BAB II 3198178 -...

23
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GURU MURID A. Pengertian Guru dan Murid 1. Guru Terdapat banyak pengertian tentang “Guru“, dari segi bahasa kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang pekerjaannya mengajar 1 dan menurut ahli bahasa Belanda J.E.C. Gericke dan T. Roorda yang dikutip oleh Ir. Poedjawijatna, menerangkan bahwa guru berasal dari bahasa Sansekerta, yang artinya berat, besar, penting, baik sekali, terhormat dan juga berarti pengajar. 2 Sedangkan dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan guru, kata teacher berarti guru, pengajar 3 kata educator berarti pendidik, ahli mendidik 4 dan tutor yang berarti guru pribadi, atau guru yang mengajar di rumah, memberi les (pelajaran). 5 Dalam pandangan masyarakat Jawa, guru dapat dilacak melalui akronim gu dan ru . “Gu” diartikan dapat digugu (dianut) dan “ru” berarti bisa ditiru (dijadikan teladan). 6 Selanjutnya dalam konteks pendidikan Islam banyak sekali kata yang mengacu pada pengertian guru, seperti kata yang lazim dan sering digunakan diantaranya Murabbi, Mu’allim, dan Mu’addib. Ketiga kata tersebut memiliki penggunaan sesuai dengan peristilahan pendidikan 1 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Ed. II, Cet. IX, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hlm. 330 2 Ir. Poedjawijatno, dalam Hadi Supeno, Potret Guru, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm. 26 3 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1992), Cet. xx , hlm. 581 4 Ibid., hlm.207 5 Ibid., hlm. 608 6 Hadi Supeno, Potret Guru, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1995), hlm. 26

Transcript of BAB II 3198178 -...

Page 1: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG GURU MURID

A. Pengertian Guru dan Murid

1. Guru

Terdapat banyak pengertian tentang “Guru“, dari segi bahasa kata

guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang pekerjaannya

mengajar1 dan menurut ahli bahasa Belanda J.E.C. Gericke dan T. Roorda

yang dikutip oleh Ir. Poedjawijatna, menerangkan bahwa guru berasal dari

bahasa Sansekerta, yang artinya berat, besar, penting, baik sekali,

terhormat dan juga berarti pengajar.2 Sedangkan dalam bahasa Inggris

dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan guru, kata teacher

berarti guru, pengajar 3 kata educator berarti pendidik, ahli mendidik4 dan

tutor yang berarti guru pribadi, atau guru yang mengajar di rumah,

memberi les (pelajaran).5 Dalam pandangan masyarakat Jawa, guru dapat

dilacak melalui akronim gu dan ru . “Gu” diartikan dapat digugu (dianut)

dan “ru” berarti bisa ditiru (dijadikan teladan).6

Selanjutnya dalam konteks pendidikan Islam banyak sekali kata

yang mengacu pada pengertian guru, seperti kata yang lazim dan sering

digunakan diantaranya Murabbi, Mu’allim, dan Mu’addib. Ketiga kata

tersebut memiliki penggunaan sesuai dengan peristilahan pendidikan

1 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Ed. II, Cet.

IX, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hlm. 330 2 Ir. Poedjawijatno, dalam Hadi Supeno, Potret Guru, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

1995), hlm. 26 3 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia,

1992), Cet. xx , hlm. 581 4 Ibid., hlm.207 5 Ibid., hlm. 608 6 Hadi Supeno, Potret Guru, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1995), hlm. 26

Page 2: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

20

dalam konteks pendidikan Islam. Disamping itu guru kadang disebut

melalui gelarnya, seperti Al-Ustadz dan Asy-Syaikh.7

Dalam hal ini dibahas secara luas oleh Abudin Nata, yakni kata al-

alim (jamaknya Ulama’) atau al-Muallim, yang berarti orang yang

mengetahui dan kata ini banyak dipakai para Ulama’ atau ahli pendidikan

untuk menunjuk pada hati guru. Al-Mudarris yang berarti orang yang

mengajar (orang yang memberi pelajaran). Namun secara umum kata al-

Muallim lebih banyak digunakan dari pada kata al-Mudarris. Dan kata al-

Muaddib yang merujuk kepada guru yang secara khusus mengajar di

Istana. Sedangkan kata Ustadz untuk menunjuk kepada arti guru yang

khusus mengajar dibidang pengetahuan agama Islam. Selain itu terdapat

pula istilah Syaikh yang digunakan untuk merujuk pada guru dalam

bidang tasawuf.8

Ada pula istilah Kyai, yaitu suatu atribut bagi tokoh Islam yang

memiliki penampilan pribadi yang anggun dan disungkani karena jalinan

yang memadu antara dirinya sebagai orang alim, yang menjadi pemimpin

pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.9

Adapun pengertian guru secara terminologi memiliki banyak arti,

dalam pandangan tradisional, guru dilihat sebagai seseorang yang berdiri

didepan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan.10 Sedangkan

dalam bukunya, Earl V. Pullias and James D. Young menyatakan, ” The

teacher teaches in the centuries-old sense of teaching. He helps the

developing student to learn things he does not know and to understand

7 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Tri Genda Karya, 1993,

hlm. 167 8 Abudin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru Murid (Studi Pemikiran

Tasawuf Al-Ghozali), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 41-42 9 Zamakhsari Dlofier, Tradisi Pesantren (Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai),

(Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 55 10 Roestiyah NK, dalam Hadi Supeno, Loc.Cit.

Page 3: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

21

what he learns”.11 (Dalam berabad-abad guru mengajarkan rasa

pengajaran, ia membantu mengembangkan siswa untuk belajar sesuatu

yang tidak diketahui dan untuk memahami apa yang dipelajari�.

