BAB I PENDAHULUAN A. Latar...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan surat kabar di Sulawesi Tengah telah mengalami
peningkatan yang cukup pesat. Beberapa surat kabar telah terbit dan mulai
tersebar di wilayah Sulawesi Tengah. Seperti Mercusuar, Radar Sulteng,
Nuansa pos, Info baru, dan Media Alkhairat. Hal ini menunjukan bahwa
media penerbitan di Sulawesi Tengah telah mengalami perkembangan yang
sangat signifikan. Maka dari itu dengan munculnya beberapa media cetak
yang ada di Sulawesi Tengah, dapat memberikan kontribusi berupa informasi
yang memadai khususnya bagi masyarakat di Sulawesi Tengah, sehingga
fungsi pers, dalam hal ini tentu saja media atau surat kabar tersebut sudah
menjadi beban dalam institusi sosial yang bertugas sebagai kontrol sosial serta
diharapkan menjadi salah satu pilar demokrasi.
Keberadaan surat kabar harian Mercusuar sejak tahun 1962, selain
menjadi spirit perjuangan masyarakat Sulawesi Tengah untuk menjadi
propinsi sendiri dan mendirikan perguruan tinggi negeri, juga sangat penting
dalam pengelolaan media sebagai alat kontrol sosial yang menjadi landasan
idealnya, dengan harapan kepercayaan masyarakat tetap bisa dipertahankan
begitupun juga komitmen para wartawan dalam segala aspek pemberitaan,
menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan output sebuah hasil yang
dikeluarkan.
2
Sejarah tidak akan melupakan media ini, dari Mercusuar inilah
memunculkan banyak kader hampir seluruh wartawan senior yang ada di
daerah ini sampai sekarang. Karena itu sejarah keberadaan Harian Mercusuar
adalah rangkaian sejarah keberadaan Radar Sulteng, termasuk para wartawan
dan para unsur pimpinan yang saat ini bekerja di Radar Sulteng. Harian
Mercusuar merupakan cikal bakal keberadaan harian Radar Sulteng, termasuk
wartawannya.
Radar Sulteng, merupakan koran baru, yang terbit tahun 2004,
merupakan pisahan manajemen Jawa Pos Group yakni Harian Mercusuar
dengan alasan bahwa idealisme koran, dan konsep pengelolaan sistem
manajemen tidak lagi seirama dengan konsep awal dan idealisme pendirinya.
Akibat perbedaan itu, maka Radar Sulteng mengalihkan modalnya menjadi
Harian yang berdiri lewat model dan sistem manajemen Jawa Pos Group di
bawa kepemimpinan Kamil Badrun.
Dalam banyak media, baik elektronik maupun media cetak memiliki
kebijakan redaksionalnya masing-masing. Hal itu terjadi disebabkan adanya
perbedaan konsep pengembangan media oleh pemiliknya juga berbeda.
Seorang pemilik media cetak atau elektronik selalu diperhadapkan oleh dua
konsep besar dalam mengembangkan medianya, apakah harus berprinsip pada
sebuah konsep ideologi atau pada prinsip bisnis usahanya ataukah perpaduan
keduanya, itulah yang membedakan sebuah media berbeda dalam banyak hal
termasuk peliputan dan metode manajemen yang dianutnya.
3
Jika dicermati kebijakan redaksi pada dua media antara Mercusuar dan
Radar Sulteng, jelas ada perbedaan pada masing-masing kebijakan. Tapi pada
sisi lain memberi gambaran pada kita bahwa media cetak khususnya Harian
Mercusuar dan Radar Sulteng menjadi sangat membantu dalam memberikan
pemberitaan tentang pelaksanaan pilkada, apalagi sekarang lagi gencar-
gencarnya pemilihan PAW Cawabup Parigi Moutong 2011-2013. Nampak
dengan jelas bahwa peran kedua media tersebut dalam banyak peristiwa
termasuk Pemilihan PAW Cawabup Parigi Moutong 2011-2013 sangat
menguntungkan bagi media, para kandidat, serta khalayak yang selalu
senantiasa mengikuti pemberitaannya.
Setiap pemberitaan mengenai pilkada, termasuk pemilihan PAW
Cawabup Parigi Moutong 2011-2013 menjadi sangat khusus karena setiap
pelaksanaan pilkada, redaksi Harian Mercusuar dan Harian Radar Sulteng
menugaskan wartawannya khusus meliput proses pilkada. Kedua redaksi
melihat bahwa minat pembaca pada hal-hal politik termasuk pilkada sangat
tinggi, hampir menyamai peristiwa-peristiwa kecelakaan pesawat dan bencana
alam besar.
Oleh karena itu ragam momen menjadi tujuan dalam penerbitan ini,
termasuk pemberitaan pilkada seperti yang termuat pada Undang-Undang
Pokok Pers No. 40 tahun 1999, tentang fungsi pers dan jaminan kemerdekaan
pers yang mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan
gagasan dan informasi, (pasal 3).
4
Seperti halnya koran-koran lokal yang terbit sampai saat ini, seperti
harian Radar Sulteng, Nuansa Pos, Info baru, dan Media Alkhairat. tentu
memiliki model dan tipe penulisan yang berciri khas sendiri-sendiri sesuai
kebijakan manajemen redaksionalnya. Surat kabar Harian Mercusuar dan
Radar Sulteng pada halaman-halaman tertentu selalu memfokuskan
perhatiannya pada aspek politik terutama berkaitan dengan menjelang dan
pasca Pilkada. Pemberitaan yang selalu ditampilkan sangat variatif dengan
tetap berpegang pada kode etik jurnalistik, walaupun kadang sangat
propokatif, kadang juga persuasif.
Model pemberitaan seperti itu, wajar saja jika disimak munculnya
persaingan media yang semakin kuat, baik media cetak maupun media
elektronik. Tentu maksud dan tujuannya adalah sebagai bagian dari strategi
pengembangan usaha, guna mempertahankan dan atau lebih meningkatkan
usaha pengelolaan penerbitan. Maka dari itu pers lebih dihadapkan pada
kekuatan industrialisasi ditubuh pers itu sendiri karena sarat dengan
kepentingan-kepentingan. Sisi lain tuntutan masyarakat akan pentingnya
media juga semakin tinggi, membawa perubahan pada pola mobilitas
kehidupan yang sangat beragam. Harian Mercusuar dan Radar Sulteng sejak
awal keberadaannya, tetap konsisten untuk perjuangan kepentingan
masyarakat Sulawesi Tengah. Salah satu aspek yang tetap dipertahankan
adalah informasi yang berkaitan dengan Pilkada, bahkan ulasan secara khusus
sering ditampilkan secara berkesinambungan.
5
Kontinyuitas pemberitaan masalah politik, khususnya pilkada pada
harian Mercusuar dan Radar Sulteng memunculkan keraguan, apakah semata
untuk mengejar tuntutan besar pembaca untuk mengetahui calon pemimpinnya
yang layak untuk dipilih, karena peran kognisi sosial yang lebih dominan dari
penulisnya, lalu mempertahankan model pemberitaannya, yang lalu
menimbulkan aspek lain yang berdampak pada kerentanan nilai sosial.
Misalnya isi pemberitaan yang mengarahkan pada keinginan pembuatan berita
mencapai tujuan tertentu.
