BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf ·...

27
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PERILAKU PROSOSIAL Pada hati manusia terdapat cinta, baik cinta kepada dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Salah satu bentuk cinta terhadap orang lain adalah dengan memberikan pertolongan kepada orang tersebut (Nashori, 2008). Istilah menolong erat kaitannya dengan istilah altruisme dan perilaku prososial. Bierhoff (2002) membedakan tiap istilah tersebut dan mendefiniskan masing-masing dari istilah tersebut, yaitu : a. Menolong adalah istilah yang paling luas, termasuk kepada semua bentuk dari hubungan yang membantu. b. Perilaku prososial, mempunyai arti yang lebih dangkal yaitu sebuah tindakan yang berniat untuk meningkatkan kondisi orang yang menerima pertolongan. Pemberi pertolongan tidak dimotivasi oleh tuntutan dari profesinya dan yang menerima pertolongan adalah harus orang bukan sebuah organisasi. c. Altruisme, istilah ini mengacu kepada perilaku prososial yang didalamnya tidak ada paksaan, motif dari pemberi pertolongan adalah karena sukarela dan empati. Berdasarkan kepada pengertian dari Bierhoff tersebut, maka menolong mempunyai makna yang lebih luas, dibandingkan dengan prososial

Transcript of BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf ·...

Page 1: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. PERILAKU PROSOSIAL

Pada hati manusia terdapat cinta, baik cinta kepada dirinya sendiri

maupun bagi orang lain. Salah satu bentuk cinta terhadap orang lain adalah

dengan memberikan pertolongan kepada orang tersebut (Nashori, 2008).

Istilah menolong erat kaitannya dengan istilah altruisme dan perilaku

prososial. Bierhoff (2002) membedakan tiap istilah tersebut dan

mendefiniskan masing-masing dari istilah tersebut, yaitu :

a. Menolong adalah istilah yang paling luas, termasuk kepada semua

bentuk dari hubungan yang membantu.

b. Perilaku prososial, mempunyai arti yang lebih dangkal yaitu sebuah

tindakan yang berniat untuk meningkatkan kondisi orang yang

menerima pertolongan. Pemberi pertolongan tidak dimotivasi oleh

tuntutan dari profesinya dan yang menerima pertolongan adalah harus

orang bukan sebuah organisasi.

c. Altruisme, istilah ini mengacu kepada perilaku prososial yang

didalamnya tidak ada paksaan, motif dari pemberi pertolongan adalah

karena sukarela dan empati.

Berdasarkan kepada pengertian dari Bierhoff tersebut, maka menolong

mempunyai makna yang lebih luas, dibandingkan dengan prososial

Page 2: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

14

dan altruisme. Bila dibuat kedalam gambar, maka hubungan dari

ketiga istilah tersebut adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Hubungan dari Menolong, Prososial, dan Altruisme (Bierhoff, 2002)

1. Pengertian Perilaku Prososial

Menurut Batson (Taylor et.al, 2009) perilaku prososial merupakan

kategori yang luas, yang mana didalamnya mencakup setiap tindakan

membantu orang lain, terlepas dari motif orang yang memberikan bantuan

tersebut. Perilaku prososial mempunyai cakupan yang lebih luas apabila

dibandingkan dengan altruisme (Nashori, 2008).

Menurut Eisenberg (Saripah, 2007) perilaku prososial adalah

tingkah laku seseorang yang bermaksud merubah keadaan psikis atau fisik

penerima sedemikian rupa, sehingga penolong akan merasa bahwa

penerima menjadi lebih sejahtera atau puas secara material ataupun

psikologis.

Tingkah laku prososial menurut Baron dan Byrne (2005) adalah

suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus

Helping

behaviour

Prosocial

behaviour altruism

Page 3: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

15

menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan

tindakan tersebut, dan mungkin mengandung suatu resiko bagi orang yang

menolongnya tersebut. Perilaku prososial bisa menjadi perilaku altruisme

ataupun tidak altruisme (Taylor et.al, 2009).

2. Perbedaan Prososial dengan Altruisme

Altruisme menurut Baron dan Byrne (2005) yaitu tingkah laku

yang merefleksikan pertimbangan untuk tidak mementingan diri sendiri

demi kebaikan orang lain. Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari

sifat egois yang hanya mementingkan diri sendiri, sehingga dalam

menolong lebih mengutamakan kepentingan orang lain (Myers dalam

Sarwono 1999).

Banyak perilaku prososial yang bukan altruisme (Taylor et.al,

2009), tetapi perilaku altruisme merupakan perilaku prososial. Menurut

Sears (Nashori, 2008) tindakan altruisme tak mengharapkan apapun

kecuali untuk kebaikan saja. Pelajaran tentang altruisme dalam Al Quran

berdasarkan kepada kisah antara kaum Anshar yang menolong kaum

Muhajirin ketika hijrah. Kisah tersebut diabadikan dalam surat Al Hasyr

(59) : 9 “Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah

dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka

mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak

menaruh keinginan dalam hati mereka (Anshar) terhadap apa-apa yang

diberikan kepada yang lain (Muhajirin), dan mereka mengutamakan

Page 4: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

16

(orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka

dalam kesusahan”. Menurut Nashori (2008) kata tidak menaruh keinginan

dalam hati mereka diartikan sebagai keikhlasan dalam menolong, tanpa

ada motif yang lain selain karena Allah. Menurut Bierhoff (2002)

Perbedaan antara prososial dengan altruisme adalah pada motif.

