1 ALTRUISME IBU RUMAH TANGGA DI PERUMAHAN ...

16
1 ALTRUISME IBU RUMAH TANGGA DI PERUMAHAN/PEMUKIMAN MENENGAH ATAS Utami Pratiwi Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma ABSTRAK Indonesia dikenal sebagai bangsa yang berpenduduk ramah serta memiliki tingkat sosial yang tinggi, memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap orang lain serta memiliki jiwa altruis yang tinggi. Namun di beberapa perumahan menengah atas tidak lagi terjadi komunikasi yang baik. Mereka berdekatan secara fisik namun berjauhan secara sosial. Prilaku altruis yang harusnya dilestarikan kurang dipahami oleh individu-individu di dalamnya termasuk ibu rumah tangga di perumahan tersebut. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui altruisme pada ibu rumah tangga yang tinggal di komplek perumahan tingkat menengah ke atas dan faktor-faktor yang memenyebabkan altruisme pada ibu runah tangga. Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang mendalam mengenai suatu kasus yang memiliki karakteristik tertentu. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di perumahan menengah atas berusia 30 tahun. Penelitian ini menggunakan metode wawancara tak berstruktur atau wawancara mendalam, sedangkan metode observasi yang digunakan adalah observasi non partisipan Hasil penelitian ini menyatakan bahwa komponen yang menyebabkan altruisme subjek sebagai ibu rumah tangga yang tinggal di komplek perumahan tingkat menengah atas diantaranya adalah : Faktor empati, meyakini keadilan dunia, pengendalian dan pengontolan diri serta egosentrisme yang rendah yang menyebabkan subjek berprilaku altruis. Subjek pun dapat menunjukkan bahwa subjek mampu memenuhi semua kriteria karakteristik individu altruisrik dengan baik Kata kunci : altruisme, ibu rumah tangga, perumahan menengah atas Pendahuluan Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan perkotaan sudah sangat berubah bila dibandingkan dengan keadaan pada 15 atau 20 tahun yang lalu. Berbagai kawasan di pinggiran kota terutama kota-kota besar, telah berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi apa yang disebut dengan kawasan satelit.Banyak sekali kompleks- kompleks perumahan di bangun di sana, lalu tumbuh kembang menjadi kantong-kantong bisnis. Sebagai contoh, di Jakarta kita kenal

Transcript of 1 ALTRUISME IBU RUMAH TANGGA DI PERUMAHAN ...

1

ALTRUISME IBU RUMAH TANGGA DI

PERUMAHAN/PEMUKIMAN MENENGAH ATAS

Utami Pratiwi

Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma

ABSTRAK

Indonesia dikenal sebagai bangsa yang berpenduduk ramah serta memiliki tingkat sosial yang tinggi, memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap orang lain serta memiliki jiwa altruis yang tinggi. Namun di beberapa perumahan menengah atas tidak lagi terjadi komunikasi yang baik. Mereka berdekatan secara fisik namun berjauhan secara sosial. Prilaku altruis yang harusnya dilestarikan kurang dipahami oleh individu-individu di dalamnya termasuk ibu rumah tangga di perumahan tersebut.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui altruisme pada ibu rumah tangga yang tinggal di komplek perumahan tingkat menengah ke atas dan faktor-faktor yang memenyebabkan altruisme pada ibu runah tangga.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang mendalam mengenai suatu kasus yang memiliki karakteristik tertentu. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di perumahan menengah atas berusia 30 tahun. Penelitian ini menggunakan metode wawancara tak berstruktur atau wawancara mendalam, sedangkan metode observasi yang digunakan adalah observasi non partisipan

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa komponen yang menyebabkan altruisme subjek sebagai ibu rumah tangga yang tinggal di komplek perumahan tingkat menengah atas diantaranya adalah : Faktor empati, meyakini keadilan dunia, pengendalian dan pengontolan diri serta egosentrisme yang rendah yang menyebabkan subjek berprilaku altruis. Subjek pun dapat menunjukkan bahwa subjek mampu memenuhi semua kriteria karakteristik individu altruisrik dengan baik

Kata kunci : altruisme, ibu rumah tangga, perumahan menengah atas

Pendahuluan

Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan perkotaan

sudah sangat berubah bila dibandingkan dengan

keadaan pada 15 atau 20 tahun yang lalu.

Berbagai kawasan di pinggiran kota terutama

kota-kota besar, telah berkembang sedemikian

rupa sehingga menjadi apa yang disebut dengan

kawasan satelit.Banyak sekali kompleks-

kompleks perumahan di bangun di sana, lalu

tumbuh kembang menjadi kantong-kantong

bisnis. Sebagai contoh, di Jakarta kita kenal

2

sejumlah kawasan yang telah menjadi kantong

bisnis, seperti Serpong, Puri Kembangan, Kelapa

Gading, Cibubur, Depok, Bekasi, Tangerang,

Cinere dan lain sebagainya (Simanjuntak, 2007).

Dalam uraian sebelumnya telah dilihat

bahwa munculnya rumah dalam kaitannya

dengan perkembangan peradaban adalah sebuah

institusi peradaban yang berfungsi sebagai motor

perkembangan masyarakat. Pada waktu itu

manusia menciptakan, menata dan

mengembangkan perumahannya sebagai bagian

yang tidak terpisahkan dari organisasi kehidupan

masyarakat secara keseluruhan. Hal inilah yang

akan berubah bila masyatakat ini menjadi

masyarakat yang modern. Di daerah perkotaan

yang modern tanggung jawab masalah

perumahan tidak bisa dengan sendirinya menjadi

tanggung jawab masyarakat secara keseluruhan

tetapi masuk dalam wilayah kebebasan

perorangan yang bisa berarti bahwa setiap orang

harus mengurus masalah perumahan sendiri. Hal

ini berarti bahwa masalah perumahan tidak lagi

sesuatu yang diorganisir, ditata dan

dikembangkan secara kolektif kemasyarakatan

(Santoso, dkk, 2002).

Pada awalnya pembentukan daerah

perumahan di perkotaan tidak langsung

mengambil bentuk dan struktur seperti yang

dikenal sekarang. Pada era sebelum revolusi

industri maka kota-kota masih memiliki ciri

kehidupan sosial yang mirip dengan pedesaan

hanya jauh lebih kompleks (Santoso, dkk, 2002).

Di masa krisis ekonomi yang masih

terus berlanjut, bagi keluarga yang

berpenghasilan menengah kebawah tidak ada

pilihan lain kecuali melakukan penghematan.

