Geografi pariwisata indonesia (manajemen resort dan leisure) pendahuluan
the report of leisure job
description
Transcript of the report of leisure job
Disusun Sebag
Pelaksanan
Ko
PTEKNO
SEKOLAH TI
gai Bentuk Pertanggungj
nn Praktik Magang di BPB
oordinator Pamarican
Disusun Oleh;
Darwis
Ren Fitriadi
Willy Novian M
Willyarta Yudisti
PROGRAM STUDIOLOGI AKUAKULTURNGGI PERIKANAN JA
2010
awaban
BIAPL
RAKARTA
i
Kata Pengantar
Puji syukur tidak lupa Kami panjatkan kehadirat Allah swt. karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Tujuan dari penulisan lapooran ini adalah sebagai bentuk
pertanggungjawaban telah selesainya praktik magang di BPBIAPL (Balai
Pengembangan Benih Ikan Air Payau dan Laut) Koordinator Pamarican.
Sekaligus untuk menambah wawasan mengenai udang galah (Macrobrachium
rosenbergii : de man),
Banyak sekali hambatan dan tantangan dalam penyelesaian laporan ini.
Namun atas dukungan dari berbagai pihak laporan ini akhirnya dapat terselesaikan
tepat pada waktunya. Oleh karena itu tim penyusun mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Tata Tamami A.Pi yang telah memberikan bimbingannya dalam
penyusunan laporan ini. Tak lupa pula tim penyusun mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Pak Aef Permadi A.Pi, M.Si. Selaku Ketua Sekolah Tinggi Perikanan.
2. Pak Sinung Rahardjo A.Pi, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Program Studi
Akuakultur.
3. Dra. Ratna Suharti selaku Ketua Program Studi Akuakultur.
Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
laporan ini.
Tim Penyusun menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak hal yang
belum penulis lampirkan dalam laporan ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat Kami harapkan guna perbaikan dalam penyusunan
laporan yang akan datang . Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.
Ciamis, September 2010
Penulis
ii
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan ......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II Metodologi .......................................................................................... 2
2.1 Waktu dan Tempat ..................................................................................... 2
2.2 Metode Pengambilan Data ......................................................................... 2
BAB III Kegiatan dan Pengamatan Yang Dilakukan Selama Masa Magang
Di BPBIAPL Koordinator Unit Pamarican....................................... 3
3.1. Pembenihan Udang Galah......................................................................... 3
3.1.1. Sterilisasi Wadah Pemeliharaan............................................................. 3
3.1.2. Sterilisasi Media Pemeliharaan .............................................................. 4
3.1.3. Pencampuran Air Bersalinitas Tertentu ................................................. 4
3.1.4. Pemilihan Induk Udang Galah Yang Sudah Matang Telur dan
Siap Menetas.......................................................................................... 6
3.1.5. Penyucihamaan Induk ............................................................................ 8
3.1.6. Penghitungan fekunditas ........................................................................ 9
3.1.7. Panen Larva Udang Galah ..................................................................... 11
3.1.8. Penghitungan Larva Secara Sampling ................................................... 13
3.1.9 Penentuan Hatching Rate (HR)............................................................... 14
3.1.10. Penetasan Artemia................................................................................ 15
3.1.11. Penentuan Kebutuhan Artemia Untuk Larva ....................................... 17
3.1.12. Menetukan HR Artemia ....................................................................... 17
3.1.13. Menentukan Kepadatan Artemia per Liter........................................... 18
iii
3.1.14. Dekapsulasi Artemia ............................................................................ 19
3.2. Panen Tokolah Udang Galah .................................................................... 19
3.3. Panen dan Pasca Panen Udang Vannamei di BPBIAPL
Koordinator Cibalong ............................................................................... 20
3.3.1. Panen Menggunakan Jaring ................................................................... 21
3.3.2. Panen Menggunakan Jala....................................................................... 23
3.3.3. Pencucian, Sortir, dan Samplng Ukuran Udang..................................... 24
3.3.4. Pengangkutan Hasil Panen..................................................................... 29
BAB IV Penutup .............................................................................................. 31
4.1. Kesimpulan ............................................................................................... 31
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya perikanan di indonesia merupakan usaha yang memiliki prospek
yang menjanjikan ini dilihat dari kebutuhan bahan pangan yang terus meningkat
dan wilayah Indonesia yang 70% adalah lautan yang kaya akan sumberdaya alam.
Hanya saja teknologi dan pengetahuan belum bisa dimanfaatkan secara maksimal
sehingga produksi perikanan di Indonesia belum bisa digunakan sebagai ujung
tombak penghasil devisa negara, contoh nyata yang dapat dilihat pada saat ini
produksi udang galah di Indonesia sangat memperihatinkan jangankan untuk
produksi ekspor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja sangat jauh untuk
dikatakan cukup.
Permintaan untuk pasar udang galah konsumsi saat ini sangat menjanjikan
hanya saja pemeliharaan udang galah ini selalu mendapatkan permasalah pada
peroses produksi benih. Permasalahan peroduksi udang galah ini dikarenakan
survival rate (SR) untuk benih sangat rendah hanya bisa mencapai 20-30 %
permasalahan ini diasumsikan terjadi ketika proses penyesuaan larva dari air laut
ke air tawar, masa pemeliharaan larva yang cukup lama antara 18 sampai 30 hari,
selain permasalahan tersebut ini juga dikarenakan persedian induk yang
silsilahnya tidak terjaga sehingga kualitas benih yang dihasilkan tidak maksimal.
