Job Inyong

49
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Identifikasi Masalah 1.3 Rumusan Masalah 1.4 Tujuan 1.5 Pengertian, Kedudukan, Tujuan dan Sasaran, Fungsi dan Manfaat MASTERPLAN TRANSPORTASI 1.5.1 Pengertian Masterplan Transportasi 1.5.2 Kedudukan Masterplan Transportasi 1.5.3 Tujuan dan Sasaran Masterplan Transportasi 1.5.4 Fungsi dan Manfaat Masterplan Transportasi 1.6 Ruang Lingkup 1.6.1 Ruang Lingkup Materi 1.6.2 Ruang Lingkup Wilayah 1.6.3 Ruang Lingkup Waktu 1.7 Kerangka Pemikiran 1.8 Dasar Hukum 1.9 Sistematika Pembahasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi

Transcript of Job Inyong

Page 1: Job Inyong

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Identifikasi Masalah

1.3 Rumusan Masalah

1.4 Tujuan

1.5 Pengertian, Kedudukan, Tujuan dan Sasaran, Fungsi dan Manfaat MASTERPLAN

TRANSPORTASI

1.5.1 Pengertian Masterplan Transportasi

1.5.2 Kedudukan Masterplan Transportasi

1.5.3 Tujuan dan Sasaran Masterplan Transportasi

1.5.4 Fungsi dan Manfaat Masterplan Transportasi

1.6 Ruang Lingkup

1.6.1 Ruang Lingkup Materi

1.6.2 Ruang Lingkup Wilayah

1.6.3 Ruang Lingkup Waktu

1.7 Kerangka Pemikiran

1.8 Dasar Hukum

1.9 Sistematika Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Transportasi

2.2 Perencanaan Transportasi dan Tataguna Lahan

2.3 Model Perencanaan Transportasi

2.3.1 Model Bangkitan Pergerakan

Page 2: Job Inyong

2.3.2 Model Sebaran Pergerakan

2.3.3 Model Pemilihan Moda

2.3.4 Model Pemilihan Rute

2.4 Sarana Angkutan dan Prasarana Transportasi

2.4.1 Sarana Angkutan

2.4.2 Prasarana Transportasi

2.5 Manajemen dan Rekayasa Transportasi

2.5.1 Karakteristik Arus Lalu Lintas

2.5.2 Karakteristik Kendaraan

2.5.3 Kapasitas Jaringan

2.5.4 Desain dan Pengendalian Persimpangan

2.6 Transportasi Lingkungan dan Sosial

2.6.1 Jenis Dampak Terhadap Lingkungan

2.6.2 Internalisasi factor Lingkungan

2.6.3 Hubungan Timbal Balik Antara Pola Gunalahan, Pergerakan, dan Lingkungan

2.7 Kinerja Finansial Angkutan Umum

2.8 Teori Kependudukan

2.9 Standart Kebutuhan Sarana dan Prasarana Transportasi

2.10 Penataan Bangunan Kecamatan Ajibarang

2.11 RDTRK Kecamatan Ajibarang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode

3.2 Bahan atau Materi Pemilihan

3.3 Variabel Penelitian

3.4 Pemilihan Lokasi dan Sampel

3.5 Alat Penelitian

3.6 Teknik Pengumpulan Data

3.6.1 Survey Primer

3.6.2 Survey Sekunder

3.7 Teknik Analisis Data

3.7.1 Analisis Deskriptif

Page 3: Job Inyong

A Analisis Kondisi Eksisting

B Analisis Kependudukan

C Analisis Bangkitan Tarikan

D Analisis Kelembagaan

3.7.2 Analisis Evaluatif

Analisis evaluati merupakan analisis yang bertujuan untuk memberikan penilaian secara

langsung setelah membandingkan data-data yang diperoleh dengan standart ataupun pedoman

yang ada. Analisis evaluatif dalam laporan ini meliputi, analisis potensi wilayah dan tata ruang,

analisis proyeksi penduduk, analisis sebaran pergerakanm analisis pemilihan moda, analisis

pemilihan rute, analisis kinerja jalan serta analisis pembiayaan.

A. Analisis Potensi Wilayah dan Tata Ruang

Analisis Potensi Wilayah mencakup rona fisik dan dan rona sosial ekonomi. Rona fisik

wilayah mencakup lokasi wilayah baik relative maupun absolut termasuk didalamnya luasan

wilayah , bentuk lahan, kondisi topografi, kondisi lereng, kondisi tanah, kondisi iklim ,

kondisi hidrologi, kondisi geologi, penggunaan lahan, dan kondisi fisik lainnya.

Analisis potensi suatu wilayah perlu dilakukan karena adanya beberapa pertimbangan,

seperti :

Adanya kenyataan dilapangan bahwa adanya lahan yang ada dipermukaan bumi

mempunyai potensi dan masalah yang berbeda-beda.

Adanya kenyataan di lapangan bahwa kondisi potensi wilayah suatu daerah dibatasi

oleh potensi fisik yang secara alami.

Adanya kebijakan otonomi daerah yang telah di gulirkan oleh pemerintah, maka perlu

bagi suatu daerah mengetahui potensi wilayahnya masing-masing.

Selain rona fisik wilayah, dalam analisis potensi wilayah juga harus melakukan

analisis tentang kondisi sosial ekonomi wilayah.

B. Analisis Kependudukan

Analisis kependudukan dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan proyeksi

perubahan demografi seperti pertumbuhan dan komposisi jumlah penduduk serta kondisi

sosial kependudukan dalam memberikan gambaran struktur dan karakteristik penduduk. Hal

ini berhubungan erat dengan potensi dan kualitas penduduk, mobilisasi, tingkat pelayanan

dan penyediaan kebutuhan sektoral (sarana, prasarana maupun utilitas minimum). Selain itu

Page 4: Job Inyong

analisis kependudukan terhadap penyebaran dan perpindahan penduduk dari daerah

perdesaan ke daerah perkotaan memberikan gambaran dan arahan kendala serta potensi

sumber daya manusia untuk keberlanjutan pengembangan, interaksi, dan integrasi dengan

daerah di luar kawasan perencanaan. Analisis kependudukan dilakukan dengan

mempertimbangkan proyeksi demografi terhadap batasan daya dukung dan daya tampung

dalam jangka waktu rencana.

1) Tujuan, sebagai subjek pembangunan dalam mengukur hunian yang layak huni,

kebutuhan pelayanan fasilitas lingkungan, dan klasifikasi lingkungan.

2) Komponen analisa:

a) Pertumbuhan dan perkembangan penduduk;

b) Analisis sosial budaya; agama, pendidikan, adat istiadat dan cara hidup.

Berikut merupakan metode perhitungan yang dapat digunakan dalam proyeksi penduduk di

suatu wilayah.

1. Model Pertumbuhan Linear

Model pertumbuhan linear menggambarkan tingkat pertumbuhan populasi yang terus

menerus meningkat dan pada akhirnya akan menjadi konstan. Model pertumbuhan ini

merupakan karakteristik dari fakta kenaikan maupun penurunan penduduk yang

sama(stabil) setiap tahunnya (ataupun bulan dan sebagainya). Apabila jumlahnya sama

dengan parameter a, tingkat populasi P1, P2, . . . ,Pn pada tahun ke 1, 2, . . . ,n berturut-

turut sama, maka dapat ditulis dengan rumus :

Pn = Po + a.n

Dimana : Po = tingkat populasi dasar

A = pertumbuhan per satuan waktu

n = periode waktu (bulan, tahun, semester, dan lain sebagainya)

2. Model Pertumbuhan Eksponensial

Model pertumbuhan eksponensial adalah pertumbuhan penduduk yang berlangsung

secara terus menerus (continous), dimana tingkat populasi berubah (per satuan

waktu).Berbeda dengan model linear yang bersifat konstan terhadap tingkat populasi yang

ada. Hal ini menunjukkan populasi terbesar dan pertumbuhan tercepat yang secara

matematik dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:

Page 5: Job Inyong

P1⋅P0=r⋅P0→r=( P1−P0

P0)%

Apabila menggunakan logaritma, dapat ditulis dengan rumus :

