BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan...

14
1 BAB I PENGANTAR Setiap organisasi mengharapkan munculnya kepemimpinan yang efektif yang mampu menggerakkan dan mengendalikan semua komponen organisasi supaya berhasil dalam mencapai tujuannya. Salah satu fenomena kepemimpinan yang efektif yang banyak diteliti dan dipelajari saat ini adalah Kepemimpinan pelayan (servant leadership). Para ahli kepemimpinan menyimpulkan bahwa servant leadership merupakan konsep atau teori kepemimpinan yang otentik dalam kaitannya dengan efektivitas organisasi baik organisasi bisnis, pemerintah, maupun organisasi atau institusi keagamaan khususnya gereja. Karena itu servant leadership merupakan isu penting yang menarik untuk dikaji guna mengetahui sejauh mana perannya dalam menentukan efektivitas kepemimpinan dalam organisasi. Dalam bab ini, penulis akan menguraikan latar belakang mengapa ingin melakukan penelitian tentang kepemimpinan yang difokuskan pada servant leadership pendeta di Gereja Kristen Sulawesi Tengah. 1.1. LATAR BELAKANG Meningkatnya kompleksitas tantangan dan ketidakpastian serta munculnya persaingan yang lebih kompetitif di era globalisasi setiap organisasi di tuntut untuk memiliki kepemimpinan yang efektif dan kuat yang mampu meningkatkan daya saing organisasi dengan menciptakan keunggulan kompetitif (competitive advantage). Kepemimpinan yang efektif dan kuat adalah kepemimpinan yang dimaknai sebagai suatu seni yang dapat mengomunikasikan kepada

Transcript of BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan...

Page 1: BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/2/T2_832009005_BAB I.pdf · yang efektif yang mampu ... Definisi ini secara ekspilisit

1

BAB I

PENGANTAR

Setiap organisasi mengharapkan munculnya kepemimpinan

yang efektif yang mampu menggerakkan dan mengendalikan semua

komponen organisasi supaya berhasil dalam mencapai tujuannya.

Salah satu fenomena kepemimpinan yang efektif yang banyak diteliti

dan dipelajari saat ini adalah Kepemimpinan pelayan (servant

leadership). Para ahli kepemimpinan menyimpulkan bahwa servant

leadership merupakan konsep atau teori kepemimpinan yang otentik

dalam kaitannya dengan efektivitas organisasi baik organisasi bisnis,

pemerintah, maupun organisasi atau institusi keagamaan khususnya

gereja. Karena itu servant leadership merupakan isu penting yang

menarik untuk dikaji guna mengetahui sejauh mana perannya dalam

menentukan efektivitas kepemimpinan dalam organisasi. Dalam bab

ini, penulis akan menguraikan latar belakang mengapa ingin

melakukan penelitian tentang kepemimpinan yang difokuskan pada

servant leadership pendeta di Gereja Kristen Sulawesi Tengah.

1.1. LATAR BELAKANG

Meningkatnya kompleksitas tantangan dan ketidakpastian serta

munculnya persaingan yang lebih kompetitif di era globalisasi setiap

organisasi di tuntut untuk memiliki kepemimpinan yang efektif dan

kuat yang mampu meningkatkan daya saing organisasi dengan

menciptakan keunggulan kompetitif (competitive advantage).

Kepemimpinan yang efektif dan kuat adalah kepemimpinan yang

dimaknai sebagai suatu seni yang dapat mengomunikasikan kepada

Page 2: BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/2/T2_832009005_BAB I.pdf · yang efektif yang mampu ... Definisi ini secara ekspilisit

2

orang lain nilai dan potensi diri yang dimilikinya secara amat jelas,

amat kuat, dan amat konsisten supaya orang lain tersebut benar-benar

mulai bisa melihat nilai dan potensi tersebut di dalam dirinya (Covey,

2005). Definisi ini secara ekspilisit mencoba menjelaskan beberapa hal

penting yang patut untuk dicermati dan dihayati, yaitu (1) sebagai seni

kepemimpinan dibangun di atas dasar nilai-nilai pemimpin yang akan

diteruskan kepada para pengikut, (2) sebagai seni kepemimpinan

melibatkan interaksi antara pemimpin dan pengikut, (3) sebagai seni

interaksi antara pemimpin dan pengikut dipengaruhi oleh situasi

dimana komunikasi itu berlangsung, (4) sebagai seni kepemimpinan

difokuskan pada pencapaian akhir yaitu aktualisasi diri pengikut

supaya memberikan pengaruh yang besar dalam masyarakat luas.

