BAB II
-
Upload
gunawanoesman -
Category
Documents
-
view
215 -
download
2
description
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi stroke
Menurut World Health Organization (WHO), stroke merupakan tanda-tanda
klinis yang berkembang pesat akibat gangguan fungsi otak, baik fokal maupun
global dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang dapat
menyebabkan kematian, tanpa ada penyebab lain yang jelas kecuali vaskuler
(Suryati, 2009; Caplan, 2005).
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak
yang disebabkan oleh oklusi arteri di leher atau di otak sehingga kurangnya aliran
darah ke otak dan menggangggu kebutuhan darah, nutrisi dan oksigen di jaringan
otak (Caplan, 2005; Silverman dkk., 2009).
Stroke hemoragik adalah suatu sindrom klinis karena perdarahan spontan di
substansi otak ditandai oleh hilangnya fungsi otak fokal akut dengan gejala yang
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (Warlow dkk., 2007).
2.2 Epidemiologi stroke
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di seluruh dunia setelah
penyakit jantung dan kanker, bahkan di rumah sakit dunia stroke merupakan
penyebab kematian nomor satu. Banyak ahli dunia yakin bahwa serangan stroke
adalah penyebeb kecacatan nomor satu di dunia. Di seluruh dunia, 15 juta orang
menderita stroke setiap tahunnya (Suryati, 2009; Caplan, 2005). Diperkirakan
bahwa pada tahun 2020, angka kematian stroke hampir dua kali lipat sebagai
akibat dari penuaan penduduk dan dampak masa depan dari pola merokok saat ini
(Silverman dkk., 2009; Warlow dkk., 2007).
Di seluruh dunia, 15 juta orang menderita stroke setiap tahunnya. Angka
kejadian dan kematian stroke semakin meningkat seiring dengan perkembangan
dan kemajuan zaman. Dua pertiga dari semua kematian stroke dan 60% dari
stroke terjadi dinegara yang berpendapatan menengah kebawah (Silverman dkk.,
4
5
2009). Di Amerika Serikat, hampir 750.000 orang terkena stroke dan 150.000
orang meninggal setiap tahunnya. Perbandingan penderita stroke di Amerika
antara laki-laki dan perempuan adalah 1,2 : 1 serta perbandingan stroke antara
kulit hitam dan kulit putih yaitu 1,8 : 1 (Caplan, 2005; Suryati, 2009).
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007
yang dikeluarkan oleh Badan Litbangkes Departemen Kesehatan RI, stroke
menjadi penyebab kematian terbanyak sebesar 15,4% di Indonesia yag diikuti
oleh hipertensi 6,8%, dan penyakit jantung sistemik 5,1%. Sementara itu,
prevalensi stroke tertinggi terdapat di Aceh (16,6%) dan terendah di Papua
(3,8%). Prevalensi disabilitas menunjukkan peningkatan yang berarti, dari 12,7%
menjadi 21,3%.
Berdasarkan laporan tahunan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh yang dikutip dari Suryati (2009) mengenai 10 besar penyakit rawat inap
tahun 2007 diperoleh data bahwa penyakit serebrovaskuler (stroke) menempati
urutan ke enam (304 kasus). Sementara sebagai penyebab kematian, penyakit
serebrovaskuler menempati urutan ke tujuh dari rasio 10 besar penyakit penyebab
kematian tahun 2007 di Rumah Sakit dr. Zainoel Abidin.
Stroke dapat menyerang semua usia dan jenis kelamin baik laki-laki
maupun perempuan. Diketahui, tingkat insidensi stroke lebih tinggi pada laki-laki
dibanding perempuan, karena hidup perempuan lebih lama daripada laki-laki,
angka kematian stroke pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki
(Silverman dkk., 2009).
Prevalensi stroke iskemik diperkirakan 80-85% dari stroke hampir di
seluruh dunia. Namun, insidensi stroke hemoragik yang tinggi terdapat pada
penduduk Asia dibandingkan dengan stroke iskemik (Hartwiig, 2006; Silverman
dkk., 2009). Prevalensi stroke hemoragik diperkirakan 15-20% dari semua kasus
stroke di dunia (Hartwig, 2006).
Stroke memang menyerang semua usia, tapi lebih sering menyerang
kelompok usia yang lebih tua. Resiko stroke meningkat dua kali lipat disetiap
dekade diatas usia 50 tahun. Meskipun begitu, 30% stroke menyerang kelompok
usia dibawah 65 tahun di Amerika (Silverman dkk., 2009).