Berbagai permasalahan di lapangan tersebut memberikan tantangan
kepada Taruna Sekolah Tinggi Perikanan untuk mulai mencoba mengaplikasikan
teori yang telah didapat selama mengenyam pendidikan dua tahun di kampus
Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta sekaligus untuk menambah wawasan mengenai
peluang dan kesempatan kerja yang tersedia saat ini.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan magang yang kami lakukan adalah:
1) Meningkatkan keterampilan aplikasi teori budidaya di lapangan;
2) Memahami tantangan dan peluang di lapangan kerja
2
BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Peraktek magang taruna ini dilakksanakan mulai tanggal 18 agustus 2010
sampai dengan 3 September 2010 bertempat di Balai Pengembangan Budidaya
Ikan Payau Dan Laut (BPBIAPL) Koordinator Pamarican di Ciamis.
2.2 Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data yang dilakukan adalah dengan cara magang
yaitu dengan ikut langsung ke dalam kegiatan yang dilaksanakan di tempat
magang sehingga data yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diambil secara langsung di lapangan dengan
melaksanakan pengamatan langsung data diterima langsung tanpa ada perantara
sedangkan data sekunder data yang diambil melewati perantara atau dengan
mengadakan wawancara terhadap narasumber.
3
BAB III
Kegiatan Dan Pengamatan Yang Dilakukan Selama Masa Magang Di
BPBIAPL Koordinator Pamarican.
3.1 Pembenihan Udang Galah
Udang galah merupakan salah satu komoditas air tawar yang memiliki
peluang pasar yang cukup baik. Peluang tersebut baik pada segmen pembesaran
maupun pembenihan. Hal ini terbukti, selama 1 pekan berada di panti benih
BPBIAPL unit pamarican, sudah ada 2 orang yang menanyakan mengenai
keberadaan benih udang galah yang telah menjadi tokolan. Kemudian selama
seminggu sekali Koordinator Pamarican ini menjual tokolan kepada para
pembudidaya udang galah untuk dibesarkan. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa prospek pasar udang galah, dalam hal ini tokolan, masih terbuka lebar.
Namun, berdasarkan data sekunder yang kami dapat di lapangan, kendala yang
dihadapi dalam pembenyediaan tokolan udang galah umumnya karena SR dari
larva menjadi juvenile yang rendah dan masa pemeliharaan larva yang cukup lama
antara 18 sampai 30 hari.
Selama melakukan kegiatan magang ini kami melakukan praktik
penerapan teori yang telah kami terima selama perkuliahan dari semester I sampai
dengan semester IV dan juga memperluas pengetahuan mengenai udang galah
yang berhubungan dengan pembenihan udang galah. Kegiatan tersebut antara lain
sebagai berikut:
3.1.1. Sterilisasi Wadah Pemeliharaan
Sterilisasi wadah yang dilakukan selama kegiatan magang di BPBIAPL
dilakukan pada bak pemeliharaan larva yang berbentuk bundar yang terbuat dari
beton dengan bentuk dasar mengkerucut kearah saluran pembuangan dengan jari-
jari 1.05 m dengan tinggi 1m. bak I ini disterilisasi dengan menggunakan clorin
(NaOCl) sebanyak 2ml/liter air. Sterilisasi ini dilakukan dengan mengusapkan air
yang sudah diberi klorin ke dinding bak pemeliharaan larva dan menyikatnya
4
dengan sikat cuci, dibiarkan dahulu lebih kurang 5 menit kemudian dilakukan
pembilasan dengan menggunakan air tawar.
3.1.2. Sterilisasi Media Pemeliharaan
Setelah bak pemeliharaaan bersih dilakukan pengisian air dengan salinitas
13o/oo. Air yang masuk kedalam bak pemeliharaan disaring menggunakan
saringan 25-40 mikron kemudian disterilisasi lagi dengan menggunakan chlorin
(NaOCl) dengan dosis 1.5 ppm kemudian diaerasi selama 24 jam untuk
menghilangkan kandungan chlorin yang ada pada air tersebut.
Gambar 1. Perlakuan Aerasi Pada Media Pemeliharaan Larva Setelah Pemberian
Chlorin
Pada media penetasan juga dilakukan sterilisasi dengan menggunakan
chlorin dengan dosis 20 ppm. Ini sengaja dilakukan agar induk yang akan
mengerami telur yang akan menetas nantinya terhindar dari serangan penyakit.
3.1.3. Pencampuran Air Bersalinitas Tertentu
Pencampuran air ini sengaja dilakukan karena di BPBIAPL tidak memiliki
air yang bersalinitas sesuai dengan pemeliharaan larva dan penetasan telur.
BPBIAPL memiliki sumber air yang berasal dari sumur yang bersalinitas 0o/oo dan
air laut yang diambil dari pangandaran dengan salinitas 28-31o/oo. Sehingga untuk
5
memenuhi standar kehidupan larva udang dan untuk penetasan udang galah perlu
dilakukan pencampuran air.
Salinitas yang diperlukan untuk pemeliharaan larva berkisar antara
8-12 o/oo. Bak yang digunakan memiliki ukuran jari-jari 1.05 m dan
kedalamannya 1 m. Bak tersebut diisi air setinggi 0,7 m Sehingga volume air total
dalam bak dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut:
= .
Keterangan:
V total air dalam bak = 3.14 m x 1.05 m2 x 0,7 m
V total air dalam bak = 2,4 m3
Setelah mengetahui volume air yang diinginkan kemudian air laut dan air
tawar yang dibutuhkan untuk mencapai salinitas 12 o/oo dapat dihitung melalui
metode persegi empat persen. Dibawah ini merupakan contoh penerapan metode
persegi empat person yang telah dilakukan dengan air laut bersalinitas 28 o/oo.
