BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyebab angka kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2012, diperkirakan ada 14 juta kasus kanker baru tiap tahunnya. Berbagai macam kanker sering terdiagnosis pada manusia, salah satunya adalah kanker payudara. Kanker payudara sendiri menempati urutan kedua kanker yang biasa terdiagnosis (1,7 juta, 11,9%) setelah kanker paru (1,8 juta, 13% dari kasus total) (WHO, 2014). Hingga tahun 2012, angka kematian karena kanker payudara berkisar 41% di China, 17% di Indonesia, dan 12% di Jepang (Youlden et al., 2014). Pengobatan yang biasa dilakukan pada penyakit kanker antara lain kemoterapi, pembedahan, dan radioterapi. Akan tetapi, muncul berbagai efek samping setelah dilakukan pengobatan tersebut, antara lain: mual, muntah dan rambut rontok, myalgia, thromboembolisme, neuropati, kelelahan, berat badan naik, gagal jantung, dan leukimia (Coates et al, 1983; Partridge et al., 2001). Pengobatan kanker ini bersifat tidak selektif karena tidak hanya membunuh sel kanker, tetapi juga membunuh sel normal. Hingga saat ini, telah banyak dilakukan penelitian mengenai senyawa- senyawa antikanker yang diketahui selektif terhadap sel kanker.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker merupakan penyebab angka kematian nomor satu di dunia. Pada

tahun 2012, diperkirakan ada 14 juta kasus kanker baru tiap tahunnya.

Berbagai macam kanker sering terdiagnosis pada manusia, salah satunya

adalah kanker payudara. Kanker payudara sendiri menempati urutan kedua

kanker yang biasa terdiagnosis (1,7 juta, 11,9%) setelah kanker paru (1,8

juta, 13% dari kasus total) (WHO, 2014). Hingga tahun 2012, angka

kematian karena kanker payudara berkisar 41% di China, 17% di Indonesia,

dan 12% di Jepang (Youlden et al., 2014).

Pengobatan yang biasa dilakukan pada penyakit kanker antara lain

kemoterapi, pembedahan, dan radioterapi. Akan tetapi, muncul berbagai

efek samping setelah dilakukan pengobatan tersebut, antara lain: mual,

muntah dan rambut rontok, myalgia, thromboembolisme, neuropati,

kelelahan, berat badan naik, gagal jantung, dan leukimia (Coates et al, 1983;

Partridge et al., 2001). Pengobatan kanker ini bersifat tidak selektif karena

tidak hanya membunuh sel kanker, tetapi juga membunuh sel normal.

Hingga saat ini, telah banyak dilakukan penelitian mengenai senyawa-

senyawa antikanker yang diketahui selektif terhadap sel kanker.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

2

Banyak hasil penelitian yang telah mengatakan bahwa beraneka macam

tumbuhan memiliki kandungan senyawa antikanker. Salah satunya adalah

tanaman Curcuma sp. yang megandung senyawa kurkumin. Kurkumin (1,7-

bis-(4’-hydroxy-3’-methoxyphenyl)-1,6-heptadiene-3,5-dione) merupakan

salah satu komponen aktif tanaman Curcuma sp. yang telah dikembangkan

metodenya oleh Pabon (1964) dengan mereaksikan vanilin dan asetil aseton

dalam etil asetat pada suhu kamar. Berdasarkan penngamatan menggunakan

metode real-time PCR, kurkumin diketahui memiliki efek antikanker

menghambat ekspresi telomerase pada sel T47D (Nasiri et al., 2013).

Kemudian dikembangkan analog dari kurkumin, salah satunya

yaitu Pentagamavunon-0 (2,5-bis-(4’-hydroxy-3’-methoxy-benzylidine)cyclo-

pentanone) atau biasa disebut dengan PGV-0 yang merupakan hasil sintesis

dari Sardjiman (2000) diketahui juga memiliki efek antiinflamasi dan

antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis (Supardjan et al., 2000;

Nurulita et al., 2006).

Akan tetapi, kurkumin dan PGV-0 memiiki bioavailabilitas yang

rendah dalam penggunaan oral karena sifatnya yang sukar larut air. Apabila

obat memiliki bioavailabilitas yang rendah, maka akan menurunkan efikasi

dari obat tersebut (Yuwono and Oetari, 2004). Untuk mengatasi hal

tersebut, maka dilakukan pengembangan dengan membuat Self-Nano

Emulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) dari kurkumin dan PGV-0.

SNEDDS diketahui mampu meningkatkan kelarutan obat yang lipofil

(Pouton, 2000; Gursoy and Benita, 2004).

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

3

Penelitian mengenai potensi efek sitotoksik dari formulasi

SNEDDS kurkumin dan SNEDDS PGV-0 ini belum pernah dilakukan

sebelumnya khususnya pada sel kanker payudara T47D dan sel normal

Vero. Penggunaan sel kanker payudara T47D tersebut bertujuan untuk

melihat apakah formulasi SNEDDS dan SNEDDS PGV-0 berpotensi

membunuh sel kanker payudara, sedangkan penggunaan sel Vero bertujuan

untuk melihat selektivitasnya terhadap sel normal. Dengan dilakukannya

penelitian ini, diharapkan dapat diketahui efikasi dan selektivitas SNEDDS

kurkumin dan PGV-0.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh formulasi SNEDDS pada senyawa kurkumin dan

PGV-0 terhadap efek sitotoksiknya pada sel kanker payudara T47D?

2. Bagaimana pengaruh formulasi SNEDDS pada senyawa kurkumin dan

PGV-0 terhadap efek sitotoksiknya pada sel normal Vero?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mencari bukti ilmiah

terkait efek antikanker dari formulasi SNEDDS senyawa kurkumin dan

PGV-0.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

4

2. Tujuan Khusus

a. Mengkaji pengaruh formulasi SNEDDS dari senyawa kurkumin dan

PGV-0 terhadap efek sitotoksiknya pada sel kanker payudara T47D.

b. Mengkaji pengaruh formulasi SNEDDS dari senyawa kurkumin dan

PGV-0 terhadap efek sitotoksiknya pada sel normal Vero.

D. Pentingnya Penelitian Diusulkan

1. Bagi Masyarakat

Masyarakat mendapat referensi alternatif obat kanker payudara.

2. Bagi Industri Obat

Industri dapat mengembangkan produk obat kanker baru yang efektif

sehingga dapat dipasarkan dengan jangkauan yang lebih luas.

3. Bagi Akademisi

Mengkaji pengaruh formulasi SNEDDS kurkumin dan SNEDDS PGV-0

terhadap efek sitotoksik kurkumin dan PGV-0 terhadap sel kanker

payudara T47D serta sel normal Vero. Hasil penelitian ini bermanfaat

untuk menambah data ilmiah mengenai aktivitas SNEDDS kurkumin dan

SNEDDS PGV-0 sebagai agen antikanker sehingga dapat menjadi sumber

data yang bermanfaat dan dapat digunakan sebagai landasan bagi

pengembangan penelitian selanjutnya.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

5

E. Tinjauan Pustaka

1. Kanker

Kanker merupakan suatu penyakit yang dapat menyerang suatu

bagian tubuh yang ditandai dengan pertumbuhan sangat cepat dari sel

abnormal, dapat menginvasi jaringan normal lain yang ada di tubuhdan

menyebar