BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah...

37
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad 19 adalah awal lahirnya sektor pariwisata sebagai industri, dimana negara-negara Barat pada masa revolusi industri sedang mengalami surplus penghasilan. Berbagai perusahaan dan pemilik modal besar di negara negara tersebut pada masa itu mencari jalan untuk menyerap penghasilan dari peluang sejak diterapkan sebuah kebijakan leisure. 1 Dalam rentang waktu 10 tahun, kebijakan tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- negara tersebut. 2 Efek lanjutan dari perkembangan kebijakan leisure pada negara-negara berkembang khususnya Asia Tenggara dan Asia Pasifik adalah meningkatnya kunjungan wisatawan internasional sebesar 6 juta wisatawan pada tahun 1962 dan 1 Konsep leisure digunakan untuk menganalisa “waktu luang” yaitu rentang waktu bebas yang tidak terkait oleh aktivitas kerja, dan individu tersebut dapat bebas melakukan kegiatan yang diinginkan. Lihat Thanh Dam Troung, 1992, dalam Angelina Patricia Pingkan Sondakh, Jendela Pariwisata Angelina Sondakh : Masa Depan Pariwisata Indonesia 1, Kesain Blanc, Jakarta, 2010, hal. 4. 2 Bersamaan dengan lahirnya kebijakan leisure, perjalanan untuk kepentingan pariwisata tanpa diduga mengalami perkembangan yang menakjubkan, sehingga industri tersebut menjadi mata dagang terbesar setelah minyak. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah penumpang maskapai penerbangan dari 20 miliar pada tahun 1955 menjadi 200 miliar pada tahun 1975. Lihat J.H. Dunning dan M. McQueen, 1982 dalam Thanh Dam Troung, Seks, Uang dan Kekuasaan : Pariwisata dan Pelacuran di Asia Tenggara, LP3ES, Jakarta, 1992, hal. 177.

Transcript of BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah...

Page 1: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Abad 19 adalah awal lahirnya sektor pariwisata sebagai industri, dimana

negara-negara Barat pada masa revolusi industri sedang mengalami surplus

penghasilan. Berbagai perusahaan dan pemilik modal besar di negara – negara

tersebut pada masa itu mencari jalan untuk menyerap penghasilan dari peluang sejak

diterapkan sebuah kebijakan leisure.1 Dalam rentang waktu 10 tahun, kebijakan

tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara-

negara tersebut.2

Efek lanjutan dari perkembangan kebijakan leisure pada negara-negara

berkembang khususnya Asia Tenggara dan Asia Pasifik adalah meningkatnya

kunjungan wisatawan internasional sebesar 6 juta wisatawan pada tahun 1962 dan

1 Konsep leisure digunakan untuk menganalisa “waktu luang” yaitu rentang waktu bebas yang

tidak terkait oleh aktivitas kerja, dan individu tersebut dapat bebas melakukan kegiatan yang diinginkan. Lihat Thanh Dam Troung, 1992, dalam Angelina Patricia Pingkan Sondakh, Jendela Pariwisata Angelina Sondakh : Masa Depan Pariwisata Indonesia 1, Kesain Blanc, Jakarta, 2010, hal. 4.

2 Bersamaan dengan lahirnya kebijakan leisure, perjalanan untuk kepentingan pariwisata tanpa diduga mengalami perkembangan yang menakjubkan, sehingga industri tersebut menjadi mata dagang terbesar setelah minyak. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah penumpang maskapai penerbangan dari 20 miliar pada tahun 1955 menjadi 200 miliar pada tahun 1975. Lihat J.H. Dunning dan M. McQueen, 1982 dalam Thanh Dam Troung, Seks, Uang dan Kekuasaan : Pariwisata dan Pelacuran di Asia Tenggara, LP3ES, Jakarta, 1992, hal. 177.

Page 2: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

2

pada tahun 1978 meningkat menjadi 40,2 juta wisatawan.3 Peningkatan jumlah

wisatawan tersebut terus berlanjut walaupun tahun 1980-an negara-negara tersebut

mengalami krisis ekonomi.

Pariwisata didefinisikan sebagai bentuk kegiatan sementara yang dilakukan

oleh wisatawan yang tinggal paling tidak 24 jam di negara yang dikunjunginya

dengan tujuan perjalanan untuk kepentingan leisure (rekreasi, berlibur, kesehatan,

pendidikan, agama, olahraga), bisnis, keluarga, misi dan pertemuan.4 Pariwisata juga

digunakan sebagai alat untuk memperkecil kesenjangan antara negara maju dengan

negara berkembang. Hal tersebut dikarenakan pariwisata merupakan salah satu sektor

penghasil devisa negara.

Wisatawan asing yang datang ke suatu negara membutuhkan alat pembayaran

domestik yang sering disebut dengan valuta asing. Valuta asing merupakan devisa

negara yang penggunaannya dilakukan dengan cara menukarkan dengan mata uang

dimana wisatawan akan melakukan kegiatan wisata. Untuk itu sektor pariwisata

dipandang bisa melakukan perubahan ekonomi dan sosial suatu negara. Kesadaran

tersebut tidak hanya dirasakan oleh negara maju saja, tetapi juga oleh negara

berkembang seperti Indonesia.

3 Ibid., hal. 178. 4 Robert Claverdon, 1979, dalam Jendela Pariwisata Angelina Sondakh : Perkembangan

Pariwisata Indonesia 1, Kesain Blanc, Jakarta, 2010, hal. 5.

Page 3: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

3

Bagian dari gejala pariwisata terdiri dari 3 unsur yaitu manusia, tempat,

waktu.5 Unsur-unsur tersebutlah yang menjadi persyaratan terjadinya gejala

pariwisata tersebut. Gejala tersebut telah ada semenjak adanya perjalanan manusia

dari suatu tempat ke tempat lain yang mana dalam melakukan perjalanan tersebut ada

berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi. Seiring bergesernya minat

wisatawan dari “old tourist” menjadi “new tourist” maka semakin banyak kebutuhan

yang harus dipenuhi.6

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki potensi keindahan alam yang

melimpah. Pesona alam Pulau Bali merupakan salah satu gambaran dari sekian

banyak keindahan yang ada pada masing-masing daerah di Indonesia. Dengan

potensi alam yang dimiliki serta sumber daya manusia yang mumpuni, Pulau Bali

merupakan destinasi utama bagi wisatawan mancanegara dari berbagai negara untuk

melakukan kegiatan wisata.

Saat ini sektor pariwisata merupakan industri yang sangat penting di dunia.

Melakukan perjalanan wisata telah menjadi sebuah keharusan yang harus dipenuhi.

5 Manusia sebagai unsur insani pelaku kegiatan pariwisata, tempat sebagai unsur fisik

sebenarnya tercakup oleh kegiatan itu sendiri, waktu sebagai unsur tempo yang dihabiskan dalam perjalanan itu sendiri dan selama berdiam di tempat tujuan. Lihat Salah Wahab, Manajemen Kepariwisataan, Pradnya Paramita, Jakarta, 2003, hal. 1.

