BAB I-V forensik tanda hipotermia

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan dingin yang umum namun dipandang sebelah mata oleh manusia, yaitu keadaan hipotermia. Hipotermia dapat terjadi tidak hanya pada suhu sekitar 0 o C atau di bawahnya tetapi juga dapat terjadi pada suhu di atas 10 o C. Hipotermia didefinisikan sebagai temperatur tubuh di bawah 35 o C. Pada organisme homeothermic, suhu tubuh normal dipertahankan pada kisaran yang jauh lebih besar daripada suhu lingkungan, yang mengawali terjadinya tingkat metabolisme dasar untuk mempertahankan suhu tubuh normal. Ketika suhu tubuh menurun, perpindahan panas akan diturunkan dengan vasokonstriksi dan piloereksi sebagai mekanisme kontra-regulasi pertama. Secara bersamaan, produksi panas meningkat dengan menggigil dan terjadi 1

description

forensik dan kematian akibat hipotermia

Transcript of BAB I-V forensik tanda hipotermia

Page 1: BAB I-V forensik tanda hipotermia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keadaan dingin yang umum namun dipandang sebelah mata oleh manusia,

yaitu keadaan hipotermia. Hipotermia dapat terjadi tidak hanya pada suhu sekitar 0oC

atau di bawahnya tetapi juga dapat terjadi pada suhu di atas 10oC. Hipotermia

didefinisikan sebagai temperatur tubuh di bawah 35oC. Pada organisme

homeothermic, suhu tubuh normal dipertahankan pada kisaran yang jauh lebih besar

daripada suhu lingkungan, yang mengawali terjadinya tingkat metabolisme dasar

untuk mempertahankan suhu tubuh normal. Ketika suhu tubuh menurun, perpindahan

panas akan diturunkan dengan vasokonstriksi dan piloereksi sebagai mekanisme

kontra-regulasi pertama. Secara bersamaan, produksi panas meningkat dengan

menggigil dan terjadi termogenesis kimiawi (Madea B, Tsokos M and Preub J, 2000).

Faktor risiko yang paling penting dan temuan postmortem karena hipotermia

sering dikaji dalam ilmu forensik. Baik faktor risiko eksternal dan internal biasanya

terjadi ketika paparan terhadap dingin yang dapat menyebabkan kematian. Faktor

eksternal antara lain alkohol dan obat-obatan psikis, juga rmenggunakan pakaian

yang ringan dan tipis dalam kondisi tubuh yang basah. Faktor internal yang penting

adalah kerampingan tubuh, kelelahan fisik dan trauma pada orang muda juga

1

Page 2: BAB I-V forensik tanda hipotermia

penyakit degenerasi pada usia tua. Gejala yang disebabkan oleh dingin pada tubuh

adalah bervariasi (Hirvonen J,2000).

Diagnosis patologis karena hipotermia mungkin sulit dilakukan, karena suhu

tubuh pada saat kematian biasanya tidak ditemukan saat autopsi. Selain itu, ciri-ciri

morfologi belum dipahami dengan baik. Temuan makro dan mikromorfologi dalam

kasus-kasus kematian akibat hipotermia adalah tanda-tanda diagnostik yang masih

dipertanyakan. Pada tahun 1895 seorang petugas medis berasal dari Rusia, SM

Wischnewski, melaporkan beberapa lesi hemoragik yang dangkal dari mukosa

lambung dalam 91% dari kasus kematian akibat hipotermia. Sehingga penemuan

tersebut yang dikenal sebagai “Wischnewsky spot” dalam mukosa lambung telah

menjadi tanda kematian akibat hipotermia selama bertahun-tahun (Bright F, Winskog

C, and Byard RW 2013).

Al-Quran menegaskan bahwa ‘manusia adalah mahluk yang mulia’. Dengan

kemudian tersebut manusia harus diperlakukan secara terhormat dan adil, baik saat

hidup maupun mati, seperti ditegaskan dalam ayat :

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Q.S An-Nisa (4): 58)”.

2

Page 3: BAB I-V forensik tanda hipotermia

Untuk menyikap dan mengungkapkan kebenaran suatu obyek tertentu,

manusia memerlukan ilmu khusus yang terkait dengan obyek tertentu seperti halnya

pada skripsi ini mengenai penemuan Wischnewski Spot sebagai tanda kematian

karena hipotermia.

1.2 Permasalahan

1. Bagaimanakah terjadinya hipotermia?

2. Bagaimanakah terbentuknya Wischnewski spot?

3. Bagaimanakah peran Wischnewski spot sebagai tanda kematian akibat

dari hipotermia?

4. Bagaimanakah pandangan Islam mengenai Wischnewski spot sebagai

tanda kematian akibat dari hipotermia?

5. Bagaimanakah hukum pengawetan jenazah menggunakan es menurut

ajaran Islam?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Wischnewski spot sebagai tanda kematian akibat dari

hipotermia ditinjau dari Ilmu Kedokteran dan Islam

1.3.2 Tujuan Khusus

3

Page 4: BAB I-V forensik tanda hipotermia

1. Mengetahui terjadinya hipotermia.

2. Mengetahui terjadinya Wischnewski spot pada postmortem.

3. Mengetahui peran Wischnewski spot sebagai tanda kematian akibat

dari hipotermia ditinjau dari ilmu kedokteran khususnya forensik.

4. Mengetahui Wischnewski spot sebagai tanda kematian akibat dari

hipotermia menurut pandangan Islam.