Menurut pandangan para pakar pendidikan Islam sangat bervariasi

dalam memberikan pengertian istilah guru. Menurut Ahmad Tafsir, bahwa

pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang

bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik, baik potensi

kognitif, afektif, maupun potensi psikomotorik.12

Sama halnya dengan A. Tafsir, A.D. Marimba memberi

pengertian guru atau pendidik sebagai orang yang memikul

pertanggungan jawab untuk mendidik.13 Sedangkan Zakiah Daradjat, lebih

memilih kata guru sebagai pendidik profesional, sebab secara implisit ia

telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggungjawab

pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua.14 Akan tetapi istilah

guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam

masyarakat dari arti diatas, yakni semua orang yang pernah memberikan

suatu ilmu atau kependidikan tertentu kepada seseorang atau sekelompok

orang dapat disebut sebagai “guru”, misalnya guru silat, guru mengetik,

guru menjahit, bahkan guru mencopet.15

Menurut Hadari Nawawi bahwa guru adalah orang yang

mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah (kelas). Secara lebih

11 Earl V. Pullias and James D. Young, A Teacher Is Many Things, Ladder Edition,

(America: Indiana University Press, 1968), hlm. 40 12 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya, 1994), hlm. 74 13 Ahmad D.Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT.Al-Ma’arif,

1980), Cet. IV., hlm. 37 14 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), Cet. IV.,

hlm. 39 15 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya, 2000), Cet. XIII., hlm. 139

Page 4: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

22

khusus lagi, ia mengatakan bahwa guru berarti orang yang bekerja dalam

bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam

membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing. Artinya,

guru tidak hanya memberi materi di depan kelas, tetapi juga harus aktif

dan berjiwa kreatif dalam mengarahkan perkembangan murid.16

Guru menurut paradigma baru ini bukan hanya bertindak sebagai

pengajar, tetapi juga sebagai motivator dan fasilitator proses belajar

mengajar yaitu realisasi atau aktualisasi potensi-potensi manusia agar

dapat mengimbangi kelemahan pokok yang dimilikinya.17 Sehingga hal

ini berarti bahwa pekerjaan guru tidak dapat dikatakan sebagai suatu

pekerjaan yang mudah dilakukan oleh sembarang orang, melainkan orang

yang benar-benar memiliki wewenang secara akademisi, kompeten secara

operasional dan profesional.

Dalam diskusi pengembangan model pendidikan profesional

tenaga kependidikan yang diselenggarakan oleh PPS IKIP Bandung tahun

1990, dirumuskan 10 ciri suatu profesi, yaitu :

1. Memiliki fungsi dan signifikansi sosial

2. Memiliki keahlian atau ketrampilan tertentu

3. Keahlian / ketrampian diperoleh dengan menggunakan teori dan

metode ilmiah

4. Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas

5. Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama

6. Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional

7. Memiliki kode etik

16 Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga

Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hlm. 123 17 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi abad 21, (Jakarta: Pustaka Al

Husna, 1988), Cet. I., hlm. 86

Page 5: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

23

8. Memiliki kebebasan untuk memberikan judgment dalam memecahkan

masalah

9. Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi

10. Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan

profesinya.18

Penetapan 10 ciri keprofesionalan diatas sebagai salah satu

bentuk upaya antisipasi bagi tugas guru yang benar-benar menuntut

sebuah keseriusan serta tanggung jawab bagi pelaksananya, serta sebagai

suatu upaya peningkatan mutu dan kualitas guru secara komprehensif.

Sehingga diharapkan mutu dan kualitas hasil pendidikan juga sesuai

dengan tujuan yang dicita-citakan.

Sebagaimana sabda Rosulullah SAW, yang berbunyi :

���������������� ���������� ������������������������� ��� ��� ����������������������!"�� ��������#$���%�&'��'�(�'����)��� �����*�$���!"��'����+ �,���-���������.��������/01���2��"�34�5���67������8�

�9'�#:��;��<��=>:��?���@����

“Menceritakan Muhammad bin Sinan berkata: menceritakan kepada kita Fulih. H. dan menceritakan kepadaku Ibrahim bin Mundhir menceritakan kepada kita Muhammad bin Fulih berkata: menceritakan kepadaku ayahku berkata: menceritakan kepadaku Hilal bin Ali dari Atha’ bin Yasar dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah SAW, bersabda : “Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya”. ( H.R. Bukhori )

Dengan demikian tersirat dengan jelas bahwa untuk menyandang

predikat sebagai seorang guru tidaklah mudah, sebab predikat seorang

18 Nana Syaodih S, Pengembangan Kurikulum ; Teori dan Praktik, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 191 19 Imam Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail Bin Ibrahim Ibn Al-Mughirah Bin

Bardzabahj Al-Bukhari Al-Ja’fi, Shahih Bukhari, jld. I, (Beirut-Libanon: Darul Fikr, 1994), hlm. 26.

Page 6: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

24

guru hanya dapat dimiliki oleh orang-orang yang benar-benar memiliki

wewenang secara mutlak. Kemutlakan tersebut ditandai dengan

keprofesionalan dengan ciri-ciri sebagaimana diatas, yang mana hal ini

terdapat kesesuaian dengan hadits Nabi SAW, bahwa setiap segala urusan

yang diserahkan pada orang yang tidak mampu secara maksimal,

diantaranya masalah pendidikan maka sudah secara otomatis tujuan

pendidikan tidak akan dapat tercapai, karena guru sebagai pembawa arah

pendidikan tidak mumpuni dalam mengantarkan murid menjadi insan

berkualitas baik bagi lingkungan sesamanya maupun dihadapan sang

khaliq.

