BAB II

21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Epidemiologi 1. Pengertian Hipertensi Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah gangguan yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Menurut Hasan (2006) hipertensi adalah adanya peningkatan tekanan darah signifikan yang berkaitan baik dengan kerusakan secara mendadak terhadap target organ maupun tidak (7). Hipertensi didefinisikan apabila tekanan darah sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg. Pedoman yang dikeluarkan oleh ESH-2007 membagi hipertensi dalam 3 derajat. Derajat 1 bila TDS 140-159 mmHg atau TDD 90-99 mmHg, derajat 2 bila TDS 160-179 mmHg atau TDD 100-109 mmHg dan derajat 3 bila TDS ≥ 180 mmHg atau TDD ≥ 110 mmHg. Klasifikasi ini sama seperti JNC-6 1997 sedangkan pada JNC-7 2003 disederhanakan menjadi 2 stadium. Stadium 1 bila TDS 140-159 mmHg atau TDD 90-99 mmHg sedangkan TDS 5

description

hipertensi

Transcript of BAB II

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Epidemiologi1. Pengertian HipertensiHipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah gangguan yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Menurut Hasan (2006) hipertensi adalah adanya peningkatan tekanan darah signifikan yang berkaitan baik dengan kerusakan secara mendadak terhadap target organ maupun tidak (7).Hipertensi didefinisikan apabila tekanan darah sistolik (TDS) 140 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) 90 mmHg. Pedoman yang dikeluarkan oleh ESH-2007 membagi hipertensi dalam 3 derajat. Derajat 1 bila TDS 140-159 mmHg atau TDD 90-99 mmHg, derajat 2 bila TDS 160-179 mmHg atau TDD 100-109 mmHg dan derajat 3 bila TDS 180 mmHg atau TDD 110 mmHg. Klasifikasi ini sama seperti JNC-6 1997 sedangkan pada JNC-7 2003 disederhanakan menjadi 2 stadium. Stadium 1 bila TDS 140-159 mmHg atau TDD 90-99 mmHg sedangkan TDS 160 mmHg atau TDD 100 mmHg dikelompokkan menjadi hipertensi stadium 2. Pada JNC-7 2003 dikenal istilah pre-hipertensi untuk TDS 120-139 mmHg atau TDD 80-89 mmHg, dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran individu yang bersangkutan akan risiko terjadinya hipertensi (8). Menurut WHO, hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena penyebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure, klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (9).2. Penyebab Hipertensi

Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi (10).3. Gejala HipertensiSebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa (10,11):

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan darah intrakranium.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.

c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.

d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.

e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

Pada umumnya gejala hipertensi tidak diketahui dengan pasti. Gejala penyakit ini bisa diketahui setelah timbul komplikasi pada organ lain. Gejala hipertensi itu antara lain: sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil, terutama di malam hari dan telinga berdengung. 4. Distribusi HipertensiPerbedaan distribusi hipertensi pada perbedaan orang adalah penduduk dengan kulit hitam lebih banyak terkena hipertensi di bandingkan dengan penduduk yang berkulit putih di Amerika Serikat, karena 15 % golongan kulit putih dewasa terkena hipertensi sedangkan pada golongan kulit hitam dewasa sebesar 25-30%. Menurut beberapa penelitian bahwa daerah prevalensi hipertensi lebih tinggi pada pria seperti Silungkan, Solok, dan Bali. Prevalensi hipertensi pada pria di Silungkan, Solok, dan Bali masing-masing adalah (24,2 %), (18,6 %), dan (13,67%) sedangkan pada wanita pada daerah yang sama masing-masing (17,4 %) dan (10,23 %). Di daerah Sumatera Selatan justru wanita lebih tinggi yaitu (7,7 %) sedangkan pria (5,6 %) (7).Distribusi penderita hipertensi berdasarkan waktu berbeda setiap tahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga. SKRT (2001) menunjukan bahwa prevalensi hipertensi mengalami peningkatan dari 96 per 1000 penduduk pada tahun 1995 naik menjadi 110 per 1000 penduduk pada tahun 2001 (7).Dari hasil Riset Kesetahan Dasar (RISKESDAS) 2013 penyakit hipertensi terjadi penurunan dari 31,7 % tahun 2007 menjadi 25,8 % tahun 2013. Walaupun asumsi terjadi penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tensi yang berbeda sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang berobat ke fasilitas kesehatan. Terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013 (5).

Grafik 2.1. Kecenderungan prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran pada umur 18 tahun menurut provinsi, 2007 dan 2013Menurut Riskesdas 2013 menunjukkan kecenderungan prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran yang menunjukkan penurunan yang sangat berarti dari 31,7 persen tahun 2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Terjadinya penurunan diperkirakan dengan asumsi sebagai berikut (5):a. Perbedaan alat ukur yang digunakan tahun 2007 tidak diproduksi lagi (discontinue) pada tahun 2013. b. Kesadaran masyarakat yang semakin membaik ada tahun 2013. c. Terlihat pada gambar 2.1 dimana prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis atau gejala meningkat. Hal ini menunjukkan kesadaran masyarakat yang sudah memeriksakan diri ke tenaga kesehatan agak meningkat sedikit.

