BAB II

13
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Daging dan Karkas Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi yang sangat bermanfaat bagi manusia terutama sebagai protein sumber hewani yang di butuhkan oleh tubuh. Pada hewan potong, pH daging sesudah di sembelih berkisar antara 6,7 – 8. Daging adalah bagian lunak pada hewan yang terbungkus kulit dan melekat pada tulang yang menjadi bahan makanan. Daging tersusun sebagian besar dari jaringan otot, ditambah dengan lemak yang melekat padanya, urat, serta tulang rawan. Menurut SNI (2008), daging adalah bagian otot skeletal yang aman, layak dan lazim dikonsumsi manusia, dapat berupa daging segar, daging. Karkas adalah bagian dari hewan yang telah disembelih dikurangi kulit, kepala, kaki, ekor darah dan jeroan. Secara umum, karkas sapi dapat dibagi beberpa bagian yaitu : bagian bahu, bagian punggung, bagian dada – perut, bagian belakan dan bagian betis (Bahar, 2003). Kepala dipotong diantara tulang ocipital (os occipitale) dengan tulang tengkuk pertamam (atlas). Kaki depan dipotong diantara carpus dan metacarpus; kaki belakang

description

bab ii

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Daging dan Karkas

Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi yang sangat bermanfaat

bagi manusia terutama sebagai protein sumber hewani yang di butuhkan oleh tubuh.

Pada hewan potong, pH daging sesudah di sembelih berkisar antara 6,7 – 8.

Daging adalah bagian lunak pada hewan yang terbungkus kulit dan melekat pada

tulang yang menjadi bahan makanan. Daging tersusun sebagian besar dari jaringan

otot, ditambah dengan lemak yang melekat padanya, urat, serta tulang rawan.

Menurut SNI (2008), daging adalah bagian otot skeletal yang aman, layak dan lazim

dikonsumsi manusia, dapat berupa daging segar, daging.

Karkas adalah bagian dari hewan yang telah disembelih dikurangi kulit, kepala,

kaki, ekor darah dan jeroan. Secara umum, karkas sapi dapat dibagi beberpa bagian

yaitu : bagian bahu, bagian punggung, bagian dada – perut, bagian belakan dan

bagian betis (Bahar, 2003).

Kepala dipotong diantara tulang ocipital (os occipitale) dengan tulang tengkuk

pertamam (atlas). Kaki depan dipotong diantara carpus dan metacarpus; kaki

belakang dipotong diantara tarsus dan metatarsus.  Jika diperlukan untuk

memisahkan ekor, maka paling banyak dua ruas tulang belakang coccygeal (caudalis)

terikut karkas (SNI, 1995).

2.3 Proses Termal

Perlakuan proses termal adalan metode yang digunakan untuk membunuh

mikroorganisme pembusuh dan mikroorganisme toksigenik di dalam daging atau

daging proses. Jumlah panas yang digunakan pada presevasi daging atau daging

proses ada dua macam, yaitu :

Page 2: BAB II

a. Pemanasan manasan sedang atau moderat yang menggunakan suhu 580C

sampai 75oC.

b. Pemanasan pada temperature tinggi yang biasanya lebh dari 100oC.

Terdapat beberapa jenis proses pemanasan yang umum diterapkan dalam

proses pengalengan pangan, seperti blansir, pasteurisasi, sterilisasi dan hotfilling.

Dari keempat proses pemanasan tersebut, blansir biasanya bagian dari proses

pengalengan sebelum dilakukan proses termal dan bertujuan bukan untuk proses

pengawetan.

a. Blanzir

Blanzir merupakan pemanasan awal pada bahan pangan menggunakan

suhu tinggi dalam waktu yang singkat ( Fennema, 1976 ). Proses balansir pada

daging degnan lama waktu 3 menit pada suhu 80 oC dengan lama

penyimpanan selama 12 hari pada suhu refregensi (4 0C) menghasilkan kadar

protein, daya ikat air, dan pH yang masih dalam kisaran daging sapi segar

dengan jumlah bakteri yang masi lebih rendah dari batas maksimum jumlah

bakteri yang telah di tentukan sebagai daging sapi yang mutunya baik untuk

dikonsumsi (Rahmawaty, 2006).