Berdasarkan metode tersebut, maka diketahui kebutuhan air tawar adalah
sebanyak
Air tawar = 16/28 x 100%
= 57,14 %
Artinya ketinggian air tawar yang ditambahkan sebanyak 57,14 % dari
tinggi air yang diinginkan (0,7 m). maka air tawar yang harus dimasukkan ke
dalam bak adalah setinggi 57,14% x 0,7 m = 0,4 m.
Sedangkan air laut yang dibutuhkan adalah sebanyak:
6
Air laut = 12/28 x 100%
= 42,86%
Artinya air laut yang ditambahkan adalah setinggi 42,86 % dari tinggi air
yang diinginkan (0,7 m). Maka perhitungannya adalah: 42,86% x 0,7 = 0,3 m.
Atau mudahnya adalah menambahkan air laut sampai batas tinggi air yang
diinginkan.
3.1.4. Pemilihan Induk Udang Galah Yang Sudah Matang Telur Dan Siap
Menetas
Pemeliharaan induk dan pemijahan udang galah yang ada di BPBIAPL
dilakukan pada kolam tanah. Masyarakat setempat mengatakan menjelang
terjadinya bulan purnama udang galah yang berada di kolam pemijahan telah
memijah. Sehingga pada saat itu kolam dikeringkan dan udang galah betina
dipisahkan ke kolam pematangan telur menunggu sampai telur siap menetas, lama
perkembangan telur tersebut kurang lebih 21 hari. Sedangkan udang galah jantan
tetap dibiarkan berada dalam kolam pemijahan yang telah diisi air kembali. Telur
yang siap menetas memiliki crri-ciri warna telur yang terdapat pada brood
chamber berwarna abu-abu tua. Induk yang memiliki warna telur abu-abu muda
sampai dengan abu-abu tua di pisahkan pada wadah tersendiri untuk ditetaskan
sedangkan induk yang memiliki telur yang masih kuning dimasukkan kembali
kedalam bak pematangan telur. Induk yang telah terseleksi dibawa ke hathery
untuk ditetaskan. Berikut ini adalah gambar kolam pematangan telur.
7
Gambar 2 . Kolam Pematangan Telur
Untuk memilih antara induk yang akan segera menetas dengan yang tidak,
dapat diketahui dengan melihat warna telur yang terdapat pada brood chamber
perkembangan warna telur tersebut mulai dari kuning muda, kuning tua, jingga,
abu-abu muda dan yang terakhir adalah abu-abu tua. Di bawah ini merupakan
gambar urutan perkembangan warna telur yang teramati selama melakukan
praktik magang di BPBIAPL Koordinator Pamarican.
Gambar 3. Perkembangan Warna Telur Sesuai Tingkat Kematangannya
8
3.1.5. Penyucihamaan Induk
Induk yang sudah terseleksi tidak boleh langsung dimasukkan ke dalam
bak penetasan sebelum dilakukan penyucihamaan induk, agar tidak ada bibit
penyakit yang ikut masuk ke dalam bak penetasan.
Sucihama induk dapat dilakukan di dalam baskom dengan menggunakan
air tawar dan Malachite green oxalate dengan dosis 1.5 ppm selama 10 menit atau
dapat digunakan PK (permanganat kalium) dengan dosis 20 ppm dengan
perendaman selama 10 menit. Induk yang sudah steril dapat langsung
dimasukkan kedalam bak penetasan untuk peroses penetasan, biasannya telur akan
menetas setelah 48 jam.
Gambar 4. Bak Penyucihamaan Induk Yang Telah Dicampur Dengan PK
Untuk mengantisipasi terjadinya stress pada induk, maka perendaman
dapat dihentikan apabila gerakan induk mulai terlihat agresif atau tidak tenang.
Setelah itu, induk dipindahkan ke dalam bak penetasan telur yang telah diisi air
dengan salinitas 5 o/oo. Kepadatan dalam bak penetasan tersebut adalah 10 ekor /
m2. Berikut ini adalah gambar bak penetasan telur dengan ketinggian air 25 cm.
9
Gambar 5 . Bak Penetasan Telur
Bak penetasan telur tersebut berukuran 100 cm x 60 cm x 40 cm. Bak
tersebut diisi air dengan ketinggian 25 cm. Dua belas ekor induk yang telurnya
telah berwarna abu-abu dimasukkan ke dalam dua buah bak dengan ketinggian air
yang sama dan salinitas yang sama yaitu 5 o/oo.
3.1.6. Penghitungan Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang dihasilkan oleh satu ekor induk.
Fekunditas ini diketahui agar dapat mengasumsikan jumlah telur yang dihasilkan
setiap gram induk. Untuk mengetahui fekunditas terlebih dahulu harus diketahui
bobot induk perekor. Kemudian telur yang melekat pada brood chaember salah
satu induk dilepaskan hingga bersih. Bobot induk ditimbang kembali untuk
mengetahui berat bersih induk tanpa telur. Telur yang telah dilepaskan juga
ditimbang untuk mengetahui bobot total telur yang dihasilkan oleh satu ekor
induk tersebut.
Berikut ini merupakan penjelasan dengan gambar untuk penghitungan
fekunditas.