Grafik 2.2. Kecenderungan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara pada umur 18 tahun menuru provinsi 2007 dan 2013Dari gambar 2.2 menunjukkan kecenderungan prevalensi hipertensi diagnosis oleh tenaga kesehatan (Nakes) berdasarkan wawancara tahun 2013 (9,5%) lebih tinggi dibanding tahun 2007 (7,6%). Tiga provinsi, yaitu Papua, Papua Barat dan Riau terlihat ada penurunan. Enam provinsi tidak terjadi perubahan seperti Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, Bengkulu, Kalimantan Barat, Aceh, dan DKI Jakarta. Di provinsi lainnya prevalensi hipertensi cenderung meningkat. Kalimantan Selatan mendapatkan peringkat terbesar ke dua untuk prevalensi hipertensi dari pada Sulawesi Utara dengan prevalensi terbesar yang pertama (5).5. Faktor Risiko HipertensiFaktor risiko yang relevan terhadap mekanisme terjadinya hipertensi primer adalah (4,10):a. GenetikHipertensi primer bersifat diturunkan atau bersifat genetik. Individu dengan riwayat keluarga hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi primer daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. b. Jenis Kelamin Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal.

c. Usia Insidensi hipertensi primer meningkat seiring dengan pertambahan usia. 50-60 % pasien dengan umur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan.d. ObesitasKegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orangorang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight). Penentuan obesitas pada orang dewasa dapat dilakukan pengukuran berat badan ideal, pengukuran persentase lemak tubuh dan pengukuran IMT.

e. Asupan GaramAsupan garam yang tinggi dapat meningkatkan sekresi hormon natriuretik. Hormon tersebut menghambat aktivitas sel pompa natrium dan mempunyai efek penekanan pada sistem pengeluaran natrium sehingga terjadi peningkatan volume plasma yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah.

f. Hiperaktivitas SimpatisPada hipertensi primer, sekresi katekolamin yang meningkat akan memacu produksi renin menyebabkan konstriksi arteriol dan vena serta meningkatkan curah jantung.6. Diagnosis HipertensiDiagnosis hipertensi primer dapat dilakukan dengan beberapa cara meliputi (4):

a. Anamnesis b. Pemeriksaan fisik lengkap, terutama pemeriksaan tekanan darah

c. Pemeriksaan penunjang meliputi tes urinalisis, pemeriksaan kimia darah (untuk mengetahui kadar potassium, sodium, creatinin, High Density Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), glukosa).

Pada semua umur, diagnosis hipertensi memerlukan pengukuran berulang dalam keadaan istirahat, tanpa ansietas, kopi, alkohol, atau merokok. Namun demikian, salah diagnosis lebih sering terjadi pada lanjut usia, terutama perempuan, akibat beberapa faktor seperti berikut. Panjang cuff mungkin tidak cukup untuk orang gemuk atau berlebihan atau orang terlalu kurus. Penurunan sensitivitas refleks baroreseptor sering menyebabkan fluktuasi tekanan darah dan hipotensi postural. Fluktuasi akibat ketegangan (hipertensi jas putih = white coat hypertension) & latihan fisik juga lebih sering pada lanjut usia. Arteri yang kaku akibat arterosklerosis menyebabkan tekanan darah terukur lebih tinggi. Kesulitan pengukuran tekanan darah dapat diatasi dengan cara pengukuran ambulatory. Menganjurkan bahwa sebelum menegakkan diagnosis hipertensi pada lanjut usia, hendaknya paling sedikit dilakukan pemeriksaan di klinik sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda dalam beberapa minggu (3).B. Perjalanan Alamiah PenyakitMekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah (10). Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (10). Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun (10).C. Populasi Berisiko Hipertensi

Lansia merupakan populasi berisiko hipertensi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Usia lanjut menurut Keliat (1999) dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (12,13).D. DampakTekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung (14).Keluhan-keluhan yang tidak spesifik pada penderita hipertensi antara lain sakit kepala, gelisah, jantung berdebar-debar, pusing, penglihatan kabur, rasa sakit didada, mudah lelah, dan lain-lain. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai sebagai berikut 1) Gangguan Penglihatan 2) Gangguan Saraf 3) Gangguan jantung 4) Gangguan Fungsi Ginjal 5) Gangguan Serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma (15).E. Skrining

1. Pengertian Skrining

Skrining adalah suatu usaha mendeteksi/menemukan penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala (tidak tampak) dalam suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu melalui suatu tes/pemeriksaan secara singkat dan sederhana untuk dapat memisahkan mereka yang betul-betul sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya diproses melalui diagnosis pasti dan pengobatan. Penyaringan bukan diagnosis sehingga hasilyng diperoleh betul-betul hanya berdasarkan pada hasil pemeriksaan tes penyaringan tertentu, sedangkan kepastian diagnosis klinis dilakukan kemudian secara terpisah (16).

