BAB II

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I.EFUSI PLEURA Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml, cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. a. Hidrotoraks Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab- sebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati dengan asites, serta sebgai salah satu trias dari syndroma meig (fibroma ovarii, asites dan hidrotorak). a. Hemotoraks 1

description

efusi pleura

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. EFUSI PLEURA

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan

pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di hilus arteri dan mengadakan penetrasi

dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis.

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari

dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa

cairan transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya

mengandung cairan sebanyak 10-20 ml, cairan pleura komposisinya sama dengan

cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah

yaitu < 1,5 gr/dl.

a. Hidrotoraks

Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam

hal ini penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral.

Sebab-sebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati

dengan asites, serta sebgai salah satu trias dari syndroma meig (fibroma

ovarii, asites dan hidrotorak).

a. Hemotoraks 

Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya

terjadi karena trauma toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat

penderita, atau trauma tajam maupu trauma tumpul. Kadar Hb pada

hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah

hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini

mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil

oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya

darah tersebut berasal dari trauma dinding dada. Penyebab lainnya

hemotoraks adalah: 

Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan

darahnya ke dalam rongga pleura.

1

Page 2: BAB II

Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta)

yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.

Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga pleura

tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah

dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang. 

b. Empiema 

Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura

patologis ini akan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks

atau empiema. Pada setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan

terjadinya empiema sebagai salah satu komplikasinya. Empiema bisa

merupakan komplikasi dari: 

Pneumonia 

Infeksi pada cedera di dada 

Pembedahan dada 

c. Chylotoraks  

Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah

bening pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks

antara lain :

Kongenital, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus, tapi

terdapat fistula antara duktus torasikus rongga pleura.

Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada,

atau pukulan pada dada (dengan/tanpa fraktur). Yang berasal dari efek

operasi daerah torakolumbal, reseksi esophagus 1/3 tengah dan atas,

operasi leher, operasi kardiovaskular yang membutuhkan mobilisasi

arkus aorta.

Obstruksi Karena limfoma malignum, metastasis karsinima ke

mediastinum, granuloma mediastinum (tuberkulosis, histoplasmosis).

Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi terhadap duktus

torasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat juga penyakit trombosis vena

subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan duktus torasikus dan menyebabkan

kilotoraks.

2

Page 3: BAB II

I. 1. Etiologi

Berdasarkan Jenis Cairan

1. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi

pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.

2. Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi

pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.

Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran

kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura

eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara

efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga criteria ini:

Protein cairan pleura / protein serum > 0,5

LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6

LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang

normal didalam serum.

1. Efusi cairan berbentuk eksudat

Terjadi apabila terdapat proses peradangan yang menyebabkan

permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel

mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboid dan terjadi pengeluaran cairan

ke dalam rongga pleura. Penyebabnya :

1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma: virus coxsackie, Rickettsia,

Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-

6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam,

malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa

dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam

cairan efusi.

2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh

bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara

hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun

anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,

3

Page 4: BAB II

Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan

lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika

ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi

keluar dari rongga pleura.

3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus,

Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat

terhadap organisme fungi.

4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi

melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening,

dapat juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral.

Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari

jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada

didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas

tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada

hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis

ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada

pleuritik.

5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-

paru, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi

bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi

terjadinya efusi ini diduga karena :

Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi

kebocoran kapiler.

Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,

bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan

aliran balik sirkulasi.

Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif

intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang

ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut

mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi.

4

Page 5: BAB II

Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan

blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).

6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia

bakteri, abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah

dijumpai predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya

berwarna purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi

parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage

kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir.

Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy

pada pasien dengan efusi parapneumonik:

Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura

Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura

Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada

nilai pH bakteri.

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik

yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam

saja.

7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid,

Skleroderma.

8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi

parapneumonik.

2. Efusi cairan berbentuk transudat

Terjadinya bukan karena penyakit primer paru

1. Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab

lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.

Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena

sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan

filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler

pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah

5

Page 6: BAB II

subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga

filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru meningkat.

Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga

menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit

menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi

kanan.

Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi

dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera

menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita

amat sesak. 

2. Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura

dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi

kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah

dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi

pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.

3. Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui

lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi

biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan

dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol

asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan

yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa

(peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap

kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen yang

menyebakan skelorasis.

4. Meig’s Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita

dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat

menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma

dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya

6

Page 7: BAB II

metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya

dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura

melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.

5. Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi

unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga

peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini

terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan

dialisat.

3. Efusi cairan berisi darah

Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar

Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah

hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini

mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya

diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka

biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.

I. 2. Patofisioloogi

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura

berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling

bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan

ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler

dan saluran limfe pleura viseralis dengan kecepatan yang seimbang dengan

kecepatan pembentukannya.

Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan

proses pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara

patologik di dalam rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya

efusi pleura yaitu;

1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi

kapiler

2). Penurunan tekanan kavum pleura

7

Page 8: BAB II

3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga

pleura.

I. 3. Manifestasi Klinis

a. Gejala Utama.

Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika paru

terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, berupa rasa penuh

dalam dada atau dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak, berupa

nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab

seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi

(kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.

Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi

penumpukan cairan pleural yang signifikan

b. Pemeriksaan Fisik.

Inspeksi: Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak lebih cembung

Palpasi: Penurunan fremitus vocal atau taktil

Perkusi: Pekak pada perkusi,

Auskultasi: Penurunan bunyi napas

8

Page 9: BAB II

Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi

atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas

bronkus.

Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,

karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak

dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati

daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis

melengkung

Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani

dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah

pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi

daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan dan

akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

I. 4. Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya

penurunan suara pernafasan. Apabila cairan yang terakumulasi lebih dari 500 ml,

biasanya akan menunjukkan gejala klinis seperti penurunan pergerakan dada yang

terkena efusi pada saat inspirasi, pada pemeriksaan perkusi didapatkan

dullness/pekak, auskultasi didapatkan suara pernapasan menurun, dan vocal fremitus

yang menurun. Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan

berikut:

a. Foto thoraks

Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat

dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan

permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut

kostrofrenikus menumpul. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus,

cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi

b. USG

9

Page 10: BAB II

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang

jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan. Terutama

pada cairan yang terlokalisasi

c. CT-Scan

CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa

menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.

I. 5. Torakosintesis

Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun

terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada

bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath nomor 14

atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada

setiap aspirasi. Untuk diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan:

10

Page 11: BAB II

a. Warna cairan.

Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-santrokom).

b. Biokimia.

Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya dapat dilihat pada

tabel dibawah:

I. 6. Sitologi.

Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel

patologis atau dominasi sel-sel tertentu.

Sel neutrofil: pada infeksi akut

Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma

maligna).

Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru

Sel mesotel maligna: pada mesotelioma

Sel giant: pada arthritis rheumatoid

Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik

Sel maligna: pada paru/metastase.

I. 7. Bakteriologi

Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung

mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering pneumokokus,

E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter

11

Page 12: BAB II

I. 8. Biopsi pleura

Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor

pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi

atau tumor pada dinding dada

I. 9. Penatalaksanaan

Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan

water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura).

Tujuannya :

a. Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk

mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut

b. Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi

sedikit cairan pleura / lubrican.

Indikasi pemasangan WSD:

a. Hemotoraks, efusi pleura

b. Pneumotoraks ( > 25 % )

c. Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk

d. Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

Kontraindikasi pemasangan WSD

a. Infeksi pada tempat pemasangan

b. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.

Cara pemasangan WSD

Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks

dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan

aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:

12

Page 13: BAB II

1. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea

aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.

2. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar

kurang lebih 2 cm sampai subkutis.

3. Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.

4. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai

mendapatkan pleura parietalis.

5. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar

ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.

6. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat dengan

kasa dan plester.

7. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang

dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang diletakkan

dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat

masuk ke dalam rongga pleura.

13

Page 14: BAB II

Pemasangan jarum WSD

8. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada

selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.

Untuk memastikan dilakukan foto toraks.

Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan paru

telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.

Ada beberapa macam WSD

1. WSD dengan satu botol

• Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana

• Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol

penampung.

• Drainage berdasarkan adanya grafitasi.

• Umumnya digunakan pada pneumotoraks

2. WSD dengan dua botol

• Botol pertama sebagai penampung / drainase

14

Page 15: BAB II

• Botol kedua sebagai water seal

• Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.

• Dapat dihubungkan sengan suction control

3. WSD dengan 3 botol

• Botol pertama sebagai penampung / drainase

• Botol kedua sebagai water seal

• Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer.

Pleurodesis

Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan

penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan adalah

sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adramisin, dan

doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sbanyak-banyaknya, obat

sitostatika (misal; tiotepa 45 mg) diberikan selang waktu 7-10 hari; pemberian obat

tidak perlu pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis

obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan

kembali cairan dalam rongga tersebut.

Obat lain adalah tetrasiklin.

Pada pemberian obat ini WSD harus dipasang dan paru dalam keadaan

mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan dalam 3050 ml larutan garram faal,

kemudian dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah

dengan larutan garam faal 1030 ml larutan garam faal untuk membilas selang serta

10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgetik

narkotik diberikan 11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna mengurangi

rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama 6 jam dan posisi penderita diubah-

ubah agar penyebaran tetrasiklin merata di seluruh bagian rongga pleura. Apabila

dalam waktu 24 jam -48 jam cairan tidak keluar, selang toreaks dapat dicabut.

15