BAB I Preeklampsia

78
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga kali pemeriksaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Untuk menilai apakah seseorang itu menderita penyakit hipertensi atau tidak haruslah ada suatu standar nilai ukur dari tensi atau tekanan darah. berbagai macam klasifikasi hipertensi yang digunakan di masing-masing negara seperti klasifikasi menurut Joint National Committee 7 (JNC 7) yang digunakan di negara Amerika Serikat, Klasifikasi menurut Chinese Hypertension Society yang digunakan di Cina, Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH) yang digunakan negara- negara di Eropa, Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blacks (ISHIB) yang khusus digunakan untuk warga keturunan Afrika yang 1

description

obgyn

Transcript of BAB I Preeklampsia

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana

terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu

lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga kali

pemeriksaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat

diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi.

Untuk menilai apakah seseorang itu menderita penyakit hipertensi

atau tidak haruslah ada suatu standar nilai ukur dari tensi atau tekanan

darah. berbagai macam klasifikasi hipertensi yang digunakan di masing-

masing negara seperti klasifikasi menurut Joint National Committee 7

(JNC 7) yang digunakan di negara Amerika Serikat, Klasifikasi menurut

Chinese Hypertension Society yang digunakan di Cina, Klasifikasi

menurut European Society of Hypertension (ESH) yang digunakan negara-

negara di Eropa, Klasifikasi menurut International Society on

Hypertension in Blacks (ISHIB) yang khusus digunakan untuk warga

keturunan Afrika yang tinggal di Amerika. Badan kesehatan dunia, WHO

juga membuat klasifikasi hipertensi.

Di Indonesia sendiri berdasarkan konsensus yang dihasilkan pada

Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia

pada tanggal 13-14 Januari 2007 belum dapat membuat klasifikasi

hipertensi sendiri untuk orang Indonesia. Hal ini dikarenakan data

penelitian hipertensi di Indonesia berskala nasional sangat jarang. Karena

itu para pakar hipertensi di Indonesia sepakat untuk menggunakan

klasifikasi WHO dan JNC 7 sebagai klasifikasi hipertensi yang digunakan

di Indonesia.

Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18

tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada

1

dua atau lebih kunjungan klinis (Tabel 1). Klasifikasi tekanan darah

mencakup 4 kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik

(TDS) < 120 mm Hg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mm Hg.

Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi

mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung

meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua

tingkat (stage) hipertensi , dan semua pasien pada kategori ini harus diberi

terapi obat.

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Tingkat 1 (hipertensi ringan)

140-159 90-99

Sub grup : perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (hipertensi sedang)

160-179 100-109

Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

2

Tabel 3. Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi

Indonesia

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Hipertensi sistol

terisolasi

≥ 140 Dan < 90

Hipertensi pada wanita hamil adalah suatu keadaan yang tidak jarang

ditemukan, mengenai 10-15% primigravida dan 2-5% wanita multi para.

Hipertensi pada wanita hamil merupakan suatu keadaan yang khusus yang

perlu mendapatkan perhatian oleh karena akibat yang dapat ditimbulkan

pada ibu maupun janin, seperti berat badan yang rendah sampai kematian

dapat dialami oleh janin. Dalam keadaan normal, diawal kehamilan

tekanan darah wanita hamil akan lebih rendah dibandingkan sebelum

hamil (saat mulai kehamilan sampai trisemester 2), kemudian akan

meningkat kembali pada trisemester ketiga, tekanan darah rendah ini

akibat adanya vasodilatasi dan penurunan tekanan darah perifer.

Gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sering

dijumpai dan termasuk salah satu diantara tiga trias penyebab kematian,

bersama dengan perdarahan dan infeksi yang menimbulkan morbiditas dan

mortalitas ibu hamil. Menurut the National Center For Health Statistics

pada tahun 1998, hipertensi dalam kehamilan merupakan faktor risiko

medis yang paling sering dijumpai. Penyakit ini ditemukan pada 146.320

wanita, atau 3,7% diantara semua kehamilan yang berakhir dengan

kelahiran hidup. Eklamsi didiagnosis pada 12.345 diantaranya, dan

kematian ibu akibat penyulit ini tetap merupakan ancaman. Berg dan

kawan-kawan tahun 1996 melaporkan bahwa hampir 18% diantara 1.450

3

kematian ibu di Amerika serikat dari tahun 1987-1990 terjadi akibat

penyulit hipertensi dalam kehamilan. Bagaimana kehamilan memicu atau

memperparah hipertensi masih belum terpecahkan walaupun sudah

dilakukan riset intensif selama beberapa dekade, dan gangguan hipertensi

masih merupakan salah satu masalah yang signifikan dalam ilmu

kehamilan.Penderita yang akan dilakukan pengukuran tekanan darahnya

dalam keadaan nyaman, istirahat selama 5 menit, duduk, lengan ditopang

sebatas level jantung. Postur penderita harus distandarisasi, ukuran cuff

sesuai dengan lingkar lengan atas penderita. Untuk pertama kali dilakukan

pengukuran pada kedua lengan, selanjutnya hanya lengan kanan apabila

perbedaan lengan kiri dengan lengan kanan kurang dari10 mmHg.

Walaupun sampai saat ini diperdebatkan mengenai patokan fase diastolik,

apakah Korotkoff fase 5, walapun British Hypertension Society dan WHO

telah merekomendasikan fase 4, di amerika hampir semuanya

menggunakan fase 5. Yang paling tepat adalah fase 5, fase 4 hanya pada

pasien yang fase 5 sukar ditentukan.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

II.1. DEFINISI

Hipertensi dalam Kehamilan adalah penyebab kematian utama ketiga

pada ibu hamil setelah perdarahan dan infeksi. Bagaimana suatu

peristiwa kehamilan dapat memicu atau memperberat hipertensi

merupakan pertanyaan yang masih belum memperoleh jawaban yang

memuaskan. Angka kejadian Hipertensi dalam Kehamilan kira-kira 3.7 %

seluruh kehamilan.

II.2. ANGKA KEJADIAN DAN FAKTOR RISIKO

Angka kejadian HDK pada umumnya sekitar 5% dari seluruh

kehamilan.

Faktor resiko :

1. Usia : HG sering terjadi pada pasien nullipara dan usia “tua” (> 35

tahun)

2. Kehamilan kembar

3. Paritas

4. Ras : sering terjadi pada afro-america

5. Predisposisi genetik

6. Faktor lingkungan : kebiasaan hidup

II.3. ETIOLOGI

Teori yang dianggap dapat menjelaskan etiologi dan patofisiologi

harus dapat menjelaskan kenyataan bahwa HDK seringkali terjadi pada :

5

1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya

( pada nulipara )

2. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah ( pada

kehamilan kembar atau mola )

3. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan.

4. Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi .

Menurut Sibai (2003), faktor-faktor yang berpotensi sebagai etiologi :

1. Invasi trofoblastik abnormal kedalam vasa uterina.

2. Intoleransi imonologi antara maternal dengan jaringan feto-maternal .

3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau

inflamasi selama kehamilan.

4. Defisiensi bahan makanan tertentu ( nutrisi ).

5. Pengaruh genetik.

(Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in “ Williams

Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005)

6

II.4. PATOGENESIS

Perubahan utama yang terjadi pada HDK adalah VASOSPASME dan

AKTIVASI SEL ENDOTHELIUM

1. VASOSPASME

Konsep vasospame didasarkan pada pengamatan langsung

terhadap pembuluh darah kecil pada kuku, fundus oculi dan

konjuntiva. Konstriksi vaskular menyebabkan peningkatan tahanan

perifer dan TD. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel

menyebabkan kebocoran interstitisial yang meliputi bahan dalam

darah a.l trombosit, fibrinogen dan deposit subendotelial lain.