5. Mengetahui hukum pengawetan jenazah menggunakan es menurut

ajaran Islam.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Penulis

Diharapkan skripsi ini dapat menambah pengetahuan penulis mengenai

Wischnewski spot sebagai tanda kematian akibat dari hipotermia ditinjau dari ilmu

Kedokteran dan Islam, juga sebagai pengalaman dalam meningkatkan ketrampilan

dalam menulis, berfikir logis dan aplikatif dalam memecahkan problem ilmiah dan

keIslaman.

1.4.2 Bagi Civitas Akademika Universitas YARSI

Diharapkan skripsi ini dapat menjadi salah satu bahan yang bermanfaat bagi

civitas akademik Universitas YARSI, sehingga pengetahuan mengenai Wischnewski

4

Page 5: BAB I-V forensik tanda hipotermia

spot sebagai tanda kematian akibat dari hipotermia ditinjau dari ilmu Kedokteran dan

Islam dapat digali secara mendalam.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan masyarakat tentang

Wischnewski spot sebagai tanda kematian akibat dari hipotermia ditinjau dari sudut

Kedokteran dan Islam sehingga dapat menjadi titik acuan minat masyarakat untuk

melakukan penelitian lebih mendalam dari bidang ilmu forensik.

5

Page 6: BAB I-V forensik tanda hipotermia

BAB II

WISCHNEWSKI’S SPOT SEBAGAI TANDA KEMATIAN AKIBAT

HIPOTERMIA DITINJAU DARI ILMU KEDOKTERAN

2.1 Hipotermia

Hipotermia adalah gangguan medis yang terjadi di dalam tubuh, sehingga

mengakibatkan penurunan suhu karena tubuh tidak mampu memproduksi panas

untuk menggantikan panas tubuh yang hilang dengan cepat. Kehilangan panas karena

pengaruh dari luar seperti air, angin, dan pengaruh dari dalam seperti kondisi fisik

(Alty J and Ford H, 2007).

2.1.1 Klasifikasi Hipotermia

Berdasarkan derajat suhunya hipotermia dibagi menjadi tiga yaitu :

1) Hipotermia ringan, suhu < 36,5oC

2) Hipotermia sedang, suhu antara 32-36oC

3) Hipotermia berat, suhu kurang dari 32oC

Beberapa jenis hipotermia, yaitu

a) Accidental hypothermia terjadi ketika suhu tubuh inti menurun hingga <35°C.

b) Primary accidental hypothermia merupakan hasil dari paparan langsung

terhadap udara dingin pada orang yang sebelumnya sehat.

6

Page 7: BAB I-V forensik tanda hipotermia

c) Secondary accidental hypothermia merupakan komplikasi gangguan sistemik

(seluruh tubuh) yan serius. Kebanyakan terjadinya di musim dingin (salju)

dan iklim dingin.

Hipotermia sering terjadi pada bayi baru lahir. Klasifikasi Hipotermia pada

bayi antara lain :

1      Hipotermi spintas.

Yaitu penurunan suhu tubuh 1-2oC sesudah lahir. Suhu tubuh akan menjadi

normal kembali setelah bayi berumur 4-8 jam, bila suhu ruang di atur sebaik-baiknya.

Hipotermi sepintas ini terdapat pada bayi dengan BBLR, hipoksia, resusitasi lama,

ruangan tempat bersalin yang dingin, bila bayi segera di bungkus setelah lahir

terlalucepat di mandikan (kurang dari 4 -6 jam sesudah lahir).

2.     Hipotermi akut.

Terjadi bila bayi berada di lingkungan yang dingin selama 6-12 jam, terdapat

pada bayi dengan BBLR, diruang tempat bersalin yang dingin, inkubator yang cukup

panas. Terapinya adalah: segeralah masukan bayi segera kedalam inkubataor yang

suhunya sudah menurut kebutuhan bayi dan dalam kaadaan telanjang supaya dapat di

awasi secara teliti. Gejala bayi lemah, gelisah, pernafasan dan bunyi jantung lambat

serta kedua kaki dingin.

3.      Hipotermi sekunder

7

Page 8: BAB I-V forensik tanda hipotermia

Penurunan suhu tubuh yang tidak di sebabkan oleh suhu lingkungan yang

dingin, tetapi oleh sebab lain seperti sepsis, sindrom gangguan nafas, penyakit

jantung bawaan yang berat, hipoksia dan hipoglikemi, BBLR. Pengobatan dengan

mengobati penyebab Misalnya: pemberian antibiotika, larutan glukosa, oksigen dan

sebagainya.

4.      Cold injury

Yaitu hipotermi yang timbul karena terlalu lama dalam ruang dingin (lebih

dari 12 jam). Gejala: lemah, tidak mau minum, badan dingin, oligoria, suhu berkisar

sekitar 29,5oC-35oC, tidak banyak bergerak, edema, serta kemerahan pada tangan,

kaki dan muka, seolah-olah dalam keadaan sehat, pengerasan jaringan sub kutis.

2.1.2 Patofisiologi Hipotermia

Suhu tubuh merupakan besaran yang menyatakan ukuran derajat panas atau

dingin suatu benda. Untuk menentukan suhu tidak dapat menggunakan panca indera

(perabaan tangan), maka diperlukan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur

suhu yaitu termometer. Termometer dibuat berdasarkan prinsip perubahan volume.

Termometer yang berisi air raksa disebut termometer raksa, dan termometer yang

berisi alkohol disebut termometer alkohol (Alty J and Ford H, 2007).

Suhu tubuh dikendalikan oleh hipotalamus. Hipotalmus berusaha agar suhu

tetap hangat (36,5-37,5oC) meskipun lingkungan luar tubuh berubah-ubah.

