BAB I PENDAHULUAN A. LATAR...

76
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Media merupakan bagian dari komunikasi antar manusia yang menyebarkan informasi secara sistematis kepada masyarakat. Informasi- informasi yang disebarkan dianggap merefleksikan kejadian di masyarakat. Beberapa peristiwa atau isu yang sering muncul di media sebagai halaman utama atau dibahas secara mendetail akhirnya menjadi perhatian utama publik. Media memiliki kemampuan mengarahkan isu dalam publik. Media mampu membuat agenda dimana isu diramu untuk didiskusikan oleh publik. Media melakukan seleksi tentang isu atau peristiwa yang akan diberikan kepada masyarakat dan mengarahkan masyarakat terhadap reaksi apa yang timbul dalam pemberitaan tersebut (Wright,1985:20). Beberapa penelitian memperlihatkan kemampuan media massa dalam mengarahkan isu pada publik. Hans Bernd Brosius dan Hans Mathias Kepplinger (1992:893-901) mengadakan penelitian agenda setting mengenai efek dari agenda media terhadap agenda partai di Jerman Barat. Mereka menemukan bahwa isu penting pada media memiliki pengaruh positif pada preferensi partai yang kecil, tetapi mempunyai pengaruh negatif pada yang besar. Parlagutan Siahaan mengadakan penelitian tentang studi hubungan agenda media dengan agenda publik terkait isu-isu nasional. Siahaan menemukan bahwa hubungan media dengan publik mahasiswa bersifat kuat. Dalam

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. LATAR...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Media merupakan bagian dari komunikasi antar manusia yang

menyebarkan informasi secara sistematis kepada masyarakat. Informasi-

informasi yang disebarkan dianggap merefleksikan kejadian di masyarakat.

Beberapa peristiwa atau isu yang sering muncul di media sebagai halaman utama

atau dibahas secara mendetail akhirnya menjadi perhatian utama publik.

Media memiliki kemampuan mengarahkan isu dalam publik. Media

mampu membuat agenda dimana isu diramu untuk didiskusikan oleh publik.

Media melakukan seleksi tentang isu atau peristiwa yang akan diberikan kepada

masyarakat dan mengarahkan masyarakat terhadap reaksi apa yang timbul dalam

pemberitaan tersebut (Wright,1985:20). Beberapa penelitian memperlihatkan

kemampuan media massa dalam mengarahkan isu pada publik.

Hans Bernd Brosius dan Hans Mathias Kepplinger (1992:893-901)

mengadakan penelitian agenda setting mengenai efek dari agenda media

terhadap agenda partai di Jerman Barat. Mereka menemukan bahwa isu penting

pada media memiliki pengaruh positif pada preferensi partai yang kecil, tetapi

mempunyai pengaruh negatif pada yang besar.

Parlagutan Siahaan mengadakan penelitian tentang studi hubungan agenda

media dengan agenda publik terkait isu-isu nasional. Siahaan menemukan

bahwa hubungan media dengan publik mahasiswa bersifat kuat. Dalam

2

temuannya, dia melihat apa yang dianggap penting oleh media surat kabar juga

dianggap penting oleh publik (Siahaan,1997).

Dari penelitian di atas, dapat dilihat bahwa media massa memiliki

kekuatan dalam mempengaruhi publik. Media bekerja pada ranah kognisi

dengan memberikan gambaran yang membentuk realitas dunia. Publik

mempelajari dunia sosial serta dirinya sendiri dari berbagai informasi dalam

media. Baik media dan publik saling berhubungan. Media dengan membawa

gambaran realitas dunia dan mengarahkan publik menerima “realitas ala media”.

Penyajian gambaran realitas dunia ini merupakan proses gatekeeping dimana

berita diseleksi, diolah dan disajikan. Hal inilah yang akan menghasilkan agenda

media.

Selanjutnya, ada interaksi yang selektif tiap individu dalam lingkup publik

dengan media. Publik punya ekspektasi media mampu menyediakan informasi

yang layak dan memenuhi kebutuhannya. Dalam penelitian-penelitian di atas

menggambarkan bahwa ada keterkaitan agenda media massa pada agenda

publik.

Ide pokok teori agenda setting adalah media yang memberikan perhatian

(atensi) yang berbeda pada tiap isu atau peristiwa. Akibatnya, perbedaan

perhatian (atensi) tersebut akan berpengaruh terhadap kognisi (menyangkut

pengetahuan dan citra) suatu isu atau peristiwa di mata khalayak. Apa yang

dianggap penting bagi media menjadi penting di mata khalayak. Sehingga

kadang isu yang sebenarnya tidak terlalu penting menjadi penting karena media

kerap memberitakannya. Merujuk pada hal tersebut, media memiliki kekuatan

3

menentukan porsi atensi pada suatu peristiwa dan isu dan menyematkannya di

benak publik. Porsi atensi atas suatu isu atau peristiwa tersebut hadir ke tangan

publik melalui saluran informasi (channel) seperti media massa.

Lalu, bagaimana jika channel itu berubah? Pada perkembangannya,

teknologi mengubah landscape media secara kontinyu beralih pada basis online

dimana pesan atau informasi didiseminasikan secara instan. Beberapa media

massa mulai berkurang audiensnya. Surat kabar cetak mulai mengalihkan

usahanya dalam bentuk media online newspaper atau e-newspaper karena media

massa ini sudah banyak ditinggalkan pembacanya yang beralih ke media online.

Di beberapa negara, termasuk Indonesia menunjukkan gejala yang sama.

Perkembangan teknologi mengubah platform saluran informasi. Media

online menawarkan interaktivitas dimana hal tersebut meningkatkan keaktifan

penggunanya. Teknologi juga membawa perubahan yang secara simultan

berubah menjadi lebih individual atau personal. Media Online mudah diakses

dan tersedia banyak kanal sehingga pilihan beragam. Kehadirannya juga

membuat audiens lebih terfragmentasi dan suplai informasi meningkat. Disini

pembentukan agenda media dan agenda publik pun berubah. Inilah yang

memunculkan sebuah pertanyaan apakah teori agenda setting ini masih dapat

diaplikasikan pada era media baru sebagaimana di era media massa? W. Lance

Bennet dan Shanto Iyegar, apakah ini merupakan “New Era of Minimal

Effect”? Mereka mempertanyakan efek agenda setting media online pada publik

dikaitkan dengan transformasi teknologi dan perubahan di masyarakat yang

4

semakin dinamis (Bennet and Iyegar, 2008: 2). W. Lance Bennet dan Shanto

Iyegar menganggap bisa jadi efek agenda setting lemah atau bahkan tidak ada.

Dengan pandangan bahwa Internet memang beda karakternya dengan

media massa sebelumnya, beberapa periset ragu apakah Agenda Setting masih

dapat diaplikasikan pada Internet atau media online.

Perubahan teknologi dalam sistem pendistribusian informasi seperti

Internet mampu mendiseminasikan pesan secara instan dan aksesnya terbuka

sehingga memungkinkan proses komunikasi yang dinamis. Ada pendapat

bahwa Internet sebagai merupakan ‘new mass medium’ seperti yang

diungkapkan Morris dan Ogan (2006). Moris dan Ogan melihat bahwa Internet

berperan sebagai medium dari suatu komunikasi massa.

Ada beberapa penelitian mencoba melacak apakah agenda setting bisa

diaplikasikan pada media online, diantaranya: (1) Studi penelitian yang

dilakukan Yu dan Aikat (2005) menemukan bahwa agenda setting masih dapat

diaplikasikan pada media Online. Yu dan Aikat meneliti New York Times dan

Washington Post sebagai wakil surat kabar online/ online newspaper, CNN dan

MSNBC untuk TV online, dan Yahoo News dan Google News sebagai layanan

berita online. Mereka memeriksa berita dua minggu pada tahun 2004 dan

menemukan korelasi yang tinggi pada publikasi-publikasi online tersebut

terhadap pembacanya; (2) Coleman dan McCombs (2007) menemukan bahwa

saat efek agenda setting diaplikasikan pada media Internet pada pengguna

Internet dan kaum muda, hasilnya signifikan. Mereka menyimpulkan bahwa

penggunaan Internet tidak menghilangkan relevansi teori Agenda Setting.

5

Di Indonesia, media online mulai dilirik sebagai referensi informasi.

Indikasinya, ada kenaikan jumlah konsumen media massa yang beralih ke media

online. Dari Nielsen Media Research, tercatat antara tahun 2007-2009 makin

banyak pembaca koran dan pendengar radio di Indonesia going online. Sejak

2005, jumlah print reader untuk koran, majalah dan tabloid menurun dari tahun

ke tahun (www.viva.co,id).

Adanya perubahan tersebut memunculkan portal-portal berita atau online

newspapers di Indonesia. Online Newspaper, dikenal juga sebagai web

newspaper, merupakan koran atau surat kabar yang berada di world wide web

atau Internet, yang merupakan bagian terpisah atau versi online dari surat kabar

yang hadir dicetak secara periodikal. Karakter dari media Online Newspaper

adalah interaktif, menyertakan unsur-unsur multimedia dan bersifat real time.

Dalam menetapkan issue importance, Online Newspaper menyertakan kebijakan

editorial yang mempengaruhi agenda publik dengan menempatkan pentingnya

isu dengan mengorganisasikan berita berdasarkan kategori-kategori topikal yang

mudah diakses secara cepat pada informasi-informasi atau berita yang lebih

mereka butuhkan atau mereka sukai (Althaus dan Tewksburry, 2002: 180-207).

Dengan perubahan lanskap media di Indonesia, Internet hadir dan

memunculkan banyak Online Newspaper dalam kehidupan masyarakat sehari-

hari. Media online akan tumbuh makin pesat dan media inilah yang akan

dihadapi masyarakat Indonesia di masa mendatang, termasuk Online

Newspaper. Berdasarkan beberapa peneltian sebelumnya. Media online memiliki

mampu mengarahkan suatu isu pada publik. Kemudian, timbul pertanyaan

6

apakah di Indonesia khususnya, korelasi agenda media online terhadap agenda

publik masih ada? Apakah media online mampu mengarahkan isu pada publik?

Masyarakat semakin dinamis, dalam kondisi demikian, sejauh mana media

Online Newspaper di Indonesia mengarahkan agenda publik pada suatu isu. Jika

mengambil contoh isu korupsi, maka sejauh mana media online newspaper

mengarahkan isu korupsi di Indonesia.

B. PERMASALAHAN PENELITIAN

Dari penuturan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini;

Sejauh mana hubungan/ korelasi antara Agenda Media Online Newspaper

dengan Agenda Publik (mahasiswa) terkait dengan Isu Korupsi di

Indonesia?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini mengambil batas hanya pada isu tunggal korupsi di

Indonesia. Utamanya, bertujuan mengamati hubungan agenda media Online

Newspaper yang memiliki traffic rank tertinggi di Indonesia yaitu kompas.com

pada publik mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum UGM Yogyakarta.

Kemudian penelitian ini ingin meneliti faktor-faktor yang diduga mempengaruhi

hubungan antara agenda keduanya (kredibilitas, penggunaan media dan pola

ketertarikan). Dengan demikian, penelitian ini memiliki tujuan untuk:

1. Meneliti sejauh mana hubungan antara agenda media Online

Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa

7

Pascasarjana Fakultas Hukum UGM, khususnya tentang penyajian Isu

Korupsi di Indonesia

2. Mengetahui pengaruh kredibilitas, penggunaan media dan pola

ketertarikan dalam hubungan agenda media Online Newspaper

Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana Fakultas

Hukum UGM Yogyakarta, khususnya tentang penyajian Isu Korupsi

di Indonesia

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini adalah memperluas dan memgembangkan serta

menguji kembali fungsi agenda setting yang sesuai dengan gejala peningkatan

pembaca online yang didorong oleh perkembangan New Media, khususnya di

Indonesia.

E. KERANGKA PEMIKIRAN

1. Kerangka Teori

a. Agenda Setting

1) Definisi Agenda Setting

Agenda didefinisikan “set of issues that are communicated in

hierarchy of importance at a point in time”. Agenda merupakan sekumpulan

isu yang dikomunikasikan dalam urutan kepentingan pada kurun waktu

tertentu. Agenda Setting sendiri didefinisikan sebagai proses dalam kompetisi

yang sedang terjadi antara issues proponents untuk memperebutkan perhatian

media, publik dan elit-elit pembuat kebijakan (Dearing dan Rogers,1996: 23).

8

Awal teori Agenda Setting sendiri bisa dilacak dari dua pemikiran

mengenai media. Pertama, pemikiran Walter Lipmann yang menganggap

bahwa media massa merupakan “pelukis” realitas. Lippmann mengatakan

bahwa khalayak tidak dapat dan tidak mungkin mengalami semua peristiwa,

walaupun kejadian tersebut membutuhan respon dari publik

(Lipmann,1965:3-20).

Publik harus menanggapi “realitas yang ada, yang dicipta oleh media.

Publik kemudian menanggapi konstruksi sosial dari realitas yang ada, dimana

hal tersebut tercipta dari media. Sebagai konsekuensinya atas ketergantungan

pada media dan distorsi media sendiri, banyak masalah timbul yang ada di

kepala kita (Long,1992:209)

Pemikiran kedua, dilontarkan oleh Bernard Cohen. Ia berpendapat

bahwa media tidak menentukan “what to think” tetapi mempengaruhi “what

to think about” disana ia mengungkapkan bahwa “Pers may not successfull

much of time in telling people what to think, but it stunningly successful

telling is readers what to think about it”.(Cohen,1969:13)

Cohen memberikan gambaran bahwa media massa kebanyakan

mempengaruhi persepsi khalayak tentang hal-hal yang dianggap penting

ketimbang menentukan apa yang harus dipikirkan. Publik lebih banyak

belajar dari media tentang isu-isu apa yang dianggap penting.

Media mampu mempengaruhi persepsi khalayak mengenai prioritas

masalah atau isu di sekitar khalayak. Media memberikan perhatian pada suatu

isu atau peristiwa tertentu, dengan menonjolkannya dalam porsi besar atau

porsi kecil pada sajian media. Perbedaan porsi tersebut menunjukkan

9

perbedaan atensi pada sebuah isu atau peristiwa tertentu, dan akan

berpengaruh pada kognisi (pengetahuan dan citra) suatu peristiwa atau isu di

mata khalayak. Isu atau peristiwa yang diberi porsi besar (diberitakan secara

intens dan menonjol diantara yang lain) akan dinilai sebagai isu yang penting

bagi khalayak.

