BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang...

51
1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Kehadiran sebuah bentuk seni pertunjukan dan aktivitasnya dalam lingkungan masyarakat yang bersifat kelompok ditentukan oleh norma-norma yang telah disepakati masyarakatnya. Seni yang dikenal sebagai cerminan masyarakat terdiri dari jiwa, keinginan, realita dan nilai masyarakatnya, 1 karena seni adalah produk masyarakat. 2 Salah satu produk masyarakat Indonesia yang berasal dari Sumatera Utara adalah seni pertunjukan yang dikenal dengan nama Opera Batak. Opera Batak adalah pertunjukan teater tradisional atau pertunjukan sandiwara panggung yang dimiliki masyarakat Batak Toba secara turun-temurun. Bila dilihat dari asal penamaan, pertunjukan teater Batak di sebut sebagai Opera Batak ketika orang Belanda masuk ke pulau Samosir pada awal abad ke-19. Belanda menjuluki sandiwara tradisional itu dengan nama Opera (gaya) 1 Made Bambang Oka Sudira. 2010. Ilmu Seni, Teori dan Praktik. Jakarta: Inti Prima. Hal 38- 39. 2 Janet Wolf. 2002.“The Social Production of Art”, dalam Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal 2. EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAP JAYANTI M.SAGALA Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Transcript of BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

1

BAB I

PENGANTAR

1.1. Latar Belakang Masalah

Kehadiran sebuah bentuk seni pertunjukan dan aktivitasnya

dalam lingkungan masyarakat yang bersifat kelompok ditentukan

oleh norma-norma yang telah disepakati masyarakatnya. Seni yang

dikenal sebagai cerminan masyarakat terdiri dari jiwa, keinginan,

realita dan nilai masyarakatnya,1 karena seni adalah produk

masyarakat.2 Salah satu produk masyarakat Indonesia yang berasal

dari Sumatera Utara adalah seni pertunjukan yang dikenal dengan

nama Opera Batak.

Opera Batak adalah pertunjukan teater tradisional atau

pertunjukan sandiwara panggung yang dimiliki masyarakat Batak

Toba secara turun-temurun. Bila dilihat dari asal penamaan,

pertunjukan teater Batak di sebut sebagai Opera Batak ketika orang

Belanda masuk ke pulau Samosir pada awal abad ke-19. Belanda

menjuluki sandiwara tradisional itu dengan nama Opera (gaya)

1 Made Bambang Oka Sudira. 2010. Ilmu Seni, Teori dan Praktik. Jakarta: Inti Prima. Hal 38-

39. 2Janet Wolf. 2002.“The Social Production of Art”, dalam Soedarsono, Seni Pertunjukan

Indonesia di Era Globalisasi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal 2.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 2: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

2

Batak, atau kemudian dikenal sebagai Opera Batak.3 Istilah Opera

Batak sendiri dilekatkan oleh Diego van Biggelar, misionaris Belanda

yang datang ke Pulau Samosir pada tahun 1930-an.

Professor Rainer Carle merepresentasikan sejarah Opera Batak

melalui sebagian ringkasan singkat dalam bukunya yang berjudul

“Opera Batak-The traveling theater of the Toba Batak in North

Sumatra-Spectacles maintain cultural identity in the national context of

Indonesian.” Carle menuliskan bahwa selama paruh kedua abad ke-

19 Sumatera Utara berada di bawah kendali Belanda karena wilayah

ini memiliki perkebunan yang luas sebagai penghasil perekenomian

yang strategis. Disinilah para misionaris Jerman memulai

Kristenisasi pada orang Batak.4 Pada awal abad ke-20 muncul

berbagai teater keliling di Asia Tenggara, kemunculan teater ini

merupakan bentuk perekonomian yang baru di Asia Tenggara. Teater

keliling Asia Tenggara (Eurasia) yang populer saat itu adalah wayang

parsi, Opera Melayu dari Malaka atau yang dikenal dengan nama

Opera Bangsawan. Kemunculan teater keliling pada saat itu

menempatkan musik sebagai media interaktif yang melibatkan

reaksi-reaksi dari penonton yang disajikan untuk menghibur dan

3Seniman Teater tradisi Zukaidah Harahap. Sumber dari:

http://www.tamanismailmarzuki.com. Diakses pada tanggal 17 September 2013. 4Rainer Carle. 1990. Opera Batak; The traveling theater of the Toba Batak in North Sumatra

- Spectacles maintain cultural identity in the national context of Indonesian. Hal 9. Sumber: http://www.adtractive.de/operabatak. Diakses pada tanggal 17 September 2013.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 3: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

3

menginformasikan berbagai hal. Kemunculan teater keliling pada

masa tersebut berfungsi sebagai seni klasik tradisional dan tradisi

lisan yang harus dipertahankan, tetapi di sisi lain untuk melihat

bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

bagi dunia non-Melayu. Pendekatan ini pertama kali dikemukakan

melalui pembentukan Opera Batak secara terbuka. Menurut Carle

ada beberapa alasan mengapa Opera Batak dihadirkan. Pertama,

bentuk ritual mereka berasal dari pengalaman hidup di dunia.

Kedua, adanya kebutuhan terhadap suatu periode pergolakan

budaya yang besar, yang tidak lagi sesuai dan terhambat oleh misi

politik atas kebijakan Kristenitas.5

Lebih lanjut Carle menuliskan bahwa Opera Batak berkembang

selama periode satu dekade dari sekitar tahun 1925 melalui kontak

antara operasi regional teater rakyat pendatang Eurasia Melayu

dengan regional musisi keliling yang terdiri dari kaum petani dan

kaum intelektual perkotaan, yang melibatkan budaya Batak sebagai

politik melalui orientasi karakteristik.6 Tahun 1928 Tilhang Oberlin

Gultom mendirikan „Opera Batak Tilhang Gultom‟ (sekarang dikenal

5Rainer Carle. 1990. Opera Batak; The traveling theater of the Toba Batak in North Sumatra

- Spectacles maintain cultural identity in the national context of Indonesian.Hal 9. Sumber: http://www.adtractive.de/operabatak. Diakses pada tanggal 17 September 2013. 6Rainer Carle. 1990. Opera Batak; The traveling theater of the Toba Batak in North Sumatra

- Spectacles maintain cultural identity in the national context of Indonesian.Hal 96. Sumber:

http://www.adtractive.de/operabatak. Diakses pada tanggal 17 September 2013.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 4: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

4

dengan nama Opera Batak Tilhang Serindo). Opera Batak ini telah

menggelar sendiri pertunjukannya selama hampir enam dekade.

Selain akting, unsur komedi kerap menjadi ciri khas dari

pertunjukan ini. Keistimewaan yang utama dari pertunjukan ini

adalah ansambel musik tradisional Batak Toba yang menggunakan

Gondang hasapi atau biasa disebut dengan Uning-uningan. Menurut

Carle Uning-uningan pada waktu itu belum dilarang oleh para

misionaris, namun hingga sekarang musik Batak yang khas ini

menegaskan dirinya sebagai suatu ilustrasi panggung bermain

dengan tujuan profan dan menghibur.7

Christian Moser mengemukakan bahwa Opera Batak klasik

telah muncul sebagai teater keliling di dekade awal abad kedua

puluh, sekitar tahun 1920-an yang berlangsung hingga tahun 1980-

an. Pada masa era 1920-1950, Opera Batak klasik merupakan

sarana protes terhadap kekuasaan kolonial Belanda terhadap

pelestarian persatuan dan identitas regional. Berbeda dengan Opera

Batak yang ada saat ini, selera media lebih sesuai dengan plot atau

alur yang sedikit menunjukkan kesederhanaan dan keasliannya.

Akses terhadap isu-isu terkini seperti penggundulan hutan atau

7 Rainer Carle. 1990. Opera Batak; The traveling theater of the Toba Batak in North Sumatra

- Spectacles maintain cultural identity in the national context of Indonesian.Hal 15. Sumber:

http://www.adtractive.de/operabatak. Diakses pada tanggal 17 September 2013.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 5: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

5

keracunan air diberitahukan untuk membuat penontonnya sensitif

terhadap isu-isu sosial tersebut melalui media entertain yang

menghibur. Moser menyatakan bahwa masyarakat Batak

mengekspresikan diri mereka dengan menyuarakan kebenaran

karena mereka tidak takut membicarakan apa yang ada dalam

pemikiran mereka. Melalui pertunjukan Opera Batak kesenian

ditempatkan sebagai jembatan penghubung antara tradisi dan

modernitas yang dapat diartikulasikan.8 Thompson Hutasoit

menyebut Opera Batak demikian sebagai Opera Bataktransisi, suatu

peralihan dari perkembangan Opera Batak terdahulu menuju

revitalisasi Opera Batak dengan struktur modern.9

Kisah yang diangkat dalam Opera Batak umumnya tentang

lakon legenda, mitos, cerita kepahlawanan, atau cerita keseharian

masyarakat setempat.10 Ada berbagai jenis sastra dalam budaya

Batak Toba, di antaranya umpama-umpasa (pepatah dan pantun) dan

cerita. Menurut Mula Hutasoit, cerita dapat dikelompokkan menjadi

6 jenis, antara lain: (1) Torsa-torsa (sejarah), (2) Na homi (mistik), (3)

Taringot tu angka debata (cerita tentang para dewa), (4) Hajajadi

8 Christian Moser.The Batak people and the Classical Opera Batak. Published on 21, March

2013. Sumber dari: http://www.adtractive.de/operabatak. Diakses pada tanggal 17 September 2013. 9 Wawancara dengan Thompson Hs ketika tengah memberikan Worshop dalam tur PLOt di

Padepokan Bagong Kussdiardjo pada 22 oktober 2013, Yogyakarta. 10

Kenedi Nurhan. 2008. “Ratu Opera Batak dari Tiga Dolok,” dalam Sosok, Kompas, Selasa

18 Desember.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 6: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

6

(legenda), (5) Turi-turian (dongeng), dan (6) Tudosan (perumpamaan).