Hipotalamus mengatur suhu dengan menyeimbangkan produksi panas pada otot dan

8

Page 9: BAB I-V forensik tanda hipotermia

hati, kemudian menyalurkan panas pada kulit dan paru-paru. Sistem kekebalan tubuh

akan merespon apabila terjadi infeksi dengan melepaskan zat kimia dalam aliran

darah, dan merangsang hipotalamus untuk menaikan suhu tubuh dan menambah

jumlah sel darah putih yang berguna dalam melawan kuman (Alty J and Ford H,

2007).

Pengaturan temperatur/regulasi adalah suatu pengukuran secara komplek dari

suatu proses dari kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara

konstan. Manusia secara fisiologis digolongkan dalam makhluk berdarah

panas/homotermal dengan suhu lingkungan yang berubah. Hal ini karena ada

interaksi secara berantai yang aktivitasnya diatur oleh susunan saraf pusat yaitu

hipotalamus (Alty J and Ford H, 2007).

Faktor pencetus hipotermia menurut Depkes RI, 1992 :

1) Faktor lingkungan.

2) Syok.

3) Infeksi. 

4) Gangguan endokrin metabolik.

5) Kurang  gizi

6) Obat-obatan.

7) Aneka cuaca

9

Page 10: BAB I-V forensik tanda hipotermia

2.2 Wischnewski’s Spot Sebagai Tanda Kematian Akibat Hipotermia

Kematian karena hipotermia didiagnosis pada dasar lesi morfologi yang tidak

spesifik. Telah ditemukan lesi berbentuk bintik-bintik yang disebut dengan

Wischewski’s spot, namun lesi tersebut tidak ditemukan secara berkala dan teratur

(Hotmar P, 2005).

Hipotermia didefinisikan sebagai suhu tubuh di bawah normal. Hipotermia

mengacu pada hilangnya suhu inti dari paparan. Pada kematian akibat hipotermia

sering ditemukan erosi mukosa lambung yang dikenal sebagai "Wischnewski’s spot".

Tanda tersebut merupakan suatu indikasi akibat dari stres fisiologis berat dan/atau

hipotermia. Meskipun bukan merupakan tanda patognomonik pada hipotermia, tanda

tersebut telah dikaitkan erat dengan kematian di mana hipotermia memainkan peran

penting (Hotmar P, 2005).

2.2.1 Wischnewski’ Spot

Diagnosis patologis karena hipotermia mungkin sulit dilakukan, karena suhu

tubuh pada saat kematian biasanya tidak ditemukan saat autopsi. Selain itu, ciri-ciri

morfologi belum dipahami dengan baik. Temuan makro dan mikromorfologi dalam

kasus-kasus kematian akibat hipotermia adalah tanda-tanda diagnostik yang masih

dipertanyakan (Kupkova B, 2007).

10

Page 11: BAB I-V forensik tanda hipotermia

Gambar 2.1. Wischnewski’s Spot dari mukosa lambung yang terlihat pada kematian akibat hipotermia

(Kupkova B, et al.2007)

Pada tahun 1895 seorang petugas medis yang berasal dari Rusia, SM

Wischnewski, melaporkan beberapa lesi hemoragik yang dangkal dari mukosa

lambung dalam 91% dari kasus kematian akibat hipotermia. Sehingga penemuan

tersebut yang dikenal sebagai “Wischnewsky spot”. Selama bertahun-tahun

Wischnewski spot dalam mukosa lambung telah menjadi tanda kematian akibat

hipotermia (Bright F, Winskog C, and Byard RW 2013).

Gambaran Wischnewski’s spot digambarkan pada membran mukosa perut

pada manusia yang telah meninggal akibat hipotermia, 5-100 perdarahan dapat

muncul. Ukurannya berkisar 0,5-1,0 cm, dengan bentuk bulat hingga oval. Kadang-

kadang berbentuk punctiform yang muncul 1-2 inci secara terpisah. Perdarahan ini

muncul sedikit di atas permukaan mukosa, bisa sangat mudah dihapus dan tidak

meninggalkan bentuk yang mencolok pada mukosa lambung (Bright F, Winskog C,

and Byard RW 2013).

11

Page 12: BAB I-V forensik tanda hipotermia

Pada hipotermia, erosi yang terjadi biasanya dangkal dan sekitar 0,1-0,5 cm,

dalam baris dengan jarak yang sama, sehingga membentuk pola persegi panjang

dengan sudut ditandai dengan ulserasi (Birchmayer, 2000).

2.2.2 Patofisiologi Wischnewsky’s Spot

Faktor risiko yang paling penting dari temuan postmortem karena hipotermia

sering dikaji dalam ilmu forensik. Baik faktor risiko eksternal dan internal biasanya

terjadi ketika paparan terhadap dingin yang dapat menyebabkan kematian. Faktor

eksternal antara lain alkohol dan obat-obatan psikis, juga rmenggunakan pakaian

yang ringan dan tipis dalam kondisi tubuh yang basah. Faktor internal yang penting

adalah kerampingan tubuh, kelelahan fisik dan trauma pada orang muda juga

penyakit degenerasi pada usia tua. Gejala yang disebabkan oleh suhu yang dingin

pada tubuh cukup bervariasi (Hirvonen J,2000).

Patogenesis terjadinya Wischnewski spot sudah diteliti sejak lama. Telah

terbukti bahwa perdarahan di mukosa lambung yang disebabkan oleh

pembengkakan/edema dari bagian perut dengan rongga berbentuk baji yang diisi

dengan darah dari kapiler yang erosif sehingga membentuk Wischnewsky’s spot.

