai Zarkasyi bin Ahmad. Ketika pesantren ini masih diasuh oleh Kyai Zarkasyi, pesantren ini mengalami perkembangan yang cukup pesat hingga jumlah santrinya mencapai 500 orang lebih (Masudi et al., 1986: 13).Hingga sekarang, pesantren ini sudah beberapa kali mengalami pemugaran. Pesantren ini memiliki luas bangunan 250 m persegi. Pesantren ini berdiri di atas tanah seluas 1,5 ha. Setelah Kyai Zarkasyi meninggal, Pesantren Al Asyikin dilanjutkan oleh anaknya, yaitu Kyai Syamsudin Toha dan Kyai Badrudin Zarkasyi. Sepeninggal Kyai Zarkasyi, pesantren ini sempat ,mengalami kemunduran. Namun, pada masa Kyai Badrudin Zarkasyi, upaya pengembangan pesantren mulai menampakkan hasil, dan secara perlahan-lahan mulai bangkit kembali (Masudi et al., 1986: 13).

c. Pesantren Baitul ArqamPesantren ini didirikan oleh Kyai Muhammad Faqih pada 1922. Pesantren ini terletak di sebelah selatan Kota Bandung, tepatnya di jalan Lembur Awi, Desa Pacet, Kecamatan Ciparay. Pendirian Pesantren Baitul Arqam berawal dari keinginan Kyai Muhammad Faqih untuk mengajarkan agama Islam kepada masyarakat sekitarnya di bidang Al-Quran, Qiraat, dan penguasaan kitab kuning (Kusdiana, 2014: 148)Setelah Kyai Muhammad Faqih meninggal, kepemimpina Pesantren Baitul Arqam dilanjutkan oleh Kyai Ubaidillah. Setelah itu, dilanjutkan oleh Kyai Ali Imron. Adapun sistem pendidikan atau pengajian yang diselengarakan di pesantren ini menggunakan sistem sorogan yang mengacu pada seluruh ilmu agama. Pesantren ini terkenal sebagai pesantren yang sangat menekankan penguasaan bahasa Arab dan ilmu Nahwu Sharaf (Kusdiana, 2014: 148-149).

d. Pesantren Islamiyah CijawuraPesantren ini berdiri pada tahun 1927. Lokasinya di jalan Terusan Buah Batu,Desa Margasari, kira-kira 8 km dari kota Bandung. Pesantren ini didirikan oleh Kyai Abdussyukur, dengan tujuan utama mengubah sikap masyarakat melalu pengajaran agama. Pada awal berdirinya, pesantren ini baru berupa masjid, dan secara berangsur-angsur dibangunlah asrama santri. Dalam perkembangannya, pesantren ini pernah memiliki santri 334 orang, 157laki-laki, 117 perempuan, dengan santri mukim 50 orang. Pesantren ini memiliki empat bangunan tempat belajar, dan 18 kamar santri yang berdiri di atas tanah seluas 1,5 ha (Masudi et al., 1986: 66).Setelah Kyai Abdussyukur meninggal, kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh R. Kyai Muhammad Burhan. Di pesantren Islamiyah, ilmu agama yang banyak dipelajari adalah kitab-kitab yang secara tradisional, antara lain, Labbul Ushul, Ianatut Tholibin, Bajuri, danFathul Wahab untuk Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Untuk ilmu Tauhid, kitab yang dipelajari adalah Tijan dan Kifayatul Awam. Untuk Ilmu Tasawuf atau Akhlak, kitab yang dipelajari adalah Sullam Taufiq, Nasoihul Ibad, Kifayatul Azkiya, Bidayatul Hidayah, dan Ihya Ulumuddin. Di bidang bahasa Arab, kitab yang dipelajari adalah Mughni Labib, Jauhar Maknun, Alfiyah dan Mantiq. Untuk Imu Tafsir atau Hadits, kitab yang dipelajari adalah Ibnu Katsir, Tafsir Munir, Riyadus Sholihin, Shohih Bukhori dan Shohih Muslim (Masudi et al., 1986: 66).

