BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page...

44
15 BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam setiap penelitian ilmiah kajian pustaka penting untuk diuraikan sebagai dasar dalam membangun konstruk teoritik dan sebagai tolok ukur untuk membangun kerangka berpikir serta menjadi sumber untuk menyusun hipotesis penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut dalam bab ini akan diuraikan teori-teori yang mendasari perkembangan servant leadership dan bagaimana hubungan servant leadership dengan faktor kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang menjadi prediktornya. 2.1. KEPEMIMPINAN 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Menurut Bass (2008) kepemimpinan dapat didefinisikan dalam banyak cara dan definisi itu sangat bergantung pada tujuan dalam membangun organisasi, sehingga tidaklah mengherankan jikalau saat ini ditemukan definisi kepemimpinan yang sangat beragam tergantung pada bagaimana memaknai kepemimpinan tersebut. Menurut Maxwell (2001) kepemimpinan adalah pengaruh. Tidak lebih; tidak kurang. Apabila seseorang tidak mempunyai pengaruh, orang tersebut tidak akan pernah dapat memimpin orang lain. Menurut Yukl (2001) kepemimpinan adalah suatu proses untuk memengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan, bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu secara bersama- sama dalam mencapai tujuan bersama. Northouse (2004) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam setiap penelitian ilmiah kajian pustaka penting untuk

diuraikan sebagai dasar dalam membangun konstruk teoritik dan

sebagai tolok ukur untuk membangun kerangka berpikir serta

menjadi sumber untuk menyusun hipotesis penelitian. Sehubungan

dengan hal tersebut dalam bab ini akan diuraikan teori-teori yang

mendasari perkembangan servant leadership dan bagaimana

hubungan servant leadership dengan faktor kecerdasan emosional

dan kecerdasan spiritual yang menjadi prediktornya.

2.1. KEPEMIMPINAN

2.1.1. Pengertian Kepemimpinan

Menurut Bass (2008) kepemimpinan dapat didefinisikan

dalam banyak cara dan definisi itu sangat bergantung pada tujuan

dalam membangun organisasi, sehingga tidaklah mengherankan

jikalau saat ini ditemukan definisi kepemimpinan yang sangat

beragam tergantung pada bagaimana memaknai kepemimpinan

tersebut. Menurut Maxwell (2001) kepemimpinan adalah pengaruh.

Tidak lebih; tidak kurang. Apabila seseorang tidak mempunyai

pengaruh, orang tersebut tidak akan pernah dapat memimpin orang

lain. Menurut Yukl (2001) kepemimpinan adalah suatu proses untuk

memengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa

yang perlu dilakukan, bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif,

serta proses untuk memfasilitasi upaya individu secara bersama-

sama dalam mencapai tujuan bersama. Northouse (2004)

mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

16

seseorang memengaruhi sekelompok orang untuk mencapai tujuan

bersama. Menurut Covey (2005) kepemimpinan bukanlah posisi

formal melainkan sebuah pilihan untuk berhubungan dengan orang

lain dengan cara mengomunikasikan kepada orang lain nilai dan

potensi dirinya secara amat jelas, amat kuat, dan amat konsisten

sehingga orang lain tersebut benar-benar mulai bisa melihat nilai dan

potensi itu di dalam dirinya.

Dari berbagai definisi yang telah diuraikan di atas, dapat

diketahui bahwa kata kunci kepemimpinan adalah proses dan

pengaruh. Untuk tujuan penelitian ini, kepemimpinan didefinisikan

sebagai suatu seni mengomunikasikan kepada orang lain nilai dan

potensi dirinya dengan amat jelas, amat kuat, dan amat konsisten

supaya orang lain mulai benar-benar melihat hal tersebut dalam

dirinya. Definisi ini secara implisit mengandung makna bahwa

kepemimpinan dimulai dari gerakan proses melihat, mengamati atau

memperhatikan dengan seksama, proses melakukan suatu perbuatan

(tindakan) atau cara mempraktikkan supaya menghasilkan suatu

perubahan dalam diri orang lain yang dipengaruhi. Hal ini

merupakan esensi dari suatu model kepemimpinan yang dapat

memberikan pengaruh dalam jangka yang panjang yaitu servant

leadership.

2.1.2. Pengertian Servant Leadership

Menurut Greenleaf (dalam Spears, 1999) menyatakan bahwa

pemimpin besar mula-mula harus melayani orang lain dan bahwa

kenyataan yang sederhana ini merupakan inti dari kebesarannya.

Lebih lanjut Greenleaf memberikan batasan tentang servant

leadership seperti berikut:

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

17

Servant leadership dimulai dengan perasaan alami bahwa

orang ingin melayani, melayani lebih dulu. Kemudian

pilihan sadar ini membawa orang tersebut untuk

berkeinginan memimpin. Perbedaan ini memanifestasikan

diri dalam kepedulian yang diambil pelayan yang mula-

mula memastikan bahwa prioritas tertinggi orang lain

adalah dilayani. Ujian terbaik untuk melihat efektivitas

dari servant leadership adalah apakah orang yang

dilayani tumbuh secara pribadi, atau apakah sementara

dilayani orang lain menjadi lebih sehat, lebih bijaksana,

lebih bebas, lebih mandiri, dan lebih memungkinkan

dirinya menjadi pelayan.

Menurut Laub (1999) servant leadership adalah pemahaman

dan praktek kepemimpinan yang meletakkan kepentingan pengikut

di atas kepentingan pribadi pemimpin. Servant leadership adalah

pola pikir, paradigma, dan cara memimpin. Ini adalah cara terlibat

dalam proses perubahan yang disengaja dimana pemimpin dan

pengikut berkumpul dengan tujuan bersama dan melakukan tindakan

untuk mengejar visi bersama (Laub, 2004). Menurut Barbuto dan

Wheeler (2002, 2006) servant leadership adalah keinginan untuk

melayani dan kesediaan untuk mengorbankan kepentingan diri

sendiri untuk kepentingan orang lain. Menurut Northouse (2004)

servant leadership adalah pendekatan kepemimpinan yang

didasarkan pada nilai moral dan etika yang kuat, meminta dan

membutuhkan pemimpin yang berempati dan memperhatikan

kebutuhan pengikut, menjaga dan memastikan bahwa mereka

menjadi lebih sehat, lebih bijaksana, lebih bebas dan lebih mandiri,

sehingga bisa menjadi pemimpin pelayan.

Menurut (Patterson 2003) pemimpin yang melayani adalah

seseorang yang cenderung melayani, dan kecenderungan ini

didasarkan pada prinsip, nilai-nilai, dan keyakinan. Secara khusus

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

18

pemimpin yang melayani menunjukkan kasih agape, kerendahan

hati, altruistik, visioner, memercayai, memberdayakan pengikut, dan

melayani. Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah

suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk belajar

tentang servant leadership, seseorang perlu menempuh perjalanan

untuk mengalami penemuan diri dan transformasi pribadi. Rahasia

servant leadership secara bertahap diwahyukan kepada seorang

pemimpin melalui mendengarkan suara hati nurani yang telah

menemukan kebenaran. Karena itu Wong dan Page menyatakan

bahwa inti pokok dari servant leadership adalah keinginan tulus

untuk melayani orang lain untuk kebaikan bersama. Lebih lanjut

Wong dan Page (2000) menyatakan bahwa pemimpin yang melayani

adalah seorang pemimpin yang memiliki tujuan utama adalah

melayani orang lain yang didasarkan pada orientasi karakter,

orientasi orang, orientasi tugas, dan orientasi proses, dan secara

khusus servant leader (pemimpin pelayan) menunjukkan integritas,

kerendahan hati, servanthood atau kehambaan, kepedulian terhadap

orang lain, memberdayakan orang lain, mengembangkan orang lain,

visi, penetapan tujuan, leading atau memimpin, pemodelan atau

keteladan, membangun tim, dan pengambilan keputusan bersama.

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa servant leadership adalah pola pikir, paradigma dan cara

memimpin yang didasarkan pada prinsip nilai, dan keyakinan yang

memampukan seorang pemimpin untuk berorientasi pada karakter,

orientasi orang, orientasi tugas, dan orientasi proses.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

19

2.1.3. Teori Servant Leadership

Istilah servant leadership dalam agama bukanlah hal yang

baru sebab ide atau gagasan tentang servant leadership berasal dan

berakar dari agama. Dalam kekristenan, servant leadership

(kepemimpinan pelayan) merupakan konsep kepemimpinan yang

alkitabiah sebagaimana digambarkan dalam Matius 20:25-28;

Markus 9:33-37; Yohanes 13:1-35 yang telah memberikan kesaksian

bahwa servant leadership merupakan suatu model yang telah

ditransformasikan oleh Tuhan Yesus kepada murid-muridNya.

Sehingga dalam komunitas kristen servant leadership menjadi

model kepemimpinan yang sangat berpengaruh.