3. Perspektif Perilaku Prososial

Ada lima perspektif yang digunakan dalam memandang perilaku

prososial untuk mengetahui apa yang menjadi alasan, mengapa seseorang

berperilaku prososial terhadap orang lain (Taylor et.al, 2009). Kelima

perspektif tersebut adalah :

a. Perspektif Evolusi

Pendekatan perspektif evolusi dimulai dengan penelitian pada

beberapa species hewan, dimana mereka saling membantu untuk bisa

mempertahankan keberlangsungan hidup diri dan kelompoknya. Bila

dikaitkan dengan manusia maka pada pendekatan ini lebih

menekankan kepada kecenderungan bahwa perilaku prososial itu

adalah sebagai turunan atau warisan gen dari kedua orang tuanya.

Seperti pada kasus beberapa species hewan yang saling menolong,

alasan mengapa species hewan tersebut masih ada, dan tidak punah

adalah karena hewan tersebut, saling menolong satu sama lain

sehingga spesiesnya tetap terjaga. Hal ini karena sikap prososial itu

terus terwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Maka alasan

Page 5: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

17

mengapa seseorang berperilaku prososial adalah karena dia mewarisi

gen prososial dari orang tuanya, sehingga dia berperilaku seperti itu.

Menurut Sarwono (1999) inti dari perspektif evolusi, adalah

untuk mempertahankan jenis spesiesnya dalam proses evolusi. Ada

tiga hal yang disoroti dalam perspektif ini ketika seseorang menolong,

yaitu :

1) Perlindungan kerabat (kin protection), yaitu kecenderungan orang

untuk menolong seseorang yang masih mempunyai ikatan darah

atau kekerabatan.

2) Timbal balik biologik (biological reciprocity). Prinsip timbal balik

disini adalah dalam bentuk pertolongan, seseorang akan menolong

untuk memperoleh kembali pertolongan dari orang lain. Hal

tersebut dilakukan untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

3) Orientasi seksual, penelitian ini dilakukan kepada kaum

homoseksual. Kecenderungan mereka untuk menolong sangat

tinggi, bila dibandingkan kaum heteroseksual, karena mereka

menjadi kaum yang minoritas, sehingga mereka berperilaku

prososial agar bisa mempertahankan jenisnya.

b. Perspektif Sosiokultural

Kemunculan perspektif sosiokultural ini, lahir untuk

menjelaskan perilaku prososial yang muncul kepada orang lain yang

tidak memiliki hubungan darah. Menurut Campell (Taylor et.al, 2009)

masyarakat manusia perlahan-lahan dan secara selektif

Page 6: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

18

mengembangkan keterampilan dan keyakinan yang meningkatkan

kesejahteraan kelompok, karena perilaku prososial umumnya

bermanfaat bagi masyarakat, maka ia menjadi bagian dari aturan atau

norma sosial. Pada budaya tertentu perilaku prososial sangat

ditekankan kepada masyarakat yang berada didalamnya (Syafriman,

2007).

Pada perspektif sosiokultural, keharusan menolong adalah

karena adanya norma-norma dalam masyarakat (Sarwono, 1999). Ada

tiga norma sosial dasar yang lazim dalam masyarakat, yaitu :

1) Norm of social responsibility (norma tanggung jawab sosial),

norma ini menyatakan bahwa kita harus membantu orang lain yang

bergantung kepada kita. Misalnya, orang tua membantu anaknya,

guru membantu muridnya.

2) Norm of reciprocity (norma resiprositas), norma ini menyatakan

bahwa kita harus membantu orang lain yang pernah membantu

kita.

3) Norm of social justice (norma keadilan sosial), norma ini

menyatakan bahwa dalam setiap hubungan personal harus tercipta

keadaan adil yang merata pada setiap orang, sehingga untuk

menciptakan hal tersebut orang akan saling menolong.

c. Perspektif Belajar

Menurut Batson (Taylor et.al, 2009) perspektif belajar

menekankan pentingnya proses belajar untuk membantu orang. Hal ini

Page 7: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

19

dimulai ketika anak-anak, dimana saat itu anak diajari untuk saling

berbagi dan menolong. Ketika seorang anak memberikan bantuan

maka akan diberikan reinforcement.