2. Murid

Menurut Engr Sayyid Khaim Husayn Naqawi yang dikutip oleh

Abudin Nata, dalam buku Persspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru

Murid, menyebutkan bahwa kata murid berasal dari bahasa arab, yaitu: �

����� ���� ������ ������ artinya orang yang menginginkan (the willer).20

Menurut Abudin Nata kata murid diartikan sebagai orang yang

menghendaki untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, ketrampilan,

pengalaman dan kepribadian yang baik sebagai bekal hidupnya agar

bahagia dunia dan akhirat dengan jalan belajar sungguh-sungguh.

Disamping kata murid dijumpai istilah lain yang sering

digunakan dalam bahasa arab, yaitu tilmidz ” ����A “ yang berarti murid

atau pelajar, jamaknya “ talamidz “21 kata ini lebih merujuk pada murid

yang belajar di madrasah. Kata lain yang berkenaan dengan murid adalah

20 Abudin Nata, Op.Cit., hlm. 49 21 Mahmud Yunus, Kamus Arab –Indonesia, (Jakarta: Hida Karya agung,t.th), hlm. 79

Page 7: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

25

“ ���B:��C :�D “ yang artinya “pencari ilmu, pelajar, mahasiswa”22. Kata

inilah yang banyak dipakai oleh al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-

Muta’allim untuk memberi julukan kepada para murid, disamping kata “

���B0�� ”23 yang memiliki kemiripan dan kedekatan makna dengan kata “

thalib ”, yakni orang yang mencari ilmu pengetahuan.24

Mengacu dari beberapa istilah mengenai murid diatas, murid

diartikan sebagai orang yang berada dalam taraf pendidikan, yang dalam

berbagai literatur disebut sebagai anak didik. Dalam Undang-undang

Pendidikan No.2 Th. 1989 disebut peserta didik.25 Dalam hal ini siterdidik

dilihat sebagai seseorang (subjek didik), yang mana nilai kemanausiaan

sebagai individu, sebagai makhluk sosial yang mempunyai identitas

moral, harus dikembangkan untuk mencapai tingkatan optimal dan kriteria

kehidupan sebagai manusia warga negara yang diharapkan.

Secara teoritis subjek didik dilihat sebagai seseorang yang harus

mengembangkan diri, dan pada sisi lain ia memperoleh pengaruh, bantuan

yang memungkinkan ia sampai berdiri sendiri atau bertanggung jawab

sendiri.26

Sama halnya dengan teori barat, anak didik dalam pendidikan

Islam adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara

22 Ibid. hlm. 238 23 Lihat Kitab Ta’lim al-Muta’allim 24 Enger Sayyid dalam Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 49 25 Undang-Undang No.20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional,(Bandung:

Citra Umbara, 2003), hlm. 10 26 Piet A. Sahertian, Profil Pendidik Profesional, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), hlm.

6

Page 8: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

26

fisik maupun psikologis untuk mencapai tujuan pendidikannya melalui

lembaga pendidikan.27

Menurut H.M. Arifin, menyebut “ murid “ dengan manusia didik

sebagai makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan atau

pertumbuhan menurut fitrah masing-masing yang memerlukan bimbingan

dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal yakni

kemampuan fitrahnya.28

Akan tetapi dalam literatur lain lebih jelas ditegaskan bahwa anak

didik bukanlah hanya anak-anak yang sedang dalam pengasuhan dan

pengasihan orang tua, bukan pula anak yang dalam usia sekolah saja.

Pengertian ini berdasar atas tujuan pendidikan, yaitu manusia sempurna

secara utuh, yang untuk mencapainya manusia berusaha terus menerus

hingga akhir hayatnya.29

Dari berbagai pengertian diatas dapat penulis simpulkan

mengenai pengertian murid yaitu setiap orang yang memerlukan ilmu

pengetahuan yang membutuhkan bimbingan dan arahan untuk

mengembangkn potensi diri (fitrahnya) secara konsisten melalui proses

pendidikan dan pembelajaran, sehingga tercapai tujuan yang optimal

sebagai manusia dewasa yang bertanggung jawab dengan derajat

keluhuran yang mampu menjalankan fungsinya sebagai khalifah di bumi.

Masalah yang berhubungan dengan anak didik merupakan objek

yang penting dalam paedagogik. Begitu pentingnya faktor anak dalam

pendidikan, sampai-sampai ada aliran pendidikan yang menempatkan

anak sebagai pusat segala usaha pendidikan (aliran child centered). Untuk

27 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam ; Kajian Filosofis Dan

Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Tri Genda Karya, 1993), hlm. 177 28 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. IV, hlm. 144 29 Hery Nur Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1994), Cet.

II, hlm. 113

Page 9: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

27

itulah diperlukan sebuah upaya untuk memahami siapa peserta didik

(murid). anak didik memiliki sifat-sifat umum antara lain :

a. Anak bukanlah miniatur orang dewasa, sebagaimana statement J.J.

Rousseau, bahwa “anak bukan miniatur orang dewasa, tetapi anak

adalah anak dengan dunianya sendiri”

b. Peserta didik memiliki fase perkembangan tertentu, seperti pembagian

Ki Hadjar Dewantara (Wiraga, Wicipta, Wirama)

c. Murid memiliki pola perkembangan sendiri-sendiri

d. Peserta didik memiliki kebutuhan. Diantara kebutuhan tersebut adalah

sebagaimana dikemukakan oleh para ahli pendidikan seperti, L.J.