Tidak menutup kemungkinan mekanisme kerja dan proses produksi
berita setiap lembaga pers selalu diperhadapkan oleh banyak persoalan, karena
didalamnya terdapat unsur-unsur kepentingan dan bisnis. Tak heran jika
Harian Mercusuar dan Radar Sulteng sebagai salah satu bagian media massa
di Sulawesi Tengah bila diperhadapkan dengan persoalan kekuasaan dan
kepentingan bisa saja pemberitaannya mengesampingkan realitas kebenaran
yang sesungguhnya terjadi, apalagi dengan pemberitaan politik (Pilkada),
termasuk PAW Cawabup Parigi Moutong periode 2011-2013, dalam hal ini
momentum suksesi tersebut adalah kasus yang dapat diamati yakni bagaimana
media surat kabar harian Mercusuar dan Radar Sulteng menyajikan
pemberitaannya. Ada mekanisme pengganti antar waktu wakil Bupati Parigi
Moutong yang harus dilalui sesuai kesepakatan parpol pengusung paket bupati
pada saat pilkada sebelumnya, salah satunya adalah mekanisme parpol
pemenang pengusung pilkada bupati dan wakil bupati Parigi Moutong diberi
6
kewenangan untuk mengusung kadernya atau calon wabup yang disepakati
untuk dipilih di DPRD Kabupaten (Dekab) Parigi Moutong.
Ada lima partai politik pengusung Longki Djanggola-Samsurizal
Tombolotutu pada pemilukada Parigi moutong 2008 lalu, akan mengajukan
empat nama calon. Yakni Kemal Natsir Toana yang diusulkan PDIP dan PBB,
Rahman P ondo yang diusulkan PKB, Abdul Haris Lasimpara yang diajukan
Partai Demokrat, dan Rustam Thamrin yang diusulkan PPP.
Dari empat nama tersebut, Bupati Rizal Tombolotutu yang sebelumnya
menduduki wakil Bupati Parigi Moutong memiliki hak prerogatif untuk
mencoret beberapa calon wabup PAW jika usulan dari parpol atau gabungan
lebih dari dua nama. Penjelasan itu berdasarkan hasil konsultasi dengan
Kemendagri dan sekaligus mempertegas kewenangan Bupati sebagaimana
yang diatur dalam ketentuan pasal 26 ayat 4, Undang-undang Nomor 12 tahun
2008 tentang perubahan kedua Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah. Dalam aturan tersebut, menyebutkan bahwa untuk
mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik dan masa
jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah
mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai
politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah untuk dipilih oleh rapat paripurna DPRD. Dua bakal
calon yang akan diajukan dalam pemilihan yang digelar di DPRD Kabupaten
7
(Dekab) Parigi Moutong, akan memperebutkan 40 suara anggota Dekab Parigi
Moutong dalam rapat paripurna pemilihan wakil Bupati.
Oleh sebab itu, dalam momentum pemilihan cawabup Parigi Moutong
ini menjadi sangat kuat mendorong pilihan pelaku pers untuk bertindak, dan
menentukan aksinya, termasuk obyek proses pemberitaan PAW Cawabup
Parigi Moutong, apakah harian Mercusuar dan Radar Sulteng ini, tetap
melalui mekanisme dan cara-cara pemberitaan dalam menyajikan berita benar-
benar berdasarkan realitas yang ada. Jika cara metode pelacakan berita serta
penyajian berita diwacanai banyak kepentingan maka pasti tergambar output
yang sangat mengecewakan audiensnya.
Dengan demikian akan menjadi persoalan rumit ketika media sudah
menjadi perpanjangan tangan kekuasaan. Melalui berita yang ditampilkannya,
media akan senantiasa mempresentasikan kepentingan dari penguasa itu
sendiri. Sehingga dalam hal ini tugas media sebagai perpanjangan tangan dari
kekuasaan harus senantiasa mampu untuk membangun citra pada penguasa
tersebut agar nantinya di mata masyarakat dipandang sebagai seorang
pemimpin yang memiliki kepribadian yang jauh dari citra yang negatif. Oleh
sebab itu, penulis sangat tertarik untuk meneliti pemberitaan Harian
Mercusuar dan Radar Sulteng dalam menyajikan pemberitaannya mengenai
pemilihan cawabup PAW Parigi Moutong 2011-2013.
8
B. Masalah Penelitian
Koran lokal dengan terbitan harian seperti Mercusuar dan Harian
Radar Sulteng tentu jauh lebih berperan terhadap kehidupan masyarakat dari
pada harian nasional, baik melalui pemberitaan yang berkaitan dengan
pendidikan, hiburan, budaya, ekonomi, apalagi berkaitan dengan politik. Hal
ini didukung oleh jangkauan distribusi yang sangat memadai dan rutinitas
pemberitaan yang perannya sangat intens pada harian Mercusuar mencapai 18
edisi pemberitaan dan Radar Sulteng 10 edisi pemberitaan selama periode
menjelang pemilihan, belum termasuk iklan pilkada yang memang sudah
menjadi langganan sejak persiapan wakil Bupati.
Peran dua media ini sangat menarik untuk di teliti melalui momentum
politik PAW Wakil Bupati Parigi Moutong, selain intensitas pemberitaan
minat pembacanya juga sangat besar tentu ini momen baik untuk menjadi
sumber informasi terutama berkaitan dengan pemilihan wakil bupati.
Harapan itu tentu bisa membentuk wacana lalu berdampak pada
pilihan mereka, karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang “Bagaimana
Wacana Pemberitaan Tentang PAW Calon Wakil Bupati Parigi-Moutong
Periode 2011-2013 pada Media Surat Kabar Harian Mercusuar dan Surat
Kabar Harian Radar Sulteng Dalam Memberikan Makna Pemberitaannya?.
Melihat intens pemberitaan kedua media ini tentu akan memberi pemaknaan
penting dalam proses penetapan pilihan oleh para wakil rakyat yakni DPRD
Kabupaten Parigi Moutong maupun penciptaan wacana pada masyarakat
dalam mendorong adanya wakil Bupati sesuai harapan mereka.
9
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memfokuskan pada analisis wacana pemberitaan tentang
PAW Cawabup Parigi-Moutong periode 2011-2013 yang ada dalam media
Mercusuar dan Radar Sulteng. Adapun rentang waktu yang diambil selama
lima bulan, yaitu dari bulan September 2011 –Januari 2012, dengan
mengambil objek berita dari beberapa sampel berita yang menyangkut
pemberitaan PAW Calon Wakil Bupati Parigi-Moutong periode 2011-2013
yang diterbitkan oleh media Mercusuar dan Radar Sulteng yang dianggap
representatif. Bila diuraikan lebih rinci, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui makna berita pada Harian Mercusuar dan Radar
Sulteng terhadap PAW Cawabup Parigi-Moutong 2011-2013;
2. Untuk menambah wacana bagi mahasiswa dan pembaca lain dalam
penelitian ini mengenai makna pemberitaan dalam skala media lokal yang
relatif masih belum terlalu banyak disinggung.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang memfokuskan pada analisis wacana pemberitaan
PAW Cawabup Parigi-Moutong Periode 2011-2013 dalam perbandingan
antara media Mercusuar dan Radar Sulteng ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi sebagai berikut. Pertama, pemahaman secara teoritis sehingga
dapat bermanfaat dan memperkaya perkembangan ilmu, khususnya
pemahaman mengenai wacana pemberitaan, penelitian ini juga diharapkan
10
dapat memberikan wawasan mengenai wacana pemberitaan serta memperkaya
cakrawala pemikiran pada kajian bidang Ilmu komunikasi terutama mengkaji
mengenai wacana. Kedua, manfaat dari aspek praktis penelitian ini diharapkan
dapat memberikan bahan referensi bagi yang ingin menggunakan hasil
penelitian ini, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan
media massa khususnya yang ada di Sulawesi Tengah, dan juga dapat
memberikan pengetahuan mengenai wacana pemberitaan. Olehnya juga
diharapkan dapat menjadi sumbang saran bagi media massa dalam dunia
politik.