6
2.3 Klasifikasi stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke, semuanya berdasarkan atas
gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya
(Suryati, 2009; Misbach, 1999). Menurut Misbach (1999), klasifikasi stroke
antara lain:
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya, stroke dapat diklasifikasikan
menjadi dua tipe utama, yakni stroke iskemik dan stoke hemoragik (Silverman
dkk., 2009).
2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu:
a. Serangan iskemik sepintas/TIA
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressive stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
d. Complete stroke
Gejala klinis telah menetap.
3. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):
a. Tipe karotis
b. Tipe vertebrobasiler
Menurut Caplan (2000) yang dikutip oleh Suryati (2009), untuk penggunaan
klinis yang lebih praktis lagi adalah klasifikasi dari New York Neurological
Institute, dimana stroke menurut mekanisme terjadinya dibagi dalam dua bagian
besar, yaitu:
1. Stroke iskemik (85%) yang berdasarkan penyebabnya terdiri dari:
a. Trombosis (75%-80%)
b. Emboli (15%-20%)
c. Lain-lain (5%): vaskulitis, koagulopati, hipoperfusi.
7
2. Stroke hemoragik (10%-15%) yang terdiri dari:
a. Perdarahan intraserebral (PIS)
b. Perdarahan subaraknoidal (PSA)
2.4 Stroke iskemik
2.4.1 Definisi stroke iskemik
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak
yang disebabkan oleh oklusi arteri di leher atau di otak sehingga kurangnya aliran
darah ke otak dan menggangggu kebutuhan darah, nutrisi dan oksigen di jaringan
otak (Caplan, 2005; Silverman dkk., 2009).
Stroke iskemik adalah stroke yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan
oleh bekuan ( trombus ) yang terbentu di dalam pembuluh otak atau pembuluh
atau organ distal, emboli dari pembuluh darah besar dan jantung dan vasokontriksi
(Hartwig, 2006).
2.4.2 Klasifikasi stroke iskemik
Berdasarkan etiologinya, terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik,
yaitu:
a. Stroke trombotik pembuluh besar
Trombosis pembuluh besar dengan aliran lambat berkaitan dengan lesi
aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis
interna, atau yang lebih jarang, di pangkal arteria serebri media atau di taut arteria
vertebralis dan basilaris serta defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi
mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik (Hartwig, 2006).
b. Stroke embolik
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat atau asal
embolus. Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung (stroke
kardioembolik). Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan
defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit
(Hartwig, 2006).
8
c. Stroke lakunar
Infark lakunar terjadi karena penyakit pembuluh halus hipertensif dan
menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau
kadang – kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin-lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans
sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteria vertebralis dan basilaris
(Hartwig, 2006).
d. Stroke Kriptogenik
Stroke iskemik akibat sumbatan mendadak pembuluh intrakranium besar
tetapi tanpa penyebab yang jelas. Sumber stroke jenis ini tersembunyi bahkan
setelah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis yang ekstensif.
Namun, sebagian besar stroke yang kausanyatidak jelas terjadi pada pasien yang
profil klinisnya tidak dapat dibedakan dari mereka yang mengidap aterotrombosis
(Hartwig, 2006).
2.4.3 Patofisiologi stroke iskemik
Menurut Meutia (2010), iskemik otak mengakibatkan perubahan sel neuron
secara bertahap, yaitu:
Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan oksigen
c. Kegagalan energi
d. Depolarisasi dan kegagalan hemeostasis ion
Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan hemeostasis ion
b. Spreading depresssion
Tahap 3 : a. Inflamasi
b. Apoptosis
Stroke iskemik terjadi oleh karena adanya perubahan aliran darah di otak,
dimana terjadi penurunan aliran darah secara signifikan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi darah di otak, antara lain (Suryati, 2009):
a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat aterosklerosis atau
tersumbat oleh trombus atau embolus.
9
b. Keadaan darah : viskositas darah yang meningkat dan hematokrit yang
meningkat menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat
juga menyebabkan oksigenasi otak menurun.
c. Tekanan darah sistemik memegang peranan terhadap tekanan perfusi otak.
d. Kelainan jantung: menyebabkan menurunnya curah jantung serta lepasnya
embolus yang menimbulkan iskemia otak.