Porsi atas sebuah isu atau peristiwa di media ditentukan oleh seleksi

media yang pada akhirnya mengarahkan reaksi khalayak terhadapnya. Hal ini

seperti yang dikemukakan oleh Charles Wright (1995:20), media melakukan

seleksi tentang apa yang diberikan kepada khalayak dan mengarahkan

khalayak terhadap reaksi yang timbul dari pemberitaan tersebut. Media massa

memiliki kemampuan mengarahkan isu untuk diterima sebagai sebuah isu

yang penting, yang dikenal dengan Agenda Setting.

Secara empirik, Agenda Setting diuji pertama kali pada pemilihan

presiden Amerika Serikat tahun 1968. Penelitian yang dilakukan oleh

Maxwell Mc Combs dan Donald L Shaw tersebut membandingkan isu

kampanye aktual dalam media massa dengan apa yang dikatakan pemilih

sebagai isu-isu yang penting. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan

oleh media massa dengan isu-isu yang dinilai penting bagi para pemilih

(McCombs & Shaw,1992:208-209). Saat dibandingkan antara isu-isu yang

dianggap penting oleh media dan isu yang dianggap penting bagi publik,

hasilnya ternyata signifikan. Pada penelitian tersebut terlihat bahwa media

massa melalui Agenda Setting mempunyai kemampuan menyeleksi dan

menggarisbawahi pada isu-isu tertentu melalui redaksional.

10

Penelitian mengenai Agenda Setting tidak hanya terbatas pada isu-isu

besar saja namun bisa berlaku pada sub isu. Tony Atwater, Michael B.

Salwon dan Ronald B Anderson di tahun 1985 melakukan penelitian fungsi

agenda setting dengan mengambil isu lingkungan hidup. Kemudian isu

ingkungan hidup tersebut dibagi lagi menjadi enam sub isu. Hasilnya, ada

hubungan kuat antara isu yang menonjol di media massa dengan isu yang

dianggap menonjol oleh publik. (Atwater, Salwon, dan Anderson,1985:393-

397).

Pada agenda setting penonjolan isu-isu tertentu oleh media massa

tidak lepas dari proses seleksi media, proses seleksi ini memiliki tahap-tahap

atau sejumlah pintu (gates), bisa individu atau kelompok yang memutuskan

apakah berita itu layak muat. Mereka inilah yang memainkan peran dalam

membentuk realitas yang ada di publik-disebut dengan gatekeeper. Biasanya

gatekeeper menentukan bobot penyajian isu berdasar berapa banyak ruang

yang disediakan, penonjolan berita (ukuran headline dan penempatan lokasi

halaman), dan cara isu tersebut dibahas secara detil atau umum

(DeGeorge,1981:219-220).

Penyusunan Agenda Setting menjelaskan tiga proses. Pertama, berita

diseleksi, diolah dan disajikan atau dikenal dengan proses gatekeeping.

Kedua, kemudian menghasilkan agenda media. Ketiga, bagaimana agenda

media mempengaruhi pendapat publik tentang isu yang ditonjolkan (DeFleur

dan Denis, 1981:219-220). Bagian paling penting dari proses tersebut adalah

bagaimana menyusun dan menghasilkan agenda isu yang paling penting

hingga yang paling tidak penting di mata publik. Ini yang disebut dengan

11

Agenda Setting dari termuatnya isu-isu oleh media massa. Hasil dari seleksi

dalam arus berita, publik menerima petunjuk dari apa yang penting dalam

media kemudian publik memasukkan hal-hal tersebut ke dalam agenda

kepentingan mereka pada saat itu.

DeFleur mejelaskan mengapa penyajian isi media lebih punya

relevansi dengan apa yang dibutuhkan publiknya pada saat isu itu muncul.

Menurutnya hal itu terjadi karena publik tidak punya cukup waktu dan energi

untuk membentuk sikap dan kepercayaannya terhadap suatu hal. Mereka

harus menyeleksi beberapa isu dan topik yang terbatas sesuai kebutuhannya,

karena tidak semua isu atau peristiwa dialami secara langsung.

Isu-isu publik bisa disusun dalam sebuah rentang kotinu dari yang

obstrusive (isu-isu yang dialami secara personal) hingga yang unobstrutive

(isu-isu yang hanya kita tahu lewat media). Apakah isu itu obstrutive atau

unobstrutive, tergantung dari kebutuhan pembaca atau individu itu sendiri.

Media, dalam konteks agenda setting, meramu informasi dan menyajikannya

berita kepada khalayak, dengan membaca kebutuhan khalayak dan

menuangkannya dalam skala prioritas. Khalayak tidak punya waktu yang

banyak untuk merangkum semua peristiwa di dunia dalam sehari karena

terlalu banyak peristiwa yang terjadi, namun media massa membantu

memetakan realitas mana yang penting melalui pemberian bobot penyajian.

Bobot penyajian isu yang tinggi diharapkan akan mendapat perhatian dari

publik.

Harold G Zucker (1978:285) mengemukakan bahwa isu yang tidak

dialami langsung, penonjolan agenda media menyebabkan kemenonjolan pula

12

pada agenda publik pada item bersangkutan. Ada isu yang “dialami langsung”

kemenonjolan pada agenda publik menyebabkan kemenonjolan pada agenda

media

Beberapa jenis isu atau peristiwa-peristiwa itu bisa bergerak dengan

mudah ke agenda publik, sedangkan isu atau peristiwa lain membutuhkan

waktu lebih banyak, dan dasar teoritikal penelitian Agenda Setting sendiri

tidak mampu meramalkan berapakah senjang waktu (time lag)) yang optimal

(Gandy,1982:7).

Eyal dan kawan-kawan mengajukan konsep kerangka waktu (Time

Frame) dalam Agenda Setting, penelitian Agenda Setting diidentifikasi dalam

5 tahapan menurut jangka waktu yang berbeda; (1) Kerangka Waktu, yaitu

periode waktu keseluruhan yang diperhitungkan mulai dari permulaan sampai

selesai proses pengumpulan data, (2)Senjang Waktu, yaitu waktu luang antara

variabel independen (agenda media), (3)Lamanya pengukuran media

dilakukan, (4)Lamanya pengukuran agenda publik, yaitu jumlah waktu

pengukuran agenda publik dilakukan, (5) Rentang efek optimal, yaitu puncak

asosiasi antara penekanan media dengan penekanan publik tentang sebuah

isu. (Eyal, Winter dan DeGeorge, 1981:213-214).

Sebenarnya, ide pokok teori ini adalah media yang memberikan

perhatian (atensi) yang berbeda pada tiap isu atau peristiwa, akibatnya

perbedaan perhatian (atensi) tersebut akan berpengaruh terhadap kognisi

(menyangkut pengetahuan dan citra) suatu isu atau peristiwa di mata

khalayak. Apa yang dianggap penting bagi media menjadi penting di mata

13

khalayak. Sehingga isu yang sebenarnya tidak terlalu penting menjadi penting

karena media kerap memberitakannya.

Hakekat teori Agenda Setting berangkat dari dua asumsi pokok yakni

bahwa media tidak merefleksikan realitas sepenuhnya, dia hanya menyeleksi

dan membentuknya. Kemudian penonjolan isu oleh media dalam kurun waktu

tertentu akan mempengaruhi publik, dimana publik akan menganggap isu

tersebut lebih menonjol daripada isu yang lain (Weaver, dkk, 1981: 3-4)

Dari beberapa pernyataan sebelumnya, Agenda Setting dapat

didefinisikan sebagai kemampuan media massa mengarahkan isu atau

peristiwa untuk diterima sebagai isu atau peristiwa yang penting oleh publik.

Sehingga apa yang dianggap penting oleh media, maka akan dianggap

penting pula oleh khalayak pembacanya

2) Tiga Sub Area Studi Agenda Setting

Gambar.1 Komponen dalam Proses Agenda Setting

PERSONAL EXPERIENCE AND INTERPERSONAL COMMUNICATION AMONG ELITE AND OTHER INDIVIDUALS

GATEKEEPER, INFLUENTAL MEDIA, AND SPECTACULAR NEWS EVENT

MEDIA AGENDA

POLICY AGENDA

PUBLIC AGENDA

REAL WORLD INDICATORS OF THE IMPORTANCE OF AN AGENDA ISSUE OR EVENT

14

Pada prosesnya, Agenda Setting dapat dibagi menjadi tiga sub area;

agenda media, agenda publik dan agenda kebijakan. Agenda Publik

merupakan sub area yang mencoba memahami bagaimana opini publik

dipengaruhi oleh konten media massa. Sedangkan Agenda Setting media

sendiri merupakan studi yang menekankan pada konten media yang

berhubungan dengan definisi isu, seleksi dan penekanan yang dilakukan

media. Agenda Kebijakan atau Policy Agenda berkaitan dengan relasi antara

opini publik pada kebijakan elite, keputusan dan aksi. (Rogers dan

Dearing,1988:566)

Ketiga sub area studi tersebut sering digunakan periset untuk

menggali seberapa besar kekuatan media dalam mengarahkan suatu isu. Pada

perkembangannya, riset lebih banyak dilakukan pada area Agenda Setting

Media dan Agenda Setting Publik.

3) Perkembangan Riset Agenda Setting Sebelum kehadiran Internet

Sebelum Cohen, sebenarnya ide awal mengenai Agenda Setting telah

samar-samar ada, dilontarkan oleh Walter Lipmann (Rogers,1993:68). Secara

garis besar, banyak perkembangan yang terjadi baik secara teoritikal dan

metodologikal dalam pengkajian proses Agenda Setting (Dearing dan

Rogers,1996:9), seperti yang dirangkum dalam berikut

15

Tabel 1 Perkembangan dalam Riset Proses Agenda Setting sebelum Internet

Lahir No Inovasi-Inovasi Teoritikal dan Metodologikal

dalam Studi Proses Agenda Setting Penggagas

1 Membuat prostulat mengenai hubungan antara agenda media dan agenda publik

Walter Lipmann (1922)

2 Mengidentifikasi status-cofferal function dari media, dimana ada penonjolan yang diberikan pada isu-isu

Paul F. Lazarfeld dan Robert K. Merton (1948/1964)

3 Mengawali metafor Agenda Setting Bernard C.Cohen (1963) 4 Memberi nama pada proses agenda setting Maxwell Mc. Combs &

Donald Shaw (1972) 5 Menginvestigasi proses agenda setting publik

dengan penyusunan hirarki isu-isu Maxwell Mc. Combs & Donald Shaw (1972)

6 Mengenalkan model proses Agenda Setting-Kebijakan (policy)

Roger W. Cobb & Charles D. Elder (1972/1983)

7 Mengenalkan studi “over time” dari Agenda Setting Publik pada analisis level makro dan menginvestigasikan relasi atau hubungan dari “real world indicator” ke agenda media

G. Ray Funkhouser (1973a)

8 Menginvestigasi secara eksperimental Agenda Setting-publik pada analisis level mikro

Shanto Iyengar & Donald R. Kinder (1987)

Selain riset-riset di tabel, Shoemaker dan Reese di tahun 1981

meneliti mengenai rutinitas media, sosiologi organisasional media, ideologi

dan sebagainya yang dinilai mempengaruhi agenda setting media. Todd

Gitlin di tahun 1980 mengajukan konsep framing dan priming. Edelstein di

tahun 1993 membuka pintu ekspansi yang terintegrasi untuk mengeksplorasi

variabel-variabel dependen. Teorinya lebih ke detail spesifikasinya tentang

bagaimana sebuah topik terbingkai dan apa yang dilakukan Edelstain ini

menjawab kritik mengenai penetapan unit analisis yang digunakan pada

setiap agenda (McCombs dan Shaw,1993:58-67).

Riset yang dilakukan Mc Combs & Shaw memiliki frekuensi paling

banyak sebagai rujukan. Secara metodologis, selain Mc Combs & Shaw,

Iyegar & Kinder mengembangkan Contingent Conditions yang

16

mempengaruhi hubungan antara Agenda Media dan Agenda Publik, serta

Winter dan Eyal yang mengajukan time lag dalam riset Agenda Setting

(Tai,2009:481-513).

Agenda Setting coba digeneralisir untuk melihat attitude dan opini

namun terhalang oleh periode waktu dan pendekatan yang dilakukan

terkadang sangat prematur. Periode waktu memang menjadi permasalahan

dalam penelitian agenda setting karena tidak ada ukuran yang tepat, kondisi

tiap situasi berbeda. Beberapa jenis isu atau peristiwa-peristiwa itu bisa

bergerak dengan mudah ke agenda publik, sedangkan isu atau peristiwa lain

membutuhkan waktu lebih banyak, dan dasar teoritikal penelitian Agenda

Setting sendiri tidak mampu meramalkan berapakah senjang waktu (time lag))

yang optimal (Gandy,1982:7)

Belum selesai perdebatan mengenai time lag, para periset mulai

berdiskusi tentang relevansi teori Agenda Setting dihubungkan dengan

kehadiran Internet.

4) Internet dan Agenda Setting

Penyebab diskusi relevansi teori Agenda Setting pada media online

atau Internet adalah perbedaan pandangan dari para periset mengenai apakah

Internet ini merupakan media yang benar-benar baru atau perluasan dari

media sebelumnya? Agenda Setting merupakan teori komunikasi massa yang

lahir sebelum Internet ada, kemudian apakah bisa teori diaplikasikan pada

media Internet?

Ketika studi mengenai Agenda Setting membahas mengenai apa yang

dianggap penting oleh media juga dianggap penting oleh publik, media yang

17

digambarkan merupakan merdia massa dan publik yang dimaksud adalah

media yang bersifat pasif. Untuk media-media sebelum Internet, Agenda

Setting bisa saja diatur dengan akses minimal yang terbatas pada informasi

yang bersifat umum. Jika dihadapkan pada media Internet atau media Online

yang aksesnya boarderless, apakah Agenda Setting masih dapat diterapkan?

Ketika channel (media) berubah karena disentuh teknologi, suplai informasi

meningkat, perilaku audiens berubah aktif saat dihadapkan pada berbagai

saluran (multiple channels). Apakah kemudian teori Agenda Setting masih

cocok diterapkan pada media Internet atau media Online?

Beberapa ahli menilai media baru Internet memiliki perbedaan dengan

media-media sebelumnya dilihat dari cara mereka menilai karakteristik media

Internet itu sendiri. Internet sebagai suatu teknologi komunikasi merupakan

suatu bentuk media yang berbasis pada perkembangan di bidang komputer.

