BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 ... - Unisba
BAB II
-
Upload
natalia-indri-hutauruk -
Category
Documents
-
view
57 -
download
6
Transcript of BAB II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini telah dikembangkan beberapa metode untuk mengamplifikasi
asam nukleat in vitro.Tujuan utama teknik ini adalah untuk memperbaiki
sensitivitas uji yang berdasar pada asam nukleat dan untuk menyederhanakan
prosedur kerjanya melalui automatisasi dan bentuk deteksi non isotopik.Salah
satu pokok bahasan yang penting untuk di pahami yaitu mengenai Polymerase
Chain Reaction atau yang lebih dikenal dengan istilah PCR
PCR adalah suatu metode in vitro untuk menghasilkan sejumlah fragmen
DNA spesifik dengan panjang dan jumlah sekuens yang telah ditentukan dari
jumlah kecil template kompleks.
PCR merupakan suatu teknik sangat kuat dan sangat sensitif dan dapat
diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti biologi molekuler, genetika
populasi, dan analisis forensik. Mengingat pentingnya peranan teknik PCR ini
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan kedepan, maka dalam makalah ini
akan dibahas tentang pengertian PCR, komponen-komponen PCR, tahapan
reaksi PCR;peralatan khusus yang digunakan dalam PCR, aplikasi teknik
PCR, kelebihan dan kelemahan PCR.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini yaitu:
1. Apa pengertian dari PCR?
2. Apakah yang termasuk ke dalam komponen-komponen PCR?
3. Bagaimana tahapan dan pengembangan teknik PCR?
4. Apa peralatan khusus yang digunakan dalam PCR?
5. Bagaimana aplikasi teknik PCR?
6. Apa manfaat dan aplikasi dari PCR?
7. Apa yang menjadi kelebihan dan kelemahan PCR?
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 1
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah
ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian dasar PCR.
2. Untuk mengetahui komponen-komponen yang terlibat dalam PCR.
3. Untuk mengetahui peralatan khusus yang digunakan dalam PCR.
4. Untuk mendeskripsikan tahap reaksi PCR.
5. Untuk mengetahui manfaat dan aplikasi dari PCR.
6. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan PCR.
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian PCR
Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR
(polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau metode
perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan
organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar
dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang
menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan
ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut.
Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular
karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. PCR
(Polimerase Chain Reaction) atau reaksi berantai polimerase adalah suatu
metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA
dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita
yang berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya
tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan
teknik ini semakin luas penggunaannya.
B. Komponen-Komponen PCR
Ada beberapa macam komponen utama dalam proses PCR, yaitu antara lain:
1. DNA cetakan
DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan.
Fungsi DNA templat di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk
pembentukan molekul DNA baru yang sama. Templat DNA ini dapat
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 3
berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA apapun
asal di dalam DNA templat tersebut mengandung fragmen DNA target
yang dituju.
Hal utama yang perlu diperhatikan pada proses PCR adalah
kemurnian dan jumlah DNA sasaran. Adanya kontaminan pada persiapan
DNA sasaran seperta EDTA dan detergen akan menurunkan efesiensi
PCR. Kemurnian dapat diketahui secara spketrofotometri dengan
menentukan rasio absorbansi pada λ 260 nm dan λ 280 nm.
DNA sasaran dinyatakan murni apabila nilai rasio tersebut > 1,8 ;
sedangkan < 1,8 menunjukkan adanya kontaminasi. Jumlah DNA cetakan
yang diperlukan dalam PCR tidak terlalu banyak dan bervariasi tergantung
DNA sampel, misalnya yang biasa digunakann adalah 102 – 105 salinan
cetakan DNA. Apabila DNA sasaran hanya 1 kopi pada DNA genom,
diperlukan 100 – 500 ng DNA sampel, sedangkan untuk banyak kopi
diperlukan 10 -100 ng.