Dalam ranah ilmiah servant leadership pertama kali

dipopulerkan oleh Greenleaf pada tahun 1970 melalui karyanya

yang berjudul The Servant as Leaders. Gagasan servant leadership

sebagian berasal dari pengalamannya dalam bekerja membentuk

lembaga besar AT & T. Namun yang mengkristalisasi pemikiran

Greenleaf adalah pengaruh Novel karya Hermann Hesse, “Journey

to the East”. Sebuah kisah tentang perjalanan mitos sekelompok

orang dalam perjuangan spiritual. Tokoh utama kisah ini adalah Leo

yang berperan sebagai pelayan dan yang memelihara peserta yang

ikut dalam wisata rohani tersebut dengan jiwa yang penuh

kepedulian. Selama Leo ada bersama dengan para rombongan segala

sesuatunya berjalan dengan baik dan lancar. Akan tetapi ketika Leo

tiba-tiba menghilang dari peredaran semuanya menjadi kacau dan

berantakan. Dalam pencarian yang panjang akhirnya Leo ditemukan

dan diperhadapkan pada ordo agama yang mensponsori wisata

rohani mereka. Leo yang tadinya hanya dianggap sebagai pelayan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

20

ternyata Leo adalah seorang pemimpin yang besar yang berjiwa

mulia dan berjiwa membimbing. Dari perenungan dan analisis dari

cerita Hesses’s membawa Greenleaf kepada suatu pemahaman yang

kritis dan mendasar tentang kepemimpinan: pemimpin besar mula-

mula harus melayani orang lain dan bahwa fakta yang sederhana ini

merupakan inti dari kebesarannya. Dengan demikian konsep tentang

servant leadership “pemimpin adalah hamba” merupakan ciri khas

pembeda servant leadership dari model kepemimpinan yang lainnya

(Spears, 1999).

Setelah Greenleaf mempopulerkan konsep tentang servant

leadership, maka secara bertahap servant leadership mendapatkan

popularitas dalam ranah ilmiah baik secara teoritis maupun secara

empirik. Adapun perkembangan konstruk atau konsepsi servant

leadership dibangun di atas konsepsi nilai-nilai dasar servant leader

yang telah digagas oleh Greenleaf.

Spears (1999) mengembangkan model servant leadership

didasarkan pada 10 ciri khas servant leadership yang dijadikan tolok

ukur untuk mengevaluasi efektivitas servant leader dalam organisasi

yaitu: mendengarkan, empati, menyembuhkan, kesadaran, persuasi,

konseptualisasi, kemampuan meramalkan, kemampuan melayani,

komitmen terhadap pertumbuhan orang lain, dan membangun

masyarakat. Farling, Stone, dan Winston (1999) mengembangkan

model servant leadership yang didasarkan pada 5 ciri khas servant

leadership sebagai tolok ukur untuk mengevaluasi efektivitas

servant leader dalam organisasi yaitu: visi, pengaruh, kredibilitas,

kepercayaan, dan pelayanan. Sementara Wong dan Page (2000)

mengembangkan model servant leadership yang didasarkan pada 12

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

21

ciri khas servant leadership sebagai tolok ukur untuk mengevaluasi

efektivitas servant leader dalam organisasi yaitu: integritas,

kerendahan hati, kehambaan, kepedulian terhadap orang lain,

memberdayakan orang lain, mengembangkan orang lain, visi,

penetapan tujuan, memimpin, keteladanan, membangun tim, dan

pengambilan keputusan bersama.

Russel dan Stone (2002) mengembangkan model servant

leadership yang didasarkan pada 20 ciri khas servant leadership

sebagai tolok ukur untuk mengevaluasi efektivitas servant leader

dalam suatu organisasi yaitu visi, kejujuran, integritas, kepercayaan,

pelayanan, keteladanan, perintis, menghargai orang lain,

memberdayakan orang lain, komunikasi, kredibilitas, kompetensi,

kepengurusan, visi, pengaruh, persuasi, mendengarkan, dorongan,

mengajar, dan delegasi. Patterson (2002) mengembangkan model

servant leadership yang didasarkan pada 7 ciri khas servant

leadership sebagai tolok ukur untuk mengevaluasi efektivitas

servant leader dalam organisasi yaitu kasih agape, kerendahan hati,

altruisme, visi, kepercayaan, pemberdayaan, dan pelayanan. Barbuto

dan Wheeler (2006) mengembangkan model servant leadership

yang didasarkan pada 8 ciri khas servant leadership sebagai tolok

ukur untuk mengevaluasi efektivitas servant leader dalam organisasi

yaitu Altruistic calling, Emotional healing, wisdom, persuasive

mapping, organizational stewardship, humility, vision, dan service.

Sendjaya, Sarros, dan Santora (2008) mengembangkan model

servant leadership yang didasarkan pada 7 ciri khas servant

leadership sebagai tolok ukur untuk mengevaluasi efektivitas

servant leader dalam organisasi yaitu voluntary, subordination,

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

22

authentic self, covenantal relationship, responsible morality,

transcendental spirituality, transforming influence. Liden, Wayne,

Zhao, dan Henderson (2008) mengembangkan model servant

leadership yang didasarkan pada 7 ciri khas servant leadership

sebagai tolok ukur untuk mengevaluasi efektivitas servant leader

dalam organisasi yaitu emotional healing, creating value for the

community, conceptual skills, empowering, helping subordinates

grow and succeed, putting subordinates first, behaving ethically.

Untuk kepentingan penelitian ini penulis mengadaptasi

konsep servant leadership Wong dan Page (2000). Sebab dibalik

konsep ini ada makna yang sangat mendalam yaitu kepemimpinan

dimulai dari dalam batin yang terpancar keluar mengarahkan

seorang servant leader dalam proses kepemimpinannya. Dengan

memperhatikan prinsip dasar servant leadership yang dikemukakan

oleh Wong dan Page ini seorang servant leader akan semakin efektif

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab kepemimpinannya.

2.1.4. Karakteristik Servant Leadership

Russell dan Stone (2002) berpendapat bahwa perlu ada

pembedaan antara servant leadership dan teori-teori kepemimpinan

lainnya, pembedaan ini didasarkan pada karakteristik dan perilaku

servant leader. Selanjutnya, Russell dan Stone menetapkan dua

karakteristik servant leadership yaitu:

1. Karakteristik fungsional, yaitu kualitas operasional yang

diamati melalui perilaku servant leader di tempat kerja.

Perilaku servant leaders tersebut direfleksikan melalui

visi, kejujuran, integritas, kepercayaan, layanan,

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

23

pemodelan, perintis, menghargai orang lain, dan

pemberdayaan.

2. Karakteristik yang menyertai karakteristik fungsional

yaitu komunikasi, kredibilitas, kompetensi, pengawasan,

visibilitas, pengaruh, persuasi, mendengarkan, dorongan,

mengajar, dan delegasi.

Greenleaf (dalam Russell dan Stone, 2002) mengemukakan

10 karakteristik servant leadership yaitu

1. Mendengarkan merupakan suatu alat komunikasi yang

penting dan diperlukan untuk menciptakan komunikasi

yang baik dan untuk secara aktif menunjukkan rasa

hormat terhadp orang lain.

2. Empati merupakan kemampuan menerima dan berempati

terhadap orang lain.

3. Penyembuhan merupakan kemampuan untuk

mentranformasi orang lain untuk menemukan keutuhan

dalam dirinya.

4. Kesadaran diri merupakan peluang kepemimpinan yang

sangat mendasar. Tanpa kesadaran seorang pemimpin

akan kehilangan peluang kepemimpinan.

5. Persuasi merupakan kemampuan untuk memengaruhi

orang lain dengan menggunakan kekuatan persuasi untuk

mencapai tujuan organisasi.

6. Konseptualisasi merupakan kemampuan untuk

memahami dan memberikan jalan keluar yang terbaik

untuk masalah yang terjadi dalam organisasi.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

24

7. Foresight (pandangan jauh kedepan) merupakan

kemampuan untuk meramalkan dan menebak apa yang

akan terjadi di masa depan.

8. Stewarship (kepedulian) merupakan kemampuan untuk

selalu peduli terhadap orang lain, bukan hanya pengikut

yang ada dalam organisasi tetapi organisasi secara

keseluruhan dan hubungannya dengan masyarakat secara

umum.

9. Komitmen terhadap pertumbuhan orang merupakan

rahasia untuk membangun sebuah lembaga atau institusi

untuk dapat bekerjasama dalam tim dengan

memunculkan semua potensi orang lain supaya tumbuh

menjadi pribadi yang mandiri.

10. Membangun komunitas merupakan semua yang

dibutuhkan untuk membangun masyarakat untuk

mendapatkan kehidupan yang layak (peran servant

leaders sebagai penunjuk jalan).

Page dan Wong (2000) membangun bingkai kerja konseptual

servant leadership dan menetapkan empat orientasi servant leader

dengan dua belas ciri khas utama yang mengikutinya yaitu:

1. Orientasi karakter adalah kepedulian seorang servant

leader dalam menumbuhkan, mengembangkan sikap

pelayan melalui nilai-nilai, kredibilitas, dan motivasi.