Pn=(1+r )n⋅P0→LogPn=LogPo+n⋅Log (1+r )Dimana: r = faktor proporsional tingkat pertumbuhan

a. Model Eksponensial yang Dimodifikasi

Model pertumbuhan eksponensial yang dimodifikasi ini adalah sisa pertumbuhan

populasi, dengan perbedaan antara tingkat populasi akhirnya dengan tingkat populasi

eksisting yang sedikit konstan dengan dibandingkan dengan periode waktu yang

sebelumnya. Dengan rumus sebagi berikut

Rumus :

Pa-Pn = v (Pa- Pn-1)

Pn = Pa – vn (Pa – P0)

Dimana :

Pa = batas ambang

v = konstanta lebih kecil dari 1

Sehingga akan diperoleh jumlah penduduk diperoleh dari batas ambang penduduk pecahan

yang menurun secara ekponensial dari pertumbuhan secara keseluruhan.

b. Model Eksponensial Ganda

Model eksponensial ganda bergantung pada asumsi angka pertumbuhan populasi

yang proporsional dengan tingkat populasi tetapi pada akhirnya faktor proporsional

tersebut akan menjadi konstan dengan adanya kenaikan eksponensial dalam kurun waktu

tertentu sehingga secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut.

Pt=Pa⋅ab t

Dan jika diubah dalam bentuk logaritma, maka rumusnya sebagai berikut :

Log⋅Log (PaP t )=Log⋅Log( 1a )+t⋅Logb

Sifat umum model eksponensial ganda dalam menterjemahkan parameter a dan b

Page 6: Job Inyong

t=0→Log⋅Log(PaP0)=Log⋅Log ( 1

a )

( PaP0)=( 1

a )→a=P0

Pa

Dimana :

a= rasio antara penduduk tahun dasar dengan penduduk tahun ambang

b= tingkat berubahnya unit ukuran baru jumlah penduduk

Log⋅Log (PaP t ) terhadap waktu t

Karena adanya asumsi pertumbuhan penduduk yang menghendaki :

a=P0

P t<1

makab<1

Keterangan : abt=ab

t

=ab1 t

Pt=Pa⋅ab1

t

→LOgPt =LogPa+b1t⋅Loga

Bentuk umum seperti kurva S

Pertumbuhan penduduk akan menurun apabila jumlah dan kepadatan penduduk

mendekati maksimum (ambang batas)

Maka jika :

b<1 , maka ba

akan tak terhingga besarnya danPa

akan tak terhingga pula.

b>1 , maka ba

akan = 0 dan Pa=P0⋅a

0sehingga terlihat adanya batas

ambang (Log-nya negatif dan garisnya melandai kebawah)

c. Model Eksponensial Logistik

Asumsi dasar model eksponensial logistik adalah tingkat pertumbuhan relative

terhadap jumlahnya akan konstan atau tetap.

Pn = banyaknya penduduk pada tahun ke-n

Page 7: Job Inyong

P0 = banyaknya penduduk pada tahun ke-0 atau tahun dasar

n = jangka waktu (bulan, kwartal, tahun, dan sebagainya)

Jika diasumsikan bahwa tingkat pertambahan tersebut adalah fungsi dari jumlah

penduduk yang menurun secara linear atau a−bp t

Maka diperoleh model logistik :

Pt=1

(1 P0

−ba)e−at+ba

Batas ambang =

ab

Apabila b=0→ maka kita kembali ke model eksponensial. Secara praktis,

parametera dan b dapat ditentukan dengan memplot rasio :

LogPn+1−Pn

Pn

Jika diplot-kan, plot akan linear dengan intercept dan slope a

d. Regresi Linear

Secara matematik dapat ditulus dengan rumus :

Pn = Po + a.n

Kelemahan yang terdapat pada regresi ini ialah menggunakan hubungan yang terjadi

masa lampau yang kemudian dipergunakan untuk memprediksikan masa depan serta laju

perkembangan dianggap tetap dimana untuk jangka pendek hal ini dapat benar, tetapi

untuk penggunaan perkiraan jangka panjang model ini kurang akurat.

e. Regresi Eksponensial

Model pertumbuhan penduduk yang palin optimal adalah regresi eksponensial

dengan asumsi bahwa perkembangan penduduk dianggap akan berganda dengan

sendirinya.

b

Page 8: Job Inyong

Namun, kekurangan dari model regresi eksponensial ini ialah hasil rata-rata

persentase peningkatan jumlah penduduk berdasarkan data masa lampau dan regresi ini

juga tidak memperhitungkan adanya kenyataan empiris, yaitu setelah kurun waktu

tertentu (jangka panjang) pertumbuhan penduduk mengalami penurunan.

C. Analisis Sebaran Pergerakan

Metode sebaran pergerakan atau pendistribusian perjalanan ada dua yaitu metode analogi

dan metode sintesis. Di antara kedua metode tersebut, yang cocok digunakan dalam

perencanaan jaringan transportasi jalan perkotaan adalah metoda sintesis yang berupa metoda

Gravity. Metoda ini dapat melakukan pendekatan yang baik antara hasil

perhitungan/pemodelan dengan hasil yang sebenarnya.

Model gravity merupakan bagian dari metode sintesi. Metode sintetis dikembangkan

untuk membantu memperkirakan pola pergerakan masa depan ketika perubahan-perubahan

penting dalam bidang transportasi terjadi. Metode ini merupakan pengembangan dari metode

analogi. Metode sintesis didasarkan dari asumsi sebelum pererakan pada masa mendatang

diramalkan terlebih dahulu harus dipahami alasan terjadinya pergerakan pada masa sekarang

serta asumsi berikutnya adalah alasan itu kemudian dimodelkan dengan menggunakan

analogi hukum alam yang sering terjadi.

Model yang sering disebut sebagai model sintetis dilakukan guna mencari hubungan

antara pelaku perjalanan, dengan pembangkit, penarik dan faktor-faktor yang mempengaruhi

perjalanan. Dimulai dari asumsi tentang alasan terjadinya pergerakan pada masa sekarang

dan bagaimana hal tersebut dipengaruhi faktor-faktor luar seperti jumlah pergerakan dan

jarak pergerakan. Jika arus barang dan orang yang bergerak pada suatu tata guna lahan

hendak dipelajari, harus dilakukan pemodelan hubungan antara arus dan penyebabnya.

Arus pergerakan dapat dipelajari dengan membuat model yang mengaitkan besar dan

arah arus dengan peubah bebas sebagai ukuran struktur tata guna lahan (Tamin, 2000).

Prinsip yang dapat mendasari metode ini adalah pergerakan dari zona asal ke zona tujuan

Pn=(1+r )nP0

Page 9: Job Inyong

berbanding lurus dengan besarnya bangkitan lalulintas di zona asal dan juga tarikan lalulintas

di zona tujuan serta berbanding terbalik dengan jarak antara kedua zona tersebut. Metode

sintetis yang sering digunakan adalah model gravity. Konsep dasar metode ini berasal dari

Hukum Gravitasi Newton. Gaya diasumsikan sebagai pergerakan antar dua daerah. Model

gravitasi (GR) merupakan metode sintesis (interaksi spasial) yang paling terkenal dan sering

digunakan karena sangat sederhana sehingga mudah dimengerti dan digunakan. Massa

diasumsikan dengan populasi atau bangkitan dan tarikan pergerakan.

Model gravitasi berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan

beberapa parameter zona asal. Model gravitasi merupakan model yang menggunakan metode

alamiah sehingga biaya yang dikeluarkan untuk model ini relatif murah dibandingkan dengan

model yang lain. Model gravitasi diperkenalkan oleh Newton pada tahun 1686 yang

dikembangkan dari anologi hukum gravitasi dengan asumsi distribusi perjalanan antar zona

asal i dan zona tujuan d berbanding terbalik kuadratis terhadap biaya perjalanan (C id) atau

diekspesikan dengan fungsi hambatan f (Cid) antara kedua zona tersebut.

