BAB I PENDAHULUAN -...

16
1 BAB I PENDAHULUAN Remaja selalu diidentikan dengan masa pencarian identitas. Oleh karena itu identitas diri menjadi isu penting yang tidak dapat dipisahkan jika berbicara tentang remaja, baik remaja awal bahkan hingga remaja akhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini menjadikan remaja mampu memasuki tahap perkembangan hidup selanjutnya yaitu dewasa dengan lebih siap. Oleh karena itu, pada bab ini penulis menguraikan latar belakang dari penelitian untuk memperjelas beberapa faktor yang mempengaruhi identitas diri yaitu kualitas pertemanan dan iklim sosial ditinjau dari jenis kelamin. Penelitian ini difokuskan pada identitas diri mahasiswa Teologi yang tinggal diasrama Fakultas Teologi UKAW Kupang. 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu fase penting dari rentang kehidupan seorang individu, unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan tantangan dan harapan. Hall (1991) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang dianggap sebagai masa topan badai dan stres (stormandstress). Pada masa remaja akan terjadi banyak perubahan. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada berbagai aspek yang berkaitan dengan remaja itu sendiri. Perubahan yang terjadi ada fisik yaitu tubuh berkembang sangat pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa disertai pula dengan perkembangan kapasitas reproduksi. Selain itu, kognitif remaja pun mengalami perubahan yang signifikan dan mulai mampu berpikir secara abstrak seperti halnya orang dewasa (Clarke- Stewart & Freedman, 1987 dalam Agustiani, 2006). Remaja menjadi lebih kritis dalam melihat dan memberi respon lingkungannya karena telah

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

Remaja selalu diidentikan dengan masa pencarian identitas. Oleh

karena itu identitas diri menjadi isu penting yang tidak dapat dipisahkan

jika berbicara tentang remaja, baik remaja awal bahkan hingga remaja

akhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini

menjadikan remaja mampu memasuki tahap perkembangan hidup

selanjutnya yaitu dewasa dengan lebih siap. Oleh karena itu, pada bab ini

penulis menguraikan latar belakang dari penelitian untuk memperjelas

beberapa faktor yang mempengaruhi identitas diri yaitu kualitas

pertemanan dan iklim sosial ditinjau dari jenis kelamin. Penelitian ini

difokuskan pada identitas diri mahasiswa Teologi yang tinggal diasrama

Fakultas Teologi UKAW Kupang.

1.1. Latar Belakang

Masa remaja merupakan salah satu fase penting dari rentang

kehidupan seorang individu, unik, penuh dinamika, sekaligus penuh

dengan tantangan dan harapan. Hall (1991) menyatakan bahwa masa

remaja merupakan masa yang dianggap sebagai masa topan badai dan

stres (stormandstress). Pada masa remaja akan terjadi banyak perubahan.

Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada berbagai aspek yang berkaitan

dengan remaja itu sendiri. Perubahan yang terjadi ada fisik yaitu tubuh

berkembang sangat pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa

disertai pula dengan perkembangan kapasitas reproduksi. Selain itu,

kognitif remaja pun mengalami perubahan yang signifikan dan mulai

mampu berpikir secara abstrak seperti halnya orang dewasa (Clarke-

Stewart & Freedman, 1987 dalam Agustiani, 2006). Remaja menjadi lebih

kritis dalam melihat dan memberi respon lingkungannya karena telah

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

2

mencapai tahap formal operasional serta menjadi sangat resisten terhadap

berbagai aspek yang tidak masuk akal dan juga telah mampu untuk

merumuskan cita-cita masa depannya. Selain kedua aspek tersebut, aspek

yang lain yaitu sosial, remaja mengalami perubahan dalam setting jaringan

sosialnya, remaja juga merasakan bahwa secara sosial tidak cocok lagi

bergabung dengan anak-anak maupun orang dewasa, oleh karena itu ingin

membentuk kelompok sendiri yang terdiri dari teman-teman seusianya

(Santrock, 2011).