Sebagai suatu media, Internet memiliki beberapa karakteristik yang harus

mampu menjalankan beberapa fungsi mediasi. Mengacu pada beberapa fungsi

mediasi yang diungkapkan oleh Dennis Mc Quail tercakup dalam : Windows.

Interpreters. Platforms, Interactive Communication, Signpost, Filters,

Mirrors, Barrier (Littlejohn, 1996: 324). Sebagai media komunikasi, Internet

memungkinkan kita untuk melihat situasi disekitar kita dengan secepat

mungkin (windows), membantu kita memahami pengalaman kita

(Interpreters), menyampaikan berbagai bentuk informasi pada kita

(platforms), memungkinkan komunikasi yang interaktif dengan adanya

feedback dari khalayak (Interactive Communication), menyediakan berbagai

arahan dan tujuan (Signpost), menyaring pengalaman kita dan memberikan

18

fokus pada beberapa pengalaman kita (Filters), merefleksikan diri kita pada

diri kita (Mirrors) dan juga dapat menjadi hambatan yang menutupi

kebenaran. Media baru dan media lama sama-sama memiliki fungsi mediasi,

tetapi media baru memperluas fungsi mediasi (remediasi).

Selain fungsi mediasi, sebagai suatu teknologi komunikasi yang

berbasis teknologi computer, Internet juga berdasarkan pendapat Rogers

dapat dikategorikan sebagai media baru apabila memiliki beberapa sifat yang

berbeda dengan media-media sebelumnya yaitu bersifat interactivity,,

demassification dan asynchronous (Rogers, 1986). Sifat interactivity

dimungkinkan dengan adanya interaksi antar para user Internet. Proses

demassification yang dimungkinkan terjadi dengan berkembangnya teknologi

komunikasi dalam memanfaatkan berbagai akses di Internet. Asynchronous

dengan mudahnya terjadi dimana kebebasan pengguna dalam menggunakan

atau mengakses Internet tanpa terikat oleh waktu. Para user dapat mengakses

berbagai informasi, hiburan atau diskusi tertentu sesuai dengan keinginan

atau waktu yang dimiliki serta dipilihnya. Akses yang tidak terbatas waktu

nilah yang membedakannya dengan media-media lama sebelumnya.

Terry Flew (2004) menyebut media baru (termasuk Intenet) sebagai

media konvergen, menjelaskan bahwa terdapat tiga karakter dari media

konvergen. Ketiga karakter itu disebut tiga C, yaitu:Communications

networks, Computing/information technology, Content (media).

Karakter yang pertama, Communications networks, dimana pada

media ini, terjadi jaring komunikasi antar para pengguna. Media ini mampu

19

merangkai pengakses dan kemudian terjadi budaya pertisipasi (Henry

Jenkins, 2006 : 197). Inilah keunggulan utama menurut Terry Flew dari

media baru dibandingkan media-media sebelumnya. Karakter kedua,

Computing/Informaton Technology. Bentuk komunikasi dengan media baru

akan selalu melibatkan teknologi dalam mengolah dan mendistribusikan

informasi dengan komputer sebagai perangkatnya. Dalam komunikasi

bermediasi komputer ada ciri dimana terdapat teknologi yang bertujuan untuk

berkomunikasi bukan hanya pengolah info tetapi ada interaksi sosial yang

dinamis di dalamnya. Sedangkan karakter ketiga, adalah Content. Isi pesan di

dalam media baru adalah isi pesan yang lengkap meliputi keseluruhan bentuk

pesan media, tertulis, audio, gambar, dan visual.

Dengan pandangan bahwa Internet memang beda karakternya dengan

media massa sebelumnya, beberapa periset ragu apakah Agenda Setting masih

dapat diaplikasikan pada Internet atau media online.

Bennet dan Iyegar (2008:2) mempertanyakan efek agenda setting

media Online pada publik dikaitkan dengan transformasi teknologi dan

perubahan di masyarakat yang semakin dinamis. Mereka berpendapat

interaktivitas yang ditawarkan oleh media online meningkatkan keaktifan

pada penggunanya. Kemudian, jika consumer media ini menjadi aktif maka

akan mengaburkan garis penghubung media gatekeeper. Transformasi

teknologi membawa perubahan pada saluran (channel) informasi yang secara

simultan berubah menjadi lebih individual dan personal. Media Online

diakses dan tersedia dalam banyak kanal sehingga pilihannya pun beragam.

20

Kehadirannya juga menyebabkan audiens lebih terfragmentasi dan suplai

informasi meningkat.

Perubahan teknologi dalam sistem pendistribusian informasi seperti

Internet mampu mendiseminasikan pesan secara instan dan aksesnya terbuka

sehingga memungkinkan proses komunikasi yang dinamis. Pendapat lain

menyatakan bahwa karakteristik Internet yang dinamis dalam

mentransmisikan informasi dari senders (pengirim) ke receiver (penerima),

dari titik ini, para periset berasumsi bahwa teori-teori dari komunikasi massa

dapat diaplikasikan pada komunikasi Online (Roberts, Wanta dan Horng,

2002:452).

Kemudian, ada pendapat bahwa Internet sebagai merupakan ‘new

mass medium’ seperti yang diungkapkan Morris dan Ogan. Mereka

mengkritik periset yang membatasi model teoritis dalam penelitian serta

asumsi dasar dibalik teori mengenai efek media massa, karena hal inilah para

periset tersebut tidak mampu melihat Internet sebagai media massa yang baru.

Disini Moris dan Ogan melihat bahwa Internet berperan sebagai medium dari

suatu komunikasi massa. Moris dan Ogan (1996 : 40) melihat bentuk-bentuk

komunikasi Internet : (a) one-to-one asynchronous communication (e-mail),

(b) many-to-many asynchronous communication (EBBs), (c) one-toone, one-

to-few, one-to-many synchronous communication organized around a topic

or object (i.e., role playing, chat rooms) dan (d) asynchronous

communication, dimana dicirikan pada kebutuhan orientasi receivers

(penerima).

21

Sebenarnya sebelum keraguan muncul dari Bennet dan Iyegar (2008),

Mc Combs (2005) melakukan review atas penelitian Agenda Setting. Ia

mengakui bahwa telah terjadi perubahan lanskap media dengan hadirnya

media Online, yang menyebabkan proses komunikasi dinamis. Mc Combs

melakukan penelitian empiris dengan mengubah pengukuran penonjolan

sesuai dengan konteks modern guna menguji korelasi agenda media online

terhadap agenda publik. Dalam penelitian tersebut Mc Combs memecah

dalam dua model penelitian, yakni korelasi agenda media online terhadap

agenda pribadi publik dan korelasi agenda media online terhadap agenda

sosial publik. Penelitian tersebut menunjukkan adanya korelasi kuat yakni

0,76.

Ada beberapa penelitian lain yang mencoba melacak apakah agenda

setting bisa diaplikasikan pada media online, diantaranya :

1. Penelitian yang dilakukan Scott L Althaus dan David Tweksburry

(2002) pada Online Newspaper New York Times dan New York

Times versi cetak. Dalam penelitian tersebut mereka

membandingkan issue importance diantara pembaca New York

Times versi cetak dan pengakses Online Newspaper New York

Times. Hasilnya memang ada perbedaan, namun temuan

menyatakan bahwa ada efek agenda setting pada masing-masing

media dan masing-masing publiknya. Meskipun ada pendapat

bahwa dalam media online akan terjadi kekaburan media

gatekeeper karena perubahan keaktifan consumer media, namun

pada online newspaper New York Times masih terdapat kebijakan

22

editorial yang mempengaruhi agenda publik. Hal ini dikarenakan

mereka (Online Newspaper) mengganti cara-cara lama yang

berhubungan dengan kebijakan editorial yang mempengaruhi

agenda publik. Secara kontras, Online Newspaper menentukan

pentingnya isu dengan mengorganisasikan berita berdasar

kategori-kategori topikal yang mudah diakes secara cepat pada

informasi-informasi yang lebih mereka butuhkan atau mereka

sukai (Althaus dan Tweksburry, 2002:180-207)

2. Studi penelitian yang dilakukan Yu dan Aikat (2005) menemukan

bahwa agenda setting masih dapat diaplikasikan pada media

Online. Yu dan Aikat meneliti New York Times dan Washington

Post sebagai wakil surat kabar online/ online newspaper, CNN dan

MSNBC untuk TV online, dan Yahoo News dan Google News

sebagai layanan berita online . Mereka melakukan analisis berita

dua minggu pada tahun 2004 dan menemukan korelasi yang tinggi

pada publikasi-publikasi online tersebut terhadap pembacanya

3. Coleman dan McCombs (2007) menemukan bahwa saat efek

agenda setting diaplikasikan pada media Internet pada pengguna

Internet dan kaum muda, hasilnya signifikan. Mereka

menyimpulkan bahwa penggunaan Internet tidak menghilangkan

relevansi teori Agenda Setting

Dengan dipandangnya media Internet sebagai “a new mass medium”

dimana Internet dipandang sebagai alat dari komunikasi massa, penelitian-

23

penelitian diatas dilakukan oleh para periset yang menyesuaikan teori agenda

setting yang merupakan teori komunikasi massa dengan konteks media

Internet. Dan ketika diuji, Agenda Setting bekerja pada media-media Online

tersebut.

b. Agenda Media

Agenda media merupakan satu dari tiga sub area studi agenda setting.

Agenda media terdiri dari pokok persoalan, aktor, peristiwa, anggapan dan

pandangan yang memanfaatkan waktu dan ruang dalam publikasi yag tersedia

untuk disampaikan ada publik (Merheim,1986:500).

Menurut Dearing & Rogers agenda media merupakan daftar isu-isu

dan peristiwa-peristiwa pada suatu waktu tertentu yang disusun sesuai dengan

urutan kepentingannya.(Rogers dan Dearing,1985:565).

Media yang telah melakukan seleksi dan menyajikan isi (konten)

pemberitaan akan mengarahkan khalayak terhadap reaksi yang timbul dari

pemberitaan tersebut (Wright,1985:2).

Shoemaker& Reese (1996:105-107) menyebut bahwa ada hirarki

pengaruh dari teks berita dalam media; (1) karakteristik pekerja media, (2)

organisasi media dan pengaruh nilai-nilai atau ideologi yang dianut organisasi

media dan masyarakat yang ada di sekitar media, termasuk audiens.

Dalam media online merupakan audiens yang aktif, karena itu media

online (contohnya Online Newspaper) menentukan pentingnya isu dengan

mengorganisasikan berita berdasar kategori-kategori topikal yang mudah

24

diakes secara cepat pada informasi-informasi yang lebih mereka butuhkan

atau mereka sukai (Althaus dan Tweksburry, 2002:180-207)

Hal ini mengisyaratkan bahwa seleksi yang dilakukan media sehari-

hari (baik itu media massa dan media Online) dilakukan berdasarkan politik

pemberitaan masing-masing media yang merupakan intepretasi subyektif

media massa, termasuk pekerja media yang terikat dengan situasi organisasi

tempatnya bernaung. Audiens pun menjadi pertimbangan dalam melakukan

proses seleksi. Media melakukan seleksi terhadap isu atau peristiwa dengan

perkiraan bahwa hal tersebut sangat penting bagi para pembacanya.

Kemudian agenda media terbentuk. Secara sederhana, agenda media

merupakan isu-isu yang mendapatkan penonjolan dalam media yang didapat

dari proses redaksional.

Dari ulasan diatas, agenda media merupakan daftar isu atau

peristiwa yang ditonjolkan media menurut urutan kepentingannya

dalam kurun waktu tertentu.

c. Agenda Publik

Bagaimana sebuah isu bisa masuk dalam agenda publik, Rogers dan

Dearing (1996 : 62) menyebutkan bahwa kebanyakan isu bisa masuk dalam

agenda publik melalui proses repetisi pesan, dimana publik mengenalinya

kemudian menempatkannya dalam kepentingannya. Media dengan publikasi

memungkinkan proses repetisi pesan yang berkaitan dengan isu kemudian

menempatkannya dalam prioritas publik.

25

Agenda publik berhubungan dengan isu-isu yang digambarkan dalam

konten atau isi media dan kemudian diprioritaskan oleh publik. Sehingga

agenda publik merupakan daftar dari isu-isu yang telah disusun publik

menurut kepentingannya pada suatu kurun waktu tertentu (Rogers dan

Dearing, 1985:568).

Menurut DeGeorge (1981:222) derajat pentingnya sebuah isu

dibedakan menjadi tiga golongan: (1)Penting secara pribadi (intrapersonal),

(2)Penting sebagaimana dilontarkan orang-orang sekitarnya (interpersonal),

(3)Penting menurut masyarakat (community salience).

Sedangkan, McLeod membagi agenda publik pada tiga kategori.

Pertama, individual salience, atau derajat kepentingan suatu isu berdasarkan

prioritas pribadi. Kedua, Perceived Issue Salience, atau pendapat publik

tentang apa yang dianggap penting oleh orang lain. Dan terakhir, Community

Issue Salience, derajat penting suatu isu dilihat dari suatu unit social

(Chaffe,1975:50).

Mc Combs (2005) mengungkapkan bahwa agenda publik dibedakan

menjadi dua, yakni agenda interpersonal dan agenda intrapersonal. Agenda

interpersonal lebih menekankan pada apa yang dianggap penting dalam

pembicaraan antar individu, sedangkan agenda intrapersonal hanya

menekankan pada apa yang dianggap penting oleh seorang individu itu

sendiri. Sehingga, pada tataran pengukurannya, agenda publik dapat diukur

pada level individual yang berpijak pada persepsi individu, sedangkan

pengukuran agenda publik interpersonal dapat diukur dengan berpijak pada

penonjolan topik dihitung berdasar persepsi antar individu.

26

Dari berbagai pernyataan diatas, agenda publik dapat diartikan

sebagai daftar isu atau peristiwa yang ditakar oleh publik menurut

prioritas kepentingannya dalam kurun waktu tertentu

McCombs menemukan bahwa media surat kabar merupakan

pendorong utama dalam menetapkan agenda isu publik (dalam

Nimmo,1981:130). Untuk mengetahui bahwa agenda media yang

menyebabkan pentingnya isu bagi agenda publik dan sebaliknya maka kedua

variabel tersebut (agenda media dan agenda publik) dapat dipelajari pada

suatu waktu yang bersamaan (satu titik waktu).

d. Hubungan Agenda Media dan Agenda Publik

Bahasan hubungan agenda media dan agenda publik berawal dari

keterkaitan mengenai apa yang penting dalam media akan menjadi penting di

mata publik Diawali dengan studi empirik yang dilakukan pertama kali oleh

McCombs dan Shaw tahun 1968. Pada kurun waktu tertentu, penonjolan

sebuah isu atau peristiwa dalam media akan menentukan bagaimana publik

menakar isu atau peristiwa menurut prioritas kepentingannya.