Selain itu dalam kasus hipotermia dipengaruhi oleh peran asidosis intraseluler dan

disintegrasi plasmolemma sel parietal dari lambung (Takada M, et al. 1991).

Terdapat penelitian lain tentang patogenesis terjadinya lesi Wischnewsky’

spot. Lesi ini ditemukan pada lambung 15 dari 17 kematian akibat hipotermia.

12

Page 13: BAB I-V forensik tanda hipotermia

Kematian terjadi pada berbagai suhu minimum (-2,4-20,4oC); lesi lambung tidak

selalu mencerminkan suhu yang tereksposur. Namun, semua korban yang terpapar

suhu lebih dari 10oC memiliki lesi yang parah. Pada suhu kurang dari 5oC, lesi

lambung yang parah terlihat pada korban yang lebih muda (berusia 43,2 tahun)

dibandingkan dengan lesi ringan (berusia 61,0 tahun). Temuan ini menunjukkan

bahwa lesi lambung dapat disebabkan oleh paparan suhu tersebut, di mana respon

tubuh terhadap stres dingin yang terus-menerus, atau sebagai akibat dari respon yang

kuat terhadap stres jangka pendek. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan temuan

karakteristik yaitu dilatasi kistik kapiler, karena reperfusi besar setelah hilangnya

fungsional mikrosirkulasi pada mukosa lambung (Takada M, et al. 1991).

Pada suatu penelitian lain, terdapat 14 laporan kasus kematian akibat

hipotermia dan mempelajari patogenesis terjadinya Wiscnewsky spot. Secara

makromorfologi, lesi pada Wischnewsky spot bervariasi dengan diameter 0,1-0,4 cm,

memiliki warna hitaman-kecoklatan dan muncul sebagian tinggi, terutama pada

puncak lipatan lambung. Secara histologi, tidak ada erosi pada mukosa lambung.

Dalam beberapa kasus, perdarahan dalam hubungannya dengan infark mukosa

diamati dalam kelenjar mukosa. Pemeriksaan imunohistokimia yang dilakukan

dengan menggunakan antibodi spesifik terhadap hemoglobin (Dako, Glostrup,

Denmark), hasilnya Wischnewsky spot immunopositif dengan antihemoglobin.

Mengenai patogenesis dan mekanisme patofisiologis yang mendasari

berkontribusi terhadap pengembangan Wischnewsky spot, terdapat hipotesis bahwa

13

Page 14: BAB I-V forensik tanda hipotermia

terjadinya Wischnewsky’s spot yaitu pendinginan tubuh dalam pengaturan suhu yang

mengakibatkan perdarahan yang terbatas pada kelenjar lambung in vivo. Selanjutnya,

karena autolisis, eritrosit dihancurkan dan hemoglobin dilepaskan. Setelah paparan

dengan asam lambung, hemoglobin terhematinisasi, sehingga terlihat penampilan

kehitaman-coklat khas yang disebut dengan Wischnewsky’s spot tersebut (Tsokos M,

et al. 2006).

14

Page 15: BAB I-V forensik tanda hipotermia

BAB III

PANDANGAN ISLAM TENTANG WISCHNEWSKI’S SPOT SEBAGAI

TANDA KEMATIAN AKIBAT HIPOTERMIA

3.1 Hukum Pemeriksaan setelah Kematian

Dalam suatu negara diperlukan tegaknya hukum yang seadil-adilnya untuk

digunakan sebagai pengatur umatnya. Dalam hal ini penegak hukum dengan disertai

kesadaran seluruh warga negara tersebut. Al-Quran menegaskan bahwa ‘manusia

adalah mahluk yang mulia’. Dengan kemudian tersebut manusia harus diperlakukan

secara terhormat dan adil, baik saat hidup maupun mati, seperti ditegaskan dalam

ayat:

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Q.S An-Nisa (4): 58).”

Untuk menyikap dan mengungkapkan kebenaran suatu obyek tertentu,

manusia memerlukan ilmu khusus yang terkait dengan obyek tertentu. Mengingat

keterbatasan manusia untuk dapan menguasai semua cabang ilmu pengetahuan, maka

15

Page 16: BAB I-V forensik tanda hipotermia

diperlukan orang yang ahli di bidang ilmu tertentu untuk dapat menjawab persoalan

yang dihadapi. Hal ini sejalan dengan penegasan pada ayat Al-Quran :

Artinya : "Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahu (Q.S. Al-Nahl (16): 43).”

Peralatan modern terkadang sulit untuk membuktikan sebab kematian dan

identitas seseorang dengan hanya penyelidikan dari bagian tubuh manusia. Kesulitan

tersebut menjadi alasan untuk memperbolehkan pembedahan mayat dengan

memeriksa rahang bawah sebagai obyek penyidikan, karena dianggap sangat

dihajatkan dalam menegakkan hukum dan Jika kepentingan tersebut berkaitan

dengan penegakkan hukum. Pada kaidah hukum Islam yang lain dinyatakan :

Artinya: “Tiada haram (bila) bersama darurat, dan tiada makruh (bila) bersama dengan hajat (Teori Qawa’id Al-fiqhiyah).”

Dan juga berpegang pada kaidah hukum Islam yang terdapat pada :

Artinya :

16

Page 17: BAB I-V forensik tanda hipotermia

“Hajat menempati kedudukan darurat, baik hajat (yang bersifat) umum maupun hajat khusus (perorangan) (Teori Qawa’id Al-fiqhiyah).”