6 Perubahan minat wisatawan dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu “old tourist” dan “new tourist”. Old tourist memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Search for the sun, follow the masses, here toda gone tomorrow, show that you have been, having, superiority, like attractions, reactions, eating in hotel dinning room, homogeneous. Sedangkan New tourist memiliki ciri – ciri : experience something new, want to be in charge, see and enjoy but not destroy, just for the fun of it, being, understanding, like sport and nature, adventurous, try out local fare, hybrid. Lihat Martin Mowforth dan Ian Munt, Tourism and Sustainability : Development, Globalisation, and New Tourism in 3rd World, Routledge, New York, 2009, hal. 59.

Page 4: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

4

Dengan pertumbuhan yang sangat cepat di dunia, sektor pariwisata adalah suatu

industri yang turut memberi andil dalam pembangunan sosial dan ekonomi pada

sebuah negara.7 Sektor pariwisata memainkan peranan penting dalam pembangunan,

baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Di Indonesia hal tersebut

dibuktikan oleh keseriusan pemerintah melalui pembentukan Kementerian Pariwisata

dan Ekonomi Kreatif untuk tingkat nasional dan Dinas Pariwisata untuk tingkat

provinsi.

Dinamika perkembangan pariwista di wilayah Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY) memiliki karakteristik yang berbeda apabila dibandingkan dengan

wilayah lainnya di Indonesia. Hal ini disebabkan tiga hal, yaitu :

a. Provinsi DIY merupakan wilayah administratif otonomi khusus bersama

dengan dengan DKI Jakarta, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)

dan Provinsi Papua. Otonomi ini diperoleh karena adanya keterkaitan

dengan sejarah dan kebudayaan yang tidak bisa lepas satu sama lain.

Adanya faktor sejarah dan budaya inilah yang menjadi nilai tambah serta

daya saing tersendiri bagi sektor pariwisata di Provinsi DIY.

7 Pada 37 negara berkembang, pariwisata merupakan sumber devisa utama yang dapat

tumbuh lebih dari 4% setiap tahunnya. Pada daerah yang kurang berkembang, pariwisata justru dapat berkembang sekitar 5% per tahun. Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara adalah sekitar 36,5%. Lihat Neel Inamdar, Nina Kolbe, Kathryn Kelly, Conservation and Tourism A Value Chain Approach, Crystal Drive, Arlington, 2001, hal. 1.

Page 5: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

5

b. Provinsi DIY merupakan wilayah dengan diversifikasi sosial-ekonomi

yang relatif homogen. Artinya wilayah yang terdiri dari empat kabupaten

dan satu kotamadya tersebut tidak memiliki kapasitas industri yang besar

untuk mendukung perekonomian daerah sehingga keberadaan sektor

pariwista menjadi tolok ukur kemajuan perekonomian wilayah selain

sektor perdagangan dan jasa.

c. Sektor pariwisata di wilayah Provinsi DIY melibatkan aktor dan entitas

dalam jumlah yang besar seperti Pemerintah Provinsi (Pemprov),

Pemerintah Kabupaten (Pemkab)/ Pemerintah Kota (Pemkot), masyarakat,

sektor swasta, ekspedisi, biro perjalanan dan lain-lainnya yang

menyebabkan sektor pariwisata di wilayah ini memiliki arti penting bagi

perkembangan sosial-ekonomi.

Dinamika perkembangan pariwisata memiliki kontribusi nyata bagi studi Ilmu

Hubungan Internasional. Perkembangan pariwisata di Provinsi DIY sebagai

pariwisata internasional telah berhasil memunculkan adanya isu-isu kontemporer

seperti masih bergantungnya pariwisata DIY terhadap potensi alam dan historisnya.

Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

Page 6: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

6

a. Masyarakat atau entitas lainnya dipandang dapat mewakili kultur dan

budaya masyarakat asal. Sehingga ini dapat menciptakan sebuah

mekanisme public diplomacy atau cultural diplomacy.

b. Perkembangan pariwisata juga berkaitan dengan perkembangan ekonomi-

politik daerah.

c. Pariwisata telah berkembang menjadi industri yang turut mendukung

kapasitas ekonomi-politik negara-negara dunia ketiga yang memiliki

keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), teknik dan anggaran.

Adanya hal tersebut diatas menunjukkan bahwa perkembangan pariwisata di suatu

daerah dalam hal ini pariwisata di Provinsi DIY memiliki relevansi serta kontribusi

yang nyata terhadap program studi hubungan internasional.

Provinsi DIY atau yang lebih dikenal dengan Yogyakarta adalah sebuah

provinsi yang berada di bagian tengah-selatan Pulau Jawa. Secara geografis,

Yogyakarta terletak pada 7°33’ - 8°12’ Lintang Selatan dan 110°00’ - 110°50’ Bujur

Timur.8 Bagian selatan provinsi ini dibatasi dengan lautan Indonesia sedangkan

bagian timur laut, tenggara, barat dan barat laut dibatasi oleh wilayah Provinsi Jawa

Tengah (Jateng) yang meliputi :9

8 Dinas Pariwisata Provinsi DIY, Statistik Kepariwisataan 2011, Yogyakarta, 2011, hal. iii. 9 Ibid,.

Page 7: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

7

a. Kabupaten Klaten di sebelah timur laut

b. Kabupaten Wonogiri di sebelah tenggara

c. Kabupaten Purworejo di sebelah barat

d. Kabupaten Magelang di sebelah barat

Provinsi DIY yang berpenduduk sekitar 3.452.390 jiwa terdiri dari 4

kabupaten dan 1 kotamadya. Pembagian wilayah di Provinsi DIY dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 1.1 Pembagian Wilayah Kabupaten/ Kota di Provinsi DIY10

Kabupaten/ Kota Luas Wilayah (km2)

Kota Yogyakarta 32,50 km2

Kabupaten Bantul 506,85 km2

Kabupaten Kulon Progo 586,27 km2

Kabupaten Gunung Kidul 1.485,36 km2

Kabupaten Sleman 574,82 km2

Total Provinsi DIY 3.185,80 km2

Provinsi DIY memiliki kondisi topografi yang berupa dataran, lereng pegunungan

hingga daerah pantai. Kondisi topograsi yang beragam tersebut yang kemudian

10 Ibid,.

Page 8: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

8

menjadikan DIY memiliki banyak potensi wisata. Sehingga menjadikan Provinsi DIY

sebagai destinasi wisata internasional kedua setelah Bali.

Provinsi DIY memiliki berbagai macam predikat. Predikat tersebut antara lain

kota pelajar, kota budaya, kota wisata, kota gudeg dan masih banyak lagi. Dengan

predikat “kota wisata”, Provinsi DIY memiliki berbagai macam tujuan wisata mulai

dari wisata alam, wisata budaya, wisata religi, wisata minat khusus hingga wisata

lainnya. Hal tersebut yang kemudian menjadi nilai tambah dan daya tarik tersendiri

dalam menarik minat wisatawan mancanegara untuk melakukan kegiatan wisata di

Provinsi DIY.

Sebagai pusat kebudayaan Jawa dan terjadinya beberapa peristiwa bersejarah,

DIY memiliki beragam peninggalan sejarah seperti bangunan, benteng dll yang

menarik untuk dikunjungi. Namun tidak hanya bangunan dan peninggalan sejarah

saja yang menjadikan DIY menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan mancanegara.

Terdapat local wisdom atau kearifan lokal yang ditunjukkan masyarakat DIY

terhadap wisatawan mancanegara menjadi nilai tambah serta daya tarik tersendiri.

