BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Altruisme 2.1.1 Pengertian ...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Altruisme 2.1.1 Pengertian ...
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Altruisme
2.1.1 Pengertian Altruisme
Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI)
altruisme merupakan paham (sifat) yang lebih
memperhatikan dan mengutamakan kepentingan
orang lain (kebalikan dari egoisme), sikap yang ada
dalam diri manusia yang bersifat naluri, berupa
dorongan untuk berbuat jasa kepada orang lain
(KBBI, 2019). Kata altruisme pertama kali muncul
pada abad ke-19 oleh Comte. Kata ini berasal dari
bahasa Yunani, yaitu Alteri yang berarti orang lain.
Menurut Comte, seseorang memiliki tanggung jawab
moral untuk melayani umat manusia sepenuhnya
sehingga altruisme menjelaskan sebuah perhatian
yang tidak mementingkan diri sendiri untuk
kebutuhan orang lain. Senada menurut menurut
Baston, altruisme adalah respon yang menimbulkan
positive feeling, seperti empati. Seseorang yang
altruis memiliki motivasi altruistik, keinginan untuk
selalu menolong orang lain yang menimbulkan
positive feeling dalam dirinya yang berasal dari
motivasi altruistik sehingga dapat memunculkan
tindakan untuk menolong orang lain (Arifin, 2015).
Altruisme merupakan perilaku menolong yang tidak
mementingkan diri sendiri dan dimotivasi oleh
keinginan untuk bermanfaat bagi orang lain.
Menurut Jenny Marcer dan Debbie Clayton
(2012) menjelasakan dalam bukunya bahwa istilah
altruisme dan prososial kerap digunakan untuk
13
merujuk pengertian yang sama, perbedaannya adalah
perilaku prososial dapat mencakup diterimanya
penghargaan menolong, sedangkan altruisme
menggambarkan tindakan prososial sebagai tujuan itu
sendiri, tanpa memberikan keuntungan bagi si altruis.
Menurut Sears, dkk (1994) altruisme adalah tindakan
sukarela yang dilakukan seorang atau sekelompok
orang untuk menolong orang lain tanpa
mengharapkan imbalan apapun. Sedangkan menurut
Myers (2012) altruisme adalah motif untuk
meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa sadar
untuk kepentingan pribadi seseorang (kecuali
mungkin perasaan telah melakukan kebaikan).
Tindakan altruistik selalu bersifat konstruktif,
membangun, memperkembangkan, dan
menumbuhkan kehidupan sesama. Suatu tindakan
altruistik tidak berhenti pada perbuatan itu sendiri,
tetapi keberlanjutan tindakan itu sebagai produknya,
bukan sebagai ketergantungan. Istilah tersebut
disebut moralitas altruistik, yaitu tindakan menolong
tidak hanya mengandung kemurahan hati atau belas
kasihan, tetapi diresapi dan dijiwai oleh kesukaan
memajukan sesama tanpa pamrih. Berdasarkan hal
tersebut seseorang yang altruis dituntut untuk
memiliki tanggung jawab dan pengorbanan yang
tinggi (Arifin, 2015).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka
dapat disimpulkan altruisme merupakan tindakan
menolong orang lain secara sukarela tanpa
mengharap balasan apapun, menolong tanpa pamrih,
bahkan rela mengambil resiko demi mensejahterakan
14
orang lain yang ditolongnya, karena didalam dirinya
terdapat motivasi untuk selalu menolong orang lain
yang menimbulkan perasaan positif (positive feeling)
dan kepuasan tersendiri melalui tindakan menolong
orang lain.
2.1.2 Aspek-aspek Altruisme
Adapun aspek-aspek dari perilaku Altruis
menurut Durkheim (1990) adalah sebagai berikut:
1) Menolong sesama tanpa pamrih
2) Tidak egois
3) Bersedia berkorban
4) Peka dan siap bertindak demi membantu sesama
5) Mempunyai rasa belas kasihan
6) Murah hati
7) Tidak tegaan
8) Penuh kasih sayang.
Alruisme tidak dapat diukur menggunakan
angka, namun bisa di analisis melalui perbuatan-
perbuatan yang tampak dan dapat dilihat oleh panca
indra. Untuk mendeteksi seberapa besar tingkat
altruis seseorang kita dapat mengukurnya lewat
aspek-aspek altruisme. Myers membagi perilaku
altruistik kedalam tiga aspek:
1) Memberikan perhatian terhadap orang lain,
Seseorang membantu orang lain karena adanya
rasa kasih sayang, pengabdian, kesetiaan yang
diberikan tanpa ada keinginan untuk
memperoleh imbalan untuk dirinya sendiri.
2) Mambantu orang lain, seseorang membantu
orang lain didasari oleh keinginan yang tulus dan
15
dari hati nurani orang tersebut tanpa adanya
pengaruh dari orang lain.