Meskipun dalam beberapa riset, terbukti bahwa agenda media mampu

mengarahkan agenda publik, hal itu tidak terjadi secara langsung. Ada

beberapa kondisi tertentu yang menentukan kuat dan lemahnya arahan agenda

media ke agenda publik yang disebut dengan Contingent Conditions.

Efek media tidak akan sama antara satu sama lain karena sifatnya tidak

langsung, waktunya berlainan dan kondisi tiap orang berbeda. Karenanya,

berkembanglah riset Agenda Setting dimana periset mempertimbangkan

27

Contingent Condition atau variabel kontrol pada pengukuran hubungan

agenda media dan agenda publik, yang dibagi dalam dua level yaitu level

makro (berupa kompetisi antar media, tingkat profesionalitas, pandangan

sosial politis pekerja media dan karakteristik politik negara) dan level mikro

(tingkat orientasi, sumber, kredibilitas, tipe pesan yang sering disebut,

personalisasi dsb) (Kosicki, 1993:43).

Winter (1981:235-241) menekankan bahwa periset yang menguji

hipotesis Agenda Setting harus memperhatikan Contingent Conditions atau

atribut-atribut situasi dalam komunikasi terutama ketika melakukan survey,

dimana ada beberapa variabel tak terkontrol, dan tidak secara sederhana

mengindikasikasikan sebuah hubungan secara langsung. Atribut-atribut

tersebut dibagi menjadi dua, yakni atribut-atribut yang berhubungan dengan

stimulus dan atribut-atribut yang berhubungan dengan audiens. Atribut

stimulus terdiri dari exposure pada media (Zucker,1978), medium pesan

(Eyal,1975), Kredibilitas sumber informasi (Siune & Borre,1975). Sementara

atribut audiens terdiri dari Media Exposure (Mullins, 1973), Penggunaan

Media (Weaver,Mc Combs & Spellman,1975), Tipe Media (Weaver, Becker

& McCombs,1972), Pola ketertarikan (Mullins,1972), Komunikasi

Interpersonal (Mc.Combs & Shaw,1972).

Selain itu, Rakhmat (1991:69) berpendapat bahwa sifat-sifat stimulus

menyangkut; karakteristik isu (isu tersebut dialami langsung atau tidak), lama

terpaan media (apakah isu tersebut baru muncul atau tenggelam), kedekatan

geografis (isu tersebut bertingkat nasional atau lokal) dan sumber (apakah

media yang menyajikan kredibel atau tidak)

28

Dalam analisis hubungan agenda media dan agenda publik setidaknya

ada empat hal yang diperhatikan. Pertama, isu itu sendiri. Kedua, penyajian

isu dalam media (agenda media). Ketiga, pendapat publik sebagai

konsekuensi efek pemberitaan yang dituangkan dalam media (agenda publik).

Keempat, kondisi-kondisi tertentu yang memperlemah dan memperkuat

hubungan kedua agenda terkait isu

Gambar 2 . Skema Hubungan Agenda Media & Agenda Publik

e. Isu

Dalam Agenda Setting dari media massa, isu merupakan obyek yang

diramu dan disajikan kepada khalayak. Menurut Hidayat (1995:1), isu

AGENDA

MEDIA

AGENDA

PUBLIK

CONTINGENT CONDITIONS

Atribut Stimulus: Exposure pada Media (Zucker, 1978), Medium Pesan (Eyal, 1975), Kredibilitas Sumber Informasi (Eyal, 1975)

Atribut Audiens:

Media Exposure (Mullins, 1973), Penggunaan Media (Weaver, Mc Combs & Spellman, 1975), Tipe Media (Weaver, Becker & Mc Combs, 1972), Pola ketertarikan (Mullins, 1972), Komunikasi Interpersonal ( Mc.Combs & Shaw , 1972)

29

didefinisikan sebagai peristiwa atau situasi yang melibatkan perbedaan

pendapat atau pertentangan antar kelompok dalam masyarakat, ataupun yang

didefinisikan sebagai suatu permasalahan oleh kelompok.

Engel & Lang (1981: 451) menyebut isu dalam lima penafsiran.

Pertama, isu dapat berupa concern, atau masalah yang menjadi perhatian

pribadi publik. Kedua, berupa perception of key problem, atau persepsi dan

penjabaran-penjabaran dari masalah yang dihadapi masyarakat. Ketiga,berupa

penyebaran tentang kemungkinan yang mesti dipilih oleh publik, setuju atau

tidak setuju terhadap suatu kebijakan. Keempat, berupa public controversy,

suatu masalah yang mengandung pro dan kontra dalam masyarakat.

Kelima,berupa alasan atau faktor-faktor yang menjadi penentu jalan keluar

dalam suatu kesenjangan politik.

Shaw membedakan antara peristiwa dan isu. Peristiwa diartikan

sebagai kejadian-kejadian terlepas yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Isu

diartikan sebagai cakupan berita-berita kumulatif dari serangkaian-

serangkaian peritiwa yang berhubungan yang bersama-sama membentuk

kategori yang luas (Rogers dan Dearing,1985:566-567).

Dari beberapa pernyataan diatas, isu dapat diartikan sebagai

concern, atau masalah yang menjadi perhatian pribadi publik yang

melibatkan perbedaan pendapat atau pertentangan antar kelompok

dalam masyarakat, ataupun yang didefinisikan sebagai suatu

permasalahan oleh kelompok.

Penggunaan isu dalam penelitian Agenda Setting memuncukan tipe-

tipe penelitian yang berbeda-beda. Menurut Mc Combs (1981:123-124) ada 4

30

tipe penelitian Agenda Setting yang menguji hubungan antara Agenda media

dengan agenda publik:

1. Tipe penelitian pertama, yaitu penelitian yang menggunakan

sejumlah isu yang dianggap penting, dengan menggunakan

analisis isi agenda media di deskripsikan. Setelah itu hubungan

antara agenda media dan publik diuji.

2. Tipe penelitian kedua, yaitu penelitian yang menggunakan isu

tunggal. Pendekatan ini dilakukan dengan hanya menanyakan

satu isu saja.

3. Tipe penelitian ketiga, yaitu penelitian yang menggunakan

agregrat. Pada data tingkat agregat, isu dipandang sebagai

kesatuan analisisnya.

4. Tipe keempat, yaitu penelitian yang menggunakan data tingkat

individu. Fokus pengamatannya adalah pada perubahan-

perubahan individu, baik berkenaan dengan isu tunggal

maupun kelompok isu. Pada tingkat individu yang dipandang

sebagai kesatuan analisisnya adalah individu

f. Korupsi

1) Definisi Korupsi

Korupsi dalam bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere

yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok.

Korupsi bisa merupakan perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi

maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal

memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan

31

menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Korupsi ada diantara sektor publik dan sektor privat. Hal ini sejalan dengan

beberapa definisi mengenai korupsi sebagai berikut;

a) Corruption is the abuse of public power for private benefit (or

profit) (Transparency International Annual Report, 1999)

b) Corruption is an Act done an intend to give some advantage

incosistent with official duty and the rights of other. The Act of

an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully

uses his station or character to prosecure some benefit for

himself or for himself or for another person, contrary to duty

and the right of others.” (Black Dictionary Law)

c) “Corruption is transaction between private and public sector

through which collective goods are illegitimately converted

into private regarding payoff.”(Heidenhemer, Johnston,

LeVine, 1989:6)

d) “Corruption is behaviour that deviates from the formal rules

of conduct governing the actions of someone in a position of

public authority because private regarding motives such as

wealth, power” (Khan, 1996:12)

Istilah korupsi merujuk pada perbuatan buruk seperti penggelapan

uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya (Poerwadarminta, 1976). Namun

istilah korupsi sendiri sangat luas, tidak sebatas pada penggelapan uang atau

penerimaan uang sogok. Lebih luas lagi, korupsi juga menyangkut

32

penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk

pemerintah pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi

berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan

dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, dan sebagainya. Titik

ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh

para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi merupakan suatu hal yang sangat buruk dengan berbagai

macam ragam dan artinya. Lingkup sangat luas tersebut membuat Syeid

Hussein Alatas (2005:12) memasukkan unsur “nepotisme” dalam kelompok

korupsi, dalam klasifikasinya yaitu memasang keluarga atau teman pada pada

posisi pemerintahan tanpa memenuhi persyaratan tersebut. Alatas memaknai

korupsi sebagai penempatan kepentingan-kepentingan publik dibawah tujuan-

tujuan privat dengan pelanggaran norma-norma tugas dan kesejahteraan yang

dibarengi dengan keserbarahasiaan, pengkhianatan, penipuan dan pengabaian

yang kejam atas setiap konsekuensi yang diderita oleh publik.

Korupsi berkaitan dengan dampak kerugian negara atau perekonomian

negara. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.31 Tahun 1999 tentang

Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah Diubah dengan Undang-Undang

No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan

mengacu pada pasal 2 tindak pidana korupsi merupakan “... perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara...”. Hal lainnya

ditambahkan pada pasal 3, bahwa tindak pidana korupsi juga menyangkut pada

“...tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

33

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara...”

Dari ulasan diatas, korupsi dapat diartikan sebagai perbuatan

penyalah gunaan kekuasaan dan tindakan memperkaya diri dengan

menempatkan kepentingan pribadi dan kelompok diatas kepentingan

publik yang menimbulkan kerugian pada keuangan dan perekonomian

negara dan kepentingan publik.

2) Akar Penyebab Korupsi

Akar dari munculnya korupsi biasanya tidak jauh dari motif

memperkaya diri dan mempertahankan kekuasaan. Dalam konteks korupsi

yang kecil-kecilan (petty corruption), mereka melakukannya dalam

kerangka untuk mempertahankan diri agar bertahan hidup karena gaji yang

pas-pasan. Sedangkan dalam korupsi yang besar (grand corruption),

pelakunya berusaha untuk terus mengakumulasi kekayaan, karena dengan

kekayaan (penguasaan atas sumber daya ekonomi) tersebut mereka dapat

mempertahankan bahkan meningkatkan kekuasaan politik mereka. Dalam

kasus petty corruption, akar korupsi adalah ketidakadilan dalam struktur

sebuah masyarakat. Sementara dalam kasus grand corruption, korupsi

terjadi karena adanya intensi untuk terus melakukan akumulasi kekayaan

yang berimplikasi pula pada penguatan kekuasaan (Ardyanto,2002:19-24).

Irisan persamaan keduanya, yaitu bahwa persoalan-persoalan ekonomi-

politik merupakan akar terjadinya korupsi.

34

Korelasi antara korupsi, kapitalisme dan demokrasi bisa dilihat dari

pemikiran John Girling (1997). Ada dua karakteristik utama dari ekonomi-

politik korupsi. Pertama, adanya sumbangan dana dari perusahaan

(corporate funding) bagi proses-proses politik. Kedua, adanya penetrasi

nilai-nilai pasar dalam kehidupan sosial dan politik. Ketidaksesuaian,

bahkan kotradiksi pun terjadi. Sistem ekonomi dalam kapitalisme selalu

memperjuangkan kepentingan-kepentingan pribadi (private) sebagai

akibatnya kepentingan publik terbengkalai. Dalam struktur masyarakat

kapitalis memang melahirkan nilai-nilai fetishism. Dalam bahasa yang

biasa/lazim di pakai adalah masyarakat yang materialistis, yaitu masyarakat

selalu mengejar materi/harta benda. sehingga menimbulkan ketidakadilan

dan penindasan terhadap kaum yang lemah (secara ekonomi maupun politik,

seperti buruh, petani, masyarakat adat, dsb).

Korupsi kemudian menjadi sebagai sebuah persoalan yang sudah

bersifat struktural. Adapun penyebabnya adalah, korupsi sangat dekat

dengan kekuasaan. Orang yang berkuasa punya kecenderungan sangat besar

untuk korup.

3) Jenis Korupsi

Definisi tentang korupsi dapat dipandang dari berbagai aspek seperti

yang dikemukakan Benvensie (dalam Suyatno, 2005:17-18) yang membagi

korupsi menjadi empat jenis yaitu Discretionery Corruption, Ilegal

Corruption, Mercenery Corruption, dan Ideological Corruptions.

35

a) Discretionary Corruption merujuk pada korupsi yang dilakukan

karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan,

sekalipun nampaknya tindakan tersebut seolah sah, bukanlah

praktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi.

b) Ilegal Corruption merujuk pada tindakan-tindakan yang

bermaksud mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum,

peraturan, atau regulasi tertentu.

c) Mercenery Corruptions merujuk pada tindak pidana korupsi

yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan pribadi

melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

d) Terakhir, Ideological Corruption, merupakan paduan dari jenis

ilegal Corruption dan Discretionery Corruption yang

dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.

Menurut Syed Hussein Alatas bahwa inti gejala korupsi selalu dari

jenis pemerasan dan transaktif. Korupsi selebihnya berkisar di sekitar kedua

jenis tersebut dan merupakan jenis sampingannya. Syed Hussein Alatas

(1987: IX) membagi korupsi dalam tujuh tipologi sebagai berikut:

a) Korupsi transaktif (transactive corruption); Korupsi

transaktif menunjukkan adanya kesepakatan timbal balik

antara pihak pembeli dan pihak penerima, demi keuntungan

36

kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya

keuntungan ini oleh kedua-duanya.

b) Korupsi yang memeras (extortive corruption); Korupsi

yang memeras adalah jenis korupsi dimana pihak pemberi

dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang

sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau orang-

orang dan hal-hal yang dihargainya

c) Korupsi investif (investive corruption); Korupsi investif

adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian

langsung dari keuntungan tertentu, selain keuntungan yang

dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan datang.

d) Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption); Korupsi

perkerabatan atau nepotisme adalah penunjukan yang tidak

sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang

jabatan dalam pemerintahan, atau tindakan yang

memberikan perlakuan yang mengutamakan dalam bentuk

uang atau bentuk-bentuk lain, kepada mereka, secara

bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.

e) Korupsi defensif (defensive corruption); Korupsi defensif

adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan,

korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.

f) Korupsi otogenik (autogenic corruption); Korupsi otogenik

yaitu korupsi yang dilaksanakan oleh seseorang seorang

37

diri. Brooks mencetuskan subyek yang disebut “auto

corruption” adalah suatu bentuk korupsi yang tidak

melibatkan orang lain dan pelakunya hanya seorang saja.

g) Korupsi dukungan (supportive corruption); Korupsi

dukungan. Korupsi jenis ini tidak secara langsung

menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk

lain.