Pada perspektif ini alasan seseorang menolong adalah karena

dibiasakan oleh masyarakatnya untuk menolong, dan juga masyarakat

tersebut menyediakan ganjaran yang positif atas perbuatan tersebut

(Macy dalam Sarwono, 1999). Studi tentang perspektif belajar ini,

menegaskan tentang peranan modeling berperan dalam membantu

perilaku prososial. Menurut Taylor et.al (2009) reinforcement dan

modeling sangat berperan penting dalam membentuk perilaku

prososial.

d. Perspektif Pengambilan Keputusan

Menurut Latene dan Darley (Taylor et.al, 2009), perspektif ini

muncul karena didasari karena adanya keputusan seseorang untuk

memberikan pertolongan. Berdasarkan kepada perspektif ini, setiap

pertolongan yang diberikan akan berproses melalui beberapa tahapan.

Apabila gagal pada salah satu tahapan maka pertolongan itu pun tidak

akan diberikan. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui seorang

yang akan menolong tersebut adalah sebagai berikut (Latene dan

Darley dalam Taylor et.al, 2009) :

1) Melihat kebutuhan

Pada tahap ini seseorang melihat situasi dan mulai

menyadari apakah bantuan perlu diberikan ataukah tidak perlu.

Page 8: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

20

Apabila calon penolong tersebut merasakan perlu diberikan

bantuan maka akan berlanjut kepada tahapan selanjutnya, tetapi

bila merasa tak perlu maka tak akan terjadi pertolongan itu.

2) Melaksanakan tanggung jawab sosial

Ketika pada tahap pertama keputusannya adalah perlu

memberikan pertolongan maka orang tersebut akan

memperhitungkan tanggung jawabnya dalam keadaan tersebut, bila

itu merupakan tanggung jawabnya maka dia akan memberikan

pertolongan dan bila tidak maka dia tidak akan membantu.

3) Menimbang untung rugi

Setelah diputuskan bahwa menolong adalah tanggung

jawabnya, selanjutnya orang yang akan memberikan pertolongan

mulai menimbang-nimbang tentang untung rugi yang akan

diperolehnya jika dia memberikan pertolongan. Seseorang akan

bertindak prososial jika dia menganggap keuntungan dari

membantu melebihi keuntungan dari tidak membantu.

4) Memutuskan cara membantu

Langkah terakhir dalam proses ini adalah menentukan cara

untuk memberikan pertolongan. Penolong yang berniat baik tidak

selalu bisa memberi pertolongan atau mungkin salah dalam

mengambil tindakan.

Tahapan pengambilan keputusan tersebut digambarkan dalam

bagan berikut ini

Page 9: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

21

Gambar 2.2 tahapan perilaku prososial (Latene dan Darley dalam Taylor et.al, 2009)

e. Perspektif Teori Atribusi

Pada perspektif ini menjelaskan bahwa keyakinan kepantasan

seseorang permasalahan akan sangat menentukan orang dalam

memberikan pertolongan. Calon penolong akan merasa bersimpati

kepada orang yang menderita karena bukan kesalahannya sendiri, atau

berada diluar kontrolnya. Atribusi dalam hal ini mempengaruhi reaksi

Melihat kebutuhan :

Apakah perlu pertolongan

Mengambil tanggung jawab personal :

Apakah bertanggung jawab atau tidak?

Mempertimbangkan untung rugi:

Apakah dengan menolong akan

menguntungkan

Memutuskan cara menolong :

Cara apa yang harus dilakukan

Bantuan diberikan

Tidak :

Tidak ada masalah

Tidak :

Bukan tanggung

jawabnya

Tidak :

Berbahaya dan tidak

menguntungkan

Tidak :

Tidak tahu cara

menolong

Page 10: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

22

emosional seseorang terhadap orang yang akan ditolongnya. Menurut

Schmidt dan Weiner (Taylor et.al, 2009) mengatribusikan kesulitan

seseorang dengan sebab-sebab yang dapat dikontrol mungkin

menimbulkan kejengkelan, penghindaran atau pengabaian, sebaliknya

mengatribusikan kesulitan seseorang dengan sebab yang tak dapat

dikontrol akan menimbulkan simpati dan membuat kita bersedia

menolong.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial

Beberapa hal yang mempengaruhi seseorang dalam menolong

orang lain adalah sebagai berikut :

a. Mood

Beberapa penelitian membuktikan bahwa orang bersedia

menolong apabila mereka sedang dalam keadaan good mood. Seorang

yang sedang dalam kondisi baik, lebih mudah memberikan pertolongan

kepada orang lain (Pines dan Maslach, 2002). Beberapa hal yang

mempengaruhi good mood sehingga bersedia menolong diantaranya

seperti, menemukan uang (Isen dan Simmonds), mendapatkan hadiah

(Isen dan Levin), atau pun setelah mendengarkan musik yang

menyenangkan (Fried dan Berkowistz). Kesimpulan sementaranya

adalah bahwa perasaan positif akan menaikkan kesediaan untuk

bertindak secara prososial. Hasil penelitian berbeda diungkapkan oleh

Page 11: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

23

Williamson dan Clark yang mengatakan kalau dengan menolong akan

memberikan mood yang positif (Taylor et.al, 2009).