E. Objek Penelitian
Sebagaimana yang ada dalam rumusan masalah diatas, maka objek
telitinya berupa media massa. Lebih spesifik lagi, media massa yang
dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah media massa cetak harian
Mercusuar dan Radar Sulteng Edisi September 2011 s/d Januari 2012, dengan
pertimbangan bahwa kedua media ini hingga kini lebih teruji eksistensinya di
Sulawesi Tengah dari kedua media tersebut mempunyai oplah tentunya
berbeda pada Harian Mercusuar memiliki oplah sekitar 1.273, sedangkan
Radar Sulteng memiliki oplah sekitar 1.320. Selanjutnya yang menjadi
pertimbangan lain dalam menentukan objek penelitian ini media Mercusuar
dan Radar Sulteng selalu menyuguhkan pemberitaan masalah politik
khususnya mengenai pemberitaan pilkada terutama yang memuat tentang
pemberitaan mengenai PAW Cawabup Parigi-Moutong 2011-2013.
11
F. Tinjauan Pustaka
Sebelumnya sudah ada beberapa penelitian yang mengkaji tentang
analisis wacana. Penelitian tersebut setidaknya bisa menjadi sumber arahan
atau informasi tentang analisis wacana itu sendiri maupun fokus yang belum
diteliti sehingga peneliti bisa melakukan pengembangan baru atau mengkaji
lebih dalam lagi, kendati tidak semuanya bepijak pada pijakan keilmuan dalam
ranah kajian ilmu komunikasi. Beberapa peneliti itu bisa kita lihat dari
masing-masing fokus telitinya, Seperti misalnya; Ibrahim (2006) yang
mengkaji mengenai bagaimana Harian Babel Pos, Rakyat Pos, dan Bangka
Pos mengkonstruksi isu-isu pemilihan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung
dalam sebuah penelitian dengan menggunakan analisis wacana yang
memaparkan mengenai media massa dalam mengkonstruksi pemberitaan
seputar pemilihan Gubernur sehingga bisa kepentingan yang diusung oleh
media massa di balik konstruksi itu bisa terbongkar pada penelitian yang
berjudul “Pilkada dalam konstruksi media massa lokal (Analisis Wacana
Kritis terhadap pemberitaan isu-isu pemilihan gubernur pada harian pagi babel
pos, rakyat pos, dan bangka pos menjelang pemilihan gubernur kepulauan
Bangka Belitung).” Walaupun demikian bahwa penelitian tersebut
menganalisis konstruksi terhadap media massa yang juga termasuk ranah
kajian ilmu Komunikasi, namun secara umum penelitian ini cenderung pada
bidang keilmuan Ilmu Politik.
12
Demikian juga dengan Amirotul Ro’ifah (2013) dalam pembahasan
pertama meneliti mengenai bagaimana media massa ‘the jakarta post’
menghasilkan bentuk-bentuk strategi representasi dalam penjudulan headline
isu kenaikan harga BBM yang digunakan media ‘The Jakarta Post’, kemudian
pembahasan kedua mengenai makna wacana headline pada media massa ‘The
Jakarta Post’ yang berhubungan dengan isu kenaikan harga BBM. Dan
pembahasan ketiga mengenai fungsi dari adanya wacana headline media
massa’The Jakarta Post’ yang berhubungan dengan isu kenaikan harga BBM
tersebut, ketiga pembahasan tersebut dirangkum dalam penelitian yang
berjudul “(Analisis Wacana Kritis Pada Headline Media Massa ‘The Jakarta
Post’)” dengan mengintegrasikan analisis wacana yang didasarkan pada
kajian linguistik.
Selain itu ada beberapa peneliti yang secara spesifik melakukan
penelitian dengan menggunakan metode analisis wacana yang berpijak pada
ranah kajian Ilmu Komunikasi, yaitu Hakim Syah (2010) dengan
memfokuskan penelitiannya pada pokok masalah mengenai wacana berita
media cetak dalam penelitian yang berjudul “Wacana Cicak vs Buaya Di
Media Cetak Nasional (Analisis Wacana Kritis Berita Konflik KPK dan Polri
di Harian Umum Kompas dan Media Indonesia)”.
Aji (2008) dalam penelitiannya yang berjudul ‘Ideologi Gender
Dalam Rubrik’O Mama, O Papa’ Di Majalah Kartini. Kajian analisis wacana
kritis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kognisi sosial van Dijk yang
meliputi struktur mikro, super dan makro.
13
G. Kerangka Pemikiran
1. Berita sebagai Wacana (New as Discourse)
Umumnya di antara kita memandang berita (news) sebagai laporan
tentang suatu peristiwa. Kita menganggap laporan itu berisi apa adanya
tentang suatu keadaan. Jika kenyataannya merah, maka dilaporkan merah.
Kalau putih dilaporkan putih. Benarkah demikian?
Dalam pandangan berita sebagai wacana (news as discourse),
anggapan bahwa berita adalah laporan yang obyektif apa adanya tentang
suatu peristiwa ternyata tak selamanya benar, bahkan cenderung menjadi
mitos. Berita sebagai wacana adalah hasil upaya kaum jurnalis (wartawan)
mengkonstruksikan realitas (peristiwa, benda, keadaan dsb). Dalam
melakukan konstruksi realitas itu, wartawan mengumpulkan data dan fakta,
menyeleksinya, membahasakannya, dan kemudian memuatnya. Ketika
melakukan semua itu, wartawan tidak berada dalam ruang yang vakum
melainkan dipengaruhi oleh sejumlah faktor internal dan eksternal dirinya
sehingga berita yang terbentuk merupakan hasil olahan dari sejumlah
komponen (stuffs) yang masuk kedalamnya. Proses melakukan konstruksi
realitas ini secara sederhana dapat dilihat dalam gambar 1. Seorang wartawan
(2) memulai konstruksi realitas (membuat berita) dengan menghimpun data
dan fakta atas suatu kejadian atau peristiwa (1). Secara umum, sistem
komunikasi adalah faktor yang mempengaruhi sang pelaku dalam membuat
wacana. Dalam sistem komunikasi libertarian, berita yang terbentuk akan
berbeda dengan sistem komunikasi otoritarian. Secara lebih khusus, dinamika
14
internal dan eksternal (4) yang mengenai diri sang jurnalis juga akan sangat
mempengaruhi proses konstruksi. Secara internal, kepentingan pribadi
wartawan itu antara lain dalam bentuk kepentingan idealis, ideologis, dan
sebagainya; sedangkan kepentingan eksternal bisa datang dari sponsor,
pembeli media, maupun pemilik media (5) (Ibnu Hamad, 2006).