Cionbach, yakni afeksi, diterima orang tua, diterima kawan,

independence, harga diri. Sedangkan Maslow memaparkan : adanya

kebutuhan biologi, rasa aman, kasih sayamg, harga diri, realisasi.30

e. Perbedaan individual, yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial,

bakat dan lain sebagainya. Disamping itu perlu diperhatikan masalah

kualitas seorang pembelajar tidak diukur dengan membandingkannya

dengan pembelajar-pembelajar lainnya, karena secara aktual

diperhadapkan dengan dirinya yang potensial, sesederhana dan sesulit

itu.31

Sedangkan menurut para ahli psikologi kognitif memahami

anakdidik sebagai manusia yang mendayagunakan ranah kognitifnya

semenjak berfungsinya kapasitas motor dan sensorinya. Implikasi pokok

dari hasil riset kognitif menurut Bower sebagimana dikutip Daehler dan

Bukatco (1985) menyatakan bahwa manusia : “begins life as an

extremely competent social organism, an extremely competent learning

30 Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Cet. II (Surabaya: Aksara Baru, 1985), hlm.

79-82 31 Andreas Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar; Pemberdayaan Dan Transformasi

Organisasi Dan Masyarakat Lewat Proses Pembelajaran, (Jakarta: Kompas, 2001), Cet.V, hlm. 67-68

Page 10: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

28

orgnism, an extremely perceiving orgnism” (Bayi manusia memulai

kehidupannya sebagai organisme sosial atau makhluk hidup

bermasyarakat yang betul-betuk berkemampuan, sebagai makhluk hidup

yang betul-betul mampu belajar dan sebagai makhluk hidup yang mampu

memahami).32

Dalam Islam yang landasan filosofinya adalah Al-Qur’an,

memahami manusia dalam beberapa hal33 : Pertama, manusia adalah

makhluk yang termulia. Allah swt berfirman yang artinya: “ (Dia Allah)

yang maha pengasih, mengajar insan akan al-Qur’an. Ia mencipta insan

dan mengajarnya akan al-Bayan (daya untuk melukiskan akalnya dan

persannya)”.(Qs. Ar-Rahman;1-4)34 ilmu adalah kemulyaan manusia

sebagai sebuah potensi yang paling mulya yang dimiliki manusia. Kedua,

Manusia adalah hewan berfikir yang mampu menciptakan istilah dan

menanamkan sesuatu untuk dikenal, sebagaimana firman Allah yang

artinya : “ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama benda

seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu

berfirman: sebutkanlah pada-Ku nama-nama benda itu jika kamu

memang orang-orang yang benar”(Qs. Al-Baqoroh;31).35 Ketiga,

manusia memiliki tiga dimensi, yaitu badan, akal dan ruh sebagai dimensi

pokok dalam kepribadian. Aspek yang harus dioptimalkan oleh tiap

menusia. Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan carilah pada apa

yang dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan

janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi”

32 Dehler dan Bukatco dalam Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan

Baru, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000), cet. v, hlm. 67 33 Oumar Al-Toumi Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Cet. I (Jakarta: Bulan

Bintang; 1979), hlm. 102-140 34 R.H.A Sunarjo, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Semarang: PT. Kumudasmoro

Gravindo, 1994), hlm. 885 35 Ibid., hlm. 14

Page 11: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

29

(Qs. Al-Qashash:77).36 Keempat, manusia mempunyai motivasi dan

kebutuhan, perasaan kebapaan, kasih sayang dan rasa gundah. Firman

Allah yang artinya : “ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang

yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang

lemah, yang mereka kuatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab

itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka

mengucapkan perkataan yang benar” (Qs. An Nisa:9).37 Kelima, ada

perbedaan perseorangan diantara manusia. Firman Allah yang artinya :

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang

diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang

dikerjakannya” (Qs. Al-Baqarah : 286).38

B. Tugas dan Tanggung Jawab Guru

Guru merupakan orang yang diserahi tanggung� jawab sebagai

pendidik di� dalam lingkungan kedua setelah keluarga (sekolah).39 Karena

pada dasarnya tanggung� jawab pendidikan terhadap anak adalah sebagai

tanggung jawab orang tua (bapak/ibu) dalam sebuah lingkungan keluarga.

Tanggung�jawab ini bersifat kodrati, artinya bahwa orang tua adalah pendidik

pertama dan utama yang bertanggung�jawab terhadap perkembangan jasmani

maupun rohani anak didik. Disamping itu karena kepentingan orang tua

terhadap kemajuan dan perkembangan anaknya.40

Tanggung jawab utama orang tua terhadap anak didik tersebut

berdasar atas firman Allah SWT dalam Al- qur’an surat Al-Tahrim : 6

36 Ibid., hlm. 623 37 Ibid., hlm. 116 38 Ibid., hlm. 72 39 Ngalim Puirwanto, Ilmu Pendidikan Teoritik dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja

Rosda karya, 2000), Cet. XIII, hlm. 138 40 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 1994), Cet.II, hlm. 74

Page 12: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

30

���E��F1�G�HIG�J�G�K�F��G�HIF#HLG1K"��G-H���G-M�F6K��F�G$J�N:���FOP$K���F$� ……. �;�Q�R0:�����@�ST

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka …” ( Q.S. Al-Tahrim : 6 )

Seiring dengan perkembangan pengetahuan, ketrampilan, sikap serta

kebutuhan hidup yang semakin luas dan rumit, maka orang tua tidak mampu

melaksanakan tugas-tugas pendidikan terhadap anaknya. Sehingga di zaman

yang telah maju ini banyak tugas orang tua sebagai pendidik sebagian

diserahkan kepada guru disekolah.42 Secara tidak langsung guru sebagai

penerima amanat dari orang tua untuk mendidik anaknya. Sebagai pemegang

amanat guru bertanggung�jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya.

