BAB II

4
BAB II STUDI PUSTAKA A. Evidence Based Medicine Therapy EBM menggunakan segala pertimbangan bukti ilmiah (evidence) yang sahih yang diketahui hingga kini untuk menentukan pengobatan pada penderita yang sedang kita hadapi. Ini merupakan penjabaran bukti ilmiah lebih lanjut setelah obat dipasarkan dan seiring dengan pengobatan rasional. (Iwan, 2002) Terapi dibedakan atas dua jenis, yaitu terapi farmakologi atau terapi yang menggunakan obat sebagai sarana terapinya, dan terapi non-farmakologi atau terapi yang tidak menggunakan obat sebagai sarana terapinya. Berdasarkan tujuan pemakaiannya maka farmakoterapi dapat dibedakan menjadi: 1. Terapi kuratif: yakni untuk menyembuhkan penyakit baik dengan jalan menghilangkan penyebab penyakit atau memperbaiki kelainan-kelainan fungsi yang terjadi. Misalnya pengobatan infeksi kuman atau parasit. 2. Terapi supresif: yakni untuk menekan proses penyakit atau menghilangkan gejala penyakit (symptomatic) tetapi tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakitnya sama sekali. Misalnya pengobatan hipertensi, epilepsi, gejala nyeri dan lain-lain.

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

STUDI PUSTAKA

A. Evidence Based Medicine Therapy

EBM menggunakan segala pertimbangan bukti ilmiah (evidence) yang sahih yang

diketahui hingga kini untuk menentukan pengobatan pada penderita yang sedang kita

hadapi. Ini merupakan penjabaran bukti ilmiah lebih lanjut setelah obat dipasarkan dan

seiring dengan pengobatan rasional. (Iwan, 2002)

Terapi dibedakan atas dua jenis, yaitu terapi farmakologi atau terapi yang

menggunakan obat sebagai sarana terapinya, dan terapi non-farmakologi atau terapi yang

tidak menggunakan obat sebagai sarana terapinya. Berdasarkan tujuan pemakaiannya

maka farmakoterapi dapat dibedakan menjadi:

1. Terapi kuratif: yakni untuk menyembuhkan penyakit baik dengan jalan menghilangkan

penyebab penyakit atau memperbaiki kelainan-kelainan fungsi yang terjadi. Misalnya

pengobatan infeksi kuman atau parasit.

2. Terapi supresif: yakni untuk menekan proses penyakit atau menghilangkan gejala

penyakit (symptomatic) tetapi tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab

penyakitnya sama sekali. Misalnya pengobatan hipertensi, epilepsi, gejala nyeri dan lain-

lain.

3. Terapi preventif (prophylactic): yakni untuk mencegah terjadinya penyakit atau

kumatan penyakit. Misalnya dengan vaksinasi (Bagian Farmakologi Klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada)

Proses keputusan terapi mencakup beberapa tahap atau pertimbangan yang perlu

dilalui secara sistematik, walaupun dalam praktek pengobatan sehari-hari, mungkin kita

tidak sadar dalam menjalankan proses tersebut. Secara sederhana proses-proses tersebut

dapat diringkas sebagai berikut:

1. Proses penegakan diagnosis: tindakan/pengobatan harus didasari oleh diagnosis

penyakit dan kondisi pasien sebagai diagnosis kerja. Proses diagnosis dilakukan dengan

Page 2: BAB II

anamnesis dan pemeriksaan baik pemeriksaan klinik, laboratorik dan pemeriksaan-

pemeriksaan tambahan lain yang diperlukan.

2. Proses pemilihan intervensi terapi: berdasarkan pertimbangan patofisiologi penyakit,

perjalanan alami dan manifestasi maka pemilihan intervensi terapi dilakukan.

Kemungkinan intervensi terapi akan meliputi intervensi dengan obat

(farmakoterapi),intervensi tanpa obat (non farmakoterapi), dan intervensi farmakoterapi +

non farmakoterapi.

3. Proses pemilihan obat: pedoman dasar pemilihan obat, dengan demikian adalah memilih

obat yang paling bermanfaat, paling aman (efek samping minimal), paling ekonomis dan

paling sesuai atau cocok untuk pasien.

4. Proses penentuan aturan dosis dan cara pemberian obat, dalam proses ini yang perlu

diputuskan adalah cara pemberian obat (route of administration), bentuk

sediaan/formulasi,besar dosis dan frekuensi pemberian, dan lama pemberian.

5. Proses peresepan dan pemberian informasi: peresepan (prescription) adalah suatu

pelaksanaan keputusan terapi yang pada hakekatnya merupakan instruksi atau permintaan

untuk memberikan obat kepada pasien sesuai dengan aturan dosis, cara pemakaian, lama

pemakaian dan lain-lain.

6. Proses evaluasi hasil atau efek pengobatan: setiap pemberian obat harus diikuti dengan

evaluasi terhadap tercapai atau tidaknya efek terapetik yang diinginkan dan terjadinya

efek samping yang tidak diinginkan (Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada).

B. Terapi Avian Influenza

Penyakit flu burung atau avian influenza adalah suatu penyakit menular yang

disebabkan oleh virus influenza A sub tipe H5N1 yang menyerang manusia dengan gejala

demam lebih dari 380C, batuk, pilek, nyeri otot, nyeri tenggorokan, dan pernah kontak

dengan binatang tersebut dalam 7 hari terakhir. (Muh. Nasrum Mahsi, 2006)

Pengobatan awal yang dianjurkan adalah dengan oseltamivir. Dari data percobaan

clinical trial dikatakan bahwa obat ini meningkatkan kelangsungan hidup. Dosis yang

tinggi dari oseltamivir (e.g., 150 mg dua kali sehari pada orang dewasa) dan peningkatan

Page 3: BAB II

durasi terapi, untuk total 10 hari, akan baik diberikan pada virus A (H5N1) dengan

replikasi tingkat tinggi (N Engl J Med2008;358:261-73).

Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah : istirahat, peningkatan daya

tahan tubuh, pengobatan anti viral, pengobatan antibiotik, perawatan respirasi, anti

inframasi, imunomodulators. (Leonard Nainggolan, Cleopas Martin Rumende,

Herdiman T.Pohan, 2006)