BAB II

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini telah dikembangkan beberapa metode untuk mengamplifikasi asam nukleat in vitro.Tujuan utama teknik ini adalah untuk memperbaiki sensitivitas uji yang berdasar pada asam nukleat dan untuk menyederhanakan prosedur kerjanya melalui automatisasi dan bentuk deteksi non isotopik.Salah satu pokok bahasan yang penting untuk di pahami yaitu mengenai Polymerase Chain Reaction atau yang lebih dikenal dengan istilah PCR PCR adalah suatu metode in vitro untuk menghasilkan sejumlah fragmen DNA spesifik dengan panjang dan jumlah sekuens yang telah ditentukan dari jumlah kecil template kompleks. PCR merupakan suatu teknik sangat kuat dan sangat sensitif dan dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti biologi molekuler, genetika populasi, dan analisis forensik. Mengingat pentingnya peranan teknik PCR ini terhadap perkembangan ilmu pengetahuan kedepan, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian PCR, komponen-komponen PCR, tahapan reaksi PCR;peralatan khusus yang digunakan dalam PCR, aplikasi teknik PCR, kelebihan dan kelemahan PCR. POLYMERASE CHAIN REACTION Page 1

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini telah dikembangkan beberapa metode untuk mengamplifikasi

asam nukleat in vitro.Tujuan utama teknik ini adalah untuk memperbaiki

sensitivitas uji yang berdasar pada asam nukleat dan untuk menyederhanakan

prosedur kerjanya melalui automatisasi dan bentuk deteksi non isotopik.Salah

satu pokok bahasan yang penting untuk di pahami yaitu mengenai Polymerase

Chain Reaction atau yang lebih dikenal dengan istilah PCR

PCR adalah suatu metode in vitro untuk menghasilkan sejumlah fragmen

DNA spesifik dengan panjang dan jumlah sekuens yang telah ditentukan dari

jumlah kecil template kompleks.

PCR merupakan suatu teknik sangat kuat dan sangat sensitif dan dapat

diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti biologi molekuler, genetika

populasi, dan analisis forensik. Mengingat pentingnya peranan teknik PCR ini

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan kedepan, maka dalam makalah ini

akan dibahas tentang pengertian PCR, komponen-komponen PCR, tahapan

reaksi PCR;peralatan khusus yang digunakan dalam PCR, aplikasi teknik

PCR, kelebihan dan kelemahan PCR.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah

ini yaitu:

1. Apa pengertian dari PCR?

2. Apakah yang termasuk ke dalam komponen-komponen PCR?

3. Bagaimana tahapan dan pengembangan teknik PCR?

4. Apa peralatan khusus yang digunakan dalam PCR?

5. Bagaimana aplikasi teknik PCR?

6. Apa manfaat dan aplikasi dari PCR?

7. Apa yang menjadi kelebihan dan kelemahan PCR?

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 1

Page 2: BAB II

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah

ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengertian dasar PCR.

2. Untuk mengetahui komponen-komponen yang terlibat dalam PCR.

3. Untuk mengetahui peralatan khusus yang digunakan dalam PCR.

4. Untuk mendeskripsikan tahap reaksi PCR.

5. Untuk mengetahui manfaat dan aplikasi dari PCR.

6. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan PCR.

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 2

Page 3: BAB II

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian PCR

Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR

(polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau metode

perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan

organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar

dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang

menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan

ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut.

Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular

karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. PCR

(Polimerase Chain Reaction) atau reaksi berantai polimerase adalah suatu

metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA

dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita

yang berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya

tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan

teknik ini semakin luas penggunaannya.

B. Komponen-Komponen PCR

Ada beberapa macam komponen utama dalam proses PCR, yaitu antara lain:

1. DNA cetakan

DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan.

Fungsi DNA templat di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk

pembentukan molekul DNA baru yang sama. Templat DNA ini dapat

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 3

Page 4: BAB II

berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA apapun

asal di dalam DNA templat tersebut mengandung fragmen DNA target

yang dituju.

Hal utama yang perlu diperhatikan pada proses PCR adalah

kemurnian dan jumlah DNA sasaran. Adanya kontaminan pada persiapan

DNA sasaran seperta EDTA dan detergen akan menurunkan efesiensi

PCR. Kemurnian dapat diketahui secara spketrofotometri dengan

menentukan rasio absorbansi pada λ 260 nm dan λ 280 nm.