Berdasarkan pemeriksaan USG, terlihat adanya perubahan tahanan

arterial pada penderita PE. Penurunan aliran darah akibat gangguan

distribusi, iskemia dan perdarahan jaringan menyebabkan terjadinya

serangkaian gejala PE.Fischer dkk (2000) : vasospasme pada

penderita PE jauh lebih berat dibandingkan dengan yang terjadi pada

pasien dengan sindroma HELLP.

2. AKTIVASI SEL ENDOTEL

Pada gambar diagram faktor plasenta yang tak dapat di

identifikasi dengan jelas masuk kedalam sirkulasi ibu dan merangsang

aktivasi dan disfungsi sel endotel. Sindroma klinis PE adalah

manifestasi umum dari terjadinya perubahan sel endotel tersebut.

Endotel yang utuh memiliki sifat antikogulan dan dapat menurunkan

respon otot polos terhadap agonis melalui pengeluaran nitric oxide.

Sedangkan kerusakan atau aktivasi sel endotel akan menyebabkan

keluarnya bahan-bahan yang merangsang koagulasi dan meningkatkan

sensitivitas terhadap vasopresor. Perubahan-perubahan lain sebagai

akibat proses aktivasi endotel adalah:

1. Perubahanan khas pada morfologi endotel kapiler glomerulus.

2. Peningkatan permeabilitas kapiler.

7

3. Peningkatan kadar bahan-bahan yang terkait dengan aktivasi

tersebut.

Peningkatan repon terhadap bahan “pressor”

Dalam keadaan normal, wanita hamil refrakter terhadap pemberian

vasopressor. Pada awal kejadian PE, terdapat peningkatan reaktivitas

vaskular terhadap pemberian nor-epinephrine dan angisotensin II.

Prostaglandin

Beberapa prostanoid berperan penting dalam patofisiologi sindroma

PE. Secara spesifik, respon terhadap pressor yang menurun pada

kehamilan normal adalah berupa penurunan respon vaskular yang

terjadi melalui sintesa prostaglandin endotelial vaskular. Pada

penderita PE, produksi prostacyclin endotelial [PGI2] lebih rendah

dibandingkan kehamilan normal ; tetapi sekresi thromboxane A2 dari

trombosit meningkat. Perbandingan antara PGI2 : TXA2 yang menurun

tersebut akan meningkatkan sensitivitas terhadap angiostension II

sehingga terjadi vasokonstriksi.

Nitric oxide

Vasodilator sangat kuat ini dibentuk dari L-arginine oleh sel endotel.

Bila nitric oxide ini diambil maka timbul gejala-gejala yang

menyerupai PE. Pencegahan sintesa nitric oxide akan menyebabkan :

Peningkatan nilai MAP-mean arterial pressure.

Penurunan frekuensi denyut jantung.

Kepekaan terhadap vasopresor meningkat.

Pada PE, terjadi penurunan synthase nitric oxide endotel sehingga

permeabilitas sel meningkat. Kenaikan kadar Nitric Oxide dalam

serum pada penderita PE tersebut adalah sebuah akibat bukan sebuah

sebab.

8

Endothelin

Endothelin adalah 21–amino acid peptide yang merupakan

vasokonstriktor kuat, dan endothelin-1 (ET-1) adalah isoform primer

yang dihasilkan oleh endotel manusia. Kadar endothelin dalam plasma

wanita hamil normal memang meningkat, tetapi pada penderita PE

kadar endothelin jauh lebih meningkat. Pemberian MgSO4 pada

penderita PE terbukti menurunkan kadar ET-1.

II.5. TERMINOLOGI DAN KLASIFIKASI

Hipertensi Gestasional adalah terminologi untuk menggambarkan adanya

hipertensi berkaitan dengan kehamilan yang sifatnya “new-onset”.

Klasifikasi berdasarkan National High Blood Pressure Education Program

(NHBPEP) tahun 2000 :

1. HG-Hipertensi Gestasional ( istilah sebelumnya adalah “pregnancy

induced hypertension” yang mencakup pula hipertensi transien)

2. PE-Pre Eklampsia

3. E-Eklampsia

4. Pre Eklampsia super imposed pada Hipertensi Kronis

5. HK-Hipertensi Kronis

(Cunningham FG et al : Hypertensive Disoder In Pregnancy in “ Williams

Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005 )

II.6. DIAGNOSIS

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah istirahat ≥

140/90 mmHg. Kriteria edema pada PE sudah tidak digunakan lagi oleh

karena selain subjektif dan juga tidak mempengaruhi “out-come”

perinatal.

9

Diagnosis Hipertensi Dalam Kehamilan

1. Hipertensi Gestasional

TD-Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg terjadi pertama kali dalam

kehamilan.

Tidak terdapat Proteinuria, Tekanan darah kembali normal dalam

waktu < 12 minggu pasca persalinan.

Diagnosa akhir hanya dapat ditegakkan pasca persalinan.

Dapat disertai dengan gejala PE Berat : nyeri epgastrium atau

trombositopenia.

2. Preeclampsia

KRITERIA MINIMUM

TD ≥ 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu

Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dispstick

PRE-EKLAMPSIA BERAT ( PE disertai dengan satu atau lebih

gejala berikut dibawah ini) :

1. TD ≥ 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu

2. Proteinuria 2.0 g/24 jam ≥ 2+ (dispstick)

3. Serum Creatinine > 1.2 mg/dL (kecuali bila sebelumnya sudah

abnormal )

4. Trombosit < 100.0000 / mm3

5. Microangiopathic hemolysis ( increase LDH )

6. Peningkatan ALT atau AST

7. Nyeri kepala atau gangguan visual persisten

8. Nyeri epigastrium

3. Eklampsia

Kejang yang tidak diakibatkan oleh sebab lain pada penderita pre

eklampsia

10

4. Superimposed Preeklampsia ( pada hipertensi kronik )

Proteinuria “new onset” ≥ 300 mg / 24 jam pada penderita

hipertensi yang tidak menunjukkan adanya proteinuria sebelum

kehamilan 20 minggu.

Peningkatan TD atau kadar proteinuria secara tiba tiba atau

trombositopenia < 100.000/mm3 pada penderita hipertensi dan

proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.

5. Hipertensi Kronis

TD ≥ 140 / 90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum

kehamilan 20 minggu dan tidak terkait dengan penyakit trofoblas

gestasional

HT terdiagnosa pertama kali setelah kehamilan 20 minggu dan

menetap sampai > 12 minggu pasca persalinan.

(Cunningham FG et al : Hypertensive Disoder In Pregnancy in “

Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005 )

II.7. PREEKLAMPSIA

Sindroma khusus dalam kehamilan yang berupa hipertensi yang

disertai dengan vasospasme generalisata (menyebabkan gangguan

perfusi organ vital) dan aktivasi endotelial.

Hipertensi dan Proteinuria adalah kriteria PE. Proteinuria adalah

protein dalam urine >300 mg/24 jam ; atau 30 mg/dL (dipstick 1+)

Derajat proteinuria bervariasi selama 24 jam, sehingga hasil kadar

protein sesaat tidak merefleksikan keadaan sebenarnya.

Nyeri epigastrium diakibatkan oleh nekrosis hepatoseluler, iskemia

dan edema hepar yang meneybabkan regangan kapsule Glisson. Nyeri

epigastrium sering disertai dengan kenaikan kadar serum hepatik

transaminase (indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan)

11

Trombositopenia adalah tanda memburuknya PE dan disebabkan

oleh aktivasi dan agregasi platelet akibat vasospasme yang

merangsang hemolisis mikroangiopatik.

