BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian...

28
13 BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaran Sebelum penulis menjelaskan pengertian pembelajaran kitab Ta`lim al-Muta`allim, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan beberapa pengertian belajar. Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atas ilmu-ilmu : membaaca berubah tingkah laku atau tanggapan yang di sebabkan oleh pengalaman. 25 Belajar menurut Drs. Slameto adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya 26 Belajar menurut Skinner yang dikutip oleh Dr. Dimyati adalah suatu perilaku pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih biak. Sebaliknya, jika ia tidak belajar maka responnya menurun. 27 Dari beberapa definisi diatas, secara sederhana dapat diambil pengertian bahwa belajar adalah proses perubahan didalam diri manusia. Apabila setelah belajar tidak menjadi perubahan, maka tidaklah dapat dikatakan bahwa padanya telah berlangsung proses belajar. Selain itu belajar juga selalu berkenaan dengan perubahan-perubahan diri orang yang belajar. Apabila itu mengarah yang lebih baik direncanakan atau tidak. a. Pembelajaran Pembelajaran menurut E. Mulyasa (KBK). Dlama interaksi tersebut banyak sekali yang mempengaruhinya, baik faktor internal 25 Departemen P dan K, ,Hlm. 14 26 Drs. Salmeto, Belajar dan Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 1995), Cet-3. Hlm 2 27 Dr. Dimyati dam Dr. Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), Hlm 9

Transcript of BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian...

Page 1: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

13

BAB II

A. Pembelajaran

1. Pengertian Pembelajaran

Sebelum penulis menjelaskan pengertian pembelajaran kitab

Ta`lim al-Muta`allim, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan beberapa

pengertian belajar.

Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atas ilmu-ilmu :

membaaca berubah tingkah laku atau tanggapan yang di sebabkan oleh

pengalaman.25

Belajar menurut Drs. Slameto adalah proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya26

Belajar menurut Skinner yang dikutip oleh Dr. Dimyati adalah

suatu perilaku pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih biak.

Sebaliknya, jika ia tidak belajar maka responnya menurun.27

Dari beberapa definisi diatas, secara sederhana dapat diambil

pengertian bahwa belajar adalah proses perubahan didalam diri manusia.

Apabila setelah belajar tidak menjadi perubahan, maka tidaklah dapat

dikatakan bahwa padanya telah berlangsung proses belajar. Selain itu

belajar juga selalu berkenaan dengan perubahan-perubahan diri orang yang

belajar. Apabila itu mengarah yang lebih baik direncanakan atau tidak.

a. Pembelajaran

Pembelajaran menurut E. Mulyasa (KBK). Dlama interaksi

tersebut banyak sekali yang mempengaruhinya, baik faktor internal

25 Departemen P dan K, ,Hlm. 14 26 Drs. Salmeto, Belajar dan Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta,

1995), Cet-3. Hlm 2 27 Dr. Dimyati dam Dr. Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta,

1999), Hlm 9

Page 2: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

14

yang datang dari dalam diri individu, maupun yang datang dari

lingkungan.28

Lebih lanjut menurut Oemar Hamalik pembelajaran adalah

suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,

motivasi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling

mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.29

Pembelajaran atau ungkapan yang lebih dikenal sebelumnya

“pengajaran” adalah upaya untuk membelajarkan siswa.

Sehingga berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik pengertian

bahwa pembelajaran adalah usaha orang dewasa yang disitematis

terarah, yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan dasar menuju perubahan tingkah laku dan kedewasaan

anak didik atau santri, baik diselenggarakan secara formal maupun non

formal.

b. Kitab Ta`lim al-Muta`allim

Kitab Ta`lim al-Muta`allim nama lengkapnya Ta`lim al-

Muta`allim Thoriq at-Ta`alum (metode belajar pada pelajar) adalah

karangan Imam al-Zarnuji. Kitab ini telah banyak diterjemahkan

kedalam Bahasa Arab maupun Bahasa Indonesia

Kitab tersebut dikaji dan dipelajari disetiap kependidikan

Islam, terutama lembaga pendidikan klasik tradisional seperti

pesantren.

Keistimewaan kitab Ta’lim al-Muta’allin adalah letak pada

materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

seakan-akan hanya membicarakan tentang metode belajar, namun

sebenarnya membahas tentang tujuan belajar, prinsip belajar, strategi

belajar dsb, yang secara keseluruhan didasarkan pada moral religius.30

28 Dr.E.Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetens’i (KBK) (Bandung:Remaja Rosda

Karya,2003)’ Cet.4, Hlm.10 29 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajarann, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2001), Cet

ke-34. Hlm. 57 30 H. Abudin Nata, Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2003), Cet.3, Hlm 108

Page 3: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

15

Kitab tersebut dikatakan sangat ringkas dan padat, namun surat

dengan pesan-pesan moral dalam kehidupan terutama didunia

pendidikan kepadatan isi dapat dilihat dalam sub-sub bab (dalam pasal-

pasalnya). Meskipun padat dan ringkas namun pembahasan sangat

mudah dan di fahami dan dicerna oleh siapa saja. Maka dari itu tidak

berlebihan jika kitab ini banyak di kaji dalam berbagai kalangan dan

tidak kesulitan untuk mengambil makna-makna teks yang ada

didalamnya.

Kitab tersebut merupakan kitab yang mengkhususkan

penyajiannya pada pelajaran akhlaq yang harus dimiliki oleh seseorang

santri dalam menuntut ilmu. Uraianya terfokus pada sikap-sikap apa

saja yang mesti dilakukan oleh seorang santri dalam menuntut ilmu

baik dalam hubungannya dengan guru (Kyai) dengan sesama santri

maupun bagaimana seharusnya memberlakukan buku-buku (kitab)

yang dipelajarinya itu. Dengan kata lain kitab ini merupakan pedoman

atau kode etik santri agar kegiatan belajarnya berhasil dengan baik

sesuai dengan yang di gariskan oleh Islam.31

Akhlaq merupakan watak atau kebiasaan/sikap yang mendalam

dijiwai, bekerja sama dalam pembentukannya berbagai-bagai faktor

warisan yang merupakan kecerdasan, naluri, temperament dan lain-lain

lagi, dan faktor alam sekitar tergambar dalam pendidikan pengajaran,

bimbingan dan latihan.32

Dalam hal ini kitab Ta`lim al-Muta`allim berisi petunjuk bagi

penuntut ilmu sejak niatnya, sampai selama dalam masa belajar itu

berlangsung, ilmu disini adalah ilmu yang bermanfaat.

31 Dr.Muhaimin.et.el, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan PAI Di

Sekolah, (Bandung : Remeja Rosda Karya,2001), Hlm.183 32 Prof. Dr. Oemar Muhammad Al-Toumy al- Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Hlm. 319

Page 4: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

16

Pembelajaran Kitab Ta`lim al-Muta`allim

Pembelajaran kitab Ta`lim al-Muta`allim merupakan usaha

rama mashayikh (Rama Kiyai) yang sistematis terarah, yang bertujuan

untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasar menuju

perubahan tingkah laku dan pedewasaan para santri.