Untuk alasan mashlahah tersebut di atas maka seharusnya penegak hukum

berkerjasama dengan dokter ahli terkait (ahli forensik, ahli gigi forensik, patologi

forensik, dll) yang dapat dipercaya kejujurannya tersebut mendapatkan visum et

repertum, sehingga dari hasil penyelidikan itu dapat memberi keterangan kepada para

penegak hukum untuk mengetahui identitas seseorang, sekaligus pelaku tindak pidana

tersebut (Mahjudin, 2008 ; Assegaf, 2004).

Salah satu tujuan menjatuhkan sanksi hukum kepada terdakwa adalah dalam

rangka memberikan pelajaran kepada mereka dan menakut-nakuti orang lain yang

masih mempunyai niat seperti terdakwa. Karena itu menjatuhkan sanksi hukum, tidak

dapat dikatakan sebagai perbuatan yang tidak manusiawi. Bahkan Allah di dalam Al-

Quran memerintahkan untuk menjatuhkan hukuman potong tangan bagi pencuri,

karena Islam mengutamakan ketentraman orang banyak. Penegak hukum tidak mau

mengusut kejahatan karena yang dianiaya sudah mati lalu takut melakukan

pengusutan dengan melalui pembedahan mayat berarti penegak hukum tersebut telah

memberi jalan kepada penjahat agar tidak takut beraksi (Assegaf, 2004).

Penelitian post mortem mungkin memerlukan tindakan pembedahan dan

pemotongan terhadap mayat, yang dikhawatirkan akan merusak kesucian dan

kehormatan mayat sebagai manusia. Dalam agama Islam, manusia adalah makhluk

yang dimuliakan, seperti yang ditegaskan dalam Al-Quran (Zuhroni, 2011) :

17

Page 18: BAB I-V forensik tanda hipotermia

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Q.s. Al-Isra’ (17:70)).

Ayat di atas menyebutkan bahwa dengan berbagai kesempurnaan yang telah

diberikan oleh Allah SWT, manusia adalah makhluk yang dimuliakan. Oleh karena

itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan kemuliaan tersebut manusia harus

diperlakukan secara terhormat dan adil, baik saat hidup maupun mati (Zuhroni,

2011).

Dengan kesempurnaan akal yang dimiliki manusia, untuk mengungkapkan

kebenaran dan ketidakbenaran dalam diri manusia di dunia, diperlukan berbagai

bidang ilmu pengetahuan. Karena adanya keterbatasan kemampuan yang dimiliki

oleh satu orang saja, diperlukan orang yang ahli dalam bidang tertentu untuk

menjawab persoalan yang muncul jika manusia tidak mengetahuinya sebagaimana

firman Allah SWT sebagai berikut (Zuhroni, 2011) :

18

Page 19: BAB I-V forensik tanda hipotermia

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (Q.S. Al-Nahl (16:43)

Seperti halnya ilmu pengetahuan apapun yang membutuhkan ahli, maka ilmu

kedokteran forensik juga memiliki ahli dalam bidang tersebut. Sebagai upaya

pencarian kebenaran atau ketidakbenaran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan,

para ahli kedokteran forensik pun melakukan penelitian post mortem dengan

menggunakan mayat (Assegaf, 2004).

Acuan dalam Islam mengenai perintah untuk dilakukannya penelitian oleh

ahli kedokteran forensik menggunakan mayat antara lain adalahjanji Allah SWT yang

akan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya di angkasa (ufuk) dan yang ada di

dalam manusia itu sendiri sebagai berikut (Zuhroni, 2011):

Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Q.S. Fussilat (41:43))

Pengertian ‘dalam diri manusia’ pada ayat di atas dan menurut para ulama di

dalam tubuh manusia ada nilai ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk diteliti. Ayat

ini dapat dijadikan landasan untuk melakukan penelitian secara mendalam untuk

19

Page 20: BAB I-V forensik tanda hipotermia

mempelajari lebih mendalam tentang struktur tubuh manusia, baik dari luar tubuh

maupun dalam (Zuhroni, 2011).

Ajaran normatif Islam menekankan perlunya mempelajari ilmu pengetahuan

termasuk ilmu kedokteran yang tujuannya untuk mencapai kemaslahatan hidup

manusia. Penelitian post mortem dengan menggunakan mayat akan memberikan

manfaat untuk masyarakat dalam hal mengenali penyakit, penyebab dan

penanganannya dengan meneliti penyakit yang ada pada mayat tersebut, yang sesuai

dengan firman Allah sebagai berikut (Rispler-Chaim, 1993; Burton et al., 2012):

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S. Yunus (10:57)

Dalam dunia kedokteran forensik terutama dewasa ini, para dokter melakukan

penelitian post mortem untuk mengetahui suatu penyakit yang belum diketahui

dengan sempurna selama penderita sakit. Ketika penderita sakit tersebut meninggal,

untuk tujuan penelitian kedokteran dipandang perlu melakukan penyelidikan yang

intensif terhadap mayatnya guna memastikan jenis penyakit tersebut, penyebabnya

dan cara mengatasinya sehingga dapat membantu untuk pencegahan dan pengobatan

dalam masyarakat di kemudian hari (Zuhroni, 2011 ; Assegaf, 2004).

20

Page 21: BAB I-V forensik tanda hipotermia

3.2 Hukum Pengawetan Jenazah Menggunakan Es

Seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, dunia juga mengalami

perkembangannya di berbagai bidang.  Salah satunya adalah kemajuan di bidang

kesehatan yaitu pengawetan mayat. Suatu tindakan medis pemberian bahan kimia

tertentu guna menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar mayat supaya

tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup dan sampai sekarang pengawetan mayat

masih sering dilakukan.