Namun kebutuhan pokok akan papan (rumah)

yang layak huni bagi keluarga terus bertambah.

Sementara anggaran dana untuk rumah ideal

dengan harga tanah yang terjangkau sangat

terbatas keberadaannya. Maka memilih

rumahpun harus pandai. Ada dua faktor utama

yang perlu dipertimbangkan dalam memilih

rumah tinggal, yakni lingkungan perumahan

yang sehat dan desain rumah sehat pula

(Dandrian, 2007). Untuk mewujudkan rumah

tinggal yang sehat tersebut tentu memerlukan

biaya yang tidak sedikit jumlahnya serta

membutuhkan kerja keras yang maksimal untuk

membangun sebuah rumah, namun tidak bagi

kalangan masyarakat dengan perolehan

pendapatan yang cukup tinggi dimana

masyarakat tersebut dikategorikan pada kalangan

masyarakat berpenghasilan menengah keatas.

Yang dimaksud dengan masyarakat

berpendapatan menengah ke atas dalam

penulisan ini lebih dilihat pada klasifikasi secara

ekonomis, dimana ukuran dan kriteria yang

digunakan adalah berdasarkan ukuran kekayaan.

Menurut Soekanto (1987) ukuran kekayaan dapat

dijadikan sesuatu ukuran untuk membagi

masyarakat menjadi beberapa kelas. Seseorang

yang memiliki kekayaan paling banyak dapat

digolongkan ke dalam masyarakat lapisan atas.

Kekayaan tersebut dapat dilihat dari bentuk

rumah yang bersangkutan, mobil pribadi yang

dimiliki, cara-cara mempergunakan pakaian yang

dipakainya, kebiasaan berbelanja, pendapatan

dan lain sebagainya. Pada dasarnya anggota

masyarakat kelas ekonomi menegah atas ini

ditandai oleh beberapa hal, seperti taraf

pendidikan dan jabatan yang cukup baik dalam

masyarakat, pendapatan yang dapat memenuhi

kebutuhan hidup normal atau bahkan dapat

3

berlebih, serta memiliki tempat tinggal yang

memadai.

Tempat tinggal yang memadai seperti

perumahan yang selama ini dikenal sebagai

tempat tinggal masyarakat yang tergolong

berkecukupan bukan sekedar sebagai kumpulan

rumah-rumah saja, melainkan merupakan satu

kesatuan yang utuh dan saling berhubungan baik

antara sesama penghuninya, maupun antara

manusia dengan alam lingkungan sekitarnya

(Silas, 1986).

Manusia di dunia ini memegang

peranan yang unik dan dapat dipandang dari

banyak segi. Dalam ilmu sosial manusia

merupakan mahluk yang tidak dapat berdiri

sendiri. Manusia di dalam hidup ini terutama

wanita selalu menginginkan peranannya sebagai

seorang wanita yang eksis di dalam hal pekerjaan

maupun di lingkungan keluarga. Para wanita

tersebut ingin membangun kehidupan ekonomi

keluarga rumah tangga yang mapan, tetapi

terkadang isteri dituntut oleh suaminya untuk

berdiam diri di rumah mengurus keperluan

rumah tangga terutama pada anak-anak dan

suami (Ibrahim, 2005). Segala sesuatu yang

berkaitan dengan mengurus suami serta

mengurus anak, ibu rumah tangga juga mengurus

rumah setiap hari tanpa henti. Tidak sedikit pula

para ibu yang jenuh dengan kegiatannya

menyempatkan waktu luang untuk sekedar

berbincang dengan para tetangga atau pergi

berbelanja untuk mengurangi kejenuhan. Bahkan

di beberapa perumahan yang ada, tidak sedikit

terdapat perkumpulan yang dimotori oleh para

ibu rumah tangga demi mengisi waktu luang

dengan kegiatan positif atau deemi memperkuat

sosialisasi antar penghuni perumahan. Kegiatan-

kegiatan tersebut dilakukan satu minggu sekali

bahkan satu bulan sekali, misalnya pengajian

rutin, arisan atau demo-demo saperti demo

masak sampai demo kecantikan yang diadakan

para warganya. Namun lain halnya dengan

kebanyakan ibu-ibu di perumahan menengah atas

yang terlalu sibuk dengan urusannya masing-

masing tanpa mementingkan sosialisasi antar

sesama penghuni di suatu wilayah yang disebut

sebagai perumahan.

Ibu rumah tangga memiliki tugas yang

cukup berat, karena dibalik itu telah banyak yang

tahu bahwa untuk menjadi ibu rumah tangga

telah siap untuk mengurus segala keperluan

ataupun kebutuhan rumah tangga. Pada

umumnya wanita menganggap bahwa menjadi

ibu rumah tangga bukan suatu pekerjaan, karena

seorang wanita yang berkeluarga akan secara

langsung menerima perannya sebagai ibu rumah

tangga (Mappiare, 1983).

Bahkan dalam agama Islam tugas

seorang isteri dituliskan dalam Al-Qur’an surah

An-Nisa’34 yang berbunyi : “Wanita-wanita

yang shaleh itu ialah wanita yang setia berdiam

di rumah suaminya lagi menjaga yang menjadi

milik suaminya diwaktu suami tidak ada di

rumah sebagaimana Allah SWT. telah

menjaganya”. Dari sepenggal ayat tersebut dapat

diperoleh beberapa tugas seorang wanita, yaitu :

1. Isteri harus setia tinggal di rumah suami.

2. Isteri bertugas menjaga apa-apa yang

menjadi milik suaminya, ketika suaminya

keluar (pergi bekerja). Termasuk harta milik

suami adalah harta benda dan anak-anak.

3. bentuk penjagaan dari Allah swt. itu adalah

perinta Allah kepada para suami untuk

menafkahi isteri.

4

Dengan kata lain ayat di atas

memberikan tugas kepada isteri untuk menjadi

ibu rumah tangga yang baik (Dahri, 1991).

Adapun jenis kegiatan ibu rumah tangga

dikategorikan menjadi empat golongan, yaitu

pekerjaan rumah tangga, kegiatan mencari

nafkah, istirahat dan tidur (Guhardja &

Chapman, 1984).

Menurut Guhardja dan Chapman (1984)

kegiatan ibu rumah tangga dimulai dari pukul

04.00 atau pukul 05.00, saat terbangun dari tidur.

Diisi dengan pekerjaan rumah tangga rata-rata

sampai pukul 07.00. Mulai pukul 07.00 kegiatan

yang dilakukan ibu bekerja berbeda dengan ibu

tidak bekerja. Ibu tidak bekerja kegiatannya

dilanjutkan dengan membereskan rumah sampai

tuntas, selanjunya istirahat. Ibu bekerja setelah

pukul 07.00 mulai melakukan kegiatan masing-

masing sesuai dengan jenis pekerjaannya.