2. Oligonukleotida primer
Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek
(15 – 25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai
DNA.Primer yang digunakan dalam PCR ada dua yaitu oligonukleotida
yang mempunyai sekuen yang identik dengan salah satu rantai DNA
cetakan pada ujung 5’-fosfat, dan oligonukleotida yang kedua identik
dengan sekuen pada ujung 3’OH rantai DNA cetakan yang lain. Primer
pertama sebagai upstream primer dan primer kedua sebagai downstream
primer.
Primer tidak komplementer satu sama lain lebih dari 2 basa terutama
pada ujung 3’ karena akan meningkatkan produk non spesifik yang disebut
dengan primer dimer. Hal ini terjadi bila ujung 3’ dari 2 primer
berhibridasi membentuk kompleks primed template dan perpanjangan
akan menghasilkan produk dupleks yang pendek disebut primer dimer.
Selain itu primer dimer dapat terjadi pada sampel yang mengandung
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 4
salinan cetakan DNA sangat sedikit dengan siklus amplifikasi yang
banyak.
Desain primer mempunyai pengaruh terhadap spesifisitas dan
efesiensi amplifikasi.Spesifisitas tidak meningkat dengan primer lebih
panjang dari 30 nukleutida.Sebaiknya primer yang dibuat mengandung 40-
60% GC.
3. Deoxynucleotide Triphosfat (dNTP)
Bahan utama untuk membuat DNA adalah nukleotida trifosfat yang
terdiri dari deoksiAdenosin Trifosfat (dATP), deoksiSitidin Trifosfat
(dCTP), deoksi Guanosin Trifosfat (dGTP), dan Timidin Trifosfat (dTTP).
Ke empat nukleotida ini secara keseluruhan dikenal sebagai deoksi
nukleosida Trifosfat (dNTP).Bahan ini memberikan energi dan nukleosida
untuk mensintesis DNA.
Pada tahap perpanjangan primer, basa tersebut akan diikat pada basa
komplemennya yang ada pada DNA sasaran. Deoksi nukleosida Trifosfat
(dNTP) dapat mengikat ion Mg, sehingga konsentrasi Mg yang diperlukan
untuk mengaktifkan enzim secara maksimal tergantung konsentrasi dNTP.
Oleh karenanya, meskipun dNTP ini kelihatannya tidak mempengaruhi
spesifitas reaksi PCR secara langsung, akan tetapi konsentasi rendah yang
seimbang dapat meningkatkan fungsi taq polymerase. Konsentrasi yang
umum digunakan adalah 50 – 100 µM. Konsentrasi terlalu tinggi
disamping tidak ekonomis juga memberikan hasil dengan spesifitas
rendah, sedangkan konsentrasi yang terlalu rendah tidak didapatkan
produk amplifikasi yang baik. Hal yang harus dihindari adalah apabila
konsentrasi dNTP terlalu tinggi akan cenderung terjadi peningkatan
penggabungan yang salah antara basa dari dNTP dengan basa DNA
sasaran oleh enzim polymerase.
4. Enzim DNA Polymerase
a. Taq DNA polymerase
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 5
Penggunaan PCR untuk memperbanyak target spesifik PCR dari
DNA genom manusia pertama kali dilakukan dengan memakai
fragmen Klenow DNA Polimerase I escherichia coli.Enzim ini
bersifat termolabil, diinaktivasi pada tahap denaturasi dan perlu
ditambahkan pada setiap siklus, sehingga tidak praktis dan
mahal.Untuk mengatasi hal tersebut peneliti di Cetus mengisolasi 94
kDa NDA polymerase dari bakteri Thermus aquaticus untuk membuat
enzim taq polymerase yang termostabil.
Enzim DNA polymerase mengkatalisis sintesis rantai polinukleotida
yang panjang dari monomer dan dengan adanya enzim termostabil ini
maka prosedur PCR dapat dipermudah dan selain itu spesifisitas dan
hasil amplifikasi juga ditingkatkan.
Taq polymerase mempunyai suhu optimum yang relatif tinggi yaitu
70 - 80ºC untuk sintesis DNA.Taq polymerase mempunyai
kemampuan yang terbatas untuk mensintesis DNA di atas suhu
90ºC.Enzim ini relatif stabil dan tidak didenaturasi pada suhu tinggi.