Gambar 1.
Proses Pembuatan Berita Melalui Proses Konstruksi Realitas
Tatkala melakukan konstruksi realitas, sang wartawan memakai
strategi tertentu (6) yang setidak-tidaknya mencakup tiga komponen : (a)
Dinamika Internal
dan Eksternal Pelaku
Konstruksi (4)
Fungsi Bahasa
Strategi Framing
Strategi Priming (7)
Faktor Internal:
ideologi, Idealis.
Faktor Eksternal:
Sponsor, Pemilik
Media (5)
Proses Konstruksi
Realitas oleh
wartawan (2)
Berita sebagai Discource
(Realitas yang Dikonstruksikan)
(8)
Makna, Citra, dan Kepentingan
di Balik Berita (9)
Strategi
Mengkonstruksi
Realitas (6)
Realitas Pertama : Kejadian atau Peristiwa (1)
Sistem Komunikasi Yang
Berlaku (3)
15
pilihan bahasa mulai dari kata hingga paragraf; (b) pilihan fakta yang akan
dimasukkan/dikeluarkan dari wacana yang populer disebut strategi framing,
dan (c) pilihan teknik menampilkan wacana di depan publik atau taktik
priming (7). Seraya mempertimbangkan faktor internal dan eksternal, proses
konstruksi realitas dengan memakai perangkat strategi konstruksi realitas itu
menghasilkan berita dalam bentuk wacana (discource). Oleh karena discourse
yang terbentuk ini telah dipengaruhi oleh berbagai kepentingan, kita dapat
segera melihat bahwa di balik berita terdapat makna dan citra yang diinginkan
serta kepentingan yang sedang diperjuangkan oleh pembuatnya (9).
Melihat bahwa berita itu adalah hasil konstruksi realitas yang juga
melibatkan unsur-unsur lain di luar bahasa, maka tampaknya semua berita
adalah Discource. Berita bukan sekedar menceritakan kembali sebuah
peristiwa namun berita adalah cerita yang memuat ‘cerita lain’ di balik berita.
2. Berita: Konstruksi Sosial Realitas
Ahli sosiologi Gaye Tuchman, dalam bukunya Making News (1978),
menyatakan bahwa berita merupakan konstruksi realitas sosial. Buku tersebut
didasarkan pada serangkaian observasi partisipatoris di ruang berita media dan
wawancara pegawai pemberitaan selama sepuluh tahun. Tindakan membuat
berita, kata Tuchman, adalah tindakan mengonstruksi realita itu sendiri, bukan
penggambaran realita. Dia menekankan bahwa berita adalah sekutu bagi
lembaga-lembaga yang berlegitimasi dan bahwa berita juga melegitimasi
status quo. Tuchman mengaitkan profesionalisme berita dan organisasi berita
dengan kemunculan kapitalisme korporat. Menurutnya, berita adalah sumber
16
daya sosial yang konstruksinya membatasi pemahaman analitis tentang
kehidupan kontemporer. Dia mengatakan bahwa, “melalui praktik-praktik
rutinnya dan klaim para profesional berita untuk melakukan arbitrase
pengetahuan dan menyajikan pemaparan factual, berita melegitimasi status
quo” (Werner J. Severin & Tankard, 2011:400).
Oleh sebab itu karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa
adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa
adalah mengkonstruksikan berbagai realitas yang akan disiarkan (Ibnu Hamad,
2004:11). Fakta yang muncul di media massa tidak sepenuhnya sama dengan
fakta yang sebenarnya. Fakta di media massa hanyalah hasil rekonstruksi dan
olahan para awak di meja-meja redaksi. Walaupun mereka telah bekerja
dengan menerapkan teknik-teknik jurnalistik. Media menyusun realitas dari
berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang
bermakna. Pembuatan berita di media pada dasarnya adalah penyusunan
realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna.
Chomski menunjukkan pada kita bahwa media massa juga dapat
dijadikan sebagai alat yang ampuh dalam perebutan makna. Siapa yang
berhasil membangun citra (image) akan mendapatkan legitimasi public seperti
yang mereka inginkan, atau sebaliknya (Chomsky, 2009:5-6).
Dengan demikian seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah
dikonstruksikan (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna.
17
Dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia
merupakan instrument pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat
konseptualisasi dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita,
cerita, ataupun ilmu pengetahuan tanpa bahasa. Selanjutnya, penggunaan
bahasa (simbol) tertentu menentukan format narasi (dan makna) tertentu.
Sedangkan jika dicermati secara teliti, seluruh isi media entah media cetak
ataupun media elektronik menggunakan bahasa, baik bahasa verbal (kata-kata
tertulis tau lisan) maupun bahasa non-verbal.
Lebih jauh dari itu, terutama dalam media massa, keberadaan bahasa
ini tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas,
melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas-
realitas media yang akan muncul di benak khalayak. Terdapat berbagai cara
media massa mempengaruhi bahasa dan makna ini: mengembangkan kata-kata
baru beserta makna asosiatifnya; memperluas dari istilah-istilah yang ada;
mengganti makna lama sebuah istilah dengan makna baru; memantapkan
konvensi makna yang telah ada dalam suatu sistem bahasa.
Oleh karena persoalan makna itulah, maka penggunaan bahasa
berpengaruh terhadap konstruksi realitas, terlebih atas hasilnya (baca, makna
atau citra). Sebabnya ialah, karena bahasa mengandung makna.
Penggunaan bahasa tertentu dengan demikian berimplikasi pada
bentuk konstruksi realitas dan makna yang dikandungnya. Pilihan kata dan
cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur konstruksi realitas dan
18
makna yang muncul. Dari perspektif ini, bahkan bahasa bukan hanya mampu
mencerminkan realitas, tetapi sekaligus dapat menciptakan realitas.
Lebih dari itu, menurut Giles dan Wiemann bahasa (teks) mampu
menentukan konteks, bukan sebaliknya teks menyesuaikan diri dengan
konteks. Dengan begitu, lewat bahasa yang dipakainya (melalui pilihan kata
dan cara penyajian) seseorang bisa mempengaruhi orang lain (menunjukkan
kekuasaannya). Melalui teks yang dibuatnya, ia dapat memanipulasi konteks.
Dalam hal ini, media massa merupakan alat bantu yang ampuh. Adalah
istilah newspeak dari George Orwell yang tampaknya paling pas untuk
menggambarkan “manipulasi realitas dengan bahasa melalui media” ini.
Dengan istilah ini pula, misalnya, Noam Chomsky menemukan bahwa media
barat telah terbiasa dan sengaja menggunakan istilah-istilah yang
memutarbalikkan fakta.
Atas dasar itulah bahwa bahasa bisa didaya gunakan untuk
kepentingan politik tampaknya para elit politik selalu berlomba menguasai
wacana politik melalui media massa guna memperoleh dukungan massa.
Karena daya jangkau yang dimilikinya, para politisi selalu berusaha
mendapatkan dukungan media, sambil berharap konstruksi realitas politik
yang dibuat media berpihak kepadanya (Ibnu Hamad, 2004:12-15).
