BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya...

25
7 Universitas Kristen Petra BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory Agency theory menjadi pusat perhatian setelah Jensen dan Meckling (1976) mempublikasikan hasil penelitian mereka tentang teori perusahaan dilihat dari perilaku manajerial. Teori ini muncul karena adanya pemisahan antar pemilik perusahaan dan pengelola perusahaan, yang menjadikan kepemilikan perusahaan sangat menyebar (Jensen and Meckling, 1976; Shleifer and Vishny 1997). Agency theory merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara pihak principal dengan agent sebagai teori mendasar yang digunakan dalam praktik bisnis yang dipakai perusahaan. (Jensen and Meckling, 1976; Eisenhardt, 1989). Hubungan keagenan terjadi ketika adanya hubungan kerja antara satu atau lebih pihak investor (principal) yang memberi wewengang, dengan pihak yang menerima wewenang yaitu manajer (agent) untuk melakukan beberapa jasa, didalamnya termasuk mendelegasi otoritas decision making. (Altuner et al., 2015; Brigham dan Houston, 2006:26; Bonazzi & Islam, 2007).). Hubungan keagenan dapat menciptakan kondisi ketidak seimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent berada pada posisi memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal (An et al, 2011). Manajer sebagai agent memiliki kewajiban untuk memaksimalkan kesejahteraan dari pemilik perusahaan, selain itu manajer juga memiliki kepentingan untuk dapat memaksimalkan kesejahteraan sendiri. Adanya perbedaan kepentingan dan latar belakang antara principal dan agent serta adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan akan menimbulkan terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest). Perbedaan kepentingan antara principal dan agen yang menyebabkan timbulnya masalah keagenan ketika proporsi kepemilikan saham manajer atas saham perusahaan kurang dari 100%, (Jensen dan Meckling 1976; Shleifer and Vishny, 1997) dalam kondisi ini menjadikan pihak manajemen tidak lagi berupaya untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan melainkan berusaha untuk mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh pemegang saham,

Transcript of BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya...

Page 1: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

7 Universitas Kristen Petra

BAB II

2.1 LANDASAN TEORI

2.1.1 Agency Theory

Agency theory menjadi pusat perhatian setelah Jensen dan Meckling

(1976) mempublikasikan hasil penelitian mereka tentang teori perusahaan dilihat

dari perilaku manajerial. Teori ini muncul karena adanya pemisahan antar pemilik

perusahaan dan pengelola perusahaan, yang menjadikan kepemilikan perusahaan

sangat menyebar (Jensen and Meckling, 1976; Shleifer and Vishny 1997). Agency

theory merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara pihak

principal dengan agent sebagai teori mendasar yang digunakan dalam praktik

bisnis yang dipakai perusahaan. (Jensen and Meckling, 1976; Eisenhardt, 1989).

Hubungan keagenan terjadi ketika adanya hubungan kerja antara satu atau lebih

pihak investor (principal) yang memberi wewengang, dengan pihak yang

menerima wewenang yaitu manajer (agent) untuk melakukan beberapa jasa,

didalamnya termasuk mendelegasi otoritas decision making. (Altuner et al., 2015;

Brigham dan Houston, 2006:26; Bonazzi & Islam, 2007).).

Hubungan keagenan dapat menciptakan kondisi ketidak seimbangan

informasi (asymmetrical information) karena agent berada pada posisi memiliki

informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal

(An et al, 2011). Manajer sebagai agent memiliki kewajiban untuk

memaksimalkan kesejahteraan dari pemilik perusahaan, selain itu manajer juga

memiliki kepentingan untuk dapat memaksimalkan kesejahteraan sendiri. Adanya

perbedaan kepentingan dan latar belakang antara principal dan agent serta adanya

pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan akan menimbulkan

terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest).

Perbedaan kepentingan antara principal dan agen yang menyebabkan

timbulnya masalah keagenan ketika proporsi kepemilikan saham manajer atas

saham perusahaan kurang dari 100%, (Jensen dan Meckling 1976; Shleifer and

Vishny, 1997) dalam kondisi ini menjadikan pihak manajemen tidak lagi

berupaya untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan melainkan berusaha

untuk mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh pemegang saham,

Page 2: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

8 Universitas Kristen Petra

hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola

dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986).

Teori keagenan menyatakan bahwa dalam pengelolaan perusahaa selalu

ada konflik kepentingan antara manajer dan pemilik perusahaan, Manajer dan

bawahannya, Pemilik perusahaan dan kreditor, (Brigham dan Gapenski,1996).

Adanya resiko terjadinya konflik agensi menjadi alasan utama perusahaan

membutuhkan pengawasan dan pemriksaan aktivitas pihak-pihak tersebut yang di

nilai melalui kinerja keuangan pada laporan keuangan perusahaan. Corporate

governance merupakan mekanisme dalam melakukan pengawasan untuk

mengurangi terjadinya konflik kepentingan antara principal dan agent. Penerapan

corporate governance yang efektif dapat mengurangi agency cost dan masalah-

masalah yang timbul dari adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik

perusahaan, Jensen dan Meckling (1976).

Dalam upaya mengatasi masalah keagenan menimbulkan biaya keagenan

(agency cost) yang akan ditanggung principal dan agent (Jensen and Meckling,

1976). Biaya keagenan muncul ketika kepentingan manajer tidak sesuai dengan

kepentingan pemilik perusahaan dan berpengaruh terhadap tugas, kelalaian, serta

keputusan manajer berdasarkan kepentingan sendiri yang dapat mengurangi

kesejahteraan principal.

Menurt Jensen dan Meckling (1976), biaya keagenan (agency cost)

berdasarkan jenis biayanya dapat dikelompokkan menjadi tiga:

1. Biaya pengawasan (monitoring cost/ activities)

merupakan biaya yang ditanggung oleh principal untuk mengawasi perilaku agent

apakah agent telah bertindak sesuai kepentingan principal.

2. Biaya pengikatan (bounding cost)

merupakan biaya yang di tanggung oleh agent untuk menetapkan dan mematuhi

mekanisme yang menjamin agent akan bertindak sesuai dengan kepentinggan

principal.

3. Biayakerugian residual (residual loss)

merupakan pengorbanan yang berupa penurunan kemakmuran dan kesejahteraan

principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan antar agent dan principal.

Page 3: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

9 Universitas Kristen Petra

Untuk mengurangi timbulnya biaya keagenan (agency cost) dalam mengatasi

terjadinya masalah keagenan dapat dikurangi dengan beberapa cara antara lain

yaitu:

1. Kontrak yang efisien antara prinsipal dengan agen yang dapat menjelaskan

tugas manajer dalam mengelola dana investor dan tentang pembagian

return antara manajer dan investo secara spesifikasi.

2. Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan bahwa dengan

meningkatkan kepemilikan manajerial memiliki keuntungan untuk

menyejajarkan kepentingan manajer dan pemegang saham.

3. Jensen and Meckling (1976) mengungkapkan bahwa kepemilikan

institusional berpengaruh penting dalam meminimalisasi terjadinya konflik

keagenan yang terjadi diantara pemegang saham dengan manajer.

Pentingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha

pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor sehingga dapat

meminimalisir konflik agensi langsung antara manajemen dan investor,

sehingga manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan investor dan

mengurangi pengeluaran agency cost.

2.1.2 Resources Based Theory

Resources based theory (RBT) merupakan bentuk perkembangan

pemikiran dari teori manajemen strategi dan keunggulan kompetitif yang

membahas bagaimana suatu perusahaan dapat mengolah dan memanfaatkan

semua sumber daya yang dimilikinya untuk mencapai keunggulan. Resources

based theory meyakini bahwa perusahaan akan mencapai keunggulan apabila

perusahaan tersebut memiliki sumber daya yang unggul (Wernerfelt ,1984).

Dalam penelitian ini resources based theory menjelaskan perusahaan

dapat mencapai keunggulan kompetitif dan kinerja keuangan yang optimal dengan

cara memiliki, menguasai dan dapat memanfaatkan penggunaan semua aset

strategis penting yang dimiliki perusahaan yang meliputi aset berwujud ataupun

aset tidak berwujud, untuk mencapai keunggulan kompetitif dan kinerja keuangan

yang optimal. Belkaoui (2003) menyatakan strategi yang potensial untuk

meningkatkan kinerja perusahaan adalah dengan menyatukan aset berwujud dan

Page 4: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

10 Universitas Kristen Petra

aset tidak berwujud. Dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan

Resource-Based Theory yang meyakini bahwa pengelolaan dan pemanfaatan

penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat berpengaruh pada

peningkatan kinerja perusahaan.

2.2 Ownership structure

Perkembangan perekonomian modern , menjadikan kepemilikan

perusahaan sangat menyebar, sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan cara

mengelola perusahaan dengan memisahkan antar pemilik dan pengelola

perusahaan, hal ini sesuai dengan teori keagenan dimana pemilik perusahaan

(principal) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga ahli yaitu

manajer (agent). Kepemilikan perusahaan dihitung berdasarkan besarnya

persentase jumlah saham terhadap keseluruhan saham perusahaan.

Penelitian tentang ownership structure berawal dari hipotesis Berle dan

Means (1932) meneliti tentang struktur kepemilikan publik. Ownership structure

merupakan berbagai macam bentuk pola kepemilikan dalam perusahaan atau

besarnya jumlah presentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemegang

saham internal dan pemegang saham eksternal (Jensen dan Meckling, 1976).

Persentase kepemilikan ditentukan oleh besarnya persentase jumlah saham

terhadap keseluruhan saham perusahaan. Ownership structure dalam suatu

perusahaan mengimplikasikan penggunaan sumber daya secara efisien untuk

memaksimumkan keuntungan yang diperoleh, di mana kepemilikan yang tersebar

akan mengurangi insentif bagi manajer untuk memaksimumkankeuntungan.

Penerapan ownership structure berpengaruh terhadap kondisi kinerja

keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan dipengaruhi oleh beberapa

faktor, antara lain yaitu pemusatan kepemilikan, manipulasi laba, serta

pengungkapan laporan keuangan. Pemusatan kepemilikan berpengaruh positif

terhadap nilai perusahaan dengan meminimumkan agency cost, tetapi terdapat dua

masalah keagenan yang terjadi di dalam kepemilikan, yaitu masalah keagenan

antara manajemen dan pegang saham (Jehsen dan Meckling, 1976). Perbedaan

kepentingan antara pemilik perusahaan (pemilik saham mayoritas) dan manajer

pengelola yang menyebabkan timbulnya masalah keagenan. Adanya kemungkinan

Page 5: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

11 Universitas Kristen Petra

terjadinya masalah keagenan menjadikan ownership structure menjadi hal yang

penting untuk mengatasi conflict agency. Ownership structure sangat penting

dalam menentukan nilai perusahaan, dengan adanya penerapan ownership

structure yang baik akan menghasilkan kineja perusahaan yang optimal.

Ownership structure terbagi menjadi beberapa jenis. Menurut Jensen dan

Meckling (1976) ownership structure dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu

managerial ownership, institutional ownership, dan public ownership. Dalam

penelitian ini menggunakan institutional ownership, karena institutional

ownership merupakan mekanisme corporate governance utama dalam mengatasi

terjadinya conflict agency, (Jensen dan Meckling 1976).

2.2.1 Institutional Ownership

Institutional ownership merupakan kepemilikan saham oleh investor besar

yang bukan berasal dari kalangan manajerial yang mencerminkan proporsi

kepemilikan saham yang dimiliki oleh perusahaan seperti oleh pemerintah,

institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian

serta institusi lainnya pada akhir tahun. Jensen and Meckling (1976)

mengungkapkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh penting dalam

meminimalisasi terjadinya konflik keagenan yang terjadi diantara pemegang

saham dengan manajer.

Institutional ownership sangat penting bagi perusahaan khususnya

kemampuannya dalam mengawasi prilaku manajer dan mengendalikan pihak

manajemen melalui proses monitoring secara efektif . Keberadaaan investor

institusional dianggap mampu mengoptimalkan pengawasan kinerja manajemen

dengan memonitoring setiap keputusan yang diambil oleh pihak manajemen

selaku pengelola perusahaan. Dengan tingkat pengendalian yang tinggi terhadap

tindakan manajemen sehingga dapat meminimalisir resiko terjadinya kecurangan

untuk menjaga investasi mereka dalam perusahaan.

Pentingkat Institutional ownership yang tinggi akan menimbulkan usaha

pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat

menghindari prilaku oportunis yang dilakukan pihak manajer dan meminimalisir

konflik agensi langsung antara manajemen dan investor, sehingga manajer akan

Page 6: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

12 Universitas Kristen Petra

bertindak sesuai dengan keinginan investor dan mengurangi pengeluaran agency

cost ,serta menurunkan tingkat resiko terjadinya penggelapan yang dilakukan

pihak manajemen yang mengakibatkan penurunan pada kinerja dan nilai

perusahaan. Investor institusi dapat dibedakan menjadi dua yaitu investor aktif

dan investor pasif. Investor aktif ingin terlibat dalam pengambilan keputusan

manajerial, sedangkan investor pasif tidak terlalu ingin terlibat dalam

pengambilan keputusan manajerial.

Institutional ownership adalah kepemilikan saham oleh institusi yang

mencerminkan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak institusi

yang diukur sesuai dengan proporsi jumlah kepemilikan saham yang dimiliki oleh

saham yang dimiliki oleh pemilik institusi dan kepemilikan oleh blockholder.

𝐼𝑛𝑠𝑡𝑖𝑡𝑢𝑡𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑂𝑤𝑛𝑒𝑟𝑠ℎ𝑖𝑝 =Jumlah kepemilikan saham oleh institusional

Jumlah saham yang beredar×100% (2.1)

2.3 Intellectual capital

Dalam persaingan bisnis yang semakin ketat, organisasi harus

menggunakan semua sumber daya yang dimilikinya, baik yang berwujud ataupun

yang tidak berwujud untuk mendapatkan keuntungan kompetitif. Pentingnya

intellectual capital telah diakui sebagai faktor penentu sukses sebuah perusahaan,

bukan hanya untuk perusahaan yang berbasiskan tekhnologi, tetapi untuk seluruh

tipe organisasi (Lonnqvist dan Mettanen, 2002).