Kegiatan pagi, siang, dan sore hari

antara ibu bekerja dan ibu tidak bekerja tidak

banyak perbedaan, kecuali adanya pekerjaan

tambahan bagi ibu bekerja dalam hal

menyiapkan segala kebutuhan untuk bekerja,

menyiapkan dagangan, dan untuk pekerjaan

mencari nafkahnya. Selain itu, pekerjaan-

pekerjaan rumah tangga ibu bekerja dilaksanakan

dalam waktu singkat. Lain halnya dengan ibu

tidak bekerja, walaupun sama dilakukan dengan

singkat tetapi ibu tidak bekerja mempunyai

kesempatan untuk melanjutkan pekerjaan rumah

tangga pada jam-jam berikutnya (Guhardja &

Chapman, 1984). Pekerjaan rumah tangga

memang dianggap menjadi tugas, kewajiban

serta tanggung jawab ibu rumah tangga yang

bersifat tidak memiliki batas waktu, yang artinya

pekerjaan rumah tangga tidak memiliki batasan

jam kerja yang jelas seperti layaknya pekerjaan

kantor. 2 hal yang menyebabkan pekerjaan

rumah tangga tidak dianggap sebagai pekerjaan

yang nyata (Puspita, 1998) yaitu :

1. Pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan

sehari-hari yang tidak memiliki batasan jam

kerja dan sebagian besar dilakukan pada saat

seluruh anggota keluarga sedang berada

diluar rumah. Selain itu pekerjaan rumah

tangga sifatnya tertutup, dalam arti bahwa

dilakukan dalam rumah tanpa sepengetahua

orang lain.

2. pekerjaan rumah tangga tidak dibayar.

Dengan kondisi sosial saat ini dimana status

dan penghargaan atas individu masih banyak

diukur oleh besarnya penghasilan individu

tersebut, maka tidak adanya penghargaan

atas pekerjaan rumah tangga yang dapat

dinilai dengan uang menyebabkan pekerjaan

tersebut kurang dihargai bahkan dianggap

bukan merupakan suatu pekerjaan.

Ibu-ibu rumah tangga pada golongan

keluarga menegah atas umumnya menggaji

pembantu rumah tangga untuk pekerjaan rumah

tangganya yang cukup berat dan menyita waktu.

Pekerjaan-pekerjaan tersebut antara lain

berbelanja, memasak, mencuci pakaian, dan

membersihkan rumah. Ibu rumah tangga yang

bekerja mencari nafkah menjadi menejer untuk

pekerjaan rumah tangganya dan lebih banyak

lagi mengisi waktunya jika tidak ada pekerjaan

sampingan (Guhardja & Chapman, 1984). Ibu-

ibu yang bekerja kebanyakan tidak sanggup

membayar pembantu rumah tangga dan harus

menghemat pendapatan sedapat mungkin.

Umumnya hal ini mengakibatkan kurang tidur

dan kurang istirahat karena lebih banyak waktu

5

yang digunakan untuk berbelanja dan memasak

(Guhardja & Chapman, 1984). Yang menarik

pada ibu-ibu bekerja adalah bahwa perhatian

terhadap pekerjaan rumah tangganya hampir

tidak berbeda dengan ibu-ibu yang tidak bekerja,

terutama dalam hal mengasuh anak, memandikan

anak, memberi makan dan membantu anak

belajar merupakan pekerjaan yang tidak

diserahkan kepada orang lain (Guhardja &

Chapman, 1984).

Daldjoeni (1992) mengemukakan

beberapa gejala dalam struktur sosial kota yang

juga mempengaruhi keinginan seseorang untuk

menolong orang lain, antara lain hubungan

dalam masyarakat kota yang bersifat sekunder

dimana pengenalan dengan orang lain serba

terbatas pada bidang hidup tertentu saja, mereka

dapat saja berdekatan secara fisik tetapi secara

sosial berjauhan. Orang-orang kota juga biasa

memutuskan sesuatu secara pribadi dan kurang

memperdulikan tingkah laku orang lain, asal

tindakan seseorang tidak merugikan khalayak

umum maka tindakan mereka masih dapat

ditolerir. Hal-hal tersebut pada akhirnya dapat

mengurangi ketertarikan emosional antara satu

individu dengan individu yang lain, selain itu

tuntutan masyarakat pada individu untuk

menolong orang yang membutuhkan bantuan

juga berkurang.

Perilaku menolong atau altruisme

adalah tindakan berkorban untuk

menyejahterakan orang lain tanpa menghiraukan

balasan sosial maupun materi bagi dirinya

sendiri. Dengan pengertian yang lebih sederhana,

altruisme dapat disamakan dengan menolong

orang lain. Dengan demikian begitu baiknya

konsep altruisme jika diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari. Bangsa Indonesia

memegang teguh altruisme dalam semboyan-

semboyan seperti “dahulukan kepentingan umum

daripada kepentingan pribadi”, “gotong royong”,

“musyawarah untuk mufakat”. Dalam setiap

ajaran agama manapun juga ditekankan tentang

altruisme, dimana kita harus saling menolong,

saling mengasihi. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Penner,dkk (dalam

Pelokang,2008) wanita lebih banyak ditolong

dibandingkan laki-laki, khususnya jika

penolongnya laki-laki. Walaupun wanita

terkesan lemah, namun tingkat sosialisasi wanita

lebih tinggi dari laki-laki. Dengan latar belakang

sifat yang lembut dan penuh perasaan wanita

lebih mudah merasa kasihan terhadap orang yang

menurutnya memerlukan bantuan. Seperti halnya

yang terjadi di lingkungan rumah tempat tinggal,

banyak di antara penghuni komplek yang sudah

tinggal cukup lama dan merasa percaya pada

tetangganya maka tidak segan-segan untuk

sekedar menitipkan rumah atau bahkan kunci

rumah apabila rumahnya akan ditinggal beberapa

waktu. Para ibu-pun turut membantu dan rela

memberikan pinjaman alat-alat dapur mereka

dengan cuma-cuma dan membantu memasak

apabila ada salah satu tetangganya yang sedang

melakukan hajatan. Sebagai mahluk sosial ibu

rumah tangga membutuhkan akan hubungan

dengan orang lain. Setiap manusia membutuhkan

teman dan bergaul akrab satu sama lain agar

dapat saling membantu. Apabila hubungan akrab

dengan orang lain tidak tercapai, menurut Peplau

dan Perlman (1982) akan timbul perasaan yang

kurang menyenangkan. Namun, pada zaman

sekarang nilai yang begitu penting dan dapat

menjadi dasar untuk membentuk suatu negara

6

menjadi lebih baik sudah terkikis. Masyarakat

mulai melupakan dan meninggalkan nilai

tersebut. Untuk menanggapi masalah yang

terjadi dalam masyarakat sekarang ini, yaitu

semakin terkikisnya perilaku altruistik.