Di sisi lain pengajaran kitab Ta`lim al-Muta`allim di pesantren

adalah upaya membekali kepribadian atau tingkah laku para penuntut

ilmu (santri) dalam penguasaan berbagai ilmu pengetahuan.

Kitab Ta`lim al-Mua`allim diajarkan di Pondok Pesanten

karena dilihat dari segi isinya sangat langka, dan juga kitab tersebut

termasuk kitab klasik dan dalam penyusunannya sudah berabad-abad

masanya. Oleh karena itu setiap Pondok Pesantren pasti mengkaji dan

mempelajarinya.

2. Tujuan Pembelajaran

Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan

suatu kegiatan.33

Suatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan mempunyai

arti apa-apa, ibarat seseorang bepergian tidak tentu arah, maka hasilnya

pun tak lebih pengalaman selama perjalanan. Seperti pendidikan yang

merupakan usaha yang dilakukan secara sadar dan jelas memiliki tujuan,

sehingga diharapkan dalam penerapannya ia tidak kehilangan arah dan

pijakan34. Dalam pembelajaran termasuk pendidikan, tujuan diartikan

sebagai usaha tidak memberi hasil rumusan yang diharapkan dari santri /

subyek belajar setelah mengalami proses belajar.

Tujuan pembelajaran seyogyanya memiliki kriteria sebagai

berikut:35

33 Dr. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta :

Rineka Cipta, 2002), Cet ke-2. Hl. 48 34 Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, ( Jakarta : Ciputat

Press, 2002), Hlm. 15 35 Oemar Hamalik, Op.Cit. Hlm. 77

Page 5: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

17

a. Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya

dalam situasi belajar peran.

b. Tujuan mendevinisikan tingkah laku dalam bentuk dapat diukur dan

dapat diamati.

c. Tujuan menyatakan tingkat minimal tingkah laku yang dikehendaki,

misalnya pada peta pulau Jawa, siswa dapat mewarnai dan memberi

tabel pada sekurang-kurangnya tiga gunung utama.

Tujuan pembelajaran kitab Ta`lim al-Muta`allim, pengarang

(Syaikh al-Zarnuji) sendiri telah menjelaskan bahwa, “Setelah saya

melihat dimasa kini banyak sekali penuntut ilmu yaitu mengamalkan dan

menyiarkannya, lantaran mereka salah jalan dan meninggalkannya

persaratan keharusannya, padahal setiap yang salah jalan itu akan tersesat

dan gagal tujuannya baik kecil maupun besar, maka dengan senang hati

kami bermaksud menjelaskan kepada mereka tentang jalan mempelajari

ilmu sesuai dengan apa yang dapat kami ketahui dari kitab-kitab dan dari

para guru kami yang Alim dan Arif, dengan mengharapkan bantuan do`a

dari para pecinta ilmu yang Mukhlish. Semoga kami memperoleh

kebahagiaan dan sentausa di hari kemudian”36

Dengan demikian tujuan pembelajaran mengarahkan siswa kepada

sasaran yang akan dicapai, sebaliknya tujuan pembelajaran yang menjadi

pedoman bagi pengajar untuk menentukan sasaran pembelajaran siswa,

sehingga setelah siswa mempelajari pokok bahasan yang diajarkan,

mereka telah memiliki kemampuan yang telah ditentukan sebelumnya

kompetisi yang harus dimiliki.37 Siswa tersebut berupa tujuan yang bersifat

kognitif, afektif dan psikomotorik.

Menurut Bloom, Kratwohl da Anita Harrow mengemukakan ada

tiga tipe hasil belajar, yakni (a) Kognitif, (b) Afektif, dan (c) Psikomotor.

36 Syaikh Ibrahim bin Ismail, Syarah Ta'lim al-Muta'lim, (Semarang : Pustaka al-

A'lawiyah), Hlm. 3-4 37 Muhammad Busyairuddin, Metodologi Pembelajran Agama Islam, (Jakarta : Ciputat

Perss, 2002), Hlm. 119

Page 6: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

18

Ketiga tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan

merupakan hubungan hirarki.38

Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak di

tingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran, yaitu :39

1. Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran-ajaran Islam;

2. Dimensi pemahaman/penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta

didik dalam menjalankan ajaran Islam;

3. Dimensi penghayatan atau pengalaman bathin yang dirasakan peserta

didik dalam menjalankan ajaran Islam; dan

4. Dimensi pengalamannya. bagaimana ajaran Islam yang telah di imani di

fahami dan dihayati atau diinternalisasi olehpeserta didik itu mampu

menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakan,

mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan pembelajaran akhlaq (Kitab Ta’lim al-Muta’allim) adalah

membentuk santri agar memeiliki kepribadian muslim yang

berakhlaqul karimah baik dalam hubungannya dengan Allah (Hablum

Minallah) maupun dalam hubungannya dengan sesama manusia

(Hablum Minannas) serta dalam hubungannya dengan alam sekitar

atau makhluq lainnya.40

Jadi tujuan pembelajaran kitab Ta'lim al-Muta'lim di pesantren

adalah tidak lain untuk mencetak manusia yang baik, baik segala-

segalanya termasuk ilmu dan penggunaannya juga yang baik biar

kemanfaatannya benar-benar baik.

3. Materi Pembelajaran

Materi adalah menyangkut apa saja yang harus diberikan kepada

para peserta didik dalam suatu pembelajaran. Materi bukanlah suatu tujuan

dari pembelajaran tersebut, tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan atau

38 Dr. Nana Sudjana, Op. Cit, Hlm. 55 39 Drs. Muhaimin. DKK, Op. Cit. Hlm. 78 40 Departemen Agama Islam RI Pola Pembelajaran Di Pesantren, (Ditpekapentren,

Dirjen Kelembagaan Islam, 2003), Hlm. 44

Page 7: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

19

bisa dikatakan bahwa materi/bahan isi berfungsi memberi isi dan makna

tujuan pembelajaran.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, maka

materi yang akan disampaikan harus sesuai dengan tuntutan tersebut. Oleh

karena itu penentuan materi pembelajaran harus didasarkan pada tujuan,

baik segi cakupan, tingkat kesulitan maupun organisasinya.

Dengan demikian, materi harus dapat mengantarkan peserta didik

untuk bisa mewujudkan sosok individu sebagaimana yang digambarkan

dalam tujuan.

