kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

18
KONTRIBUSI EMPATI TERHADAP PERILAKU ALTRUISME PADA SISWA SISWI SMA NEGERI 1 SETU BEKASI AGUSTIN PUJIYANTI Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menguji secara empiris kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi SMA negeri 1 Setu Bekasi. Variabel Independent dalam penelitian ini adalah empati, sedangkan variabel Dependent adalah altruisme. Penelitian ini melibatkan 70 orang siswa siswi SMA kelas 1 dan kelas 2 yang berusia antara 14 sampai dengan 17 tahun. Mereka diminta untuk mengisi skala empati dan skala altruisme. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik regresi sederhana yaitu menganalisa kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi dengan menggunakan program SPSS versi 13,0 for windows. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai F sebesar 69,183 dan p = 0,000 dimana p < 0,05. Nilai R diperoleh sebesar 0,710 dan R square sebesar 0,504. Dengan demikian, dapat disimpulkan adanya kontribusi empati secara signifikan terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi, dan empati memberikan kontribusi terhadap altruisme sebesar 50,4 %. Adapun 49,6 % altruisme kemungkinan dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti suasana hati, menyakini keadilan dunia dan faktor sosiobiologis. Secara umum, empati dan perilaku altruisme pada subjek tergolong tinggi ke arah positif. Kata Kunci :Empati, Altruisme, Siswa siswi SMA PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Batasan usianya tidak ditentukan dengan jelas, tetapi kira-kira berawal dari usia 12 sampai akhir usia belasan, saat pertumbuhan fisik hampir lengkap (Atkinson dkk, 1993). Masa remaja tidak hanya ditandai dengan perubahan-perubahan fisik tetapi juga dengan timbulnya perubahan- perubahan psikis. Perubahan-perubahan psikis mengenai tiga hal, pertama perubahan emosional yaitu suatu masa dimana 1

Transcript of kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

Page 1: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

KONTRIBUSI EMPATI TERHADAP PERILAKU ALTRUISME PADA

SISWA SISWI SMA NEGERI 1 SETU BEKASI

AGUSTIN PUJIYANTI

Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk menguji secara empiris kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi SMA negeri 1 Setu Bekasi. Variabel Independent dalam penelitian ini adalah empati, sedangkan variabel Dependent adalah altruisme. Penelitian ini melibatkan 70 orang siswa siswi SMA kelas 1 dan kelas 2 yang berusia antara 14 sampai dengan 17 tahun. Mereka diminta untuk mengisi skala empati dan skala altruisme. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik regresi sederhana yaitu menganalisa kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi dengan menggunakan program SPSS versi 13,0 for windows.

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai F sebesar 69,183 dan p = 0,000 dimana p < 0,05. Nilai R diperoleh sebesar 0,710 dan R square sebesar 0,504. Dengan demikian, dapat disimpulkan adanya kontribusi empati secara signifikan terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi, dan empati memberikan kontribusi terhadap altruisme sebesar 50,4 %. Adapun 49,6 % altruisme kemungkinan dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti suasana hati, menyakini keadilan dunia dan faktor sosiobiologis. Secara umum, empati dan perilaku altruisme pada subjek tergolong tinggi ke arah positif.

Kata Kunci :Empati, Altruisme, Siswa siswi SMA

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan periode

transisi antara masa kanak-kanak dan masa

dewasa. Batasan usianya tidak ditentukan

dengan jelas, tetapi kira-kira berawal dari

usia 12 sampai akhir usia belasan, saat

pertumbuhan fisik hampir lengkap

(Atkinson dkk, 1993).

Masa remaja tidak hanya ditandai

dengan perubahan-perubahan fisik tetapi

juga dengan timbulnya perubahan-

perubahan psikis. Perubahan-perubahan

psikis mengenai tiga hal, pertama perubahan

emosional yaitu suatu masa dimana

1

Page 2: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

ketegangan emosi meninggi sebagai akibat

dari perubahan fisik dan kelenjar, kedua

keinginan dan kemampuan untuk berdiri

sendiri tambah besar dan ketiga mulai

merencanakan tujuan hidup yang ideal bagi

dirinya ( Knys, 1986 ).

Dengan meluasnya kesempatan

untuk melibatkan diri dalam berbagai

kegiatan sosial maka wawasan sosial

semakin membaik pada remaja yang lebih

besar. Sekarang remaja dapat menilai teman-

temannya dengan lebih baik, sehingga

penyesuaian diri dalam situasi sosial

bertambah baik dan pertengkaran menjadi

berkurang ( Hurlock, 1994 ).

Menurut Erikson ( dalam Santrock,

2003 ) selama masa remaja, individu

melakukan pencarian identitas. Bila remaja

dikecewakan dalam hal keyakinan moral dan

keagamaan yang mereka peroleh selama

masa kanak-kanak, mereka cenderung

merasa kehilangan tujuan dan merasa hidup

mereka kosong, setidaknya untuk sementara.

Hal ini dapat membawa remaja ke usaha

mencari ideologi yang akan memberikan

tujuan dalam hidup mereka.

Hoffman ( dalam Goleman, 2002 )

melihat adanya proses alamiah empati sejak

bayi dan masa-masa selanjutnya. Pada umur

satu tahun, anak-anak merasakan sakit pada

dirinya apabila melihat anak lain jatuh dan

menangis, perasaannya sedemikian kuat dan

mengikat sehingga ia menaruh ibu jarinya di

mulut dan membenamkan kepalanya di

pangkuan ibunya, seolah-olah ia sendiri

terluka. Setelah tahun pertama, ketika bayi

sudah lebih menyadari bahwa mereka

berbeda dari orang lain, mereka secara aktif

mencoba menghibur bayi lain yang

menangis, misalnya dengan menawarkan

boneka beruang miliknya. Pada awal usia

dua tahun, anak-anak mulai memahami

bahwa perasaan orang lain berbeda dengan

perasaannya, sehingga mereka lebih peka

terhadap isyarat-isyarat yang

mengungkapkan perasaan orang lain.

Pada akhir masa kanak-kanak,

tingkat empati paling akhir muncul ketika

anak-anak sudah sanggup memahami

kesulitan yang ada dibalik situasi yang

tampak dan menyadari bahwa situasi atau

status seseorang dalam kehidupan dapat

menjadi sumber beban stres kronis. Pada

tahap ini, mereka dapat merasakan

kesengsaraan suatu golongan, misalnya

kaum miskin, kaum tertindas, mereka yang

terkucil dari masyarakat. Pemahaman itu,

dalam masa remaja dapat mendorong

keyakinan moral yang berpusat pada

kemauan untuk meringankan

ketidakberuntungan dan ketidakadilan (

Goleman, 2002 ).

Perasaan positif, seperti empati

memberikan kontribusi pada perkembangan

moral remaja. Walaupun empati dianggap

sebagai keadaan emosional, sering kali

empati memiliki komponen kognitif yaitu

kemampuan melihat keadaan psikologis

dalam diri orang lain, atau yang disebut

dengan mengambil perspektif orang lain.

Pada usia 10 sampai 12 tahun, individu

membentuk empati terhadap orang lain yang

hidup dalam kondisi yang tidak

menguntungkan contohnya orang miskin,

2

Page 3: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

orang cacat dan orang-orang yang

dikucilkan. Kepekaan ini membantu anak-

anak yang lebih tua untuk bertingkah laku

altruistik dan pada akhirnya memunculkan

rasa kemanusiaan pada perkembangan

pandangan ideologis dan politik pada remaja

( Santrock, 2003 ).