Hutasoit menyatakan bahwa keseluruhan cerita tersebut

menunjukan betapa dalam makna yang terkandung didalamnya, dan

betapa mereka telah mengerti bagaimana mengemas suatu

permasalahan ke dalam sebuah bentuk cerita untuk diwariskan

kepada keturunan mereka, yang selain sarat akan nilai seni, juga

sarat akan nilai edukasi.11

Gender saat ini telah menjadi wacana sosial yang

mempersepsikan berbagai manifestasi peran laki-laki dan perempuan

dalam menata hubungan sosialnya (social construction), menurut

Arief.12 Walaupun wacana ini bukan suatu hal yang baru, dan sudah

berlangsung cukup lama dalam lingkup sosial, kenyataannya

permasalahan tersebut masih tetap diperbincangkan dan

ditelusurioleh kalangan akademis. Di samping itu Chris Barker

berpendapat bahwa gender adalah asumsi dan praktik kultural yang

mengatur konstruksi sosial laki-laki, perempuan dan relasi sosial

mereka. Begitu juga dengan femininitas dan maskulinitas yang

merupakan bentuk perilaku yang diatur secara kultural dan

dipandang sesuai secara sosial bagi jenis kelamin tertentu. Gender

11

Mula Hutasoit. 2002. “Turi-turian Ninna tu Ninna” dalam Krismus Purba, Opera Batak

Tilhang Serindo. Yogyakarta: Kalika. Hal 197. 12

Arief Agung Suasana. Hubungan Gender dalam Representasi Iklan Televisi. Sumber:

https://www.mysciencework.com. Diakses pada tanggal 17 September 2013.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 7: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

7

selalu merupakan masalah bagaimana laki-laki dan perempuan

dihadirkan. Lebih jauh lagi, karena gender adalah konstruk kultural,

dia terbuka bagi segala perubahan, menurut Barker.13

Menurut Katrin citra (image) gender yang hadir dalam

keseharian kita lewat berbagai bentuk budaya termasuk karya seni,

sangat berperan dalam membentuk dan melestarikan konstruksi

femininitas dan maskulinitas yang dominan dalam masyarakat,

namun juga berpotensi menggugat dan mengubah konstruksi

tersebut. Katrin menegaskan bahwa konsep femininitas dan

maskulinitas cenderung dikonstruksi dalam oposisi biner; lemah

atau kuat, yang mengkonstruksi laki-laki sebagai pihak yang selalu

unggul dan utama. Konstruksi citra tersebut tidak dapat dihindari

telah mempengaruhi posisi perempuan tidak hanya di dalam bidang

seni tetapi dalam kehidupan masyarakat secara umum.14

Ratna Saptari dan Brigitte Holzner menyatakan bahwa

kehadiran perempuan dalam dunia seni pertunjukan menjadi

persoalan yang kerap berhubungan dengan sistem normatif dan nilai-

nilai moral yang dijunjung tinggi di Indonesia. Banyak kebudayaan

etnis menempatkan larangan-larangan terhadap perempuan yang

13

Chris Barker. 2013. “Antiesensialisme, Feminisme dan Politik Identitas” dalam Cultural

Studies; Teori dan Praktek. Nurhadi (Penerjemah). Yogyakarta: Kreasi Wacana. Hal 195. 14

Katrin. 2013.Reinterpretasi Perempuan pada Kisah-kisah Tradisional ke dalam Seni

Kontemporer. Sumber: https://groups.yahoo.com. Diakses pada tanggal 17 September 2013.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 8: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

8

berdampak pada sempitnya akses perempuan berperan dalam

aktivitas seni. Bahkan dalam etnis-etnis tertentu perempuan

dikekang dalam memasuki dunia seni. Dengan kata lain, kehadiran

mereka dalam memasuki dunia seni dianggap sebagai penyimpangan.

Keprihatinan atas nasib perempuan lazim dijelaskan akibat

dominannya ideologi patriarki dalam komunitas-komunitas

masyarakat.15

Konsep yang dikonstruksi oleh ideologi patriarki dalam suatu

tatanan adat masyarakat juga tidak terlepas pada ranah

keseniannya. Kesenian yang mengandung unsur-unsur yang identik

dengan dominasi maskulinitas inilah yang pada akhirnya

menciptakan istilah seni maskulin. Seni maskulin kemungkinan

tidak terjadi pada Opera Batak bila dilihat dari keseluruhan bentuk

pertunjukannya. Namun secara musikal, maskulinitas ada pada

musik yang dimainkan dalam Opera Batak.

Setiap instrumen musik yang ada pada masyarakat Batak Toba

pada hakikatnya didisain khusus untuk anatomi tubuh laki-laki.16

Dalam panggung kesenian Opera Batak, perempuan difungsikan

hanya sebagai pemain lakon, penyanyi, dan juga penari, bukan

15

Ratna Saptari dan Brigitte Holzner. 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial. Jakarta:

Pustaka Utama Grafiti. Hal 48-49. 16

Wawancara dengan Krismus Purba, Dosen Etnomusikologi (ISI) Institut Seni Indonesia

Yogyakarta. Pada tanggal 23 November 2013 di ISI Yogyakarta.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 9: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

9

sebagai parmusik (pemain musik) yang lazimnya adalah bagian yang

dipegang laki-laki. Musik yang digunakan dalam Opera Batak adalah

ansambel Gondang Hasapi atau yang biasa disebut dengan Uning-

uningan. Ansambel Gondang Hasapi atau Uning-uningan adalah

seperangkat alat musik tradisional Batak yang terdiri dari: sarune

(serunai), hasapi (kecapi), sulim (seruling), garantung, odap, dan

hesek.17

Kenyataan bahwa instrumen musik tradisi Batak Toba

diciptakan khusus untuk laki-laki dapat dikategorikan sebagai seni

maskulin. Konsep patrilineal yang dianut masyarakat Batak Toba

cenderung menjadikannya lazim dimainkan oleh kaum laki-laki. Hal

tersebut dapat didukung pula oleh pernyataan bahwa secara

keseluruhan seni maskulin tidak dapat dilekatkan dalam panggung

seni pertunjukan Opera Batak. Kemudian bagaimana jika dominasi

maskulinitas dalam budaya Batak Toba yang patrilineal ditantang

oleh kemunculan seorang perempuan yang secara musikalitas

berhasil menyamakan kedudukannya dengan laki-laki. Zulkaidah

Harahap, kepiawaiannya dalam memainkan instrumen musik

tradisional Batak Toba berhasil mengantarkannya menjadi seorang

figur dalam panggung Opera Batak, sekaligus menjadi perempuan

17

Dame Ambarita. 2008. Dua Maestro Opera Batak ikut Mentas, Perankan Nai Mberu & si

Pande. Media Harian Metro Siantar, Pematang Siantar Sumatera Utara, Jumat 11 April 2008.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 10: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

10

Batak pertama yang mahir memainkan instrumen tradisional Batak

Toba.

Kedudukan kaum perempuan dalam setiap aktivitas

masyarakat tidak dapat dipisahkan dari norma-norma kehidupan

yang berlaku dalam lingkungannya. Begitu pula yang terjadi dalam

konteks seni pertunjukan, terlebih lagi figur yang mempunyai latar

belakang menarik, yakni seorang perempuan dengan predikat

parmusik (pemain musik). Namun perlu dipahami pentingnya

kehadiran figur perempuan dalam konteks Opera Batak disebabkan

oleh adanya pandangan masyarakat dalam menilai kehadiran

parmusik perempuan sebagai suatu yang tidak lazim (penyimpangan).

Anggapan bahwa parmusik perempuan dipandang kurang memahami

konstruksi sosial budaya Batak yang patriarkal, kemudian

mengakibatkan munculnya sikap yang menempatkan parmusik

perempuan pada posisi yang tidak penting. Setidaknya disadari

„penyimpangan‟ yang dilakukan oleh perempuan pada akhirnya

membangkitkan kekuatan yang secara tidak sadar menjadi modal

untuk pencapaian suatu prestasi.

Zanten membahas peran perempuan sebagai seniman dalam

kedudukannya dilingkungan masyarakat.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 11: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

11

“If the position of artist is marginal, because they do not conform to the normal style of living, this applies even more to the position of female artist. They have rather independent position in society and relatively more autonomy. Female artist sing and dance, rather than play musical instruments.”18

Meskipun kredibilitas seniman tradisional menurut pandangan

Zanten sering tersisihkan dalam konteks sosial, hal ini dikarenakan

keberadaan mereka tidak merasa nyaman dalam gaya hidup normal,

terlebih jika hal tersebut diposisikan kepada seniman perempuan.

Seniman perempuan lazimnya adalah menyanyi dan menari,

dibanding memainkan instrumen musik. Zanten beranggapan hal

tersebut semata-mata disebabkan adanya pelanggaran terhadap

tatanan yang berlaku dalam lingkungan sosialnya.19 Walaupun

tatanan dalam suatu lingkungan sosial bisa saja berbeda dengan

lingkungan sosial lainnya.

Sama halnya dalam seni pertunjukan Opera Batak masih

dirasakan adanya semacam „hirarki‟ yang berdasarkan atas

klasifikasi jenis pertunjukan jika dicermati lebih jauh. Hal semacam

ini dapat pula ditinjau dari fenomena yang terdapat dalam dunia

paropera Batak Toba, terlihat adanya suatu „kreativitas‟ yang

18

Wim Van Zanten. 1989. Sundanese Music In Cianjuran Style: Anthropological and

Musicological Aspects of Tembang Sunda. Dordrecht-Holand: Foris Publications. Hal 42. 19

Wim Van Zanten. 1989. Sundanese Music In Cianjuran Style: Anthropological and

Musicological Aspects of Tembang Sunda. Dordrecht-Holand: Foris Publications. Hal 42.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 12: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

12

diperankan kaum perempuannya. Meskipun „kreativitas‟ ini bukan

prasyarat mutlak dalam Opera Batak, namun perlu digarisbawahi hal

tersebut disebabkan oleh adanya sosialisasi yang lebih terbuka.