4) Tindak Pidana Korupsi dalam Perundang-Undangan di Indonesia

Tindak korupsi bisa diartikan banyak hal. Dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Wetboek van Strafrecht, Tindak

Pidana Korupsi meliputi: (a)Tindak Pidana Suap, (b) Tindak Pidana

Penggelapan, (c)Tindak Pidana Pemerasan, (d)Tindak Pidana Berkenaan

dengan Borongan atau Rekanan, (e) Tindak Pidana berkaitan dengan

Peradilan, (f)Tindak Pidana Melampaui Batas Kekuasaan, (g)Tindak Pidana

Pemberatan Saksi.

Pada Undang-Undang Republik Indonesia No.31 Tahun 1999

tentang Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah Diubah dengan Undang-

Undang No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

terdapat penjelasan secara lebih rinci perbuatan-perbuatan yang mengarah

pada tindak pidana korupsi;

a) Pemberian sesuatu atau janji pada pegawai negeri atau

penyelenggara negara atau sebaliknya, ketika pegawai negeri

38

atau penyelenggara negara menerima pemberian sesuatu atau

janji yang tidak sesuai dengan tugas dan kewajibannya.

(ditegaskan dalam Pasal 5 ayat 1a dan 1b, serta ayat 2)

b) Pemberian janji atau sesuatu kepada penegak hukum dengan

maksud mempengaruhi putusan perkara. Atau penegak hukum

yang menerima pemberian janji atau sesuatu yang dari pihak

lain yang ingin mempengaruhi putusan perkara. Dalam hal ini

ada dua penegak hukum yang disebut yakni hakim dan

pengacara (advokat) yang ditunjuk dalam suatu peradilan.

(ditegaskan dalam pasal 6 ayat 1a dan 1b , serta ayat 2)

c) Korupsi yang berhubungan dengan kecurangan borongan atau

proyek pembangunan. (ditegaskan pada pasal 7)

d) Penggelapan uang atau surat berharga yang disimpan karena

jabatannya (oleh pegawai negeri atau orang selain pegawai

negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum

secara terus menerus atau sementara waktu) atau membiarkan

surat berharga tersebut diambil atau digelapkan orang lain

(ditegaskan pada pasal 8)

e) Pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar khusus untuk

pemeriksaan administrasi oleh pegawai negeri atau orang selain

pegawai negeri (ditegaskan pada pasal 9)

f) Penggelapan, perusakan dan penghancuran akta, surat atau daftar

yang dapat digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di

muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena

39

jabatannya. Hal ini juga berlaku untuk upaya membiarkan dan

membantu proses penggelapan, perusakan dan penghancuran

tersebut (ditegaskan pada pasal 10)

g) Pemberian dan penerimaan hadiah dan janji terhadap pegawai

negeri atau penyelenggara negara karena kekuasaan atau

kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya. (ditegaskan

pada pasal 11). Kemudian di pasal 12 dirinci lebih bahwa hal

pemberian hadiah atau janji menjadi lebih luas yakni:

pemberian hadiah atau janji kepada pihak-pihak tertentu yang

bisa mempengaruhi putusan perkara atau proses pengadilan

seperti hakim dan advokat (ditegaskan pada pasal 12 poin c dan

d); Pemaksaan yang dilakukan pegawai negeri atau

penyelenggara yang meminta atau menerima sesuatu, bayaran

atau memberikan potongan dengan menyalahgunakan

kekuasaannya. (ditegaskan pada pasal 12 poin e dan f);

pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada saat

bertugas meminta atau menerima pekerjaan dan penyerahan

barang seolah-olah hutang padahal bukan (ditegaskan pada

pasal 12 poin g); pegawai negeri atau penyelenggara negara

yang saat bertugas menggunakan tanah negara yang diatasnya

telah terdapat hak pakai dan bertentangan dengan undang-

undang (ditegaskan pada pasal 12 poin h) dan pegawai negeri

atau penyelenggara negara yang secara langsung dan tidak

40

langsung sengaja ikut serta dalam pemborongan, pengadaan

atau persewaan (ditegaskan pada pasal 12 poin i)

h) Pemberian dan penerimaan gratifikasi kepada pegawai negeri

atau penyelenggara negara (dianggap termasuk suap-ditegaskan

dalam Pasal 12B). Pada Penjelasan, yang dimaksud gratifikasi

adalah pemberian dalam arti luas yaitu pemberian uang, rabat

(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,

fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma

dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima

dalam negeri atau di luar negeri dan yang dilakukan dengan

menggunakan sarana elektronik ataupun tanpa sarana

elektronik.

Alatas memaknai korupsi sebagai penempatan kepentingan-

kepentingan publik dibawah tujuan-tujuan privat dengan pelanggaran

norma-norma tugas dan kesejahteraan yang dibarengi dengan

keserbarahasiaan, pengkhianatan, penipuan dan pengabaian yang kejam atas

setiap konsekuensi yang diderita oleh publik. Alatas (1987:12) memasukkan

unsur “nepotisme” dalam kelompok korupsi, dalam klasifikasinya:

memasang keluarga atau teman pada pada posisi pemerintahan tanpa

memenuhi persyaratan tersebut.

Dengan demikian, aktor dalam korupsi tidak hanya sebatas pada

lingkup pemerintahan (pegawai negeri) saja namun juga berkaitan dengan

korporasi dan perseorangan. Secara yuridis, Undang-undang No.13 tahun

1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.20 Tahun tentang

41

Tindak Pidana Korupsi, pada Ketentuan Umum Bab 1 Pasal 1; Ayat 1:

Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi

baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Ayat 2:

Pegawai Negeri meliputi pegawai negeri sebagaimana yang telah dimaksud

dalam Undang-Undang Kepegawaian, pegawai negeri sebagaimana

dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, orang yang

menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang

menerima gaji atau upah dari suatu korporasi lain yang mempergunakan

modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Ayat 3: Setiap orang

adalah perseorangan atau termasuk korporasi.

2. Kerangka Konsep

a. Agenda Setting

Pada paparan kerangka teori, agenda setting didefinisikan kemampuan

media massa mengarahkan isu atau peristiwa untuk diterima sebagai isu atau

peristiwa yang penting oleh publik. Sehingga apa yang dianggap penting

oleh media, maka akan dianggap penting pula oleh khalayak pembacanya.

Hal ini dikarenakan media memiliki kemampuan menyeleksi dan

menggarisbawahi pada isu-isu tertentu melalui redaksional. Penyeleksian

dan penggarisbahwahan isu-isu atau peristiwa tertentu oleh media terwujud

dalam penonjolan porsi atensi pada pemberitaan. Ketika disajikan ke publik

secara repetitif dan intens, isu atau peristiwa yang telah diberi porsi atensi

42

berbeda akan menghasilkan agenda isu yang paling penting hingga paling

tidak penting di mata publik.

De Fleur dan Dennis (1981:342) memetakan penyusunan Agenda

Setting dalam tiga proses. Pertama, berita diseleksi, diolah dan disajikan

atau dikenal dengan proses gatekeeping. Kedua, kemudian menghasilkan

agenda media. Ketiga, bagaimana agenda media mempengaruhi pendapat

publik tentang isu yang ditonjolkan. Bagian paling penting dari proses

tersebut adalah bagaimana menyusun dan menghasilkan agenda isu yang

paling penting hingga yang paling tidak penting di mata publik. Proses

ketiga ini bisa digarisbawahi sebagai efek, dilihat sebagai sebuah

konsekuensi yang muncul dari suatu proses komunikasi. Hal ini merujuk

pada proses dimana media massa mengkomunikasikan berbagai isu yang

relatif penting bagi publik. Berangkat dari pemahaman bahwa opini publik

terpengaruhi oleh konten media seperti yang diklaim oleh Lipmann, disini

terdapat ketergantungan publik pada media.

Secara empiris, kekuatan media dalam membentuk agenda publik

berkali-kali pernah diuji dan hasilnya signifikan. Seperti yang dilakukan

Maxwell Mc Combs dan Donald L Shaw di tahun 1968, dimana mereka

membandingkan isu kampanye aktual dalam media massa dengan apa yang

dikatakan pemilih sebagai isu-isu penting.

Tony Atwater, Michael B. Salwon dan Ronald B Anderson pun

melakukan penelitian fungsi agenda setting dengan mengambil isu tunggal

yakni isu lingkungan hidup. Kemudian isu ingkungan hidup tersebut dibagi

43

lagi menjadi enam sub isu. Hasilnya, ada hubungan kuat antara isu yang

menonjol di media massa dengan isu yang dianggap menonjol oleh publik.

(Atwater, Salwon dan Anderson, 1985: 393-397).

Studi penelitian yang dilakukan Yu dan Aikat (2005) menemukan

bahwa agenda setting masih dapat diaplikasikan pada media Online. Yu dan

Aikat meneliti New York Times dan Washington Post sebagai wakil surat

kabar online/ online newspaper, CNN dan MSNBC untuk TV online, dan

Yahoo News dan Google News sebagai layanan berita online . Mereka

melakukan analisis berita dua minggu pada tahun 2004 dan menemukan

korelasi yang tinggi pada publikasi-publikasi online tersebut terhadap

pembacanya

Coleman dan McCombs (2007) menemukan bahwa saat efek agenda

setting diaplikasikan pada media Internet pada pengguna Internet dan kaum

muda, hasilnya signifikan. Mereka menyimpulkan bahwa penggunaan

Internet tidak menghilangkan relevansi teori Agenda Setting

Jika kembali pada pernyataan Lipmann tentang media sebagai

“pelukis realitas” maka media tidak merefleksikan realitas sepenuhnya.

Weaver dkk (1981:682) menyebut bahwa media hanya menyeleksi dan

membentuknya. Kemudian penonjolan isu oleh media dalam kurun waktu

tertentu akan mempengaruhi publik, dimana publik akan menganggap isu

tersebut lebih menonjol daripada isu yang lain.

Jika pendekatan yang digunakan menggunakan isu tunggal (Seperti

Tony Atwater, Michael B. Salwon dan Ronald B Anderson yang

44

melakukan penelitian pada tingkat isu tunggal atau tipe penelitian kedua

menurut Mc Combs (1981:123-124)), dengan mengambil isu korupsi di

Indonesia, maka ada asumsi pokok bahwa media tidak merefleksikan

realitas tentang korupsi di Indonesia sepenuhnya, tapi dia hanya menyeleksi

dan membentuknya kemudian menyerahkannya kepada publik. Kemudian

penonjolan sub isu-sub isu korupsi tertentu oleh media akan mempengaruhi

persepsi publik bahwa sub isu-sub isu korupsi yang ditonjolkan media

tersebut dianggap lebih dari sub isu-sub isu lain (yang masih tercakup dalam

isu korupsi di Indonesia).

Sehingga Agenda setting disini merujuk pada kemampuan media

Online Newspaper mengarahkan isu korupsi di Indonesia untuk

diterima sebagai sesuatu yang penting oleh publik.

b. Agenda Media Online Newspaper

Agenda media merupakan salah satu dari tiga komponen Agenda

setting. Agenda ini secara teknis operasionalnya menyangkut bentuk media-

media seperti koran, Internet, televisi dan sebagainya.

Media melakukan seleksi terhadap isu atau peristiwa dengan

perkiraan bahwa hal tersebut sangat penting bagi para pembacanya. Media

massa yang telah melakukan seleksi dan menyajikan isi (konten)

pemberitaan akan mengarahkan khalayak terhadap reaksi yang timbul dari

pemberitaan tersebut. Bobot penyajian isu berdasar berapa banyak ruang

yang disediakan, penonjolan berita (ukuran headline dan penempatan lokasi

45

halaman), dan cara isu tersebut dibahas secara detil atau umum akan

mempengaruhi dan mengarahkan khalayak dalam bereaksi

(DeGeorge,1981:219-220).

Agenda media merupakan daftar isu-isu dan peristiwa pada suatu

waktu yang disusun menurut urutan kepentingan (Rogers dan

Dearing,1988:566). Kemudian, agenda media terdiri dari pokok persoalan,

aktor, peristiwa, anggapan dan pandangan yang memanfaatkan waktu dan

ruang dalam publikasi yang tersedia untuk disampaikan pada publik

(Marhein,1986:500). Biasanya gatekeeper menentukan bobot penyajian isu

berdasar berapa banyak ruang yang disediakan, penonjolan berita (ukuran

headline dan penempatan lokasi halaman), dan cara isu tersebut dibahas

secara detil atau umum. Dalam media online merupakan audiens yang aktif,

karena itu media online (contohnya Online Newspaper) menentukan

pentingnya isu dengan mengorganisasikan berita berdasar kategori-kategori

topikal yang mudah diakes secara cepat pada informasi-informasi yang lebih

mereka butuhkan atau mereka sukai (Althaus dan Tweksburry, 2002:180-207)

Untuk media online sendiri sifatnya up to date 24 Jam, waktu menjadi

sangat penting dalam berpacu menyajikan berita. Sehingga uploading berita

pada media online menentukan tepat tidaknya media menyasar public yang

aktif sepanjang waktu.

Penelitian ini akan mengambil isu tunggal. Isu yang dipilih adalah

isu mengenai korupsi di Indonesia yang terdapat pada media online

newspaper, yang nantinya akan terbagi dalam beberapa sub isu. Sehingga

Agenda media Online Newspaper didefinisikan sebagai daftar isu

46

korupsi di Indonesia yang ditonjolkan dalam media online newspaper

pada kurun waktu tertentu.

c. Agenda Publik Mahasiswa

Agenda Publik sendiri menurut Rogers & Dearing berhubungan

dengan isu-isu yang digambarkan dalam konten atau isi media dan

kemudian diprioritaskan oleh publik. Sehingga agenda publik merupakan

daftar dari isu-isu yang telah disusun publik menurut kepentingannya pada

suatu kurun waktu tertentu (Rogers dan Dearing, 1985:568).