Searah dengan itu, uraian ini memberikan gambaran yang jelas bahwa

kepemimpinan itu perlu dan harus dipraktekkan dalam kehidupan

sehari-hari. Praktek kepemimpinan seperti ini tersimpul dalam esensi

dari model kepemimpinan pelayan (servant leadership). Secara

sederhana servant leadership adalah tentang membuat orang lain

bertumbuh sebagai pribadi, lebih sehat, lebih bijaksana, lebih bebas,

lebih mandiri, dan lebih cenderung memiliki hati seorang hamba yang

selalu ingin melayani demi kebaikan orang lain (Spears, 1995).

Dengan kata lain servant leadership adalah tentang memanusiakan

manusia di dalam organisasi. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut

maka servant leadership harus dipahami dan dihayati dalam satu

prinsip pelayanan dengan mengedepankan karakter dan hati yang

secara konsisten diterapkan melalui integritas, kerendahan hati, dan

kehambaan (Kouzes dan Posner 1999; Wong dan Page 2000).

Page 3: BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/2/T2_832009005_BAB I.pdf · yang efektif yang mampu ... Definisi ini secara ekspilisit

3

Integritas, kerendahan hati, dan kehambaan merupakan pra-

syarat dasar yang harus dimiliki seorang servant leader untuk dapat

mengartikulasi dan melihat nilai sekaligus potensi yang dimiliki orang

lain agar dapat meretas berbagai daya, kemampuan, dan talenta setiap

individu dalam organisasi yang berguna untuk meningkatkan

komitmen anggota dalam mencapai tujuan bersama. Pernyataan ini

searah dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ambali,

Suleiman, Bakar, dan Tariq (2011) dalam satu kajian tentang Servant

Leadership’s Values and Staff’s Commitment: Policy Implementation

Focus, dengan responden PNS diberbagai departemen pelayanan

publik di Malaysia dengan jumlah sampel 204 staf, hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan

antara karakteristik servant leadership dengan komitmen staf dalam

organisasi, karakteristik yang paling menonjol adalah integritas

kemudian diikuti oleh kerendahan hati. Selanjutnya Denis (dalam

Wong, 2007), melakukan penelitian terhadap ribuan karyawan hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa ketika praktek servant leadership

dilaksanakan melalui pelatihan kepemimpinan dalam bisnis, kinerja

kerja pemimpin mengalami peningkatan sekitar 15-20% dan

produktivitas kerja kelompok meningkat sebesar 20-50%. Handoyo

(2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa servant leadership

merupakan alternatif kepemimpinan yang sangat dibutuhkan dalam era

perubahan supaya efektivitas kepemimpinan dapat dirasakan oleh para

pengikutnya. Demikian pula Russel (2003) dan Irving (2004)

menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh

nilai-nilai karakter yang ditunjukkan servant leader melalui perilaku

sehari-hari, dimana karakter yang kuat mengomunikasikan

Page 4: BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/2/T2_832009005_BAB I.pdf · yang efektif yang mampu ... Definisi ini secara ekspilisit

4

kepercayaan, konsistensi, potensi, dan kehormatan, serta karakter

yang kuat memberikan otoritas moral kepada pemimpin untuk

mempersatukan pengikut dalam mencapai tujuan organisasi (Maxwell,

2001; Stanley, 2005).

Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa di era globalisasi

ini dunia secara global mengalami krisis kepemimpinan. Hal ini bisa

terjadi karena ditunggangi oleh kesalahan cara pandang terhadap

kepemimpinan. Baker (2001) menyatakan bagaimana cara "melihat

dunia" menentukan "apa yang kita lakukan,"dan"apa yang kita

lakukan" menentukan "apa yang kita dapatkan" sebagai suatu hasil.

