BAB | II LANDASAN TEORI II 1 BAB II LANDASAN TEORI Konsep ...
BAB II
-
Upload
bayu-rahmanto -
Category
Documents
-
view
35 -
download
0
Transcript of BAB II
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Proses Keperawatan.
1. Pengertian
Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh
perawat bersama pasien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan
melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan
dilaksanakan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah
diberikan dengan berfokus pada pasien, berorientasi pada tujuan pada setiap tahap
saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan . (Hidayat, 2004)
Proses keperawatan merupakan suatu sistem dalam merencanakan pelayanan
Asuhan keperawatan yang mempunyai empat tahapan, yaitu pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Alternatif lain dari proses keperawatan terdiri
dari lima tahap yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan
evaluasi (Lismidar, dkk, 2005)
Proses keperawatan adalah metode yang sistematik dan rasional dalam
merencanakan dan memberikan pelayanan keperawatan kepada individu dengan
tujuan untuk mengidentifikasi status kesehatan klien, kebutuhan atau masalah
kesehatan yan aktual atau risiko, membuat perencanaan sesuai dengan kebutuhan
yang telah diidentifikasi dan melaksanakan intervensi keperawatan spesifik sesuai
dengan kebutuhan (Nursalam, 2002).
10
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien pada berbagai tatanan layanan kesehatan
dengan proses keperawatan yang berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi
etika dan etiket keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab
keperawatan (Hamid, 2000).
2. Karakteristik Proses Keperawatan.
Menurut Nursalam, (2002) karakteristik proses keperawatan adalah:
a. Merupakan sistem terbuka dan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan dari klien,
keluarga, kelompok dan komunitas.
b. Bersifat siklik dan dinamis, karena semua tahap saling berhubungan dan
berkesinambungan.
c. Berpusat pada klien, merupakan pendekatan individu dan spesifik untuk
memenuhi kebutuhan klien.
d. Bersifat interpersonal dan kolaborasi.
e. Menggunakan perencanaan dan mempunyai tujuan.
f. Memperbolehkan adanya kreativitas antara perawat dengan klien dalam mencari
jalan keluar untuk mengatasi masalah keperawatan.
g. Menekankan pada umpan balik dan dapat diterapkan secara luas.
3. Tahapan proses keperawatan
Tahapan proses keperawatan meliputi pengkajian (pengumpulan data), diganosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan dokumentasi asuhan
keperawatan.
11
a. Pengkajian
Merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. (Keliat, 2000) Data yang didapatkan bisa di kelompokkan menjadi
dua macam yaitu data subjektif, merupakan data yang didapatkan melalui
wawancara oleh perawat kepada pasien, keluarga atau orang – orang yang dekat
dengan pasien dan data objektif, merupakan data yang ditemukan secara nyata.
Data ini didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat
(Depkes, 2008).
b. Diagnosa keperawatan
Adalah penilaian klinis tentang respon aktual dan potensial dari individu,
keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan. (Keliat,
2000). Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual atau potensial. (NANDA 1990, dalam Hidayat, 2004)
c. Perencanaan
Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang
dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah- masalah
pasien . Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat suatu proses
keperawatan. (Hidayat, 2004). Rencana keperawatan harus spesifik dan dinyatakan
dengan jelas. Pengkualifikasian seperti bagaimana, kapan, di mana, frekuensi, dan
besarnya memberikan isi dari aktivitas yang direncanakan. Rencana keperawatan
dapat dibagi menjadi dua yaitu mandiri yaitu dilakukan oleh perawat dan
kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya.
12
d. Implementasi
Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahab ini perawat harus
mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya- bahaya fisik dan perlindungan pada
pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak – hak pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.
Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan
jenis mandiri dan tindakan kolaborasi. (Hidayat, 2004).
e. Evaluasi
Adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien.Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua
yaitu evalusi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan,
evaluasi hasil atau sumatif dilakuakan dengan membandingkan respon pasien pada
tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. (Keliat, 2000)
f. Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi (catatan) asuhan keperawatan merupakan dokumen penting
karena merupakan bukti dari pelaksanaan asuhan keperawatan yang menggunakan
metode pendekatan proses keperawatan dan berisi catatan tentang respon pasien
terhadap tindakan medis, tindakan keperawatan, dan reaksi pasien terhadap
penyakit, (Nursalam, 2001).