b. Karakteristik personal atau trait

Menurut Guagano dalam Sarwono (1999) seseorang bersikap

prososial adalah karena adanya sifat menolong (agentic disposition)

yang sudah tertanam dalam kepribadian orang tersebut, sehingga sifat

ini sangat menentukan seseorang dalam bertindak. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Dinnia (2006) kepada siswa mu’alimin mengungkapkan

bahwa siswa dengan tipe kepribadian ekstrovert lebih tinggi

kecenderungan dalam menolong dibandingkan siswa yang introvert.

c. Waktu

Penelitian dari Darley dan Batson (dalam Taylor et.al, 2009)

menyimpulkan bahwa orang yang mempunyai waktu luang lebih

cenderung untuk bisa memberikan pertolongan daripada orang yang

sibuk dan tergesa-gesa. Menurut Pines dan Maslach (2002) seseorang

yang tidak terburu-buru, lebih memungkinkan untuk berhenti dan

menawarkan bantuan kepada orang yang sedang memerlukan bantuan.

Seseorang yang sedang sibuk akan menurunkan kemungkinan dalam

melakukan pertolongan, karena waktunya habis untuk dirinya

(Syafriman, 2007).

Page 12: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

24

d. Kemampuan

Seseorang yang mempunyai kemampuan, cenderung untuk

memberikan pertolongan. Apabila orang tersebut merasa tidak mampu

maka ia tidak akan memberikan pertolongan (Sarwono, 1999).

e. Agama

Menurut Sarwono (1999) faktor agama mempengaruhi

seseorang untuk menolong. Ada nilai-nilai keagamaan yang dianut

sehingga orang tersebut mau menolong orang lain. Didalam Al Quran

sebagai sumber ajaran Islam perintah tolong menolong ada pada surat

Al Maidah ayat kedua, “dan tolong-menolonglah kamu dalam

(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong

dalam berbuat dosa dan permusuhan”.

f. Kondisi lingkungan

Penelitian dari Cunningham (Taylor et.al, 2009) menyebutkan

bahwa orang lebih mau membantu ketika cuaca sedang cerah,

dibandingkan sedang turun hujan atau cuaca yang tidak nyaman.

Menurut Sarwono (1995) perubahan lingkungan sekitar bisa

mempengaruhi tingkah laku seseorang.

g. Bystander

Kehadiran orang dalam situasi tersebut (bystander)

mempengaruhi seseorang untuk menolong. Menurut Baron dan Byrne

(2005) semakin banyak bystander di lokasi, maka tanggung jawab

untuk menolong semakin berkurang, karena terjadi penyebaran

Page 13: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

25

tanggung jawab. Latene dan Darley (Taylor et.al, 2009) menamai

istilah bystander effect (efek orang sekitar) untuk peristiwa yang mana

apabila di tempat perkara terdapat banyak orang tetapi tidak ada yang

mau memberikan pertolongan.

h. Penampilan

Faktor penampilan pada diri calon penerima pertolongan

mempengaruhi orang yang memberikan pertolongan. Semakin menarik

semakin besar pula peluang pertolongan tersebut (Sarwono, 1999).

Selain penampilan yang menarik, kesamaan dalam penampilan antara

penolong dan yang ditolong juga bisa meningkatkan penolong dalam

bertindak (Sarwono, 1999).

i. Gender

Sebuah penelitian kepada lebih dari 6300 pejalan kaki di

Boston, Amerika menghasilkan bahwa ternyata 1,6% yang

menyumbang kepada peminta-minta jalanan, penyumbang laki-laki

lebih banyak daripada wanita (Goldberg dalam Sarwono, 1999).

Penelitian lain adalah dari Penner, Dertke & Achenbach serta Pomazal

& Clore (Sarwono, 1999) mengungkap bahwa wanita lebih banyak

ditolong daripada laki-laki, bila penolongnya laki-laki. Akan tetapi bila

penolongnya wanita sama saja, antara laki-laki dan wanita.

Page 14: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

26

B. DARAH DAN DONOR DARAH

1. Darah

a. Pengertian Darah

Darah adalah hal yang sudah tidak asing lagi bagi manusia.

Adapun beberapa definisi tentang darah adalah :

1) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2005 : 237) darah

adalah cairan yang terdiri atas plasma, sel-sel merah dan putih yang

mengalir dalam pembuluh darah manusia atau binatang.