19
3. Produksi Teks Media
Produksi berita, sering kali dipusatkan pada proses pembentukan berita
(newsroom). Newsroom di sini dipandang bukan sebagai ruang yang hampa,
netral, dan seakan-akan hanya menyalurkan informasi yang didapat, tak lebih
tak kurang. Proses pembentukan berita, sebaliknya adalah proses yang rumit
dan banyak faktor yang berpotensi untuk mempengaruhinya. Mengapa ruang
pemberitaan (news room) tidak dipandang sebagai ruang hampa? Karena
banyak kepentingan dan pengaruh yang dapat mengintervensi media, sehingga
niscaya akan terjadi pertarungan dalam memaknai realitas dalam presentasi
media.
Apa yang disajikan media, pada dasarnya adalah akumulasi dari
pengaruh yang beragam. Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese,
meringkas berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
ruang pemberitaan.
Pertama, faktor individual. Faktor ini berhubungan dengan latar
belakang professional dari pengelola media. Level individual melihat
bagaimana pengaruh aspek-aspek personal dari pengelola media
mempengaruh pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak. Latar
belakang individu seperti jenis kelamin, umur, atau agama, sedikit banyak
mempengaruhi apa yang ditampilkan media. Kalau pendekatan individual
yang diambil, penjelasannya adalah karena aspek personalitas dari wartawan
yang akan mempengaruhi pemberitaan.
20
Kedua, level rutinitas media (media routine). Rutinitas media
berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media
umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang apa yang disebut berita, apa
ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Rutinitas media ini
juga berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk.
Ketiga, level organisasi. Level organisasi berhubungan dengan struktur
organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media
dan wartawan bukan orang yang tunggal yang ada dalam organisasi berita, ia
sebaliknya hanya bagian kecil dari organisasi media itu sendiri. Masing-
masing komponen dalam organisasi media bisa jadi mempunyai kepentingan
sendiri-sendiri. (Agus Sudibyo, 2009:7-9).
4. Teori Media
Tidaklah mengejutkan bahwa teori mengenai media massa sangat
dipengaruhi oleh berbagai cara pandang (perspektif) yang juga berbeda.
Perbedaan pendekatan antara masyarakat yang memiliki orientasi politik
progresif (kelompok kiri) dan masyarakat yang cenderung konservatif (kanan)
sangat sering memberikan pengaruhnya dalam merumuskan teori mengenai
media.
Terdapat pula perbedaan antara mereka yang lebih memilih
pendekatan kritis (critical approach) dan mereka memilih pendekatan terapan
(applied). Lazarsfeld (1941) menyebut dua hal ini sebagai orientasi
administratif dan orientasi kritis. Teori kritis (critical theory) meneliti
21
masalah-masalah dan kesalahan-kesalahan yang terkait dengan tindakan media
dan menghubungkannya dengan isu-isu sosial yang berkembang, namun teori
ini dibimbing dengan nilai-nilai tertentu. Teori terapan (applied theory)
bertujuan untuk menggunakan suatu pengertian dari proses komunikasi untuk
mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan penggunaan komunikasi
massa secara lebih efektif.
Studi terhadap media massa dapat dilakukan melalui dua pendekatan,
yaitu media sentrik dan sosio-sentrik. Pendekatan media-sentrik lebih banyak
menekankan pada aspek otonomi dan pengaruh media dalam komunikasi serta
lebih berkonsentrasi pada aktivitas media dalam lingkungannya. Pendekatan
sosio-sentrik memandang media sebagai refleksi dari kekuatan ekonomi dan
politik. Dengan demikian, teori mengenai media menjadi sedikit lebih luas
dari hanya sekedar penerapan khusus dari teori sosial yang lebih luas (Golding
dan Murdock, 1978 dalam Morissan, Wardhani dan Hamid). Teori media-
sentrik melihat media massa sebagai penggerak utama dalam perubahan sosial
yang didorong atau disebabkan oleh perkembangan teknologi komunikasi.
Terlepas dari benar atau tidaknya bahwa masyarakat digerakkan oleh media,
namun satu hal yang pasti bahwa teori komunikasi massa sendiri sangat
dinamis karena cenderung menjawab setiap perubahan utama dalam
perkembangan teknologi dan struktur.
Teori-teori mengenai media dan komunikasi massa juga dapat
dibedakan antara teori-teori yang lebih fokus pada dunia budaya dan ide-ide
(media cultural) serta teori-teori yang memberikan perhatian lebih besar pada
22
kekuatan materi (media material). Pembagian ini berhubungan erat dengan
dimensi-dimensi, seperti humanis versus ilmu pengetahun; kualitatif versus
kuantitatif; dan subjektif versus objektif. Pengelompokan teori tersebut
bersifat independen satu dengan lainnya, dan masing-masing kelompok teori
memiliki perspektif yang berbeda terhadap media dan masyarakat.
Perbedaan berbagai teori tersebut dapat disederhanakan dengan
mengelompokkannya ke dalam empat kategori sebagai berikut.
1. Pendekatan teori ‘media-kultural’ memberikan perhatian utama terhadap
isi media dan penerimaan subjektif pesan media yang dipengaruhi oleh
lingkungan personal pihak penerima.
2. Pendekatan teori ‘media-material’ menekankan pada aspek-aspek
teknologi dan struktur media.
3. Pendekatan teori ‘sosial-kultural’ menekankan pada pengaruh faktor-faktor
sosial terhadap produksi media dan penerimaan pesan media serta fungsi
media dalam kehidupan sosial.
4. Pendekatan teori ‘sosio-material’ menekankan pada media dan isi media
sebagai refleksi dari kondisi-kondisi politik-ekonomi dan material yang
terdapat di masyarakat, misalnya perbedaan kelas (Morissan, 2010:3-4).
5. Analisis Wacana
Salah satu perkembangan yang paling penting dalam riset media akhir-
akhir ini adalah usaha untuk menyelidiki tingkat bagaimana audiens benar-
benar, pada level-level berbeda, memproduksi beragam makna dan
23
signifikansi dari teks media sama menurut logika yang bersituasi sosial dari
produksi makna melalui pembacaan (Morley, 1980 dalam Davis & Walton,
2010:293).
Analisis media telah secara beragam melibatkan penggunaan berbagai
teks untuk memunculkan berbagai argument, baik tentang konteks produksi
maupun pengaruhnya yang mungkin terhadap audiens (Davis & Walton,
2010:293).
Selama hampir sepuluh tahun sekarang ini, istilah “wacana” sedang
hangat dibicarakan di mana-mana baik dalam perdebatan maupun teks-teks
ilmiah, tapi penggunaannya sembarangan saja, bahkan sering tanpa
didefinisikan terlebih dahulu. Akibatnya, konsep wacana menjadi taksa,
maknanya menjadi kabur, atau pun penggunaan maknanya secara berbeda
dalam konteks-konteks yang berbeda. Kebanyakan kasus yang mendasari
penggunaan kata “wacana” adalah gagasan umum bahwa bahasa ditata
menurut pola-pola yang berbeda yang diikuti oleh ujaran para pengguna
bahasa ketika mereka ambil bagian dalam domain-domain kehidupan sosial
yang berbeda, misalnya dalam domain “wacana media” dan “wacana politik”.
