BAB I.doc

10
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sering kita mendengar kata yang satu ini, yaitu “KORUPSI”, korupsi ada disekeliling kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi bisa terjadi dirumah, sekolah, dikampus, masyarakat, maupun diintansi tertinggi dan dalam pemerintahan. Mereka yang melakukan korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Hal ini sangat menghawatirkan, sebab bagaimana pun apabila suatu organisasi dibangun dari korupsi akan dapat merusaknya, bahkan pada sebuah negarun akan hancur jika tetap membudayakan korupsi. Karena dewasa ini korupsi saat ini sudah mulai menjadi budaya dan hampir di semua lapisan masyarakat ada yang melakukan korupsi baik dalam skala kecil maupun besar. Bahayangkan saja bahkan kadang-kadang seorang RT-pun masih bisa melakukan tindak korupsi. Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah merasakan dampak dari tindakan korupsi, terus berupaya secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek hukum, yang sampai saat ini telah memiliki banyak sekali rambu-rambu berupa peraturan - peraturan, pemerintah juga telah membuat lembaga-lembaga, badan-badan, atau komisi-komisi yang aksinya terkait dengan usaha-usaha pemeberantasan korupsi. Lembaga, badan, atau komisi tersebut antara lain, BPK, KPK, Timtastipikor, bahkan juga Kejaksaan Agung, yang dalam menjalankan tugasnya semuanya saling terkait dan saling mendukung dalam sebuah sistem yang dibentuk oleh pemerintah. Namun, dalam makalah ini saya hanya akan membahas tentang Hubungan antara Lembaga Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi saja, yang mana untuk BPK merupakan lembaga negara tertua yang bertugas menanggulangi dan memberantas terjadinya tindak pidana korupsi. Bahkan rumusan tentang Badan Pemeriksa Keuangan ini telah ada sejak negara kesatuan Republik Indonesia berdiri dan dimuat dalam Undang-undang dasar 1945. Dan tak kalah pentingnya peran serta KPK sebagai sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong

Transcript of BAB I.doc

Page 1: BAB I.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Sering kita mendengar kata yang satu ini, yaitu “KORUPSI”, korupsi ada disekeliling kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi bisa terjadi dirumah, sekolah, dikampus, masyarakat, maupun diintansi tertinggi dan dalam pemerintahan. Mereka yang melakukan korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Hal ini sangat menghawatirkan, sebab bagaimana pun apabila suatu organisasi dibangun dari korupsi akan dapat merusaknya, bahkan pada sebuah negarun akan hancur jika tetap membudayakan korupsi. Karena dewasa ini korupsi saat ini sudah mulai menjadi budaya dan hampir di semua lapisan masyarakat ada yang melakukan korupsi baik dalam skala kecil maupun besar. Bahayangkan saja bahkan kadang-kadang seorang RT-pun masih bisa melakukan tindak korupsi.

Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah merasakan dampak dari tindakan korupsi, terus berupaya secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek hukum, yang sampai saat ini telah memiliki banyak sekali rambu-rambu berupa peraturan - peraturan, pemerintah juga telah membuat lembaga-lembaga, badan-badan, atau komisi-komisi yang aksinya terkait dengan usaha-usaha pemeberantasan korupsi. Lembaga, badan, atau komisi tersebut antara lain, BPK, KPK, Timtastipikor, bahkan juga Kejaksaan Agung, yang dalam menjalankan tugasnya semuanya saling terkait dan saling mendukung dalam sebuah sistem yang dibentuk oleh pemerintah. Namun, dalam makalah ini saya hanya akan membahas tentang Hubungan antara Lembaga Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi saja, yang mana untuk BPK merupakan lembaga negara tertua yang bertugas menanggulangi dan memberantas terjadinya tindak pidana korupsi. Bahkan rumusan tentang Badan Pemeriksa Keuangan ini telah ada sejak negara kesatuan Republik Indonesia berdiri dan dimuat dalam Undang-undang dasar 1945. Dan tak kalah pentingnya peran serta KPK sebagai sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya.

1.2  Rumusan Masalah

Oke, Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat diberikan rumusan masalah sebagai

berikut :

1.      Apa Definisi lengkap dari BPK dan KPK ?

2.      Bagaimana Sejarah awal tentang BPK Dan terbentuknya KPK ?

3.      Apa Fungsi dan Wewenang dari KPK itu sendiri (sebelum dan sesudah diamandemen) ?

4.      Apa saja Tugas,Wewenang dan Kewajiban serta Tanggung Jawab dari KPK itu sendiri ?

5.      Bagaimanakah Hubungan Antara BPK dengan KPK ?

6.      Bagaimana Kerjasama BPK dan KPK dalam Dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi ?

Page 2: BAB I.doc

BAB II

KAJIAN TEORI

2.2 Definisi Badan Pemeriksa Keuangan

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (disingkat BPK RI) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden. Anggota BPK sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung .

2.3 Definisi Komisi Pemberantasan Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK) adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.