DNA sasaran dinyatakan murni apabila nilai rasio tersebut > 1,8 ;

sedangkan < 1,8 menunjukkan adanya kontaminasi. Jumlah DNA cetakan

yang diperlukan dalam PCR tidak terlalu banyak dan bervariasi tergantung

DNA sampel, misalnya yang biasa digunakann adalah 102 – 105 salinan

cetakan DNA. Apabila DNA sasaran hanya 1 kopi pada DNA genom,

diperlukan 100 – 500 ng DNA sampel, sedangkan untuk banyak kopi

diperlukan 10 -100 ng.

2. Oligonukleotida primer

Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek

(15 – 25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai

DNA.Primer yang digunakan dalam PCR ada dua yaitu oligonukleotida

yang mempunyai sekuen yang identik dengan salah satu rantai DNA

cetakan pada ujung 5’-fosfat, dan oligonukleotida yang kedua identik

dengan sekuen pada ujung 3’OH rantai DNA cetakan yang lain. Primer

pertama sebagai upstream primer dan primer kedua sebagai downstream

primer.

Primer tidak komplementer satu sama lain lebih dari 2 basa terutama

pada ujung 3’ karena akan meningkatkan produk non spesifik yang disebut

dengan primer dimer. Hal ini terjadi bila ujung 3’ dari 2 primer

berhibridasi membentuk kompleks primed template dan perpanjangan

akan menghasilkan produk dupleks yang pendek disebut primer dimer.

Selain itu primer dimer dapat terjadi pada sampel yang mengandung

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 4

Page 5: BAB II

salinan cetakan DNA sangat sedikit dengan siklus amplifikasi yang

banyak.

Desain primer mempunyai pengaruh terhadap spesifisitas dan

efesiensi amplifikasi.Spesifisitas tidak meningkat dengan primer lebih

panjang dari 30 nukleutida.Sebaiknya primer yang dibuat mengandung 40-

60% GC.

3. Deoxynucleotide Triphosfat (dNTP)

Bahan utama untuk membuat DNA adalah nukleotida trifosfat yang

terdiri dari deoksiAdenosin Trifosfat (dATP), deoksiSitidin Trifosfat

(dCTP), deoksi Guanosin Trifosfat (dGTP), dan Timidin Trifosfat (dTTP).

Ke empat nukleotida ini secara keseluruhan dikenal sebagai deoksi

nukleosida Trifosfat (dNTP).Bahan ini memberikan energi dan nukleosida

untuk mensintesis DNA.

Pada tahap perpanjangan primer, basa tersebut akan diikat pada basa

komplemennya yang ada pada DNA sasaran. Deoksi nukleosida Trifosfat

(dNTP) dapat mengikat ion Mg, sehingga konsentrasi Mg yang diperlukan

untuk mengaktifkan enzim secara maksimal tergantung konsentrasi dNTP.

Oleh karenanya, meskipun dNTP ini kelihatannya tidak mempengaruhi

spesifitas reaksi PCR secara langsung, akan tetapi konsentasi rendah yang

seimbang dapat meningkatkan fungsi taq polymerase. Konsentrasi yang

umum digunakan adalah 50 – 100 µM. Konsentrasi terlalu tinggi

disamping tidak ekonomis juga memberikan hasil dengan spesifitas

rendah, sedangkan konsentrasi yang terlalu rendah tidak didapatkan

produk amplifikasi yang baik. Hal yang harus dihindari adalah apabila

konsentrasi dNTP terlalu tinggi akan cenderung terjadi peningkatan

penggabungan yang salah antara basa dari dNTP dengan basa DNA

sasaran oleh enzim polymerase.

4. Enzim DNA Polymerase

a. Taq DNA polymerase

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 5

Page 6: BAB II

Penggunaan PCR untuk memperbanyak target spesifik PCR dari

DNA genom manusia pertama kali dilakukan dengan memakai

fragmen Klenow DNA Polimerase I escherichia coli.Enzim ini

bersifat termolabil, diinaktivasi pada tahap denaturasi dan perlu

ditambahkan pada setiap siklus, sehingga tidak praktis dan

mahal.Untuk mengatasi hal tersebut peneliti di Cetus mengisolasi 94

kDa NDA polymerase dari bakteri Thermus aquaticus untuk membuat

enzim taq polymerase yang termostabil.