Pembentukan Dinas Pariwisata Provinsi DIY merupakan bentuk keseriusan

Pemprov DIY dalam upaya pengembangkan sektor pariwisata. Keseriusan Dinas

Pariwisata Provinsi DIY dalam mengembangkan pariwisata di DIY ditunjukkan dari

Page 9: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

9

visi, misi serta kebijakannya.11 Adapun fungsi pembentukan dinas pariwisata tersebut

antara lain :12

1. Penyusunan program pengendalian bidang pariwisata

2. Perumusan kebijakan teknis bidang pariwisata

3. Pengelolaan pengembangan destinasi pariwisata

4. Pengelolaan pengembangan kapasitas pariwisata

5. Penyelenggaraan peasaran pariwisata

6. Pemberian fasilitas bidang pariwisata kabupaten/ kota

7. Pelaksanaan koordinasi perijinan bidang pariwisata

11 Visi Dinas Pariwisata Provinsi DIY : Terwujudnya DIY sebagai salah satu destinasi utama di

Asia Tenggara berdasarlan keunggulan produk wisata yang berkualitas, berwawasan budaya, berwawasan lingkungan, berkelanjuran dan menjadi salah satu pendorong tumbuhnya ekonomi kerakyataan. Misi : 1) Mengembangkan destinasi berdasarkan keunggulan produk wisata dan sarana prasarana penunjang yang berkualitas berbasis budaya dan pembangunan pariwisata berkelanjutan, 2) Mengembangkan pariwisata sebagai industri pariwisata yang berbasis pada kekuatan ekonomi lokal untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah, 3) Mengembangkan pemasaran pariwisata terpadu, sinergis, efektif dan efisien untuk meningkatkan kunjungan wisatawan, 4) Mengembangkan kemitraan dengan meningkatkan jejaring (kerjasa dan koordinasi), kualitas manajemen, sumber daya manusia, dan memantapkan kapasitas kelembagaan masyarakat pariwisata, 5) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat terhadap kesadaran dan partisipasi aktif seluruh masyarakat dalam kegiatan pariwisata yang berdasarkan Sadar Wisata Sapta Pesona. Kebijakan : 1) Pengembangan kualitas produk wisata sesuai dengan kondisi yang diharapkan dalam Sapta Pesona dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan, 2) Peningkatan saran dan prasarana pariwisata serta manajemen dan kualitas sumber daya manusia, 3) Pertumbuhan dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam kegiatan pariwisata, 4) Pengembangan obyek dan daya tarik wisata agar mampu menjadi unggulan pariwisata bagi DIY, 5) Pengembangan pemasaran untuk meningkatkan kunjungan wisata. Ibid, slide 2,3,5.

12 Dinas Pariwisata Provinsi DIY, Profil Dinas Pariwisata Provinsi DIY, slide 4.

Page 10: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

10

8. Pelaksanaan pelayanan umum bidang pariwisata

9. Pemberdayaan sumber daya dan mitra kerja bidang pariwisata

10. Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan

11. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur

Pariwisata DIY terus berkembang dari tahun ke tahun. Hal tersebut

dikarenakan adanya konsep serta dukungan dari para investor. 13 Sehingga

pengembangan potensi wisata di DIY dirasa perlu sebagai salah satu penyokong

perekonomian daerah.

Dinamika pariwisata Yogyakarta sejak dekade 1980-an ternyata tidak lepas

dari perkembangan pariwisata nasional dan internasional. Kondisi yang selama ini

terbentuk menjadikan destinasi pariwisata Yogyakarta hanya sebagai tujuan wisata

sekunder bagi para wisatawan mancanegara. Hingga periode 2003 hingga 2012,

pariwisata DIY belum memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh

wilayah lainnya di Indonesia. Kondisi inilah yang kemudian menjadikan kunjungan

wisatawan mancanegara ke DIY seringkali mengalami peningkatan dan penurunan.

13 Salah satu investor yang mendukung konsep pariwisata di DIY adalah PT Yogyakarta Tugu

Televisi. Perusahaan yang menaungi Jogja TV tersebut adalah perusahaan televisi swasta pertama yang ada di Yogyakarta. Bekerjasama dengan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (DISHUBKOMINFO) Pemprov DIY, Jogja TV tidak hanya menyiarkan program televisi yang bertema pendidikan saja tetapi pariwisata dan budayapun ikut menjadi prioritas dalam program penyiaran. Hal tersebut bertujuan untuk ikut melestarikan sekaligus mengembangkan kebudayaan Yogyakarta. “Jogja TV” (online), diakses dari <http://www.plazainformasi.jogjaprov.go.id/index.php/media-streaming/televisi/817-jogja-tv.html> pada tanggal 21 April 2013.

Page 11: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

11

Munculnya kompetitor baru belakangan ini seperti Kota Bandung

mengharuskan DIY berbenah dalam hal pengembangan sektor pariwisata. Hal

tersebut bertujuan agar pariwisata DIY dapat berkompetisi seiring dengan munculnya

kompetitor baru. Tidak dapat dipungkiri pengelolaan dan pengembangan sektor

pariwisata di Provinsi DIY belum sepenuhnya sesuai seperti yang diharapkan. Belum

stabilnya jumlah kedatangan serta lama tinggal wisatawan mancanegara

mengindikasikan bahwa terdapat faktor penghambat dalam pengembangan sektor

pariwisata di Provinsi DIY. Apabila dibandingkan dengan beberapa kompetitor

seperti Bali, Bandung, Lombok dan Batam, Provinsi DIY merupakan salah satu

daerah wisata yang belum stabil perkembangannya.

Keberadaan sektor pariwisata di Provinsi DIY pada tahun 2003-2012

mengalami dinamika yang menarik. Jika dilihat dari kedatangan wisatawan

mancanegara maka perkembangan sektor pariwisata di wilayah Provinsi DIY

cenderung mengalami penurunan. Sebagai fakta rata-rata tingkat kunjungan

wisatawan mancanegara pada tahun 2003 di wilayah DIY sebesar 72.9 ribu orang.

Namun dalam perkembangannya di tahun-tahun selanjutnya pencapaian ini

cenderung menurun. Sebagai contoh pada tahun 2006 jumlah kedatangan wisatawan

mancanegara hanya sekitar 68,9 ribu orang. Kondisi ini ternyata tidak terjadi pada

kedatangan wisatawan mancanegara saja tetapi berlaku juga bagi kedatangan

wisatawan domestik yang juga mengalami tren fluktuatif.

Page 12: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

12

Perkembangan sektor pariwisata di Provinsi DIY yang cenderung fluktuatif

kemudian dihadapkan pada kondisi yang berbeda dengan wilayah lainnya, yaitu Kota

Bandung, Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini pada tahun 2007-2012 berhasil

meningkatkan tingkat kunjungan wisatawan khususnya wisatawan mancanegara.

Kasus pengembangan sektor pariwisata di wilayah Provinsi DIY dan Kota

Bandung mampu menjadi tolok ukur perkembangan kunjungan wisatawan,

khususnya wisatawan mancanegara yang ternyata dipengaruhi oleh konstelasi sosial,

ekonomi dan politik dalam negeri serta internasional. Dengan kata lain, pencapaian

oleh kedua destinasi diatas tidak lepas dari berbagai upaya dan kebijakan yang

dijalankan oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) daerah dalam membangun

stimulus kedatangan dan frekuanse lama tinggal bagi wisatawan khususnya

wisatawan mancanegara.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, penulis merumuskan pertanyaan besar yang

akan menjadi landasan permasalahan dalam penelitian yaitu :

“Mengapa Kota Bandung dapat mengejar Foreign Tourist Arrival (FTA) dari

Provinsi DIY ?”

