BAB II
-
Upload
nuralisasafitri -
Category
Documents
-
view
212 -
download
0
description
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mutu
2.1.1 Definisi Mutu
Mutu adalah dimana pelayanan kesehatan pasien ditingkatkan mendekati hasil
yang diharapkan dan mengurangi faktor-faktor yang tidak diinginkan (Ridwan,
2007). Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 2004).
Mutu pelayanan kesehatan dasar adalah kesesuaian antara pelayanan kesehatan dasar
yang disediakan/diberikan dengan kebutuhan yang memuaskan pasien atau
kesesuaian dengan ketentuan standar pelayanan (Azwar, 1990).
Layanan kesehatan globalisasi mempertinggi arus kompetisi disegala bidang
termasuk bidang kesehatan dimana perawat dan bidan terlibat didalamnya. Untuk
dapat mempertahankan eksistensinya, maka setiap organisasi dan semua elemen-
elemen dalam organisasi harus berupaya meningkatkan mutu pelayanannya secara
terus menerus. Sistem pengembangan dan manajemen kinerja klinis (SPMKK) bagi
perawat dan bidan terkait erat dan sinkron dengan program jaminan mutu (Quality
Assurance). Kecenderungan masa kini dan masa depan menunjukkan bahwa
masyarakat semakin menyadari pentingnya peningkatan dan mempertahankan
kualitas hidup (quality of life). Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang bermutu
semakin dicari untk memperoleh jaminan kepastian terhadap mutu pelayanan
kesehatan yang diterimanya. Semakin tinggi tingkat pemahaman masyarakat terhadap
pentingnya kesehatan untuk mempertahankan kualitas hidup, maka customer akan
semakin kritis dalam menerima produk jasa, termasuk jasa pelayanan keperawatan
dan kebidanan, oleh karena itu peningkatan mutu kinerja setiap perawat dan bidan
perlu dilakukan terus menerus.
2.1.2. Dimensi mutu layanan kesehatan
Dimensi mutu layanan kesehatan meliputi beberapa hal, diantaranya adalah:
a. Dimensi kompentensi teknis (keterampilan, kemampuan, dan penampilan
atau kinerja pemberi layanan kesehatan)
b. Keterjangkauan/akses (layanan kesehatan harus dapat dicapai oleh masyarakat
tanpa terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan
bahasa)
c. Efektifitas (bagaimana standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat,
konsisten, dan sesuai situasi setempat) dan sangat berkaitan dengan
ketrampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam layanan
kesehatan.
d. Efesiensi (dapat melayani lebih banyak pasien /masyarakat)
e. Kesinambungan (pasien harus dapat dilayani sesuai kebutuhan)
f. Keamanan (aman dari resiko cedera, infeksi dan efek samping atau bahaya
yang ditimbulkan oleh layanan kesehtan itu sendiri)
g. Kenyamanan (kenyamanan dapat menimbulkan kepercayaan pasienkepada
organisasi layanan kesehatan)
h. Informasi (mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa,
kapan, dimana, dan bagaimanan layanan kesehtana akan dan telah
dilaksanakan. Ini penting untuk tingkat Puskesmas dan RS)
i. Ketepatan waktu (pelayanan yang tepat, dan menggunakan peralatan dan obat
yang tepat, serta biaya yang efesien agar berhasil, layanan kesehatan itu harus
dilaksanakan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi)
j. Hubungan antar manusia (merupakan interaksi antar pemberi pelayanan
kesehtan dengan pasien, antar sesama pemberi layanan kesehatan)
Zeithmalh, dkk (1990) menyatakan bahwa dalam menilai kualitas jasa/
pelayanan, terdapat sepuluh ukuran kualitas jasa/ pelayanan, yaitu :
a. Tangible (nyata/berwujud)
b. Reliability (keandalan)
c. Responsiveness (Cepat tanggap)
d. Competence (kompetensi)
e. Access (kemudahan)
f. Courtesy (keramahan)
g. Communication (komunikasi)
h. Credibility (kepercayaan)
i. Security (keamanan)
j. Understanding the Customer (Pemahaman pelanggan)
Namun, dalam perkembangan selanjutnya dalam penelitian dirasakan adanya
dimensi mutu pelayanan yang saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya
yang dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Selanjutnya oleh Parasuraman et al.