Figur Zulkaidah Harahap inilah yang kemudian menjadi simbol

tertinggi bagi sejarah “paropera” bagi masyarakat Batak Toba.

Musikalitas Zulkaidah mampu mensejajarkan kedudukannya dengan

kaum pria dalam lingkungan seni pertunjukan Opera Batak sejak

setengah abad yang lalu. Bagi masyarakat Batak Toba, keberadaan

Zulkaidah Harahap bukan hanya merupakan bagian dari sisi

kehidupan seni pertunjukan, tetapi juga sebagai pembuktian kepada

khalayak banyak bahwa seorang perempuan mampu

menyeimbangkan fungsi dan peranannya sejajar dengan kedudukan

kaum pria. Namun ketika dikaitkan dengan pandangan gender, hal

ini menimbulkan subordinasi terhadap kaum perempuan, secara

lebih khusus terhadap kedudukan parmusik.

Persoalan ini menarik untuk dikaji baik dari sisi tekstual

maupun kontekstual. Secara tekstual, kajian gender ini bertujuan

mengkaji hal yang berkaitan dengan perjalanan hidup seorang

seniman tradisi perempuan, Maestro Zulkaidah Harahap bersama

dengan kelompok (1) Opera Batak klasik, Opera Batak Serindo (Seni

Ragam Indonesia); (2) Opera Batak transisi PLOt (Pusat Latihan

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 13: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

13

Opera Batak) meliputi sejarah, perkembangan dan bentuk serta

struktur pertunjukannya. Kedua Opera Batak tersebut merupakan

wadah pertama dan terakhir Zulkaidah Harahap dalam berkesenian

hingga kematiannya pada 25 Maret 2013 yang lalu. Secara

kontekstual bertujuan mengkaji dampak kehadiran seorang seniman

perempuan Zulkaidah Harahap dalam panggung seni tradisi Opera

Batak terhadap eksistensi perempuan dalam seni pertunjukan Batak

Toba. Kajian ini diharapkan mampu memberikan manfaat penting

bagi semua pihak maupun pemerhati kesetaraan gender.

1.2. Rumusan Masalah

Seni pertunjukan Batak Toba yang didominasi laki-laki

ditantang oleh eksistensi seorang perempuan, Zulkaidah Harahap.

Jika pada sebelumnya Opera Batak secara musikal lebih bersifat seni

maskulin dengan hadirnya Zulkaidah Harahap, Opera Batak kini

memiliki jalan yang berbeda. Hal tersebut tentunya memunculkan

beragam pertanyaan dan yang menjadi pertanyaan dalam penelitian

ini antara lain adalah:

1. Bagaimana eksistensi Zulkaidah Harahap sebagai perempuan

pada seni pertunjukan Opera Batak dalam masyarakat Batak

Toba?

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 14: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

14

2. Apa arti penting eksistensi Zulkaidah Harahap dalam seni

pertunjukan Opera Batak?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,

terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai. Selain untuk menjawab

pertanyaan yang ada pada rumusan masalah di atas, penelitian ini

dilakukan berdasarkan pemahaman bahwa Perempuan, seperti juga

laki-laki, merupakan subjek daripada objek. Perempuan tidak lebih

“Ada dalam dirinya” sendiri daripada laki-laki. Perempuan, seperti

juga laki-laki, adalah “Ada bagi dirinya” dan sudah saatnya bagi laki-

laki untuk menyadari fakta ini. Demikian halnya seni yang tidak

mengenal bias gender, karena seni adalah kebutuhan dasariah

manusia. Meskipun dalam kenyataan sosio-kultural masyarakat etnis

tertentu, kebutuhan itu tidak jarang terkonstruksi menjadi

kebutuhan yang sah bagi laki-laki dan ditabukan bagi perempuan.

Hal itulah yang menjadi tujuan penulisan ini, yakni untuk

memahami kenyataan tersebut.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 15: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

15

1.4. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dilakukan untuk menghindari terjadinya

tumpang tindih terhadap topik dan permasalahan serta judul yang

sama dengan peneliti terdahulu. Diharapkan penelitian ini bisa

memecahkan masalah-masalah yang selama ini belum mendapat

perhatian dari peneliti terdahulu. Di sisi lain, keutamaan tinjauan

kepustakaan ini berfungsi untuk menemukan kerangka teori dan

konsepsi sebagai dasar pijakan dalam rangka memantapkan

pemecahan masalah-masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini.

Dari sejumlah kepustakaan yang dicermati tampaknya

penulisan yang berhubungan dengan kebudayaan Batak Toba telah

banyak mengundang perhatian kalangan intelektual untuk

memperbincangkannya. Perhatian ini terlihat dari beberapa hasil

penelitian dan tulisan-tulisan yang membahas kebudayaan Batak

Toba dari berbagai sudut pandang dan kepentingan tertentu. Namun,

sampai saat ini peneliti belum menemukan kajian ilmiah ataupun

penelitian tentang gender dalam kebudayaan Batak Toba.

Ada beberapa penelitian yang langsung mempersoalkan isu

perempuan dalam dunia seni pertunjukan dan merupakan bacaan

awal yang mendukung dan memberi inspirasi dalam menentukan

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 16: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

16

topik penelitian ini. Salah satunya adalah buku yang ditulis oleh

Endang Caturwati, dkk, yang berjudul “Lokalitas, Gender, dan Seni

Pertunjukan di Jawa Barat” (2003). Masalah yang diangkat dalam

buku ini adalah permasalahan tentang “Dominasi gender pada seni

pertunjukan Kliningan Bajidoran” di wilayah Subang yang ditulis oleh

Endang, hingga kajian tentang “Gender sebagai sarana simbol pada

musik tradisi sunda tercermin dalam Notasi Daminatila” yang dikaji

oleh Heri Herdini.20

Namun yang menjadi acuan dari buku ini adalah tulisan dari

Ismet Rachmat “Pesinden Titim Fatimah: dari pentas hingga

penolakan gender,” yang mengatakan bahwa kehadiran perempuan

(pesinden) dalam dunia seni pertunjukan seolah-olah telah menjadi

bagian yang identik dengan pelanggaran susila. Apabila dilihat dari

perkembangan serta kedudukan perempuan pada masa kini,

nampaknya kultus semacam tersebut telah semakin bergeser. Hal ini

dimungkinkan oleh adanya perkembangan pola pikir masyarakat

seiring dengan semakin meningkatnya kualitas pendidikan di

Indonesia. Bahkan hampir dapat disebutkan di dalam setiap jenis

20

Endang Caturwati, dkk.2003. Lokalitas, Gender, dan Seni Pertunjukan di Jawa Barat.

Yogyakarta: Aksara Indonesia. Hal 87.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 17: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

17

pertunjukan, kehadiran figur seorang perempuan dalam konteks-

konteks tertentu mendapat sebuah peranan yang dominan.

Kajian tentang gender dalam seni pertunjukan pernah ditulis

oleh Fuji Astuti, yang sebelumnya ditulis untuk kebutuhan Tesis

Pascasarjana UGM dan kemudian terbit menjadi sebuah buku yang

berjudul “Perempuan dalam Seni Pertunjukan Minangkabau: suatu

Tinjauan Gender” (2004).21

Fuji Astuti membahas peranan para koreografer Minang

melalui berbagai kegiatan kreativitasnya di bidang tari telah berhasil

sedikit banyak „menggeser‟ pandangan konvensional dalam

masyarakat adat Minang mengenai peranan perempuan di area

publik. Para koreografer yang dijadikan pokok bahasan itu adalah

mereka yang sekaligus mewakili lingkaran kehidupan dikota.

Peluang-peluang yang mereka peroleh dikota juga dikontraskan

dengan kehidupan seni pertunjukan di desa, yang dalam kajian ini

hanya diamati satu desa saja, yaitu desa Sungai Janiah, kecamatan

Baso, kabupaten Agam. Dalam hubungan ini ditunjukan bahwa

kegiatan seni pertunjukan di desa ini tetap mematuhi kaidah

konvensional masyarakat Minang, yaitu bahwa perempuan tidak

21

Fuji Astuti. 2004.Perempuan dalam Seni Pertunjukan Minangkabau: suatu Tinjauan

Gender. Yogyakarta: Kalika.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 18: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

18

dianggap pantas untuk tampil dalam pentas pertunjukan kesenian.

Oleh karena itu, maka di desa tersebut pertunjukan randai yang

menjadi kebanggaan desa tetap menampilkan pemain laki-laki untuk

memerankan peran perempuan.

Buku selanjutnya adalah tulisan yang tidak berkaitan dengan

kajian gender, namun masih menjadi acuan pustaka penting bagi

penelitian ini. Buku yang ditulis oleh dosen etnomusikologi ISI

Yogyakarta ini berjudul “Opera Batak Tilhang Serindo: pengikat

budaya masyarakat Batak Toba di Jakarta” (2000).22

Krismus Purba menulis buku ini untuk melacak sejarah

keberadaan Opera Batak klasik, yakni grup Opera Batak Tilhang

Serindo (Seni Ragam Indonesia). Penelitian yang dilakukan mulai dari

September 1999 hingga September 2000 ini, bertujuan untuk

memahami faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi grup Opera

Batak Tilhang Serindo dengan menganalisis pertunjukan secara total,

baik aktivitas di atas panggung maupun diluar panggung, serta

konsep perkembangan kreativitas seniman baik secara kelompok

maupun individu. Namun yang menjadi inti permasalahan dalam

tulisan Purba adalah orang Batak Toba yang tinggal di metropolitan

22

Krismus Purba. 2002.Opera Batak Tilhang Serindo: pengikat budaya masyarakat Batak

Toba di Jakarta. Yogyakarta: Kalika.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 19: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

19

Jakarta yang mensuplai keseniannya. Religi tradisional yang kuat,

intensitas tantangan hidup yang tinggi, keharusan berpegang teguh

kepada adat, ulet mempertahankan kesukuan, dan menghadapi

tantangan kehidupan merupakan hal yang membentuk kepribadian

orang Batak.