2) Menurut Watson (2002) darah adalah cairan berwarna merah pekat,

yang membawa berbagai zat ke dan dari jaringan, pada sistem

transportasi tubuh.

b. Fungsi Darah

Peranan darah dalam tubuh begitu penting, hal itu tercermin dari

fungsi-fungsi vital yang dimain oleh dari itu sendiri, beberapa fungsi

dari darah pada tubuh manusia menurut Watson (2002) adalah :

1. Membawa nutrien ke jaringan

2. Membawa oksigen ke jaringan dalam bentuk oksihemoglobin

3. Membawa air ke jaringan

4. Membawa produk sisa ke organ yang akan mengekskresinya

5. Melawan infeksi bakteri melalui kerja sel darah putih dan antibodi

6. Membawa zat yang dibutuhkan kelenjar untuk menghasilkan sekret

7. Mendistribusikan sekret dari kelenjar buntu dan enzim

Page 15: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

27

8. Mendistribusikan panas secara merata ke seluruh tubuh dengan

demikian mengatur suhu tubuh

9. Menghentikan pendarahan melalui proses pembekuan

c. Sifat Darah

Darah yang beredar pada tubuh manusia mempunyai

karakteristik yang khas berbeda dengan hewan. Menurut Kurnadi

(2008) darah dalam keadaan normal akan selalu berada di dalam

pembuluh pembuluh (arteri, kapiler, vena). Darah lebih berat dari air.

Berat jenis darah 1,058. pH darah 7,35-7,45. Darah lebih kental dari air

dengan viskositas (kekentalan) 4,5-5,5 (viskositas air = 1). Temperatur

darah ±38° C. Darah berbau air dan sedikit terasa asin dengan

konsentrasi NaCl 0,85-0,9%.

Sifat darah semua manusia memang sama, akan tetapi volume

darah yang beredar dalam tubuh setiap orang berbeda-beda dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu berat badan, jenis kelamin (sex), kegemukan,

keadaan hidrasi tubuh, dan keadaan sistem kardiovaskuler. Namun

volume darah diperkirakan 1/12-1/13 kali (±8% dari berat badan

seseorang) (Kurnadi, 2008).

d. Komposisi Darah

Pada umumnya darah berwarna merah. Menurut Brown (1989)

warna merah dalam darah dikarenakan adanya hemoglobin yang

terkandung dalam sel darah. Selain mengandung hemoglobin, darah

Page 16: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

28

pun memiliki bagain-bagian yang lain. Secara umum komposisi darah

terdiri atas dua komponen utama (Kurnadi, 2008) yaitu :

1. Plasma Darah

Plasma darah adalah bagian darah yang cair yang

mengandung larutan elektrolit dan protein (Bevelander dan Ramley,

1988). Plasma darah didapat dengan cara memutar atau

mensentrifugal, suatu tabung yang berisi darah yang telah diberi zat

anti beku (antikoagulan), sehingga akan terpisah menjadi cairan

bagian bawah yang padat berisi sel-sel darah (45%) dan bagian atas

berupa cairan kekuningan (55%) yang disebut plasma (Kurnadi,

2008).

Komposisi utama dari plasma darah adalah air, sisanya

adalah protein dan zat-zat lain. Menurut Kurnadi (2008) jumlah dari

dalam plasma darah sekitar 91% yang berfungsi sebagai pelarut ion

dan molekul dan juga untuk mensuspensikan sel-sel darah. Sisa dari

komposisi plasma darah diisi oleh zat-zat terlarut yaitu plasma

protein (±7%) sedangkan sisanya ±2% terdiri atas nutrien, garam-

garam mineral, enzim dan hormon, gas-gas, dan zat-zat organik

lainnya.

2. Sel Darah

Komposisi sel darah dalam darah lebih sedikit dari pada

plasma darah, yaitu sekitar 45% dan itu pun masih terbagi kedalam

beberapa bagian pula. Menurut Bevelander dan Ramley (1988)

Page 17: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

29

secara struktural sel darah terdiri atas beberapa bagian, yaitu

eritrosit, leukosit, platelet atau keping darah.

a) Eritrosit

Eritrosit atau sel darah merah, memiliki bentuk cakram

yang bikonkaf, dengan diameter 7,7µ. Membran sel eritrosit

terdiri dari protein, phospolipid, dan cholesterol (kurnadi, 2008).

Pada eritrosit terdapat hemoglobin yang berfungsi untuk mengikat

oksigen sehingga berwarna merah.

Menurut Kurnadi (2008) fungsi dari eritrosit adalah untuk

mengangkut hemoglobin, untuk mengikat O2 dan CO2. Selain itu

juga berfungsi sebagai sistem buffer darah, karena hemoglobin

mampu mengikat H+ menjadi HHb.

b) Leukosit

Leukosit adalah sel darah putih yang berperan dalam

sistem pertahanan tubuh atau imun. Leukosit memiliki bentuk

yang khas, nukleus, sitoplasma dan organel dari leukosit bersifat

mampu bergerak pada keadaan tertentu, sehingga leukosit ini

mampu keluar dari pembuluh darah menuju jaringan dalam

melaksanakan fungsinya (Brown, 1989). Sifat dari leukosit ini

adalah aktif beda dengan eritrosit yang pasif.

c) Platelet.