Kitab Ta’lim al-Muta’allim menghususkan penyajiannya pada

pelajaran akhlaq yang harus dimiliki oleh seorang santri dalam menuntut

ilmu. Uraiannya terpokus pada sikap-sikap apa saja yang mesti dilakukan

oleh seorang santri dalam menutut ilmu baik dalam hubungannya dengan

guru (Kiyai), dengan sesame santri, maupun bagaimana seharusnya

memberlakukan buku-buku (Kitab) yang dipelajarinya itu.41

Adapun materi isi kitab Ta`lim al-Muta`allim memuat beberapa

fashal/bab, seperti yang telah digambarkan oleh Imam al-Zarnuji dalam

kitab Ta`lim al-Muta`allim itu sendiri, yaitu :42

عليم المتعلم طريقة التعلم وجعلته فصوالوسميته ت

فصل قي ما هية العلم والفقه فصل في النية وفي حال التعلم فصل في

اختيار العلم واالستاذ والشريك والثبات فصل في تعظيم العلم واهله

فصل في الجد والمواظبة والهمة فصل في بداية السبق وقدره وتربيته

صيل فصل في الشفقة والنصيحة فصل في التوآل فصل في وقت التح

فصل في اال ستفادة فصل في الورع وحال التعلم فصل فيما يورث

41 Ibid, Hlm. 45 42 Syaikh al-Zarnuji, Ta'lim al-Muta'lim, (Semarang : Maktabah al-'Alawiyah), Hlm. 4

Page 8: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

20

الحفظ والنسيان فصل فيما يجلب الرزق وما يمنعه وما يريد في العمر

وما ينقص وما توفيق اال باهللا عليه توآلت واليه انيب

Kitab ini saya beri nama “Kitab Ta`lim al-Muta`allim at-Thoriktut

Ta’lum” (mengajarkan metode belajar pada pelajar) yang terdiri dari tiga

belas pasal :

Pertama : Menerangkan hakekat ilmu, hukum mencari ilmu, dan

keutamaannya ;

Kedua : Niat dalam mencari ilmu;

Ketiga : Cara memilih ilmu, guru, teman, dan ketekunan;

Keempat : Cara menghormati ilmu dan guru;

Kelima : Kesungguhan dalam mencari ilmu, beristiqomah, dan

bercita cita luhur ;

Keenam : Permulaan, ukuran dan tata tertib belajar;

Ketujuh : Tawakal;

Kedelapan : Masa pendapatan buah hasil ilmu.;

Kesempilan : Kasih sayang dan nasehat.;

Kesepuluh : Mencari tambahan ilmu pengetahuan.;

Kesebelas : Bersikap wara’ ketika menuntut ilmu;

Kedua belas : Hal-hal yang menguatkan hafalan dan yang melemahkan

hafalan.dan

Ketiga belas : Hal-hal yang mempermudah datangnya rizqi, hal-hal yang

menghambat datangnya rizqi, hal-hal yang dapat

memperpanjang, dan mengurangi umur. Tidak ada

pertolongan kecuali Allah, hanya kepada-Nya saya

berserah diri, dan kehadirat-Nya aku akan kembali.

Page 9: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

21

4. Metode Pembelajaran

Metode adalah jalan atau cara yang harus di tempuh untuk

mencapai suatu tujuan.43 Sedangkan pembelajaran berarti kegiatan belajar

mengajar yang interaktif yang terdiri antara santri sebagai peserta didik

(muta`allim) dan Kiayi atau Ustadz di pesantren sebagai pendidik

(Learner, Mu`allim) yang diatur berdasar kurikulum yang telah disusun

dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.44

Dalam metode pembelajaran yang tepat sangat membantu terhadap

keberhasilan materi yang akan disampaikan. Oleh karena itu penerapan

metode yang tepat sangat mempengaruhi keberhasilan dalam proses

belajar mengajar.

Pentingnya metode di dasarkan pada firman Allah SWT dalam al-

Qur`an surat al-Maidah ayat 35 yang berbunyi:45

يا يها الذين امنوا اتقوااهللا وابتغوااليه الوسيلة وجا هدوا فى سبيله لعلكم

تفلحون “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan

carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Surat al-Maidah ayat: 35)

Dari firman Allah SWT diatas mengandung isyarat bahwa untuk

mendekatkan diri kepada Allah memerlukan metode (jalan). Maka dalam

pendidikan tidak akan berjalan efektif tanpa adanya metode, metode salah

satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan, disamping komponen

lainnya seperti pendidik, anak didik, materi, tujuan dan lain-lain. Masing-

masing diatas tidak dapat berdiri sendiri namun secara bersama saling

mempengaruhi dalam proses pendidikan. Dari pendidikan itu sendiri

metode berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyajikan materi

pendidikan dalam rangka pencapai tujuan yang telah ditetapkan, walaupun

43 Moerlichalaen R, Metode Pengajaran di TK, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), Hlm. 9 44 Departemen Agama, Op. Cit, Hlm. 71 45 Depag P&K, Op.Cii, Hlm. 165

Page 10: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

22

disini banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan dan

penggunaan suatu metode.

Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah

sistem bandongan atau seringkali juga disebut sistem weton. Dalam

pesantren kadang-kadang diberikan juga sistem sorogan, tetapi hanya

diberikan kepada santri-santri baru yang masih memerlukan bimbingan

individual.46

Dalam metode pembelajaran kitab Ta`lim al-Muta`allim di

pesantren juga melalui sistem bandongan (wetonan) dan sistem sorogan.

Kedua sistem tersebut merupakan metode pengajaran yang sudah sangat

lama masanya di setiap pesantren.

Dan ada pula metode pembelajaran yang bersifat baru (Modern,

Tajdid) yaitu menggunakan sistem sekolah klasikal. Metode tersebut

merupakan metode pembelajaran hasil pembaharuan kalangan pesantren

dengan mengintrodusir metode-metode yang berkembang dimasyarakat

modern.47

Di bawah ini metode-metode pembelajaran yang bersifat

tradisional menjadi trade mark pesantren, yaitu :

1. Metode Sorogan

Metode sorogan adalah aktivitas pengajaran secara individual,

dimana setiap santri menghadap secara bergiliran kepada ustadz/kyai,

untuk membaca, menjelaskan atau menghafal pelajaran yang diberikan

sebelumnya.48

Metode tersebut merupakan kegiatan pembelajaran bagi para

santri yang lebih menitik beratkan pada pengembangan kemampuan

perorangan (individu), di bawah bimbingan seorang ustadz atau kyai.

Bila santri di anggap menguasai maka sang ustadz/kyai akan

menambahkan dengan materi baru, biasanya dengan membacakan,

46 Zamakhsyri Dhofir, Op.Cit, Hlm. 26 47 Departemen Agama, Op. Cit, Hlm. 74 48 Drs. Imam Bawani MA, Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam, (Surabaya : al-

ikhlas, 1993), Hlm. 97

Page 11: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

23

mengartikan, memberi penjelasan dan lain-lain, lalu santri itu

meninggalkan tempat tersebut untuk pergi ketempat lain. Sementara

telah menghadap santri lainnya kepada ustadz/kyai untuk melakukan

dan mendapat perlakuan yang sama.

Sistem sorogan terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama

bagi seorang santri yang bercita-cita menjadi orang alim. Ilustrasi

berikut ini dapat memberikan suatu gambaran yang jelas bagaimana

metode ini dilaksanakaan dalam praktek :49

الحمدهللا الذى فصل بنى ادم با لعلم والعمل على جميع العا لم وا لصالة

والسالم على محمد سيح العرب والعجموعلى اله واصحا به ينا بيع

)وبعد(العلوم والحكم

“ Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang telah melebihkan manusia

dengan ilmu dan amalatas semesta alam; Sholawat semoga melimpah buat Nabi Muhammad, penghulu/tokoh Arab dan “Ajam lalu keluaraga dan sahabat-sahabat beliau yang merupakan sumber ilmu pengetahuan dan hikmah. ( kemudian dari dari pada itu ).

