BAB II

27
BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Oksigenasi 1. Definisi Oksigenasi Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen (O 2 ) kedalam tubuh serta menghembuskan Karbondioksida (CO 2 ) sebagai hasil sisa oksidasi. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi (pernafasan), kardiovaskuler dan hematologi. 2. Sistem Pernafasan a. Anatomi paru-paru Paru-paru merupakan sebuah organ yang sebagian terdiri dari gelembung-gelembung udara atau alveoli. Paru-paru dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: 1) Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus, yaitu lobus superior, lobus media, dan lobus inferior. 2) Paru-paru kiri, terdiri dari 2 lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior. (Syaifuddin, 2007). 5

description

Laporan anak

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB IITINJAUAN TEORI

A. Konsep Oksigenasi1. Definisi Oksigenasi

Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses

metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.

Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen

(O2) kedalam tubuh serta menghembuskan Karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa

oksidasi. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi

(pernafasan), kardiovaskuler dan hematologi.

2. Sistem Pernafasan

a. Anatomi paru-paru

Paru-paru merupakan sebuah organ yang sebagian terdiri dari gelembung-

gelembung udara atau alveoli. Paru-paru dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

1) Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus, yaitu lobus superior, lobus media, dan

lobus inferior.

2) Paru-paru kiri, terdiri dari 2 lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior.

(Syaifuddin, 2007).

Gambar 1.Lobus Pulmo Sinistra dan dekstra. (Syaifuddin, 2007)

Bronkhus terminalis masuk ke dalam saluran yang agak lain yang disebut

vestibula, dan di sini membrane pelapisnya mulai berubah sifatnya; lapisan

epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium yang pipih. Dari vestibula

berjalan beberapa infundibula dan di dalam dindingnya dijumpai kantong-

kantong udara itu. Kantong udara atau alveoli itu terdiri atas satu lapis tunggal

sel epitelium pipih dan di sinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan

5

Page 2: BAB II

udara hingga suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari alveoli dan

pertukaran gas pun terjadi.(Evelyn C. P, 2002).

Gambar 2. Diagram dari akhiran sebuah Bronkhliolus didalam Alveoli.

(Pearce. E. C, 2002)

b. Fisiologi paru-paru

Sistem pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan

sebuah pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan,

diagfragma, isi abdomen, dinding abdomen dan pusat pernafasan di otak. Pada

keadaan istirahat frekuensi pernafasan 12-15 kali per menit. Ada 3 langkah

dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi paru dan difusi.

1) Ventilasi

Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan paru-paru,

jumlahnya sekitar 500 ml. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan

thoraks yang elastis serta persyarafan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi

utama adalah diagfragma. Diafragma dipersyarafi oleh saraf frenik, yang

keluarnya dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat.

Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan

udara antara intrapleura dengan tekanan atmosfer, dimana pada inspirasi

tekanan intrapleural lebih negative (725 mmHg) dari pada tekanan atmosfer

(760 mmHG) sehingga udara masuk ke alveoli.

Kepatenan Ventilasi terganutung pada faktor:

a) Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas

akan menghalangi masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru-paru.

b) Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan.

c) Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru.

6

Page 3: BAB II

d) Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal

interkosa, internal interkosa, otot abdominal.

2) Difusi

Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam

aliran darah dan karbon dioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam

alveoli. Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi

tinggi ke area konsentrasi rendah.Difusi udara respirasi terjadi antara

alveolus dengan membrane kapiler. Perbedaan tekanan pada area membran

respirasi akan mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada tekanan parsial

(P) O2 di alveoli sekitar 100 mmHg sedangkan tekanan parsial pada kapiler

pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen akan berdifusi masuk ke dalam

darah. Berbeda halnya dengan CO2 dengan PCO2 dalam kapiler 45 mmHg

sedangkan pada alveoli 40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar alveoli.