Ciri khas orientasi karakter ditransformasikan oleh

servant leader melalui integritas, kerendahan hati, dan

kehambaan.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

25

2. Orientasi orang adalah kepedulian seorang servant leader

mengembangkan sumber daya manusia melalui

komitmen untuk membangun hubungan dengan orang

yang dilayani. Ciri khas orientasi orang

ditransformasikan oleh servant leader melalui

memperhatikan orang lain, memberdayakan orang lain,

dan mengembangkan orang lain.

3. Orientasi tugas adalah kepedulian seorang servant leader

terhadap pencapaian produktivitas dan keberhasilan. Hal

ini terkait dengan tugas dan keterampilan yang harus

dimiliki untuk mencapai kesuksesan. Ciri khas orientasi

tugas ditransformasikan servant leader melalui visi,

penetapan tujuan, dan memimpin.

4. Orientasi proses adalah dampak seorang servant leader

terhadap proses organisasi, yaitu kepedulian untuk

meningkatkan efisiensi organisasi untuk

mengembangkan sistem yang fleksibel, efisien, dan

terbuka. Ciri khas orientasi proses ditransformasikan oleh

servant leader melalui pemodelan/keteladanan,

membangun tim, dan pengambilan keputusan bersama.

Dalam hubungannya dengan penelitian ini, peneliti

mengadaptasi empat prinsip utama servant leadership dari Page dan

Wong (2000) yakni orientasi karakter, orientasi orang, orientasi

tugas, dan orientasi proses. Pemilihan ini didasarkan pada prinsip

dan keyakinan bahwa parameter keberhasilan pendeta dalam

melaksanakan tugas tanggung jawab kepemimpinan yang pertama

dan utama adalah karakter. Karakter menjelaskan siapa pemimpin.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

26

Oleh karena itu baik buruknya perjalanan kepemimpinan seorang

pemimpin ditentukan oleh karakter.

2.1.5. Faktor Yang Memengaruhi Servant Leadership

Hogan, Curphy, dan Hogan (1994) mengemukakan bahwa

efektivitas servant leadership sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor

berikut:

1. Kecerdasan mental (mental agility), pemimpin memiliki

minat yang besar, rasa ingin tahu dalam segala hal,

memiliki rasa ingin tahu tentang orang lain dan motivasi

yang mendasarinya, terbuka pada pengalaman baru, suka

membaca dan suka akan tantangan.

2. Stabilitas emosi, pemimpin yang memiliki nilai yang tinggi

pada stabilitas emosi cenderung memiliki sifat: percaya

diri, penerimaan diri (self acepting), keseimbangan

(balanced), tahan terhadap stress, toleran terhadap

ketidakpastian, dapat bekerja dibawah tekanan, fleksibel

dan efektif dalam menangani konflik dan umpan balik

negatif.

3. Surgency, pemimpin selalu bersifat terbuka, asertif, dan

memiliki energi yang tinggi, berani mengambil keputusan.

4. Conscientiousness, pemimpin memiliki sifat hati-hati dan

sabar, motivasi yang tinggi untuk

berprestasi,tanggungjawab, integritas yang tinggi, memiliki

etos kerja, memiliki kemampuan mengorganisasi.

5. Agreeableness, pemimpin dapat kooperatif, dapat

berdiplomasi, bersahabat, pembicara yang efektif, dan

dapat dipercaya.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

27

Sidle (2007) menyatakan ada lima faktor yang memengaruhi

efektivitas servant leadership yaitu:

1. Kecerdasan intelektual. Pemimpin yang cerdas secara

intelektual mempunyai keahlian teknis, mempunyai pemikiran

yang rasional, dan obyektif, berpikir sesuai fakta yang

mendorong pemimpin untuk melihat kenyataan dan terus

belajar untuk menambah pengetahuan.

2. Kecerdasan emosional. Pemimpin yang cerdas secara

emosional akan berorientasi pada pelayanan, membangun

hubungan yang baik untuk mendapatkan dukungan,

mempunyai keterampilan sosial (pendengar yang baik,

komunikator yang baik, pandai berkolaborasi dan pemain

tim).

3. Kecerdasan intuitif. Pemimpin yang memiliki kecerdasan

intuitif yang kuat mampu menyerap kesan intelektual dan

emosional, yaitu mampu melihat apa yang paling penting

untuk membentuk konseptual, pemikir abstrak yang

memungkinkan untuk menghubungkan titi-titik dan melihat

gambaran besar, berorientasi pada perubahan, kreatif dan

inovatif, spontanitas, mempunyai visi yang memiliki manfaat

untuk menginspirasi orang lain, membina komitmen, dan

membangkitkan semangat.

4. Kecerdasan tindakan (action intelligence). Pemimpin yang

cerdas dalam bertindak akan didorong oleh tugas dan

berorientasi pada hasil, berani mengambil kendali atau

kontrol, berani menantang proses, berani mengambil resiko,

dan berani bereksperimen untuk membuat sesuatu terjadi dan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

28

yang paling penting adalah pemimpin berjalan sesuai dengan

perkataan, penunjuk jalan dan menyelaraskan tindakan

dengan kata-kata dan perbuatan.

5. Kecerdasan spiritual, yaitu kecerdasan yang mendorong

pemimpin untuk belajar, bertumbuh, dan menyadari cara

mengembangkan dan mewujudkan potensi diri yang terbaik.

Para pemimpin yang efektif memiliki kesadaran diri dan

pemahaman, memiliki keinginan tidak hanya untuk belajar

tetapi belajar bagaimana untuk belajar mengembangkan diri

untuk menjadi pribadi yang pintar, bijaksana, dan hidup

dalam keseimbangan, terbuka, jujur, dan rendah hati, optimis,

dan terus belajar untuk menjadikan pengalaman sebagai

pembelajaran dalam kehidupan yang pada gilirannya

membuat pemimpin merasa tenang, tenteram, mampu

beradaptasi dengan perubahan situasi. Ini adalah pemimpin

sebagai pelajar.

Menurut Covey (2005) faktor-faktor yang memengaruhi

efektivitas kepemimpinan adalah

1. Kecerdasan Mental (IQ) yaitu kemampuan untuk meng-

analisis, berpikir dan menentukan hubungan sebab-akibat,

berpikir abstrak, menggunakan bahasa, memvisualisasikan

sesuatu, dan memahami sesuatu.

2. Kecerdasan Fisik (PQ) adalah Kemampuan untuk bertindak

berdasarkan pikiran dan perasaan, dan untuk mewujudkan

hal-hal yang inginkan.

3. Kecerdasan Emosional (EQ) adalah pengetahuan mengenai

diri sendiri, kesadaran diri, kepekaan sosial, empati, dan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

29

kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dengan

orang lain. Kecerdasan emosi adalah kepekaan mengenai

waktu yang tepat, kepatutan secara sosial, dan keberanian

untuk mengakui kelemahan, menyatakan dan menghormati

perbedaan.

4. Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah pusat yang paling

mendasar di antara kecerdasan yang lain, karena menjadi

sumber bimbingan atau pengarahan bagi tiga kecerdasan

lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan manusia

akan makna dan hubungan dengan yang tak terbatas.

Dari semua faktor-faktor di atas, dua variabel yang dipilih

untuk digunakan sebagai variabel prediktor servant leadership

pendeta yaitu kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

2.2. KECERDASAN EMOSIONAL

2.2.1. Pengertian Kecerdasan Eosional

Istilah kecerdasan emosional pertama kali berasal dari

konsep kecerdasan sosial Torndike 1920 yang mendefinisikan

kecerdasan sosial sebagai kemampuan mengelola hubungan antar

pribadi baik pria maupun wanita yang merupakan syarat penting

untuk mencapai kesuksesan dalam berbagai aspek kehidupan

manusia (Martin, 2006). Tahun 1983 Gardner menyatakan bahwa

manusia memiliki kecerdasan ganda (multiple intelligence) dua

diantaranya adalah kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan

interpersonal. Tahun 1990 istilah kecerdasan emosional resmi

dicetuskan oleh oleh Salovey dan Mayer ahli psikologi Yale dan

Hamsphire dengan mengembangkan kecerdasan pribadi Gardner.

Selanjutnya istilah kecerdasan emosional dipopulerkan oleh

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

30

Goleman pada tahun 1995 melalui karyanya Emotional Intelligence:

why it can matter more than IQ? (Goleman, 2007).

Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosional adalah

kemampuan mendengarkan emosi dengan baik dan menjadikan hal

tersebut sebagai sumber informasi penting untuk membangun

efektivitas hubungan intrapersonal dan interpersonal yang

diekpresikan melalui kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri,

empati dan keterampilan sosial. Selanjutnya Goleman, Boyatziz, dan

McKee (2005) dalam buku Primal Leadership mengemukakan

bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan pemimpin untuk

menciptakan resonansi melalui dua kompetensi utama yaitu

kompetensi pribadi yang terdiri dari kesadaran diri dan manajemen

diri; kompetensi sosial yang terdiri dari kesadaran sosial dan

manajemen relasi. Menurut Salovey dan Mayer (dalam Stein dan

Book, 2002) kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang

dalam mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan itu

untuk membantu pikiran memahami perasaan dan maknanya,

mengendalikan perasaan secara mendalam dan menggunakan

informasi tersebut untuk membimbing pikiran dan tindakan. Patton

(1988) mengemukakan bahwa kemampuan menggunakan emosi

secara efektif akan memungkinkan seseorang mencapai tujuan

dalam membangun hubungan yang produktif dan meraih

keberhasilan kerja.