2.3 Sejarah Awal dan Dibentukanya Badan Pemeriksa Keuangan Diindonesia

Cikal bakal ide pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan berasal dari Raad van Rekenkamer pada zaman Hindia Belanda. Beberapa Negara lain juga mengadakan lembaga yang semacam ini untuk menjalankan fungsi-fungsi pemeriksaan atau sebagai external auditor terhadap kinerja keuangan pemerintah. Misalnya, di RRC juga terdapat lembaga konstitusional yang disebut Yuan Pengawas Keuangan sebagai salah satu pilar kelembagaan Negara yang penting. Fungsi pemeriksaan keuangan yang dikaitkan dengan lembaga ini sebenarnya terkait erat dengan fungsi pengawasan oleh parlemen. Oleh karena itu, kedudukan kelembagaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini sesungguhnya berada dalam ranah kekuasaan legislative, atau sekurang-kurangnya berhimpitan dengan fungsi pengawasan yang dijalankan oleh DPR. Oleh karena itu, laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK ini harus dilaporkan atau disampaikan kepada DPR untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.

Diindonesia Badan Pemeriksa Keuangan Awalnya didirikan pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara di kota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada

Page 3: BAB I.doc

semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.

Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.

Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).

Dengan kembalinya bentuk Negara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.

Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945.

Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR.

Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.

Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan

Page 4: BAB I.doc

Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.

Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional.

Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.

Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;

UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

2.4 Sejarah terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi

KPK didirikan pada tahun 2002 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Pendirian KPK ini didasari karena Megawati melihat institusi kejaksaan dan kepolisian saat itu terlalu kotor, sehingga untuk menangkap koruptor dinilai tidak mampu. Namun jaksa dan polisi sulit dibubarkan sehingga dibentuklah KPK.

Jauh sebelumnya, ide awal pembentukan KPK sudah muncul di era Presiden BJ Habibie yang mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN. Habibie kemudian mengawalinya dengan membentuk berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman.

Agar lebih serius lagi dalam penanganan pemberantasan korupsi, presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan dipimpin Hakim Agung Andi Andojo. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan.

Sejak itu, Indonesia mengalami kemunduran dalam upaya pemberantasan KKN. Di samping membubarkan TGPTPK, Gus Dur juga dianggap sebagian masyarakat tidak bisa

Page 5: BAB I.doc

menunjukkan kepemimpinan yang bisa mendukung upaya pemberantasan korupsi.        Setelah Gus Dur lengser, Mega pun menggantikannya. Di era putri Presiden pertama

RI ini, Mega mewujudkan semangat pemberantasan korupsi. UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi diselesaikan era pemerintahan Megawati. Termasuk melahirkan lima pendekar pemberantasan korupsi pertama.

KPK merupakan lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.

KPK mempunyai empat tugas penting yakni, koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Sementara dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;

Selanjutnya, melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK. KPK dipimpin oleh pemimpin KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota.

Pemimpin KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.

Di masa awal berdirinya KPK, bisa dikatakan modalnya adalah 'nol besar'. Para pemimpin KPK dilantik tanpa gedung kantor untuk bisa bekerja dan tanpa karyawan. Mereka bahkan membawa staf dari kantor lamanya masing-masing dan menggajinya sendiri.

Tak berapa lama, baru muncul tim dari BPKP yang menjadi karyawan pertama di KPK. Waktu berlalu dan tim tambahan dari kejaksaan maupun kepolisian, mulai datang untuk bekerja di KPK.

Dalam perjalanannya, KPK sudah berkali-kali berganti kepemimpinan. Diawali oleh Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971. Bersama Ruki, mendampingi Amien Sunaryadi, Sjahruddin Rasul, Tumpak H Panggabean, dan Erry Riyana Hardjapamekas.

Di bawah kepemimpinan Ruki, KPK hendak memosisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya ebuah 'good and clean governance' (pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan

Page 6: BAB I.doc

anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001, Ruki walaupun konsisten mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.

Pemerintah Indonesia sendiri telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam

usaha memerangi tindak pidana korupsi.Berbagai kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai

peraturan perundang-undangan , antara lain dalam Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998

Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dan Bersih dari KKN, Undang Undang No. 28

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dan Bersih dari KKN serta

Undang Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No. 20 tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal 43 Undang Undang No. 31 tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan

Undang Undang No. 20 tahun 2001 , badan khusus tersebut selanjutnya disebut Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki

kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan, sedangkan mengenai pembentukan, susunan organisasi dan tata

kerja dan pertanggungjawaban, tugas dan wewenang diatur dalam Undang Undang No 30

tahun 2002 tentang Komisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

2.5  Fungsi dan Tanggungjawab BPK Sebelum dan Sesudah Amandemen

i. Fungsi dan Wewenang BPK Sebelum perubahan UUD 1945 (Amandemen)

Fungsi :

Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan

Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan undangundang. Hasil

Pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat” PASAL 23.

Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

Wewenang

Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan

daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan

ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.

Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang

bersangkutan ke dalam BPK.

Page 7: BAB I.doc

ii. Fungsi dan Wewenang BPK Sesudah perubahan UUD 1945 (amandemen)

Fungsi : Pasal 23E

Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan

suatu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri;

Hasil pemeriksaan keuangan itu diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Wewenang :

1. Pasal 23F

a) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat

dengan memerhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan

oleh Presiden;

b) Pimpinan Badan Pemeriksa keuangan dipilih dari dan oleh anggota.

2. Pasal 23G

a) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibukota Negara, dan memiliki

perwakilan di setiap provinsi;

b) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan

undang-undang.