Betapapun berbagai perubahan maupun dinamika yang terjadi pada

tahap ini, remaja memiliki keinginan yang kuat untuk menunjukkan

eksistensi dirinya kepada orang lain, ingin melepaskan ketergantungannya

pada pihak lain, termasuk orang tua, remaja ingin dilihat dan diakui

sebagai dirinya sendiri, bukan sebagai duplikat dari individu lain, baik

orang tua maupun orang dewasa lainnya (Purwadi, 2004). Karena pada

dirinya, remaja menghadapi tugas utama mencari dan menegaskan

eksistensi dan jati dirinya, mengetahui kekuatan dan kelemahan diri

sendiri, mencari arah dan tujuan, menjalin hubungan dengan orang yang

dianggap penting, pengembangan ketrampilan intelektual dan kompetensi

serta peran sosialnya di tengah masyarakat.

Erikson (1963) menyebutkan salah satu bagian yang unik dalam

masa remaja ialah yang disebutnya sebagai moratorium psikososial. Di

sinilah seorang remaja relatif memiliki kebebasan untuk bebas dari

tanggungjawab sehingga dapat memiliki ruang untuk mencoba (dan

membuang) berbagai identitas yang berbeda (Upton, 2012). Karena itu

remaja mampu bereksperimen dengan berbagai peran dan kepribadian

yang berbeda hingga menemukan satu yang paling sesuai. Berbagai isu

yang harus diatasi di masa remaja menjadi perhatian remaja di waktu-

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

3

waktu yang berbeda sehingga mereka mampu mengatasi isu-isu identitas

secara tersendiri, sekaligus membuat „tugas-tugas‟ tersebut dapat dikelola

(Coleman (1978) dalam Upton, 2012).

Pembentukan identitas disebut penting karena akan menghasilkan

remaja dengan diri yang stabil dan dapat diterima dalam lingkungannya.

Remaja dengan pemahaman identitas diri yang benar akan mampu

mendeskripsikan diri, dan mengetahui tentang keunikan dirinya,

kemampuan, kelebihan dan kekurangan dirinya. Sedangkan remaja yang

tidak berhasil membentuk identitasnya dengan baik akan mungkin

mengalami dua hal yaitu yang pertama remaja dapat menarik diri dari

lingkungan dan mengisolasi diri, atau yang kedua remaja dapat masuk

dalam lingkungan pergaulan yang akhirnya mengaburkan status

identitasnya, kepribadian yang labil, dan sebagainya (Santrock, 2007).

Ketidakjelasan identitas ini yang oleh Erikson disebut sebagai Identity

Confusion (kebinggungan identitas). Hal ini memberi dampak ketakutan,

ketidakpastian, isolasi, dan tidak mampu mengambil keputusan bagi

dirinya sendiri (Cremers, 1989). Individu pun dapat merasa terisolasi,

hampa, cemas, bimbang (Hall, 1993). Remaja akan merasa kesepian dan

dalam keadaan yang ekstrim hal ini dapat menyebabkan usaha-usaha

untuk bunuh diri (Ausubel, dalam Monks, 1991).

Menjelang berakhirnya masa remaja atau yang disebut Late

Adoloescence (remaja akhir), remaja menjadi lebih matang, emosi dan

aspirasi lebih stabil, dan makin bersikap realistis. Baik remaja laki-laki

maupun perempuan sering terganggu dengan idealisme yang berlebihan

bahwa mereka harus segera melepaskan kehidupan mereka yang bebas

bila telah mencapai status orang dewasa. Remaja menjadi sangat

mendambakan kemandirian, usaha untuk mandiri secara emosional dari

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

4

orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. Kemandirian tersebut yakni

antara dorongan untuk otonomi dan memperoleh kendali tingkah lakunya

sendiri namun pada saat yang sama ada juga kebutuhan akan perhatian dan

pertolongan dari orang tua dan orang dewasa lainnya (Santrock, 2011).