Platelet disebut juga trombosit atau dikenal dengan nama

keping darah. Ukuran platelet ini sangat kecil, sekitar 2µ m,

Page 18: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

30

sehingga kadang tidak dimasukkan kedalam bagian sel darah

(Bevelander dan Ramley, 1988). Bentuk dari platelet ini bulat

atau lonjong dan tidak memiliki inti. Platelet berperan dalam

proses pembekuan darah bila terluka untuk mencegah pendarahan

(Kurnadi, 2008).

e. Haemopoiesis (Pembentukan Sel Darah)

Darah yang ada pada tubuh manusia yang sehat tidak akan

habis, karena tubuh senantiasa memproduksi darah. Adapun darah yang

lama akan hancur oleh mekanisme tubuh dengan sendirinya, dan

digantikan oleh darah yang baru. Setelah beredar didalam tubuh sekitar

120 hari, maka sel darah akan mengalami lisis atau penghancuran.

Proses lisis terjadi karena metabolisme sel darah perlahan-lahan

memburuk, sehingga akhirnya hancur (Hoffbrand dan Pettit, 1996).

Maka untuk mengganti darah yang hancur tadi, tubuh akan aktif

membentuk darah, sehingga komposisi darah dalam tubuh akan tetap

terjaga baik secara kualitas ataupun kuantitasnya.

Proses pembentukan darah dikenal dengan istilah

haemopoiesis, proses ini sudah dimulai sejak beberapa minggu

kehamilan (Hoffbrand dan Pettit, 1996). Seiring makin berkembang dan

lengkapnya organ pada tubuh manusia, maka tempat pembentukan sel

darah pun berubah tempat pula. Berikut ini adalah tabel tempat

haemopoiesis, berdasarkan kepada perkembangan manusia.

Page 19: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

31

Tabel 2.1 Tempat Haemopoiesis (Hoffbrand dan Pettit, 1996)

Fase Tempat Janin 0 -2 bulan - indung telur (yolk sac)

2- 7 bulan - hati, limpa 5- 9 bulan – sumsum tulang

Bayi Sumsum tulang (praktis semua tulang) Dewasa Tulang belakang, iga, sternum, tengkorak, sakrum dan

pelvis, ujung proksimal femur

Pada orang dewasa, tempat utama pembentukan sel darah

merah berada di sumsum tulang. Pada proses pembentukan tulang,

terdapat satu ruangan kosong. Kemudian ruang tersebut diinvasi oleh

mesenkima, kemudian disebut sebagai sumsum tulang, yang pada

akhirnya berfungsi sebagai pembentuk sel darah (Bevelander dan

Ramley, 1988).

Ketika seseorang kehilangan darah, maka sebenarnya dalam

jangka waktu tertentu darah yang hilang itu bisa kembali lagi, melalui

proses haemopoiesis. Akan tetapi bila kehilangan darah cukup banyak

dan membutuhkan penggantinya dalam waktu yang cepat, tubuh tidak

bisa memproduksi darah tersebut, sehingga untuk membantu proses

tersebut dilakukanlah transfusi darah dari pendonor darah.

Pendonor yang sudah mendonorkan darahnya, memang

kehilangan darahnya, akan tetapi, karena jumlah darah yang

dikeluarkannya pun sesuai dengan ukuran, maka tidak akan

mempengaruhi fungsi tubuhnya. Lambat laun darah yang telah keluar

itu pun akan tergantikan kembali.

Page 20: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

32

f. Golongan Darah

Setiap individu yang terlahir, mempunyai golongan darah yang

berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh genetika dari orang tuanya..

Menurut Kurnadi (2008) permukaan membran sel darah merah

(eritrosit) mengandung berbagai jenis glikoprotein yang bersifat

antigen, antigen-antigen ini disebut juga aglutinogen. Sebenarnya ada

beberapa jenis golongan darah, tetapi yang penting dan sering dipakai

dalam praktek adalah sistem ABO dan Rhesus.

Menurut Watson (2002) darah individu tidak selalu bisa

dicampur secara aman dengan darah individu yang lain. Kenyataan ini

diketahui dari tranfusi darah, yang pada mulanya dapat menyembuhkan,

tetapi juga kadang-kadang membunuh pasien.

Menurut Kurnadi (2008), penggolongan darah berdasarkan

sistem ABO, mengenal 2 jenis aglutinogen yaitu aglutinogen A dan

aglutinogen B pada permukaan eritrosit. Sedangkan pada plasma darah

mengandung antibodi yang disebut aglutinin terhadap aglutinogen yang

berbeda. Sehingga bila terjadi percampuran dua darah dengan jenis

golongan darah yang berbeda darah akan menggumpal, karena masing-

masing aglutinin bereaksi mengumpalkan sel darah satu sama lain.

Berikut ini adalah tabel tentang aglutinogen dan aglutinin masing-

masing golongan darah.

Page 21: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

33

Tabel 2.2 aglutinogen dan aglutini pada setiap golongan darah (Kurnadi, 2008)

Golongan darah Aglutinogen (eritrosit) Aglutinin (plasma)

A B O

AB

A B -

A + B

β α

α + β -

Pada saat donor darah akan selalu diperiksa terlebih dahulu

golongan darah, untuk menentukan termasuk kepada golongan darah

mana, agar ketika ditransfusikan darah tersebut tidak akan

menggumpal, sehingga bisa menyebabkan kematian pada resipien yang

menerima darah tersebut, karena berbeda golongan darah.