e. Pesantren CikapayangPesantren ini berlokasi di Kampung Cikapayang, Sukaluyu, Cibeunying, Bandung. Pesantren ini telah ada sejak tahun 1928 oleh Ibrahim Wiratmaja. Gagasan pendirian pesantren ini telah dicetuskan oleh seorang penduduk setempat, bernama H. Muhammad Idris. Tetapi pesantren baru dapat diwujudkan oleh putranya R. H. Ibrahim Wiratmaja yang bekerja sama dengan Rd. H. Muhammad Hamim, sesepuh masyarakat setempat. Pengelolaan pesantren diserahkan kepada Kyai Ahmad Djubaedi, putra Kyai Zarkasyi, pemimpin pesantren Cibaduyut Bandung (Masudi et al., 1986: 48). Pada awal pendiriannya, pesantren ini berupa masjid berukuran 6 x 6 m, sebuah asrama berukuran 8 x 6 m, dan sebuah tempat tinggal. Semua bangunan itumasih berupa bangunan panggung. Pada awal berdirinya, santrinya berjumlah 50 orang yang terdiri dari dua kelompok, yaitu santri yang belajar kitab dengan sistem sorogan dan balagahan, dan santri yang belajar di madrasah. Bangunan madrasah merupakan tambahan dari bangunan induk seluas 3 x 4 meter. Pesantren ini telah dua kali mengalami perluasan, yaitupada 1932 dan 1933. Dalam perluasan itu, luas areal pesantren bertambah dan bangunan lama dipugar. Jumlah santri pun meningkat menjadi 150 orang (Masudi et al., 1986: 48).Pada masa revolusi kemerdekaan, pesantren ini dijadikan markas pertahanan Hizbullah wilayah Bandung Utara. Akibatnya ketikarevolusi berakhir, bangunan pesantren mengalami kerusakan berat. Untuk melanjutkan kegiatan pengajian, Rd. H. Adang Wiratmaja, putra IbrahimWiratmaja menghadiahkan rumahnya sebagai pengganti bangunan yang telah hancur. Sejak 1974, bangunan madrasah dan pesantren mengalami perbaikan dan perluasan.keseluruhan bangunan berdiri di atas tanah seluas 1.890 m. persegi (Masudi et al., 1986: 48).

f. Pesantren Sindangsari Al-JawamiPesantren ini terdapat di Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Pesantren ini berdiri pada 3 Mei 1931, dan didirikan oleh Kyai Muhammad Syujai. Dalam prosesnya, ia mendapat dukungan dari ayah, paman, dan saudara-saudaranya, yaitu H. Muhammad Ghazali, H. Tamim, Kyai Saeroji, Kyai Dimyati (Kusdiana, 2014: 150; Profil Pesantren, dalam http://ponpes-sindangsari-aljawami.blogspot.com/p/profil html, diakses pada 05 April 2015).Semula pesantren ini bernama Sindangsari. Seiring dengan berjalannya waktu, pesantren ini ditambah dengan kata Al-Jawami. Karena kegiatan pendidikan yang diselenggarakan di pesantren ini tidak hanya pendidikan kepesantrenan yang bersifat informal tetapi kemudian diperluas dengan pendidikan formal. Terbukti darikata Al-Jawami sendiri yang artinya universal atau lengkap. Pendirian pesantren ini dilatarbelakangi oleh keinginan Kyai Muhammad Syujai untukmenyampaikan syiar Islam, serta memperbaiki kehidupan keagamaan masyarakat Cileunyi dan sekitarnya yang pada waktu itu dirasakan masih perlunya mendapatkan bimbingan, arahan, dan pencerahan dalam pemahaman keagamaannya. Dalam usia yang sudah 8 dasawarsa, pesantren ini banyak mengalami perubahan dibandingkan awal pendiriannya hanya berupa masjid dan rumah kyai yang sederhana (Kusdiana, 2014: 150-151).