(Pelokang, 2008).

Perkembangan perkotaan, pekerjaan

rutin yang jenuh di kantor dan terisolasinya

sosialisasi rumah-rumah mewah di perumahan

menengah atas menyebabkan pudarnya

solidaritas sosial, sehingga setiap individu

melihat diri mereka sebagai mahluk yang

terisolasi yang berkompetisi dengan yang

lainnya dalam persaingan yang ketat guna

memperoleh dominansi (kekuasaan). Oleh

karenanya, sifat egoisme menjadi dasar utama

dari pengalaman dan penentu tunggal dari nilai

kehidupan. Akan tetapi hal ini merupakan ego

yang terpisah, sementara ego lain yang

menjunjung sifat-sifat kebajikan yang

ditanamkan oleh agama, seperti kedermawanan

dan pengorbanan diri, tidak sedikitpun

memperoleh bantahan. Altruisme dan

pengendalian diri telah tergantikan oleh

pandangan baru mengenai pengampunan diri,

yang memberikan perioritas pada mereka yang

memiliki kekayaan, kekuasaan, dan kelebihan

lainnya sabagai tujuan utama dalam kehidupan

(Bodhi, 2000). Indonesia sejak dulu dikenal oleh

dunia karena masyarakatnya memiliki perilaku

altruis yang tinggi seperti tercermin dalam

perikehidupan yang rukun, solidaritas sosial

yang tinggi, saling menolong, saling bekerja

sama, saling mensejahterakan, dan penuh

keramahan. Akhir-akhir ini banyak ahli harus

mengernyitkan dahinya untuk dapat memahami

berbagai fenomena dan dinamika sosial yang

berkembang dalam masyarakat. Para ahli

menengarai terjadinya pergeseran dalam

orientasi nilai hidup manusia Indonesia sebagai

akibat proses industrialisasi dan modernisasi

serta pembangunan yang terlalu menitikberatkan

pada sektor ekonomi di masa yang lalu. Sikap

saling acuh terhadap sesama bahkan terhadap

masyarakat sekitar. Manusia Indonesia ditengarai

mulai menunjukkan ciri-ciri dan karakteristik

kepribadian yang individualistik, materialistik

dan hedonistik. Sinyalemen ini diperkuat oleh

adanya kenyataan yang berkembang dalam

masyarakat yang menunjukkan masyarakat

Indonesia menjadi mudah kehilangan

pertimbangan terhadap efek perilakunya

terhadap sesama (Syafriman & Wirawan, 2004).

Berdasarkan uraian diatas diharapkan

dapat memberi pengertian pada masyarakat

khususnya dalam penulisan ini yaitu para ibu

rumah tangga yang tinggal di pemukiman

menengah ke atas mengenai pentingnya memiliki

sifat menolong siapapun tanpa mengharapkan

imbalan (altruisme).

Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka

peneliti ingi mengetahui :

1. Bagaimanakah altruisme pada ibu rumah

tangga yang tinggal di komplek perumahan

tingkat menengah ke atas ?

2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan

altruisme pada ibu runah tangga ?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui altruisme pada ibu rumah tangga di

pemukiman menengah atas serta mengetahui

beberapa faktor yang turut menyebabkannya.

7

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki 2

manfaat, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat terhadap ilmu

psikologi, khususnya dalam bidang

Psikologi Sosial. Selain itu dapat dijadikan

acuan bagi penelitian selanjutnya, terutama

penelitian yang bekaitan dengan altruisme

dan ibu rumah tangga.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan masukan pada masyarakat,

khususnya pada ibu rumah tangga mengenai

pentingnya mempertahankan prilaku altruis

walaupun lingkungan sosialnya lebih

condong kearah individualis. Hal tersebut

dikarenakan manusia merupakan mahluk

sosial yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa

bantuan dari orang lain.

TINJAUAN PUSTAKA

Altruisme

Altruisme adalah istilah yang sering

digunakan sebagai sinonim dengan tingkah laku

prososial untuk menunjukkan suatu bentuk

tingkah laku yang tidak mementingkan diri

sendiri demi kepentingan orang lain dan

mungkin akan melibatkan pertolongan diri

sendiri (Ensiklopedia Psikologi, 1996). Menurut

Staub (dalam Sampson, 1976) perilaku

menolong, menyumbang, bekerjasama, peduli

pada orang lain, berbagi, dan memberi fasilitas

bagi kesejahteraan orang lain merupakan

beberapa macam perilaku altruis.

Menurut Auguste Comte (dalam

Saraswati, 2008) altruisme berasal dari bahasa

Perancis, autrui yang artinya orang lain. Comte

memercayai bahwa individu-individu

mempunyai kewajiban moral untuk berkidmat

bagi kepentingan orang lain atau kebaikan

manusia yang lebih besar.

Menurut Baron dan Byrne (1996)

altruisme merupakan bentuk khusus dalam

penyesuaian perilaku yang ditujukan demi

kepentingan orang lain, biasanya merugikan diri

sendiri dan biasanya termotivasi terutama oleh

hasrat untuk meningkatkan kesejahteraan orang

lain agar lebih baik tanpa mengaharapkan

penghargaan. Sementara itu Myers (dalam

Sarwono, 2002) altruisme dapat didefinisikan

sebagai hasrat untuk menolong orang lain tanpa

memikirkan kepentingan diri sendiri.

Sedangkan menurut Sears (dalam

Riyanti & Prabowo, 1998) altruisme adalah

tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau

sekelompok orang untuk menolong orang lain

tanpa mengaharapakan imbalan apapun, kecuali

telah memberikan suatu kebaikan. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa suatu perilaku

altruisme atau tidak bergantung pada tujuan si

penolong.

Lebih jauh lagi Macaulay dan

Berkowitz (dalam Zanden, 1984) mengatakan

bahwa perilaku altruisme adalah perilaku yang

menguntungkan bagi orang lain. Jadi seseorang

yang melakukan tindakan altruisme bukan saja

menguntungkan bagi si penolong, melainkan

juga menguntungkan bagi orang-orang yang

ditolong, sebab mereka yang melakukan

tindakan altruisme akan menolong orang lain

tanpa mengharapkan balasan apapun.