Menurut DeGeorge (1981:222) derajat pentingnya sebuah isu

dibedakan menjadi tiga golongan:

1. Penting secara pribadi (intrapersonal)

2. Penting sebagaimana dilontarkan orang-orang sekitarnya (interpersonal)

3. Penting menurut masyarakat (community salience).

Sedangkan, McLeod dkk (dalam Chaffe,1975:50) membagi agenda

publik pada tiga kategori;

1. Individual salience,atau derajat kepentingan suatu isu berdasarkan prioritas pribadi.

2. Perceived Issue Salience, atau pendapat publik tentang apa yang dianggap penting oleh orang lain.

3. Community Issue Salience, derajat penting suatu isu dilihat dari suatu unit social

47

Mc Combs (2005) mengungkapkan bahwa agenda publik dibedakan

menjadi dua, yakni agenda interpersonal dan agenda intrapersonal. Agenda

interpersonal lebih menekankan pada apa yang dianggap penting dalam

pembicaraan antar individu, sedangkan agenda intrapersonal hanya

menekankan pada apa yang dianggap penting oleh seorang individu itu

sendiri. Sehingga, pada tataran pengukurannya, agenda publik intrapersonal

dapat diukur pada level individual yang berpijak pada persepsi individu,

sedangkan pengukuran agenda publik interpersonal dapat diukur dengan

berpijak pada penonjolan topik dihitung berdasar persepsi antar individu.

Pengukuran agenda publik dalam penelitian ini cenderung mengukur

agenda publik pada level individual dimana publik akan menilai pentingnya

isu korupsi dalam prioritas pribadi. Dari hasil penilaian tersebut akan

terlihat agenda publik dengan derajat kepentingan isu korupsi di Indonesia

berdasarkan prioritas pribadi (Individual Salience). Sehingga, Agenda

publik dapat diartikan sebagai daftar isu atau peristiwa yang ditakar

oleh publik mahasiswa menurut prioritas kepentingannya (individu)

dalam kurun waktu tertentu.

d. Kondisi Antara (Contigent Conditions) dalam Hubungan Agenda Media

Online Newspaper dengan Agenda Mahasiswa

Pada penelitian Agenda Setting ada kondisi antara (Contingent

Conditions) atau ciri-ciri komunikasi yang akan menguatkan atau

melemahkan efek dari agenda setting. Kondisi antara tadi dibutuhkan ketika

melakukan uji hipotesis sebagai variabel kontrol. Ia menekankan bahwa

48

periset yang menguji hipotesis Agenda Setting harus memperhatikan

Contingent Conditions atau atribut-atribut situasi dalam komunikasi

terutama ketika melakukan survey, dimana ada beberapa variabel tak

terkontrol, dan tidak secara sederhana mengindikasikasikan sebuah

hubungan secara langsung. Atribut-atribut tersebut dibagi menjadi dua,

yakni atribut-atribut yang berhubungan dengan stimulus dan atribut-atribut

yang berhubungan dengan audiens. (Winter,1981: 235-241).

Dalam penelitian ini akan diteliti variabel yang bersifat stimulus

yakni kredibilitas media saja. Sedangkan variabel yang bersifat audiens

berupa penggunaan media dan pola ketertarikan. Adapun ketiga variabel

kontrol yaitu kredibilitas media, penggunaan media dan pola ketertarikan.

Berikut penjelasan mengenai ketiga variabel kontrol yang digunakan:

a) Kredibilitas Media

Siune dan Borre telah menemukan bahwa kredibilitas

sumber informasi memainkan peranan penting dalam menentukan

besarnya pengaruh Agenda Setting (Winter,1981:237). Saat

publik memutuskan merujuk informasi ke suatu media itu artinya

kredibilitas media tersebut baik, dimana publik menilai

kegunaannya sebagai sumber informasi, kredibilitas media

sebagai tingkatan sejauh mana sumber komunikasi dianggap dan

dipercaya oleh publik. Jeniffer Geer (2003: 43) mengungkapkan

sulit bagi pengguna/ consumer Internet untuk mengecek

kredibilitas dari informasi yang terdapat dalam media online.

49

Geer menilai pengguna media online harus meluangkan waktu

untuk mengecek data, dan tidak semua pengguna media online

mau melakukannya. Geer menyebut pada dasarnya pengguna

tidak menaruh perhatian pada hal tersebut.

Meski demikian, Mathew Eastin menilai kredibilitas

online masih bisa berpengaruh. Mathew Eastin (2001) menyebut

bahwa kredibilitas media online berhubungan dengan accuracy,

believability, factualness dan relevancy. Sedangkan Cornelis Prat

(1982) melihat kredibilitas dengan indikasi : bias-tidak bias,

Akurat-tidak akurat, lengkap-tidak lengkap, Informatif-tidak

informatif, Mendidik-tidak mendidik, Terpercaya-tidak

terpercaya, Jujur-tidak jujur, Jelas-tidak jelas, Menarik-tidak

menarik, Kebenaran-tidak benar.

Dalam penelitian ini, kredibilitas media melihat sejauh

mana Online newspaper dapat dipercaya sebagai sumber

informasi, menujuk pada topik pesan yang disampaikan, hingga

publik yang menerima percaya bahwa pesan tersebut obyektif.

Hal ini terkait tidak bias-bias, akurat-tidak akurat, relevan-tidak

relevan, informatif-tidak informatif, lengkap-tidak lengkap,

terpercaya, tidak terpercaya, jujur-tidak jujur, jelas-tidak jelas,

faktual-tidak faktual, kebenaran-tidak benar. Sehingga,

kredibilitas media didefinisikan sebagai tingkat sejauh mana

media online newspaper sebagai sumber komunikasi yang

dipercaya oleh public.

50

b) Penggunaan Media

Motivasi publik menggunakan media menjadi faktor

yang mempengaruhi pilihan media yang akan dikonsumsi.

Menurut Blumer (1979:209) ada tiga orientasi yang memotivasi

penggunaan media massa. Pertama, orientasi kognitif, dimana

publik menggunakan media massa terutama untuk mencari

informasi tentang masyarakat sekitarnya dan dunia (Surveillance),

informasi politik, atau untuk mengeksplorasi realitas sebagaimana

ditampilkan serial radio atau televisi. Kedua, menginginkan

pelarian (diversion) dari berbagai hal, seperti kebosanan dan

tekanan sehari-hari. Selain itu adanya kebutuhan akan hiburan,

misalnya rasa senang akibat menonton petualangan, acara

olahraga atau kuis. Ketiga, fungsi identitas pribadi (personal

identity), dimana penggunaan media massa telah memberikan hal

yang penting dalam kehidupan atau situasi publik,misalnya

mengingatkan masa lalu, menyadarkan pendapat orang tentang

dirinya sendiri, mendukung ide-idenya.

Penggunaan Media mempengaruhi penonjolan suatu isu.

(Weaver, Mc Combs & Spellman, 1975). Dalam penelitian ini

penggunaan media didefinisikan sebagai jumlah waktu yang

dihabiskan untuk berbagai media dan jenis media apa yang

dikonsumsi.

51

c) Pola Ketertarikan

Pola ketertarikan juga mempunyai arti dalam menentukan

hubungan antara agenda media dengan agenda publik. Dalam media

online merupakan audiens yang aktif, karena itu media online

(contohnya Online Newspaper) menentukan pentingnya isu dengan

mengorganisasikan berita berdasar kategori-kategori topikal yang

mudah diakes secara cepat pada informasi-informasi yang lebih mereka

butuhkan atau mereka sukai (Althaus dan Tweksburry, 2002:180-207)

Kelly, Merton dan Shibutani menyebut ketertarikan ini memiliki

unsur-unsur seperti; physical attractive (menyangkut penyajian media),

rewarding (nilai kegunaan yang diterima oleh individu), Familiarity

(berhubungan dengan hal-hal yang dikenal dan proximity (menyangkut

kedekatan) (Rakhmat,1996: 146).

Pola ketertarikan ini didefinifisikan sejauh mana pengenalan

terhadap isu. apakah isu tersebut familiar atau tidak, minat atau

ketertarikan pada suatu isu, dan nilai guna isu tersebut bagi individu itu

sendiri.

e. Isu Korupsi

Isu dapat diartikan sebagai concern, atau masalah yang menjadi

perhatian pribadi publik yang melibatkan perbedaan pendapat atau

pertentangan antar kelompok dalam masyarakat, ataupun yang didefinisikan

sebagai suatu permasalahan oleh kelompok. Sedangkan korupsi dapat

diartikan sebagai perbuatan penyalah gunaan kekuasaan dan tindakan

52

memperkaya diri dengan menempatkan kepentingan pribadi dan kelompok

diatas kepentingan publik yang menimbulkan kerugian pada keuangan dan

perekonomian negara dan kepentingan publik.

Sehingga, isu korupsi yang dimaksud adalah suatu permasalahan

yang menjadi perhatian pribadi publik yang melibatkan perbedaan pendapat

atau pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang berkaitan dengan

perbuatan penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan memperkaya diri dengan

menempatkan kepentingan pribadi dan kelompok diatas kepentingan publik

yang menimbulkan kerugian pada keuangan dan perekonomian negara dan

kepentingan publik. Dalam penelitian ini, isu korupsi di Indonesia di media

Online Newspaper menjadi fokus. Berikut pembagian isu korupsi di

Indonesia ;

Pertama, Jenis Korupsi. Jenis korupsi dibagi menjadi dua unit

kelas yakni petty corruption atau korupsi kecil-kecilan memakan materi

yang lebih kecil dan grand corruption yangmemakan materi lebih besar

karena ada intensi untuk melakukan akumulasi kekayaan dan penguatan

kekuasaan. Dalam UU No.20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31

Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 12 B,

dikatakan bahwa gratifikasi suap diatas sepuluh juta rupiah atau lebih yang

dilakukan pejabat dapat diproses sebagai tindak pidana korupsi. Mengacu

pada peraturan tersebut yag dimaksud petty corruption adalah korupsi yang

menelan materi dibawah sepuluh juta rupiah, sedangkan grandcorruption

merupakan korupsi yang menelan materi diatas sepuluh juta rupiah yang

dilakukan oleh pejabat publik.

53

Kedua, pelaku korupsi. Korupsi merupakan tindakan memperkaya

diri dan penyalagunaan kekuasaan dalam rangka mengutamakan

kepentingan sendiri atau kelompok dan mengabaikan kepentingan umum

serta praktiknya menimbulkan kerugian keuangan, biasanya dilakukan oleh

pejabat publik di pusat dan daerah.

Ketiga, Peradilan Tindak Korupsi. Isu mengenai peradilan tindak

korupsi menyangkut proses sebelum vonis (penyidikan dan penuntutan,

proses pemeriksaan saksi, tersangka dan alat bukti) serta saat dan setelah

vonis / putusan hakim dalam suatu kasus tindak pidana korupsi.

f. Konseptualisasi Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua komponen Agenda Setting yakni

agenda media dan agenda publik. Peneliti tidak memasukkan agenda

kebijakan, karena di Indonesia kebijakan dominan berada di tangan

pemerintah. Fokus dari penelitian ini adalah Online Newspaper.

Kemudian, Kompas.com dipilih dengan pertimbangan bahwa Online

Newspaper ini termasuk paling banyak memiliki jumlah visitor terbanyak di

Indonesia. Isu yang dipilih adalah isu mengenai korupsi. Di Indonesia, sejak

reformasi bergulir, keinginan untuk memberantas korupsi merupakan salah

satu prioritas dalam penegakan hukum di Indonesia hingga saat ini. Selain

itu terdapat data dari Media Center KPK tahun 2012, ada peningkatan

drastis pemberitaan isu korupsi di media dalam kurun waktu 1995-2012.

Inilah mengapa peneliti memilih isu mengenai korupsi.

54

Publik yang dipilih adalah Mahasiswa Pascasarjana fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Pemberitaan mengenai isu

korupsi sering memuat istilah-istilah teknis hukum, sehingga mahasiswa

pascasarjana FH UGM yang dipilih

Model penelitian ini mengambil model kemenonjolan (salience) dan

prioritas. Model ini menekankan bahwa isu penting yang ditampilkan media

dianggap penting bagi publik. Tipe penelitian yang diterapkan

menggunakan sejumlah sub isu pada isu besar nasional tentang korupsi dan

data individual

Agenda media diukur dengan Analisis isi (Content Analysis)

kuanitatif. Kemudian untuk agenda publik dan variabel kontrol (kredibilitas

media, Penggunaan media, dan pola ketertarikan) diukur dengan survey.

Pengukuran Agenda Media dengan analisis isi kuantitatif dilakukan

dengan cara menentukan batas waktu, membandingkan berbagai isi media

dan menyusun isi berdasar frekuensi topik-topik pemberitaan, ukuran

microcite, serta waktu unggah (Uploading Time). Sedangkan pengukuran

Agenda Publik dan variabel kontrol dilakukan dengan survey guna melihat

hubungan agenda media dan agenda publik. Peneliti akan menghitung sub

isu-sub isu tentang isu utama korupsi yang penting menurut publik, lalu

dikorelasikan dengan rangking isi media. Pada kedua hubungan itu akan

dianalisis kondisi-kondisi antara atau variabel kontrol yang

mempengaruhinya.

Dalam penelitian ini ada lima variabel yang akan diteliti. Berikut

variabel-variabel yang dimaksud berikut :

55

1. Agenda Media Online Newspaper : daftar isu korupsi di

Indonesia yang ditonjolkan dalam media online newspaper

pada kurun waktu tertentu.

2. Agenda Publik mahasiswa : daftar isu atau peristiwa yang

ditakar oleh publik mahasiswa menurut prioritas

kepentingannya (individu) dalam kurun waktu tertentu.

3. Kredibilitas media : tingkat sejauh mana media online

newspaper sebagai sumber komunikasi yang dipercaya oleh

public.

4. Penggunaan media : jumlah waktu yang dihabiskan untuk

berbagai media dan jenis media apa yang dikonsumsi.

5. Pola Ketertarikan : sejauh mana pengenalan terhadap isu

korupsi, apakah isu korupsi tersebut familiar atau tidak, minat

atau ketertarikan pada suatu isu korupsi, dan nilai guna isu

korupsi tersebut bagi individu itu sendiri.