2. Metode Bandongan

Metode weton/bandongan adalah kegiatan pengajaran dimana

seorang ustadz/kyai, membaca, menerjemahkan dan mengupas

pengertian kitab tertentu sementara para santri dalam jumlah yang

terkadang cukup banyak.50

Menurut Abuddin Nata metode Bandongan (wetonan) adalah

metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di

49 Syaikh al-Zarnuji, Op.Cit, Hlm.4 50 Drs. Imam Bawani MA, Op.Cit, Hl. 97

Page 12: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

24

sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran. Santri menyimak kitab

masing-masing dan mencatat jika perlu.51 Istilah weton diambil dikata

waktu (Jawa) yang berarti waktu, karena pengajian tersebut diberikan

pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melakukan

sholat 5 waktu.52

Dalam hal ini seorang kyai/ustadz membaca menerjemahkan,

menerangkan, dan sering kali mengulas teks-teks kitab berbahasa Arab

tanpa harakat (gundul). Sementara itu santri dengan memegang kitab

yang sama, masing-masing melakukan pendhobithan harakat dan

keterangan-keterangan lain yang dianggap penting dan dapat membantu

dalam memahami teks.53 Posisi para santri pada pembelajaran dengan

menggunakan metode ini adalah melingkari dan mengelilingi

kyai/ustadz sehingga membentuk halaqoh (lingkaran). Dalam

penterjemahannya kyai/ustadz dapat menggunakan berbagai bahasa

yang menjadi bahasa utama santrinya, misalnya : kedalam bahasa Jawa,

Sunda/Bahasa Indonesia.

Adapun proses pembelajaran Kitab Ta’lim al-Muta’allim yang

diterapkan dalam Pesantren yaitu menggunakan metode klasik atau

traditional (bandongan dan wetonan). Dalam hal ini ada beberapa

metode yang akan diterapkan sebelum pengajaran berlangsung,

diantaranya yaitu:54

a. Seorang Guru dimembawa kitab atau absensi kelas,hal ini dilakukan

untuk menata tingkat aktifitas dan perkembangan kemampuan santri

untuk waktu berikutnya.

b. Guru membeca dan menterjemahkan teks arab serta menjelaskannya

secara jelas dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh

santrinya.

51 Abuddin Nata, Op. Cit, Hlm. 107 52 Ibid, Hlm. 108 53 Mastuhu, Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: INIS,1994), Hlm. 144

54 Depag, RI, Op. Cit, Hlm. 75

Page 13: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

25

c. Setelah Guru selesai menyampaikan pelajarannya salah satu santri

diminta untuk membacakan teks kitab yang di kajinya.

B. Akhlak

1. Pengertian Akhlak

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab.55 Kata akhlak merupakan

bentuk jamak (plural) dari kata khuluqun ( خلق ( yang berarti tabi`at, budi

pekerti.56 Berdasarkan analisis semantik dari Mc. Donough, kata khuluq

memiliki akar kata yang sama dengan khalaqa ( خلق( yang berarti

menciptakan (to creat) dan membentuk (to shape) atau memberi bentuk

(to give from).57

Dalam bukunya Ahmad Amin ditemukan bahwa pengertian akhlak

adalah “Menangnya keinginan dari beberapa keinginan manusia dengan

langsung berturut-turut”.58 Menurut Imam al-Ghozali, akhlak adalah:

ألخلق عبا رة عن هيئة فىالنفس راسخة عنها تصدر أألفعال بسهولة

59 غير حا جة الى فكر ورويةويسر من “Keadaan sifat atau cara yang tetap (teguh, berakar) dalam jiwa

yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”

Lebih lanjut dijelaskan jika yang keluar tersebut berupa perbuatan-

perbuatan bagus dan terpuji maka dinamakan dengan akhlak yang bagus,

dan jika yang keluar tersebut sebagai perbuatan-perbuatan yang jelek,

55 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur`an: Tafsir atas pelbagai Persoalan Umat,

(Bandung: Mizan, 1996), Cet. 2, hlm. 253. 56 A.N. Munawwar, Kamus Al Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, (Surabaya:

Pustaka Progressif, 2002), Cet. 25, hlm. 364. 57 Tafsir, at. al., Moralitas Al-qur`an Dan Tantangan Modernitas, (Yogyakarta: Gama

Media, 2003) Cet. 1, hlm. 14. 58 Ahmad Amin, Etika (ilmu Akhlak), terj. Farid Ma`ruf, (Jakarta: Bulan Bintang,

1993), hlm. 63. 59 Imam Al-Ghozali, Ihya` ulumuddin, Juz III, (Beirut: Darul Fikr, 2002), hlm. 57.

Page 14: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

26

maka dinamakan dengan akhlak tercela. Perbuatan-perbuatan tersebut

berakar, tetap, teguh atau tertanam dalam jiwa dan tidak terjadi secara

kumat-kumatan atau jarang (kadang dilakukan kadang tidak) atau terjadi

karena pertimbangan-pertimbangan tertentu (serius). Jika perbuatan-

perbuatan tersebut terjadi secara jarang (kadang dilakukan kadang tidak)

serta karena pertimbangan-pertimbangan tertentu(serius)., maka tidak

dinamakan akhlak.60

Akhlak sebagaimana pengertian tersebut, baik akhlak yang baik

maupun yang buruk, semuanya didasarkan pada ajaran Islam. Abudin Nata

dalam Akhlak Tasawuf, menuliskan bahwa akhlak Islami berwujud

perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan

kebenarannya didasarkan pada ajaran Islam.61

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa akhlak merupakan

suatu kemantapan jiwa yang menghasilkan perbuatan yang mudah tanpa

harus direnungkan dan disengaja, kemantapan jiwa yang telah menjadi

sedemikian rupa akan menghasilkan perbuatan-perbuatan, jika perbuatan

tercela yang muncul maka dinakan akhlak yabg busuk dan jiwa perbuatan

baik yang baik maka dinamakan akhlak mulai.

2. Dasar-dasar dan tujuan pendidikan akhlak

a. Dasar-dasar pendidikan akhlak

Pendidikan akhlak sebagai usaha yang harus dilakukan oleh

orang tua maupun guru memliki rujukan yang menjadi dasar

kehidupan manusia yang hakiki. Islam mempunyai dua pedoman yang

bersumber dari Allah dan Rosul-Nya yaiyu al-Qur’an dan al-Hadits.

Al-Qur’aan sebagai pedoman hidup manusia yang di

dalamnya memuat berbagai masalah kehidupan manusia. Diantaranya

bagaimana cara mendidik, membina, membimbing manusia agar

berakhlak mulia. Sebagaimana firman Allah Surat al-Qolam, ayat.4:

60 Ibid. 61 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. 3, hlm.

145.