Sebagai akibat menurunnya aliran darah ke bagian otak tertentu maka akan
terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai
ditingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan
kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel, selanjutkan
akan berakhir dengan kematian neuron (Misbach, 1999).
Gambar 2.1. Stroke Iskemik (Sumber: Caplan, 2005)
10
2.6 Faktor risiko stroke
Faktor resiko stroke dapat dikategorikan menjadi :
2.6.1 Nonmodifiable stroke risk factors
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dihindarkan atau diubah
(Nonmodifiable stroke risk factors) yaitu usia, jenis kelamin, suku bangsa, dan
genetik (Howard dkk., 2009).
a. Usia
Meskipun stroke dapat mempengaruhi seseorang dari segala usia, penyakit
ini terutama mempengaruhi populasi yang lebih tua: risiko stroke dua kali lipat
untuk setiap dekade setelah usia 55 tahun. Saat ini stroke juga mulai mengancam
usia-usia produktif dikarenakan perubahan pola hidup tidak sehat (Suryati, 2009).
b. Jenis kelamin
Stroke dapat menyerang semua usia dan jenis kelamin baik laki-laki
maupun perempuan. Didapatkan, tingkat insidensi stroke lebih tinggi pada laki-
laki dibanding perempuan. Karena hidup perempuan lebih lama daripada laki-laki,
angka kematian stroke pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki
(Silverman dkk., 2009).
c. Suku bangsa atau ras
Ras kulit hitam lebih banyak menderita stroke dibandingkan ras kulit putih.
Kulit hitam memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke di usia muda dibandingkan
kulit putih (Suryati, 2009; Torner, 2005).
d. Genetik
Peningkatan risiko stroke pada pasien dengan sejarah paternal dan maternal
dapat disebabkan oleh warisan genetik dari modifiable risk factors dan faktor
risiko lingkungannya, seperti kesamaan dalam makanan dan gaya hidup antara
orang tua dan anak mereka (Tugasworo, 2000).
11
2.6.2 Modifiable stroke risk factors
a. Hipertensi
Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), yang diresmikan American Heart
Association (AHA) Primary Prevention Guidelines, hipertensi didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan / atau tekanan
diastolik diatas 90 mmHg (Lubis, 2008).
Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII
Klasifikasi Tekanan darah
sistolik (mmHg)
Tekanan darah diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi Stage I 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi Stage II ≥ 160 atau ≥ 100
Sumber : Lubis, 2008
b. Merokok
Kebiasaan merokok menyebabkan kemungkinan untuk menderita stroke
lebih besar, risiko meningkat sesuai dengan beratnya kebiasaan merokok (Suryati,
2009). Merokok merupakan faktor risiko untuk terjadinya arteriosklerosis dan
stroke iskemik (Tugasworo, 2000).
c. Diabetes mellitus (DM)
Baik di Amerika maupun Eropa ternyata DM merupakan suatu faktor risiko
untuk semua jenis stroke. DM dapat meningkatkan stroke dua kali lipat
dibandingkan orang normal terutama untuk stroke iskemik yang berasal dari
pembuluh besar otak (Tugasworo, 2000). DM dapat menyebabkan stroke iskemik
karena terbentuknya plak aterosklerotik pada dinding pembuluh darah yang
disebabkan gangguan metabolisme glukosa sistemik (Suryati, 2009).
12
d. Dislipidemia
Kelainan lipid serum berupa peninggian kolesterol total, Low Density
Lipoprotein (LDL), trigliserida, dan penurunan High Density Lipoprotein (HDL)
dianggap sebagai faktor yang sangat penting dalam patofisiologi aterosklerosis
dan stroke (Suryati, 2009).
e. Obesitas
Menurut Yayasan Jantung Indonesia (2008), obesitas dan kegemukan adalah
ketidakseimbangan jumlah makan yang masuk dibanding dengan pengeluaran
energi oleh tubuh. Obesitas sering dikaitkan dengan banyaknya lemak dalam
tubuh. Obesitas dan kelebihan berat badan (overweight) diukur dengan tabel
massa indeks tubuh ( Body Mass Index/BMI), yaitu berat badan (dalam kilogram)
dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Dikatakan obesitas apabila
Indeks Massa Tubuh (IMT) > 30 kg/m2 (Suryati, 2009).