Covey (2005) menyebutkan cara pandang ini dengan istilah “kekuatan

paradigma”. Apabila kekuatan paradigma dalam menilai sesuatu tepat

maka paradigma tersebut akan menjelaskan lalu mengarahkan, apabila

kekuatan paradigma menilai sesuatu kurang tepat maka hal itu akan

membawa kepada kehancuran. Dalam kaitannya dengan

kepemimpinan, pernyataan ini merupakan suatu gambaran yang sangat

tepat bagi situasi dan kondisi kepemimpinan di Indonesia. Kehancuran

yang dialami oleh para pemimpin saat ini adalah karena rapuhnya

kekuatan paradigma kepemimpinan. Mengapa? Karena kepemimpinan

di Indonesia di pandang sebagai posisi atau jabatan dengan kekuatan

super power yang menjadi pemicu munculnya penyalahgunaan

kekuasaan yang bermuara pada hilangnya pemimpin yang bersih,

jujur, bijaksana, rendah hati, tegas, berani, dan layak dijadikan anutan

sebagaimana dilansir dalam Majalah Inspirasi Vol 34, Agustus 2012.

Kesalahan cara pandang terhadap kepemimpinan tersebut tidak

hanya terjadi dalam konteks negara tetapi juga dalam konteks gereja.

Sendjaya (2004) menyatakan bahwa sejatinya gereja sebagai institusi

Page 5: BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/2/T2_832009005_BAB I.pdf · yang efektif yang mampu ... Definisi ini secara ekspilisit

5

keagamaan yang seharusnya mencetak para pemimpin yang tinggi

iman, tinggi ilmu, bahkan tinggi pengabdian malah terkontaminasi

dengan masalah kepemimpinan. Demikian pula Barna (2002)

menyatakan bahwa meskipun banyak pendeta yang dilatih secara

ekstensif untuk menafsirkan Alkitab dan memiliki karunia untuk

menyampaikan kebenaran Tuhan namun mereka gagal memimpin

suatu kelompok dari warga gereja, gagal memobilisasi warga gereja

untuk terlibat dalam pelayanan, gagal memelihara perangai atau

perilaku supaya tetap dipercaya, gagal memotivasi diri sendiri untuk

menopang revolusi kerohanian, juga gagal menarik berbagai sumber

daya yang diperlukan untuk melakukan karya-karya seperti yang

dicontohkan oleh Kristus. Permasalahan ini menjadi penyebab ironi

terbesar yang dihadapi gereja masa kini, sekalipun pendeta ada

dimana-mana, namun permasalahan yang munncul adalah pendeta

yang tidak layak dijadikan panutan atau tidak layak untuk diteladani.

Akibatnya gereja penuh dengan orang-orang yang belum dewasa

(matang) dalam iman, bahkan ada sekian banyak orang kristen yang

meninggalkan iman hanya karena jabatan, kekuasaan, harta, cinta, dan

lain sebagainya. Selain itu, gereja juga diwarnai oleh kebutaan

intelektual dan kerohanian (kebobrokan moral), terperangkap dalam

masalah penyembahan berhala dan takhyul, dan hanya sebagian kecil

yang mempunyai kesadaran untuk terlibat dalam pelayanan. Bahkan

yang lebih miris lagi pendeta seringkali menjadi sumber terjadinya

konflik yang menjadi penyebab perpecahan di dalam gereja.

Kenyataan ini menjadi permasalahan gereja secara umum termasuk

Gereja Kristen Sulawesi Tengah (selanjutnya disebut GKST)

Page 6: BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/2/T2_832009005_BAB I.pdf · yang efektif yang mampu ... Definisi ini secara ekspilisit

6

Berdasarkan wawancara penulis dengan beberapa aktivis gereja

pada tanggal 10 Desember 2011 diketahui bahwa pada prinsipnya

model kepemimpinan yang diterapkan GKST adalah model

kepemimpinan servant leadership namun dalam prakteknya beberapa

pendeta GKST telah bermetamoforse layaknya para pemimpin sekuler,

yang lebih cenderung mempraktekkan model kepemimpinan

konvensional. Permasalahan ini bisa ada karena pergeseran paradigma

kepemimpinan juga terjadi di dalam gereja, dimana gereja memaknai

kepemimpinan sebagai posisi atau kedudukan daripada memaknai

kepemimpinan sebagai suatu panggilan. Hal ini berdampak pada

melemahnya spirit pelayanan para pendeta dan meningkatnya spirit

mentalitas bos yang memiliki tendensi dilayani daripada melayani.