Menurut Covey (2005) kecerdasan emosional adalah

pengetahuan mengenai diri sendiri, kesadaran diri, kepekaan sosial,

empati, dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dengan

orang lain. Kecerdasan emosi adalah kepekaan mengenai waktu

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

31

yang tepat, kepatutan secara sosial, dan keberanian untuk mengakui

kelemahan, menyatakan dan menghormati perbedaan. Bar-on

menjelaskan bahwa kecerdasan emosional merupakan serangkaian

kemampuan, kompetensi, dan kecakapan non kognitif yang

memengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi

tuntutan dan tekanan lingkungan (Stein dan Book, 2002).

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk menciptakan

resonansi (keselarasan emosi) diri sendiri dan orang lain dan

menjadikan hal tersebut sebagai sarana untuk menumbuhkan dan

mengembangkan kualitas hubungan intrapersonal dan interpersonal

melalui kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, dan

manajemen relasi.

2.2.2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

Dulewicz dan Higgs (2000) dalam tinjauan kecerdasan

emosional mengidentifikasi ada tujuh aspek utama kecerdasan

emosional dan susunan secara keseluruhan ditunjukkan dalam studi

empiris sebagai berikut:

1. Kesadaran diri (self-awareness) adalah kesadaran terhadap

perasaan diri sendiri dan kemampuan untuk mengenali dan

mengelola atau mengatur perasaan tersebut.

2. Ketahanan emosional (emotional resilience) adalah

kemampuan melakukan tindakan dengan baik dan konsisten

dalam setiap situasi bahkan ketika berada di bawah tekanan.

3. Motivasi (motivation) adalah suatu energi yang dimiliki

seseorang yang mendorong untuk mencapai hasil, membuat

keseimbangan tujuan jangka pendek dan jangka panjang

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

32

untuk mengejar tujuan ketika diperhadapkan dengan

tantangan dan penolakan.

4. Sensitivitas interpersonal (interpersonal sensitivity) adalah

kemampuan memahami kebutuhan orang lain dan perasaan

orang lain serta menggunakan kesadaran tersebut secara

efektif dalam berinteraksi dengan orang lain untuk mencapai

keputusan yang bermanfaat bagi orang lain.

5. Pengaruh (influence) adalah kemampuan untuk membujuk

orang lain supaya mau mengubah sudut pandang mereka

pada masalah atau keputusan.

6. Intuitif (intuitiveness) adalah kemampuan menggunakan

wawasan dan interaksi untuk mencapai dan melaksanakan

keputusan ketika menghadapi informasi yang ambigu.

7. Kesadaran dan integritas (conscientiousness and integrity)

adalah kemampuan menampilkan komitmen pada tindakan

dalam menghadapi tantangan, untuk bertindak secara

konsisten dan sejalan dengan nilai-nilai etis.

Sementara Langley (2000) mengelompokkan kecerdasan

emosional ke dalam empat aspek, yaitu:

1. Pengelolaandan pengaturan emosi,

2. Pengertiandan pertimbangan mengenai emosidasar

3. Penerimaanpengalaman emosional

4. Perasaandan penilaian emosi

Goleman (2007) mengelompokkan kecerdasan emosional ke

dalam lima aspek utama, yaitu:

1. Kesadaran diri adalah kemampuan seseorang untuk

mengetahui perasaan dalam dirinya dan efeknya serta

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

33

menggunakannya untuk membuat keputusan bagi diri

sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis akan kemampuan

diri sendiri dan mempunyai kepercayaan diri yang kuat lalu

mengaitkannya dengan sumber penyebabnya.

2. Pengaturan diri adalah kemampuan menangani emosi,

mengekspresikan emosi, mengendalikan emosi, memiliki

kepekaan terhadap kata hati serta menggunakan hal tersebut

dalam hubungan dan tindakan sehari-hari.

3. Motivasi adalah kemampuan menggunakan hasrat untuk

membangkitkan semangat dan tenaga untuk mencapai

keadaan yang lebih baik serta kemampuan mengambil

inisiatif dan bertindak secara efektif, kemampuan untuk

bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.

4. Empati adalah kemampuan merasakan apa yang dialami oleh

orang lain, kemampuan memahami perspektif orang lain, ini

menimbulkan hubungan saling percaya serta kemampuan

menyelaraskan diri dengan berbagai tipe individu.

5. Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk menangani

emosi diri sendiri dengan baik pada saat membangun

hubungan dengan orang lain, menciptakan dan

mempertahankan hubungan, bisa memengaruhi, memimpin,

bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan dan bekerja

sama dalam tim.

Namun dalam buku kepemimpinan berdasarkan kecerdasan

emosi, Goleman, Boyatzis, McKee (2005) lebih mempertegas

sekaligus menyerdahanakan bingkai kerja kecerdasan emosionalnya

menjadi empat aspek utama, yaitu:

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

34

1. Kesadaran diri

2. Manajemen diri

3. Kesadaran sosial

4. Manajemen relasi

Keempat aspek kecerdasan emosional tersebut di atas bekerja

bersama-sama dibawah dua kompetensi utama yaitu: kompetensi

pribadi terdiri dari kesadaran diri, manajemen diri; dan kompetensi

sosial terdiri dari kesadaran sosial dan manajemen relasi yang

ditransformasikan pemimpin melalui delapan belas indikator berikut

ini:

1. Kesadaran diri emosi yaitu kecakapan pemimpin dalam

mendeteksi sinyal emosi diri sendiri, mengenali bagaimana

emosi memengaruhi diri dan kinerja, menyelaraskan diri

dengan nilai-nilai yang membimbingnya dan secara naluriah

dapat menentukan tindakan terbaik, melihat gambaran yang

besar dalam situasi yang kompleks, tegas dan otentik,

berbicara terbuka tentang emosinya dan keyakinan visi yang

membimbingnya.

2. Penilaian diri yang akurat yaitu kecakapan pemimpin dalam

memahami kelemahan dan kekuatan diri, menunjukkan

citarasa humor diri sendiri, menunjukkan pembelajaran yang

cerdas tentang apa yang perlu diperbaiki, menerima kritik

dan umpan balik yang membangun, mengetahui kapan harus

meminta bantuan, dan dimana harus memusatkan diri untuk

menumbuhkan kekuatan kepemimpinan yang baru.

3. Kepercayaan diri yaitu kecakapan bermain dengan

kekuatannya, menerima tugas yang sulit, memiliki kepekaan

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

35

akan kehadiran dirinya suatu keyakinan diri yang

membuatnya menonjol dalam kelompok.

4. Pengendalian diri yaitu kecakapan pemimpin dalam

mengelola atau mengatur dirinya supaya menemukan cara-

cara untuk mengatur emosi dan motivasi diri yang sedang

terganggu dan menyalurkannya melalui cara-cara yang

bermanfaat. Bersikap tenang dan berpikiran jernih dibawah

tekanan yang tinggi atau selama situasi krisis.

5. Transparansi yaitu kecakapan dalam menghidupi nilai-nilai

hidup, keterbukaan yang otentik kepada orang lain tentang

perasaan, keyakinan, tindakan yang memungkinkan

integritas. Secara terbuka mengakui kesalahannya,

menentang perilaku yang tidak etis pada orang lain dan tidak

munafik.

6. Kemampuan menyesuaikan diri yaitu kecakapan pemimpin

menyesuaikan diri dalam menghadapi berbagai tuntutan

tanpa kehilangan fokus atau energi, tetap nyaman dengan

situasi yang mendua yang tidak terhindarkan dalam

kehidupan organisasi, fleksibel dalam menyesuaikan diri

dengan tantangan baru, cekatan dalam menyesuaikan diri

dengan perubahan yang cepat, dan berpikiran gesit ketika

menghadapi realita baru.

7. Prestasi yaitu kecakapan pemimpin dalam meningkatkan

prestasi dengan standar pribadi yang tinggi yang mendorong

pemimpin untuk terus mencari perbaikan kinerja baik bagi

dirinya maupun para pengikutnya, menetapkan tujuan yang

terukur tetapi sangat menantang, pragmatis, mampu

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

36

memperhitungkan resiko sehingga tujuan yang telah

ditetapkan layak untuk dicapai, terus belajar dan mengajar

cara-cara untuk melakukan segala sesuatu dengan lebih baik.

8. Inisiatif yaitu kecakapan pemimpin dalam meningkatkan

kepekaan akan keberhasilan, memiliki apa yang diperlukan

untuk mengendalikan nasib sendiri, unggul dalam inisiatif,

menangkap sekaligus menciptakan kesempatan, tidak ragu

menerobos halangan bahkan berani menyimpang dari aturan

jika diperlukan untuk menciptakan kemungkinan yang lebih

baik bagi masa depan.