Aktivitas DNA polymerase dipengaruhi oleh konsentarasi Mg2+.
Konsentrasi Mg2+ yang tinggi akan menghambat aktivitas taq
polymerase dengan konsentrasi 10 mM MgCl2 dapat menghambat 40
– 50 %. Oleh karena deoksinukleosida trifosfat dapat mengikat Mg2+,
maka diperlukan konsentrasi Mg2+ yang tepat untuk mengaktivasi
enzim secara maksimal. Konsentrasi KCL juga merangsang sintesisi
DNA oleh taq polymerase sebesar 50 – 60 % dengan konsentrasi
optimum 50 mM. konsentrasi KCL yang lebih tinggi dapat
menghambat aktivitas enzim dan aktivitas enzim ini akan berhenti
pada konsentrasi KCl ≥ 75 mM. konsentrasi enzim taq polymerase
yang biasa digunakan adalah 2 – 2.5 unit atau 1 – 4 untuk reaksi PCR
100 µl. peningkatan jumlah enzim ini di luar batas ini akan
menghasilkan produk PCR yang non spesifik.
b. Tth DNA polymerase
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 6
Enzim DNA polimerse lain yang juga dapat digunakan untuk
melakukan PCR adalah Tth DNA polimerse. Enzim ini diisolasi dari
eubakteri thermofilik Thermus thermophilus HB8.Tth DNA
polimerase mempunyai prosesivitas yang tinggi dan tidak mempunyai
aktivitas eksonuklease 3’ → 5’. Enzim ini menunjukkan aktivitas
tertinggi pada pH 9 (pada suhu 25 ) dan suhu sekitar 75℃. Selain
aktivitas polymerase, enzim ini juga mempunyai aktivitas
transcriptase balik (reverse transcriptase) intrinsik yang sangat efisien
dengan adanya ion mangan. Aktivitas trankriptase balik tersebut jauh
lebih tinggi dibanding dengan aktivitas serupa yang dimiliki oleh
DNA polymerase I yang ada pada Escherichia coli maupun pada Taq
DNA polymerase. Tth DNA polimerse juga dapat menggunakan
substrad yang dimodifikasi sehingga juga dapat digunakan untuk
melabel fragmen DNA dengan radionukleotida, digoxigenin maupun
biotin.
Oleh karena enzim Tth DNA polimerse mempunyai aktivitas
transkiptase balik yang tinggi pada suhu tinggi maka enzim ini dapat
digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya
struktur skunder pada molekul RNA.Dengan demikian, enzim ini dapat
digunakan untuk melakukan RT-PCR (reverse Transkriptase PCR).
Molekul cDNA yang diperoleh dari hasil reaksi transkripsi balik dapat
sekaligus diamplifikasi dengan menggunakan Tth DNA polimerse
dengan adanya ion Mg2+¿¿. Enzim ini dapat dilakukan untuk
melakukan RT-PCR molekul RNA sampai ukuran 1000 pasangan
basa.
c. Pwo DNA polymerase
Enzim Pwo DNA polymerase diisolasi dari
archaebacterihiperthermofilik Pyrococcus woesei. Enzim Pwo DNA
polymerase mempunyai berat molekul sekitar 90 kD. Enzim ini
mempunyai prosesivitas polimerasi 5’ 3’ yang tinggi, mempunyai
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 7
aktivitas eksonuklease 3' →5 ', dan tidak menunjukkan aktivitas
eksonuklease 5' → 3 '.
Pwo DNA polymerase mempunyai stabilitas thermal yang lebih
tinggi dibandingkan dengan Taq DNA polymerase. Waktu paruh
enzim ini lebih dari 2 jam pada suhu100℃, sedangkan Taq DNA
polymerase hanya mempunyai waktu paruh 5 menit pada suhu ini.