Bahkan lebih buruk lagi berdasarkan wawancara dengan salah seorang

warga jemaat pada tanggal 30 Maret 2012 menyatakan bahwa ada

beberapa pendeta yang telah melakukan perbuatan yang melanggar

nilai-nilai moral dan etika kristen tetapi masih tetap saja melakukan

tugas dan tanggung jawab pelayanan. Perilaku ini tentunya mencoreng

citra pendeta yang akhinya berdampak pada menipisnya kepercayaan

warga gereja terhadap para pendeta. Melihat kenyataan ini, maka dapat

dipastikan bahwa persoalan servant leadership yang paling mendasar

yang sedang dihadapi oleh Gereja Kristen Sulawesi Tengah saat ini

adalah “KARAKTER”. Tanpa karakter pendeta tidak akan dapat

mengembangkan dan memberdayakan sumber daya yang ada di dalam

gereja. Ini harus ditanggapi secara serius sebab kalau tidak gereja akan

kehilangan pengaruhnya.

Melihat berbagai fenomena yang ada maka penulis tergerak

untuk meneliti tentang servant leadership GKST yang diperankan oleh

Page 7: BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/2/T2_832009005_BAB I.pdf · yang efektif yang mampu ... Definisi ini secara ekspilisit

7

pendeta sebagai servant leader dengan beberapa pertimbangan berikut

ini: 1) berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh LitBang

Majalah Inspirasi Juni 2012, diketahui bahwa sebagian besar

masyarakat khususnya warga gereja menaruh harapan besar kepada

para pendeta untuk memulai gebrakan baru untuk mengembalikan citra

kepemimpinan yang telah rusak karena cacat karakter yang disandang

oleh para pemimpin masa kini. Karena itu, gereja haruslah menjadi

institusi terdepan untuk menerapkan servant leadership. 2) gereja

merupakan pusat pendidikan spiritual dan pembinaan karakter warga

gereja yang sekaligus menjadi anggota masyarakat, karena itu pendeta

memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menciptakan suatu ruang

transendensi untuk memfasilitasi perjumpaan warga gereja dengan

Allah supaya dapat menggali dan menemukan makna hidup melalui

pengalaman hidup sehari-hari, pekerjaan, dan tanggung jawab; 3)

tugas dan tanggung jawab pendeta adalah memperbaiki penampilan

gereja, membersihkan amoralitas dalam gereja, dan menuntun warga

gereja untuk berperilaku sesuai nilai-nilai etis yang telah disepakati

secara umum; 4) pendeta merupakan katalisator bagi warga gereja

untuk mengejar perubahan supaya dapat mewujudkan karakter Kristus

dalam kehidupan sehari-hari; 5) dalam menghadapi kompleksitas

permasalahan, kesulitan dan tantangan hidup yang dijalani saat ini dan

ke depan warga gereja menaruh harapan besar kepada pendeta untuk

menjadi inspirator terbaik dalam mengubah tantangan menjadi sebuah

kesempatan untuk menghadirkan kerajaan Allah melalui peningkatan

pelayanan yang dapat memberikan shalom Allah kepada semua orang.

Selanjutnya, untuk dapat mengoptimalkan penerapan dan

praktek servant leadership dalam gereja maka terlebih dahulu pendeta

Page 8: BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/2/T2_832009005_BAB I.pdf · yang efektif yang mampu ... Definisi ini secara ekspilisit

8

harus memahami bagaimana cara kerja servant leadership. Untuk

menjelaskan cara kerja servant leadership ini, Wong dan Page (2000)

membangun bingkai kerja servant leadership yang dikelompokkan

dalam empat orientasi yaitu: orientasi karakter, orientasi orang,

orientasi tugas, dan orientasi proses. Namun bagaimana pendekatan

para pendeta dalam menerapkan servant leadership ini tentunya

berbeda dari satu situasi ke situasi lainnya mengingat setiap gereja adalah

berbeda, terkadang harus lebih dahulu berorientasi pada orang, proses,

tugas, dan karakter. Karena itu formulasi sistem servant leadership

merupakan fenomena kompleks yang melibatkan interaksi yang rumit

antara pemimpin, pengikut, dan konteks lingkungan organisasi (Higs,

2003; Berman, 2003; Higgs dan Rowlan, 2003).

