BAB II

download BAB II

of 21

Transcript of BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1

ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING A. ANATOMI LARING1,4 Larynx adalah organ tubuh yang mempunyai sphincter pelindung pada pintu masuk jalan napas dan berfungsi sebagai dalam pembentukan suara. Di atas larynx terbuka ke dalam laryngopharynx, dan di bawah larynx berlanjut ke trachea. Kerangka larynx dibentuk oleh beberapa cartilago, yang dihubungkan oleh membran dan ligamentum dan digerakkan oleh otot larynx dilapisi oleh membran mukosa. Cartilago thyroidea terdiri atas dua lamina cartilage hyaline yang bertemu di garis tengah pada tonjolan sudut V, yaitu jakun (Adams apple). Pita suara, dua pita jaringan elastik yang terentang di bukaan laring dapat diregangkan dan diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot-otot laring. Pada saat udara mengalir cepat melewati pita suara yang tegang, pita suara tersebut bergetar untuk menghasilkan bermacam-macam bunyi. Lidah, bibir, dan langit-langit lunak memodifikasi bunyi menjadi pola-pola yang dapat dikenal. Pada saat menelan, pita suara mengambil posisi rapat satu sama lain untuk menutup pintu masuk ke trakea. Pinggir posterior dari setiap lamina menjorok ke atas memebentuk cornu superior dan ke bawah membentuk cornu inferior. Pada permukaan luar setiap lamina terdapat linea oblique sebagai tempat lekat M. sternothyriodeus, M. thyrohyoideus, dan M. constrictor pharyngis inferior.

Gambar 1. Larynx dan ligamentumnya dilihat dari depan (A), dari lateral (B), dan dari belakang(C). Lamina kiri cartilago thyroidea dibuang untuk memperlihatkan bagian dalam larynx (D).

Cartilago cricoidea berbentuk cincin cartilago yang utuh. Bentuknya mirip cincin cap yang terletak di bawah cartilago thyroidea. Cartilago ini mempunyai arcus anterior yang sempit dan lamina posterior yang lebar. Pada masing-masing permukaan lateral terdapat facies articularis sirkular untuk bersendi dengan cornu inferior cartilage thyroidea. Pada pinggir atas masing-masing sisi terdapat facies

articularis untuk bersendi dengan basis cartilago arytenoidea. Semua snedi ini adalah sendi synovialis. Cartilago arytenoidea merupakan kartilago kecil, dua buah, dan berbentuk pyramid. Keduanya terletak di belakang larynx, pada pinggir atas lamina cartilago cricoidea. Masing-masing kartilago mempunyai apex di atas dan basis di bawah. Apex menyangga cartilago corniculata. Basis bersendi dengan cartilago cricoidea. Dua tonjolan menjorok dari basis. Processus vocalis menonjol horizontal ke depan dan merupakan tempet lekat dari ligamentum vocale. Processus muscularis menonjol ke lateral dan menjadi tempat lekat M. cricoarytenoideus lateralis dan posterior.

Tabel 1. Sinus Paranasales dan tempat Drainasenya ke Dalam Hidung* Nama Sinus Sinus maxillaris Tempat Drainase Meatus nasi medius lewat Hiatus semilunaris Sinus frontalis Sinus sphennoidales Sinus ethmoidales Kelompok anterior Ifundibulum dan ke dalam meatus nasi media Kelompok media Meatus nasi media pada satu di atas bulla ethmiodalis Meatus nasi superior Kelompok posterior Meatus nasi media lewat infundibulum Recessus sphenoethmoidalis

*Perhatikan bawah sinus maxillaries dan sphenoidalis saat lahir terdapat dalam bentuk

rudi meter dan cukup membesar setelah usia 8 tahun kemudian berbentuk sempurna pada masa remaja.

Cartilago corniculata adalah dua buah nodulus kecil yang bersendi dengan apex cartilaginis arytenoideae dan merupakan tempat lekat plica aryepiglottica. Cartilago cuneformis merupakan dua cartilago kecil yang berbentuk batang yang terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat di dalam satu plica aryepiglotta. Cartilago ini berfungsi menyokong plica tersebut. Epiglottis adalah sebuah kartilago elastis berbentuk daun yang terletak di belakang radix linguae. Di depan berhubungan dengan corpus ossis hyoidei dan di belakang dengan cartilago arytenoidea melalui plica aryepiglotta. Pinggir atas epiglottis bebas, membrane mucosa yang melapisinya melipat ke depan melanjutkan diri meliputi permukaan posterior lidah. Di sini, terdapat plica glossoepiglottica mediana dan plica glossoepiglottica lateralis. Valleculae adalah cekungan pada mebrana mucosa di kanan dan kiri plica glossoepiglotica

. Gambar 2. Permukaan dorsal lidah memperlihatkan valleculae, epiglottis, dan pintu masuk kefossa piriformis sisi kanan dan kiri (tanda panah).