Dengan demikian “analisis wacana” merupakan analisis atas pola-pola
tersebut (Jorgensen & Phillips, 2007:1).
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, ada baiknya kita
melihat batasan atau pengertian wacana dari berbagai sumber. Istilah wacana
sekarang ini dipakai sebagai terjemahan dari perkataan bahasa Inggris
24
discourse. Dalam salah satu kamus bahasa Inggris terkemuka, mengenai
wacana atau discourse ini kita dapat membaca keterangan sebagai berikut:
Kata discourse berasal dari bahasa Latin discursus yang berarti lari kian
kemari (yang diturunkan dari dis-‘dari, dalam arah yang berbeda’,dan currere
‘Lari’)
1. Komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-
gagasan; konversasi atau percakapan.
2. Komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau
pokok telaah.
3. Risalat tulis; disertasi formal; kuliah; ceramah; khotbah (Webster,
1983 dalam Sobur, 2009:10).
Ismail Marahimin mengartikan wacana sebagai “kemampuan untuk
maju (dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya”,
dan “komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan
teratur” (Marrahimin, 1994 dalam Sobur, 2009:10).
Jika definisi ini kita pakai sebagai pegangan, maka dengan sendirinya
semua tulisan yang teratur, yang menurut urut-urutan yang semestinya, atau
logis, adalah wacana. Karena itu, sebuah wacana harus punya dua unsur
penting, yakni kesatuan (unity) dan kepaduan (coherence).
Menurut Riyono Pratikto, proses berpikir seseorang sangat erat
kaitannya dengan ada tidaknya kesatuan dan koherensi dalam tulisan yang
disajikannya. Makin baik cara atau pola berpikir seseorang, pada umumnya
25
makin terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu (Pratikto, 1984 dalam
Sobur, 2009:10).
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, agaknya dapat dirangkum
pengertian wacana itu sebagai “rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur
yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur,
sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental
maupun nonsegmental bahasa.”
Dalam khasanah studi analisis tekstual, analisis wacana masuk dalam
paradigma penelitian kritis, suatu paradigma berpikir yang melihat pesan
sebagai pertarungan kekuasaan, sehingga teks berita dipandang sebagai bentuk
dominasi dan hegemoni satu kelompok kepada kelompok yang lain. Wacana
dengan demikian adalah suatu alat representasi di mana satu kelompok yang
dominan memarjinalkan posisi kelompok yang tidak dominan.
Dengan mengambil posisi sebagai paradigma kritis, teori-teori
mengenai wacana yang diambil tentu saja bukan dari lingkungan linguistic,
tetapi pengertian wacana yang diperkenalkan oleh Michael Foucault dan
Althusser. Sumbangan terbesar Foucault terutama adalah mengenalkan
wacana sebagai praktik sosial. Wacana berperan dalam mengontrol,
menormalkan, dan mendisiplinkan individu.
Kalau dilihat, konsep wacana yang diperkenalkan adalah konsep dan
pengertian yang umum, yakni relasi dan praktik sosial yang ada dalam
26
masyarakat. Mereka berdua tidak pernah menulis dan berbicara mengenai
analisis wacana teks media. Beberapa ahli mengelaborasi konsep wacana
umum ini untuk melihat bagaimana teks berita harus dianalisis. Berbagai ahli
tersebut berangkat dari aspek mikro dalam teks seperti kata, kalimat, gambar,
proposisi sebagai alat untuk melihat struktur yang lebih besar yakni
pertarungan kekuasaan. Ada lima pemikiran penting: Roger Fowler dkk., Theo
van Leeuwen, Sara Mills, Teun A. van Dijk, dan Norman Fairclough.
Berbagai ahli wacana mempunyai pendekatan yang berbeda, bagaimana
seharusnya wacana tersebut dilihat dalam teks media (Eriyanto, 2009:18-20).
6. Analisis Wacana Model Van Dijk
Pada penelitian kali ini akan menganalisis wacana pada media massa
dalam hal ini surat kabar Mercusuar, sehingga kerangka yang akan digunakan
adalah Analisis wacana. Ada berbagai macam variasi tentang analisis wacana
antara lain model analisis wacana Norman Fairclough, model analisis wacana
Roger Fowler, model analisis wacana Sara Mills, model analisis wacana Theo
van Leeuwen, dan Model analisis Teun A. van Dijk. Dari beberapa model
analisis wacana tersebut masing-masing memiliki karakter dan memiliki
kelebihan dan kelemahan.
Namun dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan
dan dikembangkan oleh beberapa ahli, model van Dijk adalah model yang
paling banyak dipakai dalam penelitian. Hal ini kemungkinan karena van Dijk
27
mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa didayagunakan dan
dipakai secara praktis (Eriyanto, 2009:221).
Dalam penelitian analisis wacana model van Dijk digambarkan
mempunyai tiga dimensi bangunan: analisis teks, Analisis Kognisi sosial, dan
analisis konteks sosial. Inti analisis van Dijk adalah menggabungkan ketiga
dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.
Gambar 2.
Pendekatan Kognisi Sosial Teun A. Van Dijk
Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan
strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada
level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan
kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari
bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah.
Analisis van Dijk di sini menghubungkan analisis tekstual yang memusatkan
perhatian pada teks kearah analisis yang komprehensif bagaimana teks berita
itu diproduksi, baik dalam hubungannya dengan individu wartawan maupun
dari masyarakat (Eriyanto, 2009:224).
Teks
Konteks Sosial
Kognisi Sosial
Teks
28
H. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan perbandingan
pemberitaan antara kedua media harian Mercusuar dan Radar Sulteng
sebagai unit analisisnya, dalam memberikan pemberitaan mengenai cawabup
Parigi-Moutong 2011-2013.
Dalam konteks berita sebagai sebuah bentuk wacana, Van Dijk
membagi elemen wacana menjadi tiga tingkatan atau struktur. Pertama
adalah struktur makro. Struktur makro merupakan makna global atau umum
dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat dan menganalisis topik
atau tema dari suatu teks. Kedua, Super Struktur. Super struktur adalah
kerangka suatu teks. Struktur pendapat disusun dan dirangkaikan dengan
skema tertentu secara utuh dalam sebuah teks. Dalam super struktur ini akan
dianalisis rangkaian pendapat hingga mampu membentuk sebuah teks yang
utuh. Dan yang ketiga, adalah Struktur Mikro. Di dalam struktur mikro
terdapat makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisis kata,
kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase yang dipakai, dan sebagainya
(Eriyanto, 2009).
Jika digambarkan, maka struktur teks adalah sebagai berikut
(Eriyanto, 2009):
29
Gambar 3.
Struktur Teks Teun Van Dijk
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang
diangkat oleh suatu teks
Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan
kesimpulan
Struktur Mikro
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat,
dan gaya yang dipakai oleh suatu teks.