Sejauh ini pengangkatan pada tesis yang hampir serupa tidak

ditemukan. Beberapa buku dan tesis yang telah dijelaskan di atas,

menjadi pijakan awal dan menjadi rujukan untuk permasalahan

penelitian. Selain itu dari beberapa buku dan tesis tersebut, tidak

ditemukan pembahasan yang serupa dengan pembahasan yang akan

dibahas oleh peneliti. Tulisan-tulisan Ismet Rachmat dan Fuji Astuti

hanya membahas tentang kehadiran dan peranan perempuan yang

dominan dalam seni pertunjukan. Sedangkan Krismus Purba hanya

membahas mengenai peranan Opera Batak Tilhang Serindo sebagai

pengikat budaya masyarakat Batak Toba di Jakarta, tetapi tidak

ditemukan kajian yang mengangkat permasalahan seperti dalam tesis

ini. Kajian gender dengan studi kasus Zulkaidah Harahap ini

merupakan penelitian yang orisinal dan belum pernah dilakukan oleh

peneliti sebelumnya.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 20: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

20

1.5. Landasan Teori

Seperti yang dikemukakan sebelumnya, penelitian ini

bertujuan menganalisis kenyataan kehadiran perempuan dalam

panggung Opera Batak. Untuk kebutuhan penjelasan gejala tersebut,

akan dipaparkan teori sosial yang dipandang relevan untuk

membantu menjelaskannya. Teori yang dipakai dalam tulisan ini

adalah teori eksistensialisme perempuan yang di paparkan oleh

Simone de Beauvoir, seorang feminis eksistensialis Perancis dalam

tulisan kontroversialnya The Second Sex.

Sebelum menelaah tulisan Beauvoir tentang ke-Liyanan

perempuan, ada baiknya jika terlebih dahulu melihat hubungan

antara The Second Sex karya Beauvoir dengan Being and Nothingness

karya Jean Paul Sartre. Ada pandangan yang mengatakan bahwa The

Second Sex sekedar penerapan Being and Nothingness pada situasi

khusus perempuan. The Second Sex tetap merupakan teks

eksistensialis, hanya saja Beauvoir banyak menggunakan istilah yang

digunakan Sartre, dengan memodifikasi maknanya agar dapat sesuai

dengan agenda feminisnya.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 21: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

21

The Human being as“L’etre pour-soi”and“L’etre en-soi”

“L’etre-pour-soi” Being-for-it self

Ada Untuk Dirinya sendiri &

“L’etre-en-soi” Being-in-it self

Ada Dalam Dirinya sendiri

Jean Paul Sartre dalam bukunya Being and Nothingness,

membagi Diri ke dalam dua bagian, yaitu Ada untuk dirinya sendiri

(pour-soi) dan Ada dalam dirinya sendiri (en-soi). Ada dalam dirinya

sendiri mengacu kepada kehadiran material repetitif yang dimiliki

oleh manusia dengan binatang, sayuran, dan mineral. Ada untuk

dirinya sendiri mengacu kepada kehadiran yang bergerak dan

berkesadaran, yang hanya dimiliki oleh manusia.23 Perbedaan antara

Ada dalam dirinya sendiri dan Ada untuk dirinya sendiri berguna

dalam melakukan analisis tentang manusia, terutama jika kita

mengasosiasikan Ada dalam dirinya sendiri dengan tubuh yang

konstan dan objektif. Karena tubuh dapat dilihat, disentuh,

didengarkan, dicium, dan dirasakan, tubuh adalah objek yang

dilihat. Sebaliknya, yang melakukan tindak melihat, menyentuh,

23

Jean Paul Sartre.2004. “Being and Nothingness Sartre: Sumbangan terhadap The Second

Sex”dalam Rosemarie Putnam Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought:

Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal

255.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 22: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

22

mendengar, mencium, dan merasakan-bukanlah objek yang semata-

mata dapat dilihat, melainkan menurut Sartre, masih mempunyai

sejenis ke-Adaan atau ke-Aku-an; Ada untuk dirinya sendiri. Apa

yang memisahkan ke-Aku-an seseorang-kesadaran seseorang atau

pikiran seseorang-dari tubuhnya, secara paradoks, adalah tidak ada

sama sekali (nothing) secara literal-no thing tidak satu hal pun, atau

ketiadaan (nothing-ness).24

Menurut Sartre, setiap Ada untuk dirinya sendiri membangun

dirinya sendiri sebagai subjek, sebagai Diri, tepat dengan mendefenisi

Ada Liyan sebagai objek, sebagai Liyan, tindak kesadaran

membentuk sistem yang secara fundamental merupakan relasi sosial

yang konfliktual. Dengan demikian, proses defenisi diri adalah proses

untuk menguasai Ada Liyan. Dimana dalam menempatkan dirinya

sebagai Diri, setiap Diri menggambarkan dan mengatur peran bagai

Liyan. Lebih dari itu, setiap subjek membangun dirinya sendiri

sebagai transenden dan bebas serta memandang Liyan sebagai

imanen dan diperbudak. “Sifat manusia”, suatu esensi/inti yang

dimiliki bersama-sama oleh semua manusia, yang menentukan

bagaimana seorang manusia seharusnya, sesungguhnya tidak ada.

24

Jean Paul Sartre.2004. “Being and Nothingness Sartre: Sumbangan terhadap The Second

Sex”dalam Rosemarie Putnam Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought:

Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal

255.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 23: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

23

Kondisi manusia lah yang menempatkan semua manusia sama dan

tanpa defenisi. Eksistensi, menurut Sartre, mendahului esensi.

Manusia ada hanya sebagai organisme hidup yang amorfus (tidak

mempunyai bentuk yang ajeg) hingga kita menciptakan identias yang

terpisah dan esensial bagi diri kita sendiri melalui tindakan yang

sadar-melalui pilihan dan keputusan, menegaskan kembali tujuan

dan proyek lama, serta menegakkan tujuan dan proyek yang baru.25

Semua Ada yang berkesadaran atau, Ada untuk dirinya sendiri,

tidak memiliki esensi atau defenisi. Mereka harus mendefenisi diri

melalui proses pengambilan keputusan dan pengambilan tindakan

yang saling berhubungan. Sebaliknya, semua Ada yang tidak

berkesadaran, atau Ada dalam dirinya sendiri, bersifat masif

(sebagaimana adanya).26 Pour-soi; subjek yang berkesadaran, tidak

dapat menjadi en-soi; subjek yang tidak berkesadaran.27 Menurut

Sartre, hubungan antar manusia adalah variasi dari dua bentuk

dasar tema konflik; konflik antara kesadaran yang saling bersaing,

25

Jean Paul Sartre.2004. “Being and Nothingness Sartre: Sumbangan terhadap The Second

Sex”dalam Rosemarie Putnam Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought:

Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal

256. 26

Jean Paul Sartre.2004. “Being and Nothingness Sartre: Sumbangan terhadap The Second

Sex”dalam Rosemarie Putnam Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought:

Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal

257. 27

Jean Paul Sartre.2004. “Being and Nothingness Sartre: Sumbangan terhadap The Second

Sex”dalam Rosemarie Putnam Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought:

Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal

258.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 24: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

24

yaitu Diri dan Liyan.28 Tidak ada kemungkinan untuk keselarasan,

atau kesatuan, antara Diri dan Liyan, karena kebutuhan Diri untuk

memperoleh kebebasan yang total terlalu mutlak untuk dibagi.29

Penolakan untuk mengakui subjektifitas Liyan, menyebabkan subjek

memahami Liyan semata-mata sebagai objek. Meskipun demikian,

apa yang terjadi bahkan tanpa pengakuan kita, tetap terjadi: ada

Liyan yang dalam pandangannya kita adalah objek.30 Demikian

pemikiran Sartre yang membagi Diri (manusia) menjadi dua bagian:

Pour-soi; dan en-soi; kemudian dianalogikan dan dikembangkan

Beauvoir hingga menjadi bentuk pemikiran yang fenomenal, yang

dikenal dengan istilah Liyan (The Second Sex).

Perempuan sebagai Liyan (Woman asOther)

Dengan mengadopsi bahasa ontologis dan bahasa etis

eksistensialisme, Simone de Beauvoir dalam buku fenomenalnya The

Second Sex, mengemukakan bahwa laki-laki dinamai “laki-laki” sang

28Jean Paul Sartre.2004. “Being and Nothingness Sartre: Sumbangan terhadap The Second

Sex”dalam Rosemarie Putnam Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought:

Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal

259. 29

Jean Paul Sartre.2004. “Being and Nothingness Sartre: Sumbangan terhadap The Second

Sex”dalam Rosemarie Putnam Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought:

Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal

260. 30

Jean Paul Sartre.2004. “Being and Nothingness Sartre: Sumbangan terhadap The Second

Sex”dalam Rosemarie Putnam Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought:

Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal

261.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 25: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

25

Diri, sedangkan “perempuan” sang Liyan. Jika Liyan adalah ancaman

bagi Diri, maka perempuan adalah ancaman bagi laki-laki. Karena

itu, jika laki-laki ingin tetap bebas, ia harus mensubordinasi

perempuan terhadap dirinya. Jelas, opresi gender bukanlah sekadar

bentuk opresi. Perempuan selalu tersubordinasi laki-laki. Perempuan

telah menginternalisasi cara pandang asing bahwa laki-laki adalah

esensial dan perempuan adalah tidak esensial.31

Simone de Beauvoir dalam “Eksistensialisme untuk

Perempuan,” menelaah bagaimana perempuan menjadi tidak hanya

berbeda dan terpisah dari laki-laki, tetapi juga inferior terhadap laki-

laki. Analisisnya tentang bagaimana perempuan menjadi Liyan,

ditelaah melalui fakta biologi, psikoanalisis Freud, para ekonom

Marxis serta para filsuf eksistensialis. Beauvoir mencatat bahwa

biologi menawarkan pada masyarakat fakta yang kemudian oleh

masyarakat diinterpretasi sesuai dengan kebutuhannya sendiri.