Firman Allah dalam Al-qur’an surat An Nisa’ ayat 58 :

�����G-M�HIGRFA�U�K"�JV �W�:��F�G�F�G�M0G�KIF���K8J�F���FOJ�G�XXK"�K5J��JY �6KZ���G�P[F\MA�U�XK"�G�H]M�M6UF$X�,��N�J�J�GFB:U��J����J2J�G�HIH/JBF$�K�_�JBJ1X�,��N�J������E�G�JF��EBG�J�F��K�K�]X�,��N�J��;�%�#�:������@Sa�

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada orang yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya padamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS. Al-Nisa’ : 58)

Sebagai pengemban amanat dari orang tua untuk mendidik anak,

maka menurut Abdullah Nasih Ulwan, guru bertugas untuk melaksanakan

pendidikan ilmiah, sebab ilmu mempunyai pengaruh yang besar terhadap

pembentukan kepribadian dan emansipasi harkat manusia.44 Akan tetapi di

zaman sekarang jabatan guru telah menjadi sumber mata pencaharian, yakni

41��R.H.A Soenarjo, Op.Cit., hlm. 951� 42 Ahmad Tafsir, Op. Cit., hlm. 75 43 R.H.A. Soenarjo, Op. Cit. hlm. 128�� 44 Abd. Nasih Ulwan, Pendidikamn Anak Dalam Islam, Cet. II, (Jakarta: Pustaka Amani,

1999), hlm. 301

Page 13: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

31

guru bukan hanya sebagai penerima amanat pendidikan, melainkan juga

orang yang menyediakan dirinya sebagai pendidik profesional.45

Sebagai pendidik profesional, guru memiliki banyak tugas baik terkait

oleh dinas maupun di� luar dinas dalam bentuk pengabdian. Apabila

dikelompokkan terdapat tiga jenis tugas guru, yaitu : tugas dalam bidang

profesi, tugas kemanusiaan dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.

Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih.

Mendidik berarti mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti

meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi,

sedangkan melatih berarti mengembangkan ketrampilan pada siswa.46

Tugas kemanusiaan salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak dapat

diabaikan, karena guru harus terlibat dengan kehidupan dimasyarakat dengan

interaksi sosial. Guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada

anak didik, sehingga anak didik memiliki sifat-sifat kesetiakawanan sosial.

Disamping itu guru harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua,

sebagai tugas yang diemban dari orang tua kandung (wali murid) dalam

waktu tertentu. Sehingga pemahaman terhadap jiwa dan watak anak didik

diperlukan agar dengan mudah dapat memahami jiwa dan watak anak didik.47

Dibidang kemasyarakatan merupakan tugas guru yang tidak kalah pula

pentingnya. Pada bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar

masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral pancasila.48

45 Hery Nur Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet.

II., hlm. 94 46 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,

2001), Cet. XIII., hlm. 6-7 47 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2000), hlm. 37 48 Ibid.

Page 14: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

32

Mencermati tiga tugas guru sebagai pendidik profesional diatas, dapat

dipahami bahwa tugas guru tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan

ruangan kelas saja, akan tetapi mencakup lingkup yang lebih luas lagi, yakni

guru juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.

Sedangkan menurut Ahmad D.Marimba, disamping guru memiliki

tugas untuk membimbing, mencari pengenalan terhadap anak didik melalui

pemahaman terhadap jiwa dan watak, guru juga mempunyai tugas lain yang

sangat urgen, yaitu :

1. Menciptakan situasi untuk pendidikan, yakni suatu keadaan

dimanatindaan-tindakan pendidikan dapat berlangsung baik dengan hasil

yang memuaskan

2. Memiliki pengetahuan yang diperlukan, terutama pengetahuan-

pengetahuan agama

3. Selalu meninjau diri sendiri, tidak malu apabila mendapat kecaman dari

murid. Sebab guru juga manusia biasa yang memiliki sifat-sifat yang

tidak sempurna

4. Mampu menjadi contoh dan teladan bagi murid sekaligus tempat

beridentifkasi (menyamakan diri).49

Guru terkait dengan tugas yang diembannya yang sangat banyak,

maka secara otomatis menuntut tanggung� jawab yang sangat tinggi, sebab

baik dan tidaknya mutu hasil pendidikan tergantung pada seberapa besar

pertanggung jawaban guru dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai

guru dan pendidik yang profesional.

Untuk melaksanakan tugas-tugas guru dengan penuh tanggung jawab,

menurut Wens Tanlain dan kawan-kawan (1989: 31) yang dikutip oleh

Syaiful Bahri, maka guru harus memiliki beberapa sifat antara lain :

49 Ah.D.Marimba, Op. Cit., hlm. 38-40

Page 15: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

33

a. Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan

b. Memikul tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira (tugas bukan

menjadi beban baginya)

c. Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan serta akibat-

akibat yang timbul (kata hati)

d. Menghargai oarang lain termasuk anak didik

e. Bijaksana dan hati-hati (tidak nekat, tidak sembrono, tidak singkat akal)

f. Taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.50

Sedangkan Athiyah Al-Abrasyi menyoroti sifat-sifat yang harus

dimiliki oleh seorang guru dalam pendidikan, menurut kaca mata Islam,

antara lain :

a. Bersifat Zuhud tidak mengutamakan materi dalam mengajar, karena

mencari keridloan Allah

b. Kebersihan guru, baik jasmani maupun rohani, seperti terhindar dari dosa

besar, tidak bersifat riya’ menghindari perselisihan dan lain-lain

c. Ikhlas dalam pekerjaan, seperti adanya kesesuaian antara kata dan

perbuatan serta menyadari kekurangan dirinya

d. Suka pemaaf, yakni sanggup menahan diri dari kemarahan, lapang hati,

sabar dan tidak pemarah karena hal-hal kecil, sehingga terpantul

kepribadian dan harga diri

e. Seorang guru merupakan seorang bapak, sebelum ia menjadi menjadi

seorang guru. Guru harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya

kepada anak-anaknya sendiri dan memikirkan keadaan murid-muridnya

seperti memikirkan keadaan anak-anaknya.