T id=Oi .Dd . Ai .Bd . f (C id)

Ai = 1

∑d

(D d .Bd . f id)

Bd = 1

∑i

(A i .Oi . f id)

Keterangan:

Tid = Pergerakan antar zona

Oi = Pergerakan yang berasal dari zona ke-i

Dd = Pergerakan yang menuju ke zona ke-d

Ai,Bd = Konstanta faktor penyeimbang

f(Cid) = Fungsi hambatan yang dianggap sebagai ukuran aksesibilitas

Fungsi hambatan yang dapat digunakan dalam model gravitasi (GR) adalah sebagai

berikut:

1. Fungsi pangkat f (C id )=Cid−α

2. Fungsi Eksponensial-negatif f (C id )=e−β Cid

Page 10: Job Inyong

3. Fungsi Tanner f (C id )=Cidα . e−βC id

Fungsi pangkat digunakan untuk pergerakan antar kota, sedangkan fungsi eksponensial

digunakan untuk pergerakan dalam kota

dimana :

Qi-j = Jumlah perjalanan dari zona i ke zona tujuan j

Pi = Jumlah produksi perjalanan

Wij = Waktu tempuh perjalanan antara zona i ke zona j

c = Faktor empiris

Aj = Jumlah atraksi perjalanan

As = Total jumlah atraksi perjalanan

Wix = Jumlah waktu tempuh

Sedangkan jarak pada transportasi diasumsikan sebagai aksesibilitas (jarak, waktu dan

biaya). Pergerakan antara zona asal i dan zona tujuan d berbanding lurus dengan Oi dan Dd

dan berbanding terbalik kuadratis terhadap jarak antara dua zona tersebut. Dalam bentuk

matematis dinyatakan sebagai berikut:

Tid ≈ Oi . Dd . f(Cid)

dimana:

Oi = bangkitan pergerakan zona i

Dd = tarikan pergerakan zona d

f(Cid) = fungsi aksesibilitas (jarak, waktu dan biaya)

Dari persamaan di atas, jika salah satu nilai Oi dan salah satu nilai Dd menjadi dua kali,

pergerakan antara kedua zona meningkat menjadi empat kali. Sebenarnya pergerakan

diperkirakan meningkat hanya dua kali. Untuk itu diperlukan persamaan yang membatasi

Tid. Persamaan pembatas tersebut adalah:

Page 11: Job Inyong

Σd Tid = Oi

dan Σi Tid = Dd

dimana:

Oi = total pergerakan yang berasal dari setiap zona i

Dd = total pergerakan yang menuju ke zona d

Pada hukum Newton, jarak adalah suatu penghambat dalam gaya tarik/tolak. Dalam

transportasi, penghambat yang umum tidak hanya berupa jarak, tetapi aksesibilitas.

Aksesibilitas ini adalah kombinasi dari jarak, waktu dan biaya. Bentuk umum jarak, waktu,

dan biaya disebut fungsi hambatan. Persamaan Ai dan Bd didapatkan secara berulang-ulang.

Parameter fungsi hambatan dalam model Gravity tidak selalu diketahui.

Jika hal ini terjadi, perlu dilakukan kalibrasi. Metode untuk kalibrasi ini ada beberapa

macam. Dalam hal ini, digunakan metode penaksiran kuadrat terkecil. Metode ini

mengkalibrasi parameter fungsi hambatan yang tidak diketahui dengan meminimumkan

kuadrat dari selisih antara hasil pemodelan dengan data pengamatan

Untuk analisa distribusi perjalanan metode Gravitasi dapat dilihat di tabel 1 dengan

jumlah perjalanan hasil perhitungan adalah 30 perjalanan / hari dan jumlah perjalanan hasil

perhitungan survey adalah 28 perjalanan / hari. Bila pada analisa distribusi perjalanan

penduduk kota Batu tidak memenuhi, maka dilakukan kalibrasi terhadap analisa tersebut

dengan menggunakan kalibrasi metode gravitasi.

Terdapat empat jenis model gravitasi (GR) yaitu tanpa-batasan (UCGR), dengan-

batasan-bangkitan (PCGR), dengan-batasan-tarikan (ACGR), dan dengan-batasan-bangkitan-

tarikan (PACGR). Model PCGR dan ACGR sering disebut model dengan-satu-batasan

(SCGR), sedangkan model PACGR disebut model dengan-dua-batasan (DCGR).

1. Model UCGR

Model ini sedikitnya mempunyai satu batasan, yaitu total pergerakan yang dihasilkan harus

sama dengan total pergerakan yang diperkirakan dari tahap bangkitan pergerakan. Model ini

bersifat tanpa-batasan, dalam arti bahwa model tidak diharuskan menghasilkan total yang

sama dengan total pergerakan dari dan ke setiap zona yang diperkirakan oleh tahap

bangkitan pergerakan. Model tersebut dapat dituliskan sebagai

Page 12: Job Inyong

T id=Oi .Dd . Ai .Bd . f (C id)

Ai = 1 untuk seluruh i

Bd = 1 untuk seluruh d

Untuk model UCGR, jumlah bangkitan dan tarikan yang dihasilkan tidak harus sama dengan

perkiraan hasil bangkitan pergerakan. Akan tetapi, persyaratan yang diperlukan adalah total

pergerakan yang dihasilkan model (t) harus sama dengan total pergerakan yang didapat dari

hasil bangkitan pergerakan (T).

2. Model PCGR

Dalam model ini, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan harus sama dengan

total pergerakan yang dihasilkan dengan permodelan. Sebaliknya, bangkitan pergerakan

yang dihasilkan model harus sama dengan hasil bangkitan pergerakan yang diinginkan.

Akan tetapi, tarikan pergerakan tidak perlu sama. Model persamaan yang digunakan adalah

sebagai berikut

T id=Oi .Dd . Ai .Bd . f (C id)

Ai = 1

∑d

(D d .Bd . f id) untuk seluruh i

Bd = 1 untuk seluruh d

Total pergerakan yang dihasilkan model (t) harus sama dengan total pergerakan yang didapat

dari hasil bangkitan pergerakan (T). Total pergerakan yang berasal dari setiap zona asal

harus selalu sama dengan total pergerakan (yang dibangkitkan) yang diperkirakan oleh tahap

bangkitan pergerakan.

3. Model ACGR

Dalam model ini, total pergerakan secara global harus sama dan juga tarikan pergerakan

yang didapat dengan permodelan harus sama dengan hasil tarikan pergerakan yang

diinginkan. Sebaliknya, bangkitan pergerakan yang didapat dengan pemodelaan tidak harus

sama. Model persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut

T id=Oi .Dd . Ai .Bd . f (C id)

Bd = 1

∑i

(A i .Oi . f id) untuk seluruh i

Ai = 1 untuk seluruh d

Page 13: Job Inyong

4. Model DCGR

Dalam model ini, bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama dengan yang

dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan. Model persamaan yang digunakan adalah

sebagai berikut

T id=Oi .Dd . Ai .Bd . f (C id)

Bd = 1

∑i

(A i .Oi . f id) untuk seluruh i

Ai = 1

∑d

(D d .Bd . f id) untuk seluruh d

Kedua faktor penyeimbang ( Ai dan Bd) menjamin bahwa total baris dan kolom dari matriks

hasil pemodelan harus sama dengan total baris dan kolom dari matriks hasil bangkitan

pergerakan. Proses pengulangan nilai Ai dan Bd dilakukan secara bergantisn. Hasil akhir

akan selalu sama, dari manapun pengulangan dimulai dari baris atau kolom.

D. Analisis Pemilihan Moda

Salah satu cara pemilihan moda adalah dengan model state preference. Menurut Henster

(1994 dalam Alwinda, 2004), stated preference berasal dari ilmu psikologi matematika.

