BAB II

21
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Keperawatan. 1. Pengertian Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh perawat bersama pasien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan berfokus pada pasien, berorientasi pada tujuan pada setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan . (Hidayat, 2004) Proses keperawatan merupakan suatu sistem dalam merencanakan pelayanan Asuhan keperawatan yang mempunyai empat tahapan, yaitu pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Alternatif lain dari proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Lismidar, dkk, 2005) Proses keperawatan adalah metode yang sistematik dan rasional dalam merencanakan dan memberikan pelayanan keperawatan kepada individu dengan tujuan untuk mengidentifikasi status kesehatan klien, kebutuhan atau masalah kesehatan yan aktual atau risiko, membuat perencanaan sesuai dengan kebutuhan yang telah diidentifikasi dan melaksanakan intervensi keperawatan spesifik sesuai dengan kebutuhan (Nursalam, 2002).

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Proses Keperawatan.

1. Pengertian

Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh

perawat bersama pasien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan

melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan

dilaksanakan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah

diberikan dengan berfokus pada pasien, berorientasi pada tujuan pada setiap tahap

saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan . (Hidayat, 2004)

Proses keperawatan merupakan suatu sistem dalam merencanakan pelayanan

Asuhan keperawatan yang mempunyai empat tahapan, yaitu pengkajian,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Alternatif lain dari proses keperawatan terdiri

dari lima tahap yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan

evaluasi (Lismidar, dkk, 2005)

Proses keperawatan adalah metode yang sistematik dan rasional dalam

merencanakan dan memberikan pelayanan keperawatan kepada individu dengan

tujuan untuk mengidentifikasi status kesehatan klien, kebutuhan atau masalah

kesehatan yan aktual atau risiko, membuat perencanaan sesuai dengan kebutuhan

yang telah diidentifikasi dan melaksanakan intervensi keperawatan spesifik sesuai

dengan kebutuhan (Nursalam, 2002).

Page 2: BAB II

10

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan praktik

keperawatan yang diberikan kepada klien pada berbagai tatanan layanan kesehatan

dengan proses keperawatan yang berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi

etika dan etiket keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab

keperawatan (Hamid, 2000).

2. Karakteristik Proses Keperawatan.

Menurut Nursalam, (2002) karakteristik proses keperawatan adalah:

a. Merupakan sistem terbuka dan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan dari klien,

keluarga, kelompok dan komunitas.

b. Bersifat siklik dan dinamis, karena semua tahap saling berhubungan dan

berkesinambungan.

c. Berpusat pada klien, merupakan pendekatan individu dan spesifik untuk

memenuhi kebutuhan klien.

d. Bersifat interpersonal dan kolaborasi.

e. Menggunakan perencanaan dan mempunyai tujuan.

f. Memperbolehkan adanya kreativitas antara perawat dengan klien dalam mencari

jalan keluar untuk mengatasi masalah keperawatan.

g. Menekankan pada umpan balik dan dapat diterapkan secara luas.

3. Tahapan proses keperawatan

Tahapan proses keperawatan meliputi pengkajian (pengumpulan data), diganosa

keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan dokumentasi asuhan

keperawatan.

Page 3: BAB II

11

a. Pengkajian

Merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap

pengkajian terdiri dari atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau

masalah klien. (Keliat, 2000) Data yang didapatkan bisa di kelompokkan menjadi

dua macam yaitu data subjektif, merupakan data yang didapatkan melalui

wawancara oleh perawat kepada pasien, keluarga atau orang – orang yang dekat

dengan pasien dan data objektif, merupakan data yang ditemukan secara nyata.

Data ini didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat

(Depkes, 2008).

b. Diagnosa keperawatan

Adalah penilaian klinis tentang respon aktual dan potensial dari individu,

keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan. (Keliat,

2000). Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang,

keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang aktual atau potensial. (NANDA 1990, dalam Hidayat, 2004)

c. Perencanaan

Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang

dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah- masalah

pasien . Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat suatu proses

keperawatan. (Hidayat, 2004). Rencana keperawatan harus spesifik dan dinyatakan

dengan jelas. Pengkualifikasian seperti bagaimana, kapan, di mana, frekuensi, dan

besarnya memberikan isi dari aktivitas yang direncanakan. Rencana keperawatan

dapat dibagi menjadi dua yaitu mandiri yaitu dilakukan oleh perawat dan

kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya.