Biologi, menjelaskan peran reproduksi jantan dan betina yang

berbeda. Jantan dan betina adalah dua tipe individual yang

dibedakan dalam satu spesies karena fungsi reproduksinya; mereka

hanya dapat didefenisikan secara korelatif. Produksi dua tipe gamet,

31

Simone de Beauvoir. 2004. “Eksistensialisme untuk Perempuan”dalam Rosemarie Putnam

Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal262.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 26: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

26

atau sel kelamin, sperma dan telur, belum tentu mengimplikasikan

eksistensi dua jenis kelamin yang berbeda; karena nyatanya, telur

dan sperma, dua tipe sel reproduksi yang sangat berbeda, keduanya

bisa diproduksi dari individu yang sama.

Meskipun “fakta” reproduksi ini mungkin dapat menjelaskan

mengapa seringkali jauh lebih sulit bagi perempuan untuk tetap

menjadi Diri, terutama jika ia telah mempunyai anak. Menurut

Beauvoir, fakta itu tidak dapat membuktikan mitos sosial dengan

cara apapun bahwa kapasitas perempuan untuk menjadi Diri, secara

intrinsik, memang lebih rendah daripada laki-laki.32 Pembudakan

betina bagi spesies dan keterbatasan dari kekuatannya yang beragam

adalah fakta yang sangat penting; tubuh perempuan adalah salah

satu elemen esensial dalam situasinya di dunia. Tetapi tubuh itu saja

tidak cukup mendefinisi perempuan; tidak ada kenyataan hidup yang

sesungguhnya kecuali yang dimanifestasikan oleh individu, yang

sadar melalui kegiatan dan apa yang ada di dalam masyarakat.

Biologi tidak cukup untuk menjawab pertanyaan yang menghadang

kita mengapa perempuan adalah Liyan. Dengan kata lain, karena

perempuan adalah Ada untuk dirinya sebagaimana ia juga adalah

32

Simone de Beauvoir. 2004. “Eksistensialisme untuk Perempuan”dalam Rosemarie Putnam

Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal263.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 27: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

27

Ada dalam dirinya, kita harus mencari penyebab dan alasan di luar

hal-hal yang diarahkan oleh biologi dan fisiologi perempuan, untuk

menjelaskan mengapa masyarakat memilih perempuan untuk

menjalankan peran Liyan.33

Beauvoir kecewa mencari jawaban di luar biologi dan psikologi,

terutama psikoanalisis, untuk mendapat penjelasan yang lebih baik

mengenai ke-Liyanan perempuan. Menurutnya, Freudian tradisional

pada dasarnya menceritakan hal yang sama tentang perempuan:

Bahwa perempuan adalah makhluk yang harus mengatasi

kecendrungan nafsu seksualnya dan kecendrungan “feminin”-nya,

yang pertama diekspresikan melalui erotisme klitoral, yang kedua

melalui erotisme vaginal. Beauvoir menolak anggapan ini dan

menganggapnya sebagai simplistik. Menurutnya kemanusiaan tidak

dapat dijelaskan hanya sebagai produk dari implus-implus seksual

yang direpresi atau disublimasi. Kemanusiaan adalah lebih rumit

dari ini, dan karena itu hubungan perempuan dan laki-laki juga tidak

dapat disederhanakan dalam kerangka seksual semata.34

33

Simone de Beauvoir. 2004. “Eksistensialisme untuk Perempuan”dalam Rosemarie Putnam

Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal264. 34

Simone de Beauvoir. 2004. “Eksistensialisme untuk Perempuan”dalam Rosemarie Putnam

Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal265.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 28: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

28

Beauvoir menolak pendapat freudian yang mengatakan adalah

anatomi perempuan yang menempatkan perempuan sebagai warga

negara kelas dua. Freudian menganggap perempuan “mencemburui”

mereka yang memiliki penis, menurut Beauvoir, bukan karena

mereka ingin mempunyai penis itu sebagai penis, tetapi karena

mereka menginginkan keuntungan material dan psikologis yang

dihadiahkan kepada pemilik penis. Status sosial laki-laki tidak dapat

ditelusuri dari karakteristik tertentu dari anatomi laki-laki; tetapi,

“prestise penis” harus dijelaskan “melalui kekuasaan sang ayah.”

Perempuan adalah Liyan bukan karena mereka tidak memiliki penis,

melainkan karena mereka tidak memiliki kekuasaan.35

Pada akhirnya, Beauvoir menganggap penjelasan Marxis

mengenai alasan mengapa perempuan adalah Liyan hampir sama

tidak memuaskannya seperti penjelasan Freud. Friedrich Engels

berpendapat bahwa kapitalisme mengatur sistem pembagian kerja

spesifik, dimana laki-laki menguasai produksi; laki-laki menjadi

“borjuis,” sedangkan perempuan melakukan pekerjaan domestik

(rumah tangga); perempuan menjadi “proletar”. Menurutnya, hanya

jika kapitalisme dijatuhkan dan alat produksi dimiliki secara merata

35

Simone de Beauvoir. 2004. “Eksistensialisme untuk Perempuan”dalam Rosemarie Putnam

Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal265.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 29: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

29

oleh perempuan dan laki-laki, barulah jenis pekerjaan akan dibagi

bukan berdasarkan gender seseorang, tetapi berdasarkan

kemampuan, kesiapan, dan kebersediaan seseorang untuk

melakukan pekerjaan tertentu.36 Namun, Beauvoir tidak setuju

dengan Engels dan bersikeras bahwa perubahan kapitalisme ke

sosialisme tidak akan secara otomatis mengubah relasi perempuan

dan laki-laki. Perempuan sangat mungkin akan tetap menjadi Liyan

dalam masyarakat sosialis dan kapitalis, karena akar opresi terhadap

perempuan lebih dari sekedar faktor ekonomi; tetapi yang lebih

utama adalah faktor ontologis. Karena itu, Beauvoir menekankan

bahwa Pembebasan perempuan membutuhkan, paling tidak,

penghapusan lembaga yang melanggengkan hasrat laki-laki untuk

menguasai perempuan.37

Beauvoir mencari penjelasan yang lebih mengenai alasan

mengapa laki-laki menamai laki-laki sang Diri, dan menamai

perempuan sang Liyan. Beauvoir memperkirakan bahwa mungkin

ada lagi penjelasan, bahkan penjelasan yang lebih mendasar

mengapa laki-laki menempatkan perempuan dalam ruang Liyan.

36

Friedrich Engles. 2004. “Takdir dan Sejarah Perempuan” dalam Rosemarie Putnam Tong,

Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis.

Penerjemah: Aquarini Priyatna Prabasmoro. Yogyakarta: Jalasutra. Hal 265. 37

Simone de Beauvoir. 2004. “Eksistensialisme untuk Perempuan”dalam Rosemarie Putnam

Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal266.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 30: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

30

Menurutnya, begitu laki-laki menyatakan dirinya “sebagai Subjek

dan Ada yang bebas, gagasan Liyan pun muncul” terutama, gagasan

perempuan sebagai Liyan. Perempuan menjadi segala sesuatu yang

bukan laki-laki, suatu kekuatan asing yang lebih baik dikontrol laki-

laki karena kalau tidak, perempuan akan menjadi Diri dan laki-laki

menjadi Liyan.38

Simone de Beauvoir dalam bukunya “The Second Sex”

menyatakan “Perempuan adalah rahim” (Tota mulier in utero).

Perempuan dianggap sebagai rahim karena perempuan memiliki

ovarium, uterus. Kekhususan ini justru memenjarakannya dalam

subyektivitasnya, melingkupinya di dalam batasan-batasan sifat

alamiahnya.39 Perempuan sama sekali bukan laki-laki. Bagi filsuf

rasionalisme dan nominalisme, perempuan tak lebih dari sekadar

makhluk manusia yang didesain dengan sewenang-wenang oleh kata

perempuan. Memang perempuan, seperti halnya laki-laki, adalah

juga manusia; namun, pernyataan itu sungguh abstrak.

38

Simone de Beauvoir. 2004. “Eksistensialisme untuk Perempuan”dalam Rosemarie Putnam

Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal266. 39

Simone de Beauvoir. 2003.The Second Sex; Fakta dan Mitos. Penerjemah: Toni B

Febriantono. Surabaya: Pustaka Promethea. Hal 6.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 31: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

31

Kenyataannya, setiap manusia selalu tunggal, individu yang

berlainan.40

Istilah maskulin dan feminin digunakan secara simetris

semata-mata sebagai masalah bentuk. Namun, dalam aktualitasnya

hubungan antara kedua jenis kelamin ini tidak persis seperti dua

arus listrik, karena laki-laki mewakili baik arus positif dan arus

netral, sebagaimana diindikasikan dengan pemakaian kata laki-laki

(man-peny) untuk menunjukkan umat manusia secara umum;41

sementara perempuan hanya mewakili hal-hal yang berkonotasi

negatif, yang didefenisikan oleh kriteria-kriteria terbatas, tanpa

adanya hubungan timbal balik.