Stated preference merupakan pengembangan dari revealed preference. Perbedaan paling

mendasarnya adalah jawaban pada data revealed preference yang berdasarkan data aktual

yang terjadi, sedangkan jawaban pada data stated preference berdasarkan asumsi yang

diskenariokan akan terjadi (Anggraini, 2009 dalam Alwinda, 2004). Teknik stated preference

secara luas dipergunakan dalam bidang transportasi atau dalam kajian pasar angkutan untuk

mengukur atau memperkirakan pemilihan moda perjalanan yang belum ada atau melihat

bagaimana reaksi mereka terhadap sesuatu yang baru (Hypothetical Situation). Karena dalam

perancangan fasilitas publik seseorang tidak dapat langsung membangun dan melihat

perubahan perilaku pengguna.

Mannering (1990 dalam Agustin dkk, 2006) menyatakan faktor utama yang berpengaruh

terhadap penentuan keputusan pelaku perjalanan adalah kondisi sosial, ekonomi dan pola

aktifitas pelaku perjalanan. Keputusan-keputusan yang dibuat oleh pelaku perjalanan sangat

menentukan kuantitas, distribusi moda dan rute serta waktu dari sarana transportasi. Salah

satu metode untuk mendapatkan data tentang keputusan pelaku perjalanan adalah teknik

stated preference.

Page 14: Job Inyong

Stated preference merupakan probabilitas setiap individu memilih suatu pilihan merupakan

fungsi ciri sosioekonomi dan daya tarik pilihan tersebut. Untuk menyatakan daya tarik suatu

alternative, digunakan konsep utilitas yakni sesuatu yang dimaksimumkan oleh setiap

individu. Alternatif tidak menghasilkan utilitas, tetapi didapatkan dari karakteristiknya dan

dari tiap individu. Utilitas biasanya didefinsikan sebagai kombinasi linier dari bebrapa

variabel.

Uj = ɵ0+ ɵ 1X1+ ɵ 2X2+…..

Keterangan :

Uj : utilitas pilihan j

X1…. Xn : atribut setiap pilihan

ɵ 0…. ɵ n : parameter model

Pengaruh yang menggambarkan kontribusi yang dihasilkan oleh suatu alternatif dinyatakan

dalam bentuk koefisien (0….n). Konstanta (0) biasanya diartikan sebagai yang mewakili

pengaruh dari karakteristik pilihan atau individu yang tidak dipertimbangkan dalam fungsi

utilitasnya misalnya unsur kenyamanan dan keamanan yag sulit diukur secara kuantitatif.

Pada saat memperkirakan akan diambil suatu alternatif, nilai utiitas harus sangat berbeda dengan

alternative pilihan lain yang dinyatakan dalam bentuk probabilitas yang bernilai 0 dan 1. Untuk

itu, digunakan bentuk transformasi matematis yakni fungsi logit. Jika fungsi tersebut diterapkan

pasa 2 alternatif moda, maka disebut fungsi Logit Binomial seperti.𝑃1=𝑒𝑥𝑝𝑈1𝑒𝑥𝑝𝑈1+𝑒𝑥𝑝𝑈2

Keterangan :

P1 : Probabilitas Pemilihan Moda 1

U1 : Utilitas alternative pengguanaan moda 1

U2 : Utilitas alternative pengguanaan moda 2

Metode Stated Preferences merupakan survei yang dilakukan untuk memperkirakan

preferensi pilihan dari potensi pengguna sarana dan prasarana angkutan. Survei ini nantinya

juga akan menghasilkan informasi yang meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi

pemilihan dan besar efeknya terhadap pemilihan tersebut.

Keunggulan dari metode stated preferences adalah :

a. Peneliti dapat mengontrol pilihan yang ditawarkan pada responden, data yang diperoleh

cukup akurat untuk membentuk model yang baik

Page 15: Job Inyong

b. Jika kebijakan sama sekali baru, teknik ini dapat mempresentasikan untuk evaluasi dan

peramalan

c. Responden dihadapkan pada sejumlah situasi, sehingga dihasilkan data yang cukup

lengkap per individu

Contoh Pilihan dalam Metode State Preference

Situasi Perjalanan A Situasi Perjalanan B Mana yang lebih

disukai

Biaya Waktu

Perjalanan

Biaya Waktu

Perjalan

Lebih Suka

A

Lebih

Suka B

Rp 10.000,- 30 menit Rp 10.000 15 menit √

Skema Tahapan Stated Preference

Karakteristik dari metode ini adalah :

a. Metode ini meliputi penyajian pada individu (responden) pilihan hipotesis.

b. Pilihan mewakili paket dari item-item yang brebda (atribut) yang biasanya diwakili oleh

produk tertentu atau pelayanan.

c. Pilihan dibuat berdasarkan disain eksperimental, yang memastika bahwa variasi atribut secara

statistik bebas terhadap yang lainnya (independent).

d. Responden menyatakan preferensinya dengan cara :

1) Merangking berdasarkan tingkat kepentingannya

Jika menerapkan teknik ini, perlu diperhatikan jumlah pilihan hal ini bertujuan agar

responden tidak bosan.

2) Merating berdasarkan skala yang menunjukan preferensi.

Page 16: Job Inyong

Responden dapat memberikan skor pada masing-masing pilihan. Rentang skor 1-5. Skor

yang diberikan dapat ditransformasikan menjadi

3) Pilihan sederhana

Responden hanya memilih alternative yang mereka sukai.

Tahap-Tahap Stated Preference Methode

a. Petakan pendekatan valuasi dengan menentukan

1) Tujuan Pengukuran

2) Populasi yang akan disampel

3) Konstruksi Teoritis

4) Metode valuasi yang cocok

5) Moda respon

6) Ukuran nilai

7) Model statistik

b. Susun survey instrument barang dan rencana sampling

1) Item (barang atau atribut) yang akan dinilai

2) Besaran moneter yang akan digunakan dalam pertanyaan survey

3) Variabel-variabel independen

4) Moda administrasi

5) Detail lain-lain untuk survey

6) Sampel

7) Detail lain-lain untuk sampel

c. Data-data yang akan digunakan

1) jenis kelamin,

2) jenis kendaraan yang digunakan selama menempuh perjalanan,

3) usia,

4) pendidikan terakhir,

5) pekerjaan,

Page 17: Job Inyong

6) maksud / tujuan perjalanan,

7) penghasilan perbulan,

8) frekuensi melakukan perjalanan dan

9) alasan utama dalam memilih jenis moda.

10) untuk mengetahui informasi tentang perjalanan yang dilakukan dengan menggunakan

moda angkutan umum. Atribut yang digunakan adalah waktu perjalanan dan biaya

perjalanan.

d. Pelaksanaan survey

e. Pembersihan dan analisis data

Stated Preference Analisys

Fungsi utilitas adalah sebagai alat ukur daya tarik setiap pilihan yang diberikan pada

responden. Fungsi ini menggambarkan pengaruh pilihan responden pada seluruh atribut yang

termasuk dalam stated preference. Umumnnya fungsi utilitas berbentuk linier seperti pada

persamaan

Ui =ao+a1x1+...+anxn

Keterangan :

Ui : utilitas pilihan i

ao…. a1 : parameter model

x0… x1 : nilai atribut

Tujuan analisis adalah untuk menentukan nilai ao sampai an atau yang disebut sebagai

komponen utilitas. Pendekatan yang sering digunakan untuk mengestimasi komponen utilitas

adalah:

a. Analisa Logit

Dalam penggunaannya, diperlukan teknik statistik yang lebih canggih dalam menganalisis data.

Pada awalnya metode ini dimaksudkan untuk menganalisa data pilihan diskrit, tetapi bentuk lain

pengukuran preferensi seperti rangking atau rating dapat menggunakannya melalui pendekatan

transformasi yang tepat. Estimasi didasarkan pada prinsip statistic Maximum Likelihood.

b. Pendekatan Regresi

Regresi berganda dapat diterapkan tanpa menggunakan model yang rumit seperti model logit.

Sejumlah asumsi penyederhanaan digunakan untuk menentukan peringkat atau rangking data

Page 18: Job Inyong

yang dianalisis. Tersedia pula perangkat lunak seperti SPSS atau Microsoft Excel yang dapat

membantu menganalisis data melalui pendekatan ini.

c. Monotonic Analysis of Variance (MONANOVA)

Metode ini cocok untuk menganalisis data yang di rangking. Pendekatannya menggunakan

algoritma computer untuk memperkirakan struktur preferensi responden dari pilihan yag

dirangking. Analisis ini memiliki kelemahan yakni kurangnya kesesuaian statistik yang dapat

diandalkan.