Menolong orang lain dan ditolong

oleh orang lain jelas meningkatkan

kesempatan bagi orang untuk dapat bertahan

dan bereproduksi. Komponen afektif dari

empati juga termasuk merasa simpatik tidak

hanya merasakan penderitaan orang lain

tetapi juga mengekspresikan kepedulian dan

mencoba melakukan sesuatu untuk

meringankan penderitaan mereka misalnya,

individu yang memiliki empati tinggi lebih

termotivasi untuk menolong seseorang

teman daripada mereka yang memiliki

empati rendah. Komponen kognitif dari

empati tampaknya merupakan kualitas unik

manusia yang berkembang hanya setelah

individu melewati masa bayi, kognisi yang

relevan termasuk kemampuan untuk

mempertimbangkan sudut pandang orang

lain, kadang-kadang disebut sebagai

mengambil perspektif ( perspective taking )

yaitu mampu untuk menempatkan diri dalam

posisi orang lain ( Schlenker & Britt dalam

Baron & Byrne, 2005 ).

Batson ( dalam Sarwono, 2002 )

mengatakan bahwa egoisme dan simpati

berfungsi bersama-sama dalam perilaku

menolong dari segi egoisme, perilaku

menolong dapat mengurangi ketegangan diri

sendiri, sedangkan dari segi simpati,

perilaku menolong itu dapat mengurangi

penderitaan orang lain. Gabungan dari

keduanya dapat menjadi empati, yaitu ikut

merasakan penderitaan orang lain sebagai

penderitaannya sendiri.

Adanya empati memungkinkan

seseorang dapat memotivasi orang lain

sehingga dapat bekerja dengan baik. Setiap

orang dapat meningkatkan kepekaan

perasaan sehingga memiliki tenggang rasa

yang tinggi, yakni dengan membayangkan

suatu keadaan dilihat dari sudut pandang

orang lain. Dengan jalan demikian orang

akan menjadi lebih peka terhadap reaksi

orang lain, dapat merasakan apa yang

dirasakan oleh orang lain, akibat selanjutnya

orang tersebut dapat lebih memahami orang

lain dan dapat memotivasinya untuk

melakukan yang terbaik ( Zuchdi, 2003 ).

Hurlock ( 1988 ) mengemukakan

empati adalah kemampuan untuk

menempatkan diri sendiri dalam keadaan

psikologis orang lain dan untuk melihat

suatu situasi dari sudut pandang orang lain.

Johnson dkk (dalam Sari dkk, 2003)

mengemukakan bahwa empati adalah

kecenderungan untuk memahami kondisi

atau keadaan pikiran orang lain. Seorang

yang empati digambarkan sebagai seorang

yang toleran yang mampu mengendalikan

diri, ramah, mempunyai pengaruh, serta

bersifat humanistik.

Menurut Batson ( dalam Saraswati,

2008 ) dengan empati yaitu pengalaman

menempatkan diri pada keadaan emosi

orang lain seolah-olah mengalaminya

sendiri. Empati inilah yang menurut Batson

akan mendorong orang untuk melakukan

3

Page 4: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

pertolongan altruistis. Untuk menguji

pandangan altruistik dari perilaku menolong,

Batson dkk ( dalam Baron dan Byrne, 2005 )

merancang prosedur penelitian di mana

individu meningkatkan empati bystander

dengan menggambarkan dirinya sebagai

salah satunya, mirip atau tidak mirip dengan

korban. Bystander kemudian dihadapkan

pada suatu kesempatan untuk menolong.

Setiap mahasiswa partisipan penelitian

diberikan peran sebagai “observer” yang

melihat “teman mahasiswa” dalam monitor

televisi ketika mahasiswa partisipan

melakukan suatu tugas selagi ( kelihatannya

) menerima kejutan listrik secara acak.

Teman mahasiswa ini sebenarnya asisten

peneliti yang direkam pada video. Setelah

tugas dilaksanakan, asisten itu berkata

bahwa asisten kesakitan dan mengaku

bahwa saat anak-anak dahulu mempunyai

pengalaman traumatik dengan listrik.

Asisten menyetujui untuk melanjutkan jika

dibutuhkan tetapi peneliti bertanya apakah

observer bersedia berganti tempat

dengannya atau mereka harus menghentikan

eksperimen tersebut. Ketika empati kurang

(korban dan partisipan tidak mirip),

partisipan memilih untuk mengakhiri

eksperimen daripada terlibat dalam tingkah

laku prososial yang menyakitkan. Ketika

empati tinggi (korban dan partisipan mirip),

partisipan setuju untuk menggantikan

korban dan menerima kejutan listrik.

Tampak bahwa tindakan altruistik ini

dimotivasi hanya oleh perasaan empatik

untuk korban.

Cialdini dkk ( dalam Baron &

Byrne, 2005 ) menyetujui bahwa empati

menimbulkan perilaku altruistik tetapi

berpendapat bahwa ini hanya terjadi ketika

partisipan mempersepsikan suatu tumpang

tindih antara self dengan orang lain. Jika

orang lain mempunyai tumpang tindih

dengan dirinya maka sebagai akibatnya, hal

ini menjadi bagian dari self concept di mana

partisipan yang membantu sebenarnya

sedang menolong dirinya sendiri.

Altruisme adalah tindakan sukarela

untuk menolong orang lain tanpa

mengharapkan imbalan dalam bentuk

apapun atau disebut juga sebagai tindakan

tanpa pamrih ( Sears dalam Adi, 2007 ).

Menurut Myers ( dalam Sarwono, 2002 )

altruisme didefinisikan sebagai hasrat untuk

menolong orang lain tanpa memikirkan

kepentingan sendiri.

Altruistic as behaviour,

pemahamannya adalah menolong orang lain,

membuat orang lain senang. Tetapi

membuat orang lain senang didasari oleh

dua faktor. Yang pertama bila individu tidak

peduli siapa yang ditolong, darimana

asalnya, individu hanya sekedar menolong

saja. Hal ini muncul ketika individu melihat

orang lain tidak nyaman, maka individu

tersebut menolongnya, hal ini disebut

eksosentris. Kedua adalah apabila individu

yang menolong mendapatkan keuntungan

dari individu yang ditolong, hal ini

dinamakan endosentris (Pelokang, 2008).

Walaupun remaja sering kali

digambarkan sebagai seseorang yang

egosentris dan egois atau mementingkan diri

4

Page 5: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

sendiri, tingkah laku altruisme pada remaja

juga terhitung cukup banyak seperti remaja

yang bekerja keras, remaja-remaja yang

melakukan acara mencuci mobil, menjual

kue, mengadakan konser mengumpulkan

uang untuk orang-orang yang kelaparan dan

menolong anak-anak yang menderita

keterbelakangan mental dan ada pula remaja

yang mengambil dan merawat kucing yang

terluka ( Santrock, 2003 ).

Perilaku menolong ini nantinya

akan meningkatkan kesadaran pada diri si

penolong ( White & Gerstain dalam

Sarwono, 2002 ). Individu dengan kesadaran

sosial yang tinggi dan rasa kemanuasiaan

yang besar akan lebih mementingkan

kepentingan orang lain, dan karenanya

mereka akan menolong tanpa memikirkan

kepentingan sendiri dan pertolongan yang

diberikan pun cenderung ikhlas dan tanpa

pamrih. Hal ini dilakukan dengan tulus dan

ikhlas karena dapat memberikan kepuasan

dan kesenangan psikologis tersendiri bagi si

penolong.