Kemudian, Secara rinci definisi dan operasionalisasi dijelaskan

sebagai berikut (pada poin g).

g. Operasionalisasi Konsep

Pada tahap operasionalisasi ini, variabel independen adalah agenda

media Online Newspaper. Agenda publik mahasiswa merupakan variabel

dependen Sedangkan ada variabel kontrol yang berfungsi mengontrol

hubungan agenda media dan agenda publik. Dalam penelitian ini ada tiga

56

variabel kontrol yaitu kredibilitas media, penggunaan media, dan pola

ketertarikan. Berikut definisi dan operasionalisasinya

1. Agenda Media Online Newspaper (Variabel Independen)

Didefinisikan sebagai rangking urutan isu korupsi yang diberitakan media

online newspaper berdasarkan frekuensi pemberitaan, panjang berita dan

waktu unggah berita mengenai isu tersebut pada media Online Newspaper

dalam kurun waktu tertentu

Indikator-indikator variabel agenda media Online Newspaper adalah sebagai

berikut

1) Frekuensi pemberitaan : seberapa sering berita terkait isu korupsi d

Indonesia muncul di media Online Newspaper dalam kurun waktu

tertentu

2) Panjang berita : jumlah kata yang terdapat dalam berita terkait isu

korupsi di Indonesia yang diunggah media Online Newspaper

3) Waktu Unggah (Uploading Time) berita : jam atau waktu unggah dari

tiap berita terkait isu korupsi di Indonesia muncul pada media Online

Newspaper.

2. Agenda Publik Mahasiswa (Variabel Dependen)

Didefinisikan sebagai rangking isu korupsi di Indonesia yang dinilai

penting oleh publik, berdasar pada prosentase individu yang menyatakan isu

tersebut penting. Indikator dari agenda publik mahasiswa adalah penilaian

publik (mahasiswa).

57

3. Kredibilitas media (Variabel Kontrol 1)

Didefinisikan sebagai tingkat sejauh mana media online newspaper

sebagai sumber komunikasi yang dipercaya oleh publik terkait isu korupsi di

Indonesia. Ada 10 Indikator untuk kredibilitas media :

a. Tidak bias-bias, yakni seberapa jauh media online newspaper melakukan

bias dalam pemberitaan terkait isu korupsi di Indonesia

b. akurat-tidak akurat, yakni seberapa akurat media online newspaper dalam

pemberitaannya terkait isu korupsi di Indonesia

c. relevan-tidak relevan, yakni seberapa jauh relevansi yang dimunculkan

media online newspaper dalam menyajikan berita terkait isu korupsi di

Indonesia

d. informatif-tidak informatif, yakni seberapa layak atau informative media

online newspaper menyajikan pemberitaan terkait isu korupsi di Indonesia

pada publik

e. lengkap-tidak lengkap, yakni seberapa lengkap/ utuh media online

newpaper menyajikan pemberitaan terkait isu korupsi di Indonesia

f. terpercaya-tidak terpercaya, yakni seberapa jauh media online newspaper

dapat dipercaya pemberitaannya terkait isu korupsi di Indonesia oleh

publik

g. jujur-tidak jujur , yakni seberapa jauh kejujuran media online newspaper

dalam menyajikan pemberitaan terkait isu korupsi di Indonesia

58

h. jelas-tidak jelas, yakni seberapa jelas media online newspaper dalam

pemberitaannya terkait isu korupsi di Indonesia sehingga publik bisa

paham dan mengerti.

i. faktual-tidak faktual, yakni seberapa faktual media online newspaper

dalam pemberitaannya terkait isu korupsi di Indonesia.

j. kebenaran-tidak benar, yakni seberapa jauh kebenaran media online

newspaper dalam pemberitaannya terkait isu korupsi di Indonesia

4. Penggunaan media (Variabel Kontrol 2)

Didefinisikan sebagai jumlah waktu yang dihabiskan untuk berbagai

media dan jenis media apa yang dikonsumsi saat publik dihadapkan pada isu

korupsi di Indonesia. Dengan kata lain, hal ini menyangkut penggunaan

waktu publik untuk mengkonsumsi media guna mendapatkan informasi

terkait isu korupsi di Indonesia berdasarkan preferensinya masing-masing.

Indikatornya adalah frekuensi atau seberapa sering mereka menggunakan

media tersebut. Dalam penelitian, peneliti memberikan 5 opsi media yakni

Online Newspaper, Majalah, Surat Kabar, TV, dan Radio.

5. Pola Ketertarikan (Variabel Kontrol 3)

Didefinisikan sebagai sejauh mana pengenalan terhadap isu korupsi, apakah

isu korupsi tersebut familiar atau tidak, minat atau ketertarikan pada suatu

isu korupsi, dan nilai guna isu korupsi tersebut bagi individu itu sendiri.

59

Ada tiga indikator yang digunakan untuk mengukur Pola Ketertarikan; (1)

Pengenalan terhadap isu, (2) minat terhadap isu, (3) nilai guna isu tersebut

bagi individu.

F. METODOLOGI

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian

kuantitatif berorientasi pada hasil yang bersifat pasti, jelas dan dengan

pembuktian hipotesis. Penelitian ini mengunakan alur berpikir deduktif

dimana berawal dari teori yang kemudian menuju ke hal khusus sehingga

penelitian ini harus ada landasannya.

Penelitian ini bersifat eksplanatif. Penelitian eksplanatif bertujuan

membangun penjelasan mengenai faktor-faktor serta mekanisme yang

menyebabkan terjadinya fenomena yang diteliti (Newman, 1997:136).

Sehingga, penelitian ini berusaha memberikan penjelasan tentang hubungan

antara agenda media online newspaper dan agenda publik mahasiswa terkait

isu korupsi di Indonesia. Selain itu untuk menjelaskan pengaruh variabel

kontrol (kredibilitas media, penggunaan media dan pola ketertarikan) pada

hubungan tersebut. Penelitian semacam ini membutuhkan sampel dan

hipotesis.

Format eksplanasi ini dimaksudkan untuk menjelaskan suatu

generalisasi sampel terhadap populasinya atau menjelaskan hubungan,

perbedaan atau pengaruh satu variabel dengan variabel yang lain. Berikut

variabel yang akan diteliti: (1) Agenda Media Online Newspaper, (2)

60

Agenda Publik Mahasiswa, (3) Kredibilitas media, (4) Penggunaan media,

(5) Pola Ketertarikan. Pada aplikasinya, penelitian ini akan menggunakan

dua metode yakni analisis isi (content analysis) dan survey. Metode analisis

isi (content analysis) akan diaplikasikan pada agenda media Online

Newspaper. Untuk Agenda Publik dilakukan dengan survey.

2. Obyek Penelitian

Penelitian ini akan melihat apakah apa yang dianggap penting bagi media

akan dianggap penting juga oleh publik. Untuk melihat sejauh mana

keterkaitan diantara keduanya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya,

maka perlu mendalami keduanya. Sehingga ada dua obyek yakni agenda

media (online newspaper) itu sendiri dan publik (mahasiswa) yang

mengakses media tersebut.

3. Sumber Data

Pengumpulan data merupakan suatu langkah dalam metode ilmiah

melalui prosedur sistematik, logis dan proses pencarian data yang valid, baik

dipeoleh secara langsung (data primer) maupun tidak langsung (data

sekunder) untuk keperluan analisis dan pelaksanaan pembahasan suatu riset

secara benar untuk menemukan kesimpulan, memperoleh jawaban dan

sebagai upaya untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi oleh peneliti

(Ruslan, 2004: 27). Karenanya, sumber data yang digunakan haruslah benar

dan dapat dipertanggungjawabkan.

61

Dalam penelitian ini digunakan dua metode yakni analisis isi (content

analysis) dan survey. Analisis didefinisikan sebagai teknik riset yang

mendeskripsikan isi komunikasi secara obyektif, sistematik dan kuantitatif

Sedangkan, metode pengumpulan data survey adalah penyelidikan yag

diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan

mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi, sosial,

ekonomi atau politik dari suatu kelompok atau daerah (Nazir,1998: 2).

Penelitian Survey merupakan suatu penelitian kuantitatif dengan

menggunakan pertanyaan terstruktur/sistematis yang sama kepada banyak

orang, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti dicatat,

diolah, dan dianalisis (Prasetyo dan Jannah, 2005 : 143).

Dalam penelitian ini data primer berupa hasil analisis isi media Online

Newspaper dan kuesioner yang telah diisi oleh responden. Responden yang

dimaksud merupakan mahasiswa pascasarjana FH UGM.

Data sekunder dalam penelitian ini adalah, data-data yang berhubungan

dengan profil kedua obyek penelitian.

4. Tahapan Penelitian

Dalam melihat kekuatan hubungan agenda media kompas.com dan

agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM Yogyakarta, peneliti

melakukan dua tahap penelitian. Tahapan Penelitian I berkaitan dengan

pengukuran agenda media yang kemudian berlanjut pada Tahapan Penelitian

II yang mengukur agenda publik dan variabel kontrol.

62

a. Tahapan Penelitian I : Pengukuran Agenda Media

Pada tahapan penelitian I, peneliti mengukur agenda media Online

Newspaper kompas.com. Pada tahapan ini peneliti melakukan lima urutan

langkah yakni penentuan populasi dan sampel (1), penetapan unit

analisis(2), penetapan unit kategori dan kelas (3), Uji reliabilitas (4) dan

melakukan analisis isi (5) yang nantinya akan menghasilkan rangking isu

korupsi di Indonesia. Berikut rincian kelima langkah tersebut;

1) Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi agenda media online newspaper merupakan kumpulan dari

liputan- berita mengenai peristiwa yang berkaitan dengan isu korupsi di

Indonesia yang terdapat di online newspaper atau portal berita, kemudian

disusun kembali dalam kategori yang luas.

Sampel dalam penelitian ini adalah paket berita yang ada di Online

Newspaper Kompas.com. Penarikan sampel dilakukan secara purposive

sampling. Teknik penarikan sampel secara purposive didasarkan pada

beberapa alasan; pertama, karena dapat mewakili sifat dari populasi.

Kedua, peneliti secara sengaja memilih sampel atas dasar pertimbangan

ilmiah dan jugdement yang kuat, dimana online newspaper tersebut

memiliki traffic rank tertinggi di Indonesia menurut data Nielsen Media

Research di tahun 2011 serta data Markplus dan Alexa.com di tahun 2012.

63

2) Penetapan Unit Analisis

Kaitannya dengan pengukuran agenda media Online Newspaper

atau portal berita, unit analisis dalam penelitian ini adalah paket berita dari

portal berita kompas.com yang terkait dengan isu korupsi di Indonesia per

tanggal 1 November 2012 -31 Januari 2013.

Ini artinya, peneliti akan meneliti semua paket berita yang ada

kaitannya dengan isu korupsi di Indonesia yang terbit di online newspaper

kompas.com per tanggal 1 November 2012-31 Januari 2013, yakni

sebanyak 734 paket berita. Pada tingkat teks, unit analisis dalam penelitian

ini adalah teks berita.

Paket berita adalah rangkaian liputan yang menyajikan suatu

topik berita. Dalam website online newspaper terdapat webpage yang

terdiri dari beragam microcite yang memuat berita, gambar, komentar,

video dan link-link berita terkait (terdahulu), iklan, dan logo pengiklan.

Penanda suatu paket diawali oleh judul berita dan isi berita dalam

microcite tersebut. Dalam penelitian ini, hanya paket berita pada microcite

saja yang diukur sehingga gambar, komentar, link-link berita terkait

(terdahulu), iklan dan logo pengiklan tidak termasuk.

3) Penetapan Unit Kategori dan Kelas

Penelitian ini menggunakan teknik analisis isi (Content Analysis).

Agar bisa mencapai obyektif maka dibuat kategorisasi yang jelas dalam

teknik penelitian isi. Kategorisasi isi berita terkait isu korupsi di

Indonesia dalam penelitian ini berdasar pada pemberitaan media yang

64

kemudian dibagi menjadi beberapa kelas. Isu korupsi sendiri merupakan

isu spesifik yang akan dikategorikan menjadi tiga yakni jenis korupsi,

pelaku peradilan tindak pidana korupsi. Sedang kelasnya terdiri dari 6

kelas yakni : petty corruption, grandcorruption, korupsi oleh pejabat di

tingkat pusat, korupsi oleh pejabat di tingkat daerah, proses peradilan

tindak korupsi sebelum vonis dan proses peradilan tindak korupsi saat

vonis dijatuhkan hingga eksekusi pengadilan dilakukan.

Tabel 2. Unit kategori dan kelas Isu Korupsi

No Unit Kategori Unit Kelas 1 Jenis Korupsi Petty Corruption

Grand Corruption 2 Pelaku Korupsi Pejabat tingkat Pusat

Pejabat tingkat Daerah

3 Proses peradilan tindak korupsi

Proses sebelum vonis/putusan hakim dijatuhkan Saat dan setelah Vonis/Putusan Hakim

4) Uji Reliabilitas

Untuk mengukur reliabilitas data dalam teknik analisis isi media,

digunakan intercorder reliability atas kategorisasi yang digunakan.

Intercorder reliability digunakan untuk melihat apakah data yang

digunakan dalam analisis isi agar dapat memenuhi obyektivitas tertentu.

Penelitian ini memakai formula R. Holsti. Formula Holstli ini didasarkan

atas reliabilitas tes, dimana coders secara bersamaan melakukan koding

serangkaian isu sesuai dengan kategori yang telah ditentukan peneliti.

65

Berikut formula Holsti:

Reliability =

Keterangan :

NA : Jumlah kasus yang dicatat oleh oleh coder A

NB : Jumlah kasus yang dicatat oleh Coder B

M : Jumlah kasus dimana kedua corder saling sepakat atas klasifikasi yang

dibuat oleh peneliti

Dari jumlah total 734 berita tentang isu korupsi di Indonesia yang

muncul di Online Newspaper kompas.com per tanggal 1 November 2012-

31 Januari 2013, diambil 60 berita (8%) secara acak untuk diuji

reliabilitasnya oleh dua coder pada tiap kategori dan subkategori.

Bila hasil dari uji reliabilitas tersebut menunjukkan angka 0.70 –

0,80 (70%-80%) tingkat reliabilitas intercoder cukup memadai (Flourney

dalam Ahmad, 1995: 40). Sehingga, angka reliabilitas diatas 0,70 (70%)

maka dinyatakan reliable.

5) Analisis Isi (Content Analysis)

Pengukuran agenda media akan menghasilkan rangking isu

menurut hasil scoring paket berita yang berhubungan dengan isu korupsi

di Indonesia yang terbit di kompas tanggal 1 November 2012 – 31 Januari

2013.