Probit Model

Model ini menyatakan kemungkinan para pelaku pergerakan memilih suatu moda 1, bukannya

moda 2. Dalam model probit terdapat persamaan yang digunakan yaitu

P1 = (Gk)

(x) = nilai komulatif standar normal kemungkinan fungsi distribusi untuk harga atau waktu x

Gk = nilai kemanfaatan moda 1 bagi pelaku pergerakan dari kelompok penduduk k

Kemungkinan, P2 = 1 – P1 = 1 - (Gk)

Rumusan nilai kemanfaatan pada umumnya berbentuk persamaan linier kenisbian dua macam

moda angkutan (derajat layanan, biaya, waktu perjalanan dan kenyamanan) dapat dinyatakan

dalam bentuk persamaan sebagai berikut: 𝐺𝑘=𝑎+ 𝑏𝑠 (𝑋𝑠1𝑠−𝑋𝑠2)+ 𝑐𝑡 𝑌𝑡𝑘𝑡 𝑋𝑠1 = Ciri atau sifat moda 1 𝑋𝑠2 = Ciri atau sifat moda 2 𝑌𝑡𝑘 = Ciri Pribadi Pelaku Perjalanan dari grup k

Koefisien a,bs dan ct dihitung menggunakan hasil pengamatan empiris dengan menggunakan

teknik taksiran maksimum. Selain menggunakan perhitungan dengan persamaan di atas

berdasarkan data yang telah didapatkan dari hasil survei maka lebih mudah menggunakan

SPSS untuk analisis probit sehingga dapat ditemukan hasil yang akurat.

Page 19: Job Inyong

E. Analisis Pemilihan Rute

Pada sistem transportasi dapat dilihat bahwa kondisi keseimbangan dapat terjadi pada

beberapa tingkat. Yang paling sederhana adalah keseimbangan pada sistem jaringan jalan.

Setiap pelaku perjalanan mencoba mencari mencari rute terbaik untuk meminimumkan biaya

perjalanan dan waktu. Hasilnya, mereka mencoba mencari beberapa rute alternatif yang

akhirnya berakhir pada suatu pola rute yang stabil (kondisi keseimbangan) setelah beberapa

kali mencoba-coba. Proses pengalokasiaan pergerakan tersebut menghasilkan suatu pola rute

yang arus pergerakannya dapat dikatakan berada dalam keadaan seimbang jika setiap pelaku

perjalanan tidak dapat lagi mencari rute yang lebih baik untuk mencapai zona tujuannya

karena mereka telah bergerak pada rute terbaik yang tersedia. Kondisi ini dikenal dengan

kondisi keseimbangan jaringan jalan (Tamin, Ofyar, 2000). Pada tahap pembebanan rute,

beberapa prinsip digunakan untuk membebankan MAT pada jaringan jalan yang akhirnya

menghasilkan informasi arus lalulintas pada setiap ruas jalan. Informasi utama yang

dibutuhkan oleh model pembebanan rute adalah:

1. MAT yang menyatakan kebutuhan akan pergerakan

2. Ciri jaringan yang berupa ruas serta perilakunya, termasuk kurva kecepatan arus

3. Prinsip atau pola pemilihan rute yang sesuai atau relevan dengan permasalahan

Tujuan pada tahapan pemilihan rute ini adalah mengalokasikan setiap pergerakan anatar

zona kepada berbagai rute yang paling sering digunakan oleh seseorang yang bergerak dari zona

asal ke zona tujuan. Sehingga keluaran pada tahapan ini adalah informasi arus lalulintas pada

setiap ruas jalan termasuk biaya perjalanannya antar zona.

Page 20: Job Inyong

Model pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor pertimbangan

yang didasari pengamatan bahwa tidak setiap pengendara dari zona asal yang menuju ke zona

tujuan akan memilih rute yang persis sama, khuusnya di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan

oleh adanya:

1. Perbedaan persepsi pribadi tentang apa yang diartikan dengan biaya perjalanan karena

adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat mengenai

kondisi lalulintas pada saat itu; dan

2. Peningkatan biaya karena adanya kemacetan pada suatu ruas jalan yang menyebabkan

kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi sehingga meningkatkan peluang untuk

memilih rute tersebut.

Jadi, tujuan penggunaan model adalah untuk mendapatkan setepat mungkin arus yang

didapat pada saat survei dilakukan untuk setiap ruas jalan dalam jaringan jalan tersebut.

Sehingga analisis pemilihan rute tersebut terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu:

1. Alasan pemakai jalan memilih suatu rute dibandingkan dengan rute lainnya;

2. Pengembangan model yang menggabungkan sistem transportasi dengan alasan pemakai

jalan memilih rute tertentu;

3. Kemungkinan pengendara berbeda persepsinya mengenai rute yang tebaik;

4. Kemacetan dan ciri fisik ruas jalan membatasi jumlah arus lalulintas di jalan tersebut.

kriteriaEfek stokastik dipertimbangkan ?

Tidak Ya

Efek batasn

kapasitas

dipertimbangkan ?

Tidak All or nothing stokastik murni

keseimbangan

pengguna stokastikYa

Keseimbangan

wardrop

Sumber: Ortuzar dan Willumsen, 1994

A. All or Nothing Method

Metode ini mengasumsikan bahwa proporsi pengendara dalam memilih rute yang

diinginkan hanya tergantung pada asumsi pribadi, ciri fisik setiap ruas jalan yang akan

dilaluinya, dan tidak bergantung pada tingkat kemacetan. Model ini merupakan model pemilihan

rute yang paling sederhana, yang mengasumsikan bahwa semua pengendara berusaha

meminimumkan biaya perjalanannya yang tergantung pada karakteristik jaringan jalan dan

asumsi pengendara. Jika semua pengendara memperkirakan biaya ini dengan cara yang sama,

Page 21: Job Inyong

pastilah mereka memilih rute yang sama. Biaya ini dianggap tidak tetap dan tidak dipengaruhi

oleh efek kemacetan.

Metode ini menganggap bahwa semua perjalanan dari zona asal i ke zona tujuan d akan

mengikuti rute tercepat. Dalam kasus tertentu, asumsi ini dianggap cukup realistid, misalnya

untuk daerah pinggiran kota yang jaringan jalannnya tidak begitu rapat dan yang tingkat

kemacetannya tidak begitu berarti. Tetapi, asumsi ini menjadi tidak realistis jika digunakan untuk

daerah perkotaan yang sering macet. Meskipun demikian, metode all-or-nothing masih

merupakan model yang paling sederhana dan efisien sehingga sangat sering digunakan. Dengan

mengetahui rute terbaik antar zona yang setiap pergerakannya dibebankan ke jaringan jalan

melalui rute terbaik, maka total arus untuk setiap ruas jalan bisa dihitung.

Menentukan rute terpendek dengan cara manual tidaklah mudah, apalagi untuk jaringan yang

luas dengan kepadatan moda yang tinggi. Hal ini merupakan tantangan bagi para peneliti untuk

memecahkannnya. Algoritma dari pembebanan tersebut adalah prosedur pembebanan dari MAT

pada rute terbaik yang menghasilkan arus VA,B pada rua antara simpul A dan B.

1. Algoritma

Semua algoritma dimulai dengan tahapan inisialisasi. Pada tahap ini semua VA,B = 0 dan

kemudian digunakan salah satu pendekatan, yaitu pendekatan pasangan demi pasangan atau

pendekatan sekaligus.

1. Pendekatan pasangan-demi-pasangan

Pendekatan ini adalah pendekatan paling sederhana yang belum tentu paling efisien. Kita

mulai dari zona asal dan menggunakan tujuan secara berurutan. Pertama, tetapkan semua

VA,B = 0, kemudaian untuk setiap pasangan (i,d):

a) set B menjadi zona tujuan d

b) jika (A,B) merupakan ruas sebelu dari B, tambahkan VA,B sebesar Tid atau buat

VA,B = VA,B + Tid

c) set B menjadi A

d) jika A = i, stop (lakukan proses selanjutnya untuk pasangan (i,d) berikutnya, atau jika

tidak, kembali ke tahap 2.