Gross hemolisis yang dengan adanya hemoglobinuria atau

hiperbilirubinemia menunjukkan beratnya penyakit.

Faktor lain yang menunjukkan beratnya penyakit adalah disfungsi

jantung dan edema paru serta PJT

Derajat beratnya PE dinilai dari frekuensi dan intensitas masing-

masing abnormalitas seperti yang terlihat pada tabel dibawah.

Penyimpangan dari nilai normal yang semakin banyak merupakan indikasi

untuk melakukan terminasi kehamilan semakin kuat. Pemisahan PE ringan

dan PE Berat secara tegas dapat menimbulkan kesulitan oleh karena

penyakit ringan dapat dengan cepat berubah menjadi penyakit yang berat.

Perlu diperhatikan bahwa tingginya tekanan darah bukan merupakan

penentu utama klasifikasi berat atau ringannya PE.

II.8. PATOGENESIS PREEKLAMPSIA

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui

dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi

dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap

mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah :

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

4. Teori adaptasi kardiovaskular genetik

5. Teori defisiensi gizi

6. Teori inflamasi

12

Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah

dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh

darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri

arkuata mamberi cabang arteri radialis. Arteria radialis menembus

endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang

arteri spiralis.

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi

trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan

degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.

Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga

jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis

mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri

spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan

resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero

plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi

jaringan juga menningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin

dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”.

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas

pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan

otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri

spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.

Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi

kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta

menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia

plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan

patogenesis HDK selanjutnya.

Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel

Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

13

Plasenta yang mengalami hipoksia dan iskemia akan

menghasilkan oksidan (radikal bebas). Oksidan adalah senyawa

penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang

tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan

plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis,

khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Adanya

radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai

toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam

kehamilan disebut “toxaemia”.

Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung

banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida

lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus,

dan protein sel endotel.

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam

kehamilan

Pada hipertensi kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,

khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal

vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi

dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.

Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh

peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan

aliran darah dan mengandung banyak asal lemak tidak jenuh. Asam

lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil,

yang akan berubah menjadi peroksida lemak.

Disfungsi endotel

Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya

fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan

ini disebut “disfungsi endotel”, dan akan terjadi :

- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi

sel endotel, dalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya

produksi prostasiklin (PGE2) : suatu vasodilator kuat.

14

- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami

kerusakan.

Agregasi sel trombosit ini untuk menutup tempat-tempat di

lapisan endotel yang rusak. Agregasi trombosit memproduksi

tromboksan (TXA2) : suatu vasokonstriktor kuat.

Dalam keadaan normal perbandingan kadar

prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin. Pada

preeklampsia kadan tromboksan lebih tinggi dari kadar

prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi

kenaikan tekanan darah.

- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular

endotheliosis.

- Peningkatan permeabilitas kapilar.

- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin.

Kadar NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin

(vasokonstriktor) meningkat.

- Peningkatan faktor koagulasi.

Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin

Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya

hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut :

Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi

dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.

Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih

besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan

suami yang sebelumnya.

Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam

kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan

ialah makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam

kehamilan.

15

Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya

“hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human

leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam

modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi

(plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin

dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu.

Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi

HLA-G. berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat

invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar

jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan

terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi

silikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan

terjadi immune-Maladaption pada preeklampsia.

Teori adaptasi kardiovaskular

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter (tidak peka) terhadap

bahan-bahan vasopresor, sehingga dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih

tinggi untuk menimbulkan respons vasokontriksi. Hal ini terjadi akibat

dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh

darah. Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter

terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan

terhadap bahan-bahan vasokonstriktor. Artinya daya refrakter pembuluh

darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi

sangat peka terhadap bahan vasopresor. Penelitian membuktikan kepekaan

terhadap bahan vasopresor terjadi pada trimester I.

Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotip

ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara

familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti bahwa

pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan

16

mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu

mengalami preeklampsia.

Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)

Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah

penelitian tentang pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu

sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi

yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden

hipertensi dalam kehamilan.

Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang

dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit,

dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti juga

menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil

mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalium cukup,

kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14% sedang yang diberi

glukosa 17%.

INVASI TROFOBLAST ABNORMAL

Implantasi plasenta yang normal. Terlihat proliferasi trofoblas ekstravillous

membentuk kolom sel didekat “anchoring villous” Trofoblas ekstravilous

17

melakukan invasi desidua dan kearah bawah kedalam arteri spiralis. Akibatnya,

terjadi penggantian endotel dan dinding otot dari pembuluh darah serta

pembesaran dari pembuluh darah

Pada proses implantasi normal : arteri spiralis mengalami

“remodeling” secara ekstensif akibat invasi oleh trofoblast endovaskular

(gambar atas).Pada PE : invasi trofoblastik berlangsung secara tak

sempurna. Pembuluh darah desidua ( bukan pembuluh darah miometrium )

terbungkus dengan trofoblas endovaskular. Besarnya gangguan invasi

trofoblas pada arteri spiralis berhubungan dengan beratnya HT yang

terjadi.

Perubahan dini pada PE :

Kerusakan endothelium.

Insudasi bahan dalam plasma kedalam dinding pembuluh darah.

Proliferasi sel miointima dan nekrosis bagian medial.

Terdapat akumulasi lipid pada sel miointima dan makrofag, sel yang

mengandung lipid tersebut disebut artherosis (gambar bawah)

Artherosis dalam pembuluh darah

Gambar di atas adalah gambar skematik dari struktur artherosis

18

Obstruksi lumen arteri spiralis akibat artherosis menyebabkan

terganggunya aliran darah. Redman dan Sargent (2003) : gangguan perfusi

plasenta akibat artherosis arteri spiralis adalah awal kejadian sindroma PE.

FAKTOR IMUNOLOGI

Terdapat sejumlah bukti yang menyatakan bahwa PE adalah penyakit

dengan mediasi imunologi. Resiko PE meningkat pada keadaan dimana

pembentukan “blocking antibody” terhadap “placental site” terganggu.

Dekker dan Sibai (1998) meneliti peranan maladaptasi imunologis dalam

patofisiologi PE. Dimulai sejak trimester kedua, pasien yang akan

menderita PE mempunyai helper T cell (Th1) yang rendah dibandingkan

mereka yang tidak akan menderita PE.

Ketidak seimbangan Th1/Th2 ( Th2 yang lebih dominan) tersebut

dipengaruhi oleh adenosin. Yoneyama dkk (2002) kadar adenosin pada

penderita PE lebih besar dibandingkan yang normotensif.

Helper cell T lympocyte menghasilkan cytokine spesifik yang

memudahkan implantasi dan disfungsi dari helper cell lymphocyte dan

keadaan ini akan menyebabkan terjadinya PE. Pada penderita dengan

antibodi anticardiolipin, lebih sering terjadi kelainan plasenta dan PE.

VASKULOPATI dan INFLAMASI

19

Melalui berbagai macam cara, perubahan inflamasi merupakan

kelanjutan dari perubahan yang terjadi plasenta. Sebagai respon terhadap

faktor plasenta yang dilepaskan akibat adanya reaksi iskemik terjadi

sebuah rangkaian proses seperti yang terlihat pada gambar skematik

dibawah.

Pada desidua terdapat banyak sel yang bila diaktivasi akan

mengeluarkan bahan – bahan tertentu yang dapat merusak sel endotel.