Dari beberapa uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa definisi dari altruisme adalah

8

tindakan menolong orang lain tanpa

mengharapkan imbalan apapun dari orang yang

ditolongnya.

Komponen Kepribadian Seseorang yang

Termasuk dalam Kategori Altruisme

Baron dan Byrne (1996) menyatakan

terdapat lima komponen kepribadian seseorang

yang termasuk dalam kategori altruisme, yaitu :

a. Siapapun orang yang pernah ditolong,

baginya empati bukanlah suatu bagian yang

penting dari konsep dirinya, baginya jadi

penolong juga mendeskripsikan rasa

tanggung jawab dan rasa sosial

pengendalian dirinya. Mereka juga

menginginkan membuat kesan yang baik

dan selalu ingin berpartisipasi dan

bertoleransi.

b. Mereka yang berasumsi bahwa dalam

memberikan pertolongan merupakan

tindakan baik yang harus dilakukan,

sebaliknya mereka percaya bahwa orang

yang menolong orang lain akan mendapat

tindakan yang setimpal. Mereka percaya

bahwa dunia itu adil dan merupakan tempat

dimana apabila kita melakukan tindakan

yang baik maka akan mendapat tindakan

yang baik pula.

c. Rasa bersosialisasi juga membedakan antara

seseorang penolong dan yang bukan

penolong. Seseorang yang tinggi dalam

dimensi ini percaya bahwa kita sudah

seharusnya melakukan yang terbaik untuk

menolong orang lain.

d. Individu yang altruis memiliki karakteristik

sebagai seorang yang memiliki pengendalian

dan pengontrolan diri yang kuat. Mereka

percaya bahwa seseorang akan memiliki

jalan yang baik apabila memperbanyak

kebaikan dan mengurangi keburukan, karena

seorang individu dapat membuat suatu

perbedaan dan tidak bergantung pada

keberuntungan yang terbatas dan takdir serta

semua yang tidak dapat diperkirakan.

e. Rasa egosentrisme pada orang yang

penolong biasanya lebih rendah

dibandingkan bukan penolong.

Sedangkan Karakteristik Individu

Altruistik menurut Bierhoff, Klein dan Kramp

(dalam Baron & Byrne, 1996) individu yang

altruistic memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Memiliki konsep diri yang empati,

bertanggung jawab dan bersosialisasi,

memiliki self control dan toleransi.

b. Meyakini dunia sebagai mana adanya,

mereka meyakini bahwa apabila mereka

melakukan yang terbaik maka orang yang

mereka tolong akan merasakan manfaat atau

mendapat keuntungan dari perbuatan mereka

c. Memiliki rasa tanggung jawab sosial.

Individu yang memiliki rasa tanggung jawab

sosial yakin bahwa mereka harus melakukan

yang terbaik untuk orang lain

d. Memiliki egosentrisme yang rendah, apabila

mereka gagal dalam melakukan pertolongan,

mereka akan merasa tidak berguna

e. Memiliki internal locus of control. Mereka

yakin bahwa seseorang dapat menentukan

jalannya sendiri, berbuat hal yang terbaik

maka otomatis hal yang buruk akan

berkurang, tidak tergantung pada takdir dan

hal-hal yang tidak pasti.

Pemukiman Menengah Atas

Sebelum membahas definisi dari

perumahan, terlebih dahulu akan dibahas

9

mengenai definisi dari rumah itu sendiri. Definisi

rumah dapat ditinjau dari dua segi, fisik dan

psikologis. Dari segi fisik rumah berarti

bangunan tempat tinggal, tempat kembali dari

berpergian, bekerja, tempat tidur dan beristirahat,

memulihkan kondisi fisik dan mental yang letih

dari melaksanakan tugas sehari-hari. Kemudian

ditinjau dari segi psikologis, rumah berarti

tempat untuk tinggal dan untuk melakukan hal-

hal tersebut di atas, yang tentram, damai dan

menyenangkan bagi penghuninya (Ahmad,

2001).

Menurut kamus Oxford (dalam

Hernowo,2008) rumah adalah bangunan tempat

tinggal orang, biasannya untuk tinggal satu

keluarga. Dari definisi tersebut maka akan jelas

fungsi vital sebuah rumah bagi suatu keluarga,

yakni sebagai tempat tinggal. Dari penjelasan

para ahli diatas dapat disimpulkan definisi dari

rumah adalah bangunan sebagai tempat

berlindung dan sebagai tempat yang dijadikan

untuk tempat tinggal.

Selanjutnya menurut UU No. 4 Tahun

1992 tentang perumahan dan Pemukiman Bab 1,

perumahan adalah sekelompok rumah yang

berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau

lingkungan hunian yang dilengkapi dengan

prasarana dan sarana lingkungan. Berdasarkan

pertunjuk perencanaan kawasan perumahan kota

menurut Departemen pekerjaan umum tahun

1987, Lingkungan perumahan adalah

sekelompok rumah-rumah dengan prasarana dan

fasilitas lingkungannya.

Perumahan menurut Silas (1986) adalah

sebuah teritorial habitat dimana penduduknya

dapat melaksanakan kegiatan biologis, sosial,

ekonomis, politis dan dapat menjamin

kelangsungan lingkungan yang seimbang dan

serasi. Dari pendapat beberapa sumber diatas

maka dapat disimpulkan definisi dari perumahan

adalah kumpulan rumah-rumah disatu kawasan

dimana penduduknya dapat melaksanakan

berbagai macam kegiatan dengan prasarana dan

sarana lingkungan.

Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga menurut Dwijayanti

(1999) adalah wanita yang lebih banyak

menghabiskan waktunya di rumah,

mempersembahkan waktunya untuk memelihara

anak-anak dan mengasuh menurut pola-pola

yang diberikan masyarakat. Menurut Vauren

(dalam Dwijayanti, 1999) ibu rumah tangga

memiliki kewajiban memasak, menjahit,

berbelanja, menyetrika pakaian, dan mengurus

anak.

Frieze (1978) mengemukakan bahwa

ibu rumah tangga adalah suatu peran yang

otomatis diterima seorang wanita saat mulai

berkeluarga. Sedangkan menurut Kartono (2006)

ibu rumah tangga melukiskan kegiatan yang

berpusat pada suatu kegiatan melayani dalam arti

kata yang luas. Termasuk disini mendidik,

melayani, mengatur, mengurus untuk dinikmati

orang lain atau bersama-sama untuk dinikmati

oleh orang lain. Wanita menjadi sumber untuk

membahagiakan orang lain. Sebagai isteri ia

menjadi pengasuh rumah tangga dan memberi

pelayanan yang sangat menyenangkan kepada

suami dan sebagian besar waktunya berada di

dalam rumah.