Aktivitas eksonuklease 3’ 5’ (aktivitas proof-reading dalam proses
sintesis DNA) yang dimiliki oleh Pwo DNA polymerase meningkatkan
ketepatan (fidelity) proses sintesis DNA sepuluh kali lebih tinggi
dibandingkan dengan ketepatan yang dimiliki oleh Taq DNA
polymerase. Jika Taq DNA polimerse digunakan untuk mengamplikasi
sekuen DNA sepanjang 200 bp sebanyak satu juta kali maka kurang
lebih 56% produk amplifikasinya akan mangandung satu atau lebih
kesalahan. Sebalikya, jika enzim Pwo DNA polymerase yang
digunakan untuk amplifikasi maka hanya 10% produk amplifikasinya
yang mengandung kesalahan. Ketepatan proses polimerasi DNA secara
in vitro merupakan salah satu parameter paling penting dalam PCR.
Hal ini terutama sangat penting jika DNA atau RNA cetakan yang
digunakan hanya berjumlah sangat sedikit.
Hasil amplifikasi menggunakan Pwo DNA polymerase adalah
molekul DNA dengan ujung pepat/tumpul (blunt-ended) sehingga
dapat digunakan dalam proses ligasi ujung tumpul secara langsung
tanpa harus dilakukan modifikasi terhadap ujung-ujung molekul DNA.
Oleh karena sifat ketepatanya yang tinggi maka enzim ini sangat
berguna untuk aplikasi:
1) Cloning produk PCR
2) Studi polimorfisme alel dalam transkrip RNA individual
3) Karakterisasi mutasi yang jarang di dalam suatu jaringan
4) Karakterisasi status alel suatu sel tunggal atau DNA molekul
tunggal
5) Karakterisasi populasi sel dalam suatu kultur
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 8
d. Pfu DNA polymerase
DNA polymerase lain yang dapat digunakan untuk PCR adalah
Pfu DNA polymerase dan Tli DNA polymerase. Pfu DNA polymerase
diisolasi dari Pyrococcus furiosis, mempunyai berat molekul 92 kD,
aktif pada suhu 74℃ dan mempunyai aktivitas eksonuklease 3' →5 '.
Enzim ini diketahui mempunyai laju kesalahan yang paling kecil
disbanding dengan enzim DNA polymerase yang lain. Produk
amplifikasi dengan menggunakan enzim ini adalah molekul DNA
dengan ujung tumpul.
e. Tli DNA polymerase
Tli DNA polymerase diisolasi dari jasad Thermococcus litoralis,
sangat stabil terhadap panas, aktivitas optimum pada suhu 75℃ dan
dapat berfungsi meskipun diinkubasi pada suhu 100℃. Berat molekul
enzim ini dalah 90 kD. Enzim juga mempunyai aktivitas eksonuklease
3' →5 '.
5. PCR buffer dan konsentrasi Mg2+
Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl
(pH8.3) dan 1.5mM MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja dengan baik
untuk DNA template dan primer dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin
tidak optimum dengan kombinasi yang lain. Produk PCR buffer ini
terkadang dijual dalam bentuk tanpa atau dengan MgCl2.
Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor
yang sangat kritikal, karena kemungkinan dapat mempengaruhi proses
annealing primer, temperatur dissosiasi untai DNA template, dan produk
PCR. Hal ini disebabkan konsentrasi optimal ion Mg2+ itu sangat
rendah.Hal ini penting untuk preparasi DNA template yang tidak
mengandung konsentrasi chelating agent yang tinggi, seperti EDTA atau
phosphat. Ion Mg2+ yang bebas bila terlalu rendah atau tidak ada, maka
biasanya tidak menghasilkan produk akhir PCR, sedang bila terlalu banyak
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 9
ion Mg2+yang bebas akan menghasilkan produk PCR yang tidak
diinginkan
C. Tahap Reaksi PCR
Setiap siklus reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu:
1. Denaturasi
Selama proses denaturasi, double stranded DNA akan membuka
menjadi single stranded DNA. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi
yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa
yang komplemen.Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan,
misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya.