Remaja akhir (late adoloescence) merupakan suatu tahapan yang

menarik. Tahapan dimana adanya konsolidasi menuju periode dewasa dan

ditandai hal-hal seperti dengan pencapaian minat yang mantap,

kemantapan ego, terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah

lagi, dan sebagainya (Blos dalam Sarwono, 2010). Berkaitan dengan

identitas atau pun perkembangan identitasnya, pada tahapan usia ini juga

tidak lepas dari tantangan tahapan pekembangan yaitu persiapan akhir

untuk memasuki peran-peran orang dewasa (Agustiani, 2006).

Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan

kemudian pindah ke Pendidikan Tinggi, mahasiswa tahun pertama berada

di tahap masa perkembangan remaja akhir. Hurlock (1959, dalam Rogers

(1966) menunjuk batasan usia berkisar dari usia 18 sampai 21 tahun. Ini

adalah ketika remaja mulai menyadari mereka menjadi dewasa yang stabil

sehingga lebih emosional dan lebih menekankan pada bagaimana

menentukan masa depan. Pada waktu mahasiswa masuk universitas

mereka sedang dalam proses mengembangkan identitas (Erikson, 1980).

Perubahan eksternal dan internal yang dialami remaja yang

menjadi mahasiswa memerlukan penyesuaian diri yang tepat. Mahasiswa

tahun pertama yang tidak berhasil beradaptasi dengan lingkungan baru

tersebut dapat mengalami berbagai masalah. Berdasarkan sejumlah studi

tentang masalah-masalah yang paling sering dihadapi oleh mahasiswa

pada tahun-tahun pertamanya, Gender muncul sebagai variabel yang

relevan dalam mengidentifikasi gangguan kecemasan dan insomnia

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

5

(Christopoulos, 2001). Dalam kasus lain, isu-isu spesifik telah dianalisis

pada mahasiswa baru, seperti penggunaan internet untuk hal-hal yang

tidak pantas (Jenaro, et al., 2007). Selain itu sejumlah studi mengevaluasi

kecemasan dan depresi pada populasi mahasiswa perguruan tinggi (Conley

etal., 2013). Penelitian yang lain menyebutkan mahasiswa baru

menunjukkan masalah yang berbeda di antara yang paling sering adalah

adanya gejala fisik, kecemasan, emosional, somatik, serta gejala yang

tinggi berkaitan dengan identitas eksistensial, ketegasan atau keputusan

membuat keputusan pada masa penting yaitu transisi dan penyesuaian

dalam pengalaman mahasiswa itu sendiri (Tomsa, et al., 2014).

Universitas Kristen Artha Wacana adalah sebuah lembaga

pendidikan tinggi kristen di kota Kupang yang memiliki Fakultas Teologi

sejak tahun 1971. Dari periode ke periode tahun ajaran, minat mahasiswa

untuk berstudi di Fakultas Teologi relatif tinggi, meskipun harus selalu

dibatasi dalam angka target tertentu agar tetap ada efektifitas dan stabilitas

perkuliahan. Menurut Data online Fakultas Teologi UKAW Kupang

jumlah mahasiswa yang terdaftar dan berkuliah aktif di Fakultas Teologi

pada saat ini adalah 417 orang(http://ukaw.ac.id/fakultas-

teologi#.V1pnXjUV4-k,2015). Salah satu dari kewajiban menjadi

mahasiswa Teologi ialah bersedia tinggal dan dibina di asrama selama

tahun-tahun pertamanya menjadi mahasiswa. Oleh karena itu keberadaan

mahasiswa diwadahi dengan 5 unit asrama asrama yang dapat menampung

hingga 165 orang, dan saat ini telah ditambahkan dengan 1 unit

RUSUNAWA bantuan pemerintah. Namun karena keterbatasan daya

tampung maka mereka yang wajib tinggal di Asrama adalah mahasiswa

tingkat I & II (semester I – IV) atau dalam jangka waktu 4 semester.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