b. Pasteurisasi

Proses pasteurisasi sedikit memperpanjang umur simpan produk pangan

dengan cara membunuh semua mikroorganisme patogen (penyebab

penyakit) dan sebagian besar mikroorganisme pembusuk, melalui proses

pemanasan. Karena tidak semua mikroorganisme pembusuk mati oleh proses

pasteurisasi, maka untuk memperpanjang umur simpannya daging yang telah

dipasteurisasi biasanya disimpan di refrigerasi (suhu rendah). Proses

pasteurisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, dengan cara tidak

kontinyu (batch) dan kontinyu.

c. Sterilisasi komersial

Page 3: BAB II

Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu di atas 100 derajat

Celcius, umumnya sekitar 121,1 derajat Celcius dengan menggunakan uap

air selama waktu tertentu dengan tujuan untuk memusnahkan spora bakteri

patogen termasuk spora bakteri Clostridium botulinum. Pemanasan

sterilisasi komersial sering dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak

asam atau lebih dikenal dengan bahan pangan berasam rendah. Bahan

pangan berasam rendah memiliki pH > 4,5, misalnya seluruh bahan pangan

hewani seperti daging, susu, telur dan ikan serta sayuran seperti buncis dan

jagung. Dengan demikian, sterilisasi komersial ini hanya digunakan untuk

mengolah bahan pangan berasam rendah di dalam kaleng, seperti kornet,

sosis dan sayuran dalam kaleng.

d. Hot – filling

Hot-filling adalah teknik proses termal yang banyak diterapkan untuk

produk pangan berbentuk cair, seperti saus, jam, dan sambal. Dari segi

tujuan proses, hot-filling banyak dilakukan untuk produk pangan yang

memiliki pH rendah (pangan asam/diasamkan) untuk tujuan pasteurisasi.

Pengertian hot-filling adalah melakukan pengemasan bahan dalam kondisi

panas setelah proses pasteurisasi ke dalam kemasan steril (misalnya botol

atau gelas jar), lalu ditutup rapat (hermetis) dan didinginkan. Biasanya

proses hot-filling dikombinasikan dengan teknik pengawetan lain, misalnya

penambahan gula, garam, bahan pengawet atau pendinginan. Di antara

produk pangan yang dapat diproses dengan hot-filling adalah saus, sambal,

jem, dsb.

Tujuan utama dari proses pengolahan dengan suhu tinggi ini adalah untuk

memperpanjang daya awet produk pangan yang mudah rusak dan meningkatkan

keamanannya selama disimpan dalam jangka waktu tertentu. Proses pengolahan

dengan suhu tinggi telah diaplikasikan dalam makanan kaleng dan dapat

mempertahankan daya awet produk pangan hingga 6 bulan atau lebih.

Page 4: BAB II

2.3 Ketahanan Mikroba Terhadap Panas

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah

temperatur. Sebagian besar mikroorganisme tumbuh baik pada suhu 25-45o C. Namun

ada beberapa jenis mikroba yang tumbuh dengan baik pada suhu tinggi dan suhu

rendah. Setiap organisme memiliki suhu optimum pertumbuhan, waktu regenerasi

akan meningkat pada setiap kenaikan atau penurunan suhu dari suhu optimum.

Kontrol suhu merupakan salah satu metode pengawetan makanan yang paling utama

dalam penghambatan mikroba. Suhu tinggi akan menyebabkan kematian mikroba,

sedangkan suhu rendah akan meningkatkan waktu regenerasi dan memperlambat

pertumbuhan sel mikroba.

Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya mikroorganisme dibedakan menjadi:

a. Psikrotropik: suhu optimum 14-20oC, tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu

refrigerator (4oC). Kelompok mikroorganisme ini yang penting pada ma-

kanan kaleng adalah Clostridium botulinum tipe E dan strain non-proteolitik

tipe B dan F.

b. Psikrofilik :

c. Mesofilik: suhu optimum 30-37oC. Suhu ini merupakan suhu normal gudang.