g. Pesantren Al Ittifaq Pesantren ini didirikan oleh Kyai Mansyur pada 1 Februari 1943 atau 16 Syawal 1302 H. Pesantren ini berlokasi di Kampung Ciburial, Desa Alam Indah, Kecamatan Ciwidey. Pesantren ini berdiri atas restu Kanjeng Dalem Wiranata Kusumah, seorang Wedana Ciwidey pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Pada saat berdiri, pesantren ini semula bernama Pesantren Ciburial, sebuah nama yang dihubungkan kepada tempat di mana pesantren itu berada. Pesantren ini, setelah era Kyai Mansyur, dilanjutkan oleh Kyai Rifai, Kyai Fuad Affandi (Mahduri et al., 2002: 77-80).Pesantren Al ittifaq merupakan pesantren Salafiyah karena ia tetap mempergunakan kurikulum khusus ilmu-ilmu agama dengan rujukan utama kepada kitab-kitab berbahasa Arab, yang dikenal dengan kitab kuning. Begitu juga dengan metode pembelajarannya yang khas pesantren, seperti bandongan, sorogan, halaqah. Pembaharuan tersebut meliputi beberapa hal, yaitu mengubah nama dari Pesantren Ciwidey menjad Pesantren Al-Ittifaq, mendirikan perguruan pencak silat untuk menarik minat para muda memasuki pondok pesantren, menjadikan pesantren ini sebagi pesantren khusus bagi yang tidak mampu, membangun asrama putra dan putri yang telah rusak, melakukankerja sama dengan berbagai pihak, mengupayakan pembangunan sarana fisik dan transportasi dan komunikaasi untuk mempermudah mobilitas sosial masyarakat (Mahduri et al., 2002: 83-84).

h. Pesantren PersisPesantren Persatuan Islam No. 1 dan 2 Pajagalan terletak di pusat perdagangan kota Bandung merupakan pondok pesantren pertama yang didirikan oleh organisasi Persis pada Maret 1936. Saat pertama kali didirikan, di Pesantren Persis ini sudah terdapat 40 orang santri. Pada awal pendidriannya, belum ada penjenjangan kelas, tetapi sistem pengajarannya sudah dilaksanakan secara madrasi (Kusdiana, 2014: 152).Pada 1940, pesantren ini pindah ke Bangil Jawa Timur. Bersamaan dengan ini pila, pindah beberapa pengasuh pesantren, antaralain, Ustadz A. Hasan, Ustadz Hasan Hamid, dan Ustadz Muhammad. Pesantren yang tersisa di Bandung hanya pesantren kecil di bawah asuhan Ustadz E. Abdurrahman dan O. Komarudin. Pada 1945,menjelang kemerdekaan RI, Pesantren ini dipindake Gunung Cupu, Ciamis. Setelah kondisi aman, dan atas prakarsa Ustadz M. I. Sudibya, pesantren kembali dibuka. Saat itu,kegiatan belajar mengajarnya mengambil tempat di Jalan Kalifah Apo (Departemen Agama RI, 2001: 96).

i. Pesantren Mathlaul Anwar Palgenep, Hegarmanah, Cigondewah, Sirnamiskin, Sadangsari dan Cijerah di BandungPesantren Mathlaul Anwar Palgenep didirikan oleh Ajengan Sahroni antara 1939-1940. Pesantren Hegarmanah Cibabat didirikan oleh Ajengan Maftuh pada 1939. Pesantren Cigondewah didirikan oleh Ajengan Faqih pada 1939. Pesanten Sirnamiskin didirikan oleh Kyai Ahmad Dimyati pada 1935. Pesantren Sadangsari didirikan oleh Ajengan Sulaeman pada 1938. Pesantren Cijerah didirikan oleh Ajengan Muhammad Syafii pada 1940 (Rufaidah, 2003: 138-139).

4. Pesantren Darul Ulum, Pesantren Cidewa atau Darussalam, Pesantren Al-Quran Cijantung, Pesantren Miftahul Khoer, Pesantren Al-Fadhiliyah (Petir) di Ciamis

a. Pesantren Darul UlumPesantren ini muncul sejak awal abad ke-20 M. Pesantren ini berdiri pada 1913 oleh Kyai Ahmad Panuju. Sebelum mendirikan pesantren di daerah Petir, ia pernah menimba ilmu di beberapa pesantren, yaitu Pesantren Cibeunteur, Banjar, dan pesantren yang terdapat di daerah Cikalang dan Bangkalan, Madura (Kusdiana, 2014: 154; Herlina et al., 2011:54).Sebelumnya, nama pesantren ini adalah Pesantren Petir. Namun, atas saran Kyai Mustain, salah seorang pimpinan pesantren Peterongan (Jombang), pesantren ini diberi tambahan nama dengan nama Pesantren Darul Ulum Petir. Di usianya yang akan mendekati dua abad dan di tengah-tengah terus bermunculannya pesantren-pesantren baru, sampai sekarang, pesantren ini masih tetap eksis dan memainkan kiprahnya dalam pemberdayaan umat (Kusdiana, 2014: 154; Herlina et al., 2011: 54).