Kemanusiaan adalah laki-laki dan laki-laki mendefinisikan

perempuan bukan sebagai dirinya, namun sebagai kerabatnya;

perempuan dianggap bukan sebagai makhluk yang mandiri.42 Laki-

laki mampu berpikir tentang dirinya sendiri tanpa perempuan.

Sementara perempuan tidak dapat memikirkan dirinya tanpa laki-

laki; oleh karenanya ia disebut “seks,” yang secara esensial berarti

datang kepada laki-laki sebagai makhluk seksual. Baginya, ia adalah

40

Simone de Beauvoir. 2003.The Second Sex; Fakta dan Mitos. Penerjemah: Toni B

Febriantono. Surabaya: Pustaka Promethea. Hal 7. 41

Simone de Beauvoir. 2003.The Second Sex; Fakta dan Mitos. Penerjemah: Toni B

Febriantono. Surabaya: Pustaka Promethea. Hal 8. 42

Simone de Beauvoir. 2003.The Second Sex; Fakta dan Mitos. Penerjemah: Toni B

Febriantono. Surabaya: Pustaka Promethea. Hal 9.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 32: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

32

seks, seks absolut. Didefenisikan dan dibedakan dengan referensi

laki-laki dan bukan laki-laki dengan referensi perempuan; ia

merupakan makhluk yang tercipta secara kebetulan, makhluk tidak

esensial yang berlawanan dengan makhluk esensial. Laki-laki adalah

sang Subjek, sang Absolut dan perempuan adalah Sosok yang Lain.

Sosok yang Lain sama primordialnya dengan kesadaran itu

sendiri dalam masyarakat paling primitif dan dalam mitologi paling

kuno, orang mendapatkan ekspresi dualitas, Diri sendiri dan Sosok

yang Lain.43 Dualitas ini tidak ada secara murni dalam pembagian

jenis kelamin; ia tidak lepas dari fakta-fakta empiris. Tidak ada satu

kelompok pun yang menganggap dirinya sebagai Yang Satu tanpa

sekaligus menganggap Sosok yang Lain menentangnya.44 Subjek

tersebut hanya bisa muncul jika ditentang. Ia menjadikan dirinya

sebagai sesuatu yang esensial, penentang yang lain, yang tidak

esensial, sang Objek. Akan tetapi, kesadaran yang lain, ego yang lain,

justru melakukan hal yang resiprokal. Kenyataannya, perang,

perdagangan, perjanjian, dan persaingan antar suku, bangsa, dan

kelas cenderung menolak konsep Sosok yang Lain dalam pengertian

absolutnya dan mewujudkan relativitasnya. Betapapun juga,

43

Simone de Beauvoir. 2003.The Second Sex; Fakta dan Mitos. Penerjemah: Toni B

Febriantono. Surabaya: Pustaka Promethea. Hal 10. 44

Simone de Beauvoir. 2003.The Second Sex; Fakta dan Mitos. Penerjemah: Toni B

Febriantono. Surabaya: Pustaka Promethea. Hal 11.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 33: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

33

individu-individu dan beberapa kelompok dipaksa merealisasikan

unsur timbal balik hubungan mereka.45 Namun, bagaimana jika

unsur timbal balik ini tidak diakui kedua jenis kelamin ini, apabila

ternyata salah satu dari term-term yang kontras ditempatkan sebagai

satu-satunya yang paling esensial, menolak adanya relativitas

terhadap korelasinya dan mendefenisikan yang terakhir sebagai yang

lain.

Mengapa perempuan tidak mempermasalahkan kekuasaan

laki-laki? Tak ada subjek yang dengan sukarela mau menjadi objek,

sesuatu yang tidak esensial; ini bukan karena Sosok yang Lain,

dalam mendefenisikan dirinya sebagai yang lain memantapkan Yang

Satu.46 Mereka memang benar-benar perempuan secara anatomi dan

fisik. Alasan mengapa Sosok yang Lain menjadi sesuatu yang absolut

sebagian karena ia kurang memiliki kesatuan atau sifat kebetulan

dari fakta sejarah.47 Mereka hanya memperoleh apa yang diberikan

kaum laki-laki; mereka tidak mengambil apa-apa, mereka hanya

menerima. Hal ini disebabkan karena perempuan kurang memiliki

tujuan konkret untuk mengorganisasikan diri mereka menjadi

45

Simone de Beauvoir. 2003.The Second Sex; Fakta dan Mitos. Penerjemah: Toni B

Febriantono. Surabaya: Pustaka Promethea. Hal 12. 46

Simone de Beauvoir. 2003.The Second Sex; Fakta dan Mitos. Penerjemah: Toni B

Febriantono. Surabaya: Pustaka Promethea. Hal 13. 47

Simone de Beauvoir. 2003.The Second Sex; Fakta dan Mitos. Penerjemah: Toni B

Febriantono. Surabaya: Pustaka Promethea. Hal 14.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 34: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

34

sebuah unit yang dapat berhadap-hadapan dengan unit korelatif.

Perempuan juga tidak mempunyai solidaritas dalam hal pekerjaan

dan kepentingan seperti yang dimiliki kaum proletar. Kaum proletar

bisa saja menganjurkan pemusnahan kelas penguasa, tetapi kaum

perempuan bahkan tidak mampu bermimpi untuk membasmi kaum

laki-laki. Ikatan yang menyatukan mereka dengan para penindasnya

tak dapat dibandingkan dengan apa pun juga.48

Pembagian jenis kelamin merupakan fakta biologis, bukan

merupakan peristiwa sejarah. Laki-laki dan perempuan bertentangan

dalam Mitsein primordial, dan perempuan tidak mampu

menghancurkannya. Dengan adanya pasangan yang merupakan

suatu kesatuan fundamental yang dipancangkan bersama,

pemisahan masyarakat atas dasar jenis kelamin menjadi mustahil.

Dari sini terlihat ciri dasar perempuan: ia adalah Sosok yang Lain

dalam sebuah totalitas di mana kedua komponen tersebut saling

membutuhkan.49

Perempuan, menurut Simone de Beauvoir, dikonstruksi oleh

laki-laki, melalui struktur dan lembaga laki-laki. Tetapi karena

perempuan, seperti juga laki-laki, tidak memiliki esensi, perempuan

48

Simone de Beauvoir. 2003.The Second Sex; Fakta dan Mitos. Penerjemah: Toni B

Febriantono. Surabaya: Pustaka Promethea. Hal 15. 49

Simone de Beauvoir. 2003.The Second Sex; Fakta dan Mitos. Penerjemah: Toni B

Febriantono. Surabaya: Pustaka Promethea. Hal 16.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 35: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

35

tidak harus meneruskan untuk menjadi apa yang diinginkan laki-

laki. Perempuan dapat menjadi subjek, dapat terlibat dalam kegiatan

positif dalam masyarakat, dan dapat mendefenisi ulang atau

menghapuskan perannya sebagai istri, ibu, perempuan pekerja,

pelacur, narsis, dan perempuan mistis. Perempuan dapat

membangun dirinya sendiri karena tidak ada esensi dari femininitas

yang mencetak identitas siap pakai baginya.50 Semua yang

menghambat usaha perempuan untuk membangun dirinya sendiri di

dalam masyarakat patriarki mulai tiba pada ujungnya, menurut

Beauvoir: “Hal yang pasti adalah bahwa sampai saat ini, semua

kemungkinan yang bisa diraih perempuan telah ditekan dan hilang

dalam wacana kemanusiaan, dan karena itu, sudah waktunya bagi

perempuan untuk meraih kesempatan untuk kepentingannya sendiri

dan bagi kepentingan semuanya..”

Perempuan, seperti juga laki-laki, lebih merupakan subjek

daripada objek. Perempuan tidak lebih Ada dalam dirinya sendiri

daripada laki-laki. Perempuan, seperti juga laki-laki, adalah Ada bagi

dirinya, dan sudah tiba waktunya bagi laki-laki untuk menyadari

fakta ini. Tentu saja tidak ada cara yang mudah bagi perempuan

50

Simone de Beauvoir. 2004. “Eksistensialisme untuk Perempuan”dalam Rosemarie Putnam

Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal273.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 36: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

36

untuk menghindarkan diri dari apa yang diberulang-ulang

digambarkan Beauvoir sebagai imanensi perempuan: pembatasan,

defenisi, dan peran dalam masyarakat, kepatutan; dan laki-laki telah

menekankan imanensi ini kepada perempuan. Meskipun demikian,

jika perempuan ingin menghentikan kondisinya sebagai jenis kelamin

kedua, Liyan, perempuan harus dapat mengatasi kekuatan-kekuatan

dari lingkungan. Perempuan harus mempunyai pendapat dan cara

seperti juga laki-laki.51

Dalam proses menuju transendensi, menurut Beauvoir, ada

empat strategi yang dapat dilakukan oleh perempuan. Pertama,

perempuan dapat bekerja. Beauvoir menyadari bahwa bekerja dalam

kapitalisme yang patriarkal bersifat opresif dan eksploitatif, terutama

jika pekerjaan itu membuat perempuan harus melakukan pekerjaan

dalam shift ganda: di dalam dan di luar rumah. Dengan bekerja di

luar rumah bersama dengan laki-laki, perempuan dapat “merebut

kembali transendensinya”. Perempuan akan “secara konkret

menegaskan statusnya sebagai subyek, sebagai seseorang yang

secara aktif menentukan arah nasibnya.”52

51

Simone de Beauvoir. 2004. “Eksistensialisme untuk Perempuan”dalam Rosemarie Putnam

Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal274. 52

Simone de Beauvoir. 2004. “Eksistensialisme untuk Perempuan”dalam Rosemarie Putnam

Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal274.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 37: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

37

Kedua, perempuan dapat menjadi seorang intelektual, anggota

dari kelompok yang akan membangun perubahan bagi perempuan.