10
Penghitungan Fekunditas: 1)Menimbang Berat Induk Bersama
Telurnya
Menghitung Fekunditas: 2) TelurDilepaskan Seluruhnya
Menghitung Fekunditas: 3)Menimbang Induk Yang Telah
Dilepaskan Telurnya
Menghitung Fekunditas: 4)Menimbang Semua Telur Yang
Telah Dilepaskan
Menghitung Fekunditas: 5) TelurDitimbang Seluruhnya
Menghitung Fekunditas: 6)Menghitung Jumlah Butir Telur
Secara Sampling
Gambar 6 . Tahapan Penghitungan Fekunditas
Penghitungan telur dilakukan langsung dengan cara sampling yaitu dengan
menimbang telur dalam jumlah tertentu untuk mewakili jumlah keseluruhan telur.
Penghitungan sampel telur dilakukan secara manual atau dengan cara sensus.
Pada penghitungan ini didapatkan data sebagai berikut.
Bobot Satu Ekor Induk Total : 43,83 g
Berat Induk Kosong : 36,29 g
Berat Telur : 5,21 g
Berat Sampel Telur : 0,05 g
Jumlah Telur Sampel : 422 Butir
Berdasarkan di atas, fekunditas dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan di bawah ini
= ℎ ℎ ×
11
Sehingga fekunditas induk tersebut adalah:
= 422 0,05 × 5,21 = 43.972
Dengan demikian estimasi jumlah telur yang dihasilkan setiap gram induk
dapat diketahui dengan persamaan:
ℎ =
Maka, jumlah telur setiap gram induk adalah:43.972 36,29 = 1.212
3.1.7. Panen Larva Udang Galah
Yang dimaksud dengan larva udang galah adalah anakan udang galah
yang baru menetas (stadia I) sampai dengan stadia XI dan bentuknya belum
menyerupai bentuk asli udang galah. Adapun tahapan dan prosedur panen larva
udang galah adalah sebagai berikut:
1) Aerasi diangkat agar air dalam bak penetasan telur menjadi tenang.
2) Air yang sudah tenang dibiarkan 15 menit agar larva udang galah masih
bersifat planktonis ini mudah dipanen ketika mengumpul pada badan air.
3) Pemanenan larva udang galah dapat dilakukan dengan menggunakan seser
yang memiliki mata jaring halus agar larva udang galah tidak mengalami luka
atau mati.
4) Larva udang galah yang sudah dipanen diletakkan pada wadah yang berisi air
yang volume airnya sudah diketahui agar mempermudah dalam melakukan
sampling untuk mengetahui hatcing rate.
5) Larva yang jumlahnya sudah diketahui dapat langsung ditebar pada bak
pemeliharaan larva yang sudah disiapkan.
12
Penghitungan jumlah larva ini dilakukan untuk mempermudah pada
pemberian pakan dan mengetahui tingkat keberhasilan penetasan.
Gambar 7. Panen Larva Udang Galah
Adapun data yang diperoleh selama panen larva di BPBIAPL adalah
sebagai berikut:
Telur yang pertama kali menetas berasal dari dua ekor induk dengan berat
masing-masing 44,52 g dan 26,7 g setelah 48 jam pemeliharaan dalam bak
penetasan telur. Jumlah larva yang dihasilkan adalah 32.000 ekor. Larva tersebut
dimasukkan ke dalam dua buah bak berukuran 70 cm x 35cm x 28 cm dengan
ketinggian air 20 cm sehingga volume air di dalamnya sebanyak 49 liter dan padat
tebar 327 ekor / liter.
Kemudian 72 jam dari pemeliharaan dalam bak penetasan terdapat tiga
ekor induk yang menetaskan telurnya. Berat masing-masing induk tersebut adalah
28,92 g, 55,74 g, dan 38,4 g. Dari ketiga induk tersebut mengahasilkan larva
sebanyak 71.000 ekor. Larva tersebut dimasukkan ke dalam bak bundar dengan
ukuran r = 1,05 m dan t = 1 m yang diisi air bersalinitas 12 o/oo setinggi 30 cm.
13
Dengan demikian volume air dalam bak adalah 1.039 liter dengan padat tebar
larva 68 ekor / liter.
Setelah 96 jam pemeliharaan dalam bak penetasan, terdapat 6 ekor induk
yang menetaskan telurnya sebagian (masih ada tersisa banyak telur dalam brood
chamber). Jumlah larva yang dihasilkan adalah 81.000 ekor. Berat masing-
masing induk adalah: 75,85 g, 45,94 g, 80,27 g, 37,82 g, 53,03 g, dan 44,12 g.
Larva tersebut dimasukkan ke dalam bak yang telah terisi larva berumur satu hari
sehingga jumlah larva dalam bak tersebut adalah 152.000 ekor. Oleh karena itu
volume air perlu ditambahkan menjadi 1.520 liter agar diperoleh padat tebar 100
ekor per liter.
Lima hari kemudian ( 120 jam) sejak pemeliharaan dalam bak penetasan,
sisa telur dari keenam induk tersebut menetas semua. Jumlah larva yang
dihasilkan sebanyak 101.600 ekor. Larva tersebut dimasukkan ke dalam bak yang
bersama larva yang telah dimasukkan sebelumnya. Maka jumlah larva dalam bak
menjadi 253.600 ekor. Maka volume air yang diharapkan agar diperoleh
kepadatan 100 ekor / liter adalah sebanyak 2.536 liter.
3.1.8. Penghitungan Larva Secara Sampling
Penghitungan larva secara sampling adalah penghitungan sebagian jumlah
larva udang galah untuk mewakili keseluruhan udang galah yang ada.
Penghitungan ini dilakukan untuk mengetahui jumlah populasi udang galah agar
mudah dalam pemberian pakan. Jumlah udang harus diketahui sebelum
pemberian pakan agar bisa memberi pakan secara cukup dan yang paling
diharapkan bisa menghemat meteri yang digunakan.