2. Pendekatan sekaligus

Page 22: Job Inyong

Metode ini sering dikenal sebagai metode Cascade karena proses pembebanan arus

dilakukan dari simpul ke setiap arus yang sesuai dengan rute terbaiknya darisuatu zona

asal i. Tetapkan VA sebagai arus kumulatif pada simpul A, lalu

a) set semua VA = 0, kecuali untuk simpul tujuan d dengan Vd = Tid

b) set B sama dengan simpul terjauh dari i

c) tingkatkan nilai VA sebesar VB dengan arah A adalah simpul sebelum dari B (atau

dengan kata lain, set VA = VA + VB

d) tingkatkan nilai VA,B sebesar VB (atau dengan kata lain, set VA,B = VA,B + VB)

e) set B sama dengan simpul yang paling jauh berikutnya jika B = i, simpul asal telah

tercapai mulai lagi dengan proses simpul asal berikutnya jika tidak teruskanlah ke

tahap

Dalam hal ini, VB menunjukkan total pergerakan dari i yang melalui simpul B dan

simpul selanjutnya dari i. Dengan memilih simpul dalam bentuk tersusun sesuai dengan

jarak, setiap simpul diproses sekali saja. Algoritma ini membutuhkan pohon untuk disimpan

dalam bentuk urutan simpul sebelum berdasarkan jarak dari simpul asal, sebagai contoh:

Diketahui suatu daerah X memiliki pergerakan bangkitan tarikan yang dapat dilihat di MAT

sebagai berikut:

Matriks Asal Tujuan (Trip)

Zona 1 2 3 4

1 - 500 750 400

2 300 - 1.000 500

3 700 1.750 - 1.000

4 1.250 350 2.00 -

Matriks Waktu Tempuh (menit)

Zona 1 2 3 4

1 - 11 7

2 10 - 7

3 5 - 6

4 8 10 -

Page 23: Job Inyong

1) Melakukan minimum path tree untuk tiap-tiap waktu tempuh perjalanan

2) Pembebanan perjalanan

3) Penjumlahan beban untuk tiap path three

2. Trip Frequency

Trip frequency atau frekuensi perjalanan adalah ukuran jumlah putaran ulang perjalanan

dalam selang waktu yang diberikan. Untuk memperhitungkan frekuensi, seseorang

menetapkan jarak waktu, menghitung jumlah kejadian peristiwa, dan membagi hitungan ini

dengan panjang jarak waktu. Trip frequency ini akan berkaitan erat dengan proporsi

pengguna moda yaitu dengan mengetahui seberapa banyak penumpang yang menggunakan

suatu moda transportasi yang turun dan naik pada suatu halte atau pemberhentian. Frekuensi

Page 24: Job Inyong

adalah faktor penting mempengaruhi permintaan perjalanan. Jelas bahwa frekuensi semakin

tinggi, maka arus lalu lintas lebih banyak. Mengingat kontribusi mengemudi mobil ke

masalah transportasi seperti kemacetan, polusi, kejadian, perencana kota dan manajer

berusaha mengurangi permintaan perjalanan mengemudi mobil. Perlu mempertimbangkan

langkah-langkah untuk mengendalikan permintaan perjalanan mengemudi dan mendorong

perjalanan berjalan atau bersepeda. Untuk jarak yang sama, perasaan penumpang yang

mengambil berbagai moda transportasi akan berbeda. Persepsi dapat dipengaruhi oleh jalan

kondisi, kondisi parkir dan lain-lain.

Suatu moda transportasi umum yang berangkat dari zona asal ke zona tujuan, dengan

kegiatan menaikkan dan menurunkan penumpang pada tiap halte akan mengikuti deret ukur,

artinya semakin mendekati zona tujuan akhir, jumlah penumpang yang naik dan turun akan

berkurang. Formula dalam perhitungan Trip Frequency salah satunya diturunkan dari model

pemilihan moda berupa metode maximal entropy dari Alan Wilson:

Dimana: 𝑄𝑖𝑗 1 = Jumlah perjalanan dari zona i ke zona j dengan moda 1 𝑄𝑖𝑗 (𝑚) = Jumlah perjalanan dari zona i ke zona j dengan moda m 𝑇𝑖𝑗 1 = Kendala perjalanan dari zona i ke zona j dengan moda 1 (m1) 𝑇𝑖𝑗 2 = Kendala perjalanan dari zona i ke zona j dengan moda 2 (m2) 𝛽 = Parameter yang dikalibrasi dengan model gravity

Perhitungan Trip Frequency selain menggunakan rumus kuantitatif seperti yang

dijabarkan Alan Wilson, juga dapat menggunakan perhitungan kualitatif yaitu dengan

penggunaan peta zonasi yang dapat dilakukan dengan tahap berikut:

a. Menyiapkan peta zonasi perencanaan transportasi;

b. Menentukan wilayah yang akan dilalui jalur moda transportasi;

c. Menyiapkan peta guna lahan wilayah perencanaan;

d. Menyiapkan matriks asal tujuan (dalam jarak);

e. Menyiapkan matriks proporsi penumpang (dalam presentase);

f. Menghitung kepadatan penduduk per zona;

Page 25: Job Inyong

g. Melakukan perhitungan proporsi jumlah penduduk yang beraktivitas tiap zona (dalam

persen) dengan pedoman MAT dan perhitungan kepadatan penduduk tiap zona;

h. Menyiapkan Matriks Asal Tujuan (estimasi jumlah penduduk yang beraktivitas);

i. Membuat Matriks Asal Tujuan (estimasi jumlah penduduk yang beraktivitas);

j. Membuat Matriks Asal Tujuan Proporsi Penumpang pengguna suatu moda

transportasi;

k. Melakukan perhitungan alur estimasi jumlah penumpang yang naik dan turun

menggunakan suatu moda transportasi;

l. Membuat peta alur estimasi naik-turun penumpang moda transportasi pada tiap halte.

Dalam sistem transportasi untuk menganalisa kinerja suatu jaringan transportasi sering

digunakan model pembebanan jaringan (trip assignment model). Dengan model pembebanan

jaringan prilaku pemilihan rute setiap pergerakan dari tempat asal sampai tujuan dan jumlah

volume pergerakan dapat diketahui. Didalam pemodelan jaringan pembebanan transportasi

akan menghasilkan suatu model transportasi yang (pada umumnya) berbentuk matematis.

Model ini merupakan refleksi pendekatan terhadap kejadian yang terjadi di jaringan

transportasi yang ditinjau. Model frekuensi perjalanan ini termasuk langkah-langkah yang

menangkap aksesibilitas dari semua peluang yang relevan perjalanan dari rumah zona luar.

Untuk setiap tinggal, kita menghitung tiga puncak/bekerja dan tiga aksesibilitas

off-peak/non-work langkah-langkah untuk tujuan di:

a) Daerah rumah mereka,

b) Di luar wilayah mereka, dalam 100 mil dari rumah, dan

c) Lebih dari 100 mil dari rumah. Spesifikasi model akhir mengandalkan tentang

langkah-langkah aksesibilitas buatan untuk tujuan di wilayah rumah dan di logsums

dihitung dari pilihan model tujuan untuk aksesibilitas sisa tindakan. Ukuran

aksesibilitas sintesis yang diperlukan dalam wilayah rumah karena model kawasan

perkotaan bukan tujuan model pilihan (mereka gravitasi model) dan karenanya tidak

mampu menghasilkan logsums untuk pilihan tujuan di kawasan ini.