Page 13: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

13

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penulisan tesis ini memiliki tujuan dan manfaat meliputi tiga hal masing-

masing sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui potensi wisata yang ada di Provinsi DIY yang ternyata

belum mampu terkelola secara maksmimal sehingga FTA Provinsi DIY

dapat tertinggal dari Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui upaya Pemprov DIY dalam mengembangkan

pariwisata yang belum sepenuhnya berjalan secara optimal.

3. Untuk mengetahui hambatan pengembangan pariwisata di Provinsi DIY

dari sudut pandang Tourism Value Chain.

D. Kerangka Teoritik

Tourism Value Chain

Tourism Value Chain (TVC) adalah sebuah metode analisis yang di dalamnya

terdiri dari semua penyedia barang dan jasa yang bergerak dalam penyediaan produk

wisata. Dalam metode tersebut digambarkan bahwa komponen pendukung sektor

pariwisata bukan hanya akomodasi, transportasi dan wisata saja tetapi terdapat

Page 14: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

14

komponen lain seperti bar dan restoran, kerajinan tangan, produksi makanan,

pembuangan limbah, dan infrastruktur seperti energi, air, jalan.14

TVC bertujuan untuk mendeskripsikan value chain dalam sektor pariwisata

dan bagaimana partisipasi para pemangku kepentingan dapat dikoordinasikan dengan

baik.15 Selain itu, metode ini dapat membantu memberikan informasi tentang strategi

bagaimana meningkatkan daya saing sektor industri lokal dalam pasar global melalui

strategi upgrading.16 Komponen yang terdapat dalam tourism value chain yang dapat

dipergunakan sebagai instrumen analisis dapat dilihat pada deskripsi dibawah ini.

1. Upgrading

Upgrading adalah sebuah strategi dimana kemampuan industri lokal untuk

melaksanakan inovasi agar meningkatkan daya saingnya di pasar global.17 Strategi

upgrading merupakan sinergi antara pemerintah (pusat dan daerah), sektor swasta dan

masyarakat.18 Strategi upgrading sangat erat kaitannya dengan penciptaan nilai

melalui inovasi.

14 Dalam hal tersebut pemerintah mengelola pembuangan limbah, dan infrastruktur seperti

energi, air, jalan. Sedangkan swasta selaku penyedia jasa pariwisata mengelola akomodasi, transportasi dan tempat wisata (ada beberapa tempat wisata yang dikelola oleh pihak swasta). Lihat Bart Slob and Jospeph Wilde, Tourism and Sustainability in Brazil : The Tourism Value Chain in Porto de Galinhas, Northeast Brazil, 2006, hal. 7.

15 Marta Bakuzc, Tourism Value Chain Management as a Tool for Effective Tourism Destination Development The Case of Pecs ECoC 2010, hal. 46.

16 Nanang Pamuji Mugasejati dan Riza Noer Arfani, Bahan Pekuliahan Analisis Global Value Chain (GVC) : Metode Untuk Menggapai Pasar Global, 2010, slide 2.

17 Ibid,. 18 Ibid,.

Page 15: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

15

Inovasi merupakan keberhasilan sosial dan ekonomi berkat adanya

pengenalan cara baru atau kombinasi baru dari cara-cara lama dalam

mentransformasikan input menjadi output (teknologi) yang menghasilkan perubahan

besar atau drastis dalam perbandingan antara nilai guna yang dipersepsikan oleh

konsumen atas manfaat suatu produk (barang atau jasa) dan harga yang ditetapkan

oleh produsen.19 Pengertian keberhasilan inovasi pada konteks tersebut tidak saja

dalam keberhasilan ekonomi melaikan juga keberhasilan sosial. Inovasi yang berhasil

adalah inovasi yang menciptakan nilai besar untuk konsumen, untuk komunitas dan

lingkungan pada saat yang sama.20 Inovasi merupakan langkah yang sangat penting

dalam mengembangkan sebuah industri. Adanya inovasi yang dihasilkan sebuah

industri dapat memproduksi nilai tambah dan keuntungan yang besar bagi aktifitas

lainnya. Inovasi menjadi sangat penting perannya karena :21

1. Membentuk atau meningkatkan keunggulan daya saing.

2. Meningkatkan produktivitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

3. Memenuhi kebutuhan sosial secara signifikan.

4. Meningkatkan standart hidup.

5. Menciptakan atau memperluas kesempatan kerja.

19 Avanti Fontana, Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai Individu,

Organisasi, Masyarakat, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 18. 20 Ibid,. 21 “Kebijakan Inovasi di Indonesia : Bagaimana Sebaiknya” (online), hal 18, diakses dari

<http://www.slideshare.net/tatang.taufik/kebijjakan-inovasi-tatang-a-taufik> pada tanggal 19 April 2013.

Page 16: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

16

6. Menciptakan atau memperluas pasar setempat, daerah, nasional dan

internasional.

7. Meningkatkan keuntungan dan mendorong kemajuan bisnis.

8. Memunculkan nilai tambah bagi suatu produk.

Dalam rangka mengembangkan sektor pariwisata, inovasi tidak hanya

dilakukan oleh pihak penyedia jasa wisata saja tetapi oleh aktor-aktor yang terkait.

Diperlukan kerjasama antar aktor untuk menunjang efektifnya inovasi. Selain itu,

peran aktif dari pemprov dan pemkab/ pemkot terkait dengan diberlakukannya otda

yang bertujuan untuk mendukung sebuah inovasi juga diperlukan.

Inovasi dapat dilakukan oleh aktor manapun pihak-pihak yang memiliki

keterkaitan dan kepentingan terhadap pengembangan sektor pariwisata pada suatu

daerah. Aktor seperti pemprov, pemkab/ pemkot dan non state actor dapat melakukan

inovasi sesuai kapasitasnya masing-masing. Misalnya inovasi pada bidang

transportasi, perundang-undang, serta kemudahan yang diberikan kepada wisatawan

baik domestik maupun mancanegara. Namun, upaya inovasi tersebut tidak dapat

berfungsi secara maksimal apabila tidak terdapat sinergi antar aktornya.

Page 17: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

17

Konsep upgrading pada sektor pariwisata menurut Josiah Child ternyata tidak

semata-mata mengarah pada komoditas itu sendiri.22 Berbagai respon dan sensitifitas

dari pembuat kebijakan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan peningkatan

industri pariwisata daerah. Lebih lengkapnya Child menyatakan bahwa :

“...upaya peningkatan industri pariwisata memerlukan serangkaian kebijakan

secara menyeluruh dengan melibatkan seluruh entitas/pemangku

kepentingan, baik pemerintah, swasta dan masyarakat secara luas. Nantinya

pencapaian yang akan diraih memerlukan evaluasi secara periodik dan untuk

menumukan titik yang ideal dan kemudian terus dikembangkan lagi dalam

berbagai bentuk inovasi.”23

Berdasar pada proposisi diatas maka konsep upgrade tourism tidak hanya

menekankan komoditas-komoditas yang telah ada sebelumnya, namun kapabilitas

sektor pariwisata memerlukan sebuah kebijakan konkrit yang melibatkan entitas-

entitas dan para pemangku kepentingan secara luas. Kondisi ini nantinya akan

membentuk sebuah multiplier effect yang dapat mendukung daya saing sektor

pariwisata regional.