Penghitungan udang ini dilakukan dalam secara manual dan dalam satuan
individu. Dalam penghitungan sampling ini yang harus diperhatikan adalah
pemerataan larva udang galah dalam mengisi ruangan air. Ini agar sampel yang
diambil semakin mendekati akurat. Dan upaya yang dilakukan agar bisa terjadi
pemerataan adalah diusahakan ketika pengambilan sampel aerasi tidak mati agar
pengadukan terjadi secara terus-menerus. Setalah pengambilan sampel dalam
14
satuan volume tersebut, larva dimasukkan kedalam gelas ukur agar mudah dalam
melakukan penghitungan.
Pada sampling jumlah larva, data yang harus diketahui adalah volume air
total dalam wadah penampungan larva sementara, volume air sampel, jumlah
larva dalam sampel. Estimasi jumlah larva dapat dihitung dengan persamaan
berikut ini:
ℎ = ℎ × ℎ
3.1.9. Penentuan Hatching Rate (HR)
Hatcing rate adalah perbandingan jumlah telur yang menetas dengan
keseluruhan telur yang dihasilkan oleh satu ekor induk dalam satuan persen.
Penghitungan ini bisa dilakukan setelah telur menetas dan sudah mengetahui
jumlah telur yang dihasilkan satu ekor induk. Penghitungan hatcing rate dapat
dilakukan apabila telah diketahui fekunditas induk sehingga bisa diperkirakan
jumlah produksi telur pada setiap gram bobot induk.
Perhitungan HR dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
= ℎ ℎ × 100%
Perhitungan HR yang dilakukan selama praktik menggunakan bantuan
data yang telah didapat sebelumnya. Data yang telah didapat tersebut adalah
estimasi jumlah telur / gram induk, dan jumlah larva yang dihasilkan oleh induk
yang menetaskan telurnya bersamaan dengan bobot yang telah diketahui.
Pada penetasan yang pertama diperoleh data sebagai berikut:
- Jumlah larva : 32.000 ekor
- Berat Total Induk yang menetaskan telur : 71,22 g
- Jumlah telur / gram bobot induk : 1.212 butir / gram induk
- Perkiraan jumlah seluruh telur : 86.319 butir
15
Dari data di atas dapat dikethui HR-nya dengan menggunakan persamaan
berikut, maka:
= 32.00086.319 × 100% = 37,1%
Pada penetasan yang kedua diperoleh data sebagai berikut:
- Jumlah larva : 71.000 ekor
- Berat Total Induk yang menetaskan telur : 123,06 g
- Jumlah telur / gram bobot induk : 1.212 butir / gram induk
- Perkiraan jumlah seluruh telur : 149.149 butir
Dari data di atas dapat diketahui HR-nya dengan menggunakan persamaan
di atas, maka:
= 71.000149.149 × 100% = 48%
Pada penetasan ketiga diperoleh data sebagai berikut:
- Jumlah larva : 182.600 ekor
- Berat Total Induk yang menetaskan telur : 337,03 g
- Jumlah telur / gram bobot induk : 1.212 butir / gram induk
- Perkiraan jumlah seluruh telur : 408.480 butir
Dari data di atas dapat diketahui HR-nya dengan menggunakan persamaan
di atas, maka:
= 182.600408.480 × 100% = 44,7 %
Sehingga dapat diketahui HR rata-rata selama praktik adalah 43,3 %.
3.1.10. Penetasan Artemia
Penetasan artemia sengaja dilakukan karena artemia yang ada di pasaran
dijual dalam bentuk cyste yaitu artemia yang diseluputi oleh cangkang yang
terbentuk dari zat kapur. Pada kondisi ini artemia sangat tidak baik untuk
diberikan ke larva udang. selain tidak memenuhi sarat pakan alami artemia yang
masih berbentuk cyste ini akan menyebabkan kematian pada udang karena
16
cangkang artemia ini bisa menyebabkan luka pada system pencernaan pada tubuh
larva udang. Adapun cara yang terbaik untuk diberikan kepada larva udang yaitu
dengan menetaskan cyste artemia tersebut. Adapun teknik penetasan artemia
yang kami lakukan selama peraktek magang di BPBIAPL adalah sebagai berikut:
1) Cyste artemia ditimbang sesuai kebutuhan .
2) Artemia yang sudah ditimbang dicuci menggunakan air tawar untuk
memisahkan cyste artemia yang hidup dan yang mati. Artemia yang hidup
atau yang masih berisi larva artemia ditandai dengan tenggelamnya cyste
artemia tersebut, sedangkan yang mati akan terapung pada permukaan air.
Untuk memanen cyste artemia dapat dikukan dengan penyiponan, air yang
keluar dari selang siponan tersebut disaring menggunakan saringan yang halus
agar cyste artemia tidak ikut terbuang bersama air.
3) Siapkan air dengan salinitas 28 o/oo, dan masukkan dalam corong penetasan,
4) Masukkan cyste artemia ke dalam corong penetasan yang sudah diisi air
dengan salinitas 28 o/oo dan diberi aerasi. Setelah 24 jam cyste akan menetas.
5) Pemanenan dapat dilakukan dengan menghilangkan aerasi dan menutup
corong penetasan. Biarkan 10-20 menit larva artemia akan mengumpul pada
bagian bawah corong penetasan sedangkan cangkang artemia terapung pada
permukaan air. Selang panen dapat diturunkan agar larva artemia dapat keluar
melewati selang tersebut. Air yang keluar lewat selang pemanenan disaring
agar artemia tidak terbuang, sisakan air pada corong penetasan sedikitnya 5
cm agar cangkang tidak ikut terpanen keluar.