(1990) dimensi tersebut difokuskan menjadi 5 dimensi (ukuran) kualitas
jasa/pelayanan, yaitu :
a. Tangible (berwujud); meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan,
karyawan dan alat-alat komunikasi.
b. Realibility (keandalan); yakni kemampuan untuk melaksanakan jasa yang
telah dijanjikan secara konsisten dan dapat diandalkan (akurat).
c. Responsiveness (cepat tanggap); yaitu kemauan untuk membantu pelanggan
(konsumen) dan menyediakan jasa/ pelayanan yang cepat dan tepat.
d. Assurance (kepastian); mencakup pengetahuan dan keramah tamahan para
karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan
keyakinan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas
dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
e. Empaty (empati); meliputi pemahaman pemberian perhatian secara individual
kepada pelanggan, melakukan komunikasi yang baik, dan memahami
kebutuhan pelanggan.
2.1.3 Cara mengukur mutu
Banyak kerangka pikir yang dapat digunakan untuk mengukur mutu. Pada
awal upaya pengukuran mutu layanan kesehatan, Donabedian (1980) mengusulkan
tiga kategori penggolongan layanan kesehatan yaitu struktur, proses, dan keluaran.
a. Standar struktur
Standar struktur adalah standar yang menjelaskan peraturan sistem, kadang-
kadang disebut juga sebagai masukan atau struktur. Termasuk kedalamnya
hubungan organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite-komite, personel,
peralatan gedung, rekam medik, keuangan, perbekalan obat dan fasilitas.
b. Standar proses
Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan
kegiatan layanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijaksanaan. Standar
proses akan menjelaskan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya
dan bagaimana sistem bekerja.
c. Standar keluaran
Standar keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan.
Standar keluaran akan menunjukan apakah layanan kesehatan berhasil atau
gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai
hasil dari layanan yang diselenggarakan dan terhadap parameter keberhasilan
itu sendiri.
2.2. Asuhan Antenatal
2.2.1 Definisi Asuhan Antenatal
Menurut Depkes (2004), pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan
oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan
sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Mufdlilah (2009)
mengatakan antenatal care adalah suatu program yang terencana berupa
observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh
suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan memuaskan. Antenatal care
adalah pengupayaan observasi berencana dan teratur terhadap ibu hamil melalu
pemeriksaan, pendidikan, pengawasan secara dini terhadap komplikasi dan
penyakit ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan (Manuaba, 2003).
2.2.2 Tujuan Asuhan Antenatal
Mufdlilah (2009) menyatakan bahwa tujuan pelayanan antenatal antara lain :
a. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan
memberikan pendidikan gizi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi.
b. Mendeteksi dan menatalaksana komplikasi medis, bedah ataupun obstetri
selama kehamilan.
c. Mengembangkan persiapan persalinan serta rencana kesiagaan menghadapi
komplikasi.
d. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan
puerperium normal, dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial.
Menurut Yulaikhah (2009), pengawasan antenatal bertujuan :
a. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat
kehamilan, persalinan dan nifas
b. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai kehamilan, persalinan, dan
kala nifas.
c. Memberi nasihat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan,
kala nifas, laktasi, dan aspek keluarga berencana.
d. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.
2.2.3 Standar Pelayanan Asuhan Antenatal
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam Mufdlilah (2009b), standar
pelayanan antenatal ada enam, yaitu:
2.2.3.1 Identifikasi ibu hamil
Hasil yang diharapkan:
a. Ibu memahami tanda dan gejala kehamilan
b. Ibu, suami dan masyarakat menyadari manfaat pelayanan kehamilan secara
dini dan teratur, serta mengetahui tempat pelayanan kehamilan
c. Meningkatkan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum kehamilan 12
minggu.
2.2.3.2 Pemantauan dan pelayanan antenatal
Hasil yang diharapkan:
a. Ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan
b. Meningkatkan pemanfaatan jasa bidan oleh masyarakat
c. Deteksi dini dan penanganan komplikasi kehamilan
d. Ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat mengetahui tanda bahaya
kehamilan dan tahu apa yang harus dilakukan
e. Mengurus transportasi rujukan jika sewaktu-waktu terjadi kegawatdaruratan
2.2.3.3 Palpasi abdominal
Hasil yang diharapkan:
a. Perkiraan usia kehamilan yang lebih baik
b. Diagnosis dini kelainan letak dan merujuknya sesuai dengan kebutuhan
c. Diagnosis dini kehamilan ganda dan kelainan lain, serta merujuknya sesuai
dengan kebutuhan.