6

Asrama mahasiswa teologi bukan saja menjadi salah satu fasilitas

bagi mahasiswa, namun asrama juga menjadi bagian integral dari sistem

pendidikan di Fakultas, yakni sebagai “Rumah Pemuridan” (house of

discipleship). Dalam wawancara denganChaplain (Pendeta Mahasiswa)

dan pengurus asrama yang secara langsung bertanggungjawab bahwa

asrama Teologi memiliki warna tersendiri dalam perannya mewadahi

pembinaan dan pembentukan karakter mahasiswa sebagai calon-calon

pendeta (Meller, wawancara, 2016). Di samping bekal akademik yang

diterima mahasiswa dalam perkuliahan, pembinaaan terpola warga asrama

pun dijalankan sepanjang mahasiswa berada seperti seperti melatih

tanggungjawab, kemandirian, perilaku-perilaku prososial, relasi, dan

pengembangan diri dengan berbagai kegiatan yang diprogramkan secara

unit maupun bersama di asrama.

Namun sebagai individu yang baru menanjak pada jenjang

pendidikan yang baru di perguruan tinggi, tentu mengalami banyak

„benturan‟ dengan keadaan dan situasi yang baru yang menimbulkan

masalah pada identitas diri. Menurut data-data yang diperoleh, beberapa

fenomena lebih jelas menonjolkan beberapa dimensi identitas seperti

identitas sosial dan identitas personal kemudian diikuti dimensi-dimensi

identitas diri lainnya. Fenomena-fenomena yang nampak diperoleh dari

hasil telaah data tertulis (arsip mahasiswa asrama), kemudian dari

wawancara langsung dengan beberapa pihak terkait pengelola atau

pengurus asrama dalam hal ini wakil Dekan III dan Chaplain, berikutnya

ialah berdasarkan wawancara tidak lansung dalam bentuk diskusi-diskusi

ringan bersama mahasiswa yang menjadi responden serta dengan pengurus

asrama lainnya, dan yang terakhir diperoleh melalui hasil pengambilan

data awal.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

7

Fenomena-fenomena yang sangat nampa ialah dalam kaitannya

dengan berjumpa dengan lingkungan dan orang-orang yang sama sekali

baru, pengalaman pertama tinggal jauh dari orang tua serta banyakjuga

mahasiswa yang baru pertama kali keluar daerah untuk melanjutkan

pendidikan. Berdasarkan data yang dikumpulkan penulis berdasarkan

wawancara dan penelusuran data tertulis mahasiswa di asrama, tidak

sedikit mahasiswa yang baik langsung maupun tidak mengakui bahwa hal

ini merupakan kendala bagi dirinya. Ada yang menyebutkan bahwa ia

kurang mampu bergaul, ada pula yang menyatakan sulit bisa beradaptasi

di tempat baru, ada yang menyebutkan bahwa ia belum mampu pola hidup

berasrama, bahkan ada juga yang menyatakan bahwa ia sulit

menyimbangkan pola hidupnya dengan kebiasaan hidup berasrama. Hal

ini pun tidak semua remaja mampu melaluinya dengan baik, demikian

pula dengan mahasiswa Fakultas Teologi yang tinggal di asrama.

Berdasarkan hal-hal ini dapat terlihat adanya kendala umum lainnya

berkaitan dengan salah satu aspek identitas yaitu identitas sosial.

Pernyataan mahasiswa yang terangkum dalam data-data yang ada

menyebutkan bahwa mereka belum mampu mandiri, ada juga yang

menyebutkan bahwa belum mampu mengurus keuangan sendiri, ada juga

yang menyatakan bahwa sedang belajar untuk mengelola waktu belajar,

ada pula yang menyebutkan bahwa masih bergantung pada orang tua

untuk menentukkan bagaimana ia harus mengatur keuanganya dan

sebagainya. Hal ini secara tidak langsung menyiratkan ada masalah

dengan salah satu aspek identitas yakni identitas personal. Di samping itu

berkaitan dengan dimensi identitas ini, kendala yang lain seperti berkaitan

dengan kematangan emosional dan intelegensi yang dialami juga oleh

mahasiswa. Menurut data tidak sedikit mahasiswa yang mengakui belum

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

8

mampu mengontrol emosi dengan baik (kebanyakan dari mahasiswa laki-

laki) sepertinampak pada sikap yang sering terlihat seperti menjadi lebih

emosional (pemarah dan atau gampang menangis), sulit diatur, suka

memprotes, tidak bisa bekerja sama dengan baik, acuh tak acuh, suka

membangkang, cepat marah, mudah tersinggung, mudah terpancing

emosi, sopan santun dalam berlaku dan berbahasa dan lain-lain.