Page 4: BAB II

12

d. Implementasi

Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan

melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah

direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahab ini perawat harus

mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya- bahaya fisik dan perlindungan pada

pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman

tentang hak – hak pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.

Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan

jenis mandiri dan tindakan kolaborasi. (Hidayat, 2004).

e. Evaluasi

Adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan

keperawatan pada klien.Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon pasien

terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua

yaitu evalusi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan,

evaluasi hasil atau sumatif dilakuakan dengan membandingkan respon pasien pada

tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. (Keliat, 2000)

f. Dokumentasi keperawatan

Dokumentasi (catatan) asuhan keperawatan merupakan dokumen penting

karena merupakan bukti dari pelaksanaan asuhan keperawatan yang menggunakan

metode pendekatan proses keperawatan dan berisi catatan tentang respon pasien

terhadap tindakan medis, tindakan keperawatan, dan reaksi pasien terhadap

penyakit, (Nursalam, 2001).

Page 5: BAB II

13

4. Standar proses keperawatan.

Standar proses keperawatan menurut Depkes RI (2005) antara lain sebagai

berikut:

a. Pengkajian

1) Melakukan pengkajian data sejak klien masuk sampai dengan pulang.

2) Merumuskan diagnosa/masalah keperawatan klien berdasarkan kesenjangan

antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi.

3) Data yang diperoleh melalui pengkajian dikelompokkan menjadi data bio-

psiko-sosio dan spiritual

4) Mencatat data yang dikaji sesuai dengan format pengkajian yang baku

b. Diagnosa Keperawatan.

1) Rumusan diagnosa keperawatan berdasarkan masalah keperawatan yang telah

dirumuskan

2) Diagnosa keperawatan mencerminkan problem etiologi / problem eetiologi

symptom (PE/PES)

3) Merumuskan diagnosa keperawatan aktual/potensial

c. Perencanaan

1) Rencana keperawatan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan

2) Disusun menurut urutan prioritas

3) Rumusan tujuan keperawatan mengandung komponen pasien/ subjek perubahan

prilaku, kondisi, pasien, dan criteria

4) Rencana tindakan mengacu kepada tujuan dengan kalimat terinci dan jelas

5) Rencana yang dibuat menggambarkan keterlibatan klien dan keluarga

didalamnya.

Page 6: BAB II

14

6) Rencana tindakan keperawatan yang dibuat menggambarkan kerjasama dengan

tim kesehatan lain

d. Implementasi keperawatan

1) Tindakan keperawatan mengacu pada rencana keperawatan

2) Observasi terhadap setiap respon klien terhadap tindakan keperawatan.

3) Revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi

4) Semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat dengan ringkas dan jelas

e. Evaluasi

1) Evaluasi mengacu kepada tujuan

2) Hasil evaluasi dicatat

B. Pedidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri dan kepribadian,

kecerdasan akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa

dan negara (Gunawan, 2000)..

Selanjutnya merumuskan pengertian pendidikan adalah sebagai berikut:

“Pendidikan adalah upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan,

kemampuan dan sifat - sifat kepribadian”.(Handoko, 2002). Pendidikan adalah suatu

kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk di dalamnya

peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan -

persoalan yang menyangkut mencapai tujuan (Suryabrata, 2006)

Page 7: BAB II

15

Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan proses

belajar seseorang dalam usaha meningkatkan pengetahuan dan mempersiapkan diri

dalam menghadapi situasi kondisi atau permasalahan di lingkungan kerja. Pendidikan

perlu lebih ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan dalam menunjang

pelaksanaan tugas dilapangan dan agar dapat bekerja lebih efisien dan efektif.