9. Optimisme yaitu kecakapan pemimpin mengelola dirinya

sendiri bisa bertahan sekalipun di tengah kepungan, melihat

kesempatan didalam kesulitan, melihat orang lain secara

positif, mengharapkan apa yang terbaik dari orang lain dan

mengharapkan perubahan di masa depan demi sesuatu yang

lebih baik.

10. Empati yaitu kecakapan pemimpin untuk berempati terhadap

orang lain, mampu menangkap sinyal emosi, membiarkan

diri merasakan emosi yang dirasakan tetapi tidak dikatakan

oleh seseorang atau kelompok, mendengarkan dengan cermat

dan bisa menangkap sudut pandang orang lain, bisa berelasi

dengan orang-orang dari berbagai latar belakang suku atau

budaya lain.

11. Kesadaran berorganisasi yaitu kecakapan pemimpin dalam

berpolitik, mendeteksi jaringan sosial kerja yang krusial dan

membaca relasi-relasi yang penting. Memahami nilai-nilai

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

37

yang membimbing, memahami aturan-aturan nonverbal yang

beroperasi dalam organisasi.

12. Pelayanan yaitu kecakapan pemimpin dalam menumbuhkan

semangat pelayanan yang tinggi, menumbuhkan iklim emosi

yang membuat para pengikutnya berkontak langsung dengan

orang lain di luar organisasi, menjaga relasi di jalan yang

benar. Memastikan bahwa para pengikutnya mendapatkan

apa yang dibutuhkannya dan menyediakan diri ketika

diperlukan.

13. Inspirasi yaitu kecakapan pemimpin dalam mengelola relasi,

menginspirasi orang lain untuk menciptakan resonansi,

menggerakkan orang lain dengan visi atau misi bersama.

Melakukan apa yang dimintanya dari orang lain,

mengartikulasikan suatu misi bersama dengan cara

membangkitkan inspirasi orang untuk mengikutinya.

14. Pengaruh yaitu kecakapan pemimpin dalam memengaruhi

orang lain melalui mengelola relasi supaya menemukan daya

tarik pendengar sampai mengetahui cara mendapatkan

persetujuan dari orang penting dan jaringan pendukung untuk

suatu inisiatif.

15. Mengembangkan orang lain yaitu kecakapan pemimpin

dalam melakukan pendekatan persuasi guna memberdayakan

orang lain dalam kelompok, menumbuhkan dan

mengembangkan kemampuan orang lain, menunjukkan

minat yang murni dalam membantu orang lain, memahami

tujuan, kekuatan serta kelemahan orang lain, memberikan

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

38

umpan balik yang membangun pada waktu yang tepat dan

menjadi pembimbing yang alami.

16. Katalisator perubahan yaitu kecakapanpemimpin untuk

mengenali kebutuhan akan perubahan, menentang status quo,

dan memenangkan aturan baru, menjadi penasihat yang kuat

terhadap perubahan, membuat argumentasi yang

menyemangati bahkan menemukan cara-cara praktis untuk

mengatasi hambatan.

17. Pengelolaan konflik yaitu kecakapan pemimpin dalam

mengelola konflik dengan cara mengumpulkan semua pihak,

mengangkat konflik kepermukaan, mengerti sudut pandang

yang berbeda, mengakui perasaan dan pandangan dari semua

pihak kemudian menemukan dan mengarahkan energi ke

arah cita-cita bersama yang dapat disepakati oleh setiap

orang.

18. Kerjasama tim dan kolaborasi yaitu kecakapan pemimpin

dalam menumbuhkan suasana kekerabatan yang ramah dan

memberikan teladan dalam memberikan penghargaan

melalui sikap bersedia membantu dan kerjasama, menarik

orang lain dalam komitmen yang aktif dan antusias bagi

usaha bersama, dan membangun semangat serta identitas.

2.2.3. Manfaat Kecerdasan Emosional

Goleman (2007) dalam bukunya Working With Emotional

Intelligence menuliskan berdasarkan hasil penelitian para neurolog

dan psikologi manusia memiliki dua pikiran, yaitu pikiran rasional

dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan

intelektual (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

39

emosi. Kedua pikiran tersebut bersifat saling mempengaruhi dalam

membentuk kehidupan mental manusia. Pikiran rasional adalah

model pemahaman yang lazimnya dapat disadari, lebih menonjol

kesadarannya, bijaksana, mampu bertindak hati-hati dan merefleksi

sedangkan pikiran emosional memberi respon cepat namun ceroboh,

sehingga mengarahkan respons seketika manusia dalam menghadapi

situasi tanpa berpikir sejenak dan mempertimbangkan akibat dari

respons sehingga emosi yang lepas kendali atau tidak terkontrol

membuat orang pandai menjadi bodoh (Alder, 2001).

Interaksi manusia yang berhasil dalam bentuk apa pun

memerlukan kecerdasan emosional. Dalam kaitannya dengan

kepemimpinan, Elliott (2003) dan Robins (2001) menyatakan bahwa

kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor penting yang

sangat memengaruhi efektivitas kepemimpinan. Dikatakan demikian

karena model kemampuan kecerdasan emosional menyediakan

media yang sesuai untuk menguji mengapa para pemimpin

membutuhkan kecerdasan emosional melalui pertanyaan “mengapa

pemimpin dituntut untuk memiliki kemampuan mengidentifikasi,

menggunakan, mengerti, dan mengelola emosi”? Pernyataan ini

didukung oleh sejumlah bukti empiris, diantaranya adalah penelitian

yang dilakukan Cooper (1997) menyebutkan bahwa orang dengan

tingkat kecerdasan emosional yang tinggi lebih berhasil dalam karir,

dapat membangun hubungan personal yang lebih baik, memimpin

lebih efektif, dapat menikmati kesehatan lebih baik dan dapat

memotivasi dirinya sendiri dan orang lain. Selanjutnya Cooper

menjelaskan bahwa orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi

dapat meningkatkan kekuatan intuisi, senantiasa memercayai dan

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

40

dipercayai oleh orang lain, memiliki integritas, dapat memecahkan

solusi dalam keadaan yang darurat dan dapat melakukan

kepemimpinan yang efektif. Goleman, Boyatzis, dan McKee (2005)

dalam penelitiannya tentang primal leadership menyatakan bahwa

tugas emosi pemimpin itu bersifat primal, karena (1) dalam

sepanjang sejarah pemimpin selalu bertindak sebagai pembimbing

emosi kelompok, (2) pemimpin harus bisa menciptakan resonansi

dalam kelompok. Artinya pemimpin harus menyelaraskan diri

dengan perasaan orang-orang lain dan menggerakkan perasaan

tersebut ke arah yang positif untuk memberdayakan orang-orang

dalam kelompok dalam harmonisan dan kerjasama untuk mencapai

tujuan.

Gemmell (2010) dalam tulisannya tentang emotional

intelligence and outdoor leadership memberikan simpulan aplikatif

kecerdasan emosional terhadap efektivitas kepemimpinan, dimana

Gemmell menyatakan bahwa kecerdasan emosional dapat

meningkatkan pengaruh pemimpin, dapat memfasilitasi aspek

pribadi dan kelompok, memiliki kemampuan menafsirkan respon

emosional ketika dihadapkan dengan tekanan atau tantangan besar,

peka terhadap kebutuhan pengikut, unggul dalam inisiatif dan

memliliki ketangguhan dalam resolusi konflik, mampu menanggapi

krisis dengan efektif. Palmer, Walls, Burgges, Stough (2001)

melakukan penelitian tentang kecerdasan emosional dan

kepemimpinan yang efektif menemukan adanya hubungan yang

positif antara kecerdasan emosional dengan kepemimpinan yang

efektif. Mereka menyatakan bahwa aspek-aspek kecerdasan

emosional diidentifikasi sebagai dasar efektifivitas kepemimpinan.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

41

Senada dengan itu Yukl (2001) mengemukakan bahwa

orang-orang yang cerdas secara emosional dapat menyesuaikan diri

dengan lebih baik, tidak mengalami gangguan psikologis, lebih

menyadari kekuatan dan kelemahan pribadi, lebih berorientasi pada

pertumbuhan orang, mampu mengendalikan diri dan tidak egois.

Pernyataan semakin ditegaskan oleh Chen, Jacobs, dan Spencer

(1998) yang menyatakan bahwa hampir 90 persen dari keberhasilan

dalam posisi kepemimpinan disebabkan oleh kecerdasan emosional.

Uraian ini menjadi dasar pijakan peneliti mengambil kecerdasan

emosional sebagai prediktor terhadap servant leadership.

2.3. KECERDASAN SPIRITUAL

2.3.1. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Konsep kecerdasan spiritual pertama kali diperkenalkan oleh

Zohar dan Marshall pada akhir abad kedua puluh. Gagasan ini

muncul ketika Zohar dan Marshall mengamati pengalaman Mats

Lederhausen; seorang profesional muda yang meraih puncak

kesuksesan pada usia 30-an. Namun demikian Chief Executif Mc

Donald’s Swedia ini menghadapi dilema karier. Mats tidak

merasakan bahagia kendati keluarganya harmonis dan kelimpahan

uang. Mats prihatin dengan krisis lingkungan hidup dan runtuhnya

masyarakat yang marak di berbagai belahan dunia. Perusahaan

tempatnya bekerja tidak mampu melakukan sesuatu untuk

memperbaiki keadaan, Mats merasa bekerja hanya mencari uang

selama 13 jam perhari, namun Mats tidak mengabdikan hidupnya

untuk hal-hal yang sangat penting karena itu Mats ingin hidup

memiliki arti dengan menjadi bagian dari solusi bukan masalah.