22 Josiah Child merupakan analis pariwisata dari Universitas Princenton, New Jersey, Amerika

Serikat yang meneliti perkembangan pariwisata Thailand dan Malaysia pada tahun 2008 hingga 2010 tentang “Pengaruh Dukungan Kebijakan Publik terhadap Pariwisata : Studi Perbandingan Thailand dan Malaysia.

23 Josiah Child, “The Asian Tourism : A Studied of Cmparatives of Thailand and Malaysian” dalam William Muller and WM.Rayonkanish, The Asian Tourism, Princenton University Press, New Jersey, 2008, hal.23-24.

Page 18: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

18

2. Pemetaan Aktor

Dalam sektor pariwisata, pemerintah merupakan aktor yang mempunyai peran

sebagai pembuat kebijakan. Pemerintah dapat menggandeng non state actor yang

berupa asosiasi pelaku pariwisata lokal dan penyedia jasa untuk ikut dalam

mengembangkan pariwisata secara memaksimalkan melalui peran masing-masing

aktor.

Berbagai peran yang dijalankan baik oleh pemerintah, non state actor maupun

stakeholders membutuhkan sinergi. Hubungan antar aktor tidak dapat berjalan secara

optimal apabila tidak terdapat sinergi antara pemerintah yang satu dengan pemerintah

lainnya (pemerintah pusat dan pemprov), pemprov dengan pemkab/ pemkot, ataupun

pemerintah pusat dan provinsi dengan para aktor swasta maupun masyarakat.

Nantinya sinergi yang tercipta akan mendukung peningkatan citra dan kapasitas

sektor pariwisata daerah tersebut sehingga peningkatan jumlah kunjungan wisatawan

khususnya wisatawan mancanegara dapat tercipta.

TVC dapat memetakan aktor-aktor yang terkait dalam pengembangan sektor

pariwisata. Dari pemetaan aktor tersebut dapat diketahui mana aktor yang bersinergi

dan yang tidak. Interest/Pressure Group yang dijalankan oleh Non – Governmental

Organisations (NGO) merupakan salah satu aktor yang terkait dalam pengembangan

sektor pariwisata. Kelompok tersebut berperan terhadap perkembangan isu yang

sedang berkembang terkait pariwisata seperti isu sosial, ekonomi, lingkungan dan

Page 19: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

19

perilaku masyarakat. Industri yang terkait dengan sektor pariwisata yaitu jasa

perhotelan, agen perjalanan, dan jasa penerbangan.

Selain aktor yang telah disebutkan diatas, organisasi internasional juga

memiliki peranan dalam pengembangan sektor pariwisata. Organisasi internasional

tersebut antara lain seperti United Nation World Tourism Organization (UNWTO),

United Nation Development Programme (UNDP), International Monetary Fund

(IMF), World Bank dan Asian Development Bank (ADB) serta organisasi-organisasi

internasional yang terkait lainnya. Penjelasan siapa saja aktor yang terlibat dalam

pengembangan pariwisata dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Page 20: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

20

Gambar 1.1 Who is involved in tourism management? Tourism policy community24

Legislative Branch Congress/Parliament: lower and upper

houses, elected representative

Executive Branch Government National, state and regional, government

Public sector management

Ministries / departements : Ministry of Tourism

Statutory authorities / bussiness enterprises :

national tourism organisation ; development

agency, public regulatory bodies

Environmental protection agencies, advisory and

consultative bodies, joint ventures with

private sector

States Government Elected assemblies

Local Government Departments, enterprises and PSM, elected

Councils

Interest / Pressure Groups Non – governmental organisations, economic,

Social and environmental groups

Industry Hotels, travel agents, airlines, trade unions,

Theme parks

Political Parties, Public Optersebuton,

Mass Media

Judicial Branch Courts: constitutional, national, local

International Organisations United Nation World Tourism Organisation (UNWTO), United Nations

Development Programme (UNDP), European

Union (EU), Economic institutions, World Bank, International Monetary Fund (IMF) Asian Development Bank (ADB)

24 James Elliot, Tourism, Politics and Public Sector Management, Routledge, London & New

York, 2002, hal. 9.

Page 21: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

21

Gambar diatas menggambarkan aktor yang berperan dalam pengembangan

sektor pariwisata. Sinergi antara pemerintah, pemprov, pemkab/ pemkot, swasta serta

peran serta masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memaksimalkan potensi di

sektor pariwisata. Pemerintah dapat bekerja sama dengan pihak swasta yang memiliki

visi dan misi yang sama untuk mengembangkan sektor pariwisata misalnya dengan

joint venture.

3. Pengklasteran Penyedia Jasa Pariwisata

Penglasteran penyedia jasa pariwisata merupakan bagian dari upaya

pemerintah untuk memudahkan dalam mendefinisikan unit-unit pariwisata dan

mewujudkan proporsi tanggung-jawab pada skema pariwisata itu sendiri.

Pengklasteran jasa pariwisata merupakan konsep untuk mengelompokkan pelaku

pariwisata, meksipun pelaku tersebut juga memiliki hubungan non-tekstual dengan

pelaku lain yang keberadaannya dapat saling melengkapi antara satu dengan yang

lain.

Dalam kerangka konseptualnya, UNWTO menyebutkan enam poin yang ada

pada destinasi pariwisata yaitu :25

1. The fundamental unit, on which all the many complex dimensions of

tourism are based,

2. The focal point in the development and delivery of tourism products and

implementation of tourism policy,

25 Tourism Destination (online), diakses dari

<http://destination.unwto.org/en/content/conceptual-framework-0> pada tanggal 31 Maret 2013.

Page 22: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

22

3. The basic unit of analysis in tourism,

4. Offers a broad range of products, experiences and services under the

destination brand,

5. Cluster: co-location of activities (products and services) that are linked

horizontally, vertically or diagonally along the value-chain and served by

public and private sector,

6. Physical, but also intangible (image, identity, personality).

Poin ke lima kerangka konseptual UNWTO tersebut yang kemudian

mendasari pengintergrasian lima kluster kegiatan produktif pada tourism value chain.

Dalam setiap klaster terdapat beragam rantai yang dapat dibedakan dan di analisis26.

Gambar 1.2 Pengklasteran Sektor Penyedia Jasa Pariwisata27

Gambar di atas merupakan kluster penyedia jasa wisata yang merupakan

faktor pendukung pengembangan sektor pariwisata. Adanya faktor pendukung

tersebut dapat meningkatkan daya saing pada masa persaingan global yang sangat

ketat ini.

4. Pengklasteran Destinasi Wisata

Salah satu tren yang menonjol dalam perkembangan pasar wisatawan global

adalah pergeseran preferensi aktivitas dan destinasi pariwisata akibat perubahan

26 Federico Vignati and Quirin Laumans, Value Chain Analysis as a Kick Off for Tourism

Destination Development in Maputo City, 2009, hal. 6. 27 Netherlands Development Organization (SNV), Managing Sustainable Tourism in Developing

Country : Maputo City Tourism Value Chain, 2009, hal. 6.