Intellectual capital atau modal Intelektual merupakan salah satu intangible

asset yang sangat penting bagi perusahaan. Intellectual capital seringkali menjadi

faktor utama perusahaan dalam memperoleh laba. Istilah Intellectual Capital

pertama kali dikemukakan oleh John Kenneth Galbraith pada tahun 1969. Bahwa

Intellectual capital memiliki arti lebih dari sekedar intellect as pure intellect

melainkan juga berhubungan dengan intellectual action. Sehingga Intellectual

capital merupakan intangible asset berupa proses perusahaan dalam memiliki

knowledge, dan skill yang digunakan untuk mengolah knowledge perusahaan.

Definisi Intellectual Capital yang ditemukan dalam beberapa literatur

telah berkembang cukup kompleks dan beragam. Stewart (1997) menyatakan

bahwa IC sebagai sumber intelektual berupa pengetahuan, informasi, kekayaan

intelektual, dan pengalaman yang secara bersamaan menjadi alat untuk

Page 7: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

13 Universitas Kristen Petra

menciptakan kekayaan dan kesejahteraan bagi perusahaan. Dari definisi tersebut

dapat disimpulkan bahwa intellectual capital merupakan sumber daya berupa

pengetahuan yang di miliki perusahaan untuk menghasilkan future economic

benefit bagi perusahaan. Sullivan (2000) mendefinisikan IC sebagai pengetahuan

yang dapat dikonversi menjadi keuntungan. Demikian pula, Brooking (1996, p.

12) mendefinisikan IC sebagai "Gabungan aset tidak berwujud dari pasar,

kekayaan intelektual, berpusat pada manusia dan infrastruktur yang

memungkinkan perusahaan untuk berfungsi". Dapat disimpulkan bahwa modal

intelektual (IC) merupakan intangible assets sebagai sumber daya berupa

pengetahuan.

Dengan demikian modal intelektual memberikan informasi mengenai nilai

intangible assets yang dapat mempengaruhi daya tahan dan memberikan

kontribusi pada keunggulan kompetitif perusahaan. Akuntansi tradisional yang

digunakan sebagai dasar pembuatan laporan keuangan dirasa gagal dalam

memberikan informasi mengenai IC. Keterbatasan informasi mengenai

sumberdaya manusia, inovasi, customers, dan teknologi yang dimiliki oleh

perusahaan yang tidak tersedia dalam laporan keuangan, karena adanya kesulitan

dalam identifikasi, dan pengukuran Hidalgo et al. (2011) .Sehingga menyebabkan

adanya perbedaan antara nilai pasar dan nilai buku perusahaan.

Semakin tingginya kesenjangan antara nilai pasar dan nilai buku dari

banyak perusahaan telah menarik perhatian banyak peneliti untuk meneliti nilai

yang tidak nampak dalam laporan keuangan (Chen, Cheng, Hwang, 2005).

Menurut banyaknya penelitian, IC dianggap sebagai nilai tersembunyi dalam

laporan keuangan yang menjadi sumber keunggulan kompetitif bagi perusahaan .

Keterbatasan laporan keuangan dalam menjelaskan nilai perusahaan inilah yang

mengungkapkan fakta bahwa sumber nilai ekonomi perusahaan adalah

penciptaanIC. Peran IC dalam mengatasi kesenjangan antara nilai buku dan pasar

serta sumber keunggulan kompetitif menjadikan perusahaan mulai tertarik

mengukur nilai yang diciptakan dari IC, dan berusaha untuk menemukan metode

yang tepat untuk megukur intangible assets yang dimiliki perusahaan.

Page 8: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

14 Universitas Kristen Petra

Metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan ke dalam

dua kategori (Tan et al., 2007), yaitu pengukuran non-moneter dan moneter .

Pengukuran intellectual capital berbasis non-moneter :

Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton, 1992), merupakan pengukuran

IC untuk memonitor kemajuan kapabilitas dan pertumbuhan pengakuisisan dilihat

dari Intangible asset perusahaan. BSC menerapkan misi dan strategi organisasi

kedalam sistem pengukuran kinerja komprehensif strategi dan sistem manajemen.

BSC tidak hanya menekankan pencapaian kinerja keuangan tetapi hubungan sebab

akibat kinerja non keuangan dan kinerja keuangan.

Technology Broker Method (Broking ,1996), melakukan survey untuk

menganalisis indikator IC dengan menggunakan 20 pertanyaan yang meliputi

human centered asset, infrastructure asset, intellectual property asset dan market

asset. Untuk menganalisis lebih dalam setiap bagian dianalisis melalui 158

pertanyaan tambahan dan jawaban dari pertanyaan menggunakan skala likert.

Skandia navigator (Edvinsson dan Malone, 1997), merupakan serangkaian

metode untuk mengukur Intangible asset yang terdiri dari suatu pandangan

menyeluruh dari pencapaian hasil dan prestasi. Skandia Navigator sangat

sederhana dan canggih. Lima fokus area atau perspektif tersebut, mencakup area

kepentingan yang berbeda-beda. Setiap area menggambarkan proses dari

penciptaan nilai.

Pengukuran intellectual capital berbasis moneter :

Economic value-added /EVA (Stewart, 1997) menyatakan bahwa bisnis

menciptakan nilai hanya ketika tingkat pengembalian melebihi biaya utang dan

modal ekuitas. Pengukuran dasar untuk mengukur penciptaan nilai adalah laba

ekonomis. Laba ekonomis diukur dengan mengurangkan net profit dengan

pengeluaran untuk biaya modal.

Market value-added (MVA), MVA dan EVA merupakan konsep laba

ekonomis yang dikembangkan diabad 19. Cara mengevaluasi MVA yaitu dengan

mempertimbangkan jumlah modal pertama yang diinvestasikan dan residual

income atau nilai tambah ekonomis yang diakumulasikan dari tahun ke tahun.

MVA merupakan perbedaan antara nilai pasar perusahaann dan modal dalam

bentuk pinjaman, laba ditahan dan agio saham (berg, 2007).

Page 9: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

15 Universitas Kristen Petra

Pada penelitian ini metode pengukuran IC yang digunakan adalah metode

VAIC™ yang di kembangkan oleh Pulic (1998,2000). Pulic mengusulkan

pengukuran secara tidak langsung terhadap IC dengan suatu ukuran untuk menilai

efisiensi dari value added sebagai hasil dari kemampuan intellectual capital

perusahaan. VAIC™ mengutamakan dua aspek penting yang tidak ada pada

metode pengukuran IC lainnya yaitu valuation dan value creation dari

perusahaan. Metode VAIC™ didesain untuk menyajikan informasi mengenai

value creation efficiency yang dilihat dari tangible asset maupun intangible asset

yang dimiliki perusahaan. IC diukur melalui VAIC™ yang terdiri dari tiga

komponen yaitu Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital Efficiency

(SCE), dan Capital Employed Efficiency (CEE). Semakin tinggi nilai VAIC™,

membuktikan bahwa perusahaan lebih efisien dalam mengelola sumber daya

untuk menciptakan nilai bagi perusahaan.

Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) yang merupakan

pendekatan yang memiliki mekanisme pengukuran IC yang sederhana dan

memiliki beberapa keuntungan seperti ketersediaan semua data yang diperlukan

untuk menghitung komponen VAIC™ dalam laporan keuangan perusahaan

(Nazari and Herremans, 2007). VAIC™ merupakan salah satu metode pengukuran

yang dianggap sebagai indikator yang paling objektif dan cocok untuk mengukur

kinerja intellectual capital (Chang and Hsieh, 2011). VAIC™ menunjukkan

bagaimana kedua sumber daya tersebut (physical capital dan intellectual

potential) telah secara efisien dimanfaatkan oleh perusahaan. VAIC™ merupakan

sistem pengukuran yang dapat memenuhi kebutuhan dasar ekonomi kontemporer

yang menunjukkan nilai sebenarnya dan kinerja suatu perusahaan. Penciptaan

value added pada perusahaan memungkinkan benchmarking dan dapat

memprediksi kemampuan perusahaan di masa depan. Hal ini berguna bagi semua

stakeholder yang terlibat di dalam value creation process dan dapat diterapkan

pada semua tingkat aktivitas bisnis (Pulic, 2000). Penelitian terdahulu yang

menggunakan metode VAIC™ sebagai metode pengukuran adalah Firer

&Williams (2003); Chen, Cheng, Hwang (2005); Maditinos et al. (2011). ;Tan et.

al. (2007).

Page 10: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

16 Universitas Kristen Petra

Pada umumnya, para peneliti mengklasifikasikan IC menjadi tiga

komponen penyusun yaitu:human capital (HC), structural capital (SC), dan

customer capital (CC)

Human capital meliputi pengetahuan individu dari suatu organisasi yang

berasal dari karyawan yang memiliki kompetensi, sikap, dan kecerdasan

intelektual. Kompetensi tersebut dapat meliputi pendidikan dan ketrampilan, dan

sikap dapat meliputi komponen perilaku dari karyawan, serta kecerdasan

intelektual yang menjadi sumber kekuatan intelektual bagi kemajuan perusahaan.

Human capital merupakan kombinasi dari pengetahuan, keahlian (skill),

kemampuan melakukan inovasi, dan kemampuan menyelesaikan tugas, meliputi

nilai perusahaan, kultur dan filsafatnya (Bontis, 2000). Chen et al. (2005) lebih

jauh menyatakan bahwa Human capital berhubungan dengan pengetahuan dan

keahlian yang ada dalam pikiran karyawan, dan apabila perusahaan tidak dapat

memanfaatkan karyawan tersebut, pengetahuan dan keahlian karyawan akan

terbuang sia-sia dan tidak dapat menghasilkan suatu nilai bagi perusahaan. Human

capital memberikan nilai tambah dalam perusahaan setiap hari, melalui motivasi,

komitmen, kompetensi serta efektivitas kerja tim. Nilai tambah yang dapat

diatribusikan oleh pegawai berupa pengembangan kompetensi yang dimiliki oleh

perusahaan, pemindahan pengetahuan dari pegawai ke perusahaan serta perubahan

budaya manajemen (Mayo, 2000).

Structural Capital merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam

memenuhi proses rutinitas perusahaan yang berkaitan dengan usaha karyawan

untuk menghasilkan kinerja intelektual perusahaan yang optimal serta kinerja

bisnis secara keseluruhan (Bontis, 2000). Structural capitaljuga disebut sebagai

organizational capital (Carson et al. 2004), dimana dianggap sebagai infrastruktur

yang supportive terhadap sumberdaya manusia (Benevene and Cortini, 2010).

Sehingga, structural capital merupakan organizational know-how yang berfokus

pada konvergensi human capital menjadi intellectual capital (Swart, 2006).

Seorang individu memiliki intelektualitas yang tinggi, tetapi jika perusahaan

memiliki sistem operasi dan prosedur yang buruk maka intellectual capital tidak

dapat mencapai kinerja secara optimal dan potensi yang ada tidak dapat

dimanfaatkan secara maksimal. Menurut Johnson (2002), dua komponen dari

Page 11: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

17 Universitas Kristen Petra

structural capital adalah inovasi (termasuk serangkaian pengetahuan yang

dikodifikasikan, seperti patent dan copyright) dan proses (kebanyakan terdiri atas

intangible assets atas pengetahuan, seperti rahasia perdagangan dan proses

teknologi suatu perusahaan). Tanpa adanya structural capital, intellectual capital

hanya akan menjadi human capital.

Customer capital atau yang dikenal dengan relational/social capital

merupakan komponen intellectual capital berupa knowledge yang memberikan

nilai nyata bagi perusahaan, menghasilkan hubungan yang harmonis dengan pihak

luar dari organisasi, yang berasal dari para pemasok berkualitas, pelanggan yang

loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan, serta hubungan perusahaan

dengan pemerintah maupun kerjasama mitra bisnis (Johnson, 2002; Roos et al.,

2001). Organisasi akan mendapat keuntungan pada saat membangun customer

capital seperti customer dan brand loyalty, customer satisfaction, market

imagedan goodwill, power to negotiate, strategic alliances, coalitions. Dengan

melakukan pengelolaan Intellectual Capital, perusahaan akan memiliki

keunggulan kompetitif sehingga dapat meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan

secara optimal.

2.3.1 Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™)

Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) merupakan metode yang

dikembangkan pertama kali oleh Pulic (1998), yang didesain untuk menyajikan

informasi mengenai value creation efficiency dari tangible asset dan intangible

asset yang dimiliki perusahaan. VAIC™ merupakan metode pengukuran IC secara

financial dan non-financial (Murale et al., 2010). Sehingga, metode VAIC™

terdiri atas physical, financial dan intellectual capital, alasan utama digunakannya

metode VAIC™ dalam penelitian ini adalah karena VAIC™ merupakan salah satu

metode pengukuran yang dianggap sebagai indikator yang paling objektif dan

cocok untuk mengukur kinerja intellectual capital dan memiliki beberapa

keuntungan seperti ketersediaan semua data pengukuran yang diperlukan didalam

laporan keuangan perusahaanyang telah diaudit sehingga data bersifat obyektif

dan dapat diandalkan, (Chang and Hsieh, 2011; Nazari and Herremans,

2007).VAIC™ merupakan alat manajemen pengendalian yang digunakan untuk

Page 12: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

18 Universitas Kristen Petra

memonitor dan mengukur efisiensi penciptaan nilai tambah (value added) yang

dihasilkan dari semua kontribusi masing-masing komponen dari intellectual

capital dan capital employed (baik secara fisik maupun keuangan), (Iazzolino and

Laise, 2013; Zéghal and Maaloul, 2010). Terdapat dua sumber daya utama dalam

menghasilkan value added creation bagi perusahaan, yaitu :

Beberapa langkah yang diperlukan dalam menghitung VAIC™ (Pulic,

1998; Pulic 2004), antara lain:

Value added (VA), merupakan Value added merupakan indikator paling

objektif untuk menilai keberhasilan dan menunjukkan kemampuan

perusahaan dalam penciptaan nilai (valuecreation) (Pulic, 1998). Value

added (VA) dihitung dari selisih antara output dan input.