Tes skrining merupakan suatu tes yang sederhana dan relatif murah yang diterapkan pada sekelompok populasi tertentu (yang relatif sehat) dan bertujuan untuk mendeteksi mereka yang mempunyai kemungkinan cukup tinggi menderita penyakit yang sedang diamati sehingga kepada mereka dapat dilakukan diagnosis lengkap dan selanjutnya bagi mereka yang menderita penyakit tersebut dapat diberikan pengobatan secara dini (16).

2. Tujuan dan Sasaran Skrining

Ada beberapa keuntungan dapat diperoleh melalui tes skrining, tergantung pada tujuan utama tes tersebut. Salah satu tujuan tes penyaringan yang bersifat umum adalah untuk mendeteksi penderita sedini mungkin sebelum timbul gejala klinis yang jelas. Dengan diagnosis dini tersebut dapat dengan segera diberikan pengobatan kepada penderita terpisah (16)..

Selain itu, melalui tes skrining kita dapat memperoleh keterangan epidemiologis yang berguna bagi petugas kesehatan terutama bagi dokter/klinisi dan bagi peneliti. Hasil tes penyaringan dapat pula digunakan untuk memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang sifat-sifat penyakit tertentu, sehingga mereka dapat selalu waspada dan secara terus-menerus melakukan pengamatan terhadap setiap gejala dini yang mencurigakan terpisah (16)..

Khusus untuk kepentingan masyarakat banyak maka selain berbagai hal tersebut di atas, tes penyaringan/skrining dapat berfungsi untuk mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri secara teratur dan sedini mungkin terpisah (16)..

3. Bentuk skrining

Bentuk atau tipe skrining yang dapat dilakukan adalah (16):

a. Dapat dilakukan secara masal pada suatu penduduk tertentu.

b. Dapat dilakukan secara selektif maupun random terutama mereka dengan risk yang lebih besar.

c. Dapat dilakukan untuk suatu penyakit atau serentak lebih dari satu penyakit

4. Keuntungan skrining

Keuntungan dari metode skrining adalah (16):a. Biaya dapat dilakukan sangat efektif

b. Lebih cepat mendapatkan keterangan tentang penyakit dalam masyarakat

c. Mempunyai fleksibilitas dalam pelaksanaannya

d. Pelaksaannya cukup sederhana dan mudah

e. Hasilnya dapat dipercaya selama tetap memperhatikan nilai rehabilitas, validasi, dan kekuatan tes berdasarkan sensitivitas dan spesivitas

5. Skrining faktor risiko hipertensi

Dalam melaksanakan kegiatan skrining untuk mendeteksi faktor risiko penyakit hipertensi dengan melakukan beberapa tahapan sebagai berikut (15):

a. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri, riwayat penyakit, riwayat anggota keluarga yang menderita OM, Penyakit Jantung Koroner, Hiperkolesterol b. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi. c. Pengukuran indeks antropometri yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang, dan Iingkar pinggul. d. Pemeriksaan laboratorium darah antara lain Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) bagi yang belum tahu atau bleum pernah terdiagnosis. TTGO yaitu pemeriksaan kadar gula darah pada 2 jam setelah minum larutan 75 gr glukosa, kadar kolesterol darah ( kolesterol total, LDL, HDL dan Trigliserida ). Daftar Pustaka:

3. Kuswardhani TRA. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia. Jurnal Penyakit Dalam 2006 ; 7 (2).

4. Anindita Hapsari BD. Pengaruh Hipertensi Primer Terhadap Timbulnya Premenstrual Syndrome Pada Wanita di Kelurahan Jati Kecamatan Jaten Karanganyar. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret, 2010.

5. Hasil Riskesdas 2013

7. Ginting M. Determinan Tindakan Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Hipertensi di Kecamatan Belawan. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara,2008.

8. Bandiara R. An Update Management Concept in Hypertension. Buletin Penelitian, 2008.

9. Erfitrina. Hubungan Tekanan Darah Pada Pasien Retinopati Hipertensi Dengan Stadium Retinopati Hipertensi Di RSUP H. Adam Malik Medan. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2012.10. Dian AA, dkk. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008. Artikel Penelitian. 2009.11. Sugiharto, A. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar). Tesis. Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. 2007. 12. Nasution Z. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluarga Dan Kader Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang. Tesis. Medan : Universitas Sumatera Utara, 2013.

13. Ginting JS. Kualitas Hidup Lansia di Kecamatan Mardinding Kabupaten Karo. Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara, 2013.

14. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2006.15. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Pedoman teknis penemuan dan tatalaksana penyakit hipertensi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2006.16. Noor NN. Epidemiologi. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2008.5