Timbal balik dan pertukaran

merupakan bagian dari altruisme ( Brown

dalam Santrock, 2003 ). Timbal balik dapat

ditemukan pada seluruh manusia di muka

bumi ini. Timbal balik mendorong remaja

melakukan hal yang ingin orang lain juga

melakukannya terhadap dirinya. Perasaan

bersalah muncul bila remaja tidak

memberikan balasan. Perasaan marah akan

muncul bila orang lain yang tidak

memberikan balasan. Tidak semua altruisme

pada remaja dimotivasi oleh timbal balik

dan pertukaran, tetapi interaksi dan

hubungan antara dirinya sendiri dengan

orang lain membantu individu memahami

sifat dasar altruisme. Kondisi yang biasanya

melibatkan altruisme oleh remaja adalah

emosi empati atau simpati terhadap orang

lain yang membutuhkan atau adanya

hubungan yang dekat antara si pemberi dan

si penerima ( Clark dkk dalam Santrock,

2003 ). Altruisme muncul lebih sering di

masa remaja daripada masa kanak-kanak,

walaupun contoh-contoh seperti menyayangi

orang lain dan menenangkan orang lain yang

sedang merasa tertekan juga dapat muncul

selama masa prasekolah ( eisenberg dalam

Santrock, 2003 ).

Cialdini dan Kenrick ( dalam Adi,

2007 ) telah mengadakan penelitian tentang

motivasi untuk menolong. Partisipan di bagi

menjadi 2 kelompok, kelompok pertama

anak usia 6-8 tahun dan kelompok kedua

remaja berusia 15-18 tahun. Kedua

kelompok mendapat perlakuan yang sama

yaitu setengah dari partisipan diminta untuk

berpikir tentang masa lalunya yang

menyedihkan, sedangkan setengah yang lain

memikirkan masa lalunya yang netral.

Kedua kelompok diberi kesempatan untuk

menolong orang lain yang tidak dikenal

dengan memberikan beberapa kupon yang

telah mereka menangkan dalam suatu

permainan. Hasilnya anak yang dikondisikan

dalam keadaan sedih tidak lebih termotivasi

untuk menolong dibanding dalam keadaaan

netral. Sebaliknya, remaja yang

dikondisikan dalam keadaan sedih lebih

termotivasi untuk menolong dibanding

dalam keadaan netral.

5

Page 6: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

Banyak ahli perkembangan percaya

bahwa baik perasaan positif, seperti empati,

simpati, kekaguman dan harga diri maupun

perasaan negatif seperti kemarahan,

kekejaman, rasa malu dan rasa bersalah

memberikan kontribusi pada perkembangan

moral remaja ( Damon dalam Santrock,

2003 ). Jika pengalaman emosi tersebut

dirasakan secara kuat, emosi tersebut dapat

menyebabkan remaja bertindak sesuai

dengan standar akan mana yang benar dan

salah. Emosi seperti empati, rasa malu, rasa

bersalah, dan rasa cemas akan pelanggaran

terhadap standar yang dilakukan oleh orang

lain dapat ditemui di tahap awal

perkembangan dan mengalami perubahan

selama masa kanak-kanak dan remaja.

Emosi seperti ini memberikan dasar yang

alamiah bagi remaja untuk memperoleh

nilai-nilai moral dan juga mengarahkan

remaja terhadap peristiwa moral dan

memotivasi remaja untuk lebih memberikan

perhatian terhadap peristiwa tersebut. Emosi

moral tidak terlepas dari suatu jalinan antara

aspek kognitif dan sosial dalam

perkembangan remaja. Jaringan perasaan,

kognisi dan tingkah laku sosial juga dialami

dalam altruisme yang merupakan salah satu

aspek perkembangan moral remaja.

Manusia pada dasarnya adalah

makhluk sosial dan mampu berempati.

Ketika orang-orang berinteraksi satu sama

lain dalam hubungan sosial, “mereka selalu

prososial, biasanya menolong, dan sering

sekali altruistik” ( Fiske dalam Wangmuba,

2009 )

Berdasarkan uraian diatas maka

peneliti tertarik untuk menguji kontribusi

empati terhadap perilaku altruisme pada

remaja maka penelitian ini mengambil judul

kontribusi empati terhadap perilaku

altruisme pada siswa siswi SMA Negeri 1

Setu Bekasi.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menguji kontribusi empati terhadap

perilaku altruisme pada siswa siswi SMA

Negeri 1 Setu Bekasi.

Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa terdapat kontribusi empati secara

signifikan terhadap altruisme pada siswa

siswi sebesar 50,4 %. Maka penelitian ini

diharapkan dapat memperkaya khasanah

ilmu pengetahuan khususnya dibidang

ilmu psikologi, khususnya psikologi

perkembangan dan sosial dengan cara

memberi tambahan data empiris yang

sudah teruji secara ilmiah.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian yang menunjukkan

bahwa empati yang tinggi dapat

menyebabkan altruisme dan sebaliknya.

Diharapkan dapat memberikan manfaat

serta masukan kepada siswa SMA

tentang pentingnya pengembangan

empati yang tinggi dan juga diharapkan

masyarakat dapat memahami tentang

pentingnya empati yang dapat

mempengaruhi altruisme disertai

kesadaran untuk

mengimplementasikannya dalam

6

Page 7: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

kehidupan sehari-hari agar dapat

bermuara pada terciptanya hubungan

sosial yang lebih manusiawi.

TINJAUAN PUSTAKA

Empati

Empati adalah kemampuan untuk

menempatkan diri sendiri dalam keadaan

psikologis orang lain dan untuk melihat

suatu situasi dari sudut pandang orang lain (

Hurlock, 1988 ).

Stein ( dalam Ibrahim, 2003 )

mengatakan empati adalah “menyelaraskan

diri” ( peka ) terhadap apa, bagaimana dan

latar belakang perasaan dan pikiran orang

lain sebagaimana orang tersebut merasakan

dan memikirkannya.

Titchener ( dalam Goleman, 2002 )

menyatakan bahwa empati berasal dari

semacam peniruan secara fisik atas beban

orang lain, yang kemudian menimbulkan

perasaan yang serupa dalam diri seseorang.

Johnson ( dalam Sari dkk, 2003 )

mengemukakan bahwa empati adalah

kecenderungan untuk memahami kondisi

atau keadaan pikiran orang lain. Seseorang

yang berempati digambarkan sebagai

seorang yang toleran, mampu

mengendalikan diri, ramah, mempunyai

pengaruh serta bersifat humanistik.

Merasakan empati berarti bereaksi

terhadap perasaan orang lain dengan respon

emosional yang sama dengan respon orang

lain tersebut (Damon dalam Santrock, 2003).

Batson dan Coke ( dalam Sari dkk,

2003 ) mendefinisikan empati sebagai suatu

keadaan emosional yang dimiliki oleh

seseorang yang sesuai dengan apa yang

dirasakan oleh orang lain

Berdasarkan definisi tersebut

diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

empati adalah suatu keadaan emosional yang

dimiliki oleh seseorang untuk memahami

kondisi, perasaan atau keadaan pikiran orang

lain, sehingga dapat merasakan sebagaimana

yang dirasakan dan dipikirkan orang lain.