Dalam perkembangan model frekuensi perjalanan, langkah-langkah aksesibilitas yang

diperkirakan untuk semua perjalanan ke perkiraan pilihan ukuran logsum tujuan. Dalam

model terakhir, langkah-langkah aksesibilitas dipertahankan untuk perjalanan intraregional

karena model intra dipelihara oleh MPO tidak termasuk pilihan tujuan model yang

Page 26: Job Inyong

diperlukan untuk menghasilkan tindakan logsum. Aksesibilitas langkah-langkah untuk

perjalanan antardaerah diganti dengan langkah-langkah logsum dari pilihan tujuan model

dalam model akhir. Ada empat langkah aksesibilitas dihitung, sebagai berikut: Dalam

perkembangan model frekuensi perjalanan, langkah-langkah aksesibilitas yang diperkirakan

untuk semua perjalanan ke perkiraan pilihan ukuran logsum tujuan. Dalam model terakhir,

langkah-langkah aksesibilitas dipertahankan untuk perjalanan intraregional karena model

intra dipelihara oleh MPO tidak termasuk pilihan tujuan model, yang diperlukan untuk

menghasilkan tindakan logsum. Aksesibilitas langkah-langkah untuk perjalanan antardaerah

diganti dengan langkah-langkah logsum dari pilihan tujuan model dalam model akhir, seperti

yang dijelaskan di bawah ini. Ada empat langkah aksesibilitas dihitung, sebagai berikut:

a) Auto peak work trip accesibility

b) Auto off-peak non-work trip accessibility

c) Non-Auto peak work trip accessibility

d) Non-Auto off-peak non-work trip accessibility

F. Analisis Ruas Jalan

1. Arus dan Komposisi Lalu Lintas

Nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus

dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas harus dikonversikan

dalam satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan faktor ekivalensi mobil

penumpang. Untuk jalan perkotaan faktor ekivalensi mobil penumpang dapat dilihat

dalam Tabel 3.6 dan 3.7.

Tabel 3.4. Ekivalensi Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi

Tipe Jalan : Jalan

Tak Terbagi

Arus lalu lintas

total 2 arah

(kend/jam)

EMP

HV

MC

Lebar jalur lalu lintas CW (m)

< 6 > 6

Dua lajur tak

terbagi (2/2 UD)

< 1800 1,3 0,5 0,4

> 1800 1,2 0,35 0,25

Empat lajur tak

terbagi (4/2 UD)

< 3700 1,3 0,4

> 3700 1,2 0,25

Page 27: Job Inyong

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1996

Tabel 3.5. Ekivalensi Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah

Tipe Jalan : Jalan Satu Arah dan

Jalan Terbagi

Arus lalu lintas per

lajur (kend/jam)

EMP

HV MC

Dua lajur satu arah (2/1) dan

empat lajur terbagi (4/2 D)

< 1050 1,3 0,4

> 1050 1,2 0,25

Tiga lajur satu arah (3/1) dan

enam lajur terbagi (6/2 D)

< 1100 1,3 0,4

> 1100 1,2 0,25

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1996

Perhitungan volume lalu lintas :

Q = QLV + (QHV x empHV) + (QMC x empMC) = smp/jam

Dimana :

Q : volume lalu lintas (smp/jam)

QLV : volume LV (kend/jam)

QHV : volume HV (kend/jam)

empHV : ekivalen mobil penumpang HV

QMC : volume MC (kend/jam)

empMC : ekivalen mobil penumpang MC

2) Kecepatan arus bebas

Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus 0, yaitu

kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa

dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan.

FV = (FV0 + FVW) x FFVSF x FFVCS

Dimana :

FV : kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk kondisi sesungguhnya

(km/jam)

FV0 : kecepatan arus bebas dasar untuk kendaraan ringan pada jalan

yang diamati, untuk kondisi ideal (ditetapkan)

FVW : penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam)

FFVSF : faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu

FFVCS : faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota

Page 28: Job Inyong

3) Kapasitas

Kapasitas adalah arus maksimum melalui satu titik yang dapat dipertahankan per

satuan waktu pada kondisi tertentu. Persamaan dasar untuk menemukan kapasitas

adalah sebagai berikut :

C = Co x FCW x FCSP x FCSF x FCCS

Dimana :

C : kapasitas sesungguhnya (smp/jam)

Co : kapasitas dasar (ideal) untuk kondisi (ideal) tertentu (smp/jam)

FCW : faktor penyesuaian lebar jalan

FCSP : faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)

FCSF : faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kerb

FCCS : faktor penyesuaian ukuran kota

4) Derajat kejenuhan

Derajat kejenuhan merupakan rasio antara arus dengan kapasitas, yang

diformulasikan sebagai berikut :

DS = Q / C

Derajat kejenuhan dihitungan dengan menggunakan satuan smp/jam.

5) Kecepatan

Kinerja utama segmen jalan menggunakan parameter kecepatan tempuh sebagai

ukuran utama, karena mudah dimengerti dan mudah untuk diukur, serta dapat

menjadi masukan penting untuk analisis biaya pemakai jalan dan analisis

ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang dari

kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen jalan :

V = L / TT

Dimana :

V : kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam)

L : panjang segmen(km)

T : waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)

6) Keselamatan

Page 29: Job Inyong

Tingkat kecelakaan lalu lintas pada ruas/segmen jalan dapat dikurangi dengan

melakukan intervensi geometrik jalan. Dari hasil statistik di Indonesia dapat

ditunjukkan sebagai berikut :

- pelebaran lajur dapat mengurangi kecelakaan sebesar 2-15% per meter

pelebaran (angka yang tinggi menunjukkan pada jalan yang sempit)

- pelebaran dan perbaikan permukaan bahu meningkatkan keselamatan lalu

lintas walaupun dengan derajat yang lebih rendah dibandingkan dengan

pelebaran jalan

- median mengurangi kecelakaan sebesar 30%

- median penghalang (digunakan jika tidak ada tempat cukup untuk membuat

median yang normal) mengurangi kecelakaan fatal atau luka berat sebesar 10-

30% tetapi menaikkan kecelakaan kerugian material.

G. Analisis Kinerja Jalan

Analisis kinerja jalan diwakili oleh tingkat pelayanan (LOS): suatu ukuran kualitatif yang

mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas berkendaraan. LOS berhubungan dengan

suatu ukuran pendekatan kuantitatif, seperti kerapatan atau persen tundaan. Konsep tingkat

pelayanan telah dikembangkan untuk penggunaan di Amerika Serikat dan definisi LOS tidak

secara langsung berlaku di Indonesia. Dalam manual ini kecepatan, derajat kejenuhan dan derajat

iringan digunakan sebagai indikator perilaku lalu-lintas dijalan. Indikator Tingkat Pelayanan

(ITP) pada suatu ruas jalan menunjukkan kondisi secara keseluruhan ruas jalan tersebut. Tingkat

pelayanan ditentukan berdasarkan nilai kuantitatif diatas. Secara umum dapat dikelompokkan

sebagai berikut:

Indeks Tingkat

PelayananKondisi

A

Konkondisi arus lalulintas bebas antara satu kendaraan dengan

kendaraan lainnya, besarnya kecepatan sepenuhnya ditentukan oleh

keinginan pengemudi dan sesuai dengan batas kecepatan yang telah

ditentukan

B

Kondisi arus lalulintas stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi oleh

kendaraan lainnya dan mulai dirasakan hambatan oleh kendaraan di

sekitarnya

Page 30: Job Inyong

CKondisi arus lalulintas masih dalam batas stabil, kecepatan operasi

mulai dibatasi dna hambatan dari kendaraan lain semakin besar

D

Kondisi arus lalulintas mendekati tidak stabil, kecepatan operasi

menurun relatif cepat akibat hambatan yang timbul, dan kebebasan

bergerak relatif kecil

E

Volume lalulintas sudah mendekati kapasitas ruas jalan, kecepatan

kira-kira lebih rendah dari 40 km/jam. Pergerakan lalulintas kadang

terhambat

F

Pada tingkat pelayanan ini arus lalulintas berada dalam eadaan dipaksakan,

kecepatan relatif rendah, arus lalulintas sering terhenti sehingga

menimbulkan antrian kendaraan yang panjang.