Beauvoir mengatakan bahwa kegiatan intelektual adalah kegiatan

ketika seseorang berpikir, melihat dan mendefenisi, dan bukanlah

nonaktivitas ketika seseorang menjadi obyek pemikiran, pengamatan,

dan pendefenisian. Beauvoir mendorong perempuan untuk

menghargai dirinya secara sungguh-sungguh dalam profesi yang

dipilihnya.53

Ketiga, perempuan dapat bekerja untuk mencapai transformasi

sosialis masyarakat. Seperti Sartre, Beauvoir meyakini bahwa salah

satu kunci bagi pembebasan perempuan adalah kekuatan ekonomi.

Beauvoir mengingatkan perempuan bahwa lingkungan tentu saja

akan membatasi usaha mereka untuk mendefenisi diri. Jika

perempuan ingin mewujudkan semua yang diinginkannya, ia harus

membantu menciptakan masyarakat yang akan menyediakannya

dukungan material untuk mentransendensi batasan yang

melingkarinya.54

53

Simone de Beauvoir. 2004. “Eksistensialisme untuk Perempuan”dalam Rosemarie Putnam

Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal275. 54

Simone de Beauvoir. 2004. “Eksistensialisme untuk Perempuan”dalam Rosemarie Putnam

Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal275.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 38: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

38

Keempat, untuk mentransendensi batasan-batasannya,

perempuan dapat menolak menginternalisasi ke-Liyanannya, yaitu

dengan mengidentifikasi dirinya melalui pandangan kelompok

dominan dalam masyarakat sehingga perempuan untuk menjadi Diri

dalam masyarakat harus membebaskan diri dari tubuhnya.

Menerima peran sebagai Liyan, menurut Beauvoir adalah menerima

status obyek. Di satu sisi, Diri autentik perempuan hidup sebagai

“Diri-Obyek” yang dilihat dari dunia laki-laki. Di sisi lain, Diri

autentik perempuan hidup sebagai “Diri yang terasingkan dan kasat

mata bagi dirinya sendiri.” Sebagai akibatnya, perempuan menjadi

Diri yang terpecah. Menolak Diri-Subyek yang kreatif berarti

kehilangan otonomi terhadap diri sendiri.55

Creativity Folk Musician: The Individual’s Role in Traditional

Change

Kemunculan dan keberadaan figur perempuan, Zulkaidah

Harahap, didefinisikan sebagai suatu „kreativitas‟ dalam panggung

seni pertunjukan Batak Toba. Satu teori yang dikemukakan oleh

55

Simone de Beauvoir. 2004. “Eksistensialisme untuk Perempuan”dalam Rosemarie Putnam

Tong, Aquarini Priyatna Prabasmoro (Penerjemah) Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. Hal276.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 39: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

39

George Herzog dalam Philip Bohlman, “The Study of Folk Music in the

Modern World” bab ke-5 yang berbunyi:

“The creative process is not one begun and finished by a

single individual; it is spread over many individuals and

generations, and it never comes to an end as long as the

tradition is alive.”56

“Proses kreatif bukanlah dimulai dan di akhiri dari satu

individual saja; tetapi dikembangkan oleh beberapa

individual dan generasi, dan tidak akan pernah

berakhir selama tradisi itu tetap hidup.”

Dalam bab yang berjudul “Folk Musician” ini terdapat tulisan

pada sub-bab “Creativity vs Representation: The Individual’s Role in

Traditional Change,” atau “Kreativitas vs Representasi: Peran Individu

dalam Perubahan Tradisional.” Herzog menuliskan bahwa, “Banyak

diskusi kesenian tradisi menganggap bahwa tradisi itu menggelakkan

kreativitas.” Dalam kondisi ini, Herzog menyatakan bahwa kreativitas

bertentangan dengan representasi, sama halnya antara individualis

dengan pandangan komunal masyarakat. Argumen yang ditimbulkan

oleh konflik ini adalah bahwa tindakan individu cenderung akan

membawa kepada perubahan, sedangkan masyarakat komunal

56

George Herzog. 1988. “Folk Musician” dalam Philip V. Bohlman, The Study of Folk Music

in the Modern World. Bloomington and Indianapolis: Indiana University Press. Hal. 69.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 40: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

40

cenderung menolak perubahan.57 Menurut Herzog, beberapa seniman

dapat kreatif dengan cara yang disengaja, dengan sadar berusaha

memperkenalkan perubahan atau setidaknya kepada varian gaya

tradisional. Ada juga seniman lainnya yang kreativitasnya tidak

disengaja, meskipun hasil akhirnya terdapat inovasi dan perubahan

yang luas, karena alasan untuk kreativitas yang tidak disengaja juga

bervariasi.58

1.6. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus yang

memiliki kesamaan dengan studi tokoh dalam batas-batas tertentu.

Pendekatan studi kasus yang digunakan umumnya berupa studi

tokoh, terutama apabila peneliti berhadapan dengan seorang

informan yang tidak memiliki karya yang berbentuk dokumen

sehingga data yang lebih banyak diperoleh berasal dari hasil

wawancara. Studi kasus dilakukan dengan cara mengumpulkan data

melalui wawancara dengan seseorang sebenarnya identik dengan

studi tokoh. Studi kasus dan studi tokoh yang dilakukan peneliti

adalah penggalian informasi tentang seseorang yang bersifat

57

George Herzog. 1988. “Folk Musician” dalam Philip V. Bohlman, The Study of Folk Music

in the Modern World. Bloomington and Indianapolis: Indiana University Press. Hal. 74. 58

George Herzog. 1988. “Folk Musician” dalam Philip V. Bohlman, The Study of Folk Music

in the Modern World. Bloomington and Indianapolis: Indiana University Press. Hal. 75.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 41: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

41

mendalam dan terfokus pada persoalan yang berkaitan dengan suatu

bidang keilmuan tertentu.59 Persoalan memerlukan suatu

pendekatan sebagai perspektif untuk melihat permasalahan secara

mendalam dan terfokus. Tesis ini menggunakan pendekatan

feminisme sebagai perspektif untuk melihat persoalan yang terjadi

pada perempuan dalam seni pertunjukan Opera Batak melalui studi

kasus dan studi tokoh dari seorang seniman tradisi perempuan,

yakni Zulkaidah Harahap.

Salah satu kaidah dalam penjelasan sejarah adalah penjelasan

sejarah yang terdapat dalam sejarah naratif, sejarah deskriptif, atau

sejarah yang bercerita (verhalendeverklaringsmodel). Narrative History

ini sesuai dengan apa yang ditulis Lorenz J. G. Droysen dalam

studinya De Constructie van het Verleden, sebagai verhalende

verklaringsmodel atau model penjelasan sejarah bercerita. Menurut

Droysen menulis sejarah adalah persoalan kontinuitas, doorlopend

proces, menyusun dengan cara merekonstruksi kembali masa lalu,

menghubungkan fakta yang satu dengan yang lainnya, sehingga

terbentuklah sebuah cerita.60

59

H. Arief Furchon dan H. Agus Maimun. 2005. Studi Tokoh: Metode Penelitian Mengenai

Tokoh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 33-34 60

LorenzJ. G. Droysen. 2008. “De Constructie van het Verleden” dalam Kuntowijoyo,

Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara Wacana. Hal 11, 15, 16.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 42: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

42

Sejarah naratif adalah menulis sejarah secara deskriptif, tetapi

bukan sekedar menjejerkan fakta. Ada tiga syarat cara menulis

sejarah naratif yaitu: colligation, plot, dan struktur sejarah. (1)

Colligation: menulis sejarah adalah mencari inner connection

(hubungan dalam) antar peristiwa sejarah, kemudian melakukan

proses colligation (collide=bentrokan);61 (2) Plot: menulis sejarah sama

seperti menulis novel, memerlukan plot. Ada dua pengertian plot

disini. Pertama, plot adalah cara mengorganisasikan fakta-fakta

menjadi satu keutuhan, karena tidak mungkin melakukan penulisan

sejarah secara „universal‟, tetapi harus memecahnya menjadi bagian-

bagian. Kedua, plot dalam sejarah yang mirip dengan plot dalam

sastra, yaitu interpretasi dan eksplanasi;62 (3) Struktur sejarah:

strukturadalah cara mengorganisasikan dan pentingnya struktur

sejarah adalah sebagai “rekonstruksi yang akurat” dalam penulisan

sejarah.63

Sejarah naratif (narrative history) peneliti gunakan untuk

merekonstruksi sejarah mengenai Opera Batak Serindo dari ketiga

penulis buku yang pernah menuliskan sejarah grup tersebut. Sejarah

61

W. H. Walsh.2008.“Philosophy of History: An Introduction”dalam Kuntowijoyo,

Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara Wacana. Hal. 147. 62

Paul Veyne.2008.“Writing History: Essay on Epistemology”dalam Kuntowijoyo,

Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara Wacana. Hal 148. 63

Michael Stanford.2008.“Nature of Historical Knowledge”dalam Kuntowijoyo, Penjelasan

Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara Wacana. Hal 148.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 43: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

43

naratif juga peneliti gunakan untuk mengkonstruksi sejarah

mengenai PLOt atau Pusat Latihan Opera Batak yang belum pernah

dituliskan dalam sebuah tulisan ilmiah sebelumnya. Selanjutnya

peneliti menggunakan „struktur sejarah‟ untuk mengkonstruksi

bagaimana struktur pertunjukan Opera Batak klasik dan Opera

Batak transisi,dilihat dari persamaan dan perbedaan kedua struktur

pertunjukan tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yakni:(1)

Rekonstruksi Historis; dan (2) wawancara. Rekonstruksi Historis

digunakan berdasarkan sejumlah tulisan mengenai Zulkaidah

Harahap dari berbagai perspektif tertentu, dalam hal ini perspektif

yang dipakai adalah perspektif feminisme. Kemudian wawancara

digunakan untuk melengkapi validitas data tulisan-tulisan mengenai

Zulkaidah Harahap pada informan yang mengetahui dengan baik

tentang kehidupan Zulkaidah Harahap.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang studi

kasusnya mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 44: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

44

mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi

menurut apa adanya.64

Dalam penelitian ini, pendeskripsian secara kualitatif

dilakukan untuk menggambarkan bagaimana sesungguhnya

eksistensi perempuan dalam seni pertunjukan Opera Batak dalam

masyarakat Batak Toba melalui perjalanan hidup seorang seniman

perempuan Maestro Zulkaidah Harahap bersama dengan grup Opera

Batak Serindo atau Seni Ragam Indonesia (Opera Batak klasik) dan

grup PLOt atau Pusat Latihan Opera Batak (Opera Batak transisi),

meliputi sejarah dan perkembangan, bentuk serta struktur

pertunjukannya.