Komponen Empati

Menurut Mayroff (dalam Zuchdi, 2003),

empati terdiri atas perpaduan tiga

komponen, yakni:

a. Pemahaman terhadap orang lain dengan

sensitif dan tepat, namun tetap menjaga

keterpisahan dari orang lain tersebut.

b. Pemahaman keadaan yang mendorong

munculnya perasaan tersebut.

c. Cara berkomunikasi dengan orang lain

yang membuat orang lain merasa

diterima dan dipahami.

Altruisme

Altruisme dapat didefinisikan

sebagai hasrat untuk menolong orang lain

tanpa memikirkan kepentingan sendiri

(Myers dalam Sarwono, 2002). Altruisme

adalah minat yang tidak mementingkan diri

sendiri untuk menolong orang lain

(Santrock, 2003).

Altruisme adalah tindakan sukarela

yang dilakukan seseorang atau sekelompok

orang untuk menolong orang lain tanpa

mengharapkan imbalan apapun, kecuali

telah memberikan suatu kebaikan ( Sears

dkk dalam Riyanti & Prabowo, 1998 ).

Menurut Macaulay dan Berkowitz

(dalam Schroeder, 1995) altruisme adalah

7

Page 8: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

pertolongan yang diberikan seseorang

kepada orang lain tanpa mengharapkan

rewards dari sumber-sumber luar.

Altruisme merupakan perilaku yang

dikendalikan oleh perasaan bertanggung

jawab terhadap orang lain, misalnya

menolong dan berbagi (Kail & Cavanough,

2000 ).

Berdasarkan definisi yang

dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa

altruisme adalah tindakan sukarela yang

dilakukan seseorang untuk menolong orang

lain tanpa mengharapkan rewards atau

imbalan.

Komponen Perilaku Altruisme

Menurut Einsberg dan Mussen

(dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) hal-

hal yang termasuk dalam komponen

altruisme adalah sebagai berikut:

a. Sharing ( memberi )

Individu yang sering berperilaku altruis

biasanya sering memberikan sesuatu

bantuan kepada orang lain yang lebih

membutuhkan dari pada dirinya.

b. Cooperative ( kerja sama )

Individu yang memiliki sifat altruis lebih

senang melakukan suatu pekerjaan secara

bersama-sama, karena mereka berfikir

dengan berkerja sama tersebut mereka

dapat lebih bersosialisasi dengan sesama

manusia dan dapat mempercepat

pekerjaanya.

c. Donating ( menyumbang )

Individu yang memiliki sifat altruis

senang memberikan sesuatu atau suatu

bantuan kepada orang lain tanpa

mengharapkan imbalan dari orang yang

ditolongnya.

d. Helping ( menolong )

Individu yang memiliki sifat altruis

senang membantu orang lain dan

memberikan apa-apa yang berguna ketika

orang lain dalam kesusahan karena hal

tersebut dapat menimbulkan perasaan

positif dalam diri si penolong.

e. Honesty ( kejujuran )

Individu yang memiliki sifat altruis

memiliki suatu sikap yang lurus hati,

tulus serta tidak curang, mereka

mengutamakan nilai kejujuran dalam

dirinya

f. Generosity ( kedermawanan )

Individu yang memiliki sifat altruis

memiliki sikap dari orang yang suka

beramal, suka memberi derma atau

pemurah hati kepada orang lain yang

membutuhkan pertolongannya tanpa

mengharapkan imbalan apapun dari orang

yang ditolongnya.

g.Mempertimbangkan hak dan

kesejahteraan orang lain

Individu yang memiliki sifat altruis selalu

berusaha untuk mempertimbangkan hak

dan kesejahteraan orang lain, mereka

selalu berusaha agar orang lain tidak

mengalami kesusahan.

Remaja

Remaja adalah suatu masa

peralihan antara akil balik ( puberty ) dan

dewasa, suatu masa pancaroba dalam

perkembangan fisik, kognitif ( cognitive )

emosi dan sosial, juga merupakan suatu

masa transisi dari masa kanak-kanak

8

Page 9: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

menjadi dewasa ( Tjokrohusada dalam

Sampoerno dan Azwar, 1987 ).

Masa remaja merupakan masa

transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

dewasa. Banyak perubahan-perubahan yang

terjadi dalam masa remaja ini satu

diantaranya adalah perubahan-perubahan

fisik. Percepatan yang berlipat ganda dalam

pertumbuhan fisik seperti tinggi badan,

perubahan bentuk tubuh, perubahan suara

dan sebagainya ( Prawiratirta dalam

Gunarsa, 1983 ).

Remaja adalah seorang yang pada

jenjang waktu tertentu dalam tumbuh

kembangnya antara anak dan tingkat

dewasa. Remaja ini telah melewati masa

anak sekolah dasar, tetapi belum sampai

pada ambang pintu untuk memasuki alam

kedewasaan ( Wirowidjojo dalam Sarwono,

1984 ).

Istilah masa remaja digunakan

untuk menunjukkan masa peralihan dari

ketergantungan dan perlindungan orang

dewasa pada ketergantungan terhadap diri

sendiri dan penentuan diri sendiri. Masa

remaja ditandai dengan munculnya

serangkaian perubahan fisiologis yang kritis,

yang membawa individu pada kematangan

fisik dan biologis ( Semiun, 2006 ).

Masa remaja dimaksudkan sebagai

periode transisi antara masa kanak-kanak

dan masa dewasa batasan usianya tidak

ditentukan dengan jelas, tetapi kira-kira

berawal dari usia 12 sampai akhir usia

belasan, saat pertumbuhan fisik hampir

lengkap ( Atkinson dkk, 1993 ).

Berdasarkan definisi yang

dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa

remaja adalah masa transisi dari masa

kanak-kanak menuju masa dewasa,

menunjukkan masa peralihan dari

ketergantungan dan perlindungan orang

dewasa pada ketergantungan terhadap diri

sendiri dan penentuan diri sendiri.

Kontribusi Empati Terhadap Perilaku

Altruisme Pada Siswa Siswi SMA Negeri

1 Setu Bekasi

Menurut Erikson ( dalam Santrock,

2003 ) selama masa remaja, individu

melakukan pencarian identitas. Bila remaja

dikecewakan dalam hal keyakinan moral dan

keagamaan yang mereka peroleh selama

masa kanak-kanak, mereka cenderung

merasa kehilangan tujuan dan merasa hidup

mereka kosong, setidaknya untuk sementara.

Hal ini dapat membawa remaja ke usaha

mencari ideologi yang akan memberikan

tujuan dalam hidup mereka.

Pada akhir masa kanak-kanak,

tingkat empati paling akhir muncul ketika

anak-anak sudah sanggup memahami

kesulitan yang ada dibalik situasi yang

tampak dan menyadari bahwa situasi atau

status seseorang dalam kehidupan dapat

menjadi sumber beban stres kronis. Pada

tahap ini, mereka dapat merasakan

kesengsaraan suatu golongan, misalnya

kaum miskin, kaum tertindas, mereka yang

terkucil dari masyarakat. Pemahaman itu,

dalam masa remaja dapat mendorong

keyakinan moral yang berpusat pada

kemauan untuk meringankan

9

Page 10: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

ketidakberuntungan dan ketidakadilan (

Goleman, 2002 ).