H. Analisis Pembiayaan

Analisis pembiayaan dilakukan dimana biaya pembangunan (cost) dibandingkan dengan

manfaat langsung suatu proyek (benefit) yang dihasilkan dari penghematan biaya penggunaa

jalan (road user cost). Komponen utama biaya pengguna jalan antara lain terdiri dari biaya

operasi kendaraan (BOK), nilai waktu perjalanan dan biaya kecelakaan.

a. Biaya Operasional Kendaraan (BOK)

Biaya Operasi Kendaraan (BOK) merupakan suatu nilai yang menyatakan besarnya biaya

yang dikeluarkan untuk pengoperasian suatu kendaraan. BOK terdiri atas beberapa

komponen, yaitu :

1. Biaya Tidak Tetap (Running Cost)

Biaya tidak tetap atau biaya variabel adalah biaya yang tergantung pada penggunaan

sistem yang bersangkutan. Biaya tersebut adalah fungsi dari keluaran sistem yang

digunakan dan dapat diukur. Contoh biaya variabel adalah gaji pengemudi, pemakaian

bahan bakar dan pemelihara rutin kendaraan:

Bv = Bb + O + Bn + Wt + Br

Dimana :

Bv : Biaya Variabel per tahun

Bb : Biaya Bahan Bakar per tahun

O : Biaya oli per tahun

Page 31: Job Inyong

Bn : Biaya Ban per tahun

Wt : Biaya Perawatan per tahun

Br : Biaya Retribusi, paguyuban dan juru panggil per tahun

a. Biaya Bahan bakar

Biaya bahan bakar yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan bakar solar atau

bensin. Besarnya biaya ini tergantung dari jumlah pemakaian bahan bakar per kilometer,

jumlah pemakaian bahan bakar tersebut berbeda-beda untuk masing-masing jenis

kendaraan dan masing-masing jurusan, antar daerah datar dan yang melintas daerah

perbukitan jelas berbeda. Pemakaian bahan bakar umumnya dinyatakan dalam

kilometer/liter. Peningkatan dalam kilometer/liter menyatakan penurunan biaya.

b. Biaya Oli / Pelumas

Biaya minyak pelumas adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian oli atau minyak

pelumas, misalnya oli mesin, gemuk, oli garden, oli persneling dan oli rem. Besarnya biaya

ini juga berbeda-beda untuk masing-masing kendaraan.

c. Biaya Pemakaian Ban

Biaya pemakaian ban adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian ban (luar dan

dalam). Besarnya biaya ini tergantung pada banyak faktor, seperti teknik pengemudi, iklim,

kualitas ban, kondisi kendaraan, load factor, kondisi permukaan jalan, kecepatan kendaraan.

Umur jangka waktu penggunaan ban dihitung berdasarkan jarak tempuh kendaraan dalam

kilometer.

d. Biaya Pemeliharaan ( Servis kecil / besar, General Overhaul)

Yang dimaksud biaya perawatan dan perbaikan adalah biaya yang dikeluarkan untuk

merawat dan memperbaiki kendaraan dari kerusakan yang terjadi, baik kerusakan yang

tergolong ringan atau kerusakan berat. Termasuk kerusakan ringan yaitu kerusakan yang

perbaikannya paling lama membutuhkan waktu satu hari serta biaya perbaikan termasuk

suku cadangnya relatif murah (lampu mati, rem macet, ganti accu, ganti ban, ganti knalpot,

servis berkala). Termasuk golongan kerusakan berat yaitu kerusakan yang perbaikannya

membutuhkan waktu lebih dari satu hari serta biaya perbaikan termasuk harga suku

cadangnya relatif mahal (turun mesin, karena pecah metal atau pecah blok mesin, ganti

piston, patah as dan lain-lain). Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pemeliharaan adalah

Page 32: Job Inyong

umur dan kondisi kendaraan , faktor muat, kondisi/jenis permukaan jalan dan kecepatan

kendaraan.

e. Retribusi

Biaya retribusi adalah biaya yang dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda),

setiap kali kendaraan angkutan umum memasuki terminal. Selain biaya retribusi pada setiap

masuk terminal, ada juga biaya parkir kendaraan, calo/makelarpenumpang yang selalu siap di

beberapa tempat sepanjang lintasan yang dilalui. Tempat yang sering ada calo atau makelar

biasanya adalah lokasi yang banyak penumpang menunggu kendaraan angkutan umum.

2. Biaya Tetap

Pada biaya tetap, biaya satuan (unit cost) akan berubah berbanding terbalik dengan

perubahan volume penjualan, semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan,

semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.Asuransi

Bunga Modal

Depresiasi ( Penyusutan Kendaraaan )

Nilai Waktu

2. Nilai Waktu Perjalanan

3. Biaya Kecelakaan

3.7.3 Analisis Development

A Analisis SWOT

B Analisis Kebijakan

3.8 Kerangka Analisis

3.9 Jadwal Pelaksanaan

3.10 Desain Survey

BAB IV Gambaran umum dan Tinjauan Kebijakan

4.1 Sejarah Kabupaten Banyumas

4.2 Karaktersitik Kabupaten Banyumas

4.2.1 Karakteristik Fisik Kabupaten Banyumas

4.2.2 Karakteristik Ekonomi Kabupaten Banyumas

4.2.3 Penggunaan Lahan Kabupaten Banyumas

4.2.4 Karakteristik Sistem Transportasi Kabupaten Banyumas

4.2.4.1 Sarana Transportasi Kabupaten Banyumas

Page 33: Job Inyong

4.2.4.2Prasarana Transportasi Kabupaten Banyumas

4.2 Karakteristik Kecamatan Ajibarang

4.2.1 Karakteristik Fisik Kecamatan Ajibarang

4.2.2 Karakteristik Kependudukan Kecamatan Ajibarang

4.2.3 Karakteristik Ekonomi Kecamatan Ajibarang

4.2.4 Penggunaan Lahan Kecamatan Ajibarang

4.3 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas

4.4 Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Ajibarang

Pada dasarnya konsep jaringan pergerakan di Kawasan Perkotaan Ajibarang bertujuan

untuk memperkuat fungsi Kawasan Perkotaan Ajibarang sebagai pusat berbagai kegiatan baik

skala kabupaten maupun skala lokal. Konsep sistem pergerakan yang diutamakan bagi Kawasan

Perkotaan Ajibarang adalah berkaitan dengan pengembangan dan pembangunan serta

peningkatan kualitas jaringan jalan. Konsep sistem jaringan jalan pada Kawasan Perkotaan

Ajibarang bertujuan untuk memberikan akses yang lebih baik untuk menjangkau berbagai

wilayah di Perkotaan Ajibarang serta mengurangi gangguan sirkulasi pada jalan utama. Hal

tersebut diwujudkan dengan cara:

1. Meningkatkan kualitas perkerasan jalan yang ada, terutama jalan lingkungan untuk

menghubungan berbagai desa dalam Kawasan Perkotaan Ajibarang.

2. Membuat jalan lingkar di sebelah barat Perkotaan Ajibarang untuk mengurangi arus masuk

ke dalam perkotaan. Terdapat dua rekomendasi pembangunan jalan, rekomendasi pertama

yaitu pembangunan jalan di sebelah timur sungai dan di sebelah barat sungai. Rekomendasi

pertama yaitu di sebelah timur sungai adalah upaya untuk tidak memperluas wilayah

perkotaan, sedangkan jika tidak memungkinkan dapat dilakukan rekomendasi kedua yaitu

pembangunan jalan lingkar di sebelah barat sungai.

3. Mengatur sirkulasi lalu lintas pada ruas jalan yang padat lalu lintas.

4. Merencanakan jalan baru untuk daerah-daerah yang masih kurang mendapat pelayanan

srana maupun prasarana.

5. Membagi pusat-pusat pelayanan sehingga intensitas kegiatan tidak terpusat pada sepanjang

jalan utama saja

BAB V KERANGKA KERJA

Page 34: Job Inyong

5.1 Sruktur Organisasi

5.2 Jadwal Kegiatan Survei

5.3 Jadwal Kegiatan Penyusunan Masterplan Transportasi

SUKO

RATIH

VELAN

MAYA

MAX

HAMDAH

SONY

ECE

SEPTI

INDRI

bersama