Sedangkan berkaitan dengan intelegensi, sebagian besar mahasiswa

tingkat awal mengakui kurang mampu menyesuaikan diri dengan ritme

dan pola belajar di universitas dan beberapa masalah dalam akademik

(berkaitan dengan perkuliahan, nilai dan sebagianya).

Selanjutnya pada sisi yang lain, mahasiswa pada umumnya tidak

terlalu menunjukkan ada masalah pada identitas fisik. Namun jika diteliti

sebenarnya ada masalah yang berkaitan dengan dua dimensi yang saling

berkaitan yaitu identitas personal dan identitas fisik. Ada kecenderungan

mahasiwa berkaitan dengan pandangan terhadap citra dirinya.

Kecenderungan ini nampak pada gaya busana (jenis pakaian dan gaya

berpakaian), rambut (terlihat lebih jelas pada mahasiswa laki-laki),

aksesoris-aksesoris tertentu seperti make-up (lebih terlihat pada

mamasiswa perempuan) dan sebagainnya. Beberapa kecenderungan yang

teramati dan juga berdasarkan hasil wawancara ini menunjukkan adanya

masalah atau kendala pada dimensi identitas fisik.

Menurut temuan dari telaah arsip mahasiswa yang tinggal

diasrama, ditemukan tidak sedikit fakta mengenai masalah mahasiswa

berkaitan dengan keluarga baik latar belakang keluarga, status keluarga,

maupun hubungan keluarga (antar dan antara keluarga). Sebagian besar

mahasiswa menyatakan bahwa ia tidak bisa berada jauh dari orang tua

atau pun keluarga dekatnya, ada pula yang menyatakan memiliki masalah

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

9

keluarga yang berat, ada yang tidak memiliki hubungan yang akrab

dengan keluarganya, ada yang dibesarkan dari keluarga yang tidak

lengkap (yatim atau piatu bahkan yatim piatu) ataupun keluarga angkat,

kerabat dan sebagainya. Namun sebagian besar dari itu menyatakan tidak

mampu lepas dari ketergantungannya dengan keluarga dalam arti bahwa

kedekatan dengan keluarga menimbulkan ketakutan tersendiri, rasa

ketidakmampuan, dan ada pula kecenderungan yang berarah pada rasa

kesepian.

Hal yang terakhir yaitu fenomena berkitan dengan masalah

identitas diri khususnya dimensi identitas moral-etis. Dalam kebutuhan

waktu penelitian tentu tidak terlalu cukup untuk merangkum masalah-

masalah yang berkaitan dengan dimensi identitas ini, namun pada faktanya

ada beberapa hal yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Chaplain

serta telaah data mahasiswa asrama menemukan indikasi bahwa tidak

sedikit mahasiswa yang sedang berusaha mengkonsepkan kembali

identitas moral-etis mereka. Tentu hal ini bukan dalam arti moral-etis yang

pada umumnya dipahami, namun lebih kepada subjektifitas terhadap nilai

dan norma yang dibangun dalam kehidupan berasrama juga di sisi lain

dalam proses perkuliahan dan pembinaan sebagai mahasiswa Teologi.

Kendala-kendala pada dimensi ini yang tersirat ditemukan ialah

menyangkut nilai kejujuran, kesopanan, kedisiplinan, dan nilai-nilai sosial

berkaitan dengan tata krama pergaulan.