3) Perfusi

Perfusi paru adalah gerakan darah melewati sirkulasi paru untuk

dioksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang

mengalir dalam arteri pulmonaris dari ventrikel kanan jantung.Darah ini

memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaan

oksigen dan karbondioksida  di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru

merupakan 8-9% dari curah jantung.Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan

dapat mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga digunakan

jika sewaktu-waktu terjadi penurunan voleme atau tekanan darah sistemik.

B. Konsep Pneumonia1. Definisi

Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ngastiyah, 2005). Menurut Muttaqin (2008) pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan terjadi pengisian alveoli oleh eksudat yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan benda-benda asing.

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis

7

Page 4: BAB II

pneumonia pada anak dibedakan menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronchopneumonia), Pneumonia interstisialis (Mansjoer, 2000).

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi dan radiasi. Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus (Said, 2010).

2. EtiologiPneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya

disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.a. Bakteri

Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).

b. VirusSetengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan

oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi

8

Page 5: BAB II

bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).

c. MikoplasmaMikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang

menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).

d. ProtozoaPneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut

pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).

3. Klasifikasi PneumoniaKlasifikasi pneumonia dibedakan untuk golongan umur kurang

dari 2 bulan dan golongan umur balita 2 bulan-5 tahun (Said, 2010):a. Golongan umur kurang dari 2 bulan ada 2 klasifikasi yaitu:

1) Pneumonia BeratAnak dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam atau nafas cepat (60X per menit atau lebih). Tarikan dinding dada kedalam terjadi bila paru-paru menjadi “kaku” dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas.

9

Page 6: BAB II

Anak dengan tarikan dinding dada ke dalam, mempunyai resiko meninggal yang lebih besar dibanding dengan anak yang hanya menderita pernafasan cepat. Penderita pneumonia berat juga mungkin disertai tanda-tanda lain seperti :a) Napas cuping hidung, hidung kembang kempis waktu

bernafasb) Suara rintihanc) Sianosis (Kulit kebiru-biruan karena kekurangan oksigen)d) Wheezing yang baru pertama dialami.

2) Bukan PneumoniaBila tidak ditemukan adanya tarikan kuat ke dalam

dinding dada bagian bawah atau nafas cepat yaitu < 60 kali per menit (batuk, pilek, biasa). Tanda bahaya untuk golongan umur kurang dari 2 bulan ini adalah kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, gizi buruk, demam/dingin.

b. Golongan umur 2 bulan-5 tahun ada 3 klasifikasi, yaitu:1) Pneumonia Berat, bila disertai nafas sesak dengan adanya

tarikan dada bagian bawah ke dalam waktu anak menarik nafas, dengan catatan anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis dan meronta.

2) Pneumonia, bila hanya disertai nafas cepat dengan batasan : Untuk usia 2 bulan – <12 bulan = 50 kali per menit, untuk usia 1 tahun-5 tahun = 40 kali per menit atau lebih.

3) Bukan Pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah kedalam atau nafas cepat (batuk pilek biasa). Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan – 5

10

Page 7: BAB II

tahun adalah : tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing dan gizi buruk.

4. Manifestasi klinisBeberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis

pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadangkadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis (Said, 2010).

Menurut Said (2010) gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:a. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah,

malaise, penurunan nafsu makan, keluhan Gastro Intestinal Tarcktus (GIT) seperti mual, muntah atau diare: kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.

b. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah, dan ronki, akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.

5. PatofisiologiSuatu penyakit infeksi pernapasan dapat terjadi akibat adanya

serangan agen infeksius yang bertransmisi atau di tularkan melalui udara. Namun pada kenyataannya tidak semua penyakit pernapasan di sebabkan oleh agen yang bertransmisi denagan cara yang sama. Pada dasarnya agen infeksius memasuki saluran pernapasan melalui berbagai cara seperti inhalasi (melaui udara),

11

Page 8: BAB II

hematogen (melaui darah), ataupun dengan aspirasi langsung ke dalam saluran tracheobronchial. Selain itu masuknya mikroorganisme ke dalam saluran pernapasan juga dapat di akibatkan oleh adanya perluasan langsung dari tempat tempat lain di dalam tubuh. Pada kasus pneumonia, mikroorganisme biasanya masuk melalui inhalasi dan aspirasi. 