6) Larva artemia yang sudah dipanen dicuci dan dimasukkan kedalam air yang
memiliki salinitas sama dengan bak pemeliharaan larva udang galah. Ini
diharapkan nantinya ketika pemberian artemia kepada larva udang galah,
artemia tersebut masih bisa bertahan hidup dan bisa dimanfaatkan oleh larva
udang galah secara maksimal. Berikut ini adalah gambar corong penetasan
artemia.
17
Gambar 8. Media Penetasan Artemia
3.1.11. Penentuan Kebutuhan Artemia Untuk Larva
Penentuan kebutuhan artemia untuk udang galah sangat penting dilakukan
untuk menjamin kebutuhan pakan udang terpenuhi dan diharapkan bisa
mengurangi biaya operasional. Kebutuhan pakan larva udang galah per ekor per
hari terus meningkat seiring pertumbuhan larva. Pemberian naupli artemia yang
berlebihan akan mengakibatkan hal yang sangat fatal terhadadap larva udang
galah, selain kotoran udang semakin banyak larva artemia yang tidak termakan
oleh larva udang akan tumbuh menjadi kompotitor dan bahkan bisa menjadi
predator bagi udang galah. Sedangkan pemberian pakan yang kurang akan
mengakibatkan pelambatan pada fase perumbuhan pada larva udang galah. Maka
sangat diharapkan pakan yang diberikan bisa habis dalam waktu 24 jam.
3.1.12. Menentukan HR Artemia
Penentuan hatcing rate (HR) pada larva artemia juga diperlukan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat penetasan artemia yang dilakukan sehingga
jumlah larva artemia yang dihasilkan bisa sesuai dengan keinginan kita. Adapun
cara untuk mengetahui hatcing rate artemia sama seperti penghitungan HR telur
udang galah. Apabila jumlah cyste setiap gram adalah 200.000 butir maka HR
setiap penetasan diuraikan di bawah ini.
18
Pada hari pertama diperoleh data sebagai berikut:
- Bobot Cyste artemia yang ditetaskan : 1 g
- Jumlah naupli yang dihasilkan : 102.750 ekor
- Jumlah cyste seluruhnya : 200.000 butir
- HR : 51,4 %
Pada hari kedua diperoleh data sebagai berikut:
- Bobot Cyste artemia yang ditetaskan : 3 g
- Jumlah naupli yang dihasilkan : 462.000 ekor
- Jumlah cyste seluruhnya : 600.000 butir
- HR : 77 %
Pada hari pertama diperoleh data sebagai berikut:
- Bobot Cyste artemia yang ditetaskan : 5,34 g
- Jumlah naupli yang dihasilkan : 574.000 ekor
- Jumlah cyste seluruhnya : 1.068.000 butir
- HR : 54 %
Sehingga rata-rata HR artemia adalah 61 %.
3.1.13. Menentukan Kepadatan Artemia Per Liter
Kepadatan artemia dapat dilakukan sebelum dilakukan pemberian pakan
ini sebagai kontrol jumlah artemia yang telah menetas. Penghitugan artemia ini
dilakukan cara sampling. Adapun cara sampling yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1) Pindahkan artemia pada media air dengan volume yang diinginkan
(air diambil dari bak pemeliharaan)
2) Ambil sampel dengan jumlah kecil (bisa menggunakan pipet tete
atau geles ukur ) bisa digunakan satuan (ml)
3) Penghitungan dapat dilakukan dengan kasap mata.
4) Jumlah artemia per mililiter dikalikan jumlah total volume air
wadah artemia.
Untuk menghitung kepadatan artemia dapat digunakan rumus sebagai
berikut:
19
= × ℎ
3.1.14. Dekapsulasi Artemia
Dekapsulasi adalah sutu usaha menipiskan atau mengikis cangkang pada
cyste artemia dengan tujuan agar waktu penetasan yang digunakan semakin
sedikit. Dekapsulasi yang dilakukan di BPBIALP cabang Pamarican dilkukan
dengan menggunakan chlorin, adapun cara perlakuan dekapsulasi adalah sebagai
berikut:
1) Atemia ditimbang sesuai kebutuhan.
2) Dilakukan pencucian artemia dengan perendman air tawar guna pemisahan
antara cyste artemia yang baik dan cyste artemia yang tidak bisa di gunakan
atau jelek.
3) Masukkan air 2 liter kedalam wadah dekapsulasi wdah dekapsulasi dapat
digunakan ember, masukkan chlorin 20 ppm.
4) Masukkan cyste artemia kedalam air yang telah disiapkan.
5) Berikan aerasi sebagai pengaduk.
6) Biarkan sampai warna cyste artemia berubah menjadi warna orange.
7) Setelah terjadi perubahan warna menjadi orange, peroses dekapsulasi
dihentikan kemudian cyste artemia dicuci meggunakan air tawar sampai bau
chlorine pada cyste benar-benar hilang.
8) Setelah bau chlorin hilang cyste sudah bisa ditetaskan. Penetasan akan mulai
tampak setelah 12-15 jam.
3.2. Panen Tokolan Udang Galah
Selama melakukan magang di BPBIAPL unit Pamarican, kami mengikuti
kegiatan panen tokolan udang galah karena pada saat itu ada pembudidaya yang
membutuhkan tokolan untuk dibesarkan di daerah Panumbangan, Banjar, Jawa
Barat.