b. Pesantren Cidewa atau DarussalamPesantren ini didirikan pada 1929 oleh Kyai Ahmad Fadlil. Pada awal pendiriannnya, semula pesantren ini bernama Pesantren Cidewa. Pendirian pesantren berawal dari pembangunan sebuah masjid dan bilik sebagai asrama di atas sebuah tanah wakaf dari pasangan suami isteri Mas Astapradja dan Siti Hasanah. Mereka mewakafkan sebidang tanah kepada Kyai Ahmad Fadlil di Kampung Kandang Gajah, Desa Dewasari, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis (Kusdiana, 2014: 154).Santri yang pertama kali mondok adalah para pemuda setempat yang tidak saja diajari ilmu-ilmu agama, tetapi juga diajak mengolah sawah, bercocok tanam, dan percontohan cara memelihara bilik dan memakmurkan masjid. Pesantren Cidewa, sebutan untuk komunitas baru itu, dengan cepat mendapat simpati dan dukungan dari masyarakat sekitar. Dampaknya, jumlah santri yang berminat untuk mondok lebih banayak lagi (Kusdiana, 2014: 154).Pesantren Darussalam sejak berdirinya telah dipegang oleh tiga generasi. Sistem belajar dari pengajaran yang dikembangkan oleh pesantren ini adalah perpaduan antara pendidikan salafi dengan sistem modern. Pesantren Darussalam sekarang dipimpin oleh Kyai Fadlil Al-Muanawwar Mansyur ini terkenal dengan motonya yang berupaya membangun seorang muslim moderat, mukmin demokrat, muhsin diplomat. Pascameninggalnya, kepemimpinan dilanjutkan oleh Kyai Irfan Hilmu. Dalam perjalanannya, sepeninggal Kyai Ahmad Fadlil, setelah dipimpin oleh Kyai Irfan Hilmy, pesantrenini lebih dikenal dengan nama Pesantren Darussalam. Sepeninggal Kyai Irfan Hilmy, pengelolaan pesantren dilanjutkan oleh anak-anaknya,antara lain oleh Kyai Fadhil Al Munawar Mansyur dan Kyai Fadhil Yani Ainusyamsi (Kusdiana, 2014: 155).

c. Pesantren Al-Quran CijantungPesantren ini berlokasi di desa Sukarapih, Kecamatan Cijantung, Kabupaten Ciamis. Pendirinya adalah Kyai Siradj yang dikenal luas sebagai lulusan Makkah. Selama belajar di Makkah, ia termasuk salah seorang murid dari Syekh Ibrahim al-Ghamrawi (Departemen Agama RI, 2001: 110; Kusdiana, 2014: 155).Sekembalinya ke tanah air, banyak santri yang ingin menuntut ilmu kepada Kyai Siradj, terutama yang menyenangi Al-Quran. Sehubungan dengan semakin besarnya minat warga masyarakat untuk menimba ilmu Al-Quran membuat Kyai Siradj memutuskan untuk segera membuka pesantren yang secara khusus membuka Al-Quran, terutama pada qiraat bi as-saffa atau mujawwad. Maka pada 1935, ia mendirikan pesantren yang diberi nama Pesantren Al-Quran. Secara khusus, pesantren ini memperdalam qiraat Al-Quran yang relatif masih kurang di wilayah Priangan (Departemen Agama RI, 2001: 110; Kusdiana, 2014: 155-156).Pesantren ini juga mendalami berbagai disiplin ilmu agama, seperti Tafsir, Hadis, Fiqih, Akhlak, Tasawuf, dan Bahasa Arab, dengan tetap menjadikan Al-Quran dan Ulmul Quran sebagai pelajaran utamanya. Pesantren ini dikenal luas sebagai pencetak para qari (Departemen Agama RI, 2001: 110; Kusdiana, 2014: 156).