Enzim DNA polymerase mengkatalisis sintesis rantai polinukleotida

yang panjang dari monomer dan dengan adanya enzim termostabil ini

maka prosedur PCR dapat dipermudah dan selain itu spesifisitas dan

hasil amplifikasi juga ditingkatkan.

Taq polymerase mempunyai suhu optimum yang relatif tinggi yaitu

70 - 80ºC untuk sintesis DNA.Taq polymerase mempunyai

kemampuan yang terbatas untuk mensintesis DNA di atas suhu

90ºC.Enzim ini relatif stabil dan tidak didenaturasi pada suhu tinggi.

Aktivitas DNA polymerase dipengaruhi oleh konsentarasi Mg2+.

Konsentrasi Mg2+ yang tinggi akan menghambat aktivitas taq

polymerase dengan konsentrasi 10 mM MgCl2 dapat menghambat 40

– 50 %. Oleh karena deoksinukleosida trifosfat dapat mengikat Mg2+,

maka diperlukan konsentrasi Mg2+ yang tepat untuk mengaktivasi

enzim secara maksimal. Konsentrasi KCL juga merangsang sintesisi

DNA oleh taq polymerase sebesar 50 – 60 % dengan konsentrasi

optimum 50 mM. konsentrasi KCL yang lebih tinggi dapat

menghambat aktivitas enzim dan aktivitas enzim ini akan berhenti

pada konsentrasi KCl ≥ 75 mM. konsentrasi enzim taq polymerase

yang biasa digunakan adalah 2 – 2.5 unit atau 1 – 4 untuk reaksi PCR

100 µl. peningkatan jumlah enzim ini di luar batas ini akan

menghasilkan produk PCR yang non spesifik.

b. Tth DNA polymerase

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 6

Page 7: BAB II

Enzim DNA polimerse lain yang juga dapat digunakan untuk

melakukan PCR adalah Tth DNA polimerse. Enzim ini diisolasi dari

eubakteri thermofilik Thermus thermophilus HB8.Tth DNA

polimerase mempunyai prosesivitas yang tinggi dan tidak mempunyai

aktivitas eksonuklease 3’ → 5’. Enzim ini menunjukkan aktivitas

tertinggi pada pH 9 (pada suhu 25 ) dan suhu sekitar 75℃. Selain

aktivitas polymerase, enzim ini juga mempunyai aktivitas

transcriptase balik (reverse transcriptase) intrinsik yang sangat efisien

dengan adanya ion mangan. Aktivitas trankriptase balik tersebut jauh

lebih tinggi dibanding dengan aktivitas serupa yang dimiliki oleh

DNA polymerase I yang ada pada Escherichia coli maupun pada Taq

DNA polymerase. Tth DNA polimerse juga dapat menggunakan

substrad yang dimodifikasi sehingga juga dapat digunakan untuk

melabel fragmen DNA dengan radionukleotida, digoxigenin maupun

biotin.

Oleh karena enzim Tth DNA polimerse mempunyai aktivitas

transkiptase balik yang tinggi pada suhu tinggi maka enzim ini dapat

digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya

struktur skunder pada molekul RNA.Dengan demikian, enzim ini dapat

digunakan untuk melakukan RT-PCR (reverse Transkriptase PCR).

Molekul cDNA yang diperoleh dari hasil reaksi transkripsi balik dapat

sekaligus diamplifikasi dengan menggunakan Tth DNA polimerse

dengan adanya ion Mg2+¿¿. Enzim ini dapat dilakukan untuk

melakukan RT-PCR molekul RNA sampai ukuran 1000 pasangan

basa.

c. Pwo DNA polymerase

Enzim Pwo DNA polymerase diisolasi dari

archaebacterihiperthermofilik Pyrococcus woesei. Enzim Pwo DNA

polymerase mempunyai berat molekul sekitar 90 kD. Enzim ini

mempunyai prosesivitas polimerasi 5’ 3’ yang tinggi, mempunyai

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 7

Page 8: BAB II

aktivitas eksonuklease 3' →5 ', dan tidak menunjukkan aktivitas

eksonuklease 5' → 3 '.