Berdasarkan pandangan beberapa ahli

tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

ibu rumah tangga adalah wanita yang lebih

banyak menghabiskan waktunya dalam rumah,

10

serta memiliki beberapa kewajiban yang secara

otomatis diterima saat mulai berumah tangga,

termasuk kegiatan mengasuh anak, mengatur

rumah serta berbagai kegiatan pekerjaan rumah

tangga.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan tipe

pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus.

Penelitian ini menelaahan satu kasus secara

intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif.

Penelitian studi kasus lebih

menekankan mengkaji variable yang cukup

banyak pada jumlah yang kecil. Tujuan dari

penelitian menurut Stake (dalam Denzin &

Lincoln, 1994) untuk mencapai pemahaman

mendalam mengenai kasus atau peristiwa

khusus, ketimbang mendeskripsikan bagian

permukaan dari sampel besar dari sebuah

populasi dan juga bertujuan untuk menyediakan

penjelasan tersurat mengenai struktur, tatanan

dan pola yang luas yang terdapat dalam suatu

kelompok partisipan.

Stake (dalam Denzin & Lincoln, 1994)

menambahkan, dalam membahas studi kasus,

Stake menekankan pendekatan kualitatif, bersifat

naturalistik, berbasis pada budaya dan minat

fenomenologi. Studi kasus bukan merupakan

pilihan metodologi, tetapi pilihan masalah yang

bersifat khusus untuk dipelajari.

Studi kasus merupakan prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari

individu dan perilaku yang dapat diamati.

Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu

tersebut secara utuh (Handono,2005).

Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh

diatas studi kasus adalah penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

yang tertulis atau lisan dari individu dan perilaku

yang dapat diamati untuk mencapai pemahaman

mendalam mengenai kasus atau peristiwa

khusus.

Keakuratan Penelitian

Untuk menjaga keakuratan penelitian,

peneliti menggunakan trianggulasi penelitian :

Trianggulasi data, trianggulasi data dan

trianggulasi metodologis.

Pembahasan

1. Gambaran Altruisme Ibu Rumah Tangga

Di Perumahan / Pemukiman Manengah

Atas

Berdasarkan hasil wawancara dan

observasi yang telah dilakukan, subjek

memiliki altruisme yang tinggi terhadap

orang lain disekitarnya. Hal tersebut dapat

terlihat dari hasil wawancara dan observasi

subjek yang sesuai dengan karakteristik

individu altruistik yang dikemukakan oleh

Bierhoff, dkk (dalam Baron & Byrne, 1996).

Adapun karakteristik yang dimaksud yaitu :

a. Memiliki konsep diri yang empati,

bertanggung jawab dan bersosialisasi,

memiliki self control dan toleransi.

Pada kasus ini subjek dapat merasakan

penderitaan atau kesulitan yang

dirasakan oleh orang lain sehingga

subjek tergerak untuk membantu orang

tersebut.

b. Meyakini dunia sebagai mana adanya,

mereka meyakini bahwa apabila mereka

melakukan yang terbaik maka orang

yang mereka tolong akan merasakan

manfaat atau mendapat keuntungan dari

11

perbuatan mereka. Dalam hal ini subjek

suka membantu orang lain

(tetangganya) walau hanya membantu

hal-hal kecil.

c. Memiliki rasa tanggung jawab sosial.

Individu yang memiliki rasa tanggung

jawab sosial yakin bahwa mereka harus

melakukan yang terbaik untuk orang

lain. Subjek merasa bahwa menolong

orang lain merupakan suatu kewajiban

yang sudah ditanamkan sedari kecil

oleh keluarga subjek sehingga membuat

subjek memiliki rasa tanggung jawab

terhadap sesama.

d. Memiliki egosentrisme yang rendah,

apabila mereka gagal dalam melakukan

pertolongan, mereka akan merasa tidak

berguna. Subjek termasuk orang yang

memiliki egosentrisme yang rendah, hal

tersebut terlihat dari altruisme subjek

yang mengorbankan kepentingannya

demi menolong orang lain meskipun

subjek selalu melihat hal mana yang

lebih penting untuk didahulukan.

e. Memiliki internal locus of control.

Mereka yakin bahwa seseorang dapat

menentukan jalannya sendiri, berbuat

hal yang terbaik maka otomatis hal

yang buruk akan berkurang, tidak

tergantung pada takdir dan hal-hal yang

tidak pasti. Dalam hal membantu orang

lain, subjek percaya atas kemampuan

yang dimilikinya.

2. Komponen Kepribadian Seseorang yang

Termasuk dalam Kategori Altruisme

Hasil wawancara dan observasi

menunjukkan bahwa hal-hal yang

menyebabkan subjek termasuk dalam

kategori altruisme yang dikemukakan oleh

Baron dan Byrne (1996) diantaranya yaitu :

a. Empati

Menurut Baron dan Byrne (1996)

empati dideskripsikan sebagai rasa

tanggung jawab dan rasa sosial

pengendalian dirinya. Mereka juga

membuat kesan yang baik dan selalu

ingin berpartisipasi dan bertoleransi.

Dalam hal ini subjek sering merasa

empati pada orang lain sehingga subjek

tergerak untuk membantu.

b. Meyakini Keadilan Dunia

Baron dan Byrne (1996) berasumsi

bahwa Individu yang altruis memiliki

karakteristik sebagai seorang yang

memiliki pengendalian dan

pengontrolan diri yang kuat. Mereka

percaya bahwa seseorang akan memiliki

jalan yang baik apabila memperbanyak

kebaikan dan mengurangi keburukan,

karena seorang individu dapat membuat

suatu perbedaan dan tidak bergantung

pada keberuntungan yang terbatas dan

takdir serta semua yang tidak dapat

diperkirakan. Subjek meyakini bahwa

perbuatannya akan mendapatkan

balasan atas perbuatannya yang

dilakukan terutama balasan dari Tuhan

YME.

c. Sosialisasi

Rasa sosialisasi juga membedakan

antara seseorang penolong dan yang

bukan penolong. Seseorang yang tinggi

dalam dimensi ini percaya bahwa kita

sudah seharusnya melakukan yang

12

terbaik untuk menolong orang lain.