f. Diet yang tidak sehat
Ketersediannya makanan, dan perubahan pola makan, dan menurunnya
aktivitas fisik dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular, hipertensi,
stroke, dan lain-lain sebagainya. Rendahnya konsumsi serat sayur maupun buah-
buahan terjadi sekitar 20 % pada penderita dengan penyakit kardiovaskular di
seluruh dunia (American Heart Association, 2010).
g. Kurang beraktifitas fisik
Melakukan aktivitas fisik yang memppunyai nilai aerobik (jalan cepat,
bersepeda, berenang) secara teratur minimal 3 kali seminggu untuk dewasa, tiap
kali 20-30 menit akan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki kontrol
diabetes, memperbaiki kebiasaan makan, dan menrunkan berat badan (Suryati,
2009).
2.6.3 Potentially modifiable risk factors
Potentially modifiable risk factors (Howard, 2009; Tugasworo, 2000) antara
lain:
a. Sindrom metabolik
b. Hematological parameter
13
c. Penyalahgunaan alkohol
d. Penyalahgunaan obat
e. Penggunaan kontrasepsi oral
f. Gangguan napas selama tidur
g. Kenaikan Lipoprotein
h. Inflamasi
i. Aspirin
2.7 Gambaran hemoglobin, hematokrit dan trombosit
Faktor hemoreologi juga penting pada terjadinya stroke, terutama stroke
iskemik, diantaranya adalah hemoglobin, hematokrit dan trombosit (Yamauchi
dkk., 1998; Fisher dkk., 1991). Faktor hemoreologi sangat terkait dengan
viskositas darah (Wood dkk., 1985). Pada orang dewasa, diperkirakan 1% - 4%
kasus stroke iskemik karena gangguan hematologi primer (Kilpatrik dkk., 1993).
2.7.1 Hemoglobin
Menurut kamus Kedokteran Dorland edisi 29, hemoglobin adalah pigmen
pembawa oksigen eritrosit yang dibentuk oleh eritrosit yang berkembang dalam
sumsum tulang. Pada stroke akut, anemia mempunyai potensi untuk memperberat
iskemik di otak. Hemoglobin yang rendah atau anemia merupakan keadaan yang
umum pada usia lanjut baik pria dan wanita dengan stroke akut sehingga
meningkatkan risiko kematian (Tanne dkk., 2010). Pada anemia aliran darah ke
otak meningkat karena viskositas darah pada anemia menurun. Kadar hemoglobin
dikatakan meningkat pada stroke dengan infark yang luas dibanding stroke
hemoragik dan infark lakunar (Tugasworo, 2000). Menurut WHO, anemia terjadi
pada 19% pasien, baik pria maupun wanita. Peningkatan dan penurunan yang
signifikan nilai hemoglobin dikaitkan dengan peningkatan angka kematian (Tanne
dkk., 2010).
Nilai normal hemoglobin (g/dl) pada laki-laki adalah 13,0 - 17,4. Nilai
normal hemoglobin (g/dl) pada wanita adalah 12,3-15,3 (Perkins, 2004).
14
2.7.2 Hematokrit
Menurut kamus Kedokteran Dorland edisi 29, hematokrit adalah persentase
volum eritrosit dalam darah keseluruhan. Hematokrit, selain terbukti merupakan
salah satu faktor risiko stroke, juga merupakan alat yang dapat meramalkan
perjalanan klinis penderita stroke. Kadar hematokrit yang tinggi menyebabkan
meningkatnya viskositas darah sehingga berakibat menurunnya aliran darah ke
otak. Meskipun viskositas tidak hanya disebabkan oleh peningkatan hematokrit,
namun apabila kadar hematokrit melampaui 46% maka viskositas darah
meningkat dengan tajam (Widijatno dkk., 2006).
Dalam keadaan normal aliran darah otak berkaitan dengan viskositasnya.
Studi Firmingham menyatakan bahwa kadar hematokrit yang tinggi ada
hubungannya dengan kejadian iskemik serebri. Pada keadaan normal hematokrit
merupakan faktor tunggal yang sangat penting dalam menentukan viskositas
darah dan sebaliknya viskositas darah merupakan faktor yang menentukan aliran
darah ke otak. Kenaikan viskositas karena kenaikan hematokrit harusnya diikuti
dengan pengurangan aliran darah (Tugasworo, 2000).