13
4. Standar proses keperawatan.
Standar proses keperawatan menurut Depkes RI (2005) antara lain sebagai
berikut:
a. Pengkajian
1) Melakukan pengkajian data sejak klien masuk sampai dengan pulang.
2) Merumuskan diagnosa/masalah keperawatan klien berdasarkan kesenjangan
antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi.
3) Data yang diperoleh melalui pengkajian dikelompokkan menjadi data bio-
psiko-sosio dan spiritual
4) Mencatat data yang dikaji sesuai dengan format pengkajian yang baku
b. Diagnosa Keperawatan.
1) Rumusan diagnosa keperawatan berdasarkan masalah keperawatan yang telah
dirumuskan
2) Diagnosa keperawatan mencerminkan problem etiologi / problem eetiologi
symptom (PE/PES)
3) Merumuskan diagnosa keperawatan aktual/potensial
c. Perencanaan
1) Rencana keperawatan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan
2) Disusun menurut urutan prioritas
3) Rumusan tujuan keperawatan mengandung komponen pasien/ subjek perubahan
prilaku, kondisi, pasien, dan criteria
4) Rencana tindakan mengacu kepada tujuan dengan kalimat terinci dan jelas
5) Rencana yang dibuat menggambarkan keterlibatan klien dan keluarga
didalamnya.
14
6) Rencana tindakan keperawatan yang dibuat menggambarkan kerjasama dengan
tim kesehatan lain
d. Implementasi keperawatan
1) Tindakan keperawatan mengacu pada rencana keperawatan
2) Observasi terhadap setiap respon klien terhadap tindakan keperawatan.
3) Revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi
4) Semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat dengan ringkas dan jelas
e. Evaluasi
1) Evaluasi mengacu kepada tujuan
2) Hasil evaluasi dicatat
B. Pedidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri dan kepribadian,
kecerdasan akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa
dan negara (Gunawan, 2000)..
Selanjutnya merumuskan pengertian pendidikan adalah sebagai berikut:
“Pendidikan adalah upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan,
kemampuan dan sifat - sifat kepribadian”.(Handoko, 2002). Pendidikan adalah suatu
kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk di dalamnya
peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan -
persoalan yang menyangkut mencapai tujuan (Suryabrata, 2006)
15
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan proses
belajar seseorang dalam usaha meningkatkan pengetahuan dan mempersiapkan diri
dalam menghadapi situasi kondisi atau permasalahan di lingkungan kerja. Pendidikan
perlu lebih ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan dalam menunjang
pelaksanaan tugas dilapangan dan agar dapat bekerja lebih efisien dan efektif.
Menurut Ihsan, 1996, pendidikan dibagi dalam 2 (dua) ketegori sebagi berikut :
1. Pendidikan formal adalah Proses pendidikan yang diperoleh disekolah yang teratur,
sistematik mempunyai jenjang dan dibagi dari kanak - kanak sampai perguruan
tinggi.
2. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman
sehari - hari dengan sadar atau tidak sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak
sistematik.
Pendidikan formal yang telah ditempuh merupakan modal yang sangat penting,
akan tetapi pendidikan formal yang bersifat umum hanya mengkibatkan penguasaan
suatu disiplin ilmu yang belum tentu ada kaitannya dengan suatu jabatan atau tugas
tertentu. Berarti hasil pendidikan formal masih harus diadaptasikan kepada
persyaratan dan tuntutan khusus oleh suatu pekerjaan.
1. Penataan jenis dan jenjang pendidikan keperawatan
Berikut ini adalah table mengenai alur jenjang pendidikan keperawatan
secara professional.
16
Doktor Ilmukeperawatan
Nursalam (2004)
C. Program Pendidikan Dalam Keperawatan
Menurut Undang-Undang tentang praktik keperawatan, perawat adalah seseorang
yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar
negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sedangkan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional
yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat
maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat terdiri dari dua,
yaitu perawat vokasional dan perawat professional
1. Program Pendidikan D-III Keperawatan
Program Doktor
Program Ners Spesialis Program Megister
Ners
S I kepeawatan
SMA DIII
keperawatan SPK
17
Program pendidikan D-III Keperawatan, menghasilkan perawat generalis sebagai
perawat professional pemula (ahli madya keperawatan), dikembangkan dengan
landasan keilmuan yang cukup dan landasan keprofesian yang kokoh. Lulusannya
diharapkan mampu melaksanakan asuhan keperawatan professional dengan
berpedoman kepada standar asuhan keperawatan dan dengan etika keperawatan
sebagai tuntunan.