Saratnya tuntutan tugas perkembangan yang dihadapi dan juga

fenomena-fenomena yang berkaitan dengan masalah identitas diri seperti

telah dipaparkan sebelumnyasebagai kompleksitas tantangan tersendiri

bagi mahasiswa Teologi yang tinggal di asrama. Bertolak dari pola pikir

tentang tugas perkembangan remaja, maka konsolidasi menuju tahapan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

10

selanjutnya harus sudah mulai ditampakkan di masa ini seperti pencapaian

identitas diri remaja itu sendiri. Perkembangan dan pencapaian identitas

diri remaja pun dipengaruhi oleh banyak faktor. Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi perkembangan dan pencapaian identitas diri remaja

ialah sebagai berikut.

Waterman (1982) menyatakan beberapa faktor yang mempengarui

perkembangan identitas yaitu antara lain, 1) Semakin besar tingkat

identifikasi dengan orang tua sebelum atau selama masa remaja, semakin

besar kemungkinan akan membentuk dan memelihara komitmen pribadi

yang bermakna. Dengan identifikasi yang kuat, masuk ke dalam, dan

pemeliharaan, status penyitaan muncul paling mungkin. 2) Perbedaan gaya

pengasuhan yang akan akan tercermin dalam perbedaan dalam jalur

pembentukan identitas. 3)Semakin besar kisaran alternatif identitas yang

individu sebelum atau selama masa remaja, semakin besar kemungkinan

akan menjalani krisis identitas. Dengan demikian, masyarakat homogen

mungkin kondusif untuk membentuk dan menjaga komitmen penyitaan,

sedangkan masyarakat lebih heterogen dapat berfungsi untuk

memfasilitasi pintu masuk ke dalam krisis identitas. 4) Semakin besar

ketersediaan tokoh Model dianggap hidup sukses, semakin besar

kemungkinan akan bahwa seseorang akan membentuk komitmen yang

berarti. 5) Sifat dari harapan sosial yang berkaitan dengan pilihan identitas

yang timbul dalam keluarga, sekolah, dan kelompok sebaya akan

memberikan kontribusi pada jalur perkembangan identitas tertentu yang

digunakan. 6) Konsisten dengan prinsip epigenetik, bahwa kepribadian

pra-remaja memberikan landasan yang tepat untuk mengatasi masalah

identitas (yaitu, ada tingkat yang cukup kepercayaan dasar, otonomi,

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

11

inisiatif, dan industri), pengembangan identitas lebih berhasil adalah

kemungkinan untuk melanjutkan pada tahap perkembangan selanjutnya.

Grotevant & Cooper (1985, dalam Meeus, et al., 2002)

menyatakan bahwa kualitas hubungan orang tua-remaja membantu

perkembangan identitas; melalui interaksi sosial dengan orang tua dan

juga dengan teman sebaya mendorong sebanyak mungkin peluang baik

remaja untuk mengeksplorasi kemungkinan nilai dan peran, dukungan

emosional, bantuan dan model perkembangan identitas.

Macia (1980, dalam Dariyo, 2004) menyebut dua faktor utama

yang berpengaruh terhadap identitas remaja yaitu yang pertama ialah

orang tua. Faktor yang kedua ialah kepribadian remaja itu sendiri yang

meliputi kekuatan ego, kemandirian, kontrol diri internal, percaya diri,

insiatif, kreatif dan berprestasi.

Menurut Hill etal., (2007) dalam studi empirisnya menyatakan ada

beberapa faktor yang memengaruhi perkembangan identitas diri seorang

remaja yaitu antara lain hubungan orang tua-remaja, kelompok teman

sebaya, karakteristik tetangga (di lingkungan tempat tinggal), status

sosioekonomi, dan etnisitas.

Rifany (2008) menyatakan ada tiga faktor utama yang

memengaruhi identitas seorang remaja yaitu yang pertama iklim keluarga

yang berkaitan dengan interaksi sosio-emosional antar anggota keluarga,

sikap dan perlakuan orang tua terhadap remaja. Yang kedua adalah tokoh

idola yang diidolakan remaja tersebut dan ayang terakhir ialah peluang

pengembangan diri.