Pengalaman Mats menurut Zohar dan Marshall sebagai bentuk sosok

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

42

pekerja yang memiliki kercerdasan hati nurani, kecerdasan tersebut

memberikan kesadaran bahwa hidup punya dimensi lebih dalam,

dari pada sekedar menghabiskan waktu untuk menumpuk modal

material (Widyawan, dalam Jauhari, 2007).

Menurut Zohar dan Marshall (2000) kecerdasan spritual

adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan

makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku

dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya,

kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang

lebih bermakna dibandingkan yang lain. Kecerdasan spiritual

merupakan fondasi mendasar untuk memanfaatkan kecerdasan

intelektual dan kecerdasan emosional. Busan (2003) menyatakan

bahwa kecerdasan spiritual terkait dengan cara menumbuhkan dan

mengembangkan kualitas-kualitas vital seperti energi, semangat,

keberanian dan tekat. Menurut Sinetar (2000) kecerdasan spiritual

merupakan kecerdasan untuk mendapatkan inspirasi, dorongan, dan

efektivitas yang terinspirasi, theis-ness atau penghayatan ketuhanan.

Sedangkan Eckersley (2000) memberikan pengertian yang lain

mengenai kecerdasan spiritual. Menurutnya Kecerdasan spiritual

adalah perasaan intuisi yang dalam terhadap keterhubungan dengan

dunia luas di dalam hidup manusia.

Berman (2001) menyatakan bahwa kecerdasan spiritual

dapat memfasilitasi dialog antara pikiran dan emosi, antara jiwa dan

tubuh. Lebih lanjut Berman menyatakan bahwa kecerdasan spiritual

juga dapat membantu sesorang untuk dapat melakukan transedensi

diri. Senada dengan itu, Sukidi (2004) menyatakan bahwa

kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa yaitu kecerdasan yang

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

43

membuat seseorang utuh, sehingga dapat mengintegrasikan fragmen

kehidupan, aktivitas dan keberadaannya. Sementara King (2008)

menyatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah sekumpulan

kapasitas mental adaptif yang didasarkan pada aspek-aspek non

material dan transenden dari realitas, secara khusus yang

berhubungan dengan critical existential thinking, personal meaning

production, transcendental awareness, conscious state expansion.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk menumbuhkan dan

mengembangkan kualitas nilai-nilai spiritual melalui critical

existential thinking, personal meaning production, transcendental

awareness, conscious state expansion.

2.3.2. Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual

Berdasarkan teori Zohar dan Marshall (2000) dan Sinetar

(2001) ciri-ciri kecerdasan spiritual adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai kesadaran diri. Adanya tingkat kesadaran yang

tinggi dan mendalam sehingga bisa menyadari situasi yang

datang dan menanggapinya.

2. Mempunyai visi. Ada pemahaman tentang tujuan hidupnya,

mempunyai kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-

nilai.

3. Fleksibel. Kemampuan seseorang untuk bersikap fleksibel,

menyesuaikan diri secara spontan dan aktif untuk mencapai

hasil yang baik, mempunyai pandangan yang pragmatis

(sesuai kegunaan) dan efisien tentang realitas.

4. Berpandangan holistik. Melihat bahwa diri sendiri dan orang

lain saling terkait dan bisa melihat keterkaitan antara

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

44

berbagai hal. Dapat memandang kehidupan yang lebih besar

sehingga memiliki kemampuan dalam menghadapi dan

memanfaatkan kesengsaraan sebagai sumber informasi untuk

menggali dan menemukan makna dibalik pengalaman

tersebut.

5. Melakukan perubahan. Terbuka terhadap perbedaan,

memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan

status quo, menjadi orang yang bebas merdeka.

6. Sumber inspirasi. Mampu menjadi sumber inspirasi bagi

orang lain, mempunyai gagasan-gagasan yang segar dan

menantang

7. Refleksi diri, mempunyai kecenderungan untuk memikirkan

hal yang mendasar dan pokok.

Menurut Mahanaya dalam Nggermanto (2002) ciri-ciri orang

yang memiliki kecerdasan spitiual yang tinggi adalah

1. Memiliki fisik yang kuat

2. Mampu melihat kesatuan dan keragaman

3. Mampu memaknai setiap sisi kehidupan

4. Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan penderitaan

2.3.3. Aspek-aspek Kecerdasan Spiritual

King (2008) mengelompokan empat aspek utama dari

Kecerdasan Spiritual yaitu:

1. Critical existential thinking adalah kapasitas untuk secara

kritis merenungkan sifat dari keberadaan, realitas, alam

semesta, ruang, waktu, kematian, dan isu-isu eksistensial

atau metafisika lainnya. Setiap individu benar-benar harus

dapat merenungkan masalah eksistensial dengan

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

45

menggunakan pemikiran kritis yang akan memberikan

kemampuan kepada setiap individu tersebut untuk

menerapkan bentuk berpikir kristis tentang pengalaman

lainnya dalam kaitannya dengan keberadaan seseorang

supaya dapat mengambil suatu simpulan murni yang dapat

dijadikan filosofi pribadi tentang keberadaan dan realitas.

2. Personal meaning production adalah kemampuan untuk

memperoleh makna pribadi dan tujuan dari semua

pengalaman fisikal dan mental, termasuk kapasitas untuk

membuat keputusan dan menguasai kehidupan sesuai

dengan tujuan hidup.

3. Transcendental awareness adalah kemampuan untuk

mengidentifikasi dimensi transenden atau gambar

transenden dari diri sendiri, orang lain dan dunia fisikal

yang disertai dengan kemampuan untuk mengidentifikasi

hubungan semua itu dengan diri sendiri dan orang lain

secara fisikal dalam kondisi kesadaran normal.

4. Conscious state expansion adalah kemampuan untuk masuk

dan keluar kepada keadaan kesadaran spiritual yang lebih

tinggi atas kebijaksanaan pribadi perenungan yang dalam

atau refleksi, meditasi, doa dan sebagainya. Kesadaran

spritual tersebut meliputi kesadaran murni, kesadaran

kosmik, kesatuan, keutuhan pada keleluasan seseorang.

Amran (2007) mengelompokkan kecerdasan spiritual dalam

tujuh dimensi, yakni:

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

46

1. Conciousness (kesadaran) meliputi mindfulness, pengetahuan

transrasional dan praktek-praktek untuk mengembangkan

kualitas spiritual;

2. Grace (anugerah) adalah kehidupan dalam kesucian yang

memanifestasikan kasih dan kepercayaan

3. Meaning (makna) adalah memaknai aktivitas sehari-hari

melalui pengertian tentang tujuan dan panggilan untuk

melayani, termasuk dalam penderitaan dan kesakitan

4. Transcendence (transendensi) adalah masuk dalam inter

koneksi dengan keutuhan (wholeness, holism)

5. Truth (kebenaran) adalah kehidupan dalam penerimaan yang

terbuka dan menaruh kasih terhadap semua ciptaan

6. Peaceful surrender to Self (Truth, God, Absolute, true nature)

adalah kedamaian penyerahan pada Yang Maha Kuasa atau

Kuasa yang Absolut

7. Inner directedness mencakup kebebasan, ketajaman dan

integritas.

Sinetar (2001) menuliskan beberapa aspek dalam kecerdasan

spiritual yaitu :

1. Kemampuan untuk memilih merupakan kemampuan untuk

memilih dan menata hidup berdasarkan suatu visi batin yang

tetap dan kuat yang memungkinkan seseorang hidup

mengorganisasikan bakat.

2. Kemampuan untuk melindungi diri. Individu mempelajari

keadaan dirinya baik bakat maupun keterbatasannya untuk

menciptakan dan menata pilihan terbaiknya.

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

47

3. Memperlihatkan kedewasaaan. Kedewasaan berarti tidak

menyembunyikan kekuatan-kekuatan dan ketakutan dan

sebagai konsekuensinya adalah memilih untuk menghindari

kemampuan terbaik.

4. Kemampuan mengikuti cinta. Memilih antara harapan-harapan

orang lain lebih penting daripada kepentingan diri sendiri.

5. Disiplin pengorbanan diri. Mau berkorban untuk orang lain,

pemaaf tidak mudah prasangka buruk terhadap orang lain dan

selalu ingin membuat orang lain bahagia.

Dari uraian di atas, diketahui bahwa kecerdasan spiritual

merupakan pijakkan yang paling dasar dalam mengoptimalkan

kecerdasan emosional dan merupakan landasan tertinggi untuk

meningkatkan kualitas servant leadership pendeta di dalam

pelayanan. Kecerdasan spiritual akan lebih memungkinkan pendeta

mengalami transformasi pribadi. Untuk kepentingan penelitian ini

peneliti mengadaptasi aspek-aspek kecerdasan spiritual yang

dikemukakan oleh King (2008).