Sebagai perawat vokasional diharapkan memiliki tingkah laku dan kemampuan
professional, akuntabel dalam melaksanakan asuhan/praktik keperawatan dasar secara
mandiri di bawah supervise Ners. Lama pendidikan 3 tahun untuk waktu normal.
Lulusan D-III Keperawatan juga diharapkan mampu mengelola praktik keperawatan
yang dilakukan sesuai dengan tuntutan klien serta memiliki kemampuan
meningkatkan mutu asuhan keperawatan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi keperawatan yang maju secara tepat guna.
2. Program Pendidikan S1/Ners.
Program pendidikan S1 keperawata Ners menghasilkan perawat ilmuwan
(Serjana Keperawatan) dan Profesional (Ners = “ First professional Degree”) dengan
sikap, tingkah laku, dan kemampuan professional, serta akuntabel untuk
melaksanakan asuhan/praktik keperawatan dasar (sampai dengan tingkat kerumitan
tertentu) secara mandiri. Sebagai perawat professional, yang dilakukan sesuai dengan
kebutuhan objektif klien dan melakukan supervise praktik keperawatan yang
dilakukan oleh perawat professional pemula (D-III Keperawatan). Selain itu, mereka
dituntut untuk memiliki kemampuan meningkatkan mutu asuhan keperawatan dengan
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang maju secara tepat
18
guna, serta kemampuan melaksanakan riset keperawatan dasar dan penerapan yang
sederhana.
Program pendidikan S1 keperawatan/Ners memiliki landasan keilmuan yang
kokoh dari pada lulusan D-III Keperawatan serta memiliki landasan keprofesian yang
mentap sesuai dengan sifatnya sebagai pendidikan profesi. Tetapi, untuk lulusan S1
Keperawatan tanpa mengikuti profesi Ners, adalah orang yang berkemampuan
akademik sebagai serjana keperawatan tetapi tidak memiliki kewenangan melakukan
praktik keperawatan atau melakukan kegiatan pada bidang non keperawatan.
Sedangkan lulusan Serjana keperawatan+Ners adalah seseorang tenaga profesional
berkemampuan dan berwenang melakukan pekerjaan dibidang pelayanan dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan kesehatan.
3. Program Magister Keperawatan
Program magister keperawatan menghasilkan perawat ilmuwan (scientist)
dengan sikap tingkahlaku dan kemampuan sebagai ilmuwan keperawatan. Sebagai
perawat ilmuwan diharapkan mempunyai kemampuan berikut ini: (1)Meningkatkat
pelayanan profesi dengan jalan penelitian dan pengembangan. (2) Berpartisipasi
dalam pengembangan bidang ilmunya. (3) Mengembangkan penampilannya dalam
spectrum yang lebih luas dengan mengkaitkan ilmu/profesi serupa. (4) Merumuskan
pendekatan penyelesaian berbagai masalah masyarakat dengan cara penalaran ilmiah
(Keputusan Mendikbud No.056/U/1994-pasal 2 ayat 3).
4. Program Pendidikan Ners Spesialis
Program pendidikan Ners Spesialis menghasilkan perawat ilmuwan (Magister)
dan Profesional (Ners Spesialis, “ Second professional Degree”) dengan sikap,
tingkah laku, dan kemampuan professional, serta akuntabel untuk melaksanakan
19
asuhan/praktik keperawatan spesialistik. Ners Spesialis merupakan ilmuwan dalam
bidang ilmu keperawatan klinik dengan kemampuan dan tanggung jawab sebagai
ilmuwan klinis keperawatan klinis (SK Mendikbud No.056/U/1994)
D. Jenis Pendidikan Keperawatan
1. Pendidikan Keperawatan diIndonesia
Pendidikan keperawatan di indonesia mengacu kepada UU No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jenis pendidikan keperawatan di Indonesia
mencakup
a. PendidikanVokasional
Yaitu jenis pendidikan diploma sesuai dengan jenjangnya untuk memiliki
keahlian ilmu terapan keperawatan yang diakui oleh pemerintah Republik
Indonesia.