3) Meletakkan kepentingan orang lain di atas
kepentingan sendiri, dalam memberikan bantuan
kepada orang lain, kepentingan yang bersifat
pribadi dikesampingkan dan lebih fokus terhadap
kepentingan orang lain (Myers, 2012).
Dari beberapa aspek di atas, dapat disimpulkan
bahwa altruisme tidak dapat diukur menggunakan
angka, namun bisa di analisis melalui perbuatan-
perbuatan yang tampak dan dapat dilihat oleh panca
indra. Sebagaimana menurut Myers di atas, bahwa
terdapat aspek kemampuan memberikan perhatian
terhadap orang lain, membantu orang lain, dan
meletakkan kepentingan orang lain di atas
kepentingan diri sendiri. Sama halnya dengan aspek-
aspek perilaku altruis menurut Durkhem, hanya saja
menurut emile durkheim terdapat tujuh aspek
altruistik, yaitu Menolong sesama tanpa pamrih,
tidak egois, Bersedia berkorban, Peka dan siap
bertindak demi membantu sesama, mempunyai rasa
belas kasihan, murah hati, tidak tegaan, dan penuh
kasih sayang.
2.1.3 Karakteristik Altruisme
Menurut (Myers, 2012) karakteristik
seseorang yang memiliki sifat altruisme yaitu orang
yang memiliki lima sifat pada dirinya, sifat tersebut
yaitu:
1) Empati
Perilaku altruistis akan terjadi dengan adanya
empati dalam diri seseorang. Seseorang yang paling
16
altruis merasa diri mereka paling bertanggung
jawab, bersifat sosial, selalu menyesuaikan diri,
toleran, dapat mengontrol diri, dan termotivasi untuk
membuat kesan yang baik.
2) Belief On A Just World (Meyakini Keadilan Dunia)
Seorang yang altruis yakin akan adanya keadilan
di dunia (just world), yaitu keyakinan bahwa dalam
jangka panjang yang salah akan dihukum dan yang
baik akan dapat hadiah. Orang yang keyakinannya
kuat terhadap keadilan dunia akan termotivasi
dengan mudah menunjukkan perilaku menolong.
3) Sosial Responsibility (Tanggung Jawab Sosial)
Setiap orang bertanggung jawab terhadap
apapun yang dilakukan orang lain, sehingga ketika
ada orang lain yang membutuhkan pertolongan
orang tersebut harus menolongnya.
4) Kontrol Diri Secara Internal (internal locus of
control)
Setiap individu yang memiliki perilaku altruisme
mempunyai kontrol diri secara internal (internal
locus of control) dimana segala sumber motivasi,
segala yang dilakukan itu berasal dari dalam dirinya.
5) Ego yang rendah (low egosentris)
Setiap individu yang memiliki perilaku altruisme
tidak pernah mementingkan dirinya sendiri, tidak
bersikap egosentris. Individu yang altruis
menempatkan kebutuhan orang lain di atas
kepentinganya sendiri.
Nashori, (2008) mengutip dari Leeads yang
menjelaskan tiga ciri altruistik, yaitu:
17
1) Tindakan tersebut bukan untuk kepentingan
sendiri pada saat pelaku melakukan tindakan
altruistik, mungkin saja ia mengambil resiko
yang berat namun ia tidak mengharap imbalan
materi, nama, kepercayaan, dan tidak pula
untuk menghindari kecaman orang lain.
2) Tindakan tersebut dilakukan secara sukarela
tidak ada keinginan untuk memperoleh apapun
karena kepuasan yang diperoleh dari tindakan
sukarela ini adalah semata-mata dilihat dari
sejauh mana keberhasilan tindakan tersebut.
3) Hasilnya baik untuk si penolong maupun yang
menolong tindakan altruistik tersebut sesuai
dengan kebutuhan orang yang ditolong dan
pelaku memperoleh internal reward (misalnya,
kebanggaan, kepuasan diri, bahagia, dan lain
sebagainya) atas tindakannya.
Adapun dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa, karakteristik menurut Myers
cenderung menjelaskan 5 sifat altruis pada diri
individu, yaitu sifat empati, meyakini keadilan dunia,
memiliki tanggung jawab sosial, kontrol diri secara
internal, dan ego yang rendah. Sedangkan
karakteristik menurut Leeads cenderung
menjelaskan tentang tindakan altruistik seseorang
berdasarkan kepentingan orang lain, tindakan
sukarela, dan hasil yang baik untuk penolong
maupun orang yang menolong.
2.1.4 Faktor-faktor Perilaku Altruisme
Faktor altruisme menurut Wortman dkk
(dalam Arifin, 2015) menjelaskan beberapa yang
18
mempengaruhi seseorang dalam memberikan
pertolongan kepada orang lain adalah sebagai
berikut:
1) Suasana Hati
Individu akan terdorong untuk memberikan
pertolongan lebih banyak jika suasana hati
sedang senang. Hal ini merupakan alasan saat
merasakan suasana yang senang, orang
cenderung ingin memperpanjangnya dengan
perilaku yang positif.