Dalam dunia kedokteran sangat penting adanya pengawetan mayat sebagai

penelitian untuk medalami ilmu anatomi (ilmu urai tubuh manusia) karena jaringan-

jaringan sel di dalam tubuh manusia berbeda dengan hewan oleh karena itu sangat

perlu melakukan penelitian terhadap manusia. Tentu penelitian tidak akan dilakukan

pada yang masih hidup melaikan manusia yang sudah mati (mayat), yang telah

diawetkan untuk memudahkan penelitian.

Karena manusia tidak mungkin mencapai kemajuan ilmu pengatahuan dan

teknologi yang mantap kecuali dengan penelitian, termasuk penelitian pengawetan

mayat.

Namun, agama Islam memerintah agar menghormati mayat, tazhiz dengan

penuh kasih sayang, dimandikan, dikafani, disembayangkan dan dikuburkan, serta

diharamkan penganiayaan terhadapnya.

Bagaimanapun juga pengawetan mayat untuk penelitian ilmiah adalah hal

yang belum jelas kedudukan hukumnya untuk dikembangkan kaum muslimin

21

Page 22: BAB I-V forensik tanda hipotermia

mengigat perkembangan ilmu pengetahuan di abad yang serba canggih dan modern

sekarang ini.

Pengawetan adalah segala perlakuan yang dilakukan terhadap sesuatu agar

sesuatu itu menjadi tahan lama dan tidak mudah busuk atau rusak.

Islam menganjurkan umatnya untuk menghargai sesama manusia, karena

Allah sendiri telah memuliakannya, sebagai mana firman Nya yang ada dalam Al-

Quran yang berbunyi sebagai berikut. Allah SWT berfirman :

Artinya: “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak Adam dan telah kami telah menempatkan mereka didarat dan dilaut dan kami berikan kepada mereka rizki yang baik-baik, kami lebihkan mereka dari kebanyakan makhluk kelebihan yang sempurna”(Al-Isra {17}:70).

Dalam keadaan masih hidup Allah telah memuliakannya hingga setelah

meninggalpun harus dihormati dan dihargainya. Oleh karena itu merusak mayat sama

juga merusak manusia yang masih hidup. Hal itu dinyatakan oleh Rasulullah SAW,

melalui sebuah hadistnya dari Aisyah, beliau berkata sebagai berikut: “Sesungguhnya

Rasulullah SAW bersabda: memecahkan tulang (merusak) mayat itu dosanya sama

dengan merusakan (memecahkan)nya diwaktu hidup”. (H.R Muslim)

Kedua nash di atas menunjukkan bahwa bertapa Islam memuliakan manusia,

menghargai dan menghormatinya, walau saat sudah meninggal (jadi mayat) islam 22

Page 23: BAB I-V forensik tanda hipotermia

tetap menghormatinya. Itulah kenap Islam memerintahkan umatnya untuk

menyelesaikan mayat secara ma’ruf dan tidak diabaikan, dan diharamkan merusak

atau menganiaya mayat karena sama halnya merusak atau menganiaya orang yang

masih hidup. Penganiayaan adalah hal yang sangat dibenci dalam islam, sehingga

nabi secara tegas melarangnya lewat sebuah hadist yang berbunyi “tidak boleh

menganiaya dan tidak boleh dianiaya” (H.R. Imam Malik).

Penganiayaan dalam Islam merupakan hal yang tidak boleh dilakukan dan

tidak boleh terjadi, baik terhadap orang yang masih hidup maupun sudah meninggal

(jadi mayat). Oleh karena itu menguburkan mayat wajib hukumnya oleh manusia

yang masih hidup dan orang yang disekitarnya. Apabila mayat itu tidak dikuburkan

maka haram hukumnya dan berdosa pada manusia yang masih hidup, kecuali ada

alasan tertentu yang membolehkan menurut kaedah-kaedah hukum Islam.

Pada dasarnya pengawetan mayat itu tidak dibolehkan karena bertentangan

dengan hukum Islam yang ada, baik dari Al quran maupun Hadist Nabi SAW, tapi

karena ada suatu kepentingan yang harus dilakukan dan bermanfaat bagi umat

manusia, atau mungkin karena darurat yang tidak boleh dilakukan maka hal itu

dibolehkan syara’. Sebab hukum Islam sangat luas dan memudahkan seperti dalam

firman Allah SWT :

Artinya :“..Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…”(Al-Baqarah{2}:185).

23

Page 24: BAB I-V forensik tanda hipotermia

Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa hukum Islam itu mudah dan luas,

islam tidak memerintahkan umatnya melakukan suatu kewajiban kecuali menurut

kemampuannya yang ada pada dirinya.

Allah SWT berfirman :

Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(Al-Baqarah{2}:173).

Ada ayat di atas dijelaskan bahwa Allah tidak memberikan beban kecuali

menurut kemampuan yang ada pada diri kita sendiri, bahkan jika sudah darurat, yang

harampun boleh dilakukan dan hadist riwayat Imam Malik yang berbunyi sebagai

berikut “karena kemudharatan itu dapat membolehkan yang haram”.

Berarti dapat disimpulkan dalam keadaan terpaksa (darurat) atau karena ada

suatu kepentingan yang tidak boleh tidak dilakukan terhadap mayat tersebut maka

pengawetan mayat seperti dengan menggunakan es itu dibolehkan, sebab tanpa

diawetkan mayat akan membusuk sehingga tidak bisa digunakan untuk penelitian.