Disfungsi sel endotel berhubungan dengan PE melalui proses adaptasi

inflamasi intravaskular. PE dianggap sebagai keadaan ekstrem dari

aktivasi leukosit dalam sirkulasi maternal. Manten dkk (2005) : Cytokine

( tumor necrosis factor α ) dan interleukin berperan sebagai stressor

oksidatif yang berkaitan dengan PE. Stresor oksidatif memiliki karakter

bagi spesies tertentu dan adanya radikal bebas penting bagi pembentukan

peroksidase lipid yang dapat berlipat ganda dengan sendirinya (“self

propagation” ). Bahan yang bersifat radikal bebas tersebut mempunyai

sifat :

Mampu mencederai sel endothel pembuluh darah.

Modikasi produksi nitric oxide.

Mengganggu keseimbangan prostaglandin.

Pengetahuan mengenai peran stresor oksidatif dalam kejadian PE

meningkatkan perhatian pada keuntungan pemberian antioksidan dalam

pencegahan PE. Antioksidan penting antara lain : Vitamin E atau α-

tocopherol, Vitamin C dan Vitamin A β-carotene.

FAKTOR NUTRISI

Berbagai faktor defiensi nutrisi diperkirakan berperan sebagai

penyebab Eklampsia. Banyak saran yang diberikan untuk menghindarkan

hipertensi misalnya dengan menghindari konsumsi daging berlebihan,

protein, purine, lemak, hidangan siap saji (snack), dan produk-produk

makanan instan lain. John dkk (2002) : diet buah dan sayur banyak

20

mengandung aktivitas non-oksidan yang dapat menurunkan tekanan darah.

Zhang dkk (2002) : kejadian PE pada pasien dengan asupan vitamin C

harian kurang dari 85 mg dapat meningkat menjadi 2 kali lipat. Obesitas

adalah faktor resiko yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya PE.

Obesitas pada ibu tidak hamil dapat menyebabkan aktivasi endotel dan

respon inflamasi sistemik yang berhubungan dengan arterosklerosis. Kadar

C-reactive protein (“inlamatory marker”) meningkat pada obesitas yang

seringkali berkaitan dengan PE.

FAKTOR GENETIK

Ness Dkk (2003) : predisposisi hipertensi secara herediter sangat

berkait dengan kejadian PE dan E. Chesley dan Cooper (1986) :

menyimpulkan bahwa PE dan E menurun diantara saudara sekandung

perempuan, anak perempuan, cucu perempuan.

II.9. PATOFISIOLOGI

1. SISTEM KARDIOVASKULAR

Gangguan fungsi kardiovaskular yang normal pada PE dan E

Peningkatan after-load jantung akibat HT.

a. Gangguan pre-load jantung akibat akibat terganggunya proses

hipervolemia dalam kehamilan.

b. Aktivasi endotelial dengan akibat ekstravasasi kedalam ruang

ekstraseluler terutama kedalam paru.

Perubahan hemodinamika

Perubahan kardiovaskular pada HDK tergantung sejumlah faktor :

Derajat HT

Latar belakang penyakit kronis.

Apakah telah terjadi PE.

Saat kapan pemeriksaan dikerjakan.

21

Pada PE terjadi penurunan curah jantung dan kenaikan tahanan

perifer. Pada Hipertensi Gestasional, curah jantung tetap tinggi.

Pemberian cairan yang berlebihan pada penderita PE Berat akan

menyebabkan tekanan pengisian jantung kiri ( “ventricular filling

pressure” ) akan sangat meningkat dan meningkatkan curah jantung

yang normal ke tingkatan diatas normal.

Volume Darah

Pada Eklampsia terjadi peristiwa hemokonsentrasi ; hipervolemia

yang lazim dalam kehamilan normal tidak terjadi atau sangat minimal

sehingga penderita eklampsia disebut sebagai pasien yang berada

dalam keadaan “NORMOTENSIVE SHOCK”. Hemokonsentrasi

pada PE dan E terjadi akibat adanya :

Vaskonstriksi generalisata.

Disfungsi endotel dengan meningkatnya permeabilitas vaskular.

Pada PE tergantung pada beratnya penyakit tidak selalu terjadi

hemokonsentrasi. Pada penderita HG umumnya memiliki volume

darah yang normal. Penurunan kadar hematokrit pada penderita

dengan hemokosentrasi hebat merupakan pertanda perbaikan keadaan.

Bila tidak terjadi perdarahan, ruang intravaskular penderita PE dan E

biasanya tidak terlalu kosong. Terjadinya vasospasme dan kebocoran

plasma endothel menyebabkan ruang vaskular tetap terisi. Perubahan

ini menetap sampai beberapa saat pasca persalinan bersamaan dengan

perbaikan endotel. Vasodilatasi dan peningkatan volume darah

menyebabkan penurunan hematokrit.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penderita PE dan E

sangat peka terhadap:

a. Pemberian cairan dalam upaya untuk mengembalikan

volume darah ke tingkatan sebelum kehamilan.

22

b. Perdarahan selama persalinan.

2. DARAH dan PEMBEKUAN DARAH

Trombositopenia yang terjadi dapat mengancam jiwa penderita.

Trombositopenia terjadi oleh karena :

o Aktivasi platelet

o Agregasi platelet

o Konsumsi meningkat

3. VOLUME HOMEOSTASIS

Perubahan endokrin

Kadar renin , angiostensin II dan aldosteron dalam kehamilan normal

meningkat. Pada PE kadar bahan tersebut sama dengan kadar wanita

yang tidak hamil. Alibat retensi natrium dan atau HT, sekresi renin

oleh ginjal menurun. Renin berperan sebagai katalisator dalam proses

konversi angiostensin menjadi angiostensin I dan perubahan

angiostensin I menjadi angiostensi II dengan katalisator ACE –

angiostensin converting enzyme.

Perubahan cairan dan elektrolit

Manifestasi peningkatan volume cairan ekstraseluler adalah edema.

Pada penderita PEBerat biasanya lebih menonjol dibandingkan

kehamilan normal. Retensi cairan terjadi akibat adanya cedera pada

endotel. Selain edema generalisata dan proteinuria, penderita juga

mengalami penurunan tekanan onkotik yang menyebabkan gangguan

keseimbangan proses filtrasi.

4. GINJAL

Selama kehamilan normal, terjadi peningkatan GFR – glomerular

filtration rate dan RBF – renal blood flow. Pada PE terjadi perubahan

23

anatomi dan patofisiologi, sehingga terjadi penurunan perfusi renal

dan filtrasi glomerulos. PE berkaitan dengan penurunan produksi

urine dan eksresi kalsium akibat peningkatan resorbsi tubuler.

Pemberian Dopamine i.v pada penderita PE dapat meningkatkan

produksi urine. Pemberian cairan i.v pada penderita PE dengan

oliguria tidak perlu dikerjakan.

Proteinuria

Terjadinya proteinuria bersifat lambat. Pemeriksaan kuantitatif dengan

dipstick tidak akurat dan memerlukan pemeriksaan selama 24 jam.

Albuminuria adalah istilah untuk menggambarkan proteinuria pada

PE yang salah oleh karena sebagaimana pada keadaan glomerulopati

lain terjadi peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein

ber-BM tinggi sehingga albuminuria sering disertai dengan keluarnya

hemoglobin, globulin dan transferin.

Perubahan anatomi pada ginjal

Ukuran glomerulos membesar 20%. Terjadi glomerular capillary

endotheliosis. Gagal ginjal akibat nekrosis tubuler akut sering terjadi

dengan gejala oliguria sampai anuria ( peningkatan kadar serum

creatinine 1 mg/dL ).Haddad dkk (2000) melaporkan bahwa 5% dari

183 penderita sindroma HELLP mengalami ARF dan setengah

diantaranya adalah penderita solusio plasenta dan perdarahan pasca

persalinan. Meskipun jarang, dapat terjadi nekrosis cortex ginjal yang

ireversibel.

5. HEPAR

Perdarahan periportal pada tepi hepar

Ruptura hepar

Perdarahan subkapsular.