b. Pendidikan Akademik
Yaitu pendidikan tinggi program sarjana dan pasca sarjana yang
diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmupengetahuan tertentu
c. PendidikanProfesi
Yaitu pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan
peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
Sedangkan jenjang pendidikan keperawatan mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor
E. Hubungan tingkat pendidikan dengan penerapan proses keperawatan.
Menurut Gibson (1996), pendidikan mempunyai hubungan dengan perilaku
seseorang terhadap peningkatan pelayanan kesehatan, dimana makin tinggi pendidikan
20
seseorang maka akan cenderung berperilaku lebih baik terhadap peningkatan cakupan
pelayanan kesehatan. Sedangkan pendapat Gillies (1996), mengatakan perawat yang
berpendidikan tinggi, mempunyai kemampuan kerja yang tinggi. Semakin tinggi
pendidikan seseorang semakin kritis, logis, dan sistematis cara berpikirnya, sehingga
semakin tinggi pula kualitas kerjanya. Notoatmojo (2003) mengungkapkan bahwa
tingkat pendidikan petugas kesehatan berpengaruh terhadap pengetahuan tentang proses
keperawatan yang sangat penting untuk petugas Rumah Sakit dan sarana kesehatan
lainnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan petugas kesehatan akan berpengaruh tehadap
Kemampuan menerapkan proses keperawatan di Rumah Sakit, dalam pemberian
pelayanan yang bermutu.
Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang
makin mudah menerima informasi, sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki.
Sebaliknya pengetahuan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap perubahan hidup sehat. Pendidikan perawat berpengaruh terhadap kinerja
perawat karena semakin tinggi pendidikan yang ditempuh semakin banyak ilmu
pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki oleh perawat sehingga akan dapat
membantu dalam meningkatkan kinerjanya (Tanjary, 2009). Perawat pelaksana yang
berpendidikan D3 keperawatan memiliki kinerja yang lebih baik daripada perawat
pelaksana berpendidikan SPK (Sekolah Pendidikan Kesehatan). Penelitian Wahyuni
(2008), di Instalasi Rawat Inap B RSUD Banjarnegara menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara karateristik tingkat pendidikan perawat dengan penerapan asuhan
keperawatan, (p=0,023)
21
F. Supervisi
1. Pengertian
Supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manajer melalui
aktifitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi dan evaluasi pada stafnya dalam
melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari (Arwani, 2006). Muninjaya (1999)
menyatakan bahwa supervisi adalah salah satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi
pengawasan dan pengendalian (controlling).
2. Manfaat dan Tujuan Supervisi
Menurut Suarli & Bachtiar, (2009) Manfaat supervisi diantara lain adalah
sebagai berikut :
a. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat
hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta
makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan
dan bawahan.
b. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi kerja ini
erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan,
sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat
dicegah.
Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah
tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin
pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam
arti lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat
dicapai dengan memuaskan (Suarli & Bachtiar, 2008).
22
3. Frekuensi Pelaksanaan Supervisi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang
dilakukan hanya sekali bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, karena
organisasi/lingkungan selalu berkembang. Oleh sebab itu agar organisasi selalu dapat
mengikuti berbagai perkembangan dan perubahan, perlu dilakukan berbagai
penyesuaian. Supervisi dapat membantu penyesuaian tersebut yaitu melalui
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, (Wibowo. 2007).
Tidak ada pedoman yang pasti mengenai berapa kali supervisi harus dilakukan.
Yang digunakan sebagai pegangan umum, supervisi biasanya bergantung dari derajat
kesulitan pekerjaan yang dilakukan, serta sifat penyesuaian yang akan dilakukan. Jika
derajat kesulitannya tinggi serta sifat penyesuaiannya mendasar, maka supervisi harus
lebih sering dilakukan, (Wibowo. 2007).
4. Teknik Supervisi
Tehnik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan tehnik penyelesaian masalah.
Bedanya pada supervisi tehnik pengumpulan data untuk menyelesaikan masalah dan
penyebab masalah menggunakan tehnik pengamatan langsung oleh pelaksana supervisi
terhadap sasaran supervisi, serta pelaksanaan jalan keluar. Dalam mengatasi masalah
tindakan dapat dilakukan oleh pelaksana supervisi, bersama-sama dengan sasaran
supervisi secara langsung di tempat . Dengan perbedaan seperti ini, jelaslah bahwa untuk
dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua hal yang perlu diperhatikan (Bachtiar
dan Suarli, 2009):
a. Pengamatan langsung
Pengamatan langsung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu ada
beberapa hal lain yang harus diperhatikan.