Menurut Ihsan, 1996, pendidikan dibagi dalam 2 (dua) ketegori sebagi berikut :

1. Pendidikan formal adalah Proses pendidikan yang diperoleh disekolah yang teratur,

sistematik mempunyai jenjang dan dibagi dari kanak - kanak sampai perguruan

tinggi.

2. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman

sehari - hari dengan sadar atau tidak sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak

sistematik.

Pendidikan formal yang telah ditempuh merupakan modal yang sangat penting,

akan tetapi pendidikan formal yang bersifat umum hanya mengkibatkan penguasaan

suatu disiplin ilmu yang belum tentu ada kaitannya dengan suatu jabatan atau tugas

tertentu. Berarti hasil pendidikan formal masih harus diadaptasikan kepada

persyaratan dan tuntutan khusus oleh suatu pekerjaan.

1. Penataan jenis dan jenjang pendidikan keperawatan

Berikut ini adalah table mengenai alur jenjang pendidikan keperawatan

secara professional.

Page 8: BAB II

16

Doktor Ilmukeperawatan

Nursalam (2004)

C. Program Pendidikan Dalam Keperawatan

Menurut Undang-Undang tentang praktik keperawatan, perawat adalah seseorang

yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar

negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Sedangkan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional

yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat

keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat

maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat terdiri dari dua,

yaitu perawat vokasional dan perawat professional

1. Program Pendidikan D-III Keperawatan

Program Doktor

Program Ners Spesialis Program Megister

Ners

S I kepeawatan

SMA DIII

keperawatan SPK

Page 9: BAB II

17

Program pendidikan D-III Keperawatan, menghasilkan perawat generalis sebagai

perawat professional pemula (ahli madya keperawatan), dikembangkan dengan

landasan keilmuan yang cukup dan landasan keprofesian yang kokoh. Lulusannya

diharapkan mampu melaksanakan asuhan keperawatan professional dengan

berpedoman kepada standar asuhan keperawatan dan dengan etika keperawatan

sebagai tuntunan.

Sebagai perawat vokasional diharapkan memiliki tingkah laku dan kemampuan

professional, akuntabel dalam melaksanakan asuhan/praktik keperawatan dasar secara

mandiri di bawah supervise Ners. Lama pendidikan 3 tahun untuk waktu normal.

Lulusan D-III Keperawatan juga diharapkan mampu mengelola praktik keperawatan

yang dilakukan sesuai dengan tuntutan klien serta memiliki kemampuan

meningkatkan mutu asuhan keperawatan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan

teknologi keperawatan yang maju secara tepat guna.

2. Program Pendidikan S1/Ners.

Program pendidikan S1 keperawata Ners menghasilkan perawat ilmuwan

(Serjana Keperawatan) dan Profesional (Ners = “ First professional Degree”) dengan

sikap, tingkah laku, dan kemampuan professional, serta akuntabel untuk

melaksanakan asuhan/praktik keperawatan dasar (sampai dengan tingkat kerumitan

tertentu) secara mandiri. Sebagai perawat professional, yang dilakukan sesuai dengan

kebutuhan objektif klien dan melakukan supervise praktik keperawatan yang

dilakukan oleh perawat professional pemula (D-III Keperawatan). Selain itu, mereka

dituntut untuk memiliki kemampuan meningkatkan mutu asuhan keperawatan dengan

memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang maju secara tepat

Page 10: BAB II

18

guna, serta kemampuan melaksanakan riset keperawatan dasar dan penerapan yang

sederhana.

Program pendidikan S1 keperawatan/Ners memiliki landasan keilmuan yang

kokoh dari pada lulusan D-III Keperawatan serta memiliki landasan keprofesian yang

mentap sesuai dengan sifatnya sebagai pendidikan profesi. Tetapi, untuk lulusan S1

Keperawatan tanpa mengikuti profesi Ners, adalah orang yang berkemampuan

akademik sebagai serjana keperawatan tetapi tidak memiliki kewenangan melakukan

praktik keperawatan atau melakukan kegiatan pada bidang non keperawatan.