d. Pesantren Miftahul KhoerPesantren ini didirikan oleh Kyai Sulaeman Kurdi pada 1940. Sejak berdirinya, pesantren ini telah banyak menghasilkan para alumni. Para alumni santrinya itu banyak yang menyebar di seluruh wilayah Jawa Barat di beberapa daerah. Pesantren ini memiliki ciri khas, yaitu fokus kepada pengembangan kajian fiqih. Walaupun secara kuantitatif jumlah santrinya pada masa kepemimpinan Kyai Dedi M. Solehudin hanya berjumlah 150 orang, namun kegiatan pengajian tidak pernah berhenti. Pada pagi hari sampai pukul 07:00 WIB diisi dengan kegiatan pengajian sorogan. Pada pukul 08:0-10.00 WIB didisi dengan pengajian umum. Begitu juga setelah dzuhur dan ashar didisi juga dengan pengajian. Setelah magrib sampai pukul 22:00 WIB pengajian pun terus dilanjutkan (Kusdiana, 2014: 156).

e. Pesantren Al-FadhiliyahPesantren ini berlokasi di Desa Pusaka Negara (semula bernama Petir), Baregbeg, Ciamis. Pesantren ini didirikan pada tahun 1943 oleh Kyai Ahmad Komarudin. Sebelum mendirikan pesantren ini, setelah belajar dari ayahnya sendiri, Ahmad Komarudin mesantren di Pesantren Darussalam kepada Kyai Ahmad Fadhil selama 12 tahun.ia juga pernah menjadi santri di Pesantren Cikalang dan Kudang (Kusdiana, 2014: 157; Herlina et al., 2011: 55).Pendirian pesantren ini dilatarbelakangi oleh semangat mengubah karakter dan perilaku masyarakatnya. Pesantren Al-Fadhiliyah dalam perjalanannya memang mengalami pasang surut kejayaan. Walaupun jumlah santrinya di bawah pimpinan Kyai Muhammad Thohir hanyaberjumlah kurang lebih 100 orang, namun pada masa keemasannya, terutama pada masa Kyai Ahmad Komarudin dan Kyai Ipi Hanafi, jumlah santrinya mencapai 1.000 orang (Kusdiana, 2014: 157; Herlina et al., 2011: 55).