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.

Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :a. Stadium I (4-12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan

12

Page 9: BAB II

alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

b. Stadium II (48 jam berikutnya)Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi

oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

c. Stadium III (3-8 hari)Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah

putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

d. Stadium IV (7-11 hari)Stadium ini disebut juga stadium resolusi yang terjadi

sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. Penyakit pneumonia sebenarnya merupakan manifestasi dari rendahnya daya tahan tubuh seseorang akibat adanya peningkatan kuman patogen seperti bakteri yang menyerang saluran pernapasan. Selain

13

Page 10: BAB II

adanya infeksi kuman dan virus, menurunnya daya tahan tubuh dapat juga di sebabkan karena adanya tindakan endotracheal dan tracheostomy serta konsumsi obat obatan yang dapat menekan refleks batuk sebagai akibat dari upaya pertahanan saluran pernapasan terhadap serangan kuman dan virus.

6. Pemeriksaan Diagnosisa. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi:

a) Amati bentuk thorak

b) Amati Frekuensi napas, irama, kedalamannya

c) Amati tipe pernapasan: Pursed lip breathing, pernapasan diapragma,

penggunaan otot Bantu pernapasan

d) Tanda tanda reteraksi intercostalis, retraksi suprastenal

e) Gerakan dada

f) Adakan tarikan didinding dada, cuping hidung, tachipnea

g) Apakah ada tanda tanda kesadaran meenurun

2) Palpasi

a) Gerakan pernapasan

b) Raba apakah dinding dada panas

c) Kaji vocal premitus

d) Penurunan ekspansi dada

3) Auskultasi

a) Adakah terdengar stridor

b) Adakah terdengar wheezing

c) Evaluasi bunyi napas, prekuensi,kualitas, tipe dan suara tambahan

4) Perkusi

a) Suara Sonor/Resonans merupakan karakteristik jaringan paru normal

b) Hipersonor, adanya tahanan udara

c) Pekak/flatness, adanya cairan dalan rongga pleura

d) Redup/Dullnes, adanya jaringan padat

e) Tympani, terisi udara.

b. Pemeriksaan Penunjang

14

Page 11: BAB II

1) Chest X-ray: teridentifikasi adanya penyebaran (misalnya: lobus dan bronkhial); dapat juga menunjukan multipel abses/infiltrat, empiema (staphylococcus); penyebaran atau lokasi infiltrat (bakterial); atau penyebaran/extensive nodul infiltrat (sering kali viral), pneumonia mycoplasma chest X-ray mungkin bersih.

2) Analisis gas darah (analysis blood gasses-ABGs) dan pulse oximetry: abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-paru.

3) Pewarna Gram/culture sputum dan darah: didapatkan dengan needly biopsy, apirasi transtrakheal, fiberoptic bronchoscopy, atau biopsi paru-paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyabab. Lebih dari satu tipe organisme yang dapat ditemukan, seperti diplococcus pneumonia, staphylococcus aureus, A. Hemolytic streptococcus , dan hemophilus influenzae.

4) Periksa darah lengkap (complete blood count-): leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah putih (white blood coun-WBC) rendah pada infeksi virus.

5) Tes serologi: membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme secara spesifik.

6) LED: meningkat.7) Pemeriksaan fungsi paru-paru: volume mungkin menurun

(kongesti dan kolaps alveolar): tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara menurun, hipoksemia.

8) Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.9) Bilirubin mungkin meningkat.

7. Komplikasi Komplikasi yang penting sering disebabkan oleh pneumonia

karena bekteri daripada virus. Komplikasi yang penting meliputi :a. Gagal napas dan sirkulasi

15

Page 12: BAB II

Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orng yang menderita pneumonia sering kesulitan bernapas, dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernapas tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasiv yang dapat membantu seperti mesin untuk jalan napas dengan bilevel tekanan positif, dalam kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan untuk membantu pernapasan.