Sedangkan lulusan Serjana keperawatan+Ners adalah seseorang tenaga profesional

berkemampuan dan berwenang melakukan pekerjaan dibidang pelayanan dan asuhan

keperawatan pada pasien dengan gangguan kesehatan.

3. Program Magister Keperawatan

Program magister keperawatan menghasilkan perawat ilmuwan (scientist)

dengan sikap tingkahlaku dan kemampuan sebagai ilmuwan keperawatan. Sebagai

perawat ilmuwan diharapkan mempunyai kemampuan berikut ini: (1)Meningkatkat

pelayanan profesi dengan jalan penelitian dan pengembangan. (2) Berpartisipasi

dalam pengembangan bidang ilmunya. (3) Mengembangkan penampilannya dalam

spectrum yang lebih luas dengan mengkaitkan ilmu/profesi serupa. (4) Merumuskan

pendekatan penyelesaian berbagai masalah masyarakat dengan cara penalaran ilmiah

(Keputusan Mendikbud No.056/U/1994-pasal 2 ayat 3).

4. Program Pendidikan Ners Spesialis

Program pendidikan Ners Spesialis menghasilkan perawat ilmuwan (Magister)

dan Profesional (Ners Spesialis, “ Second professional Degree”) dengan sikap,

tingkah laku, dan kemampuan professional, serta akuntabel untuk melaksanakan

Page 11: BAB II

19

asuhan/praktik keperawatan spesialistik. Ners Spesialis merupakan ilmuwan dalam

bidang ilmu keperawatan klinik dengan kemampuan dan tanggung jawab sebagai

ilmuwan klinis keperawatan klinis (SK Mendikbud No.056/U/1994)

D. Jenis Pendidikan Keperawatan

1. Pendidikan Keperawatan diIndonesia

Pendidikan keperawatan di indonesia mengacu kepada UU No. 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jenis pendidikan keperawatan di Indonesia

mencakup

a. PendidikanVokasional

Yaitu jenis pendidikan diploma sesuai dengan jenjangnya untuk memiliki

keahlian ilmu terapan keperawatan yang diakui oleh pemerintah Republik

Indonesia.

b. Pendidikan Akademik

Yaitu pendidikan tinggi program sarjana dan pasca sarjana yang

diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmupengetahuan tertentu

c. PendidikanProfesi

Yaitu pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan

peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.

Sedangkan jenjang pendidikan keperawatan mencakup program pendidikan

diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor

E. Hubungan tingkat pendidikan dengan penerapan proses keperawatan.

Menurut Gibson (1996), pendidikan mempunyai hubungan dengan perilaku

seseorang terhadap peningkatan pelayanan kesehatan, dimana makin tinggi pendidikan

Page 12: BAB II

20

seseorang maka akan cenderung berperilaku lebih baik terhadap peningkatan cakupan

pelayanan kesehatan. Sedangkan pendapat Gillies (1996), mengatakan perawat yang

berpendidikan tinggi, mempunyai kemampuan kerja yang tinggi. Semakin tinggi

pendidikan seseorang semakin kritis, logis, dan sistematis cara berpikirnya, sehingga

semakin tinggi pula kualitas kerjanya. Notoatmojo (2003) mengungkapkan bahwa

tingkat pendidikan petugas kesehatan berpengaruh terhadap pengetahuan tentang proses

keperawatan yang sangat penting untuk petugas Rumah Sakit dan sarana kesehatan

lainnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan petugas kesehatan akan berpengaruh tehadap

Kemampuan menerapkan proses keperawatan di Rumah Sakit, dalam pemberian

pelayanan yang bermutu.

Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang

makin mudah menerima informasi, sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

Sebaliknya pengetahuan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang

terhadap perubahan hidup sehat. Pendidikan perawat berpengaruh terhadap kinerja

perawat karena semakin tinggi pendidikan yang ditempuh semakin banyak ilmu

pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki oleh perawat sehingga akan dapat

membantu dalam meningkatkan kinerjanya (Tanjary, 2009). Perawat pelaksana yang

berpendidikan D3 keperawatan memiliki kinerja yang lebih baik daripada perawat

pelaksana berpendidikan SPK (Sekolah Pendidikan Kesehatan). Penelitian Wahyuni

(2008), di Instalasi Rawat Inap B RSUD Banjarnegara menunjukkan ada hubungan yang

bermakna antara karateristik tingkat pendidikan perawat dengan penerapan asuhan

keperawatan, (p=0,023)

Page 13: BAB II

21

F. Supervisi

1. Pengertian

Supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manajer melalui

aktifitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi dan evaluasi pada stafnya dalam

melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari (Arwani, 2006). Muninjaya (1999)

menyatakan bahwa supervisi adalah salah satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi

pengawasan dan pengendalian (controlling).

2. Manfaat dan Tujuan Supervisi

Menurut Suarli & Bachtiar, (2009) Manfaat supervisi diantara lain adalah

sebagai berikut :

a. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat

hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta

makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan

dan bawahan.

b. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi kerja ini

erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan,

sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat

dicegah.

Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah

tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin

pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam

arti lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat

dicapai dengan memuaskan (Suarli & Bachtiar, 2008).

Page 14: BAB II

22

3. Frekuensi Pelaksanaan Supervisi

Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang

dilakukan hanya sekali bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, karena

organisasi/lingkungan selalu berkembang. Oleh sebab itu agar organisasi selalu dapat

mengikuti berbagai perkembangan dan perubahan, perlu dilakukan berbagai

penyesuaian. Supervisi dapat membantu penyesuaian tersebut yaitu melalui

peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, (Wibowo. 2007).

Tidak ada pedoman yang pasti mengenai berapa kali supervisi harus dilakukan.

Yang digunakan sebagai pegangan umum, supervisi biasanya bergantung dari derajat

kesulitan pekerjaan yang dilakukan, serta sifat penyesuaian yang akan dilakukan. Jika

derajat kesulitannya tinggi serta sifat penyesuaiannya mendasar, maka supervisi harus

lebih sering dilakukan, (Wibowo. 2007).

4. Teknik Supervisi

Tehnik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan tehnik penyelesaian masalah.

Bedanya pada supervisi tehnik pengumpulan data untuk menyelesaikan masalah dan

penyebab masalah menggunakan tehnik pengamatan langsung oleh pelaksana supervisi

terhadap sasaran supervisi, serta pelaksanaan jalan keluar. Dalam mengatasi masalah

tindakan dapat dilakukan oleh pelaksana supervisi, bersama-sama dengan sasaran

supervisi secara langsung di tempat . Dengan perbedaan seperti ini, jelaslah bahwa untuk

dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua hal yang perlu diperhatikan (Bachtiar

dan Suarli, 2009):

a. Pengamatan langsung

Pengamatan langsung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu ada

beberapa hal lain yang harus diperhatikan.

Page 15: BAB II

23

1) Sasaran pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat

menimbulkan kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat terperangkap pada

sesuatu yang bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pada

pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan, yakni hanya ditujukan

pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (selective supervision).

2) Objektivitas pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat

mengganggu objektivitas. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka

pengamatan langsung perlu dibantu dengan dengan suatu daftar isi yang telah

dipersiapkan. Daftar tersebut dipersiapkan untuk setiap pengamatan secara

lengkap dan apa adanya.

3) Pendekatan pengamatan. Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai

dampak dan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang, atau kesan

menggangu kelancaran pekerjaan. Untuk mengecek keadaan ini pengamatan

langsung harus dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak atau kesan

negatif tersebut tidak sampai muncul. Sangat dianjurkan pengamatan tersebut

dapat dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau

otoritas.

b. Kerja sama

Agar komuninikasi yang baik dan rasa memiliki ini dapat muncul, pelaksana

supervisi dan yang disupervisi perlu bekerja sama dalam penyelesaian masalah,

sehingga prinsip-prinsip kerja sama kelompok dapat diterapkan. Masalah, penyebab

masalah serta upaya alternatif penyelesaian masalah harus dibahas secara bersama-

sama. Kemudian upaya penyelesaian masalah tersebut dilaksanakan secara bersama-

sama pula.