5. Pesantren Cantayan, Genteng dan Syamsul Ulum Gunung Puyuh SukabumiDaerah lain di Jawa Barat yang memiliki banyak pondok pesantren adalah Sukabumi, baik kota maupun kabupaten. Beberapa nama pesantren yang laya unuk disebut adalah Pesantren Cantayan, Genteng dan Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi (Kusdiana, 2014: 157).Pesantren Cantayan, Genteng dan Syamsul Ulum dapat dikatakan sebagai pesantren tua dan dipandang memiliki pengaruh yang besar di daerah sukabumi. Walaupun di antara ketiga pesantren tersebut hanya Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh yang masih eksis keberadaannya sampai sekarang, dan mengembangkan dakwah Islam, namun, kehadiran ketiga pesantren tersebut tidak dapat dipisahkan (Kusdiana, 2014: 158).Perlu dikemukakan bahwa sebelum Pesantren Genteng dan Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh muncul di wilayah Sukabumi, sebenarnya pesantren yang pertama kali hadir adalah Pesantren Cantayan.Karena itu, dapat dikatakan bahwa keberadaan Pesantren Cantayan merupakan mata rantai pertama dari keberadaan Pesantren Genteng dan Syamsul Ulum Gunung Puyuh (Kusdiana, 2014: 158).Pendiri Pesantren Cantayan adalah Kyai Yasin bin Idham bin Nur Sholih. Pesantren ini diperkirakan berdiri pada awal abad ke-20. Pada 1912, keberadaan Pesantren Cantayan ketika dipimpin Kyai Abdurrakhim dapat dikatakan sebagai pesantren yang besar dan berpengaruh (Kusdiana, 2014: 158; Departemen Agama RI, 2001: 89).Sepeningal Kyai Yasin, Pesantren Cantayan dilanjutkan oleh anaknya, Kyai Abdurrahim. Kyai Abdurrahim sendiri meninggal pada 1950 dan digantikan Kyai Nahrowi yang telah mendirikan pesantren lain di Cisaat. Jika pada masa Kyai Abdurrahim Pesantren Cantayan berkembang pesat, pada msa Kyai Nahrowi pesantren ini justru mengalami kemunduran.Indikasi ini mulai terlihat dari jumlah santri yang datang semakin berkurang. Pada saat yang sama, kesibukan Kyai Nahrowi yang waktunya banyak tersita untuk mengurus Pesantren Cisaat yang telah didirikan sebelumnya. Itulah sebabnya, tidak heran jika pascakepengurusan Kyai Nahrowi, perjalanan pesantren ini terus menurun sampai akhirnya hilang sama sekali dan kini hanya tinggal jejak-jejaknya (Departemen Agama RI, 2001: 89-90).Pada 1934 K.H. A. Sanusi mendirikan Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi. Saat ini, keberadaannya sudah mendekati usia delapan dasawarsa. Walaupun K.H. A. Sanusi telah tiada, pesantren ini masih tetap eksis dan diteruskan oleh keturunan-keturunannya. Setelah K.H. A. Sanusi meninggal, Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh dipegang oleh Kyai A. Zarkasyi Sanusi, Kyai A. Badri Sanusi, Kyai E. Z. Abidin, Kyai M. Abdurrahman. Dari pesantren yang didirikannya itu, K.H. A. Sanusi berhasil mencetak para kader yang professional dan berkualitas, yang dikemudian hari menjadi ulama besar, seperti Prof. Dr. K.H. Ibrahim Husein, Dr. K.H. E.Z. Muttaqien, K.H. Ishaq Farid, K.H. Choer Affandi, K.H. Yusuf Taujiri, dan K.H. Sholeh Iskandar (Departemen Agama RI, 2001: 90; Sulaeman, 2008: 149).

6. Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo di BanjarPesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo berlokasi di Desa Kujangsari, Kec. Langensari, Kota Banjar. Pesantren ini didirikan pada 1911 oleh Kyai Marzuki, seorang kyai yang berasal dari daerah Kabumen, Jawa Tengah.Pada awal pendiriannya, asset yang ada dan dimiliki pesantren ini hanyalah mushola.Pada 1926, pemerintahan belanda pernah meresmikan keberadaan masjid yang berada di kompleks Pesantren Citangkolo untuk kegiatan sholat Jumat.Lalu, pada 1937, pesantren mulai membangun kobong sebagai tempat belajar dan tempat tinggal para santri (Herlina et al., 2011: 43).Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo lebih banyak berperan sebagai basis perjuangan dalam melawan Pemerintahan Militer Jepang dan Pemerintahan Belanda.Bahkan K.H. Marzuki pun pernah ikut bersama-sama dalam peristiwa Bandung Lautan Api (Kusdiana, 2014: 159-160).