Menurut Cialdini ( dalam Adi, 2007

) anak adalah individu yang berusia antara

10-12 tahun, yang merupakan masa

peralihan antara tahapan presosialization

(tahap dimana anak tidak peduli pada orang

lain, anak hanya akan menolong apabila

diminta atau ditawari sesuatu agar mau

melakukannya,tapi menolong itu tidak

membawa dampak positif bagi anak), tahap

awareness ( tahap dimana anak belajar

bahwa anggota masyarakat di lingkungan

tempat tinggal mereka saling membantu,

mengakibatkan individu menjadi lebih

sensitif terhadap norma sosial dan tingkah

laku prososial ), dan tahap internalization

(15-16 tahun). Pada tahap ini perilaku

menolong bisa memberikan kepuasan secara

intrinsik dan membuat orang merasa

nyaman. Norma eksternal yang memotivasi

menolong selama tahap kedua sudah

diinternalisasi. Dan pada usia 10 sampai 12

tahun ini juga individu membentuk empati

terhadap orang lain yang hidup dalam

kondisi yang tidak menguntungkan,

contohnya orang miskin, orang cacat dan

orang-orang yang dikucilkan ( Santrock,

2003 ). Berdasarkan tahapan-tahapan dan

pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa remaja memiliki kepekaan untuk

bertingkah laku alturistik dan pada akhirnya

memunculkan rasa kemanusiaan.

Perasaan positif, seperti empati

memberikan kontribusi pada perkembangan

moral remaja. Merasakan empati berarti

bereaksi terhadap perasaan orang lain

dengan respon emosional yang sama dengan

respon orang lain tersebut ( Damon dalam

Santrock, 2003 ).

Menurut Batson ( dalam Saraswati,

2008 ) dengan empati (pengalaman

menempatkan diri pada keadaan emosi

orang lain seolah-olah mengalaminya

sendiri). Empati inilah yang menurut Batson

akan mendorong orang untuk melakukan

pertolongan altruistis.

Menurut Cialdini dkk ( dalam

Baron & Byrne, 2005 ) menyetujui bahwa

empati menimbulkan perilaku altruistik

tetapi berpendapat bahwa ini hanya terjadi

ketika partisipan mempersepsikan suatu

tumpang tindih antara self dengan orang

lain. Jika orang lain mempunyai tumpang

tindih dengan dirinya maka sebagai

akibatnya, hal ini menjadi bagian dari self

concept dimana partisipan yang membantu

sebenarnya sedang menolong dirinya

sendiri. Peneliti-peneliti ini menunjukkan

bukti bahwa tanpa adanya perasaan empati

tidak mungkin meningkatkan pertolongan.

Lain hal menurut Batson ( dalam

Saraswati, 2008 ) orang yang empatik

menolong orang lain karena “rasanya

menyenangkan untuk berbuat baik”.

Berdasarkan pada asumsi ini, Batson dkk

(dalam Saraswati, 2008) mengajukan

hipotesis empati-altruisme ( empathy-

altruism hypothesis ). Mereka

mengungkapkan bahwa setidaknya beberapa

tingkah laku prososial hanya dimotivasi oleh

keinginan tidak egois untuk menolong

seseorang yang membutuhkan pertolongan

(Batson & Olesan dalam Baron & Byrne,

10

Page 11: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

2005). Motivasi menolong ini dapat menjadi

sangat kuat sehingga individu yang memberi

pertolongan bersedia terlibat dalam aktivitas

yang tidak menyenangkan, berbahaya, dan

bahkan mengancam nyawa ( Batson, Batson

dkk dalam Baron & Byrne, 2005 ).

Menurut Sears dkk ( 1994 ) rasa

empatik hanya dapat dikurangi dengan

membantu orang yang berada dalam

kesulitan karena tujuan rasa empatik adalah

meningkatkan kesejahteraan orang lain, jelas

bahwa rasa empatik merupakan sumber

altruistik ( bukan kepentingan diri ) perilaku

membantu.

Ada tiga alasan utama mengapa

empati sangat berkaitan dengan altruisme (

Arlitt & Humphrey dalam Schroeder, 1995 )

yaitu: 1). Adanya hubungan yang sangat

subtansial dan penting antara kemampuan

untuk merasakan empati dan keinginan

untuk terlibat dalam perilaku altruis, 2). Ada

bagian spesifik pada otak manusia yang

memberikan kemampuan manusia secara

fisiologis dan neurologis untuk berempati

dengan orang lain dan 3). Empati merupakan

reaksi pada manusia yang dapat diobservasi

sejak usia dini. Beberapa puluh tahun yang

lalu para ahli sempat menemukan bahwa

bayi berusia 4 tahun dapat menangis ketika

mendengar bayi lain menangis.

Banyak ahli perkembangan percaya

bahwa baik perasaan positif, seperti empati,

simpati, kekaguman dan harga diri maupun

perasaan negatif seperti kemarahan,

kekejaman, rasa malu dan rasa bersalah

memberikan kontribusi pada perkembangan

moral remaja ( Damon dalam Santrock,

2003 ). Jika pengalaman emosi tersebut

dirasakan secara kuat, emosi tersebut dapat

menyebabkan remaja bertindak sesuai

dengan standar akan mana yang benar dan

salah. Emosi seperti empati, rasa malu, rasa

bersalah, dan rasa cemas akan pelanggaran

terhadap standar yang dilakukan oleh orang

lain dapat ditemui di tahap awal

perkembangan dan mengalami perubahan

selama masa kanak-kanak dan remaja.

Emosi seperti ini memberikan dasar yang

alamiah bagi remaja untuk memperoleh

nilai-nilai moral dan juga mengarahkan

remaja terhadap peristiwa moral dan

memotivasi remaja untuk lebih memberikan

perhatian terhadap peristiwa tersebut. Emosi

moral tidak terlepas dari suatu jalinan antara

aspek kognitif dan sosial dalam

perkembangan remaja. Jaringan perasaan,

kognisi dan tingkah laku sosial juga dialami

dalam altruisme yang merupakan salah satu

aspek perkembangan moral remaja.

Altruisme adalah tindakan sukarela

untuk menolong orang lain tanpa

mengharapkan imbalan dalam bentuk

apapun atau disebut juga sebagai tindakan

tanpa pamrih ( Sears dalam Adi, 2007 ).

Timbal balik dan pertukaran

merupakan bagian dari altruisme ( Brown

dalam Santrock, 2003 ). Timbal balik dapat

ditemukan pada seluruh manusia di muka

bumi ini. Timbal balik mendorong remaja

melakukan hal yang ingin orang lain juga

melakukannya terhadap dirinya. Perasaan

bersalah muncul bila remaja tidak

memberikan balasan. Perasaan marah akan

muncul bila orang lain yang tidak

11

Page 12: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

memberikan balasan. Tidak semua altruisme

pada remaja dimotivasi oleh timbal balik

dan pertukaran, tetapi interaksi dan

hubungan antara dirinya sendiri dengan

orang lain membantu individu memahami

sifat dasar altruisme. Kondisi yang biasanya

melibatkan altruisme oleh remaja adalah

emosi empati atau simpati terhadap orang

lain yang membutuhkan atau adanya

hubungan yang dekat antara si pemberi dan

si penerima ( Clark dkk dalam Santrock,

2003 ). Altruisme muncul lebih sering di

masa remaja daripada masa kanak-kanak,

walaupun contoh-contoh seperti menyayangi

orang lain dan menenangkan orang lain yang

sedang merasa tertekan juga dapat muncul

selama masa prasekolah ( eisenberg dalam

Santrock, 2003 ).