24

6. OTAK

Nyeri kepala dan

Gangguan visus

Sering terjadi pada PE dan eklampsia. Terdapat dua perubahan PA

pada cerebri:

a. Perdarahan akibat pecahnya pembuluh arteri karena HT

b. Edema, hiperemia , iskemia, trombosis dan hemoragia yang kecil

dan kadang-kadang meliputi daerah yang luas

Aliran darah otak :

Pada eklampsia, mungkin akibat hilangnya autoregulasi dari CBF-

cerebral blood flow terjadi hipoperfusi sebagaimana yang terjadi pada

hipertensif encephalopathi yang tak berkaitan dengan kehamilan.

Pasien nyeri kepala biasanya disertai dengan peningkatan perfusi

cerebral.

Kebutaan :

Gangguan visus sering terjadi pada PEBerat, namun kebutaan

permanen jarang terjadi pada PE dan terjadi pada 10% penderita E.

Kebutaan atau amaurosis ( bahasa Greek = dimming) dapat mengenai

wanita yang menderita edema vasogenik pada lobus occipitalis yang

luas. Umumnya kebutaan berlangsung antara 4 jam sampai satu

minggu. Lara-Torre dkk (2002) : gangguan visual permanen akibat

PEBerat atau E adalah akibat gangguan pada cerebri atau iskemia

arteri retina. Ablasio retina dapat mengganggu visus dan umumnya

mengenai salah satu sisi dan prognosis nya baik.

25

7. PERFUSI UTERO PLASENTA

Gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme merupakan

penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal pada

PE dan E. Pada wanita normal diameter arteri spiralis 500 μ ; pada

penderita PE 200 μ.

Doppler velosimetri

Pengukuran velositi aliran darah dalam arteri uterina dapat

digunakan untuk memperhitungkan besaran resistensi dalam

aliran uteroplasenta.

Resistensi vaskular ditentukan berdasarkan perbandingan antara

bentuk gelombang arterial sistolik dan diastolik.

Ganguan aliran darah uteroplasenta tidak selalu terjadi pada

semua penderita PE dan E.

Matijevic dan Johnson ( 1999) dengan velosimetri Doppler

mengukur besarnya tahanan dalam arteri spiralis. Hasil

pengukuran tersebut menunjukkan bahwa Impedansi pembuluh

perifer ternyata lebih besar dari pada pembuluh sentral.

II.10. PREDIKSI DAN PENCEGAHAN

PREDIKSI

Sampai saat ini tidak ada tes skrining yang realistis, valid dan ekonomis

untuk meramalkan kejadian PE. Salah satu tujuan dari jaringan Unit Feto-

Maternal Medis adalah melakukan identifikasi faktor-faktor prediktor

berikut ini :

Roll over test

Adanya respon hipertensif yang terjadi pada perubahan posisi ibu hamil 28

– 32 minggu dari posisi miring menjadi telentang merupakan prediktor

terjadinya HG. Pasien dengan test positif juga menunjukkan kepekaan

yang tidak normal terhadap pemberian angiostensin II.

26

Placental bed pada kehamilan normal dan preeklampsia Pada preeklampsia,

perubahan fisiologi pada arteri uteroplasenta tidak melewati “deciduomyometrial

junction” sehingga terdapat segmen yang menyempit antara arteri radialis

dengan desidua.

Reproduksi dari : Brosen IA: Morphological Changes in the uteroplacental bed in

pregnancy hypertension Clin Obstet Gynecol; 4:573, 1977 Nilai prediktif dari

Roll-Over tes ini hanya 33%.

ASAM URAT

Weerasekera dan Peiris (2003) : kadar serum asam urat tidak berbeda

secara bermakna sebelum terjadinya HT. Kadar asam urat tidak

bermanfaat dalam membedakan antara hipertensi gestasional dengan PE.

FIBRONEKTIN

Aktivasi sel endothel menyebabkan kenaikan kadar serum fibronectin pada

penderita PE. Chavaria dkk (2003a) : menyatakan bahwa nilai prediktif

positif dari Fibronectine adalah 29% dan nilai prediktif negatif kira-kira

98%.

AKTIVASI SISTEM KOAGULASI

27

Trombositopenia dan disfungsi platelet adalah gambaran intergral PE.

Peningkatan destruksi menyebabkan ukuran platelet membesar oleh karena

relatif lebih muda dan hal ini dapat digunakan untuk meramalkan

terjadinya PE. Pada kehamilan, aktivitas fibrinolitik menurun akibat

peningkatan palsminogen activator inhibitor-PAI 1 dan 2. Pada PE, PA1

secara relatif lebih tinggi daripada PAI 2 akibat disfungsi sel endotel.

Chappel dkk (2002) : menyatakan bahwa perbandingan PA 1 dan PA2

dapat digunakan untuk prediksi PE

UTERINE ARTERY DOPPLER VEOLIMETRI

Penentuan resistensi vaskular uteroplasenta dengan mengamati impendansi

pada arteri uterina trimester II dapat digunakan sebagai prediksi PE

Audibert dkk (2005) : kombinasi pemeriksaan hCG – AFP (alfa

fetoprotein ) dan pencatatan aliran darah dalam arteri uterina dapat

digunakan untuk meramalkan terjadinya PE dengan sensitivitas berkisar

antara 2 – 40%.

PENCEGAHAN

Modifikasi diet

Pencegahan asupan garam tak dapat mencegah terjadinya

preeklampsia

Suplementasi calcium dapat menurunkan kejadian hipertensi

gestasional

Aspirin dosis rendah

Awal keberhasilan penggunaan 60 mg aspirin untuk menurunkan

kejadian PE berawal dari kemampuan untuk menekan produksi

tromboksan secara selektif dengan hasil akhir peningkatan produksi

prostacyclin endothelial. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa aspirin

dosis rendah tidak efektif dalam pencegahan PE.

28

Antioksidan

Aktivitas antioksidan serum penderita PE sangat berkurang. Konsumsi

vitamin E tidak berhubungan kejadian PE. Kadar Vit E dalam plasma yang

tinggi pada penderita PE adalah merupakan respon terhadap stressor

oksidatif yang ada. Chappel dkk (1999) : membuktikan adanya penurunan

aktivasi sel endothel pada pemberian vit C atau E pada kehamilan 18 – 22

dan pemberian vitamin C dan E dapat menurunkan secara bermakna

kejadian PE.

II.11. ASPEK KLINIK PREEKLAMPSIA

Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat

terjadi ante, intra dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia

dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.

Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya

dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita

dengan preeklampsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh

dalam koma.

Gambaran klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat individual.

Kadang-kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia mana yang

timbul lebih dahulu. Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada

preeklampsia ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria; sehingga

bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan di atas, dapat dianggap

bukan preeklampsia.

Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria

merupakan gejala yang paling penting. Namun, sayangnya penderita

seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh

adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri

epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.

29

1. Preeklampsia Ringan

Definisi

Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik

kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat

terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.

Diagnosis

Diagnosis preeklampsia ringan deitegakkan berdasar atas

timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah

kehamilan 20 minggu.

- Hipertensi : sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg. Kenaikan

sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg tidak

dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.

- Proteinuria : ≥300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstik.

- Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria

preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut,

edema generalisata.

Manajemen umum preeklampsia ringan

Pada setiap kehamilan disertai penyulit suatu penyakit, maka

selalu dipertanyakan, bagaimana :

- Sikap terhadap penyakitnya, berarti pemberian obat-

obatan, atau terapi medikamentosa.

- Sikap terhadap kehamilan; berarti mau diapakan

kehamilan ini.

Tujuan utama perawatan preeklampsia

Mencegah kejang, perdarahan intrakranial, mencegah

gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.