Meskipun subjek merasa hubungan

dilingkungan perumahannya kurang

erat, namun hal tersebut tidak menutupi

keinginan subjek untuk menolong orang

lain.

d. Pengendalian dan Pengontrolan Diri

Individu yang altruis memiliki

karakteristik sebagai seorang yang

memiliki pengendalian dan

pengontrolan diri yang kuat. Mereka

percaya bahwa seseorang akan memiliki

jalan yang baik apabila memperbanyak

kebaikan dan mengurangi keburukan,

karena seorang individu dapat membuat

suatu perbedaan dan tidak bergantung

pada keberuntungan yang terbatas dan

takdir serta semua yang tidak dapat

diperkirakan. Subjek berasumsi bahwa

subjek mampu mengendalikan diri

dengan baik serta selalu

mempertimbangkan baik dan buruknya

suatu keputusan, subjek pun termasuk

orang yang teguh dalam berpendirian.

e. Egosentrisme Yang Rendah

Rasa egosentrisme pada orang yang

penolong biasanya lebih rendah

dibandingkan bukan penolong. Subjek

berpendapat bahwa subjek berusaha

mendahulukan kepentingan orang lain

dari kepentingan subjek sendiri dengan

cara menimbang mana yang lebih

penting untuk didahulukan.

Kesimpulan

1. Gambaran Altruisme Ibu Rumah Tangga

Di Perumahan / Pemukiman Manengah

Atas

Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan dengan wawancara dan observasi

sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan yang

berhubungan dengan altruisme pada subjek ibu

rumah tangga. Kesimpulan yang diperoleh

adalah altruisme yang dimiliki oleh subjek cukup

tinggi hal ini didukung dengan karakteristik yang

dimiliki subjek yang mengindikasikan bahwa

subjek adalah individu yang memiliki

karakteristik altruistik seperti yang dikemukakan

oleh Bierhoff, dkk (dalam Baron & Byrne,

1996). Subjek mampu berinteraksi dan

komunikasi dengan lingkungan sosialnya

meskipun berada dilingkungan yang individualis.

Meski begitu tidak menyurutkan niat subjek

untuk tetap tidak mementingkan diri sendiri

melainkan berusaha membantu orang-orang

disekitarnya yang memerlukan bantuan. Adapun

karakteristik yang dimaksud yaitu :

a. Memiliki konsep diri yang empati

Pada kasus ini subjek dapat merasakan

penderitaan atau kesulitan yang dirasakan

oleh orang lain sehingga subjek tergerak

untuk membantu orang tersebut. Menurut

significant others yang sekaligus sebagai

orang tua dari subjek, subjek merupkan tipe

orang yang perasa sekali terhadap kesulitan

yang dihadapi orang lain.

b. Meyakini dunia sebagai mana adanya

Dalam hal ini subjek suka membantu orang

lain (tetangganya) walau hanya membantu

hal-hal kecil. Menurut subjek setiap perilaku

pasti akan mendapat ganjaran yang setimpal

baik dan buruknya, “apa yang ditanam itulah

yang dipetik” adalah peribahasa yang

ditanamkan betul-betul oleh orang tua

subjek.

13

c. Memiliki rasa tanggung jawab sosial

Subjek merasa bahwa menolong orang lain

merupakan suatu kewajiban yang sudah

ditanamkan sedari kecil oleh keluarga

subjek sehingga membuat subjek memiliki

rasa tanggung jawab terhadap sesama.

d. Memiliki egosentrisme yang rendah

Subjek termasuk orang yang memiliki

egosentrisme yang rendah, hal tersebut

terlihat dari altruisme subjek yang

mengorbankan kepentingannya demi

menolong orang lain meskipun subjek selalu

melihat hal mana yang lebih penting untuk

didahulukan.

e. Memiliki internal locus of control

Dalam hal membantu orang lain, subjek

percaya atas kemampuan yang dimilikinya.

Menurut pendapat subjek seseorang tidak

perlu memaksakan sesuatu hal yang diluar

batas kemampuan yang dimilikinya karena

hal tersebut malah akan menghambat dirinya

sendiri.

2. Komponen Kepribadian Seseorang yang

Termasuk dalam Kategori Altruisme

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi

dapat diketahui bahwa faktor yang

menyebabkan altruisme pada subjek sesuai

dengan komponen kepribadian seseorang

yang termasuk dalam kategori altruisme

yang dikemukakan oleh Baron dan Byrne

(1996). Subjek memiliki sifat empati,

meyakini keadilan dunia, mampu

mengendalikan dan mengontrol diri serta

memiliki egosentrisme yang rendah.

Meskipun sosialisasi subjek kurang erat di

lingkungan perumahan subjek, hal tersebut

tidak menghalangi subjek untuk dapat

berprilaku altruis pada orang lain

disekitarnya. Adapun komponen kepribadian

seseorang yang termasuk dalam kategori

altruisme yang dikemukakan oleh Baron dan

Byrne (1996) yaitu :

a. Empati

Dalam hal ini subjek sering merasakan

empati pada orang lain sehingga membuat

subjek tergerak untuk membantu. Tak jarang

subjek pun mengandaikan orang yang

sedang mengalami kesusahan itu adalah

dirinya sendiri atau bahkan sebagai keluarga

subjek sendiri.

b. Meyakini Keadilan Dunia

Subjek meyakini bahwa perbuatannya akan

memdapatkan balasan atas perbuatan yang

dilakukan subjek. Menurut subjek dalam

berbuat sesuatu harus tulus agar

mendapatkan balasan yang setimpal atau

bahkan akan diberi balasan yang lebih oleh

Allah SWT Tuhan YME.

c. Sosialisasi

Meskipun subjek merasa hubungan

dilingkungan perumahannya kurang erat,

namun hal tersebut tidak menutupi

keinginan subjek untuk menolong orang

lain.

d. Pengendalian dan Pengontrolan Diri

Subjek berasumsi bahwa subjek mampu

mengendalikan diri dengan baik serta selalu

mempertimbangkan baik dan buruknya

suatu keputusan, subjek pun termasuk orang

yang teguh dalam berpendirian.

e. Egosentrisme yang Rendah

Subjek berpendapat bahwa subjek berusaha

mendahulukan kepentingan orang lain dari

kepentingan subjek sendiri dengan cara

14

menimbang mana yang lebih penting untuk

didahulukan.

Saran

Dari hasil penelitian tentang altruisme

pada ibu rumah tangga di

pemukiman/perumahan menengah atas ini, maka

saran yang diajukan oleh peneliti terhadap

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kepada Subjek

Kepada subjek disarankan dapat menjaga

dan lebih meningkatkan perilaku

altruismenya terhadap orang lain maupun

lingkungannya tanpa mengharapkan suatu

imbalan apapun dan tidak perlu

memperdulikan omongan-omongan negatif

dari orang-orang yang tidak bertanggung

jawab, yang terpenting adalah perbuatan

yang baik akan mendapatkan hasil yang baik

pula.