Viskositas darah terutama ditentukan oleh hematokrit. Peningkatan
hematokrit akan menyebabkan peningkatan pergesekan antara lapisan sel darah,
penurunan kecepatan aliran darah dan penambahan tekanan yang dibutuhkan
untuk aliran darah pada sirkulasi sistemik. Jika disertai dengan penurunan interval
diameter pembuluh darah, peningkatan pada viskositas darah secara signifikan
dapat mengganggu aliran darah (Caplan, 2005; Meutia, 2010).
Nilai normal hematokrit pada laki-laki adalah 41,5% - 50,4%. Sedangkan
nilai normal hematokrit pada perempuan adalah 36% - 45% (Perkins, 2004).
2.7.3 Trombosit
Menurut kamus Kedokteran Dorland edisi 29, trombosit adalah struktur
mirip cakram, dengan diameter 2-4 µm, yang ditemukan dalam darah semua
mamalia dan terutama berperan dalam pembekuan darah. Terbentuk melalui
pelepasan bagian sitoplasma megakariosit, tidak mengandung inti dan DNA tetapi
mengandung enzim aktif dan mitokondria. Juga disebut platelet.
15
Ketika ada cedera pembuluh darah, dan lapisan endotel rusak,
trombosit yang beredar dalam darah tertarik ke daerah cedera. Trombosit
berkumpul di titik cedera dan menempel satu sama lain, membentuk sebuah plak.
Pembekuan berlebihan ketika ada terlalu banyak platelet disebut trombositosis
(Caplan, 2005). Banyak parameter yang dapat dimanfaatkan untuk pelacakan
faktor risiko dan menentukan prognosis stroke infark akut. Agregasi trombosit
dipandang berpengaruh terhadap pembentukan oklusi pada pembuluh darah otak.
(Rosita, 2007). Agregasi trombosit mempengaruhi viskositas darah dan aliran
darah dengan 2 mekanisme (Wood dkk., 1985).
1. Agregasi trombosit mengendap dalam pembuluh darah dan menghasilkan
trombus.
2. Agregasi trombosit menyumbat arteri dan pembuluh darah kapiler.
Agregasi trombosit umumnya dapat berubah-ubah dari hari ke hari bahkan
dari waktu ke waktu, oleh sebab itu banyak kontroversi hasil penelitian mengenai
agregasi trombosit pada stroke. Agregasi trombosit meningkat pada stroke
iskemik dan menurun pada stroke hemoragik. Pada penelitian yang
mengobservasi agregasi trombosit pada otak yang iskemik selama seminggu,
memperlihatkan bahwa terjadi aktifasi trombosit secara temporer karena
reaktifitas trombosit meninggi, fungsi trombosit akan kembali ketingkat normal
setelah 10 hari sampai 6 minggu kemudian. Peneliti yang lain menyatakan bahwa
pada stroke iskemik terjadi hiperagregabilitas trombosit kronis disebabkan respon
shear induce dari agregasi trombosit pada fase akut stroke (Tugasworo, 2000).
Seseorang yang sangat rendah trombositnya menyebabkan perdarahan spontan,
kadang-kadang di dalam atau di sekitar otak (Caplan, 2005).
Nilai normal trombosit (sel-sel x 106/ul) pada laki-laki dan perempuan sama
adalah 150 – 450 (Perkins, 2004).
Agar jelas dalam memahami nilai normal pada setiap komponen
hemoreologi, dibawah ini merupakan tabel nilai normal hemoreologi pada pria
dan wanita.
16
Tabel 2.2. Nilai Normal Hemoglobin, Hematokrit dan Trombosit (Perkins, 2004).
Hematologi Nilai normalLaki-laki Perempuan
Hemoglobin (Hb) 13,0-17,4 gr/dl 12,3-15,3 gr/dlHematokrit 41,5% - 50,4% 36% - 45%Trombosit 150-450 (sel-sel x 109/L) 150-450 (sel-sel x 109/L)
Sumber : Perkins, 2004
2.8 Kerangka teoritis
Faktor Risiko Stroke Faktor Hemoreologi: 1. Modifiable Eritrosit, Hemoglobin, 2. Nonmodifiable Hematokrit, Trombosit 3. Potentially Modifiable Leukosit, Fibrinogen,
Laju endap darah.
Stroke Iskemik
Klasifikasi Stroke Iskemik
Patofisiologi Stroke Iskemik
Gambar 2.2. Kerangka Teoritis