30

Rawat jalan (ambulatoir)

Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara

rawat jalan. Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat

(berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus mutlak selalu tirah

baring).

Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan

posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada v. kava inferior,

sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah

curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke

organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan

meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan diuresis.

Diuresis dengan sendirinya meningkatkan eksresi natrium,

menurunkan reaktivitas kardiovaskular, sehingga mengurangi

vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula

aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan

memperbaiki kondisi janin dalam rahim.

Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam

sepanjang fungsi ginjal masih normal. Pada preeklampsia, ibu

hamil umumnya masih muda, berarti fungsi ginjal masih bagus,

sehingga tidak perlu restriksi garam.

Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 g NaCl (garam

dapur) adlah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang

garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru membutuhkan

lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak

dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang

banyak, berupa susu atau air buah.

Rawat inap (dirawat di rumah sakit)

Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia ringan

perlu dirawat di rumah sakit. Kriteria preeklampsia ringan dirawat

di rumah sakit, ialah (a) bila tidak ada perbaikan : tekanan darah

31

kadar proteinuria selama 2 minggu; (b) adanya satu atau lebih

gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat. Selama di rumah sakit

dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik.

Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan

Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah

cairan amnion. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali

seminggu dan konsultasi dengan bagian mata, jantung dan lain-

lain.

Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya

Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara

22 minggu sampai ≤ 37 minggu. Pada kehamilan preterm (< 37

minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif, selama

perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm. Sementara itu,

pada kehamilan aterm (> 37 minggu), persalinan ditunggu sampai

terjadi onset persalinan atau pertimbangkan untuk melakukan

induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan

dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II.

2. Preeklampsia Berat

Definisi

Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah

sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 110 mmHg disertai

proteinuria lebih 5 g/24 jam.

Pembagian preeklampsia berat

Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) preeklampsia berat

tanpa impending eclampsia dan (b) preeklampsia berat dengan

impending eclampsia. Disebut impending eclampsia bila

preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri

kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium,

dan kenaikan progresif tekanan darah.

32

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria preeklampsia berat

sebagaimana tercantum di bawah ini (bila ditemukan satu atau

lebih gejala berikut) :

- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah

diastolik ≥ 110 mmHg.

- Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah

dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

- Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan

kualitatif.

- Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.

- Kenaikan kadar kreatinin plasma.

- Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri

kepala, skotoma dan pandangan kabur.

- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas

abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson).

- Edema paru-paru dan sianosis.

- Hemolisis mikroangiopatik.

- Trombositopenia berat : <100.000 sel/mm3 atau penurunan

trombosit dengan cepat.

- Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular) :

peningkatan kadan alanin dan aspartate aminotransferase.

- Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.

- Sindrom HELLP.

II.12. SINDROM HELLP

Arti klinik trombositopenia selain gangguan koagulasi adalah juga

menggambarkan derajat proses patologi yang terjadi. Pada umumnya

semakin rendah trombosit semakin tinggi morbiditas dan mortalitas ibu

dan anak. Pritchard dkk (1976) : mengharapkan adanya perhatian terhadap

33

kejadian trombositopenia pada penderita PE yang disertai dengan sejumlah

gejala (sindroma HELLP).

Sindroma HELLP:

1. Hemolysis

2. Elevated liver enzyme (kenaikan enzym hepar = transaminase )

3. Low Platelets

PE Berat sering disertai dengan hemolisis yang terlihat dari kenaikan kadar

serum LDH - lactate-dehydrogenase dan perubahan gambaran dari darah

perifer (schizocytosis, spherocytosis dan reticulocytosis). Hemolisis terjadi

akibat hemolisis mikrosangiopatik yang diakibatkan oleh kerusakan

endotel yang disertai dengan deposisi trombosit dan fibrin.

II.13. PENATALAKSANAAN

Perawatan dan pengobatan preeklampsia berat

Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,

pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap

penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan.

Monitoring selama di rumah sakit

Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-

tanda klinik berupa : nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan

kenaikan cepat berat badan. Selain itu, perli dilakukan penimbangan berat

badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan

laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.

Manajemen umum perawatan preeklampsia berat

Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi

medisinalis. Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit

untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).

Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan

34

karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi

untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan

tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya

edema paru dan oliguria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel

endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary

wedge pressure.

Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi.

Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5% Ringer-dekstrose atau cairan

garam faali jumlah tetesan : < 125 cc/jam atau (b) Infus Dekstrose 5%

yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer Laktat (60-125 cc/jam)

500 cc.

Pemberian obat antikejang :

MgSO4

Antikonvulsan yang efektif tanpa penekanan pada SSP ibu dan janin

Dosis untuk PEBerat sama dengan dosis untuk Eklampsia

Berikan sampai 24 jam pasca persalinan

Tidak dimaksudkan untuk menurunkan tekanan darah

Eksresi melalui ginjal

Intoksikasi dapat dihindari dengan melakukan pemeriksaan reflek

patela dan frekuensi pernafasan serta pengamatan volume produksi

urine perjam.

Bila terjadi depresi pernafasan berikan Calcium Gluconate 1 gram i.v

perlahan-lahan sampai depresi nafas menghilang.

Cara pemberian :

Loading dose : initial dose

4 gram MGSO4 : intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit.

Maintenance dose :

35

Infus 6 gram dalam laruran Ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram

i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6 jam.

Syarat pemberian MgSO4 :

- Harus tersedia antidotum bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium

glukonas 10% = 1 g (10% dalam 10cc) diberikan i.v. 3 menit.

- Refleks patella (+) kuat.

- Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda

distres napas.

Dihentikan bila :

- Ada tanda-tanda intoksikasi

- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang

terakhir

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4 :

- Dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl

- Hilangnya refleks tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl

- Terhentinya pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dl

- Terhentinya jantung > 30 mEq/liter > 36 mg/dl

36

Contoh obat lain yang dipakai untuk antikejang :

Diazepam

Fenitoin

Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema peru-

paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai

ialah Furosemid.

Pemberian antihipertensi

Antihipertensi lini pertama

Nifedipin. Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit;

maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Antihipertensi lini kedua

Sodium nitroprusside : 0,25 mg µg i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan

0,25 µg i.v./kg/5 menit.

Diazokside : 30-60 mg i.v./5 menit; atau i.v. infus 10

mg/menit/dititrasi.

Antihipertensi sedang dalam penelitian

Calcium channel blockers : isradipin, nimodipin

Serotonin reseptor antagonis : ketan serin

II.14. EKLAMPSIA

Pre-eklampsia yang disertai dengan kejang dan kejang tersebut tidak

disebabkan oleh faktor-faktor lainnya. Kejang bersifat menyeluruh dan

dapat terjadi sebelum, selama atau sesudah persalinan. Pada nulipara,

kejang kadang-kadang dapat terjadi sampai 48 jam Pasca Persalinan.

Chames dkk (2002) : dengan memperbaiki kualitas perawatan prenatal,

sejumlah kasus eklampsia intrapartum atau antepartum dapat dicegah.

Eklampsia terjadi pada 0.2 – 0.5% persalinan dengan faktor-faktor

yang mempengaruhi kejadian sama dengan yang ada pada PE. Kadang-

kadang eklampsia terjadi pada usia kehamilan < > 75% kejang terjadi

37

sebelum persalinan. 50% dari eklampsia pasca persalinan terjadi dalam

waktu 48 jam pasca persalinan.

Gambaran Klinik

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia,yang

disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan

preeklmapsia, eklampsia dapat timbul pada nate, intra, dan pospartum.