Dalam kaitannya dengan hal di atas, maka di pandang perlu

untuk mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas servant

leadership. Menurut Covey (2005) efektivitas servant leadership

sangat dipengaruhi oleh kecerdasan fisik atau tubuh (Physical

Intelligence atau Physical Quotienct, PQ), kecerdasan mental (IQ),

kecerdasan emosi (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Demikian pula

Hogan, Curphy, dan Hogan (1994) mengemukakan efektivitas servant

leadership dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual, stabilitas

emosional, surgency, conscientiousness, dan agreeableness. Diantara

faktor-faktor tersebut penulis memilih faktor kecerdasan emosional

dan kecerdasan spiritual yang akan menjadi prediktor servant

leadership pendeta di GKST, karena kecerdasan emosional dan

kecerdasan spiritual mempunyai peran penting dalam menentukan

kesuksesan pendeta membangun hubungan dan menyikapi perubahan

secara terbuka, kritis, arif serta bijaksana. Selain itu, dalam konteks

Page 9: BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/2/T2_832009005_BAB I.pdf · yang efektif yang mampu ... Definisi ini secara ekspilisit

9

Indonesia kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual merupakan

variabel yang masih jarang diteliti dalam kaitannya dengan servant

leadership, khususnya servant leadership pendeta GKST.

Dalam hubungannya dengan alasan di atas, penulis melihat

bahwa menjadi pemimpin bukanlah tugas yang mudah. Kelemahan

umum yang sering dijumpai adalah ketidakmampuan pemimpin dalam

membangun hubungan untuk bisa bekerja bersama-sama orang-orang

lain (Maxwell, 1999). Untuk itu penulis berasumsi bahwa dengan

memahami pengaruh kecerdasan emosional terhadap servant

leadership akan memudahkan pendeta untuk menciptakan lingkungan

gereja yang kondusif sehingga pelayanan dapat berjalan dengan baik

dan sekaligus menolong pendeta untuk mentransformasi warga gereja

secara utuh guna mencapai efektivitas hidup sebagaimana Allah

inginkan.

Pada hakekatnya kecerdasan emosional adalah kemampauan

mendengarkan emosi sebagai sumber informasi penting untuk

membangun efektivitas hubungan intrapersonal dan interpersonal yang

diekspresikan melalui kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran

sosial, dan manajemen relasi (Goleman, 2007). Maka dari itu,

kecerdasan emosional perlu diperhatikan karena mendukung

efektivitas kepemimpinan, sebagaimana dikemukakan oleh Goleman

(2007) bahwa kecerdasan emosional memberikan pengaruh sebesar 85

persen terhadap keberhasilan kepemimpinan dalam organisasi. Hal ini

memberikan informasi bahwa 85 persen kepemimpinan menjelaskan

tentang hubungan dengan orang lain. Searah dengan hal tersebut

Hannay (2009) mengemukakan bahwa perilaku servant leadership

akan cenderung diperlihatkan oleh servant leader yang memiliki

Page 10: BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/2/T2_832009005_BAB I.pdf · yang efektif yang mampu ... Definisi ini secara ekspilisit