Ilmu kesehatan sangat membutuhkan dan memerlukan untuk ilmu urai tubuh dan

24

Page 25: BAB I-V forensik tanda hipotermia

praktek-praktek kesehatan lainnya yang tidak mungkin dilakukan pada manusia yang

masih hidup. Salah satu jalan yang mudah pada saat sekarang yang modern dan serba

canggih dan dianggap sangat mutakhir adalah melakukan pengawetan mayat terutama

dengan menggunakan es, lalu digunakan untuk keperluan yang dimaksud.

Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda:

“Memecahkan tulang (merusak) mayat itu dosanya itu sama dengan merusak (memecahkan)nya di waktu hidup”. (H.R. Muslim)

Sabda Rasulullah “ tidak boleh menganiaya dan tidak boleh juga di aniaya” (H.R. Imam Malik).

Pendapat Ulama Tentang Pengawetan Jenazah

Dr Muslim Ibrahim, MA Berpendapat: “ Sebenarnya pengawetan

mayat itu tidak dibenarkan oleh syariat Islam karena bertentangan

dengan zhahir nash dan bertentangan pula dengan ketentuan-

ketentuan syariat, yaitu di jadikan untuk di selesikannya dengan cara

yang patut. Tetapi tujuan pengawetan mayat untuk penelitian ilmiyah

maka syara’membolehkannya, ini dipandang dari segi masalah

mursalah, serta mengingat pentingnya ilmu pengetahuan bagi

manusia.

Dr Al Yassa’ abu bakar, MA Mengatakan bahwa pengawetan mayat

yang tujuannya untuk penelitian ilmiyah, Islam membolehkannya

25

Page 26: BAB I-V forensik tanda hipotermia

karena keperluan ilmu dan kemajuan manusia lebih utama dari pada

mayat itu dikuburkan.

Drs. Muhammad Ali Muhammad, berkata “pengawetan mayat yang

tujuannya untuk penelitian ilmiyah ialah dibolehkan oleh syariat

Islam karena demi kepentingan umum, kemaslahatan masyarakat,

yang sangat membutuhkan kemajuan bagi manusia itu sendiri sebagai

khalifah dimuka bumi.

Kebolehan dalam pengawetan mayat terutama menggunakan es dapat dilihat

melalui ta’lil (‘illat) dari nash-nash yang ada hubungannya dengan masalah ini baik

Al-Quran maupun hadist-hadist Nabi SAW. Tidak ada satupun nash yang

menyebutkan secara jelas untuk membolehkan, begitu pula melarangnya. Namun

dalam pendapat para ulama tegas memperbolehkan dengan alasan tertentu akan tetapi

tetap berlandaskan Al-Quran dan Hadist. Karena hukum Islam disusun dan dibentuk

atas dasar kebijaksanaan dan kepentingan hidup manusia di dunia dan akhirat.

Namun kalau dibandingkan antara kemaslahatan dengan kemafsadatan

(kerugian) khususnya mengenai masalah pengawetan mayat ini, maka kemaslahatan

lebih besar, karena faedah manfaatnya lebih banyak, sekiranya ada suatu mayat yang

diawetkan dan tidak dikebumikan, kerugiannya hanya tidak menyampaikan

kebaikannya, tetapi manfaatnya memberikan ilmu pengetahuan kepada manusia

26

Page 27: BAB I-V forensik tanda hipotermia

sehingga mereka menjadi pandai. Dan bisa membantu manusia lainnya saat mereka

membutuhkan bantuan.

Hukum Islam tentang pengawetan mayat terutama menggunakan es guna

penelitian ilmiah diperbolehkan karena menimbang dari segi kemaslahatan

masyarakat, yang sangat membutuhkan kemajuan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu

pengawetan mayat guna penelitian ilmiah sangat di butuhkan. Jadi Islam

membolehkan jika itu berguna bagi masyarakat banyak.

27

Page 28: BAB I-V forensik tanda hipotermia

BAB IV

KAITAN PANDANGAN ILMU KEDOKTERAN DAN ISLAM TENTANG

WISCHNEWSKI’S SPOT SEBAGAI TANDA KEMATIAN AKIBAT

HIPOTERMIA

Menurut pandangan kedokteran pemeriksaan pada mayat atau disebut

pemeriksaan post mortem adalah salah satu upaya untuk menentukan penyebab

kematian dari seseorang tersebut. Pemeriksaan tersebut juga dilakukan atas perintah

penyidik ataupun karena permintaan keluarga korban yang ingin mengetahui sebab

kematian pasien. Pemeriksaan post mortem bukanlah suatu keharusan, namun lebih

mengutamakan sifat kepentingan dalam suatu perkara atau kasus. Dalam hal ini

adalah pemeriksaan postmortem pada kasus hipotermia dengan ditemukannya

Wishnewski’s spot.

Hipotermia didefinisikan sebagai suhu tubuh di bawah normal. Hipotermia

mengacu pada hilangnya suhu inti dari paparan. Pada kematian akibat hipotermia

sering ditemukan erosi mukosa lambung yang dikenal sebagai "Wischnewski’s spot".

Tanda tersebut merupakan suatu indikasi akibat dari stres fisiologis berat dan/atau

hipotermia. Meskipun bukan merupakan tanda patognomonik pada hipotermia, tanda

tersebut telah dikaitkan erat dengan kematian di mana hipotermia memainkan peran

penting.

28

Page 29: BAB I-V forensik tanda hipotermia

Menurut pandangan Islam, ajaran normatif Islam menekankan perlunya

mempelajari ilmu pengetahuan termasuk ilmu kedokteran yang tujuannya untuk

mencapai kemaslahatan hidup manusia. Penelitian post mortem dengan menggunakan

mayat akan memberikan manfaat untuk masyarakat dalam hal mengenali penyakit,

penyebab dan penanganannya dengan meneliti penyakit yang ada pada mayat tersebut

khususnya dalam hal ini adalah kasus hipotermia.