2.3.4. Manfaat Kecerdasan Spiritual

Menurut Fluker (2008), Spiritualitas sebagai esensi yang

memisahkan umat manusia dari semua makhluk lain memungkinkan

seseorang untuk melihat tahapan pengalaman, makna, nilai, dan

tujuan yang lebih tinggi dari sudut pandang materialistik dan

mengungkapkan kerinduan yang dalam tentang kesatuan dengan diri

sendiri dan berdiri sebagai bagian integral dari kesejahteraan.

Kecerdasan spiritual berperan sebagai landasan untuk dapat

memfungsikan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional

secara efektif dan menjadikan manusia benar-benar utuh secara

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

48

intelektual, emosional, dan spiritual (Martin, 2001). Suatu penelitian

yang dilakukan oleh Chakraborty dan Chakraborty (2004) tentang

kecerdasan spiritual dan kepemimpinan menyatakan spiritualitas

berpengaruh terhadap bagaimana seseorang bersikap sebagai

pemimpin. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki

kecerdasan spiritual, yang pada gilirannya membawa nilai-nilai

spiritualitas dalam kepemimpinan.

Dengan demikian pendeta yang cerdas secara spiritual akan

dapat memanusiakan manusia, menciptakan perubahan yang positif

baik dalam komunitasnya maupun dalam masyarakat luas. Filosofi

untuk mengidentifikasi dan menyelaraskan nilai pribadi dengan

tujuan yang jelas. Dengan melihat peran penting kecerdasan spiritual

terhadap efektivitas kepemimpinan termasuk didalamnya servant

leadership yang menjadi dasar pijakan peneliti menetapkan

kecerdasan spiritual sebagai prediktor terhadap servant leadership.

2.4. HASIL-HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA

Dari penelusuran penulis pada berbagai hasil kajian

penelitian, kajian tentang kecerdasan emosional dan kecerdasan

spiritual secara parsial maupun simultan (bersama) dapat dijadikan

sebagai prediktor servant leadership masih sangat terbatas di

Indonesia. Namun demikian publikasi mengenai kecerdasan

emosional dan spiritual secara parsial sebagai prediktor efektivitas

kepemimpinan telah banyak dilakukan di Indonesia maupun negara-

negara di luar Indonesia. Berikut ini akan dipaparkan beberapa hasil

penelitian terdahulu mengenai kecerdasan emosional dan kecerdasan

spiritual khususnya berkaitan dengan penelitian ini.

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

49

2.4.1. Kecerdasan Emosional danServant Leadership

Dalam kaitan dengan kepemimpinan, kecerdasan emosional

memainkan peran yang sangat penting dalam menentukan efektivitas

pemimpin. Seorang pemimpin yang efektif menggunakan pengaruh

hubungan interpersonal dengan baik. Hal ini sejalan dengan Astuti

(2007) yang telah melakukan penelitian terhadap pemimpin The

Executive Club Jakarta, metode yang digunakan adalah penelitian

kuantitatif dengan pengumpulan data melalui studi kepustakaan,

wawancara dan kuesioner yang di isi oleh 50 responden. Hasil

penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan

antara kecerdasan emosional dan efektivitas kepemimpinan sebesar

51,70%, sedangkan sisanya 48,30% dipengaruhi oleh faktor-faktor

lain. Umiyati (2006) dalam penelitiannya yang difokuskan terhadap

para pimpinan Pusdiklat Regional Depdagri Yogyakarta menemukan

bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan

emosi dengan efektivitas kepemimpinan sebesar 0,403 atau 40,3%.

Amirusi (2009) melakukan penelitian terhadap 41 kepala

sekolah di Sekolah Dasar Negeri Kabupaten Sampang,

menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian

korelasional (correlation research) menemukan bahwa aspek-aspek

kecerdasan emosional yaitu kesadaran diri, pengaturan diri,

motivasi, empati, dan keterampilan sosial secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap keefektifan kepemimpinan kepala

sekolah dasar negeri di Kabupaten Sampang dengan koefisien

korelasi bersama (R) sebesar 0,729 dan koefisien determinasi atau R

Square (R2) sebesar 53,2%. Artinya kecerdasan emosional

(kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

50

sosial) dapat menjelaskan korelasi sebesar 53,2% terhadap

keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dasar negeri di Kabupaten

Sampang. Sementara sisanya sebesar 46,8% menandakan masih ada

variabel lain di luar pembahasan penelitian.Wong dan Law (2002)

menguji pengaruh kecerdasan emosional pemimpin dan bawahan

terhadap kinerja dan sikap. Hasilnya menunjukkan bahwa

kecerdasan emosional bawahan berdampak pada kinerja dan

kepuasan kerja, demikian juga kecerdasan emosional pemimpin

berdampak pada kepuasan dan perilaku pemimpin dalam

menjalankan peran kepemimpinan. Selain itu, hasil penelitian lain

menunjukkan kecerdasan emosional sangat menentukan kesuksesan

manusia dalam membangun interaksi sosial (Bar-on, 2006; Brackett,

Warner dan Bosco, 2005); meningkatkan efektivitas kerja (Fabiola

2005); bahkan kecerdasan emosional telah terbukti menjadi

prediktor potensial efektivitas kepemimpinan (Goleman, 2000,

Duning 2000; Cooper dan Sawaf, 2002).

Jordan, Askanasy, Hartel, dan Hooper (2002) melakukan

penelitian tentang hubungan kecerdasan emosional dan efektivitas

tim, dan fokus tujuan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-

rata tingkat kecerdasan emosional dari anggota tim tercermin dari

awal kinerja kelompok. Kelompok yang memiliki kecerdasan

emosional yang rendah menunjukkan kinerja kelompok yang rendah

sementara kelompok yang memiliki kecerdasan emosional yang

tinggi kinerja kelompok yang tinggi pula. Darling dan Walker

(2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa kecerdasan

emosional sangat berperan dalam menentukan efektivitas pemimpin

dalam mengelola konflik. Fenwick (2003) menemukan bahwa

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

51

kecerdasan emosional memainkan peran penting terhadap kesiapan

seseorang dalam mencipta dan berinovasi.

Kellett, Humphrey, dan Sleeth (2002) dalam penelitiannya

menemukan empati merupakan prediktor penting dalam timbulnya

kepemimpinan. Empati merupakan ciri kunci yang menampilkan

perilaku servant leadership dalam melayani, memberdayakan, dan

melemparkan visi kepada para pengikut. Empati adalah

mempertimbangkan perasaan para pengikut, dan kemudian membuat

keputusan yang bijaksana yang menggeser perasaan-perasaan

menjadi respon. Dan yang terpenting empati memungkinkan

resonansi, jika tidak ada empati maka pemimpin akan bertindak

dengan cara yang disonansi (Goleman, Boyatzis, dan McKEE,

2005).

Selanjutnya Rapisarda (2002) mengemukakan pemimpin

yang dapat merasakan perasaan orang lain akan lebih memiliki

kemampuan mengembangkan ikatan emosional dengan orang lain.

Pemimpin pelayan yang peduli dengan perasaan pengikut akan

menfasilitasi pertukaran kuasa timbal-balik yang memungkinkan

pengikut masuk ke dalam visi bersama sehingga pengikut merasa

dihargai, dilayani dan solusi yang paling efektif dapat dicapai untuk

kebaikan yang lebih besar. Page dan Wong (2000) menyatakan

servant leader yang cerdas secara emosi akan lebih tertarik kepada

hasil yang bermanfaat bagi orang lain seperti halnya dirinya sendiri.

Para servant leader melayani untuk kebaikan orang lain dengan

tidak mencari pengakuan tetapi belajar dari pengikut, melayani

melampaui kepentingan pribadi dan melihat kepemimpinan sebagai

tanggung jawab dan bukan melihat kepemimpinan sebagai posisi.

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

52

Selanjutnya Schutte (2001) dalam penelitiannya menemukan

hubungan yang erat antara kecerdasan emosional dengan pelayanan.

2.4.2. Kecerdasan Spiritual dan Servant Leadership

Reave (2005) melakukan tinjauan literatur menemukan

kecerdasan spiritual secara konsisten mempengaruhi efektivitas

kepemimpinan. Servant leader yang cerdas secara spiritual akan

menunjukkan nilai-nilai spiritual melalui, integritas, kepercayaan,

pengaruh transformasi etika, komunikasi yang jujur, kerendahan hati

sekaligus menunjukkan perilaku spiritual melalui menghormati dan

menghargai orang lain, memperlakukan orang lain dengan lebih

baik, mengungkapkan kepedulian dan perhatian, mendengarkan

secara responsif, menghargai kontribusi orang lain, dan terlibat

dalam praktek spiritual. Delbecq (1999) melaporkan pengaruh dari

sebuah kursus pengembangan spiritual untuk pemimpin-pemimpin

bisnis yang terdiri dari 9 CEO dan 9 MBA di Silicon Valley. Kursus

tersebut berfokus pada integrasi kepemimpinan bisnis sebagai

sebuah panggilan, mendengarkan suara batin di tengah pergolakan,

integrasi diri untuk menanggapi tantangan-tantangan serta hambatan

dalam kepemimpinan. Delbecq melaporkan feedback yang positif

dari kebanyakan partisipan tentang pengaruh kursus ini dalam

praktek kepemimpinan bisnis mereka.