2) Empati
Merupakan pengalaman menempatkan diri pada
keadaan emosi orang lain, menjadikan orang
yang berempati seolah-olah mengalaminya
sendiri sehingga orang yang berempati akan
mendorong untuk melakukan pertolongan
altruistis.
3) Meyakini Keadilan Dunia
Faktor lain yang mendorong terjadinya altruisme
adalah keyakinan akan adanya keadilan dunia
(just world), yaitu keyakinan bahwa dalam
jangka panjang orang yang salah akan dihukum
dan orang yang baik akan mendapat ganjaran.
4) Faktor Sosiobiologis
Perilaku altruistis memberi kesan kontra-
produktif mengandung risiko tinggi termasuk
luka bahkan mati. Perilaku seperti ini muncul
karena ada proses belajar dengan lingkungan
terdekat, dalam hal ini pengalaman yang
diajarkan oleh orang tua yang berkontribusi
unsur genetik meskipun minimal.
19
5) Faktor Situasional
Karakter yang membuat seseorang menjadi
altruistis bahwa seseorang akan menjadi penolong
lebih sebagai produk lingkungan daripada faktor
yang ada dalam dirinya, sehingga faktor situasional
turut mendorong seseorang untuk memberikan
pertolongan kepada orang lain.
Sedangkan menurut Sarwono dan Meinarno
(2009) altruisme dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu faktor situasional dan faktor personal. Adapun
faktor situasional dibagi menjadi enam, yaitu
bystander, daya tarik, atribusi terhadap korban,
adanya model, desakan waktu dan sifat kebutuhan
korban, sedangkan faktor personal dibagi menjadi
lima, yaitu suasana hati (mood), sifat, jenis kelamin,
tempat tinggal dan pola asuh. Faktor-faktor tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Faktor Situasional
merupakan pengaruh eksternal yang diperlukan
sebagai motivasi yang memungkinkan timbul
dalam diri individu pada situasi itu. Adapun
pengaruh ini terdiri atas:
a. Kehadiran Orang Lain (bystander)
orang-orang yang berada disekitar kejadian
mempunyai peran sangat besar daelam
mempengaruhi seseorang saat memutuskan
antara menolong atau tidak karena dihadapkan
pada keadaan darurat. Karena biasanya yang
terjadi adalah penyebaran tanggung jawab
(diffusion of responsibility)
20
b. Daya Tarik
Sejauh mana seseorang mengevaluasi korban
secara positif (memiliki daya tarik) akan
mempengaruhi kesediaan orang untuk
memberikan bantuan. Apapun faktor yang
dapat meningkatkan ketertarikan bystander
kepada korban, akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya respon untuk
menolong.
c. Atribusi Terhadap Korban
Seseorang akan termotivasi untuk memberikan
bantuan pada rang lain bila ia mengasumsikan
bahwa ketidakberuntungan korban adalah
diluar kendali korban.
d. Menolong Jika Orang Lain Menolong
Sesuai dengan prinsip timbal balik dalam teori
norma sosial, adanya individu yang sedang
menolong orang lain akan lebih memicu kita
untuk ikut menolong.
e. Desakan Waktu
Sesuai dengan prinsip timbal balik dalam teori
norma sosial, adanya individu yang sedang
menolong orang lain akan lebih memicu kita
untuk ikut menolong.
f. Sifat Kebutuhan Korban
Kesediaan untuk menolong dipengaruhi oleh
kejelasan bahwa korban benar-benar
membutuhkan pertolongan (clarity of need),
dan bukanlah tanggung jawab korban sehingga
ia memerlukan bantuan dari orang lain (atribusi
eksternal).
21
2) Pengaruh Dari Dalam Diri Individu
Berperan dalam perilaku individu dalam
berperilaku menolong, Pengaruh dari dalam diri
tersebut dipengaruhi oleh:
a. suasana hati (mood), emosi seseorang dapat
mempengaruhi kecenderungannya untuk
menolong. Emosi positif dan emosi negatif
mempengaruhi kemunculan tingkah laku
menolong.
b. Sifat, Orang yang mempunyai sifat pemaaf, ia
akan mempunyai kecenderungan mudah
menolong. Orang yang mempunyai
pemantauan diri (self monitoring) yang tinggi
juga cenderung lebih penolong, karena dengan
jadi penolong ia akan memperoleh
penghargaan sosial yang lebih tinggi.
c. Jenis kelamin, peranan gender terhadap
kecenderungan seseorang untuk menolong
sangat bergantung pada situasi dan bentuk
pertolongan yang dibutuhkan. Laki-laki
cenderung lebih mau terlibat dalam aktivitas
menolong pada situasi darurat yang
membahayakan, misalnya menolong seseorang
dalam kebakaran. Hal ini tampaknya terkait
dengan peran tradisional laki-laki, yaitu laki-laki
dipandang lebih kuat dan lebih mempunyai
ketrampilan untuk melindungi diri. Sementara
perempuan, lebih tampil menolong pada situasi
yang bersifat memberi dukungan emosi,
merawat, dan mengasuh.