Panen dilakukan pada kolam berukuran 500 m2. Pertama-tama air dalam
kolam disurutkan dengan membuka pintu pengeluaran air. Kemudian setelah
20
surut, udang diambil dengan menggunakan serokan dan ditampung sementara
dalam ember untuk segera dipindahkan kedalam penampungan tokolan sementara.
Dalam penampungan ini dilakukan penghitungan tokolan secara sensus dan
dipisahkan dari ikan-ikan kecil dan udang batu yang terbawa selama penangkapan
di kolam. Adapun perbedaan udang batu dengan tokolan udang galah adalah dapat
dilihat dari:
1) Rostrum udang galah yang panjang dan melengkung keatas sedangkan
rostrum udang batu pendek dan lurus kedepan
2) Pola garis pada karapas udang galah adalah horizontal sedangkan udang
batu berpola vertical
3) Pada tokolan udang galah terdapat bintik-bintik hitam tersusun rapi
disetiap pleura nya.
Berikut ini adalah perbandingan antara udang galah dan udang batu
Gambar 9 . Perbandingan Antara Udang Batu Dengan Tokolan Udang Galah
3.3. Panen dan Pasca Panen udang vannamei di BPBIAPL Koordinator
Cibalong
Ada beberapa teknik panen yang dilakukan di BPBIAPL Unit Cibalong
ini. Yaitu dengan cara menggunakan Jaring dan ada yang menggunakan jala.
Masing-masing teknik ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing.
Komoditas yang dibudidayakan dalam setiap petakan tambak ini adalah udang
vannamei. Luas petakan tambak yang akan dipanen masing-masing berukuran
21
3.100 m2 dan 6.500 m2. Berikut ini gambar salah satu petakan tambak yang akan
dipanen.
Gambar 10. Petakan Tambak
3.3.1. Panen Menggunakan Jaring
Pada panen mengunakan 4 buah jaring memakan waktu 4 jam dengan luas
tambak 3.100 m2. Penen menggunakan jaring ini dimulai saat ketinggian air
dalam tambak 70 cm. Teknis pelaksanaannya adalah dengan menyeret jaring
mengelilingi petakan tambak. Secara otomatis udang ikut terbawa dalam jaring
tersebut. Kelebihan panen menggunakan jaring ini adalah pelaksanaan panen
dapat dimulai lebih cepat yaitu saat ketinggian air 70 cm. Namun kelemahan
penen menggunakan jaring ini adalah banyaknya kondisi fisik udang yang rusak
akibat terseret saat penjaringan. Berikut ini adalah gambar proses panen dengan
menggunakan jaring.
22
Gambar 11. Penen Dengan Menggunakan Jaring
Jaring yang digunakan adalah jaring dengan tepian menggunakan kayu
untuk menarik jaring dan memiliki bagian tengah yang berlubang untuk
mengeluarkan udang yang tertampung dalam jaring atau sering disebut mini trol.
Berikut ini adalah proses pengumpulan udang di tengah jaring yang kemudian
ikatan tali di tengah jaring dibuka untuk mengeluarkan udang.
Gambar 12. Udang Dikumpulkan Di Tepi Lubang Pengeluaran Jaring
Setelah dikumpulkan, udang dimasukkan ke dalam blong untuk dibawa ke
tempat penyortiran udang. Berikut ini merupakan proses pengeluaran udang dari
jaring ke dalam blong untuk selanjutnya dilakukan penyortiran.
23
Gambar 13. Proses Pengeluaran Udang Ke Dalam Blong
3.3.2. Panen Menggunakan Jala
Pada panen menggunakan 5 buah jala memerlukan waktu 5 jam dengan
luas tambak 6.500 m2. Namun pada akhirnya panen dibantu dengan menggunakan
jaring. Panen dengan menggunakan jala ini dapat dimulai pada saat ketinggian air
dalam tambak 30 cm apabila perkiraan hasil panen kurang dari 3 ton. Sedangkan
apabila perkiraan hasil panen lebih dari 3 ton, panen dapat dimulai ketika
ketinggian air dalam tambak 40 cm. hal tersebut dilakukan untuk mengefektifkan
proses penjalaan. Teknis pelaksanaannya adalah dengan menjala udang di sekitar
kincir terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan menjala ke bagian tambak
lainnya. Dalam proses penjalaan ini udang tidak terseret terlalu lama seperti
dengan menggunakan jaring sehinga kondisi fisik udang dapat dipertahankan.
Berikut ini adalah gambar teknik panen menggunakan jala.
24
Gambar 14. Panen Menggunakan Jala
Sama seperti panen dengan menggunakan jaring, proses pengangkutan ke
tempat penyortiran juga dilakukan dengan menggunakan blong.
3.3.3. Pencucian, Sortir, dan Sampling Ukuran Udang
Setelah udang dipanen baik dengan menggunakan jaring maupun jala,
udang diangkut ke tempat penyortiran untuk dicuci, disortir, disampling, dan
ditimbang beratnya. Sehingga dari tempat ini lah jumlah total panen dan size
udang dapat diketahui. Berikut ini adalah teknik pencucian udang yang berasal
dari petakan tambak.
Gambar 15. Pencucian Udang Dari Petakan Tambak
25
Udang dicuci dengan air mengalir menggunakan wadah keranjang plastik
untuk penampungan sementara. Selanjutnya udang dinaikkan ke atas meja sortir
untuk dipisahkan antara udang bermutu baik dengan udang yang sedang dalam
keadaan premolting atau dalam bahasa setempat dikatakan dengan istilah KM
(Kulit Molting). Di bawah ini adalah gambar meja sortir.