Perilaku menolong ini nantinya

akan meningkatkan kesadaran pada diri si

penolong ( White & Gerstain dalam

Sarwono, 2002 ). Individu dengan kesadaran

sosial yang tinggi dan rasa kemanusiaan

yang besar akan lebih mementingkan

kepentingan orang lain, dan karenanya

mereka akan menolong tanpa memikirkan

kepentingan sendiri dan pertolongan yang

diberikan pun cenderung ikhlas dan tanpa

pamrih. Hal ini dilakukan dengan tulus dan

ikhlas karena dapat memberikan kepuasan

dan kesenangan psikologis tersendiri bagi si

penolong.

Jadi dari penjelasan diatas, dapat

diambil kesimpulan bahwa empati

mempengaruhi kecenderungan perilaku

altruisme.

Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka di

atas, maka hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini yaitu ada kontribusi empati

terhadap perilaku altruisme pada siswa dan

siswi SMA Negeri 1 Setu Bekasi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

pendekatan kuantitatif yang bersifat

hubungan, yaitu menghubungkan antara

variabel satu dengan yang lain.

Jumlah subjek dalam penelitian ini

adalah 70 subjek. Karakteristik subjek yang

dibutuhkan dalam penelitian ini adalah siswa siswi SMA Negeri Bekasi yang masih

aktif, kelas 1 dan kelas 2 yang berusia 14-17

tahun. Pengembilan sampel menggunakan

teknik Purposive Sampling.

Pada penelitian ini teknik

pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan teknik pengumpul data yaitu

dengan angket atau kuesioner. Untuk

variabel empati digunakan skala empati

yang berbentuk skala Likert dan untuk

variabel altruisme digunakan skala altruisme

yang berbentuk skala Likert.

Pengumpulan data yang digunakan

mengukur empati yaitu dengan menggunkan

Skala empati yang disusun berdasarkan

komponen-komponen empati dari Mayroff (

dalam Zuchdi, 2003 ), yaitu: pemahaman

terhadap orang lain dengan sensitif dan tepat

namun tetap menjaga keterpisahan dari

orang lain tersebut, pemahaman keadaan

yang mendorong munculnya perasaan

tersebut, cara berkomunikasi dengan orang

12

Page 13: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

lain yang membuat orang lain merasa

diterima dan dipahami. Sedangkan

pengumpulan data yang digunakan untuk

mengukur altruisme yaitu dengan

menggunakan skala altruisme yang disusun

berdasarkan komponen-komponen altruisme

dari Einsberg & Mussen ( dalam Dayakisni

& Hudaniah, 2003 ), yaitu: sharing (

memberi ), cooperative ( kerja sama ),

donating ( menyumbang ), helping (

menolong ), honesty ( kejujuran ), generosity

( kedermawanan ), mempertimbangkan hak

dan kesejahteraan orang lain.

Uji validitas dalam penelitian ini

adalah dengan cara mengkorelasikan skor

tiap-tiap item dengan skor total dalam skala

dan menggunakan analisis product moment

dari pearson (Azwar, 2005) sedangkan Uji

reliabilitas dalam penelitian ini adalah

dengan menggunkan Teknik Alpha

Cronbach (Azwar, 2005).

Teknik analisis regresi sederhana

yaitu untuk mengetahui kontribusi empati

sebagai variabel Independent ( X ) terhadap

altruisme siswa dan siswi sebagai variable

Dependent ( Y ). Analisis ini dilakukan

dengan bantuan program komputer SPSS

Versi 13.0 for windows.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan

mempersiapkan alat ukur yaitu penyusunan

dan uji coba skala empati dan skala

altruisme. Pada skala empati di persiapkan

70 item pernyataan, terdiri dari 35 item

favorabel dan 35 item Unfavorabel.

Sedangkan skala altruisme dipersiapkan 66

item pernyataan, terdiri dari 34 item

favorabel dan 32 item Unfavorabel.

Pengambilan data di SMA Negeri 1 Setu

Bekasi dilakukan pada hari Sabtu tanggal 28

Februari 2009, peneliti memberikan

kuesioner kepada 70 subjek penelitian untuk

pengambilan data.

Uji Validitas dan Reliabilitas Skala

Pada skala empati yang disusun

dengan menggunakan Skala Likert, dari 70

item yang digunakan, diperoleh 48 item

yang valid, sementara 22 item yang lain

dinyatakan gugur. Item valid memiliki nilai

korelasi antara 0,302 – 0,653, sedangkan

pada uji reliabilitas dilakukan dengan teknik

Alpha Cronbach diperoleh dengan nilai

alpha sebesar 0,925, pengujian validitas dan

reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan

program SPSS for Windows versi. 13.0.

Pada skala altruisme yang disusun dengan

menggunakan Skala Likert, dari 66 item

yang digunakan, diperoleh 62 item yang

valid, sementara 4 item yang lain dinyatakan

gugur. Item valid memiliki nilai korelasi

antara 0,302 – 0,744, sedangkan pada uji

reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha

Cronbach diperoleh dengan nilai alpha

sebesar 0,950, pengujian validitas dan

reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan

program SPSS for Windows versi. 13.0

Uji Normalitas

Untuk uji Normalitas digunakan

alat bantu program SPSS for Windows versi

13.0 yaitu uji Kolmogorov-Smirnov untuk

menguji normalitas sebaran skor.

Berdasarkan pengujian normalitas

pada variabel empati signifikansi sebesar

13

Page 14: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

0,200 (p > 0,05) dan variabel altruisme

mempunyai signifikansi sebesar 0,091 (p >

0,05). Secara umum dikatakan bahwa

distribusi skor empati dan distribusi skor

altruisme pada sampel yang telah diambil

adalah normal.

Uji Linearitas dan Uji Hipotesis

Untuk uji linearitas pada variabel

empati dan altruisme menunjukkan hasil

yang linear dengan F = 69,183 nilai

signifikansinya sebesar 0,000 ( P < 0,05 ).

Dengan demikian dapat dikatakan ada

hubungan yang linear antara empati dengan

altruisme pada siswa siswi SMA Negeri 1

Setu Bekasi, sedangkan untuk uji hipotesis

Berdasarkan analisis data yang dilakukan

dengan menggunakan teknik analisi regresi

sederhana pada program SPSS Ver. 13.0 for

Windows diperoleh F= 69,183 dengan taraf

signifikansi 0,00 dimana p < 0,05. Hal ini

berarti terdapat kontribusi empati yang

signifikan terhadap perilaku altruisme pada

siswa siswi. Koefisien (R) yang diperoleh

sebesar 0,710 dan diperoleh R Square

sebesar 0,504 adapun besarnya kontribusi

adalah 50,4 %. Dengan demikian hipotesis

yang menyatakan bahwa terdapat kontribusi

empati terhadap perilaku altruisme pada

Siswa-Siswi SMA Negeri 1 Setu Bekasi

dapat diterima.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kontribusi empati terhadap

altruisme pada siswa siswi SMA Negeri 1

Setu Bekasi. Dari hasil penelitian diketahui

bahwa terdapat kontribusi empati secara

signifikan terhadap altruisme pada siswa

siswi sebesar 50,4 %. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa empati berpengaruh