22
d. Tempat tinggal, orang yang tinggal di daerah
pedesaan cenderung lebih penolong dari pada
orang yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini
dapat dijelaskan melalui urban-overload
hypothesis, yaitu orang-orang yang tinggal di
perkotaan terlalu banyak mendapat stimulasi
dari lingkungan. Oleh karenanya, ia harus
selektif dalam menerima paparan informasi
yang sangat banyak agar bisa tetap
menjalankan peran-perannya dengan baik.
Itulah sebabnya, diperkotaan, orang-orang
yang sibuk sering tidak peduli dengan kesulitan
orang lain karena sudah overload dengan
beban tugasnya sehari-hari.
e. Pola asuh, dalam perilaku sosial tidak terlepas
dari peranan pola asuh di dalam keluarga. Pola
asuh yang demokratis secara signifikan
memfasilitasi adanya kecenderungan anak
untuk tumbuh menjadi penolong, yaitu melalui
peran orang tua dalam menetapkan standar
tingkah laku menolong. Menurut Mashoedi pola
asuh demokratis juga ikut mendukung
terbentuknya internal locus of control dimana
hal ini merupakan sifat kepribadian altruistik.
Berdasarkan kedua penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor perilaku altruisme
dipengaruhi oleh faktor situasional (dari luar) dan
faktor personal (dari dalam) individu.
23
2.1.5 Tahapan-tahapan Altruisme
Menurut Latene dan Darley dalam
(Nurhidayati, 2012), ada lima tahap dalam perilaku
altruistik, yaitu:
1) Perhatian Pada Suatu Kejadian
Individu membantu orang lain karena adanya
rasa kasih sayang, pengabdian, kesetiaan yang
diberikan tanpa ada kegiatan untuk memperoleh
imbalan darinya maupun orang lain.
2) Interpretasi
Pemberian pendapat atau kesan apakah suatu
pertolongan dibutuhkan atau tidak.
3) Tanggung Jawab
Berkewajiban menanggung segala sesuatu untuk
menolong pada suatu peristiwa atau kejadian
yang ditemui.
4) Keputusan Untuk Bertindak.
Keputusan yang diberikan dalam memberikan
petolongan pada orang lain, pertolongan
tersebut akan diterima atau ditolak.
5) Kesungguhan untuk bertindak
Keyakinan bertindak tersebut benar-benar akan
menolong atau benar-benar tidak melakukan
tindakan untuk menolong.
Dari tahapan-tahapan di atas dapat disimpulkan
bahwa ada 5 tahapan yang dilalui oleh seorang yang
memiliki sifat altruisme yaitu perhatian pada suatu
kejadian, interpretasi, tanggung jawab, keputusan
untuk bertindak dan kesungguhan untuk bertindak.
24
2.1.6 Altruisme dalam Perspektif Islam
Altruisme merupakan tindakan menolong
secara sukarela tanpa mengharap balasan apapun,
menolong tanpa pamrih, bahkan rela mengambil
resiko demi mensejahterakan orang lain yang
ditolongnya, karena didalam dirinya terdapat
motivasi untuk selalu menolong orang lain yang
menimbulkan perasaan positif (positive feeling) dan
kepuasan tersendiri melalui tindakan menolong
orang lain, dalam Al-Qur‟an surat Al-Maidah (2):
والتقاااااوىول وتعااااااون واعلاااااىالب ااااار
واتق اااوا والع اادوان ثاام تعاااون واعلااىال
﴿المائدة:۴﴾ قاب يد الع شد الل إ ن اللArtinya : “Dan tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong menolong dalam berbuat
dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada
Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya ”
(Qs. Al-Ma‟idah: 2)
Tolong menolong dalam bahasa Arab adalah
ta‟awun. Sedangkan menurut istilah, pengertian
ta‟awun adalah sifat tolong menolong diantara
sesama manusia dalam hal kebaikan dan takwa.
Dalam ajaran Islam, tolong menolong merupakan
kewajiban setiap Muslim. Sudah semestinya konsep
tolong menolong ini dikemas sesuai dengan syariat
Islam, dalam artian tolong menolong hanya
diperbolehkan dalam kebaikan dan takwa, dan tidak
diperbolehkan tolong menolong dalam hal dosa atau
permusuhan. Perintah untuk saling tolong-menolong
25
dalam kebaikan dengan beriringan ketakwaan
kepada-Nya, sebab dalam ketakwaan, terkandung
ridha Allah. Sementara saat berbuat baik, orang-
orang akan menyukai. Barang siapa memadukan
antara rida Allah dan rida manusia, sungguh
kebahagiaannya telah sempurna dan kenikmatan
baginya sudah melimpah (Khoiruddin, 2018)
mengutip dari kitab Al-Anshari, (1421).