Guna mendapatkan makna teks dalam penelitian ini, maka peneliti
menetapkan struktur wacana beserta elemen yang menjadi kajian analisis,
Sehingga dalam hal ini unit analisis dapat diskemakan dalam tabel kerangka
konsep sebagai berikut :
30
Tabel 1. Struktur Wacana & Elemen yang Menjadi Kajian Analisis
Struktur Wacana Elemen Wacana Teks Bagian yang dianalisis
Makro Tematik Topik/Tema Teks
Super
struktur
Skematik Skema Teks
Mikro Semantik Latar
Detil
Ilustrasi
Maksud
Pengandaian
Penalaran
Paragraf
Sintaksis Koherensi
Nominalisasi
Abstraksi
Kata Ganti
Bentuk Kalimat
Kalimat Proposisi
Stilistik Kata Kunci
Pemilihan Kata
Kata
Retoris Gaya
Interaksi
Ekspresi
Metafora
Kalimat Proposisi
31
Definisi Operasional
a. Tematik, adalah hal apa yang hendak dikatakan oleh wartawan Harian
Mercusuar dan Radar Sulteng. Elemen yang diamati adalah topik atau
tema di mana ini merupakan inti gagasan berita yang ingin disampaikan
wartawan kepada khalayak pembaca. Struktur ini merangkum Headline
dan Lead, yang disebut sebagai kesimpulan dari laporan sebuah teks
berita.
b. Skematik, merupakan penggambaran bentuk umum teks pemberitaan
harian Mercusuar dan Radar Sulteng. Bentuk umum ini disusun sesuai
dengan skema suatu tulisan dengan sejumlah kategori seperti,
pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan, penutup, dan lain sebagainya.
Elemen yang diamati adalah skema berita dengan memperhatikan Lead,
peristiwa, Utama, Bacground, Ulasan, Kutipan, dan lain sebagainya.
c. Semantik, merupakan hal yang berkaitan dengan makna yang
ditunjukkan oleh struktur teks Harian Mercusuar dan Radar Sulteng.
Makna ini muncul dari hubungan antar kalimat, hubungan antar
proposisi dalam suatu bangunan teks. Adapun elemen yang hendak
diamati adalah :
1. Latar, merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi arti kata
(semantic) yang diinginkan. Dengan mengungkapkan latar yang
dipilih, maka akan dapat ditentukan ke arah mana pandangan
khalayak dibawa.
32
2. Detil, merupakan elemen wacana yang berhubungan dengan kontrol
informasi yang ditampilkan oleh komunikator (wartawan).
3. Ilustrasi, yaitu elemen wacana yang berfungsi untuk mengontrol
komunikasi melalui contoh atau ilustrasi tertentu.
4. Maksud, merupakan elemen wacana yang mencoba untuk
menguraikan secara eksplisit dan jelas segala sesuatu yang
menguntungkan komunikator.
5. Pengandaian, merupakan elemen wacana yang mengandung
pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks
berita dengan cara memberikan premis yang dipercaya
kebenarannya.
6. Penalaran, yaitu alur atau pola berfikir logis yang digunakan
komunikator untuk mengarahkan persepsi khalayak guna
mendukung gagasan-gagasannya.
Dari elemen yang diamati ini bertendensi untuk menemukan afiliasi
ideologi dan keberpihakan dari wartawan Harian Mercusuar dan Radar
Sulteng.
d. Sintaksis, adalah hal yang berkaitan dengan bagaimana pendapat
disampaikan. Elemen yang diamati adalah :
1. Koherensi, yaitu pertalian atau jalinan antar kata, proposisi, atau
kalimat. Dengan kata lain koherensi mencoba menghubungkan dua
buah kata, kalimat, atau proposisi yang menggambarkan fakta yang
berbeda. Koherensi sendiri terdiri dari : koherensi sebab akibat,
33
koherensi penjelas, generalisasi spesifikasi, koherensi pembeda, dan
pengingkaran.
2. Nominalisasi, yaitu berhubungan dengan pertanyaan apakah
komunikator memandang objek sebagai sesuatu yang tunggal,
berdiri sendiri atau sebagai suatu kelompok. Nominalisasi ini
bertendensi untuk memberikan sugesti kepada khalayak adanya
generalisasi.
3. Abstraksi, yaitu berhubungan dengan pernyataan mengenai suatu
peristiwa atau aktor sosial ditampilkan. Penampilannya adalah
dengan memberikan petunjuk yang konkret atau yang
ditampilkannya adalah abstraksi semuanya.
4. Bentuk Kalimat, yaitu segi sintaksis yang berhubungan dengan cara
berfikir logis, yaitu prinsip kausalitas atau sebab akibat. Terdapat
unsur subjek dan unsur predikat dalam setiap kalimat. Bentuk
kalimat ini menentukan apakah subjek diekspresikan secara eksplisit
atau secara implisit di dalam teks berita.
5. Kata Ganti, yaitu elemen untuk memanipulasi bahasa dengan
menciptakan suatu komunitas imajinatif. Sehingga elemen ini
bertendensi untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam
wacana.
e. Stilistik, berkaitan dengan pemakaian kata yang dipilih. Wartawan
Harian Mercusuar dan Radar Sulteng telah mempergunakan kata kunci
34
tertentu untuk menegaskan tema yang mereka berikan kepada khalayak
pembaca. Elemen yang diamati adalah :
1. Kata Kunci, yakni bagaimana seseorang menentukan kata-kata
tertentu yang memberikan cirri tersendiri terhadap semua teks berita
yang diproduksi.
2. Pemakaian kata, yakni bagaimana seseorang melakukan pemakaian
kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia.
f. Retoris, berkaitan dengan bagaimana cara wartawan Harian Mercusuar
dan Radar Sulteng menyampaikan pendapat terhadap berita tentang
PAW Cawabup Parigi Moutong 2011-2013. Elemen yang diamati
adalah :
1. Gaya, merupakan tehnik apa yang dipakai oleh komunikator
(wartawan) dalam menyampaikan makna kepada khalayak.
2. Ekspresi, adalah elemen untuk memeriksa apa yang ditekankan atau
ditonjolkan (sesuatu yang dianggap penting) oleh seseorang didalam
suatu teks. Misalnya melalui suara, intonasi pada kata-kata tertentu,
bentuk dan ukuran huruf, tebal tipisnya, dan lain-lainnya.
3. Interaksi, berhubungan dengan bagaimana seorang komunikator
memposisikan dirinya terhadap khalayak melalui teks yang dibuat.
4. Metafora, yaitu kiasan atau ungkapan yang dimaksudkan sebagai
ornament atau bumbu dari suatu berita. Hal ini bertendensi sebagai
landasan berfikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan
tertentu kepada publik.
35
Guna mendukung konsep Van Dijk yang menjadi rujukan pada
konteks berita sebagai sebuah wacana, maka obyek penelitian adalah 2
(dua) media cetak yakni Harian Mercusuar dan Harian Radar Sulteng
dengan jumlah pemberitaan masing-masing, 18 berita pada Harian
Mercusuar, dan 10 berita pada Harian Radar Sulteng, artinya jumlah
pemberitaan berkaitan dengan PAW Calon Wakil Bupati selama periode
penelitian ini. Jumlah pemberitaan yang besar itu tentu menjadi kendala
besar jika semua menjadi kajian. Guna memudahkan kajian ini peneliti
melakukan sampel untuk mewakili berita tersebut dengan pendekatan
pemaknaan berita, maka ditemukan masing-masing 2 pemberitaan yang
dianggap mewakili kedua media cetak ini sebagai berikut :
Pemberitaan Harian Mercusuar yang menjadi obyek analisis adalah :
a. Kepentingan Parpol atau Kepentingan Konstituen
b. Duel Ideal Kemal Toana VS Rahman P. Ondo
Pemberitaan Harian Radar Sulteng yang menjadi obyek analisis adalah:
a. Anggota DPRD diminta Selektif Pilih Cawabup.
b. Cawabup, Di kembalikan ke Koalisi Parpol.