Membrana dan Ligamentum Larynx Membrana thyrohyidea menghubungkan pinggir atas cartilago thyroidea di sebelah bawah dengan permukaan posterior corpus dan cornu majus ossis hyoidei di sebelah atas. Pada garis tengah membran ini menebal, membentuk ligamentum thyrohyoideum mediana; pinggir posterior menebal membentuk ligamentum thyrohyoideum laterale. Pada kedua sisi, membran ini ditembus oleh a.v. laryngea superior dan n. laryngeus internus. Ligamentum cricotracheale menghubungkan pinggir bawah cartilago cricoidea dengan cincin trachea pertama. Membrana fibroelastica laryngis terletak di bawah membran mukosa yang melapisi larynx. Bagian atas membrana disebut membrana quadrangularis, yang terbentang antara epiglottis dan cartilago arytenoidea. Pinggir bawahnya membentuk ligamentum vestibulare. Bagian bawahnya berbentuk ligamentum cricothyroideum. Bagian anterior ligamentum cricothyroideum tebal dan

menghubungkan cartilage cricoidea dengan pinggir bawah cartilage thyroidea. Bagian lateral ligamentun ini tipis dan melekat dibawah pada pinggir atas cartilage cricoidea. Pinggir superior ligamentum ini tidak melekat pada pinggir inferior cartilago thyroidea, tetapi berjalan terus ke atas pada facies medialis cartilago thyroidea. Pinggir atasnya kanan dan kiri menebal dan membentuk ligamentum vocale yang penting. Ujung anterior masing-masing ligamentum vocale melekat dalam permukaan cartilago thyroidea. Ujung posterior melekat pada processus vocalis cartilago arytenoidea.

Gambar 3. (A) Otot-otot larynx dilihat dari belakang. (B) Potongan coronal melalui larynx. (C) Rima glottidisterbuka sebagian seperti pada saat inspirasi lemah. (D) Rima glottidis terbuka lebar seperti pada saat inspirasi dalam. (E) Otot-otot yang menggerakkan ligamentum ovale.

Ligamentum hyoepicglotticum menghubungkan epiglottis dan os hyoideum. Ligamentum thyroepiglotticum menghubungkan epiglottis dan cartilago thyroidea. Aditus Laryngis Aditus laryngis menghadap ke belakang dan atas ke arah laryngopharynx. Pintu ini dibatasi di depan oleh pinggir epiglottis; di lateral epiglottica, yaitu lipatan membrane mucosa yang terbentang antara kedua cartilago arytenoidea. Cartilago corniculata pada apex cartilaginis arytenoidea dan cartilago cuneiformis yang berbentuk batang kecil, memyebabkan pinggir atas plica aryepiglottica kanan dan kiri sedikit meninggi. Cavitas Laryngis Cavitas laryngis terbentang dari aditus sampai ke pinggir bawah cartilago cricoidea, dan dapat dibagi menjadi tiga bagian: 1). Bagian atas atau festibulum; 2). Bagian tengah; 3). Bagian bawah, Vestibulum laryngis terbentang dari aditus laryngis sampai plica vestibularis.

Plica vestibularis yang berwarna merah muda menonjol ke medial. Rima vestibuli adalah celah antara plica vestibularis. Ligamentum vestibulare yang terletak di dalam setiap plica vestibularis merupakan pinggir bawah membrana quadrangularis yang menebal. Ligamentum ini terbentang dari cartilago thyroidea sampai cartilago arytenoidea. Laring bawah tengah terbentang dari plica vestibularis merupakan pinggir bawah sampai setinggi plica vocalis, plica vocalis berwarna putih dan berisi Ligamentum vocale. Merupakan penebalan pada pinggir atas ligamentum cricothyroideum. Masing-masing ligamentum vocale merupakan penebalan dari pinggir atas ligamentum cricoithyrodeum. Ligamentum ini terbentang dari cartilago thyroidea di depan sampai processus vocalis cartigalinis arytenoidea di belakang. Rima glottidis adalah celah di antara plica vocalis di depan dan processus vocalis cartigalinis, arytenoidea di belakang. Di antara plica vocalis dan plica vestibularis pada masing-masing sisi terdapat recessus kecil yang disebut sinus laryngis. Sinus ini dilapisi membrane mucosa, dan dari sinus terdapat diverticulum kecil yang berjalan ke atas di antara plica vestibularis dan cartilage thyroidea yang disebut sacculus laryngis.