Para (2008) dalam penelitiannya menyatakan ada dua sumber

dukungan yang utama bagi perkembangan individu yaitu keluarga dan

teman sebaya. Keluarga merangsang dan memberi dukungan terhadap

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

12

perkembangan poin khusus sebagai pandangan awal individu terhadap

identitas seperti apa yang hendak dicapai. Sedangkan teman sebaya

menawarkan model-model, ragam, dan peluang untuk eksplorasi identitas

menyangkut nilai-nilai, ide dan keyakinan-keyakinan. Keduanya

memainkan peran pada perkembangan identitas diri (Bosma & Kunnen,

2001).

Sedangkan Fuhrman (1992, dalam Ristianti, 2009) menyebut ada

beberapa faktor yang memengaruhi identitas remaja yaitu antara lain

hubungan orang tua-remaja, model identifikasi, homogenitas lingkungan,

perkembangan kognisi, sifat individu, pengalaman masa kanak-kanak,

pengalaman kerja, interaksi sosial, dan kelompok teman sebaya. Selain itu,

interaksi antar teman sebaya mendorong banyak peluang baik remaja

untuk mengeksplorasi kemungkinan nilai dan peran, dukungan emosional,

bantuan dan model perkembangan identitas (Barber et al. dalam Berk,

2012). Kualitas hubungan dengan teman sebaya dan afeksi yang diberikan

kepada remaja memiliki hubungan positif berkaitan dengan integrasi

identitas dan komitmen identitas (Rassart et al., 2012). Kelekatan terhadap

teman sebaya berhubungan positif dengan komitmen untuk hubungan dan

status eksplorasi identitas. Komitmen untuk identitas berhubungan positif

kepercayaan terhadap orang tua dan kepercayaan terhadap teman sebaya

dalam relasi-relasi (Meeus et al., 2002).

Rich & Schachter (2012) mengenai iklim dan perkembangan

identitas siswa, menemukan bahwa persepsi siswa terhadap iklim sosial

yang positif bermakna dan berguna bagi penegasan eksplorasi identitas.

Sekolah dan komunitas juga turut memberi pengaruh dan memberi

banyak peluang bagi ekplorasi identitas seorang remaja, aktivitas-aktivitas

seperti kegiatan ektrakulikuler yang mendorong rasa tanggungjawab dan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

13

harga diri, dinamika kelas yang merangsang pikiran tingkat tinggi, dan

berbagai pelatihan yang membuat seorang remaja menyibukan diri dalam

dunia kerja yang nyata (Coatsworth et al.; McIntosh et al., dalam Berk,

2012).

Budaya (etnisitas) juga turut memengaruhi satu aspek identitas

matang yang luput dari perhatian ialah membangun rasa kesinambungan

diri di tengah perubahan pribadi besar; dan yang terakhir kekuatan sosial

yang berperan memunculkan tantangan tertentu dan membentuk “identitas

idaman” untuk seorang remaja (Berk, 2012).

Purwanti (2013) menyebutkan individu yang sedang membentuk

identitas diri adalah individu yang ingin menentukan siapakah dan apakah

dirinya pada saat ini serta siapakah atau apakah yang individu inginkan di

masa yang akan datang. faktor-faktor yang memengaruhi identitas diri

remaja adalah pengaruh keluarga terhadap identitas, identitas budaya dan

etnis, dan jenis kelamin.

Silaban dkk. (2015) menemukan bahwa remaja mengembangkan

pemahaman mengenai diri sebagai proses berkomunikasi bersama orang

lain yang biasanya dimulai dari keluarga oleh orang tua dalam

menemukan dan menampilkan kapasitas identitas diri di sepanjang usia

kehidupan untuk mendapatkan konsep diri secara jelas.

Dengan faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya maka

dapat disimpulkan bahwa perkembangan atau pembentukan identitas

terjadi dan berlangsung sebagai proses yang berkesinambungan sejak

seorang individu memulai pengalaman pertama di dalam keluarga hingga

individu memasuki masa remaja sebagai titik di mana ekplorasi terhadap

identitas semakin tajam. Identitas diri dipengaruhi oleh banyak faktor yang

lebih utama dikenal seperti keluarga (parenting, relasi orang tua-remaja,

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

14

hubungan antar saudara kandung, iklim keluarga), teman sebaya

(dukungan teman sebaya, pertemanan, persahabatan, perbedaan gender,

interaksi antar teman sebaya), sekolah (iklim sosial, komunitas) dan

lingkungan (interaksi sosial, figur model, homogenitas lingkungan,

etnisitas).