2. Kepada Ibu Rumah Tangga Secara

Umum Khususnya Yang Tinggal di

Pemukiman/Perumahan Menengah Atas

Bagi seluruh ibu rumah tangga yang

khususnya tinggal di perumahan/pemukiman

menengah atas diharapkan dapat lebih

memanfaatkan waktu yang dimiliki dengan

kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk

orang banyak. Seperti membuat suatu

perkumpulan sosial ataupun kegiatan amal

yang selain dapat membantu orang-orang

lain yang kurang beruntung diharapkan juga

dapat terjalin komunikasi yang lebih baik

dan lebih erat antar tetangga walaupun

tinggal di perumahan elit, sehingga label

“individualis” yang telah lama melekat

dapat sedikit demi sedikit luntur.

3. Kepada Masyarakat

Kepada seluruh masyarakat diharapkan

dapat menumbuhkan lagi perilaku altruisme

dan meningkatkannya dengan baik, sehingga

bangsa Indonesia yang terkenal dengan

budaya gotong royong dan saling

menolongnya dapat terus harum dimata

dunia.

4. Kepada Peneliti Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat

mengembangkan fokus penelitian yang

berbeda dan lebih variatif lagi. Misalnya

membandingkan altruisme individu yang

berada di perumahan mewah dengan

individu yang berada di perumahan

menengah bawah, atau dapat pula mencoba

menggunakan metode penelitian kuantitatif.

Daftar Pustaka Ahmad, A. (2001). Rumah dan pengaruhnya

terhadap perkembangan anak. Dalam http://72.14.235.104/search?q=cache:zkGSXPUk-UJ:www.kompas.com/kompas-cetak/0301/25/metro/96832.htm+pengertian+rumah+mewah&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id 26 Februari 2008

Baron, R. A & Byrne, D. (1996). Social

psychology. Eight Edition. Needham Heights : Massa Chusetts

Basuki, H. (2006). Penelitian kualitatif untuk

ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta : Gunadarma

Biro Pusat Statistik. (1996). Pengeluaran dan

konsumsi pendidikan indonesia per-profinsi 1996. Jakarta : Biro Pusat Stasistik

Bodhi, B. (1986). Menghadapi milenium baru.

Yogyakarta : Vidyasena Production Vihara Vidyaloka

Dahri, I. A. (1991). Peran ganda wanita modern.

Jakarta : Pustaka Al-Kautsar

15

Daldjoeni, N. (1992). Seluk beluk masyarakat

kota. Bandung : Alumni Dandrian. (2007). Memilih rumah sehat

lingkungan. Dalam http://www.padusi.com/ani /files/article/memilih_rumah_sehat_lingkungan.asp 20 Juni 2008

Deaux, dkk. (1993). Social psychology in the

90’s (6th Edition). California : Brooks/Cole Publishing Company

Dwijayanti, J. E. ( 1999). Perbedaan antara

motivasi antara ibu rumah tangga yang bekerja dan yang tidak bekerja dalam mengikuti sekolah pengembangan pribadi dari Jhon Robert Powers. Media Psikologi Indonesia. Vol 14 no.55. Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Frieze, I. (1978). The woman and sex roles : A

Social Psychological Perspective. New York : W.W. Norton and Co

Guhardja, S & Chapman, B. (1984). Jadwal

kegiatan ibu rumah tangga dan kebiasaan jajan keluarga. Jakarta : LSP PDII LIPI

Hikmawati, E. (1992). Dampak modernisasi

terhadap status sosial ibu rumah tangga. Vol : 16 no. 138. Pelita BPKS (Balai Penelitian Kesejahteraan Sosial)

Ibrahim, Z. (2005). Psikologi wanita. Bandung :

Pustaka Hidayah Juwono, T. (2008). CSR untuk mendukung

perumahan swadaya. Dalam http://nussp.com/tulisandetil.asp?mid=356&catid=2& 25 November 2008

Kartono, K. 1980. Pengantar metodologi

research sosial. Bandung : Penerbit Alumni

Kartono, K. (1992). Psikologi wanita : Mengenal

wanita sebagai ibu dan nenek. Jilid 2. Bandung : Mandar Maju

Kartono, K. (2006). Psikologi wanita (Jilid 1) :

Gadis remaja dan wanita dewasa. Bandung : Alumni Penerbit

Mappiare, A. (1983). Psikologi orang dewasa.

Surabaya : Usaha Nasional Milgram, S. (1992). The individual in social

world. New York : Mc Graw Hill Moleong, J. L. (2000). Metodologi penelitian

kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Pelokang, J. R. (2008). Altruisme tidak ada yang

ambigu. Dalam http://72.14.235.104/search?q=cahce:GIMTCFGQr28J:dotadotkom.multiply.com/journal+altruisme+di+pemukiman+mewah&hl=id&ct=clnk&cd+2&gl=id 26 Februari 2008

Peplau, L & Perlman, D. (1982). Loneliness : A

sourcebook of cerrent theory, research and theory. New York : Wiley

Poerwandari, K. (1998). Pendekatan kualitatif

untuk penelitian psikologi. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengetahuan dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia

Puspita, S. Y. (1998). Kesejahteraan subjektif

pada ibu rumah tangga dan ibu bekerja di jakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok : Universitas Indonesia

Riyanti, B. P. D & Prabowo, H. (1998).

Psikologi umum 2. Jakarta : Universitas Gunadarma

Santoso, J. dkk. (2002). Sistem perumahan sosial

di indonesia. Jakarta : Center For Urban Studies (Pusat Studi Perkotaan). University Indonesia Esa Unggul

Saraswati, W. (2008). Altruisme, menolong

tanpa pamrih. Dalam 26 Februari 2008

Sarwono, S. W. (1999). Psikologi sosial :

individu dan teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Balai Pustaka

Sarwono, S. W. (2002). Psikologi sosial individu

dan teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Balai Pustaka

16

Sears, dkk. (1994). Psikologi sosial. Alih bahasa : Michael Adryanto. Edisi ke lima Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Silas, J. (1986). Pengertian perumahan. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Pemukiman Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum Depertemen Pekerjaan Umum. Jurnal penelitian pemukiman. Vol. II no.2.

Soekanto, S. (1987). Sosiologi suatu pengantar.

Jakarta : CV Rajawali