10

kecerdasan emosional yang tinggi. Pendapat ini di dukung oleh hasil

penelitian Staden (2001) yang membuktikan bahwa kecerdasan

emosional adalah prediktor signifikan servant leadership (R² = 0,873,

dan adjusted R² = 0,759). Barbuto dan Bugenhagen (2009) dalam

penelitiannya menemukan yang hubungan positif signifikan antara

kecerdasan emosional pemimpin dengan pengikut Leader-Member

Exchanges (r =.15, p<.01). Hubungan positif yang signifikan juga

ditemukan antara pengikut LMX dan perilaku kecerdasan emosional

yaitu respon empati (r =.16, p<.01) dan keterampilan interpersonal (r

=.13, p<.05). Hasil temuan ini menjelaskan bahwa semakin tinggi

kecerdasan emosional yang dimiliki oleh pemimpin akan berdampak

pada semakin baiknya kualitas hubungan yang terbentuk antara

pemimpin dengan pengikut. Hal ini bisa terjadi karena pemimpin yang

cerdas secara emosional akan menampilkan pengendalian diri yang

kuat, dapat dipercaya, dan dihormati pengikutnya (Barling, Slater, dan

Kelloway, 2000). Selain itu, pemimpin yang cerdas secara emosional

akan mudah diterima oleh pengikutnya sehingga efektif dalam

menggunakan motivasi inspirasional (Palmer, Walls, Burgess dan

Stough, 2001); pemimpin yang cerdas secara emosional akan lebih

mudah memahami dan memberikan respon empati terhadap kebutuhan

pengikutnya (Gardner dan Stough, 2002).

Namun hasil penelitian di atas sangat kontras dengan hasil

penelitian Parolini (2005) yang menemukan bahwa kecerdasan

emosional tidak dapat memprediksi persepsi bawahan terhadap

perilaku servant leadership pemimpin, demikian juga kecerdasan

emosional tidak dapat memprediksi budaya servant leadership. Hasil

temuan ini diperkuat oleh pernyataan Antonakis (2003) yang

Page 11: BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/2/T2_832009005_BAB I.pdf · yang efektif yang mampu ... Definisi ini secara ekspilisit

11

menyatakan bahwa kecerdasan emosional tidak dapat dijadikan

prediktor efektivitas kepemimpinan karena adanya kontradiksi dan

inskonsistensi yang meragukan perlunya kecerdasan emosional dalam

memahami dan memprediksi efektivitas kepemimpinan. Demikian

juga Locke (2005) menyatakan bahwa konsep kecerdasan emosional

tidak memiliki dasar yang kuat karena tidak termasuk dalam bentuk

kecerdasan, selain itu kecerdasan emosional memiliki definisi yang

luas dan inklusif sehingga tidak dapat dimengerti. Oleh sebab itu

secara fundamental konsep kecerdasan emosional tidak memenuhi

syarat ketika diterapkan pada kepemimpinan sehingga diperlukan

penelitian selanjutnya untuk melihat sejauh mana pengaruh kecerdasan

emosional terhadap servant leadership.

Selanjutnya, variabel kecerdasan spiritual dipilih menjadi

variabel prediktor kedua terhadap servant leadership karena penulis

mengamati bahwa manusia sekarang telah kehilangan pemahaman

terhadap nilai-nilai mendasar atau di sebut ‘bodoh secara spiritual’,

(yang ditandai dengan materialisme, egoisme, kehilangan makna, dan

komitmen), dalam budaya yang seperti ini kecenderungan

menggunakan kewenangan kepemimpinan demi kepentingan pribadi

terbuka secara luas. Oleh karena itu dibutuhkan kecerdasan spiritual

yang akan mengendalikan perilaku tersebut (Zohar dan Marshall,

dalam Kumalanty, 2001). Hal ini bisa terjadi karena pemimpin yang

cerdas secara spiritual akan memiliki komitmen perjalanan batin.

Artinya pemahaman spiritual akan memberi kesadaran untuk melihat

jauh sampai ke dalam batin (kesadaran diri) yang membuat pemimpin

berkomitmen untuk menjadikan spiritual sebagai pedoman yang

membimbing dalam pencarian makna dan kebenaran yang

Page 12: BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/2/T2_832009005_BAB I.pdf · yang efektif yang mampu ... Definisi ini secara ekspilisit

12

memungkinkan pemimpin untuk bertahan di masa krisis (tekanan) dan

bangkit dari keterpurukan sekaligus memungkinkan pemimpin

menampilkan keutuhan dan keaslian yang pada gilirannya

menghasilkan pemahaman diri yang didasarkan pada pemahaman

untuk menerima orang lain (Hope, 2005).