Kedokteran dan Islam sejalan bahwa dengan ditemukannya penelitian

Wischnewski’s spot sebagai tanda kematian akibat hipotermia merupakan suatu

pemeriksaan yang bermanfaat untuk dapat menentukan penyebab kematian

seseorang.

29

Page 30: BAB I-V forensik tanda hipotermia

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1) Hipotermia terjadi akibat penurunan suhu karena tubuh tidak mampu

memproduksi panas untuk menggantikan panas tubuh yang hilang dengan

cepat. Kehilangan panas karena pengaruh dari luar seperti air, angin, dan

pengaruh dari dalam seperti kondisi fisik.

2) Terjadinya Wischnewsky’s spot yaitu pendinginan tubuh dalam pengaturan

suhu mengakibatkan perdarahan yang terbatas pada kelenjar lambung in vivo

Selanjutnya, karena autolisis, eritrosit dihancurkan dan hemoglobin

dilepaskan. Setelah paparan dengan asam lambung, hemoglobin

terhematinisasi, sehingga terlihat penampilan kehitaman-coklat khas yang

disebut dengan Wischnewsky’s spot tersebut.

3) Peran Wiscnewski spot sebagai tanda kematian akibat dari hipotermia yaitu

meskipun bukan merupakan tanda patognomonik pada hipotermia, tanda

tersebut telah dikaitkan erat sejak lama dengan kematian di mana hipotermia

memainkan peran penting.

4) Pandangan Islam mengenai Wischnewski spot sebagai tanda kematian akibat

dari hipotermia bahwa penelitian Wischnewski’s spot sebagai tanda kematian

30

Page 31: BAB I-V forensik tanda hipotermia

akibat hipotermia merupakan suatu pemeriksaan yang bermanfaat untuk dapat

menentukan penyebab kematian seseorang.

5) Hukum Islam tentang pengawetan mayat terutama menggunakan es guna

penelitian ilmiah diperbolehkan karena menimbang dari segi kemaslahatan

masyarakat, yang sangat membutuhkan kemajuan ilmu pengetahuan.

5.2 Saran

1) Peneliti agar dapat melakukan penelitian lain tentang postmortem terutama

pakibat hipotermia.

2) Sebaiknya pemerintah melakukan pengawetan mayat terutama menggunakan

es guna penelitian ilmiah tetap dilakukan demi kemajuan ilmu pengetahuan

ilmu urai tubuh (anatomi) karena Islam juga menganjurkan umatnya untuk

menuntut ilmu, akan tetapi menimbang dalam Islam mengharuskan kita

menghormati mayat dan tidak menganiayanya maka pengawetan mayat guna

penelitian Ilmah harus dilakukan dengan cara yang baik dan sesuai hukum

Islam atau syariat Islam yang ada.

31

Page 32: BAB I-V forensik tanda hipotermia

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur´an Terjemahnya (2004). Departemen Agama Republik Indonesia. Jakarta.

Assegaf, Toha.  Ketika Nabi Sakit.  2004. Jakarta : Sabilli Publishing

Birchmeyer MS, Mitchell EK (2000). Wischnewski revisited The diagnostic value of gastric mucosal ulcers in hypothermic deaths.

Bright F, Winskog C, and Byard RW (2013). Wischnewski spots and hypothermia: sensitive, specific, or serendipitous? Forensic Sci Med Pathol. p.9:88–90.

Hirvonen J (2000). Some Aspects on Death In The Cold And The Concomitant Frostbites. Int J Circumpolar Health . p.59(2):131-6.

Hottmar P, Hejna P (2005). Death due to fatal hypothermia in victims dissected in Department of Forensic Medicine in Hradec Králové between 1992-2003. Soud Lek . ;50(3):38-41.

Idries AM, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Binarupa Aksara, Jakarta, 2011.

Jackson, Andrew R.W. et al. 2008. Forensic Science Second Edition. England: Pearson Education.

Kupkova, B, et al (2007). Involvement due to severe stomach hypothermia in avalanche victims. Folia Gastroenterol Hepatol. P. 5; 2 .

Madea B, Tsokos M and Preub J (2000). Death due to Hypothermia. Institute of Forensic Medicine.

Preuss J, Thierauf A, Dettmeyer R, Madea B (2007). Wischnewski’s Spot In An Ectopic Stomach. Forensic Sci Int. p 169(2-3):220-2.

Sampurna, Budi. 2003. Kedokteran Forensik, Ilmu dan Profesi. Di: http://staff.ui.ac.id/internal/130810266/material/INTRODUKSIKEDOKTERANFORENSIK.pdf

Takada M, Kusano I, Yamamoto H, Shiraishi T, Yatani R, Haba K (1991). Wischnevsky's gastric lesions in accidental hypothermia. Am J Forensic Med Pathol. 12(4):300-5.

32

Page 33: BAB I-V forensik tanda hipotermia

Tsokos M, Rothschild MA, Sperhake JP (2006). Histological and immunohistochemical study of Wischnewsky spots in fatal hypothermia. Am J Forensic Med Pathol 2006; 27(1):70-4.

Tumanov ÉV, Romanovich KN, Kolkutin VV (2012). About some features of formation of "spots of Vishnevsky" in general hypothermia. Voenno-medit ͡ sinskiĭ zhurnal 333:5 pg 19-23

Uddin J (2002) Islam Untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan. Departemen Agama RI. Jakarta.

Zuhroni (2010). Pandangan Islam Terhadap Kedokteran dan Kesehatan.Depatemen Agama. Jakarta.

33