Value added dapat dihitung dengan:

𝑉𝐴 = 𝑂𝑃 + 𝐻𝐶 + 𝐷 + 𝐴

Keterangan :

OP = operating

HC = total salary and wages

D = depreciation

A = amortization

Human Capital Efficiency (HCE), merupakan rasio dari value added (VA)

terhadap Human Capital (HC). Hubungan ini mengindikasikan

kemampuan perusahaan dalam mengelola modal manusia (pengetahuan)

untuk membuat nilai pada sebuah perusahaan. HCE dapat diartikan juga

sebagai kemampuan perusahaan menghasilkan nilai tambah untuk setiap

kontribusi rupiah yang dikeluarkan pada modal manusia. HCE

menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang

Capital Employed

Physical Capital Financial Capital

Intellectual

Capital

Human Capital Structural Capital

(2.2)

Page 13: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

19 Universitas Kristen Petra

dikeluarkan untuk tenaga kerja (Tan et al., 2007:79 ,Ulum

2008).Berdasarkan konsep RBT, agar dapat bersaing perusahaan

membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, dan dapat

mengelola sumber daya yang berkualitas tersebut dengan maksimal

sehingga dapat menciptakan nilai tambah dan keunggulan kompetitif

perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja keuangan

perusahaan.

𝐻𝐶𝐸 =𝑉𝐴

𝐻𝐶

Keterangan:

VA = value added

HC = total salary and wages

Structural Capital Efficiency (SCE), merupakan rasio Structural Capital

(SC) terhadap value added (VA) yangmenggambarkan seberapa banyak

VA yang dihasilkan dari kontribusi modal struktural (SC). Rasio ini

menunjukan kemampuan perusahaan menghasilkan nilai tambah (value

added) perusahaan dan merupakan indikasi seberapa besar kontribusi SC

dalam penciptaan nilai (Tan et al., 2007:80, Ulum, 2008). Structural

capital meliputi seluruh non-human storehouses of knowledge dalam

organisasi.

𝑆𝐶𝐸 =𝑆𝐶

𝑉𝐴

Keterangan:

SC = selisih VA dan HC

VA = value added

HC = Total salary and wages

Intellectual Capital Efficiency akan meningkat sejalan dengan peningkatan

atas human capital efficiency dan structural capital efficiency. Sehinga,

rumus intellectual capital efficiency adalah sebagai berikut :

ICE = 𝐻𝐶𝐸 + 𝑆𝐶𝐸

Keterangan:

ICE = intellectual capital efficiency

HCE = human capital efficiency

SCE = structural capital efficiency

(2.3)

(2.4)

(2.5)

Page 14: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

20 Universitas Kristen Petra

Capital Employed Efficiency (CEE), merupakan komponen financial dan

physical capital. Merupakan rasio perbandingan antara Value Added (VA)

terhadap Capital Employed (CE). CEE menggambarkan berapa banyak

nilai tambah perusahaan yang dihasilkan dari modal fisik yang digunakan.

Menurut asumsi Pulic, jika satu unit CE dalam suatu perusahaan

menghasilkan return yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan lain,

maka perusahaan tersebut dapat dikatakan telah memanfaatkan CE sebagai

bagian dari Intellectual Capital yang lebih baik. CEE menjadi indikator

dari kemampuan intelektual perusahaan untuk lebih memanfaatkan modal

fisik. (Tan et al., 2007:79, Ulum 2008).

𝐶𝐸𝐸 =𝑉𝐴

𝐶𝐸

Keterangan:

VA = Value added

CE = Book value of total debt + book value of total equity

Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™),dilihat dari tangible dan

intangible assets yang terdiri atas physical, financial dan intellectual

capital, Semakin tinggi nilai VAIC™, membuktikan bahwa perusahaan

lebih efisien dalam mengelola sumber daya untuk menciptakan nilai bagi

perusahaan.

𝑉𝐴𝐼𝐶™ = 𝐼𝐶𝐸 + 𝐶𝐸𝐸

Keterangan:

ICE = intellectual capital efficiency

CEE = Capital Employed Efficiency

Business Performance Indicator yang digunakan oleh Ulum (2008)

membagi modal intelektual dalam empat kategori yaitu:

a. Top performers – skor VAIC™ diatas 5

b. Good performers – skor VAIC™ antara 4 dan 5

c. Common performers – skor VAIC™ antara 2,5 dan 4

d. Bad performers – skor VAIC™ dibawah 2,5

(2.6)

(2.7)

Page 15: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

21 Universitas Kristen Petra

2.4Financial Performance

Financial performance adalah suatu analisis data dan bentuk pengendalian

perusahaan yang digunakan untuk melihat kinerja organisasi secara keseluruhan

untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan aturan-aturan

pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Kinerja perusahaan merupakan

suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis

dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik

buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja

pada periode tertentu yang menunjukan tingkat keberhasilan pelaksanaan

kegiatan.

Baik buruknya kondisi keuangan perusahaan dapat dilihat berdasarkan

laporan keuangan perusahaan tersebut. Laporan keuangan adalah laporan yang

menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang di gunakan sebagai alat

komunikasi yang berisikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja

keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan

ekonomi.

Financial performance merupakan salah satu faktor yang menunjukkan

efisiensi dan efektifitas perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan,

yang akan sulit tercapai bila perusahaan tersebut tidak bekerja secara efisien.

Efisiensi merupakan rasio antara pengakuan pendapatan dan pengeluaran biaya

menghasilkan laba yang optimal,Sedangkan efektifitas merupakan kondisi dimana

manajemen memiliki kemampuan dalam menentukan strategi yang tepat atau

suatu alat yang tepat untuk mencapai tujuan perusahaan.

Bagi investor, informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan dapat

digunakan sebagai dasar penentuan untuk melihat apakah perusahaan dapat

mempertahankan investasi mereka di perusahaan tersebut atau mencari alternatif

lain. Selain itu pengukuran juga dilakukan untuk memperlihatkan kepada

penanam modal maupun pelanggan atau masyarakat secara umum bahwa

perusahaan memiliki kreditibilitas yang baik.

Page 16: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

22 Universitas Kristen Petra

Tujuan Analisa Financial performance :

a. Mengetahui tingkat likuiditas.

Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi

kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih.

b. Mengetahui tingkat solvabilitas.

Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya

apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik jangka pendek maupun jangka

panjang.

c. Mengetahui tingkat rentabilitas.

Rentabilitas atau yang sering disebut dengan profitabilitas menunjukkan

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

d. Mengetahui tingkat stabilitas.

Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil,

yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk

membayar hutang-hutangnya serta membayar beban bunga atas hutang-hutangnya

tepat pada waktunya

2.4.1 Pengukuran Financial Performance

Pengukuran financial performance merupakan salah satu alternatif yang

dapat digunakan perusahaan dalam memperbaiki terjadinya penurunan pada

kinerja perusahaan. Pengukuran kinerja pada periode waktu tertentu untuk menilai

seberapa jauh perkembangan yang telah dicapai perusahaan dan menghasilkan

penilaian kinerja yang menjadi dasar didalam mengelola operasi perusahaan,

mengidentifikasi kebutuhan sumber daya, dan menghasilkan informasi yang

sangat bermanfaat untuk pengambilan keputusan dalam perusahaan.

Financial performance dapat diukur dengan beberapa metode analisis

yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu, berbasis akuntansi dan berbasis pasar.

Namun dalam penelitian ini pengukuran kinerja keuangan akan diukur

menggunakan pengukuran berbasis akuntansi yang difokuskan pada penggunaan

rasio keuangan, dengan tolok ukur yang antara lain yaitu: rasio profitabilitas, rasio

likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio pasar. Dalam penelitian ini tolok

Page 17: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

23 Universitas Kristen Petra

ukur yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan adalah rasio

profitabilitas.

Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk

meningkatkan laba perusahaan, profitabilitas diukur dengan membandingkan laba

yang diperoleh perusahaan dengan sejumlah perkiraan yang menjadi tolak ukur

keberhasilan perusahaan seperti aktiva perusahaan, penjualan dan investasi,

Gibson (2001:303). Profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan efisien

perusahaan dalam menggunakan asetnya dan seberapa efisien pula perusahaan

dalam menjalankan operasional perusahaan (Ross, Westerfield, and Stephen,

2005). Sehingga dapat diketahui efektivitas pengelolaan keuangan dan aktiva oleh

perusahaan. Pentingnya pengukuran profitabilitas untuk mengetahui kemampuan

perusahaan dalam memperoleh laba dengan menggunakan seluruh modal yang

dimiliki untuk memaksimalkan laba. Rasio profitabilitas menjadi alat ukur utama

untuk mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan dalam kegiatan investasi yang

umum digunakan oleh investor. Manfaat profitabilitas tidak hanya berguna bagi

pihak internal perusahaan saja, tetapi juga bagi pihak eksternal perusahaan, yang

memiliki hubungan dan kepentingan dalam perusahaan.

Dapat disimpulkan bahwa rasio profitabilitas bertujuan untuk mengukur

efisiensi aktivitas oprasional perusahaan dan kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan keuntungan atau profit dengan menggunakan seluruh aset yang

dimiliki perusahaan, serta bertujuan untuk mengukur seberapa besar kemampuan

manajemen didalam pengembalian investasi kepada pihak investor. Hasil

pengukuran profitabilitas akan mempengaruhi kebijakan para investor pada

investasi yang dilakukan. Tingkat profitabilitas yang tinggi akan menarik para

investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya. Sedangkan

bagi perusahaan itu sendiri profitabilitas dapat digunakan sebagai evaluasi atas

efektivitas dan efisiensi dalam menjalankan oprasional perusahaan.

Dalam penelitian ini menggunakan rasio keuangan untuk menilai baik

buruknya kondisi kinerja keuangan perusahaan dengan menggabungkan laporan

laba rugi dan neraca perusahaan, kedalam dua perhitungan tingkat profitabilitas

yang diukur berdasarkan pada Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE),

dan Tobin’s Q.

Page 18: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

24 Universitas Kristen Petra

2.4.1.1 Return on Assets (ROA)

Return on asset (ROA) merupakan rasio profitabilitas, yang digunakan

untuk mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba

dengan menggunakan seluruh aset yang dimiliki perusahaan. ROA mencerminkan

keuntungan dan efisiensi perusahaan dalam pemanfaatan total aset (Chen et al.,

2005). Semakin tinggi nilai ROA suatu perusahaan, menandakan tingginya

efisiensi perusahaan dalam menggunakan assetnya, baik tangible assets maupun

intangible asset yang dapat menghasilkan laba atau keuntungan bagi perusahaan.

Hal ini disebabkan karena ROA terdiri dari beberapa komponen yaitu

penjualan, asset yang digunakan, dan laba atas penjualan yang diperoleh

perusahaan. Hasil perbandingan nilai ROA selama beberapa periode berturut-turut

akan lebih akurat. Berdasarkan dari kecenderungan ROA ini dapat menjadi sumber

informasi atas perkembangan kenaikan ataupun penurunan dari efektivitas

operasional perusahaan.

Dalam penelitian ini ROA dipilih untuk mengukur tingkat profitabilitas

perusahaan karena ROA dapat mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan

dalam penggunaan dana yang digunakan dalam kegiatan operasional untuk

menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Rasio ini menghubungkan antara

manfaat dari operasional perusahaan dengan jumlah investasi atau aktiva yang

digunakan untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.

Untuk menghitung besaran Return on asset sebuah perusahaan penelitian

ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Brigham dan Ehrhardt (2005)

dengan rumus sebagai berikut :

𝑅𝑂𝐴 =𝑁𝑒𝑡𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡𝐴𝑓𝑡𝑒𝑟𝑇𝑎𝑥

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

Keterangan:

ROA = Return on asset

Net Profit After Tax = jumlah laba bersih setelah pajak.

Total asset = jumlah total aktiva.

2.4.1.2 Return on Equity (ROE)

Return on Equity (ROE) merupakan rasio profitabilitas yang digunakan

untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan

(2.8)

Page 19: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

25 Universitas Kristen Petra

pada modal saham yang dimiliki perusahaan Brigham dan Ehrhardt (2005).

Return on Equity (ROE) menunjukan tingkat keuntungan investasi para pemegang

saham dan efisiensi penggunaan modal sendiri. ROE merupakan indikator penting

dari shareholders value cration, artinya semakin tinggi rasio ROE , semakin tinggi

pula nilai perusahaan, hal ini tentunya merupakan daya tarik bagi investor untuk

menanamkan modalnya diperusahaan tersebut. Semakin tingginya nilai ROE

suatu perusahaan mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

keuntungan yang tinggi bagi pemegang saham dan mencerminkan kemampuan

pertumbuhan dan perkembangan perusahaan di masa mendatang.

Salah satu alasan utama perusahaan beroperasi adalah menghasilkan

keuntungan investasi bagi para pemegang saham, ukuran yang digunakan dalam

pencapaian alasan ini ditentukan pada tinggi rendahnya nilai ROE pada

perusahaan. Sehingga dengan nilai ROE yang tinggi mencerminkan perusahaan

memiliki kinerja keuangan yang baik, yang menjadi daya tarik bagi investor untuk

menanamkan modal begitu juga sebaliknya apabilanilai ROE suatu perusahaan

rendah mencerminkan buruknya kinerja keuangan perusahaan, sehingga investor

kurang tertarik untuk menanamkan modal pada perusahaan.

Untuk menghitung besaran Return on Equity sebuah perusahaan penelitian

ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Brigham dan Ehrhardt (2005)

dengan rumus sebagai berikut :

𝑅𝑂𝐸 =𝑁𝑒𝑡𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡𝐴𝑓𝑡𝑒𝑟𝑇𝑎𝑥

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

Keterangan:

ROE = Return on Equity

Net Profit After Tax = jumlah laba bersih setelah pajak.