Pneumonia dapat menyebabkan gagal napas oleh pencetus akut respiratory distress syndrome (ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respons inflamasi dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli, harus membuat ventilasi mekanik yang membutuhkan.

Syok sepsis dan septik merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi sitokin. Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptococcus pneumonia merupakan salah satu penyebabkan individu dengan sepsis atau septik membutuhkan unit perawatan intensif dirumah sakit. Mereka membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk membantu mempertahankan tekanan darah agar tidak turun sampai rendah. Sepsis dapat meyebabkan kerusakan hati, ginjal, dan jantung diantara masalah lain dan sering menyebabkan kematian.

b. Efusi pleura, empyema, dan abcesAda kalanya, infeksi mikroorganisme pada paru-apru akan

menyebabkan bertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini sering diambil dengan jarum

16

Page 13: BAB II

(toracentesis) dan periksa, tergantung dari hasil pemeriksaan ini. Perlu pengaliran lengkap dari cairan ini, sering memerlukan selang pada dada. Pada kasusu empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika cairan tidak dapat dikeluarkan, mungkin infeksi berlansung lama, karena antibiotik tidak menembus dengan baik ke dalam rongga pleura.

Bakteri akan menginfeksi bentuk kantong yang berisi cairan yang disebut abses. Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax dengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada pneumonia aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik cukup untuk pengobatan abses pada paru, tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli bedah atau ahli radiologi.

8. PenatalaksanaanMenurut Mansjoer (2011) penatalaksanaan dengan pneumonia

adalah sebagai berikut:a. Oksigen 1-2 L/menitb. IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/(pemberian obat melalui intra

vena) dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.

c. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feding drip.

d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpormukosilier.

e. Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit.f. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan:

1) Untuk kasus pneumonia komuniti basea) Ampicilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 hari pemberianb) Kloramfenicol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 hari pemberian

2) Untuk kasus pneumonia hospital base:

17

Page 14: BAB II

a) Sevotaksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.b) Amikasim 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

C. Asuhan Keperawatan1. Pengkajian

a. Biodata

1) Identitas Klien

2) Identitas Orang tua

3) Keluhan utama

4) Riwayat kesehatan

a) Riwayat  Penyakit sekarang

b) Riwayat kesehatan yang lalu

c) Riwayat Keluarga

d) Riwayat Lingkungan

b. Pengkajian Fisik

c. Faktor Psikososial/Perkembangan

1) Usia, tingkat perkembangan.

2) Toleransi/kemampuan memahami tindakan.

3) Koping

4) Pengalaman berpisah dengan keluarga/orang tua.

5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya

d. Pemeriksaan Fisik

1) Aktivitas/istirahat

Gejala: kelemahan, kelelahan, insomnia

Tanda: letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

2) Sirkulasi

Gejala: riwayat adanya

Tanda: takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat

3) Makanan/cairan

Gejala: kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus

Tanda: sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan

kakeksia (malnutrisi)

18

Page 15: BAB II

4) Neurosensori

Gejala: sakit kepala daerah frontal (influenza)

Tanda: perusakan mental (bingung)

5) Nyeri/kenyamanan

Gejala: sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgi

Tanda: melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk

membatasi gerakan)

6) Pernafasan

Gejala: adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.

Tanda:  sputum: merah muda, berkarat

7) Keamanan

Gejala: riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid,

demam.

Tanda: berkeringat, menggigil berulang, gemetar

2. Penatalaksanaan pasien dengan pneumonia

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2

macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011).

1. Penatalaksaan Umum

a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau

PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.

b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2. Penatalaksanaan Khusus

a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72

jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.

b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,

atau penderita kelainan jantung

c.  Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi

klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan

angka resistensi  penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90

mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

19

Page 16: BAB II

2. Berat ringan penyakit

3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

4.  Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan

berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik

awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.