Proses denaturasi DNA dilakukan dengan cara menaikkan suhu sampai
95oC. Sebelum proses denaturasi ini, biasanya diawali dengan proses
denaturasi inisial untuk memastikan rantai DNA telah terpisah sempurna
menjadi rantai tunggal.
Suhu denaturasi yang efektif adalah 92-95oC, sedangkan 94oC
merupakan pilihan standar selama 1 menit. Kadang-kadang yang
diperlukan suhu denaturasi yang lebih tinggi untuk cetakan DNA yang
banyak mengandung basa guanine dan sitosin namun efesiensi enzim taq
polymeraseakan menurun pada suhu 95oC. tahap denaturasi ini merupakan
tahap kritis dan sering menjadi fokus perhatian bila suatu reaksi PCR
gagal.
2. Annealing (Penempelan)
Penempelan primer adalah suatu tahap penempelan primer DNA pada
ujung 3’ dari masing-masing rantai tunggal cetakan DNA.Primer
berfungsi sebagai pancingan awal dalam pelipatgandaan segmen DNA.
Primer terdiri dari 18 - 24 deret basa nukleotida pengode DNA adenin(A),
guanin (G), sitosin (C), dan timin (T) yang disintesis secara artificial dan
biasanya dapat dipasangkan dengan DNA yang akan dideteksi.
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 10
Pada proses annealing, primerakan menuju daerah yang spesifik,
dimana daerah tersebut memiliki komplemen dengan primernya. Pada
proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk. Selanjutnya, DNA
polymeraseakan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi
sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi
polimerisasi selanjutnya
Suhu penempelan primer berkisar diantara 37-55oC, dan tergantung
pada panjang primer, sekuens basa serta konsentrasi primer.Waktu inkubasi
yang diperlukan sebaiknya diperkecil untuk mendapatkan spesifisitas yang
tinggi biasanya 1-2 menit.Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
kegagalan penempelan primer pada komplementernya di cetakan
DNA.Setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturukan ke kisaran 40-
60oC selama 20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi primer untuk
menempel pada DNA template di tempat yang komplemen dengan sekuen
primer.
3. Ekstensi / Elongasi (Pemanjangan)
Tahap pemanjangan kompleks primer pada cetakan DNA ditandai
dengan adanya aktivitas DNA polymerase.Pemanjangan primer dimulai dari
ujung 3’ primer dan taq polymerase menambahkan nukleotida yang
komplementer terhadap cetakan DNA, sehingga membentuk DNA untai
ganda yang lengkap.
Pada tahap ini DNA polymeraseakan memasangkan dNTP yang sesuai
pada pasangannya, jika basa pada template adalah A, maka akan dipasang
dNTP, begitu seterusnya. Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga
ke ujung. Enzim polymeraseakan bekerja optimum pada suhu 72oC.
Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang dan konsentrasi
cetakan DNA. Lama tahap elongasi biasanya 2 menit, sedangkan waktu
pemanjangan pada siklus akhir sering diperpanjang sampai 10 menit untuk
menyakinkan semua prodik sudah diperpanjang dengan lengkap.
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 11
Gambar. Tahap Reaksi PCR
Ketiga proses ini dilakukan berulang-ulang sampai jumlah kelipatan
segmen DNA sesuai dengan kebutuhan.
PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler yang dapat
menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu cepat sesuai kebutuhan siklus
PCR. Pada awalnya orang menggunakan tiga penangas air (water bath)
untuk melakukan denaturasi, annealing dan ekstensi secara manual,
berpindah dari satu suhu ke suhu lainnya menggunakan tangan. Tapi
sekarang mesin Thermal Cycler sudah terotomatisasi dan dapat diprogram
sesuai kebutuhan.
D. Peralatan Khusus yang Digunakan dalam PCR
PCR memerlukan alat khusus dalam prosesnya, alat-alat tersebut antara lain:
1. Mighty-small II SE-250 vertical gel electrophoresis unit (Hoefer)
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 12
Gambar 1. Mighty-small II SE-250 vertical gel electrophoresis unit (Sumber: http://www.hoeferinc.com/)
2. Perkin-Elmer/Cetus Thermal Cycler
Perkin-Elmer/Cetus Thermal Cycleradalah peralatan laboratorium yang
digunakan untuk analisis PCR, atau replikasi cepat dari urutan DNA
tertentu.