Page 15: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

27

Sedangakn Hadits sebagai sumber pedoman umat islam

setelah al-Qur’an. Hadits membahas tentang ajaran membina akhlak.

Hal ini dapat diketahui dari risalah Nabi Muhammad saw bahwa

rasulullah diutus ke dunia untuk menyempurnakan akhlak umatnya.dan

memperbaiki budi pekerti agar hidup bahagia di dunia maupun di

akhirat.

Oleh karena itu Rasulullah memerintahkan kepada umatnya

untuk mendidik anak (santri) dengan dengan akhlak yang mulia. Sabda

Nabi Muhammad saw: 62

“Sesungguhnya hadits telah dating kepada Malik,

sesungguhnya Rasulullah telah bersabda: Aku diutus untuk

menyempurnakan akhlak yang baik ”

Dari hadits tersebut dapat difahami bahwa rosulullah saw

begitu memperhatika masa depan memerintahkan orang tua atau guru

untuk meminimalisir akhlak yang jelek bagi anak-anaknya, oleh Karen

ituhadits dapat dijadikan dasar pembinaan akhlak pada Anak (santri).

b. Tujuan pendidikan akhlak

Pada dasarnya pendidikan akhlak merupakan bagian dari

pendidikan Islam, diantara tujuan dari pendidikan Islam yaitu

mendidik dan membina manusia agar mempunyai akhl;ak yanmg

mulia.

Menurut M. Ali Hasan tujuan pokok pendidikan akhlak

adalah: “agar orang berbudi pekerti (berakhlak), bertingkah laku

62 Imam Malik, Al-Muattho, (Baerut: Darul Fikri), Hlm. 150

Page 16: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

28

(bertabiat), berperangai atau beradab yang baik, yang sesuai dengan

ajaran Islam.”63

Menurut Muhammad Aliy at-Tauny as-Syaibany tujuan

pendidikan akhlak adalah: “ menciptakan kebahagiaan dunia akhirat,

kesempurnaan jiwa bagi individu kekuatan dan ketangguihan bagi

masyarakat..”64

Adapun tujuan pendidikan akhlak meliputi:

1. memperkenalkan manusia akan tanggung jawabnya terhadap

sesamanya, sesame manusia, termasuk dirinya dan lingkungannya.

Melalui pendidikan akhlak ini dharapkan santri mempunyai

pengetahuan memenuhi terhadap tanggung jawab baik kepada

Allah, sesame manusia atau makhluk yang lainnya. Bagaimana

juga manusia yang beriman tidak dapat melepaskan hubungan

dengan Allah selaku sang Khaliq serta hubungannya sesame

makhluq.

2. Membohongi hati dari sifat tercela

Jiwa yang suci dan bersih akan mampu memancarkan sifat-

sifat kebaikandari pelakunya atau pemiliknya.Oleh karena itu

penting bagi seorang oaring tua (guru) untuk mendidik sejak dini

melalui lingkungan keluarga.

3. Menanamkan membutuhkan kesadaran terhadap pentingnya akhlak

mulai.

Untuk mewujudkan serta membentuk akhlak yang mulia,

perlu diperkenalkan nilai-nilai luhur pada anak atau generasi muda.

Langkah ini sangat penting mengingat ucapan sikap, tingkah laku

manusia pasti akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah.

4. Membimbing manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup

Tujuan dari pendidikan akhlak agar tercapainya

kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Kebahagiaan ini bisa

63 M. Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), Hlm. 11 64 M. At-Tauniy as-Syaibaniy, Op Cit, Hlm. 346

Page 17: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

29

tercapai apabila manusia selalu taat dan bertakwa kepada Allah.

Bentuk kebahagiaan intersebut merupakan tujuan dan pendidikan

akhlak.

Menurut Barnawy Umary “Tujuan pendidikan akhlak agar

manusia dengan manusia dapat terpelihara selalu berjalan dengan

baik selalu serta harmonis.” 65 Sedangkan menurut Zakiyah Drajat

“Pendidikan akhlak merupakan tujuan dekat yaitu harga diri

sedangkan tujuan jauh yakni ridlo Allah dengan melalui amal

shaleh akan mendapat kebahagiaan dunia akhirat.”66

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan pendidikan akhlak

yaitu tecipta, terpelihara dengan baik kesempurnaan akhlak, baik

akhlak kepada Allah, sesame makhluknya, serta mencapai

kebahagiaan dari akhirat.

3. Metode Pendidikan Akhlak bagi santri

Pembentukan akhlak itu berlangsung secara berangsur-angsur

secara berangsur-angsur oleh karena itu. Pembentukan akhlak adalah suatu

proses yang akan menghasilkan suatu hasil yang baik kalau perkembangan

itu berlangsung dengan baik demikian juga sebaliknya.

Pembentukan akhlak hendaknya dimulai sejak anak masih kecil

atau tahap awal dalam belajar ilmu-ilmu agama dengan menanamkan

nilai-nilai akhlak misalkan santri dididik dengan tingkah laku Perbuatan

yang baik (beradab).misalnya tata cara Shalat yang sempurna dan

bertatakrama kepada siapapun.

Pendidikan moral atau akhlak akan tercapai jika terciptanya

pendidikan iman, maksudnya bahwa pendidikan iman itu merupakan

factor yang meluruskan tabiat yang banyak dan memperbaiki jiwa

kemanusiaan. Tanpa perbaikan iman maka pembentukan akhlak tidak akan

tercapai.

65 Barnawy Umary, Materi Akhlak, (Solo: Ramadani,1995), Hlm. 2 66 Zakiyah Drajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, (Bandung: Rosda

Karya, 1995), Hlm. 11

Page 18: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

30

Menurut K.H. Hasyim Asy’ari bahwa metode pendidikan akhlak

santri ada enam metode yang diterapkan di pesantren yaitu, Metode

Keteladanan (Uswatun Hasanah), Latihan dan Pembiasaan Mengambil

Pelajaran (Ibrah), Nasehat (Mauidloh), Kedisioplinan, Ujian dan

Hukuman (Targhib wa Tahzib).67

1. Meode Keteladanan

Secara psikologis manusia manusia mememerlukan

keteladanan utuk mengembangkan sifat-sifa dan potensinya.

Pendidikan lewat keteladanan adalah pendidikan dengan cara memberi

contoh-contoh kongkrit pada para santri. Kiyai atau ustad harus

senantiasa memberikan uswah yang baik bagi para santri, dalam

ibadah-ibadah ritual, kehidupan sehari-hari maupun yang lain,68 karena

nilai mereka ditentukan dari aktualisasinya terhadap apa yang

disampaikan.

2. Metode ltihan dan pembiasaan

Mendidik dengan latihan dan pembiasaan adalh mendidik

dengan cara memberika latihan-latihan terhadap suatu norma

kemudian membiasakan untuk melakukannya. Dalam pendidikan di

pesantren, metode ini biasanya diterapkan pada ibadah-ibadah amaliah,

sepeti jamaah shalat, kesopanan kepada ustadz atau kiyai, pergaulan

dengan sesama santri dan sejenisnya.