Total asset = jumlah total ekuitas.

2.4.1.3 Tobin’s Q

Tobin’s Q merupakan ukuran penilaian yang paling banyak digunakan

dalam data keuangan perusahaan. Rasio ini pertama kali dikembangkan oleh

pemenang hadiah nobel ekonomi, yaitu Profesor James Tobin (1967) dengan

membuat hipotesis bahwa keseluruhan nilai pasar perusahaan pada harga pasar

saham akan serupa dengan biaya penempatan aset tersebut. Bontis (1998)

(2.9)

Page 20: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

26 Universitas Kristen Petra

mendefinisikan tobin’s q sebagai rasio yang mengukur hubungan antara nilai

pasar perusahaan dan nilai penggantinya. McConnell et al., (1990) dalam

penelitiannya menggunakan Tobin’s Q sebagai pengukuran kinerja perusahaan

karena Tobin’s Q dapat memberikan informasi mengenai nilai pasar perusahaan,

yang mencerminkan keuntungan masa depan perusahaan seperti laba saat ini.

Semakin tinggi nilai rasio Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan

memiliki peluang peningkatan pertumbuhan yang baik dan memiliki intangible

asset yang semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin besarnya nilai pasar

aset perusahaan, maka semakin besar juga kerelaan investor untuk mengeluarkan

pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut. Brealey dan Myers

(2000) menyebutkan bahwa perusahaan dengan nilai Tobin’s Q yang tinggi

biasanya memiliki brand image perusahaan yang sangat kuat, sedangkan

perusahaan yang memiliki nilai Tobin’s Q yang rendah umumnya berada pada

industri yang sangat kompetitif.

Untuk menghitung besarnya nilai Tobin’s Q, dengan rumus sebagai berikut :

𝑇𝑄 =𝑀𝑉𝐸 + 𝐵𝑉𝐷

𝐵𝑉𝐸 + 𝐵𝑉𝐷

Keterangan:

TQ = Tobin’s Q

MVE = Market Value Equity (Outstanding Shares × Stock Price)

BVD = Nilai buku dari total hutang (Book value of total debt)

BVE = Nilai buku dari ekuitas (Book Value Equity)

2.5 Kajian Penelitian Terdahulu

Konflik keagenan ditentukan berdasarkan pada ownership structure, yaitu

apakah konflik yang dominan terjadi antara manajer dengan pemegangsaham atau

antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas. Pemusatan

kepemilikan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dengan

meminimumkan biaya keagenan, tetapi terdapat dua masalah keagenan yang

terjadi di dalam kepemilikan, yaitu masalah keagenan antara manajemen dan

pegang saham (Jehsen dan Meckling, 1976).

(2.10)

Page 21: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

27 Universitas Kristen Petra

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa institutional ownership

yang lebih besar akan menurunkan biaya keagenan. Pernyataan dari Jensen dan

Mackling (1976) bertentangan dengan pernyataan Shleifer dan Vishny (1997)

yang menyatakan bahwa kepemilikan yang sangat tinggi menyebabkan terjadinya

pembentengan (entrenchment), yaitu tindakan yang bertujuan untuk

mengamankan kepentingan pemegang saham mayoritas.

Lee et al. (1992: 61) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan pendapat

mengenai institutional ownership. Pendapat pertama mengungkapkan bahwa

institutional ownership merupakan pemilik sementara yang hanya mengutamakan

pada peningkatan laba sekarang (current earnings). Pendapat kedua

mengungkapkan bahwa institutional ownership merupakan investor yang

berpengalaman (sophisticated). Menurut pendapat ini, investor lebih

mengutamakan pada peningkatan laba masa datang (future earnings).

Pulic (2000) telah mengembangkan metode Value Added Intellectual

Coefficient (VAIC™) yang didesain untuk menyajikan informasi mengenai value

creation efficiency dari tangible asset dan intangible asset yang dimiliki

perusahaan.VAIC™ adalah salah satu metode pengukuran yang dianggap sebagai

indikator yang paling objektif dan cocok untuk mengukur kinerja intellectual

capital. Komponen utama dari VAIC™ yang dikembangkan Pulic dilihat dari

sumber daya perusahaan yaitu human capital efficiency, structural capital

efficiency dan capital employed efficiency. Semakin tinggi nilai VAIC™,

membuktikan bahwa perusahaan lebih efisien dalam mengelola sumber daya.

Firer dan Williams (2003) menggunakan metode pengukuran Value Added

Intellectual Coefficient untuk meneliti adanya hubungan antara intellectual capital

dengan kinerja keuangan pada 75 perusahaan publik di Afrika Selatan. Firer dan

Williams (2003) menggunakan tiga kriteria kinerja perusahaan yaitu rasio

profitabilitas (ROA), rasio produktifitas (ATO), dan nilai pasar yang diproksikan

oleh market to book value ratio (MB). Hasilnya menunjukkan bahwa physical

capital merupakan faktor yang paling signifikan berpengaruh terhadap kinerja

perusahaan di Afrika Selatan.

Chen et al., (2005) juga menggunakan metode pengukuran Pulic untuk

menguji hubungan antara Intellectual capital dengan nilai pasar dan kinerja

Page 22: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

28 Universitas Kristen Petra

keuangan perusahaan yang merupakan perkembangan penelitian Firer dan

Williams (2003) dengan menggunakan sampel 4.254 perusahaan publik di Taiwan

Stock Exchange. Penelitian ini menggunakan variabel market to book value ratio

(MB) dan kinerja keuangan yang diproksikan oleh return on equity (ROE), return

on asset (ROA), pertumbuhan pendapatan (GR), employee performance (EP),

serta menambahkan variabel R&D (research and development) sebagai instrument

penguat VAIC™. Chen et al (2005) menghubungkan intellectual capital dengan

nilai pasar dan kinerja perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa intellectual

capital memiliki hubungan positif dengan nilai pasar, dan R&D berpengaruh

terhadap kinerja perusahaa.

Tan et al. (2007) melakukan pengujian terhadap pengaruh intellectual

capital terhadap financial return dalam 150 perusahaan yang terdaftar di bursa

efek Singapore dengan metode Partial Least Square (PLS). Tan et al. (2007)

menggunakan return on equity (ROE), earning per share (EPS), dan annual stock

return (ASR) sebagai ukuran kinerja keuangan perusahaan. Hasilnya konsisten

dengan penelitian Chen et al (2005) bahwa intellectual capital berpengaruh positif

terhadap kinerja perusahaan, baik masa kini maupun masa mendatang; rata-rata

pertumbuhan intellectual capital berhubungan positif dengan kinerja perusahaan

di masa mendatang; dan kontribusi intellectual capital terhadap kinerja perusahaan

berbeda berdasarkan jenis industrinya.

Hussain (2006) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap financial

performance pada perusahaan industri di Bangladesh yang menyatakan bahwa

terdapat pengaruh negative antara intellectual capital terhadap financial

performance. Hal ini kemungkinan disebabkan stock market Bangladesh yang

bukan merupakan pasar yang efisien. Harga saham di bursa tersebut cenderung

overvalued karena pelaku pasar disana melakukan perdagangan tanpa melakukan

analisa dan lebih banyak melibatkan unsur spekulasi, gossip, manipulasi internal

price.