Gambar 16. Meja Sortir
Setelah di cuci, udang dinaikkan ke atas meja sortir untuk dipisahkan
antara udang baik dan udang pasca molting. Untuk memudahkan penyortiran,
maka wadah (keranjang plastik) disusun sedemikian rupa secara seragam sehingga
membentuk tumpukan dua tingkat yang mana bagian atas menampung udang
dengan kualitas baik dan bagian bawah menampung udang pasca molting. Di
bawah ini adalah gambar susunan keranjang penampungan udang baik dengan
yang sedang dalam masa pasca molting.
26
Gambar 17. Susunan Wadah Udang Baik (Atas)
Dan Udang Molting (Bawah)
Kemudian setelah udang disortir, udang dipindahkan ke dalam keranjang
yang ukurannya seragam untuk membantu dalam proses penimbangan dan
sampling. Keranjang yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gambar 18. Keranjang Yang Digunakan Untuk Proses Sampling Dan
Penimbangan
27
Setelah dipindahkan kedalam keranjang yang ukurannya seragam, lalu
udang tersebut ditimbang. Berikut ini adalah proses penimbangan udang untuk
mengetahui hasil panen total keseluruhan.
Gambar 19. Penimbangan Udang
Untuk memutuskan harga per kilogram udang, maka dilakukan sampling
ukuran udang. Sampling ini selain bertujuan untuk menentukan harga per
kilogram udang, juga untuk menentukan persentase KM dari keseluruhan udang
yang hendak dijual. Ketentuan standar yang biasa digunakan oleh pihak cool
storage bahwa persentase KM udang adalah 3 % untuk udang dengan mutu baik
dan lebih dari 5% apabila udang yang dipanen berkualitas buruk. Penentuan KM
ini bertujuan untuk menghitung pengurangan harga beli. Karena udang KM ini
memiliki harga sebesar 60 - 70 % dari harga udang normal. Saat ini (26 Agustus
2010) harga udang beserta ukurannya tersaji dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1. Harga Per Kilogram Udang Dalam Berbagai Ukuran (Size)
Ukuran (size) Udang Harga per kilogram (Rp)
50 45.000
60 42.000
70 39.000
28
Udang yang dipanen memiliki ukuran (size) berkisar antara 60 sampai
dengan size 70.
Gambar 20. Ukuran Udang Yang Dipanen
Adapun Teknis sampling yang dilakukan ketika melakukan praktik di
BPBIAPL Koordinaror Cibalong ini adalah sebagai berikut:
1) Wadah yang digunakan untuk penimbangan disusun rapi;
2) Pihak penjual dan Pembeli masing-masing memilih satu wadah yang
telah tersusun tersebut;
3) Kedua wadah tersebut masing-masing disatukan kembali dalam sebuah
wadah yang berukuran sama, berarti setengah bagian dari pihak
penjual dan setengah bagian lagi dari pihak pembeli;
4) Sampling mulai dilakukan dengan saksi dari penjual dan pembeli
untuk menentukan ukuran (size) dan persentase udang KM;
5) Keputusan harga per kg ditetapkan.
Namun dalam pelaksanaannya terkadang salah satu pihak baik itu dari
pihak pembeli maupun pihak penjual ada yang merasa dirugikan. Sehingga
sampling bisa dilakukan 2 kali. Teknisnya, sampling ini ada yang dilakukan pada
sebagian tonase pertama dan sebagian dari tonase kedua. Berikut ini adalah
gambaran proses sampling yang telah dilaksanakan selama melakukan praktik di
BPBIAPL Koordinator Cibalong.
29
1. Wadah Disusun Untuk Dipilih Oleh Pihak
Penjual Dan Pembeli
2. Sampling Oleh Pihak Pembeli Dan Penjual
Gambar 21. Proses Sampling
3.3.4. Pengangkutan Hasil Panen
Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan truk yang telah memiliki
persediaan es balok yang diserut sebanyak 60 balok dalam satu truk. Es ini
digunakan untuk mendinginkan udang. Balok es sebanyak 60 balok tersebut dapat
membekukan satu ton udang. Pengangkutan dilakukan dengan system tertutup
dengan menggunakan bak fiber. Pengangkutan memerlukan waktu 24 jam.
Setelah 10 jam perjalanan dilakuakan pengontrolan kadar es dalam bak. Apabila
kurang, maka es diganti dan perjalanan dilanjutkan dengan waktu tempuh 12 jam
lagi.
Ada 2 truk yang menunda perjalanan selama 1X24 Jam dikarenakan
adanya panen lanjutan pada hari berikutnya. Berikut ini adalah wadah dan media
yang digunakan untuk melakukan pengangkutan udang.
30
Gambar 22. Pengangkutan Dengan Menggunakan Bak Fiber
Udang disusun bertumpuk dengan susunan es, udang, es, udang, dan
seterusnya sampai dengan lapisan terakhir adalah es. Kemudian bak fiber tersebut
ditutup.
31
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh selama melakukan praktik magang kami
dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1) Fekunditas rata-rata udang galah di BPBIAPL Koordinator Pamarican
adalah 1.212 butir setiap gram induk.
2) HR rata-rata udang galah di BPBIAPL Koordinator Pamarican adalah
43,3 %.
3) Panen udang vanamei yang dilakukan menggunakan jala memiliki
hasil lebih baik dibandingkan dengan menggunakan jaring. Ini terbukti
pada panen udang yang dilakukan di BPBIAPL unit Cibalong.
4) Penetapan harga udang per kilogram ditentukan pada saat sampling.