Dalam kebutuhan penelitian, maka variabel kualitas pertemanan

dan iklim sosial menjadi variabel yang menarik untuk meneliti identitas

diri mahasiswa teologi tingkat pertama yang tinggal di asrama Teologi

UKAW Kupang ditinjau dari jenis kelamin.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu:

1. Apakah kualitas pertemanan dan iklim sosial sebagai prediktor

identitas diri remaja akhir mahasiswa teologi yang tinggal di

asrama Fakultas Teologi UKAW Kupang.

2. Apakah ada perbedaan identitas diri mahasiswa teologi yang

tinggal di asrama Fakutas Teologi UKAW Kupang ditinjau dari

jenis kelamin.

1.3. Tujuan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini ialah

sebagai berikut:

1. Menentukan kualitas pertemanan dan iklim sosial sebagai

prediktor identitas diri remaja akhir mahasiswa Teologi yang

tinggal di asrama Fakultas Teologi UKAW Kupang.

2. Menentukan apakah ada perbedaan identitas diri mahasiswa

Teologi yang tinggal di asrama Fakutas Teologi UKAW Kupang

ditinjau dari jenis kelamin.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

15

1.4.Manfaat

1. Manfaat teoritis

Memberi sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu psikologi

perkembangan dan menjadi refrensi bagi wawasan tentang

pengaruh kualitas pertemanan dan iklim sosial bagi identitas diri

remaja itu sendiri.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Fakultas dan Asrama Teologi

Menjadi referensi yang dapat dipakai untuk dalam pola

penanganan mahasiswa atau dalam hal ini mahasiswa serta

pada saat yang sama mengusahakan dalam program-program

untuk juga memberi perhatian bagi perkembangan identitas diri

yang sedang dialami oleh mahasiswa-mahasiswanya.

b. Bagi Penulis

Menjadi salah satu sumber belajar unutk memperdalam

pengetahuan tentang psikologi perkembangan yang begitu

kompleks dan menarik salah satunya ialah tentang remaja dan

perkembangannya secara khusus perkembangan identitas diri.

c. Bagi Penelitian selanjutnya

Menjadi sumber belajar, referensi dan bahan acuan yang

mendorong untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai

perkembangan remaja dalam hal perkembangan identitas

dengan mengembangkan peubah-peubah lainnya yang belum

pernah diteliti.

1.5.Sistematika Penulisan

Sistematika dalam tulisan ini terdiri terdiri dari lima bab, yaitu:

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13224/1/T2_832014005_BAB I.pdfakhir sekalipun. Pencapaian identitas diri yang mantap pada masa ini ...

16

1. Bab I, meliputi latar belakang tentang masalah penelitian, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat serta sistematika penulisan.

2. Bab II, meliputi tinjauan pustaka yaitu berkaitan dengan teori

untuk variabel-variabel penelitian, aspek-aspek dan faktor-faktor,

hasil-hasil penelitian sebelumnya, dinamika antar variabel, model

penelitian dan selanjutnya hipotesis penelitan.

3. Bab III, meliputi metode penelitian yang digunakan dalam

penelitan ini yaitu terdiri dari identifikasi penelitian, definisi

operasional, metodologi pengumpulan data, alat ukur, populasi dan

sampel, daya diskriminasi, reliabilitas alat ukur, uji asumsi klasik

dan uji hipotesis.

4. Bab IV, meliputi deskripsi tempat penelitian, prosedur penelitian,

deskripsi responden penelitian, uji diskriminasi dan reliabilitas

skala, kategorisasi skor, uji asumsi klasik, uji hipotesis serta

pembahasan.

5. Bab V, meliputi kesimpulan, saran kepada tempat penelitian yang

berkaitan dengan hasil penelitian ini, serta rekomendasi bagi

penelitian selanjutnya.