Latihan dan pembiasaan ini pada akhirnya akan menjadi

akhlak yang terpatri dalam diri dan menjadi bagian yang tidak

terpisahkan. Al-Ghozali menyatakan:

“Sesungguhnya akhlak menjadi kuat dengan seringya

dilakukan perbuatan yang sesuai dengannya, disertai ketaatan dan

keyakinan bahwa apa yang dilakukan adalah baik dan diridlai”69

67 K.H. Hasyim Asy’ari, Akhlak Pesantren Pandangan K.H. Hasyim Asy’ari,

(Yogyakarta: Bayu Indra, Grafika, 2001), Hlm. 55 68 K.H. Ali Maksum, Perjuangan Dan Pemikirannya, (Yogyakarta: Tnp, 1989), Hlm

xi 69 Al-Ghozali, Ihya’ Ulumuddin, Juz.III, (Baerut Dar al-Fikr,tt), Hlm.61

Page 19: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

31

3. Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran)

Secara sederhan,brah berarti merenungkan dan memikirkan

dalam arti umum biasanya dimaknakan dengan mengambil pelajaran

dari setiap peristiwa. Menurut Abdul Rahman An-Nawai,70 Seorang

tokoh pendidikan asal timur tengah, mendefinisikan ibrah dengan

suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui

intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, didiskusikan,

ditimbang-timbang, diukur dan di putuskan secara nalar, sehingga

kesimpulannya dapat mempengaruhi hati untuk kepadanya, lalu

mendorongnya kepada perilaku berfikir sosial yang sesuai.

4. Mendidik melalui mauidloh (nasihat)

Mauidlah berarti nasehat.71 Menurut Rasyid Ridla

mengartikan mauidloh Mauidlah adalah nasehat peringatan atas

kebaikan dan kebenaran, dengan jalan apa saja yang dapat menyentuh

hati dan membangkitkan untuk mengamalkan.72

Metode mauidlah, harus mengandung tiga unsur, yakni:

a. Uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh

seseorang, dalam hal ini santri, misalnya tentang sofan santun,

keharusan berjamaah maupun kerjianan dalam beramal.

b. Motivasi melakukan kebaikan

c. Peringatan tenang dosa atau bahwa yang bakal muncul dari adanya

larangan, bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

5. Mendidik melalui kedisiplinan

Dalam ilmu pendidikan, kedisiplinan dikenala sebagai cara

menjaga kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik dengan

pemberian hukuman atau sangsi. Tujuannya untuk menumbuhkan

70 Al-Nahlawi, Prinsif-Prinsif Metode Pendidikan Islam,Trj. Dahlan Dan Sulaiman

(Bandung: CV.Dipenogoro,1992), Hlm. 390 71 Ahmad Warson Almunawir, Kamus Almunawir kamus Arab Indonesia (Surabaya

Pustaka progresif 1997), Hlm. 364 72 Rasyid Ridlo, Tafsir al-Manar Juz.II (Mesir: Maktabah aAl-Qohirot, tt), Hlm. 404

Page 20: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

32

kesadaran siswa apa yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia

tidak mengulanginya lagi.73

6. Mendidik melalui targhib wa tahdzib

Metode ini terdiri atas dua metode sekaligus yang berkaitan

satu sama lain; al-Targhib dan al- Tahdzib. Targhib adalah janji-jani

disertai bujukan agar seseorang senang melakukan kebaikan dan

menjauhi kejahatan. Tahdzib adalah ancaman untuk menembuhkan

rasa taaaakut berbuat tidak benar.74 Tekanan metode targhib terletak

paada harapan untukmelakukan kebajikan sementara metode tahzib

terletak pada upaya kejahatan atau dosa.

K.H. Hasyim Asy’ari mengelompokkan tiga pokok penjelasan

tentang Akhlak yang harus ada pada santri yaitu, Akhlak santri terhadap

ustadz, akhlak santri dalam belajar.75

1. Akhlak santri.

Santri hendaknya membersihkan hati dari segala kotoran,

agar ilmu mudah masuk pada dirinya;

a. Memfokuskan niathanya semat-mata karena Allah dan beramal

dengan ilmunya;

b. Berusaha semaksimal mungkin untuk segera memperoleh ilmu;

c. Qona’ah dan sabar terhadap makanan dan pakaaian yang sederhana

agar segera memperoleh kedalaman ilmu dan sumber hikmah;

d. Pandai mengatur waktu;

e. Menyediditkan tidur selama tidak mengganggu kesehatan diri;

f. Meninggalkan hal yang bisa menaraik pada kesia-siaan dan kelainan

dari belajar dan ibadah.

2. Akhlak santri terhadap ustadz

a. santri hendaknya meneliti dan memohon petunjuk kepada Allah

sebelum belajar kepada seseorang,ia harus memilih ustadz yanga

ahli dalam bidangnya dan terbukti kasih sayangnya, terpancar sifat

73 Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam, (Surabaya: Al-Ihlas), Hlm. 234 74 Al-Nahlawi, Op.Cit, Hlm. 412 75 K.H. Hasyim Asy’ari, Op.Cit, Hlm. 75

Page 21: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

33

muru’ahnya (menjaga diri dari hal-hal yang tidak terpuji) dan diakui

tanggung jawabnya;

b. Mengikuti pemkiran dan jejak ustadznya serta tidak menerjang

nasehat-nasehatnya; santri hendaknya meminta ridla ustadz dan ridla

kiyai dalam setiap kegiatannya, menjunjung tinggi ustadznya dan

berniat taqarub kepada Allah;

c. Memandang ustadznya dengan penuh ketulusan dan keta’dziman

serta meyakini ustadz bahwa dalam diri ustadz terdapat derajat

kesempurnaan;

d. Memperhatikan apa yang menjadi haknya dan tidak melupakan segi

keutamaan dan kebaikannya;

e. Bersabar terhadap sikap keras ustadznya dan tidak menjadikan

alasan untuk keluar dari lingkungan pendidikannya;

f. Duduk dan beriskap dengan sofan ketika berhadapan dengan

ustadznya, hususnya disaat kegiatan belajar mengajar;

g. Berbicara dengan suara dengan bahasa yang baik;

h. Mendengarkan semua pelajaran dan penjelasan ustadzdengan penuh

kesungguhan dan tanpa bosan;

i. Tidak mendahului memberikan penjelasan masalah dan tidak pula

menyela pembicaraan ustadz kecuali atas idzinnya;

j. Membantu dan berbuat sebaik mungkin untuk keperluan ustadznya.