2. Donor darah

a. Pengertian Donor Darah dan Transfusi Darah

Istilah donor darah berkaitan erat dengan istilah transfusi, agar

tidak tertukar maka perlu diketahui apa definisi dari tiap istilah tersebut.

Definis donor darah adalah :

1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 274) Donor darah

adalah penderma darah (yang menyumbangkan darahnya untuk

menolong orang lain yang memerlukan).

Adapun definisi tranfusi darah adalah :

1. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2005 : 1209) transfusi

darah pemindahan atau pemasukan darah dan sebaginya kepada

orang yang memerlukan ; untuk menolong penderita yang

Page 22: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

34

mengalami pendarahan, cara yang paling baik adalah dengan

memberikan darah.

2. Menurut Hoffbrand dan Pettit (1996) transfusi darah adalah

pemberian infus seluruh darah atau suatu komponen darah dari satu

individu (donor) ke individu lain (resipien).

Antara donor dan transfusi darah memang berkaitan, akan tetapi

keduanya berbeda. Tranfusi darah adalah tindak lanjut dari donor darah.

b. Manfaat Donor Darah

Donor darah berarti secara sederhana adalah memberikan darah

yang ada pada tubuh kita kepada orang lain yang membutuhkan. Maka

sebagian besar manfaat itu akan dirasakan oleh penerima darah tersebut.

Sebenarnya bagi pendonor pun ada beberapa manfaat yang bisa

diperoleh ketika melakukan donor darah, beberapa manfaat tersebut,

diantaranya adalah :

1) Donor darah mempercepat proses penggantian sel-sel darah.

Sehingga tubuh kita bisa menjadi lebih sehat, karena darah hanya

mampu bertahan kurang lebih selama 100 hari (Elfazia, 2009).

2) Donor darah dapat mengurangi kandungan besi yang berlebihan

dalam darah, sehingga bisa menghindari tubuh dari penyakit jantung

atau penyakit lainnya yang terjadi karena penumpukan zat besi

dalam organ (Paskah, 2008)

3) Mendapat pemeriksaan kesehatan, untuk mengetahui dan

mendeteksi apabila ada penyakit, karena ketika melakukan donor

Page 23: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

35

darah, terlebih dahulu akan ada pemeriksaan khusus (Tensi dan cek

Hb ) selain itu juga PMI akan mengirim surat pemberitahuan bila

darah kita mengandung penyakit yang dapat ditularkan kepada

penerima darah (Anindita, 2009) sehingga kita bisa mengetahui

kondisi tubuh kita.

4) Bagi pendonor yang belum mengetahui golongan darahnya sendiri,

maka dengan donor darah dapat mengetahui jenis golongan

darahnya (Wartamedika, 2008).

C. PERILAKU PROSOSIAL PADA PENDONOR DARAH

Piliavin dan Callero (Taylor (2009), melakukan penelitian terhadap

beberapa pendonor darah. Pada mulanya alasan mereka mendonor adalah

karena mereka mempunyai teman atau keluarga yang menjadi pendonor,

sehingga tercipta suatu modeling dalam perilaku prososial. Beberapa perilaku

prososial pada pendonor darah, terjadi karena adanya contoh dari keluarga

atau teman yang rutin donor darah. Modeling ini memampukan pendonor

untuk mengatasi keengganannya dalam memberi sumbangan darah untuk

pertama kali. Menurut Myers (1999) modeling membantu seseorang dalam

meningkatkan keinginan untuk melakukan donor darah.

Seiring dengan berjalannya waktu, pendonor ini pelan-pelan

mengembangkan motivasi internal untuk memberikan darah ; mereka

menyumbang karena mereka menganggap itu sudah seharusnya, bukan

karena diminta menyumbang. Selain itu, pendonor yang rajin ini berhasil

Page 24: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

36

mengatasi atau “menetralisir” ketakutan dalam menyumbangkan darahnya.

Mereka menganggap donor darah sebagai aktivitas yang bermakna yang

memperkaya konsep diri mereka (Piliavin & Callero dalam Taylor, 2009).

Para pendonor darah tersebut, kemudian menjadikan aktivitasnya

tersebut sebagai bentuk pernyataan sosial diri mereka, sebagai bentuk

pengembangan identitas sosial mereka (Taylor et.al, 2009). Menurut Pilliavi

(Myers, 1999), menyebutkan bahwa para pendonor setuju bahwa donor darah

membuat perasaan mereka senang dan memberikan mereka kepuasan diri.

Menurut Clary et.al (Myers, 1999) perilaku menolong dalam donor

darah, bisa karena enam motif, yaitu : value, pemahaman, sosial, karir,

proteksi diri, dan pengayaan diri. Pada penelitian lain keenam motif jadi

adalah sebagai fungsi ketika seseorang menjadi relawan dan atau menolong

(Clary et.al, 1998 ; Snyder, Clary & Stukas, 2000 dalam Taylor 2009)

1. Banyak relawan menekankan pada nilai personal seperti kasih sayang pada

orang lain, keinginan untuk menolong orang yang kurang beruntung,

perhatian khusus pada kelompok atau komunitas. Menurut Bierhoff (2002)

donor darah berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan dalam kelompok

atau komunitas seseorang tersebut.