1.    Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

a. ampicilin + aminoglikosid

b. amoksilin – asam klavulanat

c. amoksilin + aminoglikosid

d. sefalosporin generasi ke 3

2.    Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

a. Beta laktam amoxcilin

b. Amoxcilin-asam klavulanat

c. Golongan sefalosporin

d. Kotrimoksazol

e. Makrolid (eritromisin)

3.    Anak usia sekolah (> 5 thn)

a. Amixcilin/makrolid (eritromisin, klaritomisin, azitromisin)

b. Tertasiklin (pada anak usia >8 tahun)

Karena dasar antibiotic awal di atas adalah coba-coba (trial anda error) maka harus

dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72

jam kemudian diganti dengan antibiotic lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab

yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empiema,

abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotic tidak efektif).

3. Diagnosa

20

Page 17: BAB II

a. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea

bronchial,

pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa

oksigen darah.

c. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan

ketidakadekuatan

pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis,

malnutrisi.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen.

e. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.

f. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral.

4. IntervensiBersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial, peningkatan produksi sputum, ditandai dengan: Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan, bunyi nafas tak normal, dispnea, sianosis, batuk efektif atau tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum.Tujuan: Jalan nafas efektifKriteria hasil: Batuk teratasi Nafas normal Bunyi nafas bersih Tidak terjadi Sianosis

INTERVENSI RASIONAL- Kaji frekuensi/kedalaman

pernafasan dan gerakan dada

- Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi nafas.

- Ajarkan teknik batuk efektif

- Penghisapan sesuai indikasi.

- Berikan cairan sesuai kebetuhan.

- Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan.

- Penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.

- Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk mempertahankan jalan nafas paten.

- Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas suara mekanik pada faktor yang tidak mampu melakukan karena batuk efektif atau penurunan tingkat kesadaran.

- Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret

21

Page 18: BAB II

- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik.

- Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret, analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan pernafasan

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen, ditandai dengan: Dispnea, sianosis, Takikardia, Gelisah/perubahan mental, HipoksiaTujuan: gangguan gas teratasiKriteria hasil:

Tidak nampak sianosis Nafas normal Tidak terjadi sesak Tidak terjadi hipoksia Klien tampak tenang

INTERVENSI RASIONAL- Kaji

frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas

- Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral.

- Kaji status mental.

- Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.

- KolaborasiBerikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong master, master venturi.

- Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.

- Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi respon tubuh terhadap demam/menggigil namun sianosis pada daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.

- Gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan hipoksia atau penurunan oksigen serebral.

- Tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat pengeluaran secret untuk memperbaiki ventilasi tak efektif.

- Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2 diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pernapasan.

Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.Tujuan: Infeksi tidak terjadiKriteria hasil :

Waktu perbaikan infeksi/kesembuhan cepat Penularan penyakit ke orang lain tidak ada

INTERVENSI RASIONAL- Pantau tanda vital

dengan ketat khususnya - Selama awal periode ini, potensial untuk fatal

22

Page 19: BAB II

selama awal terapi- Tunjukkan teknik

mencuci tangan yang baik

- Batasi pengunjung sesuai indikasi

- Potong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang. Tingkatkan masukan nutrisi adekuat

- Kolaborasi untuk pemberian antibiotic : Berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum/darah misal penicillin, eritromisin, tetrasiklin, amikalin, sepalosporin, amantadin.

dapat terjadi

- Efektif berarti menurun penyebaran/perubahan infeksi

- Menurunkan penularan terhadap patogen infeksi lain

- Memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan tekanan alamiah.

- Obat digunakan untuk membunuh kebanyakan microbial pulmonia.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan: Dispnea, takikardia, sianosis.Tujuan :  Intoleransi aktivitas teratasiKriteria hasil :

Nafas normal Sianosis tidak terjadi Irama jantung normal

INTERVENSI RASIONAL- Evaluasi respon pasien

terhadap aktivitas- Berikan lingkungan

tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.

- Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.

- Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.

- Merupakan kemampuan, kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan interan.

- Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.

- Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi.

- Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

23