Gambar 4. Diagram yang memperlihatkan perlekatan dan kerja m. cricothyroideus. (A) Permukaan lateral kananlarynx dan m. cricothyroideus. (B) Permukaan dalam larynx, memperlihatkan ligamentum vocale kanan yang relaksasi.

(C) Permukaan dalam larynx, memperlihatkan ligamnetum vocale kanan yang tegang karena tertariknya cartilago cricoidea dan arytenoidea ke belakang sebagai akibat kontraksi m. cricothyroideus.

Larynx bagian bawah terbentang dari plica vocalis sampai ke pinggir bawah cartilago cricoidea, dindingnya dibentuk oleh permukaan dalam ligamentum cricothyroideum dan cartilago cricoidea. Membrana mucosa larynx melapisi cavitas laryngis dan ditutupi oleh epitel silindris bersilia. Namun pada plica vocalis, tempat membarana mucosa sering mengalami trauma saat fonasi, maka membrane mucosanya dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Otot-otot Larynx Otot-otot dapat dibagi dalam dua kelompok; (1). Ekstrinsik dan (2). Intrinsik. Otot-otot Ekstrinsik Otot-otot ektrisnsik dibagi dalam dua kelompok yang berlawann, yaitu kelompok elevator larynx dan depressor larynx. Larynx tertarik ke atas selama proses menelan dan ke bawah sesudahnya. Karena os hyoideum melekat pada cartilago thyroidea melalui membrana thyrohyoidea, gerakan os hyoideum akan diikuti oleh gerakan larynx. Otot Elevator Larynx Otot-otot elevator larynx meliputi m. digastricus, m.stylohyoideus, m. lopharyngeus, m. stylopharyngeus, m. salphingoparhyngeus, dan m.

palatopharyngeus yang berinsersio pada pinggir postier lamina cartigalinis thyroidea juga mengangkat larynx. Otot depressor Larynx Otot-otot depressor larynx meliputi m. sternothyroideus, m. sternohyedeus, dan m. omohyoideus. Kerja otot-otot ini dibantu oleh daya pegas trachea yang elastis. Otot-otot Intrinsik

Otot-otot intrinsik dapat dibagi menjadi dua kelompok: kelompok yang mengendalikan laryngis dan kelompok yang menggerakan plica vocalis. Otot-otot intrinsik larynx, origo, insersio, persarafan, dan funsinya diringkas pada tabel 2. Lihat juga gambar 3. Fungsi Spintcher Larynx Terdapat dua spintcher pada larynx yaitu pada (1). Aditus laryngis (2). Rima glottidis. Spintcher pada aditus laryngis hanya berfungsi pada saat menelan. Ketika bolus makanan dipindahkan ke belakang di antara lidah dan palatum durum, larynx tertarik ke atas dibawah bagian lidah. Aditus laryngis menyempit akibart kontraksi m. arytenoideus obliquus dan m. aryeepiglottica. Epiglottis didorong kebelakang oleh lidah berfungsi sebagai sungkup di atas aditus laryngis. Bolus makanan atau cairan kemudian masuk ke dalam oesophagus dengan berjalan di atas epiglotti atau turun ke bawah lewat alur pada sisi-sisi aditus laryngis, yaitu melalu fossa piriformis. Ketika batuk atau bersin, rima glottidis berfungsi sebagai sphincter. Setelah inspirasi, plica vocalis adductio, dan otot-otot ekspirasi berkontraksi dengan kuat. Akibatnya tekanan dalam tekanan di dalam thorax meningkat, dan dalam waktu yang bersamaan plica vocalis mendadak abduksi. Pelepasan mendadak dari udara yang terkompresi sering mengeluarkan partikel asing atau mucus dari saluran pernapasan dan selanjutnya masuk ke pharynx. Di sini, partikel-partikel ditelan atau dikeluarkan. Pada keadaan abdomen tegang seperti pada miksi, defekasi, dan melahirkan, udara sering ditahan sesaat di saluran pernapasan dengan cara menutup rima glottidis. Sesudah inspirasi dalam, rima glottidis ditutup. Kemudian otot-otot dindning anterior abdomen berkontraksi dengan gerak naik diaphragm dicegah oleh adanya udara yang tertahan di saluran pernapasan. Setelah usaha yang cukup, lama orang tersebut sering melepaskan sejumlah udara dengan membuka rima glottidisnya sekejap dan menimbulkan suara mengeluh. Pembentukan Suara Larynx