Dalam Q.S Al-Maidah [5] 2, Ayat tersebut
menjelaskan bahwa tolong menolong dalam
kebaikan dan ketakwaan adalah salah satu
kewajiban umat Muslim. Artinya, seandainya kita
harus menolong orang lain, maka harus dipastikan
bahwa pertolongan itu menyangkut dengan
ketakwaan. Saling tolong menolong juga
menyangkut berbagai macam hal, asalkan berupa
kebaikan, walaupun yang meminta tolong musuh
kita. Dengan saling tolong menolong akan
memudahkan pekerjaan, mempercepat
terealisasinya kebaikan, menampakkan persatuan
dan kesatuan (Shihab, 1996).
Dalam ayat lain juga dijelaskan bahwa tolong
menolong dalam kebajikan merupakan salah satu
bentuk loyalitas kita kepada agama dan sesama
muslim. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
نااااااااااااااا ؤم ن اااااااااااااااونوالم ؤم والم
ون ر يااااااا م بعااااااا يااااااااأ ماول اااااااه بعض
ن اااااار الم وينهااااااونعاااااان و ب ااااااالمعر
اااااوة ااااالوةوي ؤت اااااونال اااااونالة وي ق يم
26
اااااااااا أ ا ول يع ااااااااااوناللورا ااااااااااول وي ط
الل م الل ا ن ه م ااااااايم ااااااااير يااااااا ع
﴿التوبة:۱۷(Artinya : “Dan orang-orang yang beriman,
laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain.
Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf,
dan mencegah dari yang mungkar,
melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan
taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka
akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah
Mahaperkasa, Mahabijaksana”
(Qs. At-Taubah : 71)
Konsep altruisme menjelaskan sebuah
perhatian yang mementingkan kebutuhan orang lain.
Islam menganggap perilaku menolong harus
dilakukan dengan penuh keikhlasan, yaitu motif
hanya untuk mengharap ridho Allah Swt. Dalam
Hidayati, (2016) mengutip dari Al-usaimin
menjelaskan konsep altruisme dalam perspektif
ajaran agama Islam disebut dengan Itsar. Itsar
adalah mendahulukan orang lain dari pada dirinya
sendiri, Seseorang disebut telah berpribadi itsar
dalam kehidupan sehari-hari apabila telah mampu
memandang kebutuhan dan kepentingan orang lain
lebih penting dari pada kepentingan pribadinya
sendiri. Secara garis besar, pengertian itsar adalah
tindakan mendahulukan orang lain atas dirinya
27
sendiri dalam hal keduniaan dengan sukarela karena
semata mengharapkan akhirat.
Orang yang suka membantu dengan ikhlas
dengan meringankan kesusahan orang lain niscahya
Allah akan mempermudah urusannya di dunia dan
akhirat, sebagaimana dijelaskan dalam hadist
berikut:
:اا ريارةرضانعنا اا عنأب ا
الل ةاالىنعلياا وااالم: ماان“را ااو
نيانفس ن رب الد ربةم ن ؤم نفسعنم
وومان الق ياماة ن رب ياوم الل عن ربةم
نيا الاد ا ياارالل عليا ار عا يارعلاىم
اا الل ااال مااااتر اارة وومااناااترم والآخ
العبااااد عااااون اااا اااارة ووالل نياوالآخ الااااد
.ما انالع ي أخ عون ال م”بد م أخرج Artinya : “Dari Abu Hurairah Radiyallahu anhu
ia berkata: Rasulullah Sallallahu „alaihi
Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang
meringankan kesusahan seorang mukmin di
antara kesusahan-kesusahan dunia, niscaya
Allah akan meringankan kesusahannya di
antara kesusahan-kesusahan hari kiamat.
Barangsiapa memudahkan orang yang sedang
kesulitan, niscaya Allah akan memberinya
kemudahan di dunia dan akhirat. Dan
barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim,
niscaya Allah akan menutupi (aibnya) di dunia
28
dan di akhirat. Allah akan selalu menolong
seorang hamba selama ia mau menolong
saudaranya.” (HR. Muslim).
Dari ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwa
perilaku altruisme dalam Islam adalah sesorang
memiliki perilaku menolong dengan ikhlas semata-
mata mengharapkan ridho Allah Swt. Konsep
altruisme dalam perspektif ajaran agama Islam
disebut dengan Itsar yaitu mendahulukan orang lain
dari pada dirinya sendiri, dan Orang yang suka
membantu dengan ikhlas dengan meringankan
kesusahan orang lain.