Page 16: BAB II

24

G. Supervisi Keperawatan

1. Pengertian

Dalam bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas,

yaitu meliputi segala bantuan dari pemimpin/penanggung jawab kepada perawat yang

ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan

asuhan keperawatan kegiatan supervisi semacam ini merupakan dorongan bimbingan

dan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan keahlian dan kecakapan para

perawat (Suyanto, 2008). Supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam

penerapan proses keperawatan dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan,

pengarahan, observasi dan pemberian motivasi serta evaluasi terhadap tiap-tiap tahap

proses keperawatan. Kelengkapan dan kesesuaian dengan standar merupakan variabel

yang harus disupervisi (Wiyana, 2008).

2. Pelaksana Supervisi Keperawatan

Materi supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas dari masing-

masing staf perawat pelaksana yang disupervisi terkait dengan kemampuan asuhan

keperawatan yang dilaksanakan. Supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil

atau bagian yang bertangguung jawab antara lain (Suyanto,2008):

a. Kepala ruangan

Bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang

diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan

mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara

langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang

diterapkan di ruang perawatan tersebut. Sebagai contoh ruang perawatan yang

Page 17: BAB II

25

menerapkan metode TIM, maka kepala ruangan dapat melakukan supervisi secara

tidak langsung melalui ketua tim masing-masing (Suarli dan Bahtiar , 2009).

b. Pengawas perawatan (supervisor)

Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana

fungisional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi

jalannya pelayanan keperawatan.

c. Kepala bidang keperawatan

Sebagai top manager dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan, kepala

bidang keperawatan bertanggung jawab melakukan supervisi baik secara langsung

atau tidak langsung melalui para pengawas keperawatan.

Mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang aman dan nyaman,

efektif dan efesien. Oleh karena itu tugas dari seorang supervisor adalah

mengorientasikan staf dan pelaksana keperawatan terutama pegawai baru, melatih

staf dan pelaksana staf keperawatan, memberikan pengarahan dalam pelaksanaan

tugas agar menyadari, mengerti terhadap peran, fungsi sebagai staf dan pelaksana

asuhan keperawatan, memberikan pelayanan bimbingan pada pelaksana

keperawatan dalam memberikan asuahan keperawatan.

3. Sasaran Supervisi Keperawatan

Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati

berdasarkan struktur dan hirearki tugas. Sasaran atau objek dari supervisi adalah

pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan.

Jika supervisi mempunyai sasaran berupa pekerjaan yang dilakukan, maka disebut

supervisi langsung, sedangkan jika sasaran berupa bawahan yang melakukan pekerjaan

Page 18: BAB II

26

disebut supervisi tidak langsung. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja

pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli dan Bachtiar, 2009)

Sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan supervisi antara lain: pelaksanaan

tugas keperawatan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, system dan prosedur

yang tidak menyimpang, pembagian tugas dan wewenang, penyimpangan atau

penyeleengan kekuasaan, kedudukan dan keuangan (Suyanto, 2008).

4. Kompetensi Supervisor Keperawatan

Tanggung jawab utama seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik

mungkin dengan mengkoordinasikan system kerjanya. Para supervisor

mengkoordinasikan pekerjaan karyawan dengan mengarahkan, melancarkan,

membimbingan, memotivasi, dan mengendalikan (Dharma, 2003). Seorang

keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki kemampuan

dalam (Suyanto, 2008):

a. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh

staf dan pelaksana keperawatan.

b. Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksanan keperawatan.

c. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf dan

pelaksanan keperawatan.

d. Mampu memahami proses kelompok (dinamika kelompok).

e. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana

keperawatan.

f. Melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat.

g. Mengadakan pengawasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik.