Clostridium botulinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme

kelompok ini.

d. Termofilik: suhu optimum kebanyakan termofilik pada suhu 45-60oC. Jika

spora bakteri tidak dapat bergerminasi dan tidak tumbuh di bawah suhu 50oC,

bakteri tersebut disebut obligat termofil. Jika tumbuh pada kisaran suhu 50-

66oC atau pada suhu yang lebih rendah (38oC), bakteri ini disebut fakultatif

termofilik. Beberapa obligat termofil dapat tumbuh pada suhu 77oC dan

bakteri ini sangat resisten terhadap pemanasan (121oC selama 60 menit).

Bakteri termofilik tidak memproduksi toksin selama pertumbuhannya pada

makanan. Contoh bakteri dari kelompok ini adalah Bacillus stearother-

mophilus. Bakteri termofilik, seperti Bacillus stearothermophilus

Page 5: BAB II

menyebabkan busuk asam (flat sour) pada makanan kaleng berasam rendah

dan B. coagulans pada makanan kaleng asam. Bakteri termofil lainnya, yaitu

Clostridium thermosaccha-rolyticum menyebabkan penggembungan kaleng

karena memproduksi CO2 dan H2. Kebusukan sulfida disebabkan oleh

Clostridium nigridicans.

e. Hyperthermofilik : Mikroba thermofil yang dapat tumbuh pada suhu diatas 80 oC

Pada umumnya semakin tinggi suhu pertumbuhan bakteri, resistensi terhadap

pemanasan semakin tinggi. Dengan demikian bakteri thermofil lebih resisten terhadap

pemanasan daripada bakteri mesofil. Pemanasan yang digunakan untuk membunuh

spora mesofil mungkin saja tidak cukup untuk mencegah terjadinya kebusukan oleh

spora thermofil, kecuali jika makanan tersebut disimpan pada suhu di bawah

thermofil. Untuk produk-produk makanan, seperti kacang polong, jagung, makanan

bayi dan daging yang beresiko busuk karena thermofil, para pengolah makanan harus

ekstra hati-hati dalam mencegah terjadinya kebusukan karena germinasi dan

pertumbuhan spora thermofil. Bahan-bahan yang digunakan seperti gula, tepung dan

rempah-rempah harus terbebas dari spora thermofil.

Bakteri thermofil juga dapat tumbuh pada peralatan yang kontak langsung dengan

makanan, sehingga makanan harus dipertahankan pada suhu 77oC atau lebih tinggi

lagi untuk mencegah pertumbuhan thermofil. Selain itu, produk harus segera

didinginkan sampai suhu di bawah 41oC setelah sterilisasi dan menyimpan produk ini

di bawah suhu 35oC. Bacillus stearothermophilus, B. thermoacidurans, dan C.

thermosaccarolyticum merupakan anggota kelompok bakteri termofilik (50-55oC)

yang lebih tahan panas dibanding C. botulinum. Dalam proses pengalengan, bakteri

ini tidak menjadi target proses, karena suhu penyimpanan makanan kaleng umumnya

di bawah suhu 30oC.

Proses sterilisasi makanan kaleng umumnya tidak membunuh bakteri thermofilik.

Apabila proses pendinginan setelah proses sterilisasi terlalu lambat atau produk

Page 6: BAB II

disimpan pada suhu penyimpanan di atas normal dimana bakteri thermofilik dapat

tumbuh, maka makanan kaleng dapat rusak oleh bakteri thermofilik.

Adamun mekanisme pertahanan mikroba thermofilik terhadap suhu panas ekstrim :

a. Terbentuknya Hapanoid

b. Terbentuknya spora

c. Terbentuknya Heat-shock Protein (Hsp)

2.3 Pengeringan dan Metode Pengeringan Daging

Pengeringan adalah suatu proses pemindahan panas dan uap air secara simultan

yang memerlukan energi untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari

permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa

panas (Taib G, dkk, 1987).