2.2.3.4.Pengelolaan anemia pada kehamilan
Hasil yang diharapkan:
a. Ibu dengan anemia berat segera dirujuk
b. Penurunan jumlah ibu melahirkan dengan anemia
c. Penurunan jumlah bayi baru lahir dengan anemia.
2.2.3.5.Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan
Hasil yang diharapkan:
a. Ibu hamil dengan tanda preeklamsi mendapat perawatan yang memadai dan
tepat waktu
b. Penurunan angka morbiditas dan mortalitas akibat eklampsia.
2.2.3.6 Persiapan persalinan
a. Ibu hamil tergerak untuk merencanakan persalinan yang bersih dan aman
b. Persalinan direncanakan di tempat yang aman dan memadai
c. Adanya persiapan sarana transportasi untuk merujuk ibu bersalin jika perlu
d. Rujukan tepat waktu telah dipersiapkan bila diperlukan.
2.2.4. Kebijakan Program Pelayanan Antenatal
Kebijakan program dalam pelayanan antenatal yaitu menetapkan frekuensi
kunjungan antenatal sebaiknya 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Minimal satu kali pada trimester pertama (K1)
2. Minimal satu kali pada trimester kedyua (K2)
3. Minimal dua kali trimester ketiga (K3 dan K4). (Depkes, 2011)
Penerapan operasionalnya dikenal standar minimal (10T) terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Ukur tekanan darah
3. Nilai status gizi (Ukur LILA)
4. Ukur tinggi fundus uteri
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi TT bila
diperlukan
7. Pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan
8. Tes laboratorium (rutin dan khusus)
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling) termasuk perencanaan persalinan dan
pencegahan komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan
2.2.5. Faktor – Faktor yang Dapat Menunjang Kualitas Pelayanan Antenatal
2.2.5.1. Kompetensi Teknis
Kompetensi teknis menyangkut ketrampilan, kemampuan, dan penampilan
atau kinerja pemberi layanan kesehatan. Kompetensi teknis itu berhubungan
dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan
kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi kepatuhan, ketepatan,
kebenaran dan konsistensi. Tidak dipenuhinya kompetensi teknis dapat
mengakibatkan berbagai hal, mulai dari penyimpangan kecil terhadap standar
layanan kesehatan, sampai kepada kesalahan fatal yang dapat menurunkan
mutu layanan kesehatan dan membahayakan jiwa pasien.
2.2.5.2 Prosedur / Standar
Aplikasi program jaminan mutu di Puskesmas adalah dalam bentuk penerapan
standar dan prosedur tetap pelayanan, agar hasil yang diperoleh tetap terjaga
kualitasnya, meskipun pada kondisi lingkungan dan petugas yang berbeda
atau bergantian. Menurut Utari,et.al standar adalah suatu suatu pernyataan
yang dapat dipergunakan untuk mengukur atau menilai efektifitas suatu sistem
pelayanan. Sedangkan standar menurut Donabedian adalah rentang variasi
yang dapat diterima dari suatu norma atau kriteria. Dalam PP 102 tahun 2000
dijelaskan bahwa standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang
dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsesus
semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan,
keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta pengalaman, yakni perkembangan masa kini dan masa yang
akan datang. Dalam UU No. 23 tahun 1992 pasal 53 ayat 2 disebutkan bahwa
standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi dengan baik. Keberadaan standar dalam pelayanan
kesehatan akan memberikan manfaat, antara lain merupakan persyaratan
profesi, dan dasar untuk mengukur mutu. Ditetapkan standar juga akan
menjamin keselamatan pasien dan petugas penyedia pelayanan kesehatan.
Pedoman standar pelayanan antenatal untuk memandu para pelaksana
program agar tetap berpedoman pada standar yang telah ditetapkan, sehingga
ada protokol dan petunjuk pelaksanaan. Protokol adalah suatu pernyataan
tertulis yang disusun secara sistematis yang dipakai sebagai pedoman atau
cara kerja oleh para pelaksana dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.
Semakin dipenuhi pedoman atau prosedur tetap pelayanan maka semakin
tercapai standar yang ditetapkan.
2.2.5.3. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana meliputi lingkungan ruangan pemeriksaan ibu hamil
yang memenuhi standar kesehatan yaitu tersedianya air bersih yang memenuhi
syarat fisik, kimia dan bakteriologik, pencahayaan yang cukup, ventilasi yang
cukup serta terjamin keamananya. Selain itu, tersedia dan berfungsi dengan
baiknya fasilitas berupa alat atau sarana untuk mendukung pelayanan.