Gambar 2. Perkin-Elmer/Cetus Thermal Cycler (sumber: http://www.sci-
support.com )
3. Sterile Thin-wall 0.5 ml Thermocycler microfuge tubes: (TC-5, Midwest
Scientific). Alat ini memiliki sebuah thermal block dengan lubang-lubang
untuk memasukkan tabung campuran PCR.
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 13
Gambar 3. Thermocycler microfuge tubes
E. Pengembangan Teknik PCR
Sejak pertama kali diperkenalkan, teknik PCR telah berkembang sangat
pesat dan diaplikasikan untuk bermacam-macam tujuan, baik untuk riset dasar
maupun aplikasi praktis. Pada aspek metodologinya, teknik PCR yang
pertama kali diperkenalkan memerlukan banyak kondisi khusus untuk
menjamin keberhasilanya. Sebagai contoh, pada awalnya teknik PCR hanya
untuk mengamplifikasi molekul DNA dengan menggunakan DNA sebagai
bahan awal (starting material) yang akan dijadikan sebagai cetakan. Dalam
hal ini molekul DNA yang akan diamplifikasi harus diisolasi terlebih dahulu
dari sel atau jaringan. Perkembangan lebih lanjut teknik ini memungkinkan
para peneliti menggunakan molekul RNA sebagai bahan awal, yaitu dengan
perkembangan teknik Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR). Selain itu,
sekarang juga telah dikembangkan teknik PCR yang tidak memerlukan
langkah isolasi molekul DNA terlebih dahulu sebelum diamplifikasi.Dalam
hal ini PCR dapat dilakukan dengan menggunakan sel atau jaringan sebagai
bahan awal tanpa harus melakukan isolasi DNA secara khusus.Dengan teknik
ini, PCR dapat dapat dilakukan di dalam sel atau jaringan tersebut sehingga
teknik ini dikenal sebagai PCR In situ.
1. Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR)
Teknik ini dikembangkan untuk melakukan analisis terhadap molekul
RNA hasil transkripsi yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit di dalam
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 14
sel. Sebelum teknik ini dikembangkan, analisis terhadap molekul mRNA
biasanya dilakukan dengan metode hibridisasi in situ,northern blot, dot
blot atau slot blot, analisis menggunakan S1 nuklease, atau dengan
menggunakan metode pengujian proteksi RNase. Metode hibridisasi in
situ bersifat sangat sensitive sehingga dapat digunakan untuk analisis
molekul mRNA yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit, tetapi teknik
ini cukup sulit dilakukan. Metode-metode yang lain, meskipun lebih
mudah dilakukan, tidak cukup sensitive. Oleh karena itu, kemudian
dikembanglkan teknik RT-PCR untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
metode yang lain tersebut.
Oleh karena PCR tidak dapat dilakukan dengan menggunakan RNA
sebagai cetakan maka terlebih dahulu dilakukan transkripsi balik (reverse
transcription) terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh molekul
cDNA (complementary DNA). Molekul cDNA tersebutkemudian
digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR ini sangat
berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum
dilakukan cloning dan anaisis, maupun untuk diagnosis agensia infektif
maupun penyakit genetic.Dalam teknik RT-PCR memerlukan enzim
transcriptase balik. Enzim transcriptase balik adalah enzim DNA
polymerase yang menggunakan molekul RNA sebagai cetakan untuk
menyintesis molekul DNA (cDNA)yang komplementer dengan molekul
RNA tersebut. Beberapa enzim transcriptase balik yang dapat digunakan
antara lainmesophilic viral reverse transcriptase (RTase) yang dikode oleh
virus avian myoblastosis (AMV) maupun oleh virus moloney murine
leukemia (M-MuLV) dan Tth DNA polymerase. RTase yang dikode oleh
AMV maupun M-MuLV bersifat sangat prosesif dan mampu menyintesis
cDNA sampai sepanjang 10 kb, sedangkan Tth DNA polymerase mampu
menyintesis cDNA sampai sepanjang 1-2 kb.