terhadap altruisme. Hasil tersebut sesuai

dengan pendapat Batson (dalam Saraswati,

2008) yang mengatakan empati inilah yang

akan mendorong orang untuk melakukan

pertolongan altruistis karena dengan empati

( pengalaman menempatkan diri pada

keadaan emosi orang lain seolah-olah

mengalaminya sendiri ). Hal ini diperkuat

oleh pendapat Cialdini dkk 1997 ( dalam

Baron & Byrne, 2005 ) yang mengatakan

empati menimbulkan perilaku altruistik

tetapi berpendapat bahwa ini hanya terjadi

ketika partisipan mempersepsikan suatu

tumpang tindih antara self dengan orang

lain. Jika orang lain mempunyai tumpang

tindih dengan dirinya maka sebagai

akibatnya, hal ini menjadi bagian dari self

concept dimana partisipan yang membantu

sebenarnya sedang menolong dirinya

sendiri. Peneliti-peneliti ini menunjukkan

bukti bahwa tanpa adanya perasaan empati

tidak mungkin meningkatkan

pertolongan.Dari hasil penelitian dapat

ditarik kesimpulan empati memiliki

pengaruh yang cukup besar terhadap

altruisme meskipun demikian ada faktor-

faktor lain yang juga memiliki pengaruh

terhadap altruisme yaitu sebesar 49,6 %.

Faktor-faktor tersebut diantara lain: suasana

hati. Hal ini mungkin di karenakan jika

suasana hati sedang enak, orang juga akan

terdorong untuk memberikan pertolongan

lebih banyak. Menyakini keadilan dunia

juga mungkin mempengaruhi altruisme

dikarenakan menyakini keadilan dunia yaitu

14

Page 15: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

keyakinan bahwa dalam jangka panjang

yang salah akan dihukum dan yang baik

akan dapat ganjaran. Menurut teori Melvin

Lerner ( dalam Saraswati, 2008 ), orang

yang keyakinannya kuat terhadap keadilan

dunia akan termotivasi untuk mencoba

memperbaiki keadaan ketika mereka melihat

orang yang tidak bersalah menderita. Maka

tanpa pikir panjang mereka segera bertindak

memberi pertolongan jika ada orang yang

kemalangan. Faktor sosiobiologis juga

mungkin karena ada proses adaptasi dengan

lingkungan terdekat, dalam hal ini orangtua.

Selain itu, meskipun minimal, ada pula

peran kontribusi unsur genetik.

Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui

bahwa skor mean empirik empati sebesar

151,77 lebih tinggi dari skor mean hipotetik

yaitu 120, sedangkan skor mean empirik

altruisme sebesar 194,49 lebih tinggi dari

skor mean hipotetik yaitu 155. Maka

diketahui secara umum subjek penelitian

memiliki tingkat empati dan altruisme yang

tinggi. Tingginya empati dan altruisme pada

subjek mungkin dikarenakan subjek dapat

merasakan kesengsaraan suatu golongan,

misalnya kaum miskin, kaum tertindas atau

mereka yang terkucil dari masyarakat dan

dapat mendorong keyakinan moral remaja

yang berpusat pada kemauan untuk

meringankan ketidakberuntungan dan

ketidakadilan. Seperti halnya yang dikatakan

Goleman ( 2002 ) pada akhir masa kanak-

kanak, tingkat empati paling akhir muncul

ketika anak-anak sudah sanggup untuk

memahami kesulitan yang ada dibalik situasi

yang tampak dan menyadari bahwa situasi

atau status seseorang dalam kehidupan dapat

menjadi sumber beban stres kronis.

Selain perbandingan mean empirik

dan mean hipotetik diatas, peneliti juga akan

menyajikan mean perbandingan berdasarkan

perhitungan deskriptif berdasarkan usia

dapat diketahui subjek yang berusia 16 dan

17 tahun memiliki skor empati dan altruisme

tertinggi. Hal ini mungkin berkaitan dengan

masa perkembangan di tahap 4 ( 15 – 20

tahun). Pada masa ini individu mulai

menjadi matang secara emosional selama

masa ini, sifat mementingkan diri diganti

dengan minat pada orang lain. Nilai dan

moral juga tampil pada perkembangan ini

(Aristoteles dkk dalam Santrock, 2003).

Berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa

subjek perempuan memiliki skor empati dan

altruisme lebih tinggi dibandingkan dengan

subjek laki-laki. Menurut Trobst dkk 1994 (

dalam Baron & Byrne, 2005 ) wanita

mengekspresikan tingkat empati yang lebih

tinggi daripada pria, hal ini disebabkan baik

oleh perbedaan genetis atau perbedaan

pengalaman sosialisasi. Menurut pandangan

Miller 1986 (dalam Santrock, 2003)

perempuan dalam hidupnya sebagian besar

adalah berpatisipasi aktif pada

perkembangan orang lain, perempuan sering

mencoba berinteraksi dengan orang lain

dengan maksud membantu perkembangan

orang lain dalam berbagai dimensi secara

emosional, intelektual dan sosial.

Berdasarkan tingkat kelas sekolah subjek

diketahui bahwa siswa kelas 2 memiliki skor

empati dan altruisme yang tinggi daripada

kelas 1. Hal ini mungkin berkaitan dengan

15

Page 16: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

usia siswa dimana kelas 2 rata-rata berumur

15-17 tahun. Dimana diusia tersebut siswa

berada dalam masa tahap internalization (

15-16 tahun ) yaitu pada tahap ini perilaku

menolong bisa memberikan kepuasan secara

intrinsik dan membuat orang merasa nyaman

(Cialdini dalam Adi, 2007). Menurut

Aristoteles dkk ( dalam Santrock, 2003 )

siswa juga berada dalam masa

perkembangan di tahap 4 ( 15 – 20 tahun )

yaitu pada masa ini individu mulai menjadi

matang secara emosional, sifat

mementingkan diri diganti dengan minat

pada orang lain. Nilai dan moral juga tampil

pada perkembangan ini.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dari

penelitian yang telah dilakukan di SMA 1

Setu Bekasi dapat ditarik kesimpulan bahwa

terdapat kontribusi empati yang signifikan

terhadap altruisme pada siswa siswi SMA

Negeri 1 Setu Bekasi. Empati memberikan

sumbangan terhadap altruisme sebesar 50,4

% sedangkan sisanya sebesar 49,6 %

kemungkinan dipengaruhi oleh faktor-faktor

lain seperti: suasana hati, menyakini

keadilan dunia dan faktor sosiobiologis.

Secara umum, subjek dalam penelitian ini

memiliki empati dan altruisme yang berada

dalam kategori tinggi ke arah positif.

Cenderung tingginya empati dan altruisme

yang dimiliki subjek penelitian

kemungkinan disebabkan subjek dapat

merasakan kesengsaraan suatu golongan,

misalnya kaum miskin, kaum tertindas atau

mereka yang terkucil dari masyarakat dan

dapat mendorong keyakinan moral remaja

yang berpusat pada kemauan untuk

meringankan ketidakberuntungan dan

ketidakadilan. Seperti halnya yang dikatakan

Goleman (2002) pada akhir masa kanak-

kanak, tingkat empati paling akhir muncul

ketika anak-anak sudah sanggup untuk

memahami kesulitan yang ada dibalik situasi

yang tampak dan menyadari bahwa situasi

atau status seseorang dalam kehidupan dapat

menjadi sumber beban stres kronis.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan, maka dapat dikemukakan

saran-saran sebagai berikut:

1. Saran untuk subjek penelitian

Bagi para subjek penelitian, di sarankan

untuk tetap mempertahankan empati dan

altruisme yang dimiliki dan diharapkan

untuk dapat diimplementasikan dalam

kehidupan sehari-hari agar dapat

bermuara pada terciptanya hubungan

sosial yang lebih manusiawi.