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Chakraborty dan

Chakraborty (2004) tentang kecerdasan spiritual dan kepemimpinan

menyatakan bahwa spiritualitas berpengaruh terhadap bagaimana

seseorang bersikap sebagai pemimpin. Pemimpin yang baik adalah

pemimpin yang memiliki kecerdasan spiritual. Mengapa? Karena

pemimpin yang cerdas secara spiritual akan membawa nilai-nilai

spiritualitas dalam proses kepemimpinan. Selanjutnya, Delbecq (1999)

melaporkan pengaruh dari sebuah kursus pengembangan spiritual

untuk pemimpin-pemimpin bisnis yang terdiri dari 9 CEO dan 9 MBA

di Silicon Valley. Kursus tersebut berfokus pada integrasi

kepemimpinan bisnis sebagai sebuah panggilan, mendengarkan suara

batin di tengah pergolakan, integrasi diri untuk menanggapi segala

tantangan maupun hambatan dalam praktek kepemimpinan. Delbecq

melaporkan feedback yang positif dari kebanyakan partisipan tentang

pengaruh kursus ini dalam praktek kepemimpinan bisnis mereka.

Andree dan Kristyanti (2007) melakukan penelitian tentang gambaran

peranan kecerdasan spiritual dalam pengambilan keputusan seorang

pemimpin terhadap dua orang manajerial tingkat atas masing-masing

manajer diwakili oleh satu orang pengikutnya. Penelitian ini

menggunakan model penelitian kualitatif. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kedua pemimpin memiliki kualitas kecerdasan

spiritual yang dibutuhkan dalam menjalankan organisasinya yang

Page 13: BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/2/T2_832009005_BAB I.pdf · yang efektif yang mampu ... Definisi ini secara ekspilisit

13

ditunjukkan melalui adanya visi, makna dan nilai yang di anut oleh

masing-masing pemimpin. Amram (2005) melakukan penelitian

terhadap 42 orang CEO, menemukan bahwa kecerdasan spiritual

memberikan kontribusi untuk efektivitas kepemimpinan bisnis melalui

kemampuan memobilisasi makna berdasarkan pemahaman tentang

pertanyaan eksistensial, makna dari tujuan hidup, panggilan pelayanan

yang mengikat peran pemimpin dalam menetapkan tujuan serta

memobilisasi makna bagi organisasi. Namun hasil penelitian ini

kontras dengan hasil penelitian Franklin (2010) yang menemukan

bahwa kecerdasan spiritual tidak memiliki hubungan yang positif

signifikan terhadap servant leadership untuk itu diperlukan penelitian

yang lebih lanjut.

Dari data empiris yang telah dikemukakan di atas, diketahui

bahwa masih ada hasil penelitian yang pro dan kontra tentang

kecerdasan emosional dan kecerdasan spritual dapat dijadikan

prediktor terhadap servant leadership. Untuk alasan itu penulis merasa

penting untuk melakukan kajian lanjutan untuk mengetahui bahwa

kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dapat dijadikan

prediktor potensial servant leadership pendeta GKST.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah

kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara simultan dapat

menjadi prediktor servant leadership pendeta Gereja Kristen Sulewesi

Tengah”?

Page 14: BAB I PENGANTAR servant ). Para ahli kepemimpinan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/2/T2_832009005_BAB I.pdf · yang efektif yang mampu ... Definisi ini secara ekspilisit

14

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan yang telah

dikemukakan pada rumusan masalah di atas yaitu untuk mengetahui

bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara simultan

dapat dijadikan prediktor servant leadership pendeta di Gereja Kristen

Sulawesi Tengah.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Sesuai tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkanmemberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran tentang efektivitas dan kualitas servantleadership pendeta melalui kecerdasan emosional dankecerdasan spiritual.

2. Sebagai masukan bagi para pendeta di tempat penelitian untukmeningkatkan kualitas servant leadership yang terus menerusmentransformasi dalam kehidupan gereja baik organismemaupun kelembagaan melalui kematangan emosional danspiritual.

3. Memberikan sumbangsih pengembangan khasanah ilmupengetahuan khususnya dibidang kepemimpinan.

4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti berikutnya dalammengkaji masalah yang sama di masa yang akan datang.