Reaksi transkripsi balik dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa primer yaitu:
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 15
a) Oligo(dt) sepanjang 12-18 nukleotida yang akan melekat pada ekor
poli (A) pada ujung 3’ mRNA mamalaia. Primer semacam ini pada
umumnya akan menghasilkan cDNA yang lengkap
b) Heksanukleotida acak yang akan melekat pada cetakan mRNA
yang komplementer pada bagian manapun. Primer semacam ini
akan menghasilkan cDNA yang tidak lengkap (parsial).
c) Urutan nukeotida spesisik yang dapat digunakan secara selektif
untuk menyalin mRNA tertentu.
2. PCR In Situ
Analisis DNA atau mRNA hasil transkripsi dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara, misalnya hibridasi DNA:RNA atau DNA:DNA,
dengan system dot blot atau slot blot . analisis dapat dilakukan terlebih
dahulu melakukan isolasi DNA atau mRNA dari sel atau jaringan, atau
dengan metode yang lebih maju yaitu dengan analisis langsung sel pada
jaringan bersangkutan tanpa harus melakukan isolasi DNA atau mRNA
terlebih dahulu. Teknik semacam ini dikenal sebagai In Situ Hybridisation
(hibridasi in situ). Teknik ini memerlukan molekul RNA adau DNA target
dalam jumlah paling tidak 20 kopi dalam satu sel agar terdeteksi. Oleh
karena itu, teknik hibridasi in situ paling sering dilakukan untuk analisis
mRNA karena jumlahnya per sel pada umumnya lebih banyak dibanding
dengan DNA.Untuk jumlah molekul DNA yang julah kopinya sangat
sedikit di dalam sel, harus dilakukan amplifikasi terlebih dahulusecara in
situ. Teknik yang mengkombinasikan amplifikasi PCR denganhibridasi in
situ dikenal sebagai teknik PCR In Situ.
Sebelum dilakukan PCR In Situ, sel atau sampel jaringan harus
difiksasi dan dipermeabr ilisasi terlebih dahulu. Fiksasi dilakukan untuk
mempertahankan DNA atau RNA dan morfologi sel atau
jaringan.Biasanya yang digunakan untuk fiksasi adalah formalin atau
paraformaldehid. Jaringan yang masih segar atau sel dengan membrane
yang masih utuh merupakan sampel yang ideal. Permeabilitas dapat
dilakukan dengan menggunakan enzim, misalnya proteinase K, tripsin atau
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 16
pepsinogen sehingga primer, enzim DNA polymerase dan nukleotida
dapat masuk ke dalam inti sel (nucleus).
Setelah dilakukan fiksasi dan permeabilisasi, kemudian dilakukan
amplifikasi in situ yaitu dengan menambah komponen-komponen yang
diperlukan untuk PCR.Setelah dilakukal PCR, selanjutnya sel atau
jaringan yang digunakan diambil lagi dan diletakkan pada gelas obyek.
Sebagian lisat sel dianalisis dengan elektroforosis gel. Produk PCR hasil
amplifikasi in situ yang ada di dalam sel kemudian dianalisis dengan
metode hibridisasi in situ atau dengan imunohistokimia
Aplikasi metode PCR in situ secara umum dapat digunakan dalam hal-
hal sebagai berikut:
a) PCR in situ (dengan target DNA) dapat digunakan untuk deteksi
gen asing dan deteksi perubahan gen. gen asing yang dideteksi
dapat berupa hasil infeksi oleh suatu jasad, misalnya bakteri,
jamur, maupun virus atau gen asing yang merupakan hasil
introduksi melalui proses transgenic, tetapi gen, atau hasil
transplantasi. Perubahan gen yang dapat dideteksi dengan metode
PCR in situ antara lain mutasi gen, translokasi maupun perubahan
gen yang lain.
b) RT-PCR in situ (dengan target RNA) dapat digunakan untuk
mendeteksi eksprisi gen asing atau gen yang aras (level)
ekspresinya rendah maupun ekspresi gen abnormal. Selain itu
dapat juga diterapkan untuk deteksi virus yang bahan genetiknya
berupa RNA.