Metode pengawetan bahan degan cara pengeringan sudah dikenal sejak dulu.

Tujuan dasar daripengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan dengan cara

pemanasan atau termal sampai ketingkat tertentu sehingga kerusakan akibat mikroba

dan reaksi kimia dapat diminmalisasi dengan menjaga kualitas produk kering bahan

tersebut.

Proses pengeringan merupakan suatu proses akhir dari suatu deretan operasi

proses dan setelah pengeringan bahan siap untuk disimpan atau dijual. Berdasarkan

atas proses kontak antara media pengering dengan bahan yang akan dikeringkan,

pengeringan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Pengeringan langsung (direct drying)

Pada proses ini bahan yang dikeringkan berhubungan langsung dengan udara

yang dipanaskan.

b. Pengeringan tidak langsung (indirect drying)

Page 7: BAB II

Udara panas berhubungan dengan bahan yang dikeringkan melalui perantara,

umumnya berupa dinding-dinding atau tempat meletakkan bahan. Bahan akan

kontak dengan panas secara konduksi.

Terdapat dua metode pengeringan, yaitu:

a. Sun drying

Yaitu proses pengeringan dengan menggunakan panas matahari.

Keuntungan metode ini adalah energi panas didapat secara gratis karena

langsung dari panas sinar matahari. Kerugian metode ini adalah suhu dan

waktu pengeringan tidak dapat diatur serta kebersihan bahan pangan yang

dikeringkan tidak terjamin.

b. Artificial drying

Yaitu proses pengeringan dengan menggunakan panas yang berasal dari

suatu mesin pengering. Keuntungan metode ini adalah suhu dan waktu

pengeringan dapat diatur serta kebersihan bahan pangan lebih terjamin.

Kerugiannya adalah membutuhkan biaya lebih banyak karena mesin

pengering memerlukan listrik untuk menghasilkan panas.

Artificial drying dapat dibagi menjadi:

Cabinet dryer

Vacuum dryer

Spray dryer

Freeze dryer

Faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan pengeringan antara lain:

Page 8: BAB II

1. sifat fisik dan kimiawi bahan pangan

2. bentuk alat dan media perantara pengering

3. sifat fisik lingkungan alat pengering

4. karakteristik alat pengering.

Tujuan dari pengeringan yaitu menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan,

mempertahankan mutu, menghindarkan terjadinya keracunan sehingga dapat

mempermudah penanganan dan penyimpanan.

Proses pengeringan barangkali lebih tepat bila disebut sebagai usaha untuk

menghambat kerusakan karena lambat atau cepat bahan yang kering (diawetkan) akan

menglami kerusakan juga. Daging yang dikeringkan (dendeng) akan bertahan selama

1-3 bulan. Bahan yang awet mempunyai nilai dan harga yang lebih tinggi karena

risiko terjadinya kerusakan lebih kecil.

Bahan yang kering meskipun mengalami perubahan-perubahan tetapi terjadinya

sangat lambat sehingga seolah-olah tidak mengalami perubahan. Karena tidak

mengalami perubahan, maka bahan yang mula-mula bermutu baik akan tetap baik

selama jangka waktu tertentu.

Terjadinya kerusakan oleh beberapa mikroba dapat menyebabkan pembusukan

bahan yang didahului terjadinya produksi racun atau toksin. Bahan yang telah

mengandung racun tersebut dapat membahayakan kesehatan konsumen.

Bahan yang kering lebih mudah cara penanganannya, karena sortasi tidak perlu

dilakukan serta kemungkinan penularan atau kontaminasi dapat diperkecil. Daging

yang telah mengalami proses pengeringan akan tahan terhadap pengaruh kondisi-

kondisi luar yang dapat merusak bahan tersebut sehingga dalam penyimpanannya

Page 9: BAB II

akan lebih mudah karena kondisi penyimpanannya juga tidak sukar. Setelah

dikeringkan, daging (dendeng) akan menjadi bentuk yang lebih praktis dan ringkas.