Page 23: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

29 Universitas Kristen Petra

2.6 Hipotesis

2.6.1 Pengaruh Institutional Ownership Terhadap Intellectual Capital

(VAIC™).

Institutional Ownership sangat penting bagi perusahaan khususnya

kemampuannya dalam mengawasi prilaku manajer dan mengendalikan pihak

manajemen melalui proses monitoring secara efektif . Penelitian Terdahulu yang

berkaitan dengan pengaruh institutional ownership dengan intellectual capital

telah banyak dilakukan dan hasilnya berbeda-beda.

Peneliti yang sebelumnya pernah meneliti pengaruh institutional

ownership dengan intellectual capital adalah Purnomosidhi (2005) Machmud &

Djakman (2008) dan Hapsoro (2008) yang mengungkapkan bahwa rendahnya

institutional ownership dalam suatu perusahaan menjadikan pihak manajer tidak

termotivasi untuk meningkatkan intellectual capital. Meythi (2005), menemukan

adanya hubungan positif antara Institutional Ownership dan Intellectual Capital

Performance. Semakin tinggi jumlah institutional ownership akan menimbulkan

adanya usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional

sehingga dapat meminimalisir resiko terjadinya kecurangan, yang bertujuan

untuk menjaga investasi dari adanya prilaku oportunis pihak manajer. Sehingga

manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan investor salah satunya dengan

menggunakan kebijakan pengelolaan intellectual capita untuk meningkatkan

insentif jangka panjang bagi perusahaan. Dengan adanya dukungan penuh dan

proses monitoring yang efektif dari pemegang saham institusional maka efisiensi

pengelolaan dan pemanfaatan intellectual capital akan semakin meningkat.

Hal ini sesuai dengan penelitian dari Lee et al. (1992: 61) mengungkapkan

bahwa institutional ownership merupakan investor yang berpengalaman

(sophisticated). Menurut pendapat ini, investor lebih mengutamakan pada

peningkatan laba masa datang (future earnings) melalui penetapkan kebijakan

peningkatan pengelolaan intellectual capita dalam perusahaan.

H1 : Institutional Ownership berpengaruh positif terhadap Intellectual Capital

yang diproksikan dengan VAIC™.

Page 24: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

30 Universitas Kristen Petra

2.6.2 Pengaruh Institutional Ownership Terhadap Financial Performance.

Institutional ownership sangat penting bagi perusahaan khususnya

kemampuannya dalam mengoptimalkan pengawasan prilaku manajer dan

mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif

(Jensen dan Meckling 1976; Smith 1996; Cruthley dan Hansen, 1989). Pentingkat

institutional ownership akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar

oleh pihak investor institusional, sehingga dapat menghindari adanya prilaku

oportunis yang dilakukan pihak manajer dan meminimalisir terjadinya konflik

agensi langsung antara manajemen dan investor. Sehingga manajer akan bertindak

sesuai dengan keinginan investor dan dapat mengurangi pengeluaran agency cost

,serta menurunkan tingkat resiko terjadinya penggelapan yang dilakukan pihak

manajemen yang berdampak pada peningkatan financial performance.

Shiller dan Pound (1989), mengungkapkan bahwa institutional ownership

melakukan pertimbangan mendalam dalam analisis investasi yang didukung

dengan besarnya akses atas informasi. Hal ini didukung oleh penelitian yang

dilakukan Barnae dan Rubin, 2005; Bhattacharya dan Graham, 2007; Bathala et

al., 1994; Jensen dan Meckling , 1976 Shleifer dan Vishny,1986 yang

menemukan adanya hubungan positif antara Institutional Ownership dan

Financial Performance.

Berbeda dengan hasil penelitian Lee et al. (1992: 61) mengungkapkan

bahwa institutional ownership merupakan pemilik sementara yang hanya

mengutamakan pada peningkatan laba sekarang (current earnings). Apabila

terjadi perubahan pada laba sekarang yang akan berdampak pada kerugian bagi

investor, maka investor secara tiba-tiba dapat melikuidasi sahamnya.

Pelikuidasian saham Investor institusional secara tiba-tiba dalam jumlah besar

akan berdampak pada penurunan tingkat financial peformance perusahaan.

Sehingga tingginya jumlah institutional ownership dalam suatu perusahaan,

menjadikan investor institusional memegang kendali atas pengambilan keputusan

perusahaan yang cenderung mengarah pada kepentingan pribadi yang

mengakibatkan penurunan tingkat financial peformance perusahaan.

H2 : Institutional Ownership berpengaruh terhadap Financial Performance.

Page 25: BAB II 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Agency Theory · hal ini merupakan bentuk konsekuensi adanya pemisahan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan, (Jensen, 1986). Teori keagenan

31 Universitas Kristen Petra

2.6.5 Pengaruh intellectual Capital terhadap Financial Performance.

Resources based theory menjelaskan perusahaan dapat mencapai

keunggulan kompetitif dan kinerja keuangan yang optimal dengan memanfaatkan

semua aset strategis penting yang dimiliki perusahaan, yang meliputi aset

berwujud ataupun aset tidak berwujud, untuk mencapai keunggulan kompetitif

dan financial performance. yang optimal dan berdampak pada semakin tingginya

tingkat investasi para investor (stakeholder).

Pada penelitian ini intellectual capital di proksikan pada Value Added

Intellectual Coefficient (VAIC™). VAIC™ adalah salah satu metode pengukuran

yang dianggap sebagai indikator yang paling objektif dan cocok untuk mengukur

kinerja intellectual capital. VAIC™ merupakan alat manajemen pengendalian

digunakan untuk memonitor dan mengukur efisiensi penciptaan value added

terhadap komponen intellectual capital perusahaan.VAIC™ yang dikembangkan

Pulic terdiri dari tiga komponen utama berdasarkan sumber daya perusahaan yaitu

physical capital (CEE),human capital (HCE), dan structural capital (SCE).

Penelitian Terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh intellectual capital

dengan financial performance telah banyak dilakukan dan hasilnya berbeda-beda.

Firer dan Williams (2003) menyatakan bahwa physical capital merupakan faktor

yang paling signifikan berpengaruh terhadap financial performance di Afrika

Selatan. Chen etal., (2005) menyatakan bahwa intellectual capital (VAIC™)

berpengaruh secara positif terhadap market value dan financial performance. Tan

et al. (2007) menyatakan bahwa intellectual capital (VAIC™) berpengaruh secara

positif terhadap financial performance, baik masa kini maupun masa mendatang.

Hasil ini berbeda dengan penelitian Hussain (2006), menyatakan bahwa

intellectual capital berpengaruh secara negatif terhadap financial performance.

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Noguira (2010), dengan menggunakan

sampel perusahaan di Brasil. Hasil penelitian menunjukan bahwa intellectual

capital (VAIC™) berpengaruh secara negatif terhadap financial performance pada

perusahaan di Brasil.

H3: Intellectual Capital yang diproksikan dengan VAIC™ berpengaruh terhadap

Financial Performance.