2. Saran untuk pihak sekolah

Untuk meningkatkan perkembangan

empati, salah satunya adalah peran dari

sekolah. Bagi pihak sekolah khususnya

para pengajar, disarankan untuk

mengembangkan empati kepada siswa

dengan mengembangkan program

pendidikan karakter untuk mengajarkan

anak-anak bersikap jujur, bertingkah

laku baik, menghargai orang lain dan

bertanggung jawab.

3. Saran untuk penelitian lebih lanjut

Dalam penelitian ini, peneliti hanya

menggunakan 70 siswa dan hanya

16

Page 17: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

menggunakan salah satu SMA sebagai

sampelnya karena keterbatasan waktu

dan biaya. Maka diharapkan untuk

peneliti selanjutnya agar dapat

menambahkan jumlah sampel dari

beberapa SMA yang akan diteliti.

Sehingga diharapkan dengan banyaknya

jumlah sampel yang akan diteliti akan

lebih mempresentasikan dari

karakteriktik empati pada remaja dan

juga diharapkan bagi penelitian

selanjutnya dalam melakukan penelitian

ini untuk lebih memperhatikan dan

mengkaji variabel-variabel lain yang

berkaitan dengan empati, seperti

hubungan empati dengan perilaku

merokok di tempat umum.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, W. (2007). Altruisme : helping without selfish. http://72.14.235.132/search?q=cache:3BfS0M1rcvgJ:psychemate.blogspot.com/2007/12/altruisme-helping-without selfish.html+kecenderungan+altruisme+remaja&hl=id&ct=clnk&cd=4&gl=id. 14 Desember 2008

Anastasi, A & Urbina, S. ( 2003 ). Tes

psikologi. Alih Bahasa: Hariono Robertus & Imam S. Jakarta: Indeks Gramedia Group

Atkinson, R. L,. Atkinson, R. C., Smith, E.

E. & Bem, D. J. ( 1993 ). Pengantar psikologi. Ahli Bahasa: Widjaja Kusuma. Batam: Interaksara

Azwar, S. ( 2005 ). Tes prestasi: fungsi dan

pengembangan pengukuran prestasi belajar. Jakarta: Pustaka Pelajar

Baron & Byrne. ( 2005 ). Psikologi sosial. Alih Bahasa: Ratna Djuwita. Jakarta: Erlangga

Dayakisni, T & Hudaniah. ( 2003 ).

Psikologi sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang

Goleman, D. ( 2002 ). Emotional

intelligence kecerdasan emosional mengapa EI lebih penting dari IQ. Alih Bahasa: T. Hermaya. Jakarta: Gramedia

Gunarsa, S. D & Gunarsa,Yulia. S. D. (

1983 ). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: PT. BPK. Gunung Mulia

Hurlock, E. B. ( 1988 ). Perkembangan

anak. Alih Bahasa Meitasari Tjandrarasa & Mulichah Zarkasih. Jakarta: Erlangga

Hurlock, E. B. ( 1994 ). Psikologi

perkembangan: suatu pendidikan sepanjang rentang kehidupan. Alih Bahasa: Istiwidayanti & Soejarwo. Jakarta: Erlangga

Ibrahim, Y. ( 2003 ). Menumbuhkan rasa

empati pada anak-anak. Jurnal Ilmu Pendidikan. 1, 61-68

Kail, V & John, C. ( 2000 ). Developmental

psychology. USA: Thomson Learning

Knys, P. ( 1986 ). Problem yang di hadapi

muda mudi. Yogyakarta: Kanisius Mappiare, A. ( 1982 ). Psikologi remaja.

Surabaya: Usaha Nasional

Mustafa, A. J. (2003). Menumbuhkan empati. http://www.balipost.co.id/balipost cetak/ kell.html 26 Februari 2008

Mu’taddin. ( 2002 ). Mengembangkan

keterampilan sosial. http://www.e-psikologi.com/remaja/060802.html 26 Februari 2008

17

Page 18: kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma ...

18

Pelokang, J. R. ( 2008 ). Altruisme tidak ada yang ambigu. http://72.14.235.104/search?q=cahce:GIMTCFGQr28J:dotadotkom.multiply.com/journal+altruisme+di+pemukiman+mewah&hl=id&ct=clnk&cd+2&gl=id 26 Februari 2008

Rifa’i, M. S. S. ( 1984 ). Psikologi

perkembangan remaja dari segi kehidupan sosial. Bandung: Bina Aksara

Riyanti, B. P. D & Prabowo, H. ( 1998 ).

Psikologi umum 2. Jakarta: Gunadarma

Sampoerno, D & Azwar, A. ( 1987 ).

Perkawinan dan kehamilan pada wanita muda usia. Jakarta: Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia

Santrock, J. W. ( 2003 ). Adolescence

perkembangan remaja. Alih Bahasa: Shinto B & Sherly S. Jakarta: Erlangga

Sari, T. O. Ramdhani, N & Eliza, M. ( 2003

). Empati dan perilaku merokok di tempat umum. Jurnal Psikologi. 2, 81-90

Saraswati, W. ( 2008 ). Altruisme, menolong

tanpa pamrih. http://72.14.234.104/search?q=cahce:wVmNMUxxEAMJ:klipingut.wordpress.com/2008/01/04/altruisme-menolong-tanpa pamrih/+altruisme&hl=id&ct=clnk&cd=6&gl=id 26 Februari 2008

Sarwono, S. W. ( 1984 ). Perkawinan

remaja. Jakarta: PT. Sinar Agape Press

Sarwono, S. W. ( 2002 ). Psikologi sosial

individu dan teori-teori psikologi sosial. Jakarta: Balai Pustaka

Schroeder, D. A., Penner L. A., Dovidio, J.

F. & Piliavin, J. A. ( 1995 ). The psychology is kelping and altruism problems and puzzles. USA: Mc Graw Hill

Sears, D. O., Freedman, J. L. & Peplau, L.

A. ( 1994 ). Psikologi sosial. Alih Bahasa Michael Adryanto. Jakarta: Erlangga

Semiun, Y. ( 2006 ). Kesehatan mental 1.

Yogyakarta: Kanisius Tukan, T. B. ( 1994 ). Metoda pendidikan

seks, perkawinan dan keluarga. Jakarta: Erlangga

Verderber, K. S. & Verderber, R. F. ( 1977

). Interact: using interpersonal communication skills. California: Wadsworth Publishing Company.

Wangmuba. ( 2009 ). Tingkah laku sosial. http://72.14.235.132/search?q=cache:loL4iahiDxEJ:wangmuba.com/2009/02/17/tingkahlakuprososial/+komponen+empati&cd=12&hl=id&ct=clnk&gl=id 18 Maret 2009

Wiryanto. ( 2004 ). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: Grasindo

Zuchdi, D. ( 2003 ). Empati dan ketrampilan

sosial. Jurnal Ilmiah Pendidikan. 1, 49-64.