Page 23: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

23

psikografis wisatawan global seperti perubahan selera, minat, ekspektasi, dan pola

konsumsi, kesan mereka tentang suatu destinasi.28 Dan dalam skala yang lebih khusus

adalah kepuasan wisatawan. 29 Kegiatan wisata tidak lagi dimaknai sebagai kegiatan

dalam mengisi waktu luang dan mencari kesenangan melainkan mencari pengalaman

yang unik dan beragam.

Untuk mengembangkan destinasi pariwisata di dunia, UNWTO memiliki

program yang disebut sebagai “Destination Management”. Program tersebut

merupakan komitmen UNWTO dalam memberikan respon positif terhadap

pertumbuhan sektor pariwisata lokal, regional dan nasional yang sistematis,

multidisiplin, dan lintas sektoral, khususunya untuk menyediakan panduan strategis

dalam program tersebut.

Munculnya minat wisatawan mancanegara terhadap jenis wisata tertentu

menjadi fenomena tersendiri dalam dunia pariwisata. Hal tersebut memaksa para

aktor untuk lebih kreatif dalam berinovasi serta memunculkan destinasi wisata baru.

Beragamnya destinasi wisata yang muncul dapat berdampak pada peningkatan jumlah

wisatawan khususnya wisatawan mancanegara.

28 Penny M Simpson dan Judy A Siguaw, Destination Word of Mouth : The Role of Traveler Type,

Resident and Identity Salience, dalam Junianto Damanik, Pariwisata Indonesia : Antara Peluang dan Tantangan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 156 .

29 Girish Prayag, International Journal of Tourism Research : Paradise for Who? Segmenting

Visitors Satisfaction with Cognitive Image and Predicting Behavioural Loyalty dalam Junianto

Damanik, Pariwisata Indonesia : Antara Peluang dan Tantangan, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2013, hal. 156.

Page 24: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

24

Pengklasteran destinasi pariwisata ternyata tidak semata-mata menjadi konsep

untuk memisahkan berdasarkan karakteristik obyek. Keberadaannya dapat

membangun sebuah ikatan konsep baru yang mengarah kepada terbentuknya model

pariwisata baru atau yang dikenal dengan paket wisata (integrated tourism), yaitu

sebuah penawaran tentang kunjungan wisata ke beberapa tempat sekaligus. Konsep

ini memang memiliki karakter yaitu menjadikan salah satu klasifikasi destinasi

pariwisata sebagai tujuan primer dan menjadikan beberapa lainnya sebagai tujuan

sekunder. Melalui konsep ini nantinya dapat menjadi kebijakan penyangga (buffer

policy) pada sektor pariwisata daerah.

Tahun 2004, UNWTO mengklasifikasikan destinasi wisata dalam 17 tema

utama yang dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel 1.2 Tabel Klasifikasi Destinasi Pariwisata

No Destinasi Wisata

1. Kawasan perairan / Bahari (coastal zone)

2. Kawasan pantai (beach destination and sites)

3. Gugusan kepulauan (small islands)

4. Kawasan gurun (destination in desert and arid areas)

5. Kawasan pegunungan (mountain destinations)

6. Kawasan taman nasional (natural and sensitive ecological sites)

7. Kawasan ekowisata (ecotourism destinations)

8. Kawasan taman nasional dan cagar alam (park and protected areas)

Page 25: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

25

9. Komunitas disekitar kawasan lindung / konservasi (communities within or

adjacent to protected area)

10. Jalur atau rute perjalanan (trail and routes)

11. Situs peninggalan sejarah (built heritages sites)

12. Kawasan pemukiman tradisional (small and traditional communities)

13. Kawasan wisata kota (urban tourism)

14. Pusat kegiatan MICE dan konvensi (MICE and convention centers)

15. Kawasan taman bertema (theme park)

16. Kawasan taman air (water park)

17. Kapal pesiar dan tujuan perjalanannya (cruise and their destinations)

Sumber : UNWTO, 2004

Tabel diatas merupakan klasifikasi terhadap destinasi wisata yang dibuat oleh

UNWTO berdasarkan studi tentang trend atau kecenderungan minat dan harapan

pasar wisatawan terhadap jenis destinasi yang sedang diminati.

Analisis pengklusteran destinasi wisata merupakan instrumen penting bagi

pengembangan destinasi wisata. Analisis tersebut dipergunakan untuk memudahkan

aktor dalam memahami isu-isu penting yang berkaitan dengan strategi pengembangan

destinasi wisata yang kompetitif.30 Selain itu, dengan analisis kluster dapat membantu

dalam mengidentifikasi potensi kluster wisata.31

30 Federico Vignati, Gestão de destinos turísticos, dalam Federico Vignati dan Quirin Laumans,

Value Chain Analysis as a Kick Off for Tourism Destination Development in Maputo City, 2009, hal. 10.

31 Ibid..

Page 26: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

26

Ketersediaan informasi terhadap destinasi wisata yang ada bagi wisatawan

khususnya wisatawan mancanegara merupakan tujuan lain dari pengklasteran jenis

wisata. Tersedianya informasi yang lengkap merupakan faktor yang mendukung

untuk menarik minat wisatawan khususnya wisatawan mancanegara yang pada

umumnya sebelum melakukan aktivitas perjalanan wisata, wisatawan mancanegara

terlebih dahulu mencari informasi destinasi wisata yang dituju. Adanya informasi

yang lengkap serta dikemas dengan menarik, tidak menutup kemungkinan untuk

menarik minat wisatawan. Selain untuk menarik minat wisatawan khususnya

wisatawan mancanegara, ketersediaan informasi juga dapat dijadikan sebagai sarana

promosi baik di dalam maupun di luar negeri terhadap destinasi wisata yang ada di

Provinsi DIY.

Dalam permasalahan hambatan dalam pengembangan di sektor pariwisata

Provinsi DIY, pengklasteran jenis wisata bertujuan untuk memudahkan pemprov atau

pemkab/ pemkot dalam mengelola dan mengembangkan destinasi wisata. Dengan

harapan, semakin spesifik dan mendetail dalam melakukan pengklasteran destinasi

wisata maka pengelolaan dan pengembangan destinasi wisata akan semakin intensif

dan spesifik sesuai dengan kebutuhan masing-masing klaster.

Sebelum tahun 2007, kluster jenis wisata di Provinsi dapat dikategorikan

sebagai old tourism yang mana pada waktu itu wisata hanya mengandalkan pada

potensi wisata alam dan budaya. Pengeklasteran destinasi wisata alam dan budaya

dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 27: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

27

Tabel 1.3 Pemetaan Jenis Wisata di Provinsi DIY Sebelum Tahun 200732

Wisata Alam Wisata Budaya

Gunung

Sungai

Pantai

Goa

Karst

Hutan

Keraton Yogyakarta

Kawasan Kota Gede

Candi

Museum

Puro Pakualaman

Makam Raja-Raja

Situs Purbakala

Tradisi / Upacara Adat

Sanggar Seni (Tradisional dan Modern)

Seiring berkembangnya minat wisatawan khususnya wisatawan mancanegara

terhadap jenis wisata tertentu, pada tahun 2007 mulai bermunculan klaster-klaster

jenis wisata baru seperti wisata religi, wisata minat khusus dan wisata lainnya. Jika

diklasterkan menurut jenisnya, maka pengklasteran tersebut dapat dilihat pada tabel

berikut :

32 Dinas Pariwisata Provinsi DIY, Profil Dinas Pariwisata Provinsi DIY, slide 14.

Page 28: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

28

Tabel 1.4 Pengklasteran Jenis Wisata di Provinsi DIY Setelah Tahun 200733

Wisata Religi Wisata Minat Khusus Wisata Lainnya

Pondok Pesantren

Gereja

Masjid

Klenteng

Panjat Tebing

Arung Jeram

Susur Goa / Caving

Off Road

Tracking

Camping

Mendaki Gunung

Outbound

Mancing / Fishing

Rafting, Canoing

Rambling Kota Gede

MICE (Meeting,

Incentive, Convention,

Exhibition)

Agro

Kuliner

Belanja

Desa Wisata

Namun hingga saat ini pengklasteran yang telah dilakukan oleh Dinas

Pariwisata Provinsi DIY belum memadahi untuk mendukung pengelolaan dan

pengembangan destinasi wisata. Pengklasteran destinasi wisata yang kurang spesifik

berdampak pada tidak maksimalnya pengelolaan, pengembangan serta fungsi

destinasi wisata.