F. AplikasiTeknik PCR
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan,
diantaranya:
1. Isolasi Gen
DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia
saja panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung
ribuan gen.Sebagaimana kita tahu bahwa fungsi utama DNA adalah
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 17
sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi
protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA kemudian
diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari
sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah
yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau disebut ‘junk
DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya belum diketahui dengan baik.
Para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi.
Sebagai contoh, dulu insulin harus diekstrak langsung dari pankreas sapi
atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan
tentu saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau
babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini gen penghasil insulin dapat
diisolasi dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri
(dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin. Hasilnya
insulin yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia,
dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan
tentunya lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus
‘mengorbankan’ sapi atau babi.
Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan
nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen
yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR
menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
2. DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA
Sequencing, metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger
(chain termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-
dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan
pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR
biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide
yang dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 18
berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa
ditentukan.
3. Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun
korban), atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan.Jika
identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka
pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian
tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi
bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik
jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan
dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah,
misalnya ibu atau bapak kandung.Jika memiliki kecocokan yang sangat
tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud.
Konon banyak kalangan tertentu yang memanfaatkan pengujian ini
untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari seorang anak jika sang
orang tua merasa ragu.
4. Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi
sedang mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi.
Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa yang cepat dan
akurat.
PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini
memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat.
Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang
merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh
virus atau makhluk lainnya.
Selain itu penggunaan teknik PCR juga dapat digunakan untuk
mendeteksi virus dan bakteri yaitu untuk mendeteksi virus HIV, Hepatitis
B, Hepatitis C, bakteri TBC, Salmonella typhy, Clamydia trachomatis
dan Treponema pallidum.
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 19
G. Kelebihan dan Kelemahan PCR
PCR sebagai salah satu teknik mukhtahir dalam pada bidang
bioteknologi tak memiliki kelebihan namun juga memiliki beberapa
kelemahan.Adapun kelebihan dan kelemahan PCR dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 1. Kelebihan dan Kelemahan PCR
Kelebihan Kelemahan
1. Memiliki spesifisitas
tinggi
2. Sangat cepat, dapat
memberikan hasil yang
sama pada hari yang sama
3. Dapat membedakan varian
mikroorganisme
4. Mikroorganisme yang
dideteksi tidak harus hidup
5. Mudah di set up
1. Sangat mudah terkontaminasi
2. Biaya peralatan dan reagen mahal
3. Interpretasi hasil PCR yang positif
belum tervalidasi untuk semua
penyakit infeksi (misalnya infeksi
pasif atau laten)
4. Teknik prosedur yang kompleks
dan bertahap membutuhkan
keahlian khusus untuk
melakukannya.
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 20
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
PCR merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk melipatgandakan
suatu sekuens nukleotida tertentu secara in vitro dengan cepat.
Komponen-komponen yang terlibat dalam proses PCR yaitu DNA
template, primer, oligonukleotida enzim, dNTP dan PCR buffer serta Mg2+.
Teknik PCR memiliki tiga tahap yaitu denaturasi, annealing dan ekstensi.
Teknik pengembangan PCR dapat dilakukan melalui reverse trancriptasePCR
(rt-PCR) dan PCR in situ.
PCR dapat mencapai keberhasilan tinggi jika dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain: yaitu DNA template, primer, oligonukleotida enzim,
dNTP, larutan buffer, banyaknya siklus PCR dan suhu.
Teknik PCR memiliki beberapa manfaat dalam beberapa bidang seperti
bidang medis, forensik, pelacakan asal usul dan DNA sequencing.
POLYMERASE CHAIN REACTION Page 21