3. Akhlak santri terhadap pelajaran

a. Akhlak santri terhadap pelajaran dan proses belajar mengajar:

Santri hendaknya memulai belajar dengan ilmu-ilmu yang

bersifat fardlu ‘ain seperti, Ilmu Zat (Ilmu yang menjelaskan tentang

ketuhanan), Ilmu Sifat (Ilmu yang membahas tentang sifat-sifat

Allah), Ilmu Fiqh (Ilmu yang membahas tentang syari’at), Ilmu

Ahwal, Maqomad (Ilmu yang membahas tentang tipuan-tipuan hati

serta segala yaang berhubungan dengan masalah tersebut)

b. Mengiringi ilmu yang bersifat fardlu ‘ain dengan mempelajari al-

Qur’an dan berbagai cabang keilmuannya;

Page 22: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

34

c. Berhati-hati terhadap hal-hal yang menyebabkan untuk mempelajari

perdebatan pendapat antar ulama dan antar umat disaat awal

belajarnya;

d. Mengujikan kebenaran keilmuan dan hafalannya kepada ustadz;

e. Bergegas berangkat awal untuk mempelajari ilmu;

f. Senantiasa berada di majlis ustadznya ketika kegiatan belajar

mengajar tengah berlangsung, sebab hal itu akan menambah

kebaikan, kesuksesan, kesofanan dan keagungan (dirinya);

g. Membiasakan alam ketika datang dan pulang dari majlis guru, serta

berlaku sopan;

h. Menekuni pelajaran secara seksama dan tidak pindah pada disiplin

pelajaran yang lain sebelum mantap pelajaran yang pertama;

i. Bersemangat mencapai kesuksesan dengan diwujudkan dengan

kesibukan pada hal-hal yang positif dan bermanfaatserta berpaling

pada keresahan yang menggannggu.

Dari beberapa akhlak santri yang telah disebutkan diatas

merupakan nilai-nilai yang tinggi dalam kehidupan seperti yang telah

disebutkan oleh Fraenkel: “Value is an idea a concep about what some

one thinks is important in life”.76 Nilai adalah suatu ide konsep tentang

apa yang menurut pemikiran seseorang penting dalam kehidupan.

C. Pembelajaran Implikasinya Dalam Pembentukan Akhlak

Kitab Ta`lim al-Muta`allim adalah berisikan tentang petunjuk bagi

penuntut ilmu. Sejak niatnya sampai selama dalam masa belajar itu

berlangsung. Ilmu disini adalah ilmu yang bermanfaat, sedangkan pondok

pesantren sendiri adalah merupakan lembaga pendidikan yang dipimpin

langsung oleh kyai hitam putih dan maju mundurnya terlatak ditangan beliau.

Maka wajarlah bila pesantren selaku lembaga keilmuan mengenal kitab ini.

Berdasarkan fakta tersebut bisa diketahui bahwa kitab ini telah disepakati

76 J.R. Fraenkel, How to Teach About Values: An Analitic Approach, (New Jersey:

Prenteice Hall, Inc. 1975), P.6.

Page 23: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

35

oleh para kyai pemangku pesantren sebagai salah satu kitab yang cocok

untuk mendasari jiwa kesantriannya, jiwa pelajar penuntut ilmu pengetahuan.

Sikap kyai seperti ini tidak perlu dipertanyakan tidak berarti

mengesampingkan buku-buku dalam negeri sendiri. Buku-buku berbahasa

Indonesia yang ada sampai hari ini masih jarang sekali yang menampilkan

uraian (lebih-lebih untuk buku pelajaran di sekolah) tentang pembinaan

mental keilmuan atau dengan kata lain tata adab dalam menuntut ilmu.

Pelajaran-pelajaran yang specifik disitupun tidak didapati pada sekolah SD.

Maupun PGAN lebih-lebih pada sekolah-sekolah umum yang ada hanyalah

di pesantren dan madrasah-madrasah yang timbul bersejajaran dengan

kehidupan pesantren.

Kitab Ta`lim al-Muta`allim Thoriq al Ta`alum, diajarkan bahwa

“ilmu adalah sesuatu yang kamu ambil dari lisan rizal (guru/kyai) karena

mereka itu telah menghafal bagian yang paling baik dari yang mereka dengar

dan menyampaikan bagian yang paling baik dari mereka-mereka yang pernah

hafal.77

Dalam kalangan pesantren memang diakui adanya “cara lain” untuk

memperoleh ilmu. Jadi tidak hanya dengan cara transmisi, seperti itu. Namun

demikian “cara lain” yang dimaksud bukanlah cara yang lebih rasional

(nalar), melainkan cara yang bersifat gaib dalam proses hubungan langsung

“manusia” dengan “yang Maha Berilmu”, identik dengan proses pewahyuan.

Kalangan pesantren menyebutnya sebagai ilmu ladunni.78

Menurut Drs. H. Aliy As’ad Dalam Mukodimah Tarjamah kitab

Ta’lim al-Muta’allim mengatakan bahwa pentingnya pembelajaran kitab

Ta’li al-Muta’allim dapat dipandang dari beberapa segi antara lain :79

1. Sekilas Mengenai Pesantren

Pesantren berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan lain

yang bukan pesantren, produknya berbeda. Diantara ciri khususnya

77 DR. Affandi Mochtar, Membedah Diskussus Pendidikan Islam, (Ciputat: Kamilah,

2001), hlm 51. 78 Dr. Affandi Mochtar, Ibid. 79 Drs. H. Aliy As’ad, Op. Cit, Hlm. I-X

Page 24: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

36

yaitu sederhana. Sederhana tempat dan gedungnya, sederhana

kehidupan santrinya, gerak langkahnya pun lugu. Tujuannya tidak

muluk-nuluk cukup sederhana dan hanya satu, yaitu mencetak manusia

yang baik. Baik segala-galanya, termasuk ilmu dan penggunaannya juga

yang baik biar kemanfaatannya benar-benar baik. Jadi, pesantren ingin

mewujudkan “kebaikan” lewat kesederhanaan, bukan kesederhanaan

yang baik, bukan pula kebaikan yang sederhana, tetapi kebaikan di

segala bidang. Kebaikan pada kemewahan kebaikan pembangunan,

kebaikan pada cara berfikir, dan sebagainya. Kebaikan-kebaikan

tersebut oleh pesantren akan diciptakan lewat jalan kesederhanaan.

Oleh karena itu, pesantren membekali santrinya dengan “nilai

dasar kebaikan” yaitu “keikhlasan”. Ikhlas adalah “tanpa pamrih” jiwa

keikhlasan santri tampak lebih menonjol dari pada sikap-sikap kejiwaan

yang lain. Semakin tebal jiwa keikhlasan tertanam pada pesantren,

makin pesatlah perkembangan kemajuan pesantren itu. Keikhlasan akan

mempertebal keyakinan, membuat orang semakin optimis dan semakin

maju. Semangat keikhlasan membuat orang sedia memulai usahanya

dari nol kembali, membuat orang sedia berkorban demi Agama, Nusa

dan Bangsa. Dengan keikhlasan yang tinggi kyai yang tadinya tidak

dikerumuni oleh beratus-ratus santri, menjadi rumahnya terjepit di

tengah-tengah kamar santri.

Santri ikhlas belajar, ia belajar dengan tanpa pamrih, ia

mengabdi tanpa pamrih, menolong tanpa pamrih itulah ajaran sang kyai.