2. Pengumpulan data dan Metode Analisis data

Data dalam penelitian ini berupa data primer, yaitu data yang

diambil secara langsung oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan dengan

melalui beberapa tahap, diantaranya:

a. Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan sebagai tahap paling awal

dalam penelitian ini. Studi pustaka diperlukan untuk

64

Dr. Lexy J. Moleong.2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. Hal 125-126.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 45: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

45

mendapatkan data tertulis mengenai topik penelitian, landasan

teori, dan data-data pendukung lainnya melalui buku-buku

terbitan, jurnal, artikel, dan situs internet sehingga diperoleh

data yang valid.65

Jenis-jenis data yang diperlukan antara lain: data materi

berupa dokumen, video, kepustakaan dan literatur-literatur

terkait topik penelitian terutama mengenai kajian-kajian dalam

tinjauan gender, dan tentang Zulkaidah Harahap, serta sejarah

seni pertunjukan Opera Batak yang dapat diperoleh di Tiga

dolok dan kota Pematangsiantar, kabupaten Tapanuli Selatan,

Sumatera Utara.

Literatur pendukung lainnya dapat diperoleh di Medan,

yang merupakan pusat pemerintahan Sumatera Utara. Data

dapat diperoleh dari perpustakan daerah provinsi Sumatera

Utara, Perpustakan Fakultas Ilmu Budaya (USU) Universitas

Sumatera Utara, Perpustakan Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas HKBP Nomensen Medan dan Taman budaya

Sumatera Utara.

b. Observasi: pengamatan lapangan.

65

Dr. Lexy J. Moleong. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. Hal 125-126.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 46: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

46

Observasi merupakan metode mengumpulkan data

dengan mengamati langsung di lapangan. Proses ini

berlangsung dengan pengamatan yang meliputi: melihat,

merekam, menghitung, mengukur, dan mencatat kejadian.66

Namun, Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

untuk membantu pemahaman mengenai struktur pertunjukan

Opera Batak, bukan untuk pemahaman tentang Zulkaidah

Harahap.

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

melihat langsung bagaimana seni pertunjukan Opera Batak

yang ada saat ini, Opera Batak PLOt (Pusat Latihan Opera

Batak) yang telah menggelar turnya di Pulau Sumatera Utara;

Medan, Pematangsiantar, dan Balige pada tanggal 30 Agustus-

5 Oktober 2013; dan Pulau Jawa; Bandung, Yogyakarta, Solo,

dan Jakarta pada tanggal 19-26 Oktober 2013; serta di kota

Koeln, Jerman pada tanggal 2 November 2013 yang lalu.

Namun, peneliti hanya sempat mengamati ketika PLOt

menggelar pertunjukan dan Worshop Opera Batak pada 21-22

Oktober di Padepokan Bagong Kussudiarjo, Yogyakarta. Proses

66

Dr. Lexy J. Moleong. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. Hal 125-126.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 47: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

47

penelitian serta observasi selanjutnya akan peneliti laksanakan

pada minggu ke dua Januari-Februari 2014 di Sumatera Utara.

c. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan

cara menanyakan sesuatu kepada subyek penelitian atau

informan. Metode wawancara yang digunakan dalam studi

tokoh salah satunya adalah wawancara tidak berstruktur atau

wawancara mendalam. Jika sang tokoh sudah meninggal

biasanya dilakukan wawancara tidak langsung. Wawancara

tidak langsung dilakukan kepada orang lain yang mengetahui

tentang aktivitas dan produktivitas sang tokoh.67

Proses wawancara dilakukan dengan narasumber yang

dianggap mempunyai kompetensi yang relevan dengan objek

penelitian, terutama orang-orang yang terlibat langsung dengan

almarhum Zulkaidah Harahap selama berpartner bersamanya

dalam panggung Opera Batak Serindo dan Opera Batak PLOt,

antara lain:

1) Maestro Alister Nainggolan; sahabat dan partner

Zulkaidah Harahap, mantan pemain grup Opera

67

H. Arief Furchon dan H. Agus Maimun. 2005. Studi Tokoh: Metode Penelitian Mengenai

Tokoh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 51-53.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 48: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

48

Batak Serindo, dan saat ini adalah pemain grup Opera

Batak PLOt, di Sumatera Utara.

2) Thompson Hutasoit; Direktur Artistik dan pemain di

grup Opera Batak PLOt, Sumatera Utara.

3) Mantan pemain-pemain Opera Batak klasik,

khususnya grup Opera Batak Serindo yang mengenal

baik keberadan Zulkaidah Harahap (jika masih ada,

selain Alister Nainggolan).

4) Zulkarnaen Gultom; suami dari Zukaidah Harahap

5) Krismus Purba; dosen etnomusikologi ISI Yogyakarta,

penulis buku Opera Batak Tilhang Serindo.

d. Discografi

Discografi adalah mengumpulkan dokumentasi dengan

alat media elektronik, seperti kamera, handycam, atau

rekaman audio. Hasil data yang diperoleh berupa video, foto,

hasil rekaman audio atau visual pendukung lainnya.68

Sebelum melakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan

pemilihan data. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan sekaligus

melihat validitas data yang telah terkumpul. Data yang telah

68

Dr. Lexy J. Moleong. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. Hal 125-126.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 49: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

49

terkumpul diposisikan sesuai dengan dimensi ruang dan waktu,

kemudian dilakukan analisis data dengan pendekatan yang sesuai.

Data yang telah dianalisis kemudian dievaluasi dan dilakukan

sinkronisasi antara permasalahan dengan teori dan pendekatan yang

digunakan. Setelah melakukan sinkronisasi, tahap selanjutnya

adalah menarik kesimpulan atas data-data yang telah diintegrasikan

sehingga memperoleh hasil akhir dari masalah penelitian yang

dipilih.69

1.7. Sistematika Penulisan

Seluruh hasil penelitian tentang “Eksistensi Perempuan dalam

Opera Batak” melalui Zulkaidah Harahap di Sumatera Utara

nantinya akan dijabarkan melalui pembahasan yang ditandai dalam

beberapa bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Dalam bab ini akan menjelaskan alasan

peneliti mengakaji permasalahan pada tesis. Bagian ini akan dibagi

kedalam Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan

Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode

Penelitian dan Sistematika Penulisan.

69

Dr. Lexy J. Moleong. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. Hal 125-126.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 50: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

50

BAB II Opera Batak Klasik Serindo dan Opera Batak Transisi

PLOt. Pembahasan mengenai Opera Batak klasik dan Opera Batak

transisi dalam bab ini akan mengungkap eksistensi kelompok Opera

Batak Serindo yang merupakan klasifikasi dari Opera Batak klasik

dan kelompok Opera Batak PLOt yang merupakan klasifikasi dari

Opera Batak Transisi. Kedua kelompok Opera Batak yang menjadi

wadah pertama dan terakhir Zulkaidah Harahap berkesenian ditulis

secara Narrative History (Verhalende Verklaringsmodel) atau

penjelasan sejarah bercerita. Perkembangan dari Opera Batak klasik

hingga menjadi Opera Batak transisi tidak terjadi begitu saja, terjadi

perkembangan dan perubahan yang dapat dilihat dari struktur

pertunjukannya.

BAB III Perjalanan Hidup seorang Seniman Perempuan

Zulkaidah Harahap. Bab ini akan mengungkap perjalanan hidup

seorang seniman perempuan yang ditulis dengan pendekatan studi

tokoh (life history) yang mendalam (In-depth) dengan metode

rekonstruksi historis dan wawancara, kemudian di analisis menjadi

beberapa babak kehidupan yang peneliti soroti sebagai sisi hidup

yang fenomenal dari seorang Zulkaidah Harahap.

BAB IV Eksistensi Zulkaidah Harahap sebagai perempuan

dalam Seni Pertunjukan Opera Batak. Bab ini akan menjelaskan

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 51: BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75330/potongan/S2-2014-339891... · bagaimana perkembangan teater keliling sebagai kesenian pembuka

51

tentang dampak kehadiran seorang seniman perempuan Zulkaidah

Harahap terhadap eksistensi perempuan pada seni pertunjukan

Opera Batak dalam masyarakat Batak Toba, dengan pendekatan

feminisme sebagai perspektif untuk melihat permasalahan yang ada.

BAB V Penutup. Bab terakhir ini berisikan tentang ringkasan,

dan penjelasan dari hasil penelitian ditambah dengan refleksi teoritis

dari perspektif feminis yang dipilih peneliti sebagai subyek formal

dari penelitian ini. Hasil penelitian merupakan tujuan dari

dilakukannya penelitian ini untuk menunjukkan nilai penting yang

didapat peneliti.

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM OPERA BATAK: STUDI KASUS ZULKAIDAH HARAHAPJAYANTI M.SAGALAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/