Pwo DNA polymerase mempunyai stabilitas thermal yang lebih

tinggi dibandingkan dengan Taq DNA polymerase. Waktu paruh

enzim ini lebih dari 2 jam pada suhu100℃, sedangkan Taq DNA

polymerase hanya mempunyai waktu paruh 5 menit pada suhu ini.

Aktivitas eksonuklease 3’ 5’ (aktivitas proof-reading dalam proses

sintesis DNA) yang dimiliki oleh Pwo DNA polymerase meningkatkan

ketepatan (fidelity) proses sintesis DNA sepuluh kali lebih tinggi

dibandingkan dengan ketepatan yang dimiliki oleh Taq DNA

polymerase. Jika Taq DNA polimerse digunakan untuk mengamplikasi

sekuen DNA sepanjang 200 bp sebanyak satu juta kali maka kurang

lebih 56% produk amplifikasinya akan mangandung satu atau lebih

kesalahan. Sebalikya, jika enzim Pwo DNA polymerase yang

digunakan untuk amplifikasi maka hanya 10% produk amplifikasinya

yang mengandung kesalahan. Ketepatan proses polimerasi DNA secara

in vitro merupakan salah satu parameter paling penting dalam PCR.

Hal ini terutama sangat penting jika DNA atau RNA cetakan yang

digunakan hanya berjumlah sangat sedikit.

Hasil amplifikasi menggunakan Pwo DNA polymerase adalah

molekul DNA dengan ujung pepat/tumpul (blunt-ended) sehingga

dapat digunakan dalam proses ligasi ujung tumpul secara langsung

tanpa harus dilakukan modifikasi terhadap ujung-ujung molekul DNA.

Oleh karena sifat ketepatanya yang tinggi maka enzim ini sangat

berguna untuk aplikasi:

1) Cloning produk PCR

2) Studi polimorfisme alel dalam transkrip RNA individual

3) Karakterisasi mutasi yang jarang di dalam suatu jaringan

4) Karakterisasi status alel suatu sel tunggal atau DNA molekul

tunggal

5) Karakterisasi populasi sel dalam suatu kultur

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 8

Page 9: BAB II

d. Pfu DNA polymerase

DNA polymerase lain yang dapat digunakan untuk PCR adalah

Pfu DNA polymerase dan Tli DNA polymerase. Pfu DNA polymerase

diisolasi dari Pyrococcus furiosis, mempunyai berat molekul 92 kD,

aktif pada suhu 74℃ dan mempunyai aktivitas eksonuklease 3' →5 '.

Enzim ini diketahui mempunyai laju kesalahan yang paling kecil

disbanding dengan enzim DNA polymerase yang lain. Produk

amplifikasi dengan menggunakan enzim ini adalah molekul DNA

dengan ujung tumpul.

e. Tli DNA polymerase

Tli DNA polymerase diisolasi dari jasad Thermococcus litoralis,

sangat stabil terhadap panas, aktivitas optimum pada suhu 75℃ dan

dapat berfungsi meskipun diinkubasi pada suhu 100℃. Berat molekul

enzim ini dalah 90 kD. Enzim juga mempunyai aktivitas eksonuklease

3' →5 '.

5. PCR buffer dan konsentrasi Mg2+

Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl

(pH8.3) dan 1.5mM MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja dengan baik

untuk DNA template dan primer dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin

tidak optimum dengan kombinasi yang lain.  Produk PCR buffer ini

terkadang dijual dalam bentuk tanpa atau dengan MgCl2.

Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor

yang sangat kritikal, karena kemungkinan dapat mempengaruhi proses

annealing primer, temperatur dissosiasi untai DNA template, dan produk

PCR. Hal ini disebabkan konsentrasi optimal ion Mg2+ itu sangat

rendah.Hal ini penting untuk preparasi DNA template yang tidak

mengandung konsentrasi chelating agent yang tinggi, seperti EDTA atau

phosphat. Ion Mg2+ yang bebas bila terlalu rendah atau tidak ada, maka

biasanya tidak menghasilkan produk akhir PCR, sedang bila terlalu banyak

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 9

Page 10: BAB II

ion Mg2+yang bebas akan menghasilkan produk PCR yang tidak

diinginkan

C. Tahap Reaksi PCR

Setiap siklus reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu:

1. Denaturasi

Selama proses denaturasi, double stranded DNA akan membuka

menjadi single stranded DNA. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi

yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa

yang komplemen.Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan,

misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya.