Karena benar-benar tanpa pamrih, maka kyai selalu mendapat

perkenan dihati setiap orang, mendapat penuh kepercayaan menjadi

tempat mengadu dan dijadikan pemutus kata.

Jelekkah mental “tanpa pamrih” itu? Baik sekali! Dalilnya

selain slogan yang sering didengung-dengungkan Bapak-bapak, yaitu :

Page 25: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

37

“SEPI ING PAMRIH RAME ING GAWE,” juga firman Allah SWT,

sebagai berikut:80

(87) ٍ فا عبد اهللا محلصا له الد ين

“ ………. Maka menyembahlah kepada Allah dengan tulus ikhlash beragama kepada-NyaS” (surat Az-Zumar ayat: 2)

Pembelajaran kitab Ta`lim al-Muta`allim di pesantren adalah

suatu pembelajaran kitab akhlaq untuk para pelajar/santri, sebagai salah

satu kitab yang cocok untuk mendasari jiwa kesantriannya, jiwa pelajar

penuntut pengetahuan, adalah kyai ulama`, beliau-beliaulah pemangku

pesantren.

2. Gambaran Isi

Kitab Talim al-Muta`allim di sepakati oleh para kyai, ulama`,

pemangku pesantren, maka paling tidak akan melahirkan tiga sikap

orang :

Pertama : Ingin tahu isinya, lantaran ingin mengaji dan meneliti isinya,

biasanya sampai disepakati lalu cepat apa tidak

kesepakatan di situ.

Kedua : Ingin tahu isinya setelah tahu, maka diamalkanlah

Ketiga : Ingin tahu isinya lalu diuji, dinilai dan dianalisa. Setelah

cocok buat dia, lalu ikut-ikut menyepakati juga. Kalau

kebetulan dapat hidayah, mau juga ia mengamalkan dan

mempedomani isinya.Yang ketiga inilah, biasanya

kalangan cendikiawan, sarjana, dan juga mahasiswa.

Pada dasarnya ketiga-tiganya itu ingin tahu isinya.

a. Penampilan materi

Penampilan materinya dari segi proses logika bisa di

katakan baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan urutannya sebagai

berikut :

80 Al-Qur’an al-Karim, Depag , Op.Cit, Hlm. 658

Page 26: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

38

Setelah Basmalah, hamdalah dan shalawat secukupnya lalu

menyebutkan judul kitab, yang sesuai dengan isinya yang di

abstraksikan sebelumnya. Sebelum itu pula dkemukakan dasar

penyusunannya. Baru setelah itu menampilkan keutamaan dan

pengertian ilmu, hukum mempelajarinya, kemudian niat dan

motivasi belajar. Setelah itu semua, bagaimana guru yang dipilih

itu, ilmu apa yang harus dipelajarinya, dan siapa yang boleh

ditemani dalam belajar, sampai sini, berarti orang yang sudah siap

akan belajar, sebab sudah tahu bidang ilmunya, gurunya, temannya

dan niat serta motivasinya. Lalu diingatkan, pelajar itu harus

berhati dan tabah.

Dalam kondisi seperti ini, pelajar biasanya terus punya

anggapan berhasil dalam belajarnya.

Untuk itu, di ingatkan sekali lagi. Anda adalah sedang

belajar, belum pandai benar, kalau anda nanti jadi orang pandai,

derajat anda akan agung, karena ilmu itu agung. Karena itu,

agungkanlah ilmu yang sedang kau tuntut itu. Disini kemudian

Imam al-Zarnuji mengemukakan bagaimana caranya

mengagungkan ilmu.

Dengan peringatan seperti itu, pelajar jadi sadar kembali

lalu mengagungkan ilmu. Tapi, biasanya hal ini mereka lakukan

beberapa saat saja. Karena itu dalam fasal berikutnya dikedepankan

mengenai kesungguhan hati, cita-cita luhur, kontinuitas dan juga

sebab-sebab kemalasan.

Fasal berikutnya lagi, membahas khusus mengenai tata

tertib belajar, sikap mental yang harus dipersiapkan dalam

menghadapi segala peristiwa selama belajar. Bagaimana dalam

hubungannya dengan biaya, ukuran pelajaran, berdo`a, diskusi, dan

sebagainya.

Kemudian baru dikemukakan secara khusus, beberapa hal

extern yang sangat sering dihadapi setiap pelajar. Itulah tawakal,

Page 27: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

39

saat belajar, nasehat orang, “ambil pelajaran” sesepuh, wara`,

penyebab lupa, penyebab ingatan menjadi, kuat, sumber rizqi,

pelebur rizqi dan tentang usia.

b. Segi Kebenaran Isinya

Kitab ini adalah kitab adab, bukan kitab hukum ialah adab

dalam menuntut ilmu, yaitu adab-adab yang membawa kesuksesan

orang yang menuntut ilmu. Kepentingannya adalah untuk

menjabarkan tata-tata bagaimana agar sukses dalam menuntut

ilmu. Tujuannya adalah kesuksesannya, bukan adab itu sendiri.

Lebih baik sukses walaupun adabnya kurang sempurna, dari pada

adabnya sempurna tapi tidak sukses. Jadi adab disini ibarat jalan.

Tapi tidaklah mutlak begitu, tidak mungkin orang bisa sampai

ditempat tujuan, bila tidak melewati jalan.

Adab ibarat jalan, sedangkan ilmu itu tujuannya. Adab apa,

jalan apa, yang tahu hanyalah ahli ilmu sebab dialah yang sudah

sampai disana. Jalan mana saja boleh, asal saja bisa sampai. Jalan

tidak harus “benar” yang diharuskan adalah “tepat”. Contoh, Ibu

berkata kepada anaknya berumur tiga tahun : “Nak, kamu jangan

main-main ditengah pintu, awas ada syaitan lewat, kau bisa

ditelan.” Anakpun takut, dan tak pernah lagi berani duduk-duduk

disitu. Ini baik, berhasil tujuannya, jalannya tepat, tapi “tidak

benar” sebab tidak ada syetan menelan manusia.

Walaupun demikian, jalan atau adab itu harus tidak

bertentangan dengan syari`at Islam. Begitu juga halnya adab dalam

menuntut ilmu dan bahkan disini lebih penting. Untuk membentuk

akhlak santri dalam menuntut ilmu maupun dalam mengamalkan

ilmu.

Dari pandangan tersebut pembelajaran kitab Ta’lim al-

Muta’allim sangat besar pengaruhnya untuk kalangan para santri (para

penuntut ilmu), juga sangat ditekankan oleh para pemangku pesantren

untuk membekali jiwa kesantriannya agar memiliki semangat belajar

Page 28: BAB II A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaranlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/22/jtptiain-gdl-s1... · materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang

40

agama dan memiliki budi pekerti yang baik dengan segala metode yang

telah diterapkan dalam lingkungan pendidikan. Dari itulah santri akan

terbentuk akhlakul karimah seperi yang telah digariskan oleh ajaran

Islam serta tidak menyimpang dari pedoman al-qur’an dan al-Hadits