Page 19: BAB II

27

5. Prinsip Supervisi Keperawatan

Agar seorang manajer keperawatan mampu melakukan kegiatan supervisi secara

benar, harus mengetahui dasar dan prinsip-prinsip supervisi. Prinsip-prinsip tersebut

harus memenuhi syarat antara lain didasarkan atas hubungan professional dan bukan

hubungan pribadi, kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat edukatif,

memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana dan harus mampu membentuk

suasana kerja yang demokratis. Prinsip lain yang harus dipenuhi dalam kegiatan

supervisi adalah harus dilakukan secara objektif dan mampu memacu terjadinya

penilaian diri (self evaluation), bersifat progresif, inovatif, fleksibel, dapat

mengembangkan potensi atau kelebihan masing-masing orang yang terlibat, bersifat

kreatif dan konstruktif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan, dan

supervisi harus dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan

kualitas asuhan keperawatan (Arwani, 2006).

Ada beberapa prinsip supervisi yang dilakukan di bidang keperawatan

(Nursallam, 2002) antara lain:

a. Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi.

b. Supervisi menggunakan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan hubungan

antar manusia dan kemempuan menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan,

c. Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi dan dinyatakan melalui

petunjuk, peraturan urian tugas dan standard,

d. Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor dan

perawat pelaksana.

e. Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang spesifik,

Page 20: BAB II

28

f. Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif, kreatifitas

dan motivasi,

g. Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam pelayanan

keperawatan yang memberi kepuasan klien, perawat dan manajer.

H. Hubungan supervisi kepala ruangan dalam penerapan proses asuhan keperawatan

Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan, bukan

untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan

pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila ditemukan

masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya (Suarli dan

Bahtiar, 2009). Supervisi yang tepat dapat meningkatkan kepuasan kerja bagi perawat.

Kepuasan kerja bagi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan diperlukan untuk

meningkatkan kinerjanya yang berdampak pada, disiplin dan prestasi kerja (Rahcman,

2006).

Kepuasan kerja perawat pelaksana dapat dipengaruhi oleh pelaksanaan supervisi

yang dilakukan oleh kepala ruangan. Hubungan kepuasan kerja perawat pelaksana

dengan kompetensi supervisi kepala ruangan dapat dipengaruhi oleh karakteristik

perawat pelaksana tersebut (Hasniaty, 2002).

Suvervisi kepala ruangan akan berpengaruh terhadap kinerja perawat di rumah

sakit dalam menerapkan asuhan keperawatan, (Wahyuni, 2008). Pelaksanaan pelayanan

asuhan keperawatan diharapkan memenuhi target dan hasil yang diperoleh pasien/klien,

maka diperlukan pengarahan dan pengawasan melalui kegiatan supervisi. (Panggabean,

2002).

Page 21: BAB II

29

Penelitian Warsito, (2006) di Ruang Rawat Inap RSJD Dr. Amino Gondohutomo

Semarang, menyimpukan bahwa perawat pelaksana yang mempunyai persepsi tentang

fungsi pengarahan kepala ruangan yang tidak baik, cenderung pelaksanaan manajemen

asuhan keperawatannya juga tidak baik (p=0,035), dan perawat pelaksana yang

mempunyai persepsi tentang fungsi pengawasan kepala ruangan yang tidak baik,

cenderung pelaksanaan manajemen asuhan keperawatannya juga tidak baik (p=0,048).

Penelitian Nenggolan (2010), di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan menunjukkan

ada pengaruh yang bermakna antara pelaksanaan supervisi kepala ruangan dengan

kinerja perawat pelaksana (p=0,03).

I. Kerangka konsep

Variabel independen Varibel Dependen

J. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan

penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul, Beradasarkan kerangka konsep

yang diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan proses penerapan asuhan

keperawatan

2. Ada hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan proses penerapan asuhan

keperawatan

1. Tingkat pendidikan

2. Supervisi kepala

ruangan

Proses penerapan

asuhan

keperawatan