23
1) Sasaran pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat
menimbulkan kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat terperangkap pada
sesuatu yang bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pada
pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan, yakni hanya ditujukan
pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (selective supervision).
2) Objektivitas pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat
mengganggu objektivitas. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka
pengamatan langsung perlu dibantu dengan dengan suatu daftar isi yang telah
dipersiapkan. Daftar tersebut dipersiapkan untuk setiap pengamatan secara
lengkap dan apa adanya.
3) Pendekatan pengamatan. Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai
dampak dan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang, atau kesan
menggangu kelancaran pekerjaan. Untuk mengecek keadaan ini pengamatan
langsung harus dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak atau kesan
negatif tersebut tidak sampai muncul. Sangat dianjurkan pengamatan tersebut
dapat dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau
otoritas.
b. Kerja sama
Agar komuninikasi yang baik dan rasa memiliki ini dapat muncul, pelaksana
supervisi dan yang disupervisi perlu bekerja sama dalam penyelesaian masalah,
sehingga prinsip-prinsip kerja sama kelompok dapat diterapkan. Masalah, penyebab
masalah serta upaya alternatif penyelesaian masalah harus dibahas secara bersama-
sama. Kemudian upaya penyelesaian masalah tersebut dilaksanakan secara bersama-
sama pula.
24
G. Supervisi Keperawatan
1. Pengertian
Dalam bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas,
yaitu meliputi segala bantuan dari pemimpin/penanggung jawab kepada perawat yang
ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan
asuhan keperawatan kegiatan supervisi semacam ini merupakan dorongan bimbingan
dan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan keahlian dan kecakapan para
perawat (Suyanto, 2008). Supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam
penerapan proses keperawatan dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan,
pengarahan, observasi dan pemberian motivasi serta evaluasi terhadap tiap-tiap tahap
proses keperawatan. Kelengkapan dan kesesuaian dengan standar merupakan variabel
yang harus disupervisi (Wiyana, 2008).
2. Pelaksana Supervisi Keperawatan
Materi supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas dari masing-
masing staf perawat pelaksana yang disupervisi terkait dengan kemampuan asuhan
keperawatan yang dilaksanakan. Supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil
atau bagian yang bertangguung jawab antara lain (Suyanto,2008):
a. Kepala ruangan
Bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang
diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan
mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara
langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang
diterapkan di ruang perawatan tersebut. Sebagai contoh ruang perawatan yang
25
menerapkan metode TIM, maka kepala ruangan dapat melakukan supervisi secara
tidak langsung melalui ketua tim masing-masing (Suarli dan Bahtiar , 2009).
b. Pengawas perawatan (supervisor)
Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana
fungisional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi
jalannya pelayanan keperawatan.
c. Kepala bidang keperawatan
Sebagai top manager dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan, kepala
bidang keperawatan bertanggung jawab melakukan supervisi baik secara langsung
atau tidak langsung melalui para pengawas keperawatan.
Mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang aman dan nyaman,
efektif dan efesien. Oleh karena itu tugas dari seorang supervisor adalah
mengorientasikan staf dan pelaksana keperawatan terutama pegawai baru, melatih
staf dan pelaksana staf keperawatan, memberikan pengarahan dalam pelaksanaan
tugas agar menyadari, mengerti terhadap peran, fungsi sebagai staf dan pelaksana
asuhan keperawatan, memberikan pelayanan bimbingan pada pelaksana
keperawatan dalam memberikan asuahan keperawatan.
3. Sasaran Supervisi Keperawatan
Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati
berdasarkan struktur dan hirearki tugas. Sasaran atau objek dari supervisi adalah
pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan.
Jika supervisi mempunyai sasaran berupa pekerjaan yang dilakukan, maka disebut
supervisi langsung, sedangkan jika sasaran berupa bawahan yang melakukan pekerjaan
26
disebut supervisi tidak langsung. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja
pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli dan Bachtiar, 2009)
Sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan supervisi antara lain: pelaksanaan
tugas keperawatan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, system dan prosedur
yang tidak menyimpang, pembagian tugas dan wewenang, penyimpangan atau
penyeleengan kekuasaan, kedudukan dan keuangan (Suyanto, 2008).