f. Harus mengetahui tabiat murid. Seorang guru harus mengatahui tabiat,

pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan pemikiran murid agar tidak salah

50 Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 36

Page 16: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

34

dalam mendidik murid, termasuk dalam pemberianmata pelajaran harus

sesuai dengan tingkat perkembangannya

g. Harus menguasai mata pelajaran. Seorang guru harus benar-benar

menguasai mata pelajaran yang diberikan kepada murid, serta

memperdalam pengetahuannya tentang ilmu itu, sehingga pelajaran yang

diajarkan tidak bersifat dangkal.51

Mencermati sifat-sifat sebagaimana tersebut diatas, memang sudah

seharusnya seoarang guru yang notabenenya sebagai pendidik dengan segala

tugas yang diembannya dalam menghantarkan anak didik untuk memiliki

pengetahuan, kepandaian, serta berbagai ilmu dalam rangka mengembangkan

diri secara optimal melalui bimbingan, arahan, serta didikan guru, sehingga

melalui itu semua dapat tercipta insan-insan didik yang berkualitas tidak

hanya dari segi ilmu pengetahuan saja, tapi juga dibarengi dengan

kepribadian dan keluhuran sifat.

Dengan demikian secara tidak langsung bahwa sifat-sifat sebagaimana

dikemukakan di atas, merupakan syarat mutlak yang harus ada dan dimiliki

oleh seorang guru, sebab tanggung�jawab tersebut tidak hanya dituntut secara

akademisi dan operasionalnya saja tapi juga tanggung jawab secara moral,

baik sesama manusia (anak didik khususnya) terlebih kepada Allah SWT.

C. Hak dan Kewajiban Murid

Sebagaimana guru yang memiliki tugas dan kewajiban, seorang murid

juga memiliki hak dan kewajiban (tugas–tugas) yang sangat penting dan

harus diperhatikan dalam pendidikan. Menurut Athiyah al-Abrasyi, bahwa

hak–hak murid yang paling utama adalah dimudahkannya jalan bagi

51 Moh. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1970, hlm. 137-139

Page 17: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

35

tercapainya ilmu pengetahuan kepada mereka serta adanya kesempatan

belajar tanpa membedakan kaya dan miskin. 52

Selanjutnya dipaparkan pula bahwa seorang pengembara Ibnu Jubair

telah melukiskan cara-cara yang memudahkan bagi siswa untuk belajar,

diantaranya sekolah-sekolah besar yang didirikan untuk tempat belajar, harta

wakaf yang diladangkan buat mereka dan buat guru-guru, atau wisma-wisma

yang didirikan buat menampung mereka, peralatan-peralatan yang disediakan

buat mereka serta banyak hal–hal lain yang dapat menjadi kebanggaan bagi

kaum muslimin. Dan siapa yang ingin kemenangan, hendaklah ia pergi ke

Arab Maghribi untuk belajar, maka akan mendapat banyak sokongan dan

bantuan, sebab kaum muslimin memandang para penuntut ilmu dengan

perasaan hormat dan pennghargaan, dikarenakan seorang siswa atau pelajar

berusaha memperoleh sesuatu yang amat tinggi dan berharga nilainya didunia

ini yaitu ilmu pengetahuan.53

Oleh karena itulah Islam selalu menghimbau kepada para pengikutnya

untuk berusaha keras dalam menuntut ilmu, kemudian mengajarkan dan

menyumbangkan ilmu yang telah didapat tersebut kepada segenab manusia.

Banyak sekali firman Allah dalam al-Quran yang memerintahkan untuk

menuntut ilmu dan mengajarkannya. Diantaranya adalah firman Allah dalam

surat Az- Zumar ayat: 9

�K�G-M�K�GBF$KZ�F�G$J�N:�F��K�G-M�K�GBF$�F�G$J�N:��<J-F0G#F$�UbF��UbH�;�6c:���������@dS

“Katakanlah Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”(QS. Az- Zumar: 9)

52 Ibid., hlm. 146 53 Ibid. 54 R.H.A. Soenarjo, Op. Cit., hlm. 747

Page 18: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

36

Pada ayat di atas, terlihat dengan jelas bahwa Allah SWT mengajak

manusia untuk menuntut ilmu sekaligus menerangkan betapa pentingnya

menuntut ilmu sebab ilmu-ilmu tersebut pada saatnya akan dapat

meninggikan harkat dan martabat manusia terutama bagi para penuntut ilmu

itu sendiri serta menjelaskan bagaimana kedudukan manusia yang berilmu,

baik dimata Allah SWT maupun dimata manusia itu sendiri dibandingkan

dengan manusia yang tidak berilmu. Barang siapa yang ingin menjadi orang

yang berilmu hendaknya berusaha memperhatikan, mengkaji dan menggali isi

al-Qur’an yang sarat dengan pedoman dan petunjuk bagaimana seharusnya

manusia menuntut ilmu. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian Islam

terhadap ilmu sangat besar.55�Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