7. Pesantren Pagelaran Sumedang-Subang dan Darul Hikam di SumedangDaerah Priangan terakhir yang juga memiliki tradisi kepesantrenan adalah Sumedang. Dua nama pesantren yang menjadi "produk" wilayah Sumedang adalah Pesantren Pagelaran Sumedang-Subang dan Darul Hikmah (Kusdiana, 2014: 160).Pesantren Pagelaran didirikan pada 1920 oleh Kyai Muhyidin.Pada awal pendiriannya, Pesantren Pagelaran didirikan atas pemerintahan Bupati Sumedang yang berada di Cimalaka Sumedang. Namun, dalam perjalanannya, seiring dengan perkembangan yang ada, dan dengan semakin banyaknya jumlah santri yang berminat belajar di pesantren ini, areal pesantren pun dikembangkan lebih luas.Cabang-cabang Pesantren Pagelaran dikembangkan di sekitar daerah tersebut hingga terdapat Pesantren Pagelaran 1 sampai 8. Pesantren Pagelaran 1 terdapat di Cimeuhmal-Tanjungsiang, Pesantren Pagelaran 2 di Sumedang, Pesantren Pagelaran 3 di Cisalak-Subang, Pesantren Pagelaran 4 di Purwakatra, Pesantren Pagelaran 5 di Parung Subang, Pesantren Pagelaran 6 di Ciseuti Subang, Pesantren Pagelaran 7 di Cileat, Pesantren Pagelaran 8 di Purwadadi Purwakarta (Kusdiana, 2014: 160).Pada masa revolusi kemerdekaaan, Kyai Muhyidin juga aktif membina dan mengelola Pesantren Pagelaran, selain aktif dalam ketentaraan Hizbullah sebagai pimpinan.Ia berpran penting dalam perjuangan menentang Agresi Militer I dan II yang dilakukan Belanda bersama NICA (Kusdiana, 2014: 161).Sepeninggal Kyai Muhydin, kepemimpinan di Pesantren Pagelaran dilanjutkan oleh anaknya, Kyai Oom Abdul Qoyim Muhyidin.Menurut Dandi Sobron Muhyidin dan A.W. Sulaeman, salah satu kelebihan dan keahlian dari Kyai Oom Abdul Qoyim Muhyidin ialah bahwa retorika dakwahnya sangat menarik disampaikan dengan perpaduan antara nilai-nilai agama dan sentuhan Dangding Sunda.Sampai saat ini, Pesantren Pagelaran masih eksis meskipun telah dipegang oleh generasi ketiga.Setelah Kyai Oom Muhyidin meninggal.Pesantren Pagelaran dilanjutkan oleh anaknya, Kyai Dandi Sobron Muhyidin yang merupakan cucu dari pendiri pesantren ini (Kusdiana, 2014: 161).Pesantren lain yang muncul pada awal abad ke-20 di Sumedang adalah Pesantren Darul Hikam. lokasinya di Desa Tanjungmekar, Kec. Tnajungkerta, Sumedang. Pondok Pesantren ini didirika pada 1927 oleh Kyai Nahrowi. Pesantren Darul Hikam yang dilengkapi oleh perpustakaan yang menghimpun buku sebanyak 410 eksemplar ini memiliki bangunan yang terdiri dari 6 lokasi sarana pendidikan dan 11 kamar pemondokan.Selain menyelenggarakan pendidikan klasikal, pesantren ini juga mengembangkan kegiatan keterampilan yang meliputi pertukangan, pertanian, dan menjahit.Pendidikan keterampilan diberikan untuk membantu santri agar bisa hidup mandiri (Masudi et al., 1986: 37-38).Demikianlah, pemaparan secara komprehensif tentang jejak-jejak informasi penyebaran pesantren di wilayah Priangan dari 1800 samapi pertengahan decade keempat abad ke-20. Perlu ditegaskan lagi, selam dalam periode tersebut, tidak ditemukan data statistic yang menunjukan seberapa banyak jumlah pesantren yang ada. Namun, jumlah pesantren yang ada telah menunjukkan peran dan jumlah pesantren yang sangat signifikan.

BAB IIISIMPULAN

Dari paparan pembahasan di atas, bisa kita dapatkan simpulan atau garis besar dari makalah ini yaitu sebagai berikut:A. Penyebaran Pesantren di Priangan Abad 19 (1800-1900)1. Pesantren al-Falah-Biru Garut2. Pesantren Gentur Cianjur3. Pesantren Minhajul Karomah Cibeunteur-Banjar4. Pesantren Mahmud, Sukafakir dan Sukamiskin5. Pesantren Asyrofudin SumedangB. Penyebaran Pesantren di Priangan Pada Awal Abad 20 (1900-1945)1. Pesantren Pangkalan, Pesantren Cipari, dan Pesanren Darussalam di Garut2. Pesantren Kudang, Suryalaya, Cilenga, Cintawana, Miftahul Ulum, Mathlaul Khair, As-Salam, Bahrul Ulum, Sukahideung, Sukamanah, dan Cipasung di Tasikmalaya3. Pesantren Al Bidayah Cangkorah, Al Asyikin, Baitul Arqam, Islamiyah Cijawura, Cikapayang, Sindangsari Al-Jawami, Al Ittifaq, Pesantren Persis, Mathlaul Anwar Palgenep, Hegarmanah, Cigondewah, Sirnamiskin, Sadangsari dan Cijerah di Bandung4. Pesantren Darul Ulum, Pesantren Cidewa atau Darussalam, Pesantren Al-Quran Cijantung, Pesantren Miftahul Khoer, Pesantren Al-Fadhiliyah (Petir) di Ciamis5. Pesantren Cantayan, Genteng dan Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi6. Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo di Banjar7. Pesantren Pagelaran Sumedang-Subang dan Darul Hikam di Sumedang