Selanjutnya hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan

pentingnya kecerdasan spiritual dalam kehidupan manusia

diantaranya: kecerdasan spiritual erat kaitannya dengan tujuan

hidup, kepuasan, dan kesehatan (George, Larson, Koening, dan

McCullough, 2000); membuat seseorang bertahan hidup lebih lama

(Elmer, Lori, McDonald, Douglas, Friedman, dan Haris, 2003);

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

53

membuat seseorang memaknai masalah dan mengatasi trauma

dengan lebih baik (Emmons, 2000); dan memiliki tingkat depresi

yang rendah (McDonald, douglas, Friedman, dan Haris, 2002).

Hasil penelitian Hendrik dan Luderman (1997) menunjukkan

bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memiliki

kualitas kecerdasan spiritual yang baik. Pemimpin yang cerdas

secara spiritual memiliki integritas, terbuka, menerima kritik, rendah

hati, mengenal dirinya sendiri dengan baik, memahami orang lain

dengan baik, terinspirasi oleh visi, dan selalu mengupayakan yang

terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain. Demikian

juga Samiyanto (2011) melalui hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa tingkat kecerdasan spiritual pemimpin (manajer) berpengaruh

secara positif signifikan terhadap perilaku servant leadership

manajer. Semakin tinggi tingkat kecerdasan spiritual manajer akan

berpengaruh pada meningkatnya perilaku servant leadership.

khususnya perilaku cinta kasih dan rasa kemanusiaan, kepercayaan,

pemberian kewenangan kepada anggota, perhatian terhadap visi

organisasi dan anggota, dan kesederhanaan. Andree & Kristyanti

(2007) melakukan penelitian tentang gambaran peranan kecerdasan

spiritual dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin terhadap

dua orang manajerial tingkat atas masing-masing manajer diwakili

oleh satu orang pengikutnya, menggunakan model penelitian

kualitatif, pengambilan data dengan metode wawancara. Hasil

wawancara di interpretasi dengan analisis induktif dan pendekatan

holistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua pemimpin

memiliki kualitas kecerdasan spiritual yang dibutuhkan dalam

menjalankan organisasinya yang ditunjukkan melalui adanya visi,

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

54

makna dan nilai yang di anut oleh masing-masing pemimpin. Visi,

makna dan nilai di peroleh para pemimpin dalam kehidupannya

sehari-hari yang dipelajari dari lingkungan sekitarnya. Kedua

pemimpin yang menjadi responden terlihat mengandalkan

kecerdasan spiritual dalam pengambilan keputusan. Dua faktor

utama dari kecerdasan spiritual yang sangat terlihat peranannya

dalam pengambilan keputusan adalah visi pemimpin untuk

organisasinya serta nilai hidup yang dipegang teguh.

2.5. LANDASAN TEORI

2.5.1. Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual sebagai

prediktor Servant Leadership

Servant leadership akan berlangsung dengan efektif apabila

mampu memenuhi fungsinya untuk menginspirasi orang lain untuk

melihat nilai dan potensi diri yang terbaik dari dalam dirinya. Untuk

mencapai tujuan tersebut sangatlah bergantung pada bagaimana cara

para pemimpin menciptakan resonansi kelompok yang dapat

dimanfaatkan untuk mewujudkan fungsi servant leadership melalui

kerjasama dan bantuan orang-orang yang dipimpinnya. Maka dari

itu menurut Goleman, Boyatzis, dan McKee (2005) pada

kenyataannya para pemimpin besar bekerja dengan melibatkan

emosi. Pemahaman akan peran kuat emosi yang membedakan

pemimpin hebat dari pemimpin lainnya bukan saja terlihat dari hal-

hal yang nyata seperti bertahannya orang-orang yang berbakat tetapi

juga dalam hal-hal yang tidak nyata namun sama pentingnya seperti

moral, motivasi, dan komitmen yang tinggi. Pemimpin yang

menyebarkan emosi positif akan memancing keluar sisi terbaik dari

orang lain sehingga dapat memberikan efek resonansi tetapi

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

55

sebaliknya pemimpin yang menggerakkan emosi kelompok dengan

negatif akan memberikan efek disonansi. Kemampuan pemimpin

untuk menciptakan resonansi sangatlah ditentukan oleh tingkat

kematangan emosional pemimpin atau yang disebut dengan

kecerdasan emosional. kecerdasan emosional pemimpin akan

tercermin melalui kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial

dan manajemen relasi. Semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional

pemimpin akan berpengaruh pada meningkatnya kualitas perilaku

servant leadership yang ditunjukkan oleh pemimpin dalam proses

kepemimpinannya. Pernyataan ini sejalan dengan hasil-hasil

penelitian terdahulu, diantaranya adalah penelitian Hannay (2009),

Barbuto dan Bugenhagen (2009), Gardner dan Stough (2002),

Barling, Slater, dan Kelloway (2000) yang menemukan bahwa

perilaku servant leadership akan cenderung diperlihatkan pemimpin

yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi seperti

pengendalian diri yang kuat, kelayakan dipercaya, dan respon

empati terhadap kebutuhan orang-orang dipimpinnya.

Selain aspek kecerdasan emosional, aspek lain yang tidak

kalah pentingnya adalah kecerdasan spiritual, sebab kecerdasan

spiritual akan memampukan pemimpin memecahkan persoalan

makna dengan menempatkan perilaku dalam konteks makna yang

lebih kaya dan luas yang tercermin melalui critical existential

thinking, personal meaning production, transcendental awareness,

conscious state expansion (King 2008). Kemampuan seorang

pemimpin dalam memaknai eksistensi kehidupan melampaui

kekinian dan pengalaman manusia akan menjadikan pemimpin

benar-benar memahami siapa dirinya dan apa makna terdalam dari

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

56

pekerjaan yang ditekuni. Kecerdasan spiritual memberi kemampuan

pada seorang pemimpin untuk membangun keterampilan

komunikasi intrapersonal dan hubungan interpersonal, menjadi

esensi moralitas seseorang, sebagai kekuatan yang kuat dalam

membentuk kehidupan manusia di tempat kerja dan di semua

domain lainnya, memberi manfaat pengalaman kehidupan secara

menyeluruh dan kebijaksanaan dalam manajemen disiplin diri

(Steingard, 2005). Semakin tinggi tingkat kecerdasan spiritual

pemimpin akan berpengaruh pada meningkatnya kualitas perilaku

servant leadership yang ditunjukkan oleh pemimpin dalam proses

kepemimpinannya. Pernyataan ini sejalan dengan hasil-hasil

penelitian terdahulu, diantaranya Hendrik dan Luderman (1997),

Amram (2005), Samiyanto (2011) yang menemukan bahwa perilaku

servant leadeship akan cenderung diperlihatkan oleh pemimpin yang

memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi seperti, integritas,

menerima kritik dengan baik, rendah hati mengenal dirinya dengan

baik, memiliki respon empati yang tinggi, makna dari tujuan hidup,

panggilan pelayanan yang kuat yang mengikat peran pemimpin

dalam menetapkan tujuan dan memobilisasi makna bagi tujuan

organisasi.

Amram (2005) melakukan penelitian terhadap 42 CEO,

menemukan bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual

memberikan kontribusi untuk efektivitas kepemimpinan bisnis.

Hartsfield (2003) melakukan penelitian tentang hubungan

kecerdasan emosional, spiritualitas dan efikasi diri dengan

kepemimpinan transformasional, sampel penelitiannya adalah para

pemimpin perusahaan besar di Amerika. Hasil penelitiannya

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

57

menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara

kecerdasan emosional, spiritualitas, efikasi diri dengan

kepemimpinan transformasional. Selanjutnya Attri (2012) dalam

sebuah artikelnya menyatakan bahwa kecerdasan emosional dan

kecerdasan spiritual bertindak sebagai katalis untuk pemimpin

inspirasional. Apabila kecerdasan emosional dan kecerdasan

spiritual dapat diintegrasikan secara efektif maka akan menghasilkan

pemimpin yang memiliki kualitas servant leadership yang menonjol,

dan ini akan tercermin melalui karakter dan personality yang patut

diteladani oleh para pengikutnya

2.6.KERANGKA BERPIKIR

Berdasarkan tujuan penelitian, hasil-hasil penelitian

sebelumnya dan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya

maka kaitan antar variabel dalam penelitian ini dapat digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 2.1

Model Penelitian

X1

(Kecerdasan Emosional)

Y

Servant Leadership X2

(Kecerdasan Spiritual)

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2900/3/T2...Menurut Wong dan Page (2000) servant leadership adalah suatu sikap terhadap tanggung jawab kepemimpinan. untuk

58

2.7. HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional

dan kecerdasan spiritual sebagai prediktor servant leadership

pendeta di Gereja Kristen Sulawesi Tengah.