Perangkingan bukan dilakukan per hari, namun perangkingan

diaplikasikan pada rentang waktu 1 November 2012-31 Januari 2013.

2 M

NA + NB

66

Indikatornya ada tiga yakni; Frekuensi Pemberitaan, Ukuran panjang

berita pada Microcite serta waktu unggah berita atau Uploading Time

Frekuensi pemberitaan dihitung tiap kali muncul pemberitaan.

Ukuran panjang berita dilihat dari satu kali tampilannya dalam microcite.

Sedangkan Uploading time merupakan jam upload atau waktu unggah dari

tiap kali berita itu muncul.

Tabel.3 Scoring Indikator Variabel Independen

D

D

Dari total skor yang didapat dari perhitungan ketiga indikator tersebut

kemudian dilakukan perangkingan isu korupsi di Indonesia. Sub isu-sub isu

kemudian diurutkan dari skor yang paling besar hingga paling kecil. Dari

hasil rangking tersebut diambil 10 sub isu teratas (Top Ten Sub Issues) yang

kemudian akan ditanyakan pada publik pada tahap penelitian II.

NO INDIKATOR VARIABEL INDEPENDEN

SCORING

1 Frekuensi Berita Tiap kali muncul pemberitaan, maka mendapat skor 1

2 Ukuran Berita pada Microcite

Dilihat dari panjang berita (jumlah kata) dalam satu kali tampilan Microcite. Berita “pendek” : skor 1 Berita “panjang” : skor 2

3 Uploading Time Dilihat dari waktu upload berita. Jika berita diupload saat

a. Weekdays (Senin s.d Jumat) jam 09.00-15.00 WIB : Skor 3

b. Weekend (Sabtu dan Minggu) jam 14.00 -22.00 WIB : Skor 2

c. Selain waktu a dan b : Skor 3

67

b. Tahap Penelitian II : Pengukuran Agenda Publik dan Variabel Kontrol

1) Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi agenda publik adalah mahasiwa Pascasarjana di Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada (FH) UGM Yogyakarta. Jumlah

mahasiswa aktif program Pascasarjana (S2 dan S3) di FH UGM sebanyak

1856 orang.

Menurut Neuman (2000:217), ukuran sampel untuk populasi

dibawah 1000 adalah 30%, 1000-10.000 adalah 10%, 10.000-150.000

adalah 1 %, 150.000-10 juta adalah 0,1%, dan diatas 10 juta adalah

0,025%. Ukuran sampling seperti itu telah memiliki akurasi yang baik dan

relevan maka diambil sampel sebanyak 200 orang dan dianggap sudah

representatif.

2) Penetapan Unit Observasi dan Unit Analisis

Unit observasi dalam penelitian ini adalah FH UGM. Unit analisis

merupakan satuan yang ingin diteliti. Dalam penelitian ini, unit analisis yang

diteliti yaitu individu (mahasiswa pascasarjana FH UGM).

3) Penarikan Sampel

Penarikan sampel dilakukan secara simple random sampling atau

acak sederhana, tanpa melihat strata dalam anggota populasi dan mereka

dianggap homogen. Pada prakteknya, peneliti menarik sampel secara acak

berdasarkan daftar hadir mahasiswa sesuai dengan jadwal resmi

68

perkuliahan yang diterbitkan Bidang Akademik Program Pascasarjana FH

UGM Yogyakarta.

4) Uji Reliabilitas dan Validitas

Untuk mengukur agenda publik dan variabel kontrol (penggunaan

media, kredibilitas media dan pola ketertarikan) digunakan survey riset

untuk mendapatkan data. Kuesioner merupakan alat ukur utama,

sehingga sebagai alat ukur kuesioner harus valid dalam megukur apa

yang diinginkan. Reliabilitas digunakan untuk menunjuk sejauh mana

suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila alat ukur digunakan

berulangkali (Frankfort dan Nachmias,1997:98). Dalam penelitian ini,

kuesioner merupakan instrumen penelitian yang mewakili peneliti di

lapangan, sehingga tiap butir dalam kuesioner haruslah reliabel

(Bungin,2005:97)

Untuk memastikan validitas dan reliabilitas akan dilakukan pretest

sebanyak 60 kuesioner yang akan dibagikan pada sampel. Pada ketiga

variabel kontrol diuji reliabilitasnya dan validitasnya yang kemudian

dibandingkan antara butir pertanyaan dengan total konstruk. Uji

reliabilitas dilakukan dengan cara melihat Alpha Cronbach dari tiap

variabel. Agar realibel maka nilai alpha cronbach harus lebih besar dari

0,6. Kemudian, dikatakan valid apabila tiap butir pertanyaan tersebut

ketika diuji menghasilkan output statistik dimana nilai rhitung > rtabel

(dengan melihat kolom corected item-total corelation pada output

statistik).

69

5) Survey

Pengukuran variabel dependen agenda publik dan Variabel kontrol

dilakukan dengan survey (menyebarkan kuesioner). Pada pengukuran

variabel dependen agenda publik, responden (mahasiswa) akan menilai

isu-isu mana yang penting menurut mereka. Publik (mahasiswa) akan

diberi 10 isu korupsi (yang didapat dari analisis isi pada tahapan penelitian

I) yang disajikan dengan pertanyaan semi terbuka untuk ditentukan tingkat

kepentingannya.

Responden kemudian dipersilakan memberi ranking pada 10 daftar

isu yang ada di kuesioner atau menuliskan dan memberi rangking isu

korupsi lain di luar daftar tersebut yang menurutnya penting secara

pribadi.

Jika publik memberi rangking 1 pada suatu isu, maka akan diberi

skor 10. Jika publik memberi rangking 2 pada suatu isu, maka akan diberi

skor 9 dan seterusnya. Jika publik tidak memberi rangking pada suatu isu,

maka diberi skor 0.

Kemudian, dalam penelitian ini ada tiga variabel kontrol yaitu

kredibilitas media, penggunaan media, dan pola ketertarikan. Berikut

pengukurannya:

a. Kredibilitas Media.

Pengukuran indikator dari 10 indikator menggunakan skala

bipolar 1-7 dengan untuk masing-masing opsi pertanyaan: tidak

bias-bias, akurat-tidak akurat, relevan-tidak relevan, informatif-

tidak informatif, lengkap-tidak lengkap, terpercaya, tidak

70

terpercaya, jujur-tidak jujur, jelas-tidak jelas, faktual-tidak

faktual, kebenaran-tidak benar.

Jika hasil penilaian diatas nilai rata-rata keseluruhan (<X) maka

kredibilitasnya rendah. Sebaliknya kredibilitasnya tinggi jika

hasil penilaiannya dibawah rata-rata keseluruhan (> X)

b. Penggunaan Media.

Pengukuran dilakukan berdasar preferensi publik dalam

mengkonsumsi media guna mendapat informasi, serta waktu

yang diluangkan publik untuk media. Dalam penelitian ini

peneliti memberi 5 opsi media yakni : Televisi, Radio, Surat

Kabar Konvensional, Majalah, Internet (Online Newspaper).

Pengukuran masing-masing opsi media menggunakan skala 1-4:

Nilai 1: Tidak pernah (membaca/ menonton/ mendengar/

mengakses);

Nilai 2 : Jarang (membaca/menonton/mendengar/mengakses);

Nilai 3 : Sering (membaca/menonton/mendengar/mengakses);

Nilai 4 : Selalu (membaca/menonton/mendengar/mengakses)

Penggunaan media yang tinggi pada 5 opsi media diatas ditandai

dengan skor sama dengan atau diatas 15 (x ≥ 15). Jika skornya

dibawah 15 (x ≤ 15) maka digolongkan dalam penggunaan

media yang rendah

71

c. Pola Ketertarikan.

Ada tiga indikator yang digunakan untuk mengukur Pola

Ketertarikan; (1) Pengenalan terhadap isu, (2) minat terhadap

isu, (3) nilai guna isu tersebut bagi individu. Pengukuran

dilakukan dengan skala Likert 1-4 :

Nilai 1 : Tidak Familiar/ tidak ber minat/tidak berguna

Nilai 2: Kurang Familiar/ kurang berminat/ kurang berguna ;

Nilai 3: Familiar/ Berminat/ Berguna

Nilai 4: Sangat Familiar/sangat berminat/sangat berguna.

Pola ketertarikan yang tinggi ditandai dengan skor sama dengan

atau diatas 9 (x ≥ 9). Jika skornya dibawah 9 (x ≤ 9) maka

digolongkan dalam pola ketertarikan yang rendah

5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan tiga teknik analisis data yaitu analisa data

univariat, bivariat dan multivariat. Ketiganya menggunakan bantuan SPSS

16.0. Berikut penjelasannya;

a. Analisis Data Univariat

Analisa data univariat akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan karakteristik

responden dan hasil temuan.

b. Analisis Data Bivariat

Setelah data terkumpul dan diukur, akan dilakukan analisa data yang

bertujuan menentukan kuat lemahnya hubungan antara agenda media

72

Online Newspaper dengan agenda publik mahasiswa yang diukur

dengan hitungan statistik SPSS 16.0 dengan Teknik Korelasi Rank

Spearman :

γs = 1 - 6∑di2

N (N -1)

Keterangan D= Perbedaan atau selisih antara pasangan rangking

N = Jumlah sub isu yang diamati

c. Analisis Data Multivariat

Kemudian, akan dilakukan analisa pengaruh variabel kontrol terhadap

hubungan agenda media dan publik dengan elaborasi. Uji dilakukan

dengan SPSS 16.0. Perbedaan koefisien korelasi antara variabel

independen dengan variabel dependen dalam kondisi yang berbeda,

diuji dengan rumus:

Z hitung = 3N

13N

1

ZZ

21

21

−+

Keterangan :

Z1= nilai γ1 yang telah dikonversikan ke nilai Z Z2= nilai γ2 yang telah dikonversikan ke nilai Z N1= Jumlah Sample dalam kelompok 1 N2= Jumlah Sample dalam kelompok 2

Sehingga ada 4 hipotesis yang akan diuji :

1. Hipotesis 1

73

Ho.1 : Tidak ada korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper kompas.com dengan agenda publik mahasiswa

H1.1 : Ada korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper kompas.com dengan agenda publik mahasiswa

2. Hipotesis 2

Ho.2 : Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia tidak berbeda dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut menilai kompas.com mempunyai kredibilitas tinggi dibandingkan dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut menilai kompas.com mempunyai kredibililitas rendah.

H1.2 : Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia akan lebih kuat dalam kondisi dimana publik mahasiswa menilai kompas.com mempunyai kredibilitas tinggi dibandingkan dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut menilai kompas.com mempunyai kredibililitas rendah.

3. Hipotesis 3

Ho.3 : Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia tidak berbeda dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut pengguna media yang tinggi dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut pengguna media yang rendah.

H1.3 : Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia akan lebih kuat dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut pengguna media yang tingi dibandingkan dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut pengguna media yang rendah.

4. Hipotesis 4

74

Ho.4 : Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia tidak berbeda dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut memiliki tingkat ketertarikan yang tinggi dibandingkan kondisi dimana publik mahasiswa tersebut memiliki tingkat keterterikan yang rendah

H1.4 : Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia akan lebih kuat dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut memiliki tingkat ketertarikan yang tinggi dibandingkan kondisi dimana publik mahasiswa tersebut memiliki tingkat keterterikan yang rendah

Keempat Hipotesis tersebut dapat dirumuskan secara statistik dengan SPSS

16.0, seperti berikut :

1. Uji Hipotesis 1 menggunakan teknik analisis data bivariat. Secara

statistic dirumuskan dengan :

Γs =0 Γs ≠0 Pada tingkat signifikansi P<0.05 Γs adalah korelasi antara agenda media Online Newspaperkompas.com

dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM Yogyakarta.

2. Uji Hipotesis 2 menggunakan teknik analisis multivariat. Dirumuskan

dengan;

Γxy.A1 = Γxy.A2 Γxy.A1 > Γxy.A2 Pada tingkat signifikansi P<0.05 Γxy.A1 = korelasi antara agenda media Online Newspaper

kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM

Yogyakarta yang menilai kredibilitas kompas.com tinggi

75

Γxy.A2 = korelasi antara agenda media Online Newspaper

kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM

Yogyakarta yang menilai kredibilitas kompas.com rendah

3. Uji Hipotesis 3 menggunakan teknik analisis multivariat. Dirumuskan

dengan;

Γxy.A1 = Γxy.A2 Γxy.A1 > Γxy.A2 Pada tingkat signifikansi P<0.05

Γxy.A1 = korelasi antara agenda media Online Newspaper

kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM

Yogyakarta dengan penggunaan media yang tinggi

Γxy.A2 = korelasi antara agenda media Online Newspaper

kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM

Yogyakarta dengan penggunaan media yang rendah

4. Uji Hipotesis 4 menggunakan teknik analisis multivariat. Dirumuskan

dengan;

Γxy.A1 = Γxy.A2 Γxy.A1 > Γxy.A2 Pada tingkat signifikansi P<0.05 Γxy.A1 = korelasi antara agenda media Online Newspaper

kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM

Yogyakarta dengan pola ketertarikan tinggi

Γxy.A2 = korelasi antara agenda media Online Newspaper

kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM

Yogyakarta dengan pola ketertarikan rendah

76

6. Model Analisis

G. KELEMAHAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

1. Generalisasi hasil penelitian hanya pada satu lingkungan terbatas,

yakni publik mahasiswa Pascasarjana fakultas Hukum UGM

Yogyakarta

2. Kerangka waktu penelitian didasarkan pada penilaian peneliti saja,

menyesuaikan antara waktu pengumpulan data agenda media dan

waktu pengumpulandata agenda publik. Untuk mengumpulkan data

agenda media berdasar analisis isi dilakukan peneliti dengan melihat

isu yang terjadi.

3. Variabel kontrol yang digunakan terbatas yakni tiga : kredibilias

media, penggunaan media dan pola ketertarikan, sehingga tidak cukup

menjelaskan kondisi secara keseluruhan saat mengontrol hubungan

antara agenda media online newspaper dengan publik mahasiswa

program pascasarjana FH UGM Yogyakarta

Agenda Media Online Newspaper

(Variabel Independen)

Agenda Publik Mahasiswa

(Variabel Dependen

Variabel Kontrol :

1. Kredibilitas Media

2. Penggunaan Media

3. Pola Ketertarikan