Eklampsia postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam

pertama setelah persalinan. Pada penderita preeklampsia yang akan kejang,

umumnya memberi gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas, yang dapat

dianggap sebagai tanda prodorma akan terjadinya kejang. Preeklampsia

yang disertai dengan tanda-tanda prodorma ini disebut sebagai impending

eclampsia atau imminent eclampsia.

Patofisiologi

Patogenesis eklampsia tidak diketahui dengan jelas. Diperkirakan

disebabkan oleh karena :

Trombosis oleh platelet

Hipoksia cerebri akibat vasospasme lokal

Perdarahan cortex cerebri

Temuan Klinik

Biasanya tak didahului dengan aura ; serangan kejang antara 2 – 4

kali. Terjadi hiperventilasi setelah serangan kejang tonik-klonik untuk

kompensasi adanya asidosis (lactic acid) respiratorik akibat fase apnea.

Demam jarang terjadi, tetapi demam adalah pertanda prognosa yang

buruk. Komplikasi kejang : gigitan lidah, fraktura, trauma kapitis, aspirasi.

Edema paru dan abruptio retina dapat terjadi pasca kejang.

38

Diagnosis Banding

Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat

penyakit lain. Oleh karena itu, diagnosis banding eklampsia menjadi

sangat penting, misalnya perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, kelainan

metabolik, meningitis, epilepsi iatrogenik. Eklampsia selalu didahului oleh

preeklampsia. Perawatan pranatal untuk kehamilan dengan predisposisi

preeklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal sedini mungkin

gejala-gejala prodorma eklampsia. Sering dijumpai perempuan hamil yang

tampak sehat mendadak menjadi kejang-kejang eklampsia, karena tidak

terdeteksi adanya preeklampsia sebelumnya.

Perawatan Eklampsia

Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah suportif untuk stabilisasi

fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation

(ABC), mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan

asidemia mencegah trauma pada pasien waktu kejang, mengendalikan

tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin

pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.

Pengobatan Medikamnetosa

- Obat antikejang

Obat antikejang yang menjadi pilihan pertama ialah magnesium

sulfat. Bila dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat

dipakai obat jenis lain, misalnya tiopental. Diazepam dapat dipakai

sebagai alternatif pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan

sangat tinggi, pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang

telah berpengalaman. Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai

dengan memonitor plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obat-

obat antihipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-

benar atas indikasi.

39

- Magnesium sulfat (MgSO4)

Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti

pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia berat. Pengobatan

suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ-organ

penting, misalnya tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis,

mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah,

mencegah dekompensasi kordis.

- Perawatan pada waktu kejang

Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama

pertolongan ialah mencegah penderita mengalami trauma akibat

kejang-kejang tersebut.

Dirawat di kamar isolasi cukup terang, tidak di kamar gelap, agar

bila terjadi sianosis dapat segera diketahui. Penderita dibaringkan di

tempat tidur yang lebar, dengan rail tempat tidur harus dipasang dan

dikunci dengan kuat. Selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam

mulut penderita dan jangan mencoba melepas sudap lidah yang

sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan

dan daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan

ekstremitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat menghentak-

hentak benda keras di sekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidur

harus cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila penderita selesai

kejang-kejang, segera beri oksigen.

- Perawatan koma

Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau

mempertahankan diri terhadap suhu yang ekstrem, posisi tubuh yang

menimbulkan nyeri dan aspirasi, karena hilangnya refleks muntah.

Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma ialah terbuntunya

jalan napas atas. Setiap penderita eklampsia yang jatuh dalam koma

40

harus dianggap bahwa jalan napas atas terbuntu, kecuali dibuktikan

lain.

- Perawatan edema paru

Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita dirawat di ICU

karena membutuhkan perawatan animasi dengan respirator.

Pengobatan Obstetrik

Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia

harus diakhiri, tanpa memandang unsur kehamilan dan keadaann janin.

Persalinan diakhiri bila sudah mencapai stabilisasi (pemulihan)

hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan pascapersalinan, bila

persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan

sebagaimana lazimnya.

II.15. PROGNOSIS

Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka

gejala akan tampak jelas setelah persalinan berakhir perubahan

patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12

jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis

yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan.

Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.

Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada

janin dari ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin

pada penderita eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati

intrauterin atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi sudah

sangat inferior.

Kematian maternal akibat PE atau E secara langsung jarang terjadi,

kematian umumnya disebabkan oleh cerebral hemoragik, pneumonia

aspirasi, tromboemboli, gagal ginjal, ruptur ginjal, dan hipoksik ensefalopa

41

BAB III

ILUSTRASI KASUS

III.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. W

Umur : 32 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Ngrandu, Sragen, Jawa tengah

No. RM : 139.23.91

II.2. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS dengan pasien)

Keluhan Utama

Pasien rujukan dari Puskesmas Pulo Gadung dengan tekanan darah tinggi.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT lupa. Pasien ANC tidak teratur

di Puskesmas Pulo Gadung. Selama hamil pasien pernah USG sebanyak 1

x di klinik 2 hari SMRS dan dikatakan kondisi janin baik. Pada awal

kehamilan tekanan darah pasien normal. Namun, ketika kontrol pada

kehamilan 8 bulan tekanan darah pada pasien tinggi. Gerak janin aktif (+),

pasien mengeluh mules-mules yang hilang timbul sejak 6 jam SMRS,

keluar lendir(+) darah(+). keluar air-air(+), keputihan (+), gatal(-), bau(-),

konsumsi obat (-), jamu (-), demam (-), BAB(+) tidak ada keluhan,

BAK(+) tidak ada keluhan, Tekanan darah tinggi sebelumnya(-), nyeri ulu

hati(-), nyeri kepala (-), pandangan kabur(-), kedua kaki bengkak (+), mual

dan muntah.

42

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, jantung, asma, alergi, dan

operasi sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, jantung, asma dan alergi

disangkal.

Riwayat Menstruasi

Menarche usia 14 tahun, siklus 28 hari, teratur, lama 7 hari, Ganti

pembalut 3-4x/hari, keluhan saat haid (-)

Riwayat Menikah

Menikah 1x, tahun 2003, usia saat menikah istri : 22 tahun dan suami

25 tahun.

Riwayat Obstetri

G2 P1 A0

I. Laki-laki usia 8 tahun, berat lahir 3000, persalinan spontan per vaginam

di bidan, riwayat hipertensi pada kehamilan pertama negatif.

II. Hamil ini.

Riwayat KB

IUD

III.3. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Tanggal 8 Maret 2013

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

43

BB: 68 kg TB: 160 cm

Tanda – tanda vital:

Tekanan darah: 160/100 mmHg

Nadi : 92 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : afebris

Status Generalis

Kepala : deformitas (-), normocephal

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

THT : otorhea -/-, rinorhea -/-

Leher : retraksi (-), thyroid dalam batas normal, KGB dbn

Dada : simetris saat statis-dinamis, retraksi (-)

Jantung : BJ I&II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : membuncit sesuai dengan usia kehamilan, tidak

ada bekas operasi

Ekstremitas : akral hangat, CRT<2”, oedema (+/+), varises (-)

Status Obstetrik

TFU 30 cm, kontraksi (+), presentasi kepala, punggung kanan, TBJ :

2970 gram, His 3-4x/10¹/40¹¹, DJJ: 148 dpm.

I : vulva dan uretra tampak tenang, vulva membuka, perineum

menonjol

VT  : Pembukaan 8 cm, kepala di H III, UUK depan.