33 Ibid., slide 15-16.

Page 29: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

29

5. Kerjasama Internasional

Dalam perkembangan hubungan internasional modern, kerjasama

internasional merupakan kerjasama yang berlandaskan pada Prinsip Piagam PBB dan

Resolusi Majelis Umum PBB. Kerjasama internasional tersebut bertujuan untuk

memajukan perdamaian dan keamanan dengan cara memperkuat ikatan antar negara,

menciptakan hubungan yang saling menguntungkan dan efektif.

Pada era globalisasi, kerjasama internasional merupakan pemanfaatan pasar

global untuk produk lokal, investasi asing, bantuan asing serta transfer teknologi.

Kerjasama internasional memiliki tiga tantangan antara lain :34

a. Image Building

Bagaimana kerjasama internasional dapat mengembangkan citra sebagai

daerah yang menarik untuk investasi dan kondusif sebagai pasar.

b. Investment generating

Bagaimana kerjasama internasional dapat menarik investasi asing ke daerah

dan kemudian menanamkan modalnya.

34 Riza Noer Arfani, Bahan Perkuliahan Konteks GVC : Kerjasama Internasional, 2010, slide 3.

Page 30: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

30

c. Investor servicing

Bagaimana kerjasama internasional dapat melayani investor agar tetap

bertahan dan calon investor untuk menanamkan modalnya.

E. Tinjauan Pustaka (Literatur Review)

Hakikat dari penelitian ilmiah adalah untuk memperjelas terjadinya fenomena

maupun atau obyek tertentu berdasarkan suatu parameter ilmiah. Oleh karenanya,

aktivitas penelitian tidak akan terhindar dari proses tesis, antithesis, maupun sintesis.

Pada intinya tinjauan pustaka mengandung makna aktivitas peneliti untuk berdialog

secara kritis dengan pendapat pihak lain. Adanya tinjauan pustaka berarti peneliti

akan dihadapkan pada konsep-konsep yang telah ada sebelumnya. Tinjauan pustaka

juga dilakukan secara selektif terhadap tema yang secara substansial relevan dengan

kajian yang sedang dilakukan.35

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menganalisa mengenai tourism

value chain pada sebuah negara atau daerah kawasan wisata dalam sebuah negara

yang secara substansial memiliki relevansi dengan penelitian ini serta dianggap dapat

dijadikan sebagai bahan pertimbangan yang signifikan dalam proses penulisan.

Beberapa penelitian tersebut masing-masing ditulis oleh Birgit Steck, Kenneth Wood,

35 Irawati Singarimbun, Metode Penelitian Sosial, LP3ES, Jakarta, 1989, hal. 70-71

Page 31: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

31

Julia Bishop (2010)36, FIAS dan OECD Development Center (2006)37, Bart Slob dan

Joseph Wilde (2006)38, Federico Vignati dan Quirin Laumans (2009).39

Dari keseluruhan hasil penelitian diatas menyebutkan bahwa setiap daerah

memiliki potensi unggul destinasi wisata yang berbeda-beda. Namun yang menjadi

akar permasalahan, khususnya di negara penerima wisatawan ada pada sinergitas

aktor, nilai tambah yang dapat dijadikan sebagai daya saing serta pengelolaan sektor

pariwisata itu sendiri.

Berangkat dari penelitian yang telah ada, argumen penelitian tesis ini

dibangun. Provinsi DIY mulai mengelola sektor pariwisata secara mandiri sejak

memasuki era otonomi daerah (otda). Pemkab/ pemkot memiliki kewenangan dalam

mengelola serta mengembangkan potensi wisata di daerahnya masing-masing tanpa

adanya intervensi dari pihak manapun.

Pada era otda, pengelolaan pariwisata pada setiap kabupaten/ kota terpisah

pada persoalan administratif. Setiap kabupaten/ kota memiliki kebijakan masing-

masing terkait pengelolaan obyek wisata, promosi dan pengembangan. Hal tersebut

36 Birgit Steck, Kenneth Wood, Julia Bishop, Tourism : More Value for Zanzibar, 2010. 37 FIAS and OECD Development Center, The Tourism Sector in Mozambique : A Value Chain

Analysis, 2006. 38 Bart Slob and Jospeph Wilde, Tourism and Sustainability in Brazil : The Tourism Value Chain

in Porto de Galinhas, Northeast Brazil, 2006. 39 Federico Vignati and Quirin Laumans, Value Chain Analysis as a Kick Off for Tourism

Destination Development in Maputo City, 2009.

Page 32: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

32

berdampak pada perbedaan target pasar, strategi pemasaran, tumpang tindih program

wisata, hingga perbedaan slogan pariwisata.40

Adanya perbedaan dalam pengelolaan sektor pariwisata pada setiap

kabupaten/ kota menyebabkan upaya upgrading yang telah dilakukan oleh pemprov

menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu, diperlukan sinergitas aktor dalam upaya

memaksimalkan upaya upgrading yang telah ada untuk mengembangkan sektor

pariwisata di Provinsi DIY.

Diberlakukannya otda di Indonesia membuat persaingan industri sektor

pariwisata pada masing-masing wilayah di Indonesia berkembang semakin kompleks.

Hal ini menimbulkan dua persoalan dilematis yang menyertai hal tersebut seperti

Provinsi DIY akan semakin terdegradasi karakter pariwisatanya apabila tidak

membangun sistem manajemen pariwisata yang baik dan akan membuka peluang

yang lebih luas bagi wilayah-wilayah di Indionesia seperti Kota Bandung untuk dapat

mengembangkan industri pariwisatanya secara spesifik.

Persoalan mengenai tourism value chain antara Provinsi DIY dan Kota

Bandung secara nyata berkaitan dengan realitas praktik tata kelola pada masing-

masing sektor pariwisata. Hal tersebut mendorong berbagai prakarsa untuk

meningkatkan kualitas pengelolaan dan daya saing destinasi pariwisata. Indikator

rendahnya kualitas pengelolaan destinasi pariwisata dapat dilihat dari sejumlah

40 “Pengelolaan Pariwisata Belum Solid” (online), diakses dari

<http://health.kompas.com/read/2010/10/09/1453262/Pengelolaan.Pariwisata.Belum.Solid>, pada tanggal 25 Juni 2013

Page 33: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

33

praktik tata kelola yang belum berjalan secara optimal karena besaran perolehan

pariwisata (magnitude of tourism) yang masih rendah.