2.2 Definisi Relawan
Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI), relawan
sepadan dengan kata Sukarelawan yang merupakan orang
yang melakukan sesuatu dengan sukarela (tidak karena
diwajibkan atau dipaksakan). Relawan adalah seseorang
atau sekelompok orang yang secara ikhlas karena
panggilan nuraninya memberikan apa yang dimilikinya
(pikiran, tenaga, waktu, harta, dan sebagainya) kepada
masyarakat sebagai perwujudan tanggung jawab sosialnya
tanpa mengharapkan pamrih baik berupa imbalan (upah),
kedudukan, kekuasaan, kepentingan maupun karier.
Adapun kriteria kerelawanan antara lain memiliki
kepedulian penuh keikhlasan untuk memperjuangkan nasib
kaum miskin berbasis nilai-nilai kemanusiaan dan prinsip
kemasyarakatan sebagai bentuk pengabdian dan
perjuangan hidupnya (Puspita, 2017).
Relawan adalah pihak-pihak yang rela memberikan
sumbangan tenaga, pikiran, pengetahuan, dan keahliannya
29
kepada pihak lain yang membutuhkan , untuk mencapai
suatu tujuan. Pada dasarnya fitrah inividu adalah kebaikan,
maka menjadi relawan merupakan salah satu cara untuk
menyalurkan kecenderungan individu kepada kebaikan
melalui aksi nyata yang memberikan manfaat bagi pihak
lain. Relawan merupakan individu atau sekelompok orang
yang mendedikasikan diri untuk melayani masyarakat
dengan dilandasi keinginan atau kesadaran individu atau
kelompok untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang
lebih baik. Kesadaran tersebut tumbuh karena berbagai
alasan, baik bersifat keagamaan, budaya masyarakat lokal,
maupun kemanusian. Sedangkan relawan sosial adalah
seseorang yang memberikan sebagian atau seluruh
kehidupannya baik perhatian, cinta, waktu bahkan apapun
yang dimilikinya untuk menyantuni dan mengentaskan
orang lain dari keadaan menderita sosial ekonomi atau
yang lebih luas dari itu (Heryanto dkk, 2019).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa relawan adalah individu yang rela menyumbangkan
tenaga atau jasa, kemampuan, dan waktu tanpa
mengharapkan upah secara finansial atau tanpa
mengharapkan keuntungan materi dari organisasi
pelayanan yang mengorganisasi suatu kegiatan tertentu
secara formal. Beberapa sikap relawan ACT menunjukan
perilaku altruisme, karena para relawan banyak
menyumbangkan tenaga, kemampuan, dan waktu tanpa
pamrih karena mereka merasa bertanggung jawab dalam
menjalankan misi kemanusiaan terkhusus pada subjek
yang akan diteliti lebih dalam.
30
2.3 Aksi Cepat Tanggap (ACT)
Aksi Cepat Tanggap (ACT) adalah organisasi sosial
kemanusiaan yang independen, melakukan kegiatannya
demi kemanusiaan, kesukarelaan, kenetralan, kesamaan,
kemandirian, dan kesatuan. Aksi Cepat Tanggap (ACT)
tidak melibatkan diri berpihak pada golongan politik, ras,
suku ataupun agama tertentu. Dalam pelaksanaannya tidak
melakukan pembedaan tetapi mengutamakan objek korban
yang paling membutuhkan pertolongan segera untuk
keselamatan jiwanya.
2.3.1 Sejarah Singkat Masyarakar Relawan
Indonesi (MRI)
Masyarakat Relawan Indonesia (MRI)
didirikan pada 22 Mei 2005 di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan. Aroma kerelawanan pasca
tsunami Aceh akhir Desember 2004 sangat
menyemangati terbentuknya MRI, karena relawan-
relawan yang berkumpul di Banjarmasin pada saat itu
juga tak lain adalah para veteran tsunami Aceh. Selain
itu, harus diakui pula bentuk aktivitas kerelawan
terdahsyat yang pernah terjadi di negeri ini pun
tertampilkan pada saat tsunami Aceh itu. Bisa
dibayangkan, relawan dari berbagai pelosok negeri ini
bahkan dari luar negeri berdatangan ke wilayah paling
barat Indonesia tanpa diperintah, tanpa diminta,
tanpa berharap imbalan, bahkan tanpa tahu kapan
kerja-kerja kemanusiaan akan berakhir.
Pasca tsunami Aceh, beruntun negeri ini dilanda
bencana. Banjir bandang bulan Januari 2006 di
Jember, Jawa Timur yang berselang satu hari dengan
31
longsor yang melanda Banjarnegara, Jawa Tengah,
menyedot banyak relawan beraksi di dua daerah
bencana tersebut. Kemudian para relawan ini seperti
tenaga yang senantiasa berpindah dari satu bencana
ke bencana lainnya sepanjang tahun 2006. Banjir
bandang di Manado, letusan Gunung Merapi
Jogjakarta, gempa Jogjakarta dan Jawa Tengah,
Banjir bandang Sangihe, banjir besar Jakarta hingga
gempa Sumatara Barat, adalah tempat-tempat para
relawan mengukir tapak sejarah aksi kemanusiaan
mereka.