4. Kompetensi Supervisor Keperawatan
Tanggung jawab utama seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik
mungkin dengan mengkoordinasikan system kerjanya. Para supervisor
mengkoordinasikan pekerjaan karyawan dengan mengarahkan, melancarkan,
membimbingan, memotivasi, dan mengendalikan (Dharma, 2003). Seorang
keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki kemampuan
dalam (Suyanto, 2008):
a. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh
staf dan pelaksana keperawatan.
b. Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksanan keperawatan.
c. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf dan
pelaksanan keperawatan.
d. Mampu memahami proses kelompok (dinamika kelompok).
e. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana
keperawatan.
f. Melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat.
g. Mengadakan pengawasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik.
27
5. Prinsip Supervisi Keperawatan
Agar seorang manajer keperawatan mampu melakukan kegiatan supervisi secara
benar, harus mengetahui dasar dan prinsip-prinsip supervisi. Prinsip-prinsip tersebut
harus memenuhi syarat antara lain didasarkan atas hubungan professional dan bukan
hubungan pribadi, kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat edukatif,
memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana dan harus mampu membentuk
suasana kerja yang demokratis. Prinsip lain yang harus dipenuhi dalam kegiatan
supervisi adalah harus dilakukan secara objektif dan mampu memacu terjadinya
penilaian diri (self evaluation), bersifat progresif, inovatif, fleksibel, dapat
mengembangkan potensi atau kelebihan masing-masing orang yang terlibat, bersifat
kreatif dan konstruktif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan, dan
supervisi harus dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan (Arwani, 2006).
Ada beberapa prinsip supervisi yang dilakukan di bidang keperawatan
(Nursallam, 2002) antara lain:
a. Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi.
b. Supervisi menggunakan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan hubungan
antar manusia dan kemempuan menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan,
c. Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi dan dinyatakan melalui
petunjuk, peraturan urian tugas dan standard,
d. Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor dan
perawat pelaksana.
e. Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang spesifik,
28
f. Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif, kreatifitas
dan motivasi,
g. Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam pelayanan
keperawatan yang memberi kepuasan klien, perawat dan manajer.
H. Hubungan supervisi kepala ruangan dalam penerapan proses asuhan keperawatan
Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan, bukan
untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan
pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila ditemukan
masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya (Suarli dan
Bahtiar, 2009). Supervisi yang tepat dapat meningkatkan kepuasan kerja bagi perawat.
Kepuasan kerja bagi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan diperlukan untuk
meningkatkan kinerjanya yang berdampak pada, disiplin dan prestasi kerja (Rahcman,
2006).
Kepuasan kerja perawat pelaksana dapat dipengaruhi oleh pelaksanaan supervisi
yang dilakukan oleh kepala ruangan. Hubungan kepuasan kerja perawat pelaksana
dengan kompetensi supervisi kepala ruangan dapat dipengaruhi oleh karakteristik
perawat pelaksana tersebut (Hasniaty, 2002).
Suvervisi kepala ruangan akan berpengaruh terhadap kinerja perawat di rumah
sakit dalam menerapkan asuhan keperawatan, (Wahyuni, 2008). Pelaksanaan pelayanan
asuhan keperawatan diharapkan memenuhi target dan hasil yang diperoleh pasien/klien,
maka diperlukan pengarahan dan pengawasan melalui kegiatan supervisi. (Panggabean,
2002).
29
Penelitian Warsito, (2006) di Ruang Rawat Inap RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang, menyimpukan bahwa perawat pelaksana yang mempunyai persepsi tentang
fungsi pengarahan kepala ruangan yang tidak baik, cenderung pelaksanaan manajemen
asuhan keperawatannya juga tidak baik (p=0,035), dan perawat pelaksana yang
mempunyai persepsi tentang fungsi pengawasan kepala ruangan yang tidak baik,
cenderung pelaksanaan manajemen asuhan keperawatannya juga tidak baik (p=0,048).
Penelitian Nenggolan (2010), di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan menunjukkan
ada pengaruh yang bermakna antara pelaksanaan supervisi kepala ruangan dengan
kinerja perawat pelaksana (p=0,03).
I. Kerangka konsep
Variabel independen Varibel Dependen
J. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul, Beradasarkan kerangka konsep
yang diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan proses penerapan asuhan
keperawatan
2. Ada hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan proses penerapan asuhan
keperawatan
1. Tingkat pendidikan
2. Supervisi kepala
ruangan
Proses penerapan
asuhan
keperawatan