Destinasi pariwisata terbentuk dari konstruksi ruang, sosial, budaya,

lingkungan, serta sumber daya pariwisata yang saling terkait dan melengkapi dalam

rangka menciptakan pengalaman pariwisata. Oleh karena itu, pengembangan

destinasi dilakukan melalui berbagai intervensi dari sejumlah stakeholders untuk

meningkatkan intensitas aktivitas pariwisata, yaitu para pemangku kepentingan

Provinsi DIY dan Kota Bandung.

Destinasi sebagai bagian integral dari tourism value chain dapat dipahami

sebagai kesatuan fasilitas dan pelayanan yang terbentuk dari berbagai atribut multi-

demensi. Dengan kata lain destinasi merupakan elemen dari produk pariwisata yang

menawarkan pengalaman menyeluruh kepada konsumen. Destinasi pariwisata

Provinsi DIY dan Kota Bandung merupakan gabungan dari produk dan pelayanan

yang tersedia pada satu lokasi yang dapat menarik pengunjung diluar wilayah

bersangkutan.

F. Argumen Utama

Dalam penulisan tesis ini, penulis menyimpukan beberpa hal yang menjadi

hambatan dalam pengembangkan sektor pariwisata di Provinsi DIY sehingga pada

tahun 2007-2012 FTA cenderung tertinggal dari Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat

Page 34: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

34

adalah kurangnya penciptaan nilai tambah pada sektor pariwisata, lemahnya kegiatan

promosi di luar negeri, tidak adanya sinergi antar aktor (pemprov dengan

pemkab/pemkot), sistem pengklasteran destinasi wisata yang kurang spesifik dan

tidak merata, kegagalan Pemprov DIY dalam mengelola kerjasama internasional serta

terjadinya hambatan lain dalam pengembangan pariwisata di Provinsi DIY. Adanya

hambatan yang telah dipaparkan diatas menjadikan upaya upgrading yang telah

dilakukan oleh pemerintah (pemprov, pemkab/ pemkot) serta stakeholders menjadi

tidak maksimal dari sudut pandang TVC.

G. Metodologi Penelitian

Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan jenis penelitian deskriptif

kualitatif. Menurut Casel and Simon, metode deskriptif kualitatif merupakan metode

penelitian ilmu sosial yang berusaha mendeskripsikan dan menyajikan proposisi

secara akurat mengenai makna dari gejala yang terjadi dalam konteks sosial. Metode

ini menekankan pada pengumpulan dan analisis teks tertulis atau terucapkan. Metode

kualitatif juga berusaha memberikan gambaran menyeluruh tentang situasi yang

sedang dipelajari oleh peneliti. Alasan atas digunakannya deskriptif kualitatif karena

mampu melihat lebih komprehensif persoalan yang ada. Seperti yang disebutkan oleh

Page 35: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

35

Casel and Simon, bahwa untuk banyak alasan, penelitian kualitatif bisa lebih kaya,

dapat lebih banyak mendapatkan data, bersahaja dan lebih holistik41

Obyek dari penelitian tersebut adalah Pemprov DIY khususnya Dinas

Pariwisata Provinsi DIY. Data yang dipergunakan dari berbagai sumber seperti buku,

jurnal dan juga pemberitaan media massa. Data tersebut didukung data dari instansi

pemprov dan referensi kepustakaan pendukung lainnya. Pengumpulan data juga akan

dilakukan melalui Focused Group Discussion (FGD) dengan berbagai nara sumber

yang terkait.

Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis baik berupa data yang

bersifat kuantitatif, kualitatif maupun kombinasi dari keduanya. Khusus untuk

analisis data kualitatif dilakukan proses verifikasi dari berbagai sumber melalui

indepth interview maupun FGD dengan berbagai nara sumber seperti pihak dari

Pemprov DIY, Dinas Pariwisata Provinsi DIY, Pemkab/ Pemkot yang berada dalam

wilayah Provinsi DIY, pelaku pariwisata, serta pihak-pihak yang terkait dalam

pengembangan sektor pariwisata di Provinsi DIY. Sedangkan data kuantitatif lebih

banyak digunakan sebagai data pendukung.

Untuk mendapatkan gambaran yang dibutuhkan agar hasil penulisan tesis ini

mencapai sasaran, maka dicari lokasi penelitian yang sesuai. Mengingat penelitian

kali tersebut lebih menggali tentang tourism value chain dan upaya pemprov serta

41 Catherine Cassel and Gillian Symon (ed), Qualitative Methods in Organizational Research,

Sage Publications, London, 1994, hal.3-4.

Page 36: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

36

pemkab/ pemkot, untuk itu dipilih lokasi langsung yaitu Dinas Pariwisata Prov. DIY

sebagai sentral penelitian.

Untuk memperoleh data lainnya yang lebih otentik, yang berfungsi untuk

melengkapi literatur, penulis juga menjalankan teknik pengumpulan data primer,

yaitu melalui teknik wawancara terstruktur dan tidak terstruktur pada pihak-pihak

yang memiliki relevansi dengan kasus yang diteliti, antara lain pemerintah, tokoh

masyarakat, serta wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang pernah

terlibat secara khusus dalam dinamika sektor pariwisata di wilayah Provinsi DIY.

H. Jangkauan Penelitian

Penulisan tesis ini dibatasi pada periode tahun 2003-2012. Tahun tersebut

dipilih penulis dengan pertimbangan sebagai tahun yang merepresentasikan periode

maksimalnya implementasi kebijakan otda. Penulis berpendapat dinamika otda

sebagai pelimpahan wewenang memiliki peran yang penting terhadap fokus dari

kajian tulisan ini.

Selain pembatasan pada periode tahun, penulisan tesis ini dibatasi pada

analisis aktor, kluster jenis wisata, kerjasama internasional serta faktor penghambat

lainnya dalam pengembangan pariwisata di Prov. DIY. Hal tersebut dikarenakan

luasnya lingkup pembahasan yang ada pada TVC. Sehingga penulis merasa perlu

Page 37: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73357/potongan/S2... · tersebut telah berhasil meningkatkan penyedia jasa leisure dengan pesat di negara- ... pendidikan, agama,

37

untuk melakukan pembahasan agar penulisan tesis ini lebih spesifik pada hal yang

menjadi hambatan dalam pengembangan pariwisata di Provinsi DIY.

I. Sistematika Penulisan

Tesis ini akan disusun dalam lima bab dengan uraian sebagai berikut :

Bab I merupakan pendahuluan yang lebih banyak menjelaskan tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, literatur review, kerangka pemikiran, argumen

utama, metodologi penelitian, jangkauan penelitian, sistematika penulisan.

Bab II akan mendeskripsikan mendeskripsikan Tourism Value Chain di

Provinsi DIY dan Kota Bandung.

Bab III akan mendeskripsikan sejauh mana upaya upgrading Pemprov DIY

dan Kota Bandung dalam mengembangkan pariwisata di daerahnya masing-masing.

Bab IV akan menganalisa faktor hambatan dalam upaya pengembangan

pariwisata di Provinsi DIY dari sudut pandang Tourism Value Chain.

Bab V akan menjadi penutup dari tesis tersebut. Pada bab tersebut akan berisi

yang berisi kesimpulan dari penulisan tesis serta kontribusi tesis tersebut dalam

kajian studi hubungan internasional.