Tidak hanya donatur dan para dermawan, baik
perseorangan maupun dari berbagai korporasi dan
institusi yang menyalurkan kepeduliannya. Bentuk
kepedulian yang tak kalah pentingnya dan sangat
berdampak luar biasa dalam setiap moment bencana
adalah peran serta relawan. Dari relawan emergency
mencakup rescue, relief dan medis, hingga relawan
pendamping pasca bencana untuk penanganan
trauma. Bahkan di fase recovery pun peran dan fungsi
relawan tetap bermain. Boleh dikatakan, tidak satu
pun bencana yang terjadi tanpa peran serta relawan.
Dan bahkan, peran yang dimainkan sangatlah
signifikan, dari hulu hingga ke hilir. Mereka yang
memulai kerja kemanusiaan di fase emergency, dan
masih terus berlangsung di fase pemulihan
(recovery).
Pendirian MRI, tentu saja dimaksudkan untuk
mewadahi beragam bentuk kepedulian yang
ditampilkan oleh para relawan dengan berbagai latar
belakang dan bermacam keahlian serta konsentrasi
32
mereka. Apa pun keahlian, skills dan konsentrasi
mereka, selama dalam bingkai kemanusiaan bisa
terwadahi dalam satu komunitas kerelawanan.
Sehingga potensi-potensi relawan yang berserakan
dapat terhimpun menjadi satu sinergi kemanusiaan
yang tak ternilai. “Jika dulu negeri ini butuh pahlawan
untuk mengusir penjajah, kini negeri ini
membutuhkan para relawan,” ujar Ahyudin, Direktur
Eksekutif ACT, salah satu pendiri MRI di Banjarmasin
(https://relawan.id/ diakses pada tanggal 8 Maret
2020, Pukul 14:47).
2.3.2 Sejarah Singkat Aksi Cepat Tanggap
(ACT)
Pada tanggal 21 April 2005, Aksi Cepat
Tanggap (ACT) secara resmi diluncurkan secara
hukum sebagai lembaga/ yayasan yang bergerak di
bidang sosial dan kemanusiaan. Untuk memperluas
karya, ACT mengembangkan aktivitasnya, mulai dari
kegiatan tanggap darurat, kemudian mengembangkan
kegiatannya ke program pemulihan pascabencana,
pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta
program berbasis spiritual seperti qurban, zakat dan
wakaf.
Sejak tahun 2012 ACT mentransformasi
dirinya menjadi sebuah lembaga kemanusiaan global,
dengan jangkauan aktivitas yang lebih luas. Pada
skala lokal, ACT mengembangkan jejaring ke semua
provinsi baik dalam bentuk jaringan relawan dalam
wadah MRI (Masyarakat Relawan Indonesia) maupun
dalam bentuk jaringan kantor cabang ACT. Jangkauan
33
aktivitas program sekarang sudah sampai ke 30
provinsi dan 100 kabupaten/kota di seluruh
Indonesia, termasuk ACT cabang Sumatera Selatan.
Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) merupakan
sebuah organisasi masa independen, universal dan
bebas melakukan kerjasama dengan berbagai pihak
untuk membela kepentingan dan hak-hak masyarakat
dengan berorientasi pada pembangunan masyarakat
sipil yang kuat. ACT (Aksi Cepat Tanggap) merupakan
salah satu lembaga kerja sama dari MRI (Masyarakat
Relawan Indonesi) demi mencapai tujuan dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dalam
upaya mengokohkan kebersamaan dan membangun
harmoni kehidupan masyarakat. MRI beranggotakan
individu-individu relawan yang memiliki komitmen dan
kontribusi dalam menciptakan perubahan positif pada
lingkunganya baik lingkungan mikro maupun makro
atas dasar prinsip kesukarelaan sebagai wujud
tanggungjawab sosial sebagai individu, sebagai warga
masyarakat, sebagai warga negara, dan sebagai
warga dunia.
Pada skala global, ACT mengembangkan
jejaring dalam bentuk representative person sampai
menyiapkan kantor ACT di luar negeri. Jangkauan
aktivitas program global sudah sampai ke 22 Negara
di kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, Indo-cina,
Timur Tengah, Afrika, dan Eropa Timur. Wilayah kerja
ACT di skala global diawali dengan kiprah dalam
setiap tragedi kemanusiaan di berbagai belahan dunia
seperti bencana alam, kelaparan dan kekeringan,
konflik dan peperangan, termasuk penindasan
34
terhadap kelompok minoritas berbagai negara. Tahun
2014 menjadi awal bagi ACT untuk menjalin
kolaborasi kemanusiaan dunia (https//act.id/ diakses
pada tanggal 9 maret 2020 Pukul 20:21).