�)�4��[-����� �������*�$���!"��'�e�f�!"��'�g �'7���'�96��"�-"��� ������+ �,���-���������.����hiG$J�KD�M2K:�M2j�:��KbWOF���E�U�J'�J2G�J��Mk J�F0U�F$��hi$G�JDX�l K�F��G�F6F�

��J�9W�FmU:��nK:J��;�<�6�A�?���@do�

“Menceritakan Mahmud bin Ghailan, menceritakan Abu Usamah A’mas dari Abi Shalih dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah SAW,bersabda: Dan barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan baginya untuk menuju surga.” (HR.Tirmidzi)

Nasih Ulwan juga menjelaskan dalam bukunya, bahwa seorang

cendikiawan mengatakan, “sesungguhnya negara Islam telah mendahului

seluruh dunia didalam menyeberkan pengajaran secara gratis bagi seluruh

warga negaranya, tanpa pandang bulu atau pilih kasih. Pintu-pintu sekolah

terbuka lebar bagi seluruh masyarakat dan bangsa di masjid-masjid, tempat-

tempat belajar, dan tempat–tempat umum disetiap negara yang telah

55 Abdur Rozak Husein, Hak Dan Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Fikahati

Aneska; 1992), hlm. 82 56 Abi Isa Muhammad bin Isa bin Surah, Al-Jami’us Shokhih Sunan Tirmidzi Juz V,

(Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1987), hlm 28

Page 19: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

37

memeluk Islam. Diantara pengajaran yang bebas itu adalah Al-Azhar Asy-

Syarif, Kulliyatul Darul Ulum dan seluruh perguruan–perguruan atau

sekolah-sekolah agama. Di sana para pelajar dan mahasiswa diberi bantuan

biaya untuk makan mereka seperti yang dilakukan secara merata oleh

beberapa negara diseluruh pelosok dunia.57

Pada dasarnya persamaan hak belajar bagi umat Islam dan manusia

secara keseluruhan merupakan suatu kewajiban, lantaran memang telah

diperintahkan oleh Allah SWT. Sehingga meluangkan waktu untuk belajar

bagi semua individu adalah mutlak (wajib), baik kecil maupun besar, lakip

laki atau wanita, kaya atau miskin, bodoh maupun pandai. Dan bagi

pemerintah wajib untuk menyediakan sarana dan prasarana belajar bagi

kepentingan ummat.58

Mengajar dan mendidik memang bukan hal yang mudah, sebab anak

didik yang diberi pengajaran dan pendidikan datang dari berbagai tingkatan

dan kelas dalam masyarakat yang berbeda–beda, baik secara ekonomi,

kecerdasan dasar maupun tingkat kemampuan penyerapan materi yang

diajarkan. Sehingga sebagai orang tua, guru pendidik maupun pihak-pihak

yang bertanggung�� jawab atas pendidikan anak, dituntut untuk menerima

dengan lapang dada. Lantaran mendidik dan mengajar merupakan kewajiban

mutlak dan perintah dari agama Islam yang lurus.59

Jadi jelaslah bahwa seorang murid memiliki hak–hak yang mutlak

untuk diterima dan dinikmati, sebab murid dipandang sebagai individu yang

memiliki derajat kemulyaan pula disamping seorang guru yang penuh

57 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, cet. II, (Jakarta: Pustaka

Amani; 1999), hlm. 314 58 Abdur Rozak Husein, Op. Cit., hlm. 90 59 Ibid., hlm. 91

Page 20: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

38

keikhlasan dan ketulusan hati meluangkan waktu dan tenaganya untuk

mencari ilmu sebagai bekal hidup didunia serta sebagai sarana untuk dekat

pada sang Khaliq-Nya, sehingga tercapai tujuannya di dunia dan akhirat.

Begitu tinggi Islam memperhatikan hak–hak seorang murid tanpa

membedakan status sosial dan asal mereka. Demikian pula seorang murid

diberi petunjuk terhadap kewajiban–kewajiban yang harus diperhatikan

sebagai rambu–rambu dan petunjuk yang harus diperhatikan supaya para

murid tidak salah jalan dalam menuntut ilmu serta dapat mencapai tujuan

yang akan ditempuh dengan baik.

Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang diusahakan

untuk menambah pengetahuan dan melangsungkan pendidikan.60 Untuk

mencapai keberhasilan pendidikan diperlukan kerjasama antara pendidik dan

peserta didik. Walau bagaimanapun pendidikan berusaha menanamkan

pengaruhnya kepada peserta didik, apabila tidak ada kesediaan dari peserta

didik sendiri untuk mencapai tujuan, maka pendidikan sulit dibayangkan

dapat berhasil. Sehingga hal ini mendapat perhatian besar dari para pemikir

pendidikan Islam.61

Terdapat banyak ulama’ pendidikan Islam, yang mengemukakan

pemikirannya tentang kewajiban murid. Kewajiban tersebut sangat signifikan,

yakni lebih berorientasi pada akhlak sebagai dasar kepribadian seorang

muslim, yang harus ditegakkan oleh murid. Karena dasar utama pendidikan

Islam adalah bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis yang sarat dengan nilai dan

etika. Diantara kewajiban–kewajiban tersebut adalah:

60 Tamyiz Burhanudin, Akhlaq Pesantren Pandangan K.H. Hasym Asy’ary, (Yogyakarta

: Ittaka Press; 2001), hlm. 72 61 Hery Nur Aly, Op. Cit., hlm. 129

Page 21: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

39

Menurut Asma Hasan Fahmi, bahwa murid memiliki beberapa

kewajiban terpenting, yaitu :

a. Seorang murid harus membersihkan hatinya dari kotoran sebelum

menuntut ilmu. Sebab belajar sama dengan ibadah dan tidak sah suatu

ibadah kecuali dengan hati yang bersih

b. Hendaklah tujuan belajar ditujukan untuk menghiasi ruh dengan sifat

keutamaan, mendekatkan diri dengan Tuhan dan bukan untuk mencari

kedudukan

c. Selalu tabah dan memiliki kemauan kuat dalam menuntut ilmu sekalipun

harus merantau pada tempat yang cukup jauh

d. Wajib menghormati guru dan bekerja untuk memperoleh kerelaan guru,

dengan berbagai macam cara.62

Al-Ghozali juga membahas mengenai kewajiban murid yang

dituangkan dalam karya monumentalnya kitab Al- Ihya’ Ulumuddin,

dijelaskan bahwa :

a. Mendahulukan kesucian jiwa dan menjauhkan diri dari akhlak tercela,

sebab batin yang tidak bersih tidak akan dapat menerima ilmu yang

bermanfaat dalam agama dan tidak akan disinaridengan ilmu

b. Mengurangi hubungan (keluarga) dan menjauhi kampung halamannya

sehingga hatinya hanya terikat pada ilmu

c. Tidak bersikap sombong terhadap ilmu dan menjauhi tindakan yang tidak

terpuji kepada guru

d. Menjaga diri dari perselisihan (pandangan–pandangan yang kontroversi),

khususnya bagi murid pemula, sebab hanya akan mendatangkan

kebingungann

62 Asma Hasan Fahmi, Sejarah Dan Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta; Bulan Bintang,

1979 ), hlm. 174-175

Page 22: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

40

e. Tidak mengambil ilmu terpuji, selain hingga mengetahuui hakikatnya.

Karena mencari dan memilih yang terpenting hanya dapat dilakukan

setelah mengetahui suatu perkara secara keseluruhan

f. Mencurahkan perhatian pada ilmu yang terpenting, yaitu ilmu akhirat,

sebab ilmu akhirat merupakan tujuan

g. Memiliki tujuan dalam belajar, yaitu untuk menghias batinnya dengan

sesuatu yang akan menghantarkannya kapada Allah SWT, bukan untuk

memperoleh kekuasaan, harta dan pangkat.63

Syaih Imam al-Zarnuji dalam risalahnya kitab Ta’lim al-Muta’allim,

menjelaskan tentang kewajiban yang harus diperhatikan seorang murid secara

khusus, yang berisi ketentuan normatif dan moral bagi seorang pelajar dalam

hubungannya dengan berbagai hal dalam upaya mencari ilmu, diantaranya :

a. Seorang murid wajib mendahulukan mencari ilmu-ilmu yang paling

penting yang digunakan sehari-hari (ilmu al-hal) yang berhubungan

dengan pekerjaan wajib dalam ibadah seperti sholat, puasa dan sebagainya

b. Murid wajib mempelajari ilmu yang berhubungan dengan pemeliharaan

hati, seperti bertawakkal, mendekatkan diri kepada Allah, memohon

ampunan-Nya, sebab semua itu diperlukan bagi tingkah laku kehidupan

sehari-hari dan bagi kemuliaan seorang alim.

c. Memelihara akhlak yang mulia, dan menjauhi diri dari akhlak yang buruk

seperti kikir, pengecut, sombong dan tergesa-gesa

d. Berniat menuntut ilmu, karena niat itu merupakan dasar bagi setiap amal

perbuatan

e. Berniat menuntut ilmu untuk mencari keridlaan Allah dan kebahagiaan

hidup diakhirat, menghilangkan kebodohan, menghidupkan agama Islam,

karena kelangsungan hidup agama hanya dengan ilmu.64

63 Al- Ghazali, Mukhatashar Ihya’ Ulumuddin, Cet. 1, (Beiruth.: Muasyasyah Al- kutub

Al-Tsaqafiyyah, 1410/1990), hlm. 32-35

Page 23: BAB II 3198178 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat

41

f. Sabar dan konsekwen dalam belajar pada guru yang telah dipilihnya, dan

tidak meninggalkan guru tersebut untuk beralih pada guru yang lain, sebab

akan menyakiti hati kedua guru tersebut.

g. Tidak meninggalkan kitab (buku) yang telah dipilihnya dalam keadaan

terbengkelai

h. Tidak menyibukkan diri dengan ilmu lain sebelum dapat menguasai ilmu

yang telah dipelajari pertama kali dengan baik

i. Tidak berpindah-pindah tempat dalam menuntut ilmu, karena hal itu akan

merusak keadaannya, dan membimbangkan hatinya, serta membuang-

buang waktu.65

j. Harus rajin belajar dan mengulanginya pada permulaan malam akhirnya,

karena waktu diantara isya’ dan sahur adalah waktu yang membawa

berkat.66

Pada dasarnya, petunjuk-petunjuk para pemikir pendidikan Islam

mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dipegang oleh seorang murid,

dapat dikelompokkan dalam petunjuk tentang bagaimana sifat ilmu yang

harus dipelajari oleh seorang murid, serta segala sesuatu yang berkaitan

dengan bagaimana menciptakan kondisi dan situasi yang baik dalam proses

belajar mengajar, yang berkisar pada kondisi batin yang senantiasa dibina dan

dihiasi oleh ibadah dan akhlak yang terpuji.

64 Abudin Nata, Op.Cit., hlm. 85-87 65 Ahmad Sjalaby, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang:; 1973), hlm. 312-

313 66 Asma Hasan Fahmi, Op.Cit., hlm. 176