Proses denaturasi DNA dilakukan dengan cara menaikkan suhu sampai

95oC. Sebelum proses denaturasi ini, biasanya diawali dengan proses

denaturasi inisial untuk memastikan rantai DNA telah terpisah sempurna

menjadi rantai tunggal.

Suhu denaturasi yang efektif adalah 92-95oC, sedangkan 94oC

merupakan pilihan standar selama 1 menit. Kadang-kadang yang

diperlukan suhu denaturasi yang lebih tinggi untuk cetakan DNA yang

banyak mengandung basa guanine dan sitosin namun efesiensi enzim taq

polymeraseakan menurun pada suhu 95oC. tahap denaturasi ini merupakan

tahap kritis dan sering menjadi fokus perhatian bila suatu reaksi PCR

gagal.

2. Annealing (Penempelan)

Penempelan primer adalah suatu tahap penempelan primer DNA pada

ujung 3’ dari masing-masing rantai tunggal cetakan DNA.Primer

berfungsi sebagai pancingan awal dalam pelipatgandaan segmen DNA.

Primer terdiri dari 18 - 24 deret basa nukleotida pengode DNA adenin(A),

guanin (G), sitosin (C), dan timin (T) yang disintesis secara artificial dan

biasanya dapat dipasangkan dengan DNA yang akan dideteksi.

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 10

Page 11: BAB II

Pada proses annealing, primerakan menuju daerah yang spesifik,

dimana daerah tersebut memiliki komplemen dengan primernya. Pada

proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk. Selanjutnya, DNA

polymeraseakan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi

sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi

polimerisasi selanjutnya

Suhu penempelan primer berkisar diantara 37-55oC, dan tergantung

pada panjang primer, sekuens basa serta konsentrasi primer.Waktu inkubasi

yang diperlukan sebaiknya diperkecil untuk mendapatkan spesifisitas yang

tinggi biasanya 1-2 menit.Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan

kegagalan penempelan primer pada komplementernya di cetakan

DNA.Setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturukan ke kisaran 40-

60oC selama 20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi primer untuk

menempel pada DNA template di tempat yang komplemen dengan sekuen

primer.

3. Ekstensi / Elongasi (Pemanjangan)

Tahap pemanjangan kompleks primer pada cetakan DNA ditandai

dengan adanya aktivitas DNA polymerase.Pemanjangan primer dimulai dari

ujung 3’ primer dan taq polymerase menambahkan nukleotida yang

komplementer terhadap cetakan DNA, sehingga membentuk DNA untai

ganda yang lengkap.

Pada tahap ini DNA polymeraseakan memasangkan dNTP yang sesuai

pada pasangannya, jika basa pada template adalah A, maka akan dipasang

dNTP, begitu seterusnya. Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga

ke ujung. Enzim polymeraseakan bekerja optimum pada suhu 72oC.

Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang dan konsentrasi

cetakan DNA. Lama tahap elongasi biasanya 2 menit, sedangkan waktu

pemanjangan pada siklus akhir sering diperpanjang sampai 10 menit untuk

menyakinkan semua prodik sudah diperpanjang dengan lengkap.

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 11

Page 12: BAB II

Gambar. Tahap Reaksi PCR

Ketiga proses ini dilakukan berulang-ulang sampai jumlah kelipatan

segmen DNA sesuai dengan kebutuhan.

PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler yang dapat

menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu cepat sesuai kebutuhan siklus

PCR. Pada awalnya orang menggunakan tiga penangas air (water bath)

untuk melakukan denaturasi, annealing dan ekstensi secara manual,

berpindah dari satu suhu ke suhu lainnya menggunakan tangan. Tapi

sekarang mesin Thermal Cycler sudah terotomatisasi dan dapat diprogram

sesuai kebutuhan.