44

III.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LABORATORIUM (08/03/2012)

Keterangan Hasil Nilai normal

DPL

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

12,8

36

9460

242.000

12-16 g/dl

37-47 %

5.000-10.000 /mm2

150.000-400.000 /mm2

Massa Perdarahan/BT

Massa Pembekuan/CT

3

6

1-6

6-11

GDS

HbsAg

79

Non Reaktif

<180 mg/dl

Non reaktif

UL

Warna urine

Kejernihan

Berat Jenis urine

pH urine

Protein urine

Glukosa urine

Keton urine

Bilirubin

Urobilinogen

Sel epitel

Bakteri

Kuning

Jernih

1,010

6,0

Positif(++)

Negatif (-)

Negatif

Negatif

0,2

Positif (+)

Negatif (-)

Kuning

1,005-1,030

5,5-8,0

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

0,1-1,0

5-15

Negatif

III.5. RESUME

Pasien Ny. W, 32 tahun, merupakan pasien rujukan dari Puskesmas Pulo

Gadung dengan tekanan darah tinggi. Pasien mengaku hamil 9 bulan.

HPHT lupa. Pasien ANC tidak teratur di Puskesmas Pulo Gadung. Selama

45

hamil pasien belum pernah USG. Pada awal kehamilan tekanan darah

pasien normal. Namun, ketika kontrol pada kehamilan 9 bulan tekanan

darah pada pasien tinggi yaitu terukur 170/100. Selama hamil tidak

terdapat keluhan pada pasien, hanya didapati kedua kaki pasien bengkak.

Gerakan janin aktif. Riwayat hipertensi pada kehamilan terdahulu dan

sebelum kehamilan disangkal pasien. Riwayat hipertensi pada keluarga

juga disangkal oleh pasien.

Pemeriksaan fisik pasien didapatkan Tekanan darah: 160/100

mmHg, Nadi : 92 x/menit, RR : 20 x/menit, Suhu : afebris. Status generalis

pasien dalam batas normal, hanya pada ekstremitas inferior didapatkan

edema +/+. Status obstetri. TFU 30 cm, kontraksi (+), presentasi kepala,

punggung kanan, TBJ : 2970 gram, His 3-4x/10¹/40¹¹, DJJ: 148 dpm. I

: vulva dan uretra tampak tenang, vulva membuka, perineum menonjol.

VT  : Pembukaan 8 cm, kepala di H III, UUK depan. Berdasarkan

pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil urinalisa yaitu

protein (++).

III.6. DIAGNOSIS KERJA

PK 1 Aktif pada G2P1A0 Hamil aterm, Janin Presentasi Kepala Tunggal

Hidup, HDK dd PEB

III.7. PENATALAKSANAAN

Rencana Diagnosis :

Observasi tanda vital, his, DJJ

Cek DPL, UL, GDS, BT/CT, ur/cr, SGOT//SGPT, LDH,

Albumin, Asam urat

Obervasi tanda perburukan PEB

Rencana Terapi :

Partus pervaginam

Tatalaksana PEB

46

Nifedipin 4x10 mg

Bila protein urin (++) Bolus MgSO4 10 gram, maintenance

lagi/jam

NAC 3x60 mg

Vitamin C 2x400 mg

Elevasi kepala 300

Balance cairan seimbang

III.8. FOLLOW-UP

08/03/2013 pukul 01.40

Lahir Bayi perempuan, dengan berat lahir 2600 gram, panjang badan 45

cm, dan AS 9/10

Ruptur perineum grade I

Perdarahan kala III-IV 150 cc

Tanggal 8/3/2013 jam 07.00

S : nyeri kepala (-), mual muntah (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati

(-), perdarahan (-). BAK (+)

O : keadaan umum baik, CM

TV: TD:140/80 N:88 FN:20 S:Afebris

Status Generalis : DBN

Status obstetric : TFU 2 jari bawah pusat, Kontraksi uterus baik

I : V/U Tenang, perdarahan (-)

A :P2 post partum spontan, hemodinamik stabil, PEB dengan tekanan

darah terkontrol.

P : Rdx/ Obs TV, kontraksi dan perdarahan

Rth/ Mobilisasi bertahap

Diet TKTP

Hygiene V/P

Motivasi ASI/KB

Coamoxiclav 3x625 mg

47

Asam mefenamat 3x500mg

Nonemi 1x1

Tatalaksana PEB

Nifedipin 4x10 mg

Bolus MgSO4 1 gram/jam, maintenance lagi/jam

NAC 3x60 mg

Vitamin C 2x400 mg

Elevasi kepala 300

Balance cairan seimbang

Tanggal 9/3/2013

S : nyeri kepala (-), mual muntah (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu

hati (-), perdarahan (-). BAK (+)

O : keadaan umum baik, CM

TV: TD:140/80 N:86 FN:20 S:Afebris

Status Generalis : DBN

Status obstetric : TFU 2 jari bawah pusat, Kontraksi uterus baik

I : V/U Tenang, perdarahan (-)

A :NH2 P2 post partum spontan, hemodinamik stabil, PEB dengan

tekanan darah terkontrol.

P : Rdx/ Obs TV, kontraksi dan perdarahan

Rth/ Mobilisasi bertahap

Diet TKTP

Hygiene V/P

Motivasi ASI/KB

Coamoxiclav 3x625 mg

Asam mefenamat 3x500mg

Nonemi 1x1

48

Tatalaksana PEB

Nifedipin 4x10 mg

NAC 3x60 mg

Vitamin C 2x400 mg

Elevasi kepala 300

Balance cairan seimbang

Tanggal 10/3/2013

S : nyeri kepala (-), mual muntah (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu

hati (-), perdarahan (-). BAK (+)

O : keadaan umum baik, CM

TV: TD:130/80 N:86 FN:20 S:Afebris

Status Generalis : DBN

Status obstetric : TFU 2 jari bawah pusat, Kontraksi uterus baik

I : V/U Tenang, perdarahan (-)

A :NH3 P2 post partum spontan, hemodinamik stabil, PEB dengan

tekanan darah terkontrol.

P : Rdx/ Obs TV, kontraksi dan perdarahan

Rth/ pasien boleh pulang

Coamoxiclav 3x625 mg

Asam mefenamat 3x500mg

Nonemi 1x1

Nifedipin 4x10 mg

NAC 3x60 mg

Vitamin C 2x400 mg

SF 1x1

49

BAB IV

PENUTUP

Perlu pengetahuan yang cukup dalam penanganan kasus-kasus hipertensi

dalam kehamilan. Jenis hipertensi pada wanita hamil perlu ditetapkan terlebih

dahulu sebelum melakukan intervensi pengobatan. Pada pre-ekslapsia diperlukan

perhatian yang khusus mengingat sulitnya penanganan kasus ini, baik dalam

penurunan tekanan maupun komplikasi-komplikasi lain yang ditimbulkannya.

Pemilihan obat antihipertensi yang tepat, aman dan efektif sangat penting

guna mendapatkan hasil akhir yang diinginkan, karena tidak semua jenis

antihipertensi yang beredar dapat diberikan pada wanita hamil.

50

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Obstetrician and Gynecologists: Diagnosis dan

management of preeclampsia and eclampsia.Practice bulletin No.33,

Januari 2002

2. Sudono ST, Moeloek FA. Perdarahan anterpartum. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3.

Cetakan kesembilan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;

3. Audibert F, Benchimol Y, Benattar C et al: Prediction of preeclampsia or

intrauterine growth restrcition by second trimester serum screening and

uterine Doppler velocimetry. Fetal Diagn Ther 20:48,2005

4. Chesley LC, Copper DW: Genetics of hypertension in pregnancy:Possible

single gene control of preeclampsia and eclampsia in the descendants of

eclamptic women. Br J Obstet Gynecol 93:898, 1986

5. Cunningham FG et al : Hypertensive Disoder In Pregnancy in “ Williams

Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005

6. DeCherney AH. Nathan L : Hypertensive States Of Pregnancy in Current

Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill

Companies, 2003

51

52