2. Tehnik Pengumpulan Data
Berdasarkan kerangka analisis Van Dijk berimplikasi bahwa setiap
jenjang pengamatan mempunyai metode pengumpulan data masing-masing.
Berikut tabel tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini:
36
Tabel 2. Teknik Pengumpulan Data.
Jenjang Level Teknik Pengumpulan Data
Teks:
Menganalisis bagaimana strategi
produksi wacana dan strategi tekstual
yang digunakan oleh media harian
Mercusuar dalam menggambarkan
cawabup Parigi-Moutong 2011-2013
Analisis unsur-unsur kebahasaan
yang kritis.
Kognisi Sosial:
Menganalisis bagaimana situasi dan
sudut pandang wartawan media harian
Mercusuar dalam memahami
mengenai pemilihan cawabup Parigi
Moutong 2011-2013 yang akan
ditulis.
Wawancara mendalam dengan
wartawan
Konteks:
Menganalisis bagaimana wacana yang
telah berkembang di dalam
masyarakat, proses produksi dan
reproduksi atas berita tentang
pemilihan cawabup Parigi Moutong
2011-2013.
Studi Pustaka dan Penelusuran
sejarah.
Konsep Van Dijk sebagai salah satu konsep dalam melihat konteks
berita sebagai sebuah bentuk wacana, tentu dengan elemen-elemen dan
indikator yang digunakan. Melalui elemen-elemen yang telah dijelaskan
pada bagian sebelumnya, maka dimulai untuk diteliti dan dikaji unsur-unsur
pemberitaan, baik atas landasan pemahaman pada defenisi operasional
maupun langka-langka yang digunakan pada tehnik pengumpualan data
seperti pada tabel 2 di atas dan tehnik pengolahan data.
37
Langka-langka secara tehnis selain metode yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka analisis yang digunakan penulis dilapangan adalah
sebagai berikut :
Pada tahap teks, pengumpulan data sesuai materi yang diperlukan
pada dua media cetak (Surat Kabar Harian Mercusuar dan Surat
Kabar Harian Radar Sulteng), sesuai periode penelitian.
Analisis pada sejumlah pemberitaan untuk menetapkan masing-
masing tema yang dianggap mewakili semua pemberitaan pada
periode yang ditentukan.
Analisis unsur-unsur kebebasan yang kritis sesuai elemen pada kajian
Van Dijk.
Pada Konteks Sosial, penetapan wacana yang bisa memberi
pemahaman tentang masalah penelitian ini, dan dianggap jujur, dan
mewakili bentuk masalah penelitian
Melakukan wawancara dan disikusi berulang-ulang tentang kondisi
persiapan pemilihan PAW Wakil Bupati Parigi Moutong priode 2011-
2013.
Melakukan rekapitulasi hasil wawancara, dan analisis sesuai format
Pada Tahapan Konteks, sejak awal rancangan proposal, studi pustaka
dan bahan-bahan terkait lainnya telah dilakukan
Analisis tentang bagaimana wacana berkembang dalam masyarakat
sejak proses dimulainya PAW calon Wakil Bupati, termasuk peran
dan analisis pemberitaan yang sedang berkembang.
38
3. Tehnik Pengolahan Data
Pengolahan dalam penelitian ini dilakukan secara sederhana. Artinya
data yang diperoleh peneliti akan diolah sesuai tujuan, rancangan dan sifat
penelitian yakni dengan menggunakan teknik non statistik. Hal ini karena
mengingat data-data lapangan diperoleh dalam bentuk narasi atau kata-kata
bukan angka-angka.
4. Tehnik penyuguhan Data
Data dikelompokkan berdasarkan waktu yang telah ditentukan, agar
terperinci dan terdata dengan baik sehingga alur cerita yang ada dapat
dipahami dan dapat ditarik jawaban sesuai dengan rumusan masalah yang
diajukan sehingga mempermudah dalam pencermatan makna temuan hasil
analisis berita cawabup Parigi Moutong.
5. Tehnik Analisis Data
Peneliti berupaya mengungkap makna dari sebuah berita dengan
menggunakan model analisis wacana yang dikembangkan oleh Teun van
Dijk. Dalam hal ini wacana dilihat sebagai sebuah struktur tiga Dimensi teks
yaitu dimensi teks, kognisi sosial, dan konteks untuk menganalisis
pemberitaan dalam media. Berikut berupa penjelasan mengenai tiga dimensi
tersebut:
39
a. Dimensi Teks
Pada jenjang teks, penulis mencoba untuk membuat analisis
pembingkaian (Framing) terhadap Pemberitaan mengenai cawabup Parimo
pada Harian Mercusuar dan Radar Sulteng. Struktur analisis yang penulis
gunakan untuk menganalisis teks adalah dengan struktur analisis Van Dijk.
Hal-hal yang perlu diamati yaitu berupa aspek tematik, skematik, semantik,
stilistik, dan retorik.
b. Dimensi Kognisi Sosial
Pada kognisi sosial, bagaimana suatu teks berita diproduksi. Dalam
kerangka ini yang diteliti adalah kesadaran mental wartawan dan strategi
wartawan harian Mercusuar dan Radar Sulteng dalam memproduksi suatu
berita. Pada penelitian ini penulis akan melakukan wawancara mendalam
dengan narasumber kunci, yaitu wartawan pada kedua media Harian Umum
Mercusuar dan Radar Sulteng.
c. Dimensi Konteks Sosial
Pada jenjang konteks sosial, penulis akan melakukan studi literature,
penelusuran kepustakaan. Data konteks dapat dilihat dari : 1) Konteks sosial;
dan 2) konteks Situasional. Kemudian data tersebut diklasifikasikan menurut
golongannya, seperti generik dan spesifik.
Analisis konteks sosial berfungsi untuk menganalisis bagaimana
masyarakat melakukan produksi dan reproduksi wacana, bangunan wacana
40
apa yang berkembang dimasyarakat. Jenjang ini berusaha menganalisis dan
mengaitkan wacana di satu sisi dengan masyarakat di sisi lain.
Studi literatur ini akan memberikan konteks secara luas ketika
analisis teks dilakukan. Harian umum Mercusuar dan Radar Sulteng dipilih
dengan asumsi bahwa harian ini merupakan representasi dari para cawabup
tertentu yang ingin menduduki wakil Bupati Parigi-Moutong 2011-2013,
sehingga ketika dalam proses pemilihan, mempunyai latar belakang
ideologis yang jelas yang berfungsi sebagai platform dalam mensikapinya.
Dengan demikian, untuk memperhatikan kesemua aspek tersebut
dalam satu pemberitaan, diharapkan adanya analisis yang komprehensip
sehingga dapat memudahkan pengambilan kesimpulan atas representasi
wacana atas Calon Wakil Bupati Parigi Moutong 2011-2013 dari tiap-tiap
pemberitaan yang dianalisis.