DAFTAR PUSTAKA

At-Tarmizi, Yoga ad. dan Kalam, M. Yazid. 1999. K.H. Moh. Ilyas Ruhiat Ajengan Santun dari Cipasung; Membedah Sejarah Hidup dan Pemikiran Islam Keumatan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Basri, K.H. Hasan. 1997. Sejarah Timbulnya Pesantren Keresek. Keresek: Tanpa penerbit.

Herlina, Nina. et al. 2011. Perkembangan Islam di Jawa Barat. Bandung: Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat.

Hurgronje, C. Snouck. 2001. Direktori Pesantren. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam Proyek Peningkatan Pesantren.

Kusdiana. 2014. Sejarah Pesantren: Jejak, Penyebaran, dan Jaringannya di Wilayah Priangan (1800-1945). Bandung: Humaniora.

Masudi, Masdar F. et al. 1986. Direktori Pesantren. Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat.

Muhsin, Muhammad Fuad. 1996. Sekilas Riwayat Hidup dan Perjuangan Pahlawan Nasional K.H. Zaenal Musthafa. Tasikmalaya: Yayasan K.H. Zaenal Musthafa.

Pradja dan Anwar, Zainal Abidin. 1990. Pengaruh TQN Pondok Pesantren Suryalaya di dalam dan luar Negeri dalam Harun Nasution (ed.). Thoriqot Qadiriyyah Naqsabandiyah: Sejarah, Asal-usul dan Perkembangannya; Kenangan-kenangan Ulang Tahun Pondok Pesantren Suryalaya ke-85 (1905-1990). Tasikmalaya: Institut Agama Islam Latifah Mubarakiyah (IAILM) Hlm. 197-222.

Rahmanah, Didah Residah. t.th. Riwayat Abah Sepuh (Syekh H. Abdullah Mubarok bin Noor Muhammad) Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya. Tasikmalaya-Jawabarat: Pondok Pesantren Suryalaya.

Rosidi, Ajip. et al. 2000. Ensiklopedia SUnda; Alam, Manusia dan Budaya Termasuk Budaya Cirebon dan Betawi. Jakarta: Pustaka Jaya.

Rufaidah, Eva. 2003. Perkembangan Kehidupan Keagamaan Masyarakat Muslim Perkotaan Bandung 1906-1930-an. Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Siswanto, H.B. et al. 2005. Satu Abad Pondok Pesantren Suryalaya: Peralanan dan Pengabdian 1905-2005. Tasikmalaya: Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya.

Yahya, Iip D. 2006. Ajengan Cipasung: Biografi K.H. Moh. Ilyas Ruhiat. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.

Anonim. 2010. Pesantren Suka Miskin, Banyak Ulama Berasal dari Pesantren Ini. http://sudutkotabandung.blogspot.com/2010/11/banyak-pahlawan-dan-ulama-besar-berasal.html. diakses pada 05 April 2015.

______. 2012. K. H. Badruzaman. dalam http://muijabar.wordpress.com. diakses pada 05 April 2015.

______. 2012. Profil Pesantren Sindangsari Al-Jawami. dalam http://ponpes-sindangsari-aljawami.blogspot.com/p/profil.html. diakses pada 05 April 2015.Arifin. 2012. Sejarah Syaikuna Badruzaman, al-Falah Biru. http://biru-garut.blogspot.com. diakses pada 05 April 2015.

_____. 2012. Selayang Pandang Pesantren al-Falah Biru. http://biru-garut.blogspot.com. diakses pada 05 April 2015.

36