2.3.3 Relawan Aksi Cepat Tanggap
MRI merupakan sebuah organisasi masa
independen, universal dan bebas melakukan
kerjasama dengan berbagai pihak untuk membela
kepentingan dan hak-hak masyarakat dengan
berorientasi pada pembangunan masyarakat sipil
yang kuat. MRI menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dalam upaya mengokohkan
kebersamaan dan membangun harmoni kehidupan
masyarakat. MRI beranggotakan individu-individu
relawan yang memiliki komitmen dan kontribusi dalam
menciptakan perubahan positif pada lingkunganya
baik lingkungan mikro maupun makro atas dasar
prinsip kesukarelaan sebagai wujud tanggung jawab
sosial sebagai individu, sebagai warga masyarakat,
sebagai warga negara, dan sebagai warga dunia. ACT
(Aksi Cepat Tanggap) merupakan salah satu lembaga
kerja sama dari MRI (Masyarakat Relawan Indonesi)
demi mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, dalam upaya mengokohkan
kebersamaan dan membangun harmoni kehidupan
masyarakat. Hinga saat ini total relawan MRI yang
telah terdaftar diseluruh indonesia berjumlah 30.407
(https://relawan.id/ diakses pada tanggal 8 Maret
2020, Pukul 14:47).
35
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
dipahami bahwa untuk menjalankan program
kemanusiaan, Aksi Cepat Tanggap (ACT) bekerja
sama dengan Masyarakat Relawan Indonesi (MRI)
demi mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, dalam upaya mengokohkan
kebersamaan dan membangun harmoni kehidupan
masyarakajjt.
2.3.4 Peran Aksi Cepat Tanggap (ACT)
ACT mengembangkan aktivitasnya, mulai dari
kegiatan tanggap darurat, kemudian mengembangkan
kegiatannya ke program pemulihan pascabencana,
pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta
program berbasis spiritual seperti qurban, zakat dan
wakaf. Relawan melaksanakan 90% dari pekerjaan
kemanusiaan dalam Masyarakat Relawan Indonesia
(MRI). MRI beranggotakan individu-individu relawan
yang memiliki komitmen dan kontribusi dalam
menciptakan perubahan positif pada lingkungannya,
baik lingkungan mikro maupun makro atas dasar
prinsip kesukarelaan sebagai wujud tanggungjawab
sosial sebagai individu, sebagai warga masyarakat,
sebagai warga negara, dan sebagai warga dunia.
Pada skala lokal, ACT mengembangkan
jejaring ke semua provinsi baik dalam bentuk jaringan
relawan dalam wadah MRI (Masyarakat Relawan
Indonesia) maupun dalam bentuk jaringan kantor
cabang ACT sebagai warga dunia. Pada skala global,
ACT mengembangkan jejaring dalam bentuk
representative person sampai menyiapkan kantor ACT
36
di luar negeri. Jangkauan aktivitas program global
sudah sampai ke 22 Negara di kawasan Asia
Tenggara, Asia Selatan, Indo-cina, Timur Tengah,
Afrika, dan Eropa Timur. Wilayah kerja ACT di skala
global diawali dengan kiprah dalam setiap tragedi
kemanusiaan di berbagai belahan dunia seperti
bencana alam, kelaparan dan kekeringan, konflik dan
peperangan, termasuk penindasan terhadap kelompok
minoritas berbagai negara.
Dengan spirit kolaborasi kemanusiaan, ACT
mengajak semua elemen masyarakat dan lembaga
kemanusiaan untuk terlibat bersama. Berbekal
pengalaman selama puluhan tahun di dunia
kemanusiaan, melakukan edukasi bersama, membuka
jaringan kemitraan global yang menjadi sarana
kebersamaan. Semua program global ACT menjadi
sarana merajut kemitraan berbagai lembaga amil
zakat, komunitas peduli, artis dan publik figur yang
memiliki visi yang sama untuk kemanusiaan
(https//act.id/ diakses pada tanggal 9 maret 2020
Pukul 20:21).
37
2.4 Kerangka Pikir Peneliti
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat
dijelaskan melalui bagian berikut ini.
Altruisme Pada Relawan Sosial Kemanusiaan Aksi Cepat
Tanggap (ACT) Sumatera Selatan
Faktor yang mempengaruhi
altruisme yakni:
Suasana hati
Empati
Meyakini keadilan
dunia
Faktor biologis
Faktor situasional
Aspek- aspek altruisme
yakni, sebagai berikut:
Menolong sesama tanpa
pamrih
Tidak egois
Bersedia berkorban
Peka dan siap bertindak
demi membantu sesama
Mempunyai rasa belas
kasihan
Murah hati
Tidak tegaan
Penuh kasih sayang.
Makna altruisme bagi subjek adalah
sebagai bentuk nyata dari prilaku
menolong tanpa pamrih yang
memberikan dampak kepuasan
tersendiri dan rasa syukur dalam diri
subjek