Pelepasan udara ekspirasi secara berturut-turut melalui plica vocalis yang sedang adukasi akan menggetarkan plica tersebut dan menimbulak suara. Frekuensi atau tinggi suara yang ditentukan oleh perubahan panjang dan ketegangan panjang dan ketegangan liga mentum vocale. Kualitas suara bergantung pada resonator di atas larynx, yaitu pharynx, mulut dan sinus paraasales. Kualitas dikendalikan oleh otot-otot palatum molle, lidah dasar mulut, pipi, bibir dan rahang. Bicara normal bergantung pada kemapuan modifikai suara yang menjadi konsonan-konsonan dan vokal yang dikenali dengan menggunakan lidah, gigi, dan bibir. Bunyi vokal biasanya murni dari mulut dengan palatum molle terangkat; yaitu udara yang disalurkan melalui mulut dan bukan melalui hidung. Dokter menguji mobilitas palatum molle dengan meminta pasien mengucapkan ah dengan mulut terbuka. Tabel 3. Otot-otot Intrinsik Larynx Nama Otot M. Origo Insersio Apex cartigalinis muscularis cartigalinis arytenoidae yang berlawanan M. thyroepigottica Facies medialis cartilaginis thyroidae Pinggir epiglottis plica aryepiglotta lateral N. laryngeus Melebarkan dan recurens aditus dengan memisahkan kedua plica dengan Persarafan Fungsi

arytenoideus Processus muscularis cartigalinis arytenoidae

N. laryngeus Menyempitkan recurrens Aditus dengan

Oblique

mendekatkan plica aryepiglotta

aryepiglottica Otot-otot yang Mengendalikan Gerakan Plica Vocalis M. cricothyroideus Sisi cartilago Pinggir cricoidea dan bawah N. laryngeus Menegangkan cornu recurens plica vocalis

inferior cartilago thyroidea

M. thyroarytenoidus (vocalis)

Permukaan dalam cartilage thyroidea.

Cartilago arytenoidea

N. laryngeus Relaksasi recurens vocalis

plica

M. cricoarytennoideus lateraris

Pinggir cartilago

pada Processus muscularis cartigalinis arytenoideae

N. laryngeus Abduction recurens vocalis memutar cartilago arytenoidea

plica dengan

M. cricoarytenoideus posterior

Permukaan cartilage cricoidea

Processus muscularis cartigalinis arytenoideae

N. laryngeus Abduction recurens vocalis memutar cartilago arytenoidea

plica dengan

M.

aryenoideus Permukaan belakang medial cartilage arytenoidea sisi yang

Permukaan belakang

N. laryngeus Menutup bagian dan recurens posterior glottidis rima dengan

transversus

medial cartilago arytenoidea

mendekatkan kedua cartilago

arytenoidea

berawalanan

Bicara melibatkan udara pelepasan udara ekspirasi secara terputus-putus melalui plica vocalis yang teraduksi. Menyanyi satu nada membutuhkan pelepasan udara ekspirasi yang lebih lama lewat plica vocalis yang teaduksi. Pada berbisik, plica vocalis teraduksi, tetapi cartilago arytenoidea terpisah; vibrasi terjadi akibat getaran aliran udara ekspirasi secara tetap melalui bagian posterior rima glottidis.

Gerakan Plica Vocalis Saat Respirasi Pada repirasi emah, rima glottidis berbentuk segitiga, dengan apex di depan (Gambar 3C). pada inspirasi, rima glottidis dianggap berbentuk ketupat, karena rotasi cartilage arytenoidea ke lateral (Gambar 3D). Pernapasan Larynx Saraf sensorik yang mempersarafi membrane mucosa larynx di atas plica vocalis berasal dari n. laryngeus internus, cabang dari n. laryngeus superior (cabang n. vagus). Di bawah plica vocalis, membrane mucosa dipersarafi oleh oleh nervus laryngeus reccurens. Saraf motorik ke otot-otot intrinsic larynx berasal dan n. laryngeus recurrens, Kecuali m. cricothyroideus yang dipersarafi oleh ramus laryngeus externus dari n. laryngeus superior (n. vagus). Pendarahan dan Drainase Limfe Larynx Suplai arteri ke setengah bagian atas larynx berasal dari ramus laryngeus superior a. thyroidea superior. Setengah bagian bawah larynx didarahi oleh ramus laryngeus inferior a. thyroidea inferior. Pembuluh limfe bermuara ke dalam nodi lymphoidei cervicales profundi.