D. Peralatan Khusus yang Digunakan dalam PCR

PCR memerlukan alat khusus dalam prosesnya, alat-alat tersebut antara lain:

1. Mighty-small II SE-250 vertical gel electrophoresis unit (Hoefer)

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 12

Page 13: BAB II

Gambar 1. Mighty-small II SE-250 vertical gel electrophoresis unit (Sumber: http://www.hoeferinc.com/)

2. Perkin-Elmer/Cetus Thermal Cycler

Perkin-Elmer/Cetus Thermal Cycleradalah peralatan laboratorium yang

digunakan untuk analisis PCR, atau replikasi cepat dari urutan DNA

tertentu.

Gambar 2. Perkin-Elmer/Cetus Thermal Cycler (sumber: http://www.sci-

support.com )

3. Sterile Thin-wall 0.5 ml Thermocycler microfuge tubes: (TC-5, Midwest

Scientific). Alat ini memiliki sebuah thermal block dengan lubang-lubang

untuk memasukkan tabung campuran PCR.

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 13

Page 14: BAB II

Gambar 3. Thermocycler microfuge tubes

E. Pengembangan Teknik PCR

Sejak pertama kali diperkenalkan, teknik PCR telah berkembang sangat

pesat dan diaplikasikan untuk bermacam-macam tujuan, baik untuk riset dasar

maupun aplikasi praktis. Pada aspek metodologinya, teknik PCR yang

pertama kali diperkenalkan memerlukan banyak kondisi khusus untuk

menjamin keberhasilanya. Sebagai contoh, pada awalnya teknik PCR hanya

untuk mengamplifikasi molekul DNA dengan menggunakan DNA sebagai

bahan awal (starting material) yang akan dijadikan sebagai cetakan. Dalam

hal ini molekul DNA yang akan diamplifikasi harus diisolasi terlebih dahulu

dari sel atau jaringan. Perkembangan lebih lanjut teknik ini memungkinkan

para peneliti menggunakan molekul RNA sebagai bahan awal, yaitu dengan

perkembangan teknik Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR). Selain itu,

sekarang juga telah dikembangkan teknik PCR yang tidak memerlukan

langkah isolasi molekul DNA terlebih dahulu sebelum diamplifikasi.Dalam

hal ini PCR dapat dilakukan dengan menggunakan sel atau jaringan sebagai

bahan awal tanpa harus melakukan isolasi DNA secara khusus.Dengan teknik

ini, PCR dapat dapat dilakukan di dalam sel atau jaringan tersebut sehingga

teknik ini dikenal sebagai PCR In situ.

1. Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR)

Teknik ini dikembangkan untuk melakukan analisis terhadap molekul

RNA hasil transkripsi yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit di dalam

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 14

Page 15: BAB II

sel. Sebelum teknik ini dikembangkan, analisis terhadap molekul mRNA

biasanya dilakukan dengan metode hibridisasi in situ,northern blot, dot

blot atau slot blot, analisis menggunakan S1 nuklease, atau dengan

menggunakan metode pengujian proteksi RNase. Metode hibridisasi in

situ bersifat sangat sensitive sehingga dapat digunakan untuk analisis

molekul mRNA yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit, tetapi teknik

ini cukup sulit dilakukan. Metode-metode yang lain, meskipun lebih

mudah dilakukan, tidak cukup sensitive. Oleh karena itu, kemudian

dikembanglkan teknik RT-PCR untuk mengatasi kelemahan-kelemahan

metode yang lain tersebut.

Oleh karena PCR tidak dapat dilakukan dengan menggunakan RNA

sebagai cetakan maka terlebih dahulu dilakukan transkripsi balik (reverse

transcription) terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh molekul

cDNA (complementary DNA). Molekul cDNA tersebutkemudian

digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR ini sangat

berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum

dilakukan cloning dan anaisis, maupun untuk diagnosis agensia infektif

maupun penyakit genetic.Dalam teknik RT-PCR memerlukan enzim

transcriptase balik. Enzim transcriptase balik adalah enzim DNA

polymerase yang menggunakan molekul RNA sebagai cetakan untuk

menyintesis molekul DNA (cDNA)yang komplementer dengan molekul

RNA tersebut. Beberapa enzim transcriptase balik yang dapat digunakan

antara lainmesophilic viral reverse transcriptase (RTase) yang dikode oleh

virus avian myoblastosis (AMV) maupun oleh virus moloney murine

leukemia (M-MuLV) dan Tth DNA polymerase. RTase yang dikode oleh

AMV maupun M-MuLV bersifat sangat prosesif dan mampu menyintesis

cDNA sampai sepanjang 10 kb, sedangkan Tth DNA polymerase mampu

menyintesis cDNA sampai sepanjang 1-2 kb.