2. Untuk mendapatkan pemahaman yanag lebih mendalam, untuk

mempelajari suatu kejadian sosial, mengeksplorasi kekuatan personal,

mengembangkan keterampilan baru, dan belajar bekerja sama dengan

berbagai macam orang. Beberapa relawan AIDS menunjukkan keinginan

untuk belajar cara orang menghadapi penyakit AIDS.

Page 25: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

37

3. Motif sosial, yaitu merefleksikan keinginan untuk berteman, melakukan

aktivitas yang memiliki nilai signifikan, atau mendapatkan penerimaan

sosial.

4. Pengembangan karier. Kegiatan sukarela dapat membantu individu

mengeksplorasi opsi karier, membangun kontak potensial, dan menambah

daftar aktivitas yang bernilai social di resume mereka.

5. Fungsi proteksi, artinya aktivitas ini mungkin membantu seseorang lepas

dari kesulitan, merasa tidak kesepian, atau mereduksi perasaan bersalah.

6. Pengayaan diri. Kegiatan sukarela mungkin membantu orang merasa

dibutuhkan atau menjadi orang yang penting, memperkuat harga diri, atau

bahkan mengembangkan kepribadian. Relawan AIDS menegaskan bahwa

mereka bisa “mendapatkan pengalama menghadapi hal-hal yang

menyulitkan perasaan” dan “merasa diri menjadi lebih baik” (Snyder &

Otomo, 1992 dalam Taylor et.al 2009).

Table 2.3 motif menjadi relawan dan fungsi (Clary et.al, 1998 ; Snyder, Clary & Stukas, 2000 dalam Taylor et.al 2009)

Motif Fungsi

Nilai menjadi relawan memampukan seseorang untuk mengekspresikan nilai-nilai personal seperti kasih sayang dan perhatian pada orang yang kurang beruntung.

Pemahaman menjadi relawan memampukan seseorang memperoleh pengetahuan baru, keterampilan baru dan pengalaman baru.

Sosial menjadi relawan adalah salah satu cara beraktivitas yang dihargai orang lain, untuk mendapat persetujuan sosial, dan memperkuat hubungan sosial

Karir menjadi relawan memeberikan kesempatan untuk menambah pengalaman untuk tujuan karir atau pekerjaan

Proteksi diri menjadi relawan membantu seseorang mengalihkan perhatian pada masalahnya sendiri dan menghindari perasaan bersalah

Pengayaan diri menjadi relawan menyediakan peluang untuk pertumbuhan personal dan memperkuat harga diri

Page 26: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

38

D. PENELITIAN TERDAHULU YANG BERKAITAN

Ada beberapa penelitian dengan tema prososial yang sebelumnya telah

dilakukan diantaranya adalah Saripah (2007) yang meneliti tentang

bimbingan perilaku prososial di taman penitipan anak, yang hasilnya

menunjukkan bahwa pada taman penitipan anak terdapat bimbingan yang bisa

meningkatkan anak supaya berperilaku prososial. Penelitian selanjutnya

adalah Dinnia (2006) yang meneliti tentang hubungan antara tipe kepribadian

introvert ekstrovert dengan kecenderungan perilaku prososial. Hasilnya

didapatkan bahwa terdapat hubungan antara tipe kepribadian dengan

kecenderungan perilaku prososial. Adapun tipe kepribadian yang cenderung

lebih prososial adalah tipe ekstrovert.

Penelitian tentang perilaku prososial selanjutnya adalah dari

Syafriman (2007), yang meneliti tentang perbedaan perilaku prososial antara

orang suku Melayu dan Tionghoa. Hasil dari penelitian adalah :

1. Ada perbedaan yang signifikan perilaku prososial orang Melayu

dengan orang Tionghoa, ternyata perilaku prososial orang Melayu

lebih tinggi daripada orang Tionghoa

2. Perilaku prososial pada generasi tua dengan generasi muda tidak ada

perbedaan

3. Tidak ada perbedaan yang signifikan perilaku prososial antara lelaki

dengan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat di lingkungan

Page 27: BAB II - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0607528_chapter2(1).pdf · Altruisme ini juga merupakan kebalikan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri

39

Berdasarkan kepada penelitian Syafriman ini, didapat kesimpulan

kalau yang mempengaruhi perilaku prososial adalah, budaya. Faktor lain

seperti usia dan jenis kelamin tidak berpengaruh pada penelitiannya.

Adapun penelitian dengan tema yang sama yaitu tentang perilaku

prososial pada pendonor darah, belum peneliti temui. Berdasarkan dari

penelitian sebelumnya maka peneliti mencoba untuk menggali lebih dalam

tentang perilaku prososial pada pendonor darah melalui penelitian ini.