B. FISIOLOGI LARING4,5 Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiroaritenoid dan m.aritenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter. Penutupan rima glotis terjadi karena aduksi plika vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot instrinsik. Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat

dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan. Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur benar kecilnya rima glotis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka (abduksi). Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeobronkial akan mendapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah. Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring. Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi, seperti berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain. Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh ketegangan plika vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.

II.2

LARINGITIS2,4,6 Laringitis merupakan peradangan pada laring yang dapat terjadi akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis. Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot, dan membran mukos yang membentuk pintu masuk dari trakea. Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar, membentuk suara melalui pergerakan. Bila terjadi laringitis, makan pita suara akan mengalami proses peradangan, pita suara tersebut akan membengkak, menyebabkan perubahan suara. Akibatnya suara akan terdengar lebih serak. Bila jaringan cedera karena terinfeksi oleh kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen ini menyebar lebih luas. Rekasireaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki. Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini dinamakan radang. Laringitis akut merupakan proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Bila etiologi dari laringitis akut disebabkan oleh adanya suatu infeksi, maka sel darah putih akan bekerja membunuh mikroorganisme selama proses penyembuhan. Pita suara kemudian akan menjadi tampak edema, dan proses vibrasi juga umumnya ikut mengalami gangguan. Hal ini juga dapat memicu timbulnya suara yang parau disebabkan oleh gangguan fonasi. Membran yang meliputi pita suara juga terlihat berwarna kemerahan dan membengkak. Laringitis kronis merupakan suatu proses inflamasi yang menunjukkan adanya peradangan pada mukosa laring yang berlangsung lama. Pada laringitis kronis proses peradangan dapat tetap terjadi meskipun faktor penyebabnya sudah tidak ada. Proses inflamasi akan menyebabkan kerusakan pada epitel bersilia pada laring, terutama pada dinding belakang laring. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam pengeluaran sekret dari traktus trakeobronkial. Bila hal ini terjadi, sekret akan berada tetap pada dinding posterior laring dan sekitar pita suara

menimbulkan reaksi timbulnya batuk. Adanya sekret pada daerah pita suara dapat menimbulkan laringospasme. Perubahan yang berarti juga dapat terjadi pada epitel dari pita suara berupa hiperkeratosis, diskeratosis, parakeratosis dan akantosis.

II.3

TUBERKULOSIS6,7,8 Tuberkulosis (TB) adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberculosis, yang merupakan basil tahan asam yang biasanya meninfeksi paru-paru, akan tetapi tidak menutup kemungkinan dapat menyerang sistem tubuh yang lain. Tuberkulosis Primer Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari samapi berbulan-bulan. Bila partikel ini infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel ini dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuma akan dihadapi pertama kali oleh neotrofil, kemudian paru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan ber-bentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Srang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila sampai menjalar ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman juga dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri plumonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis local), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis, regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi: Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi. Sembuh meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman dormant. Berkomplikasi dan menyebar secara : a). per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya, b). secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah

sehinggamenyebar ke usus. c). secara limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya, d). secara hematogen, ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberkulosis primer.

Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder) Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahuntahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apical-postserior lobus superior atau inferior). Invasinya adalaha ke daerah parenkim paru-paru atau ke nodus hiler paru. Sarang dini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam waktu 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histiost dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti). Yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagi jaringan ikat. TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensi-nya dan imunitas pasien, dini dapat menjadi: Direabsorsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan firbrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang

mengahancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berbanding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolis protein lipid dan asam nukelat oleh ensim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat: a. Meluas kembali dan menimbulakan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas masuk dalam peredaran darah arteri, maka terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronikal dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura; b. memadat dan mebungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma; c. bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped. Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni: 1). Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatanlagi; 2). Sarang aktif eksduatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna; 3). Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang ini dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna juga.

Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncets arthropathy Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas-> SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat-> SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS) sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

II.4

LARINGITIS TUBERKULOSIS2,3,6,8 Penyakit ini termasuk dalam laringitis kronis spesifik, yang hampir selalu sebagai akibat tuberkulosis paru. Sering kali setelah diberi pengobatan, tuberkulosis parunya sembuh tetapi laringitis tuberkulosisnya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama. Lesi pada laring dapat terjadi bersama dengan kelainan paru yang ringan atau sama sekali yang inaktif. Secara khas dapat ditemukan pada penderita TB paru ekstra paru. Pada sebagian besar kasus adalah akibat dari kontaminasi oleh sputum yang mengandung basil-basil tahan asam. Laringitis TB jarang terjadi akibat penyebaran secara hematogen dan limfogen. A. Epidemiologi Umunya terdapat sekitar usia 20-40 tahun. Mungkin hal ini disebabkan pada usia-usia tersebut sering ditemukan. Menurut Ballenger, pada usia 60 tahun atau lebih, frekuensi kasus meninggi lagi. Terdapat pada laki-laki dengan usia lanjut dengan kondisi tubuh dan kesehatan yang kurang, termasuk orang yang sering mengkonsumsi alkohol. Penyakit ini dapat menyerang baik laki-laki maupun perempuan. Walaupun, terkadang terdapat kecendrungan bahwa laki-laki lebih banyak dari perempuan. Auerbach, dalam penelitiannya menemukan terjadinya lesi

pada laring sebanyak 37,5% dari pasien-pasien TB paru pada saat dilakukan otopsi. Sekarang, presentase menjadi lebih rendah. Tidak ada sex prominance.

B. Patogenesis Infeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernapasan, sputum yang mengandung kuman, atau penyebaran melalui aliran darah atau limfe. Tuberkulosis dapat menimbulkan gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fosa interaritenoid, kemudian aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, serta terakhir ialah dengan subglotik.

C. Gambaran Klinis Secara klinis, laryngitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium, yaitu : stadium infiltrasi, stadium ulserasi, stadium perikondritis, dan stadium pembentukan tumor. 1. Stadium infiltrasi Yang pertama-tama mengalami pembengkakan dan hiperemis ialah mukosa laring bagian posterior. Kadang-kadang pita suara terkena juga. Pada stadium ini mukosa laring berwarna pucat. Kemudian di daerah submukosa terbentuk tuberkel sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang berwarna kebiruan. Tuberkel itu makin membesar, serta beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga mukosa di atasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus. 2. Stadium Ulserasi Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkijuan, serta dirasakan sangat nyeri oleh pasien. 3. Stadium Perikondritis Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring, dan yang paling sering terkena ialah kartilago aritenoid dan epiglottis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan berlanjut, dan terbentuk sekuester. Pada stadium ini keadaan umum pasien sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses penyakit akan berlanjut dan masuk ke dalam stadium terakhir yaitu stadium fibrotuberkulosis.

4. Stadium Fibrotuberkulosis Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan subglotik.

D. Gejala Klinis Gejala klinik tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat gejala sebagai berikut : 1. Rasa kering, panas, dan tertekan di daerah laring 2. Suara parau berlangsung berminggu-minggu, sedangkan pada stadium lanjut dapat timbul afoni 3. Hemoptisis 4. Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan nyeri karena radang lainnya (merupakan tanda yang khas) 5. Keadaan umum buruk 6. Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologis) terdapat proses aktif (biasanya pada stadium eksudatif atau pada pembentukan kaverne) Kasus-kasus yang lebih berat (ulserasi yang ekstensif), menimbulkan gejala-gejala yang lebih hebat, yaitu: Suara menjadi lemah, mengecil, berubah menjadi suara bisik yang kasar. Rasa sakit yang sangat hebat dan timbul disfagia, kadang-kadang timbul edema yang hebat sehingga menyebabkan dyspneu.

E. Diagnosis Diagnosa TB ekstra paru dalam bidang THT pada umumnya berdasarkan: Anamnesis Gejala klinik Pemeriksaan secara klinis, termasuk pemeriksaan laringoskopi.

Pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan adanya kuman TBC, berupa basil tahan asam dalam sputum.

Pemeriksaan histologik dari biopsi jaringan. Foto Rontgen paru-paru.

Terutama pada tuberkulosa laring, perlu dipikirkan adanya penyakit laring yang lain sebagai diagnosis banding seperti neoplasma.

F. Prognosis Dengan ditemukannya obat-obat anti TB, maka prognosa TB ekstra paru menjadi lebih baik. Prognosis juga akan menjadi lebih baik bila kelainan-kelainan penyakit ini ditemukan sedini mungkin. Pada umumnya, prognosis dari TB ekstra patu selain tergantung dari derajat penyakit TB paru-paru itu sendiri, prognosis juga tergantung pada keadaan sosioekonomi, kebiasaan hidup sehat, dan ketekunan berobat penderita itu sendiri.