Reaksi transkripsi balik dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa primer yaitu:

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 15

Page 16: BAB II

a) Oligo(dt) sepanjang 12-18 nukleotida yang akan melekat pada ekor

poli (A) pada ujung 3’ mRNA mamalaia. Primer semacam ini pada

umumnya akan menghasilkan cDNA yang lengkap

b) Heksanukleotida acak yang akan melekat pada cetakan mRNA

yang komplementer pada bagian manapun. Primer semacam ini

akan menghasilkan cDNA yang tidak lengkap (parsial).

c) Urutan nukeotida spesisik yang dapat digunakan secara selektif

untuk menyalin mRNA tertentu.

2. PCR In Situ

Analisis DNA atau mRNA hasil transkripsi dapat dilakukan dengan

berbagai macam cara, misalnya hibridasi DNA:RNA atau DNA:DNA,

dengan system dot blot atau slot blot . analisis dapat dilakukan terlebih

dahulu melakukan isolasi DNA atau mRNA dari sel atau jaringan, atau

dengan metode yang lebih maju yaitu dengan analisis langsung sel pada

jaringan bersangkutan tanpa harus melakukan isolasi DNA atau mRNA

terlebih dahulu. Teknik semacam ini dikenal sebagai In Situ Hybridisation

(hibridasi in situ). Teknik ini memerlukan molekul RNA adau DNA target

dalam jumlah paling tidak 20 kopi dalam satu sel agar terdeteksi. Oleh

karena itu, teknik hibridasi in situ paling sering dilakukan untuk analisis

mRNA karena jumlahnya per sel pada umumnya lebih banyak dibanding

dengan DNA.Untuk jumlah molekul DNA yang julah kopinya sangat

sedikit di dalam sel, harus dilakukan amplifikasi terlebih dahulusecara in

situ. Teknik yang mengkombinasikan amplifikasi PCR denganhibridasi in

situ dikenal sebagai teknik PCR In Situ.

Sebelum dilakukan PCR In Situ, sel atau sampel jaringan harus

difiksasi dan dipermeabr ilisasi terlebih dahulu. Fiksasi dilakukan untuk

mempertahankan DNA atau RNA dan morfologi sel atau

jaringan.Biasanya yang digunakan untuk fiksasi adalah formalin atau

paraformaldehid. Jaringan yang masih segar atau sel dengan membrane

yang masih utuh merupakan sampel yang ideal. Permeabilitas dapat

dilakukan dengan menggunakan enzim, misalnya proteinase K, tripsin atau

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 16

Page 17: BAB II

pepsinogen sehingga primer, enzim DNA polymerase dan nukleotida

dapat masuk ke dalam inti sel (nucleus).

Setelah dilakukan fiksasi dan permeabilisasi, kemudian dilakukan

amplifikasi in situ yaitu dengan menambah komponen-komponen yang

diperlukan untuk PCR.Setelah dilakukal PCR, selanjutnya sel atau

jaringan yang digunakan diambil lagi dan diletakkan pada gelas obyek.

Sebagian lisat sel dianalisis dengan elektroforosis gel. Produk PCR hasil

amplifikasi in situ yang ada di dalam sel kemudian dianalisis dengan

metode hibridisasi in situ atau dengan imunohistokimia

Aplikasi metode PCR in situ secara umum dapat digunakan dalam hal-

hal sebagai berikut:

a) PCR in situ (dengan target DNA) dapat digunakan untuk deteksi

gen asing dan deteksi perubahan gen. gen asing yang dideteksi

dapat berupa hasil infeksi oleh suatu jasad, misalnya bakteri,

jamur, maupun virus atau gen asing yang merupakan hasil

introduksi melalui proses transgenic, tetapi gen, atau hasil

transplantasi. Perubahan gen yang dapat dideteksi dengan metode

PCR in situ antara lain mutasi gen, translokasi maupun perubahan

gen yang lain.

b) RT-PCR in situ (dengan target RNA) dapat digunakan untuk

mendeteksi eksprisi gen asing atau gen yang aras (level)

ekspresinya rendah maupun ekspresi gen abnormal. Selain itu

dapat juga diterapkan untuk deteksi virus yang bahan genetiknya

berupa RNA.

F. AplikasiTeknik PCR

Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan,

diantaranya:

1. Isolasi Gen

DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia

saja panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung

ribuan gen.Sebagaimana kita tahu bahwa fungsi utama DNA adalah

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 17

Page 18: BAB II

sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi

protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA kemudian

diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari

sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah

yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau disebut ‘junk

DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya belum diketahui dengan baik.

Para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi.

Sebagai contoh, dulu insulin harus diekstrak langsung dari pankreas sapi

atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan

tentu saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau

babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.

Berkat teknologi rekayasa genetik, kini gen penghasil insulin dapat

diisolasi dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri

(dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin. Hasilnya

insulin yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia,

dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan

tentunya lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus

‘mengorbankan’ sapi atau babi.

Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan

nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen

yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR

menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.

2. DNA Sequencing

Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA

Sequencing, metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger

(chain termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-

dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan

pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR

biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide

yang dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 18

Page 19: BAB II

berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa

ditentukan.

3. Forensik

Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun

korban), atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan.Jika

identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka

pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian

tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi

bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik

jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan

dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah,

misalnya ibu atau bapak kandung.Jika memiliki kecocokan yang sangat

tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud.

Konon banyak kalangan tertentu yang memanfaatkan pengujian ini

untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari seorang anak jika sang

orang tua merasa ragu.

4. Diagnosa Penyakit

Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi

sedang mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi.

Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa yang cepat dan

akurat.

PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini

memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat.

Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang

merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh

virus atau makhluk lainnya.

Selain itu penggunaan teknik PCR juga dapat digunakan untuk

mendeteksi virus dan bakteri yaitu untuk mendeteksi virus HIV, Hepatitis

B, Hepatitis C, bakteri TBC, Salmonella typhy, Clamydia trachomatis

dan Treponema pallidum.

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 19

Page 20: BAB II

G. Kelebihan dan Kelemahan PCR

PCR sebagai salah satu teknik mukhtahir dalam pada bidang

bioteknologi tak memiliki kelebihan namun juga memiliki beberapa

kelemahan.Adapun kelebihan dan kelemahan PCR dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 1. Kelebihan dan Kelemahan PCR

Kelebihan Kelemahan

1. Memiliki spesifisitas

tinggi

2. Sangat cepat, dapat

memberikan hasil yang

sama pada hari yang sama

3. Dapat membedakan varian

mikroorganisme

4. Mikroorganisme yang

dideteksi tidak harus hidup

5. Mudah di set up

1. Sangat mudah terkontaminasi

2. Biaya peralatan dan reagen mahal

3. Interpretasi hasil PCR yang positif

belum tervalidasi untuk semua

penyakit infeksi (misalnya infeksi

pasif atau laten)

4. Teknik prosedur yang kompleks

dan bertahap membutuhkan

keahlian khusus untuk

melakukannya.

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 20

Page 21: BAB II

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan

PCR merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk melipatgandakan

suatu sekuens nukleotida tertentu secara in vitro dengan cepat.

Komponen-komponen yang terlibat dalam proses PCR yaitu DNA

template, primer, oligonukleotida enzim, dNTP dan PCR buffer serta Mg2+.

Teknik PCR memiliki tiga tahap yaitu denaturasi, annealing dan ekstensi.

Teknik pengembangan PCR dapat dilakukan melalui reverse trancriptasePCR

(rt-PCR) dan PCR in situ.

PCR dapat mencapai keberhasilan tinggi jika dipengaruhi oleh beberapa

faktor, antara lain: yaitu DNA template, primer, oligonukleotida enzim,

dNTP, larutan buffer, banyaknya siklus PCR dan suhu.

Teknik PCR memiliki beberapa manfaat dalam beberapa bidang seperti

bidang medis, forensik, pelacakan asal usul dan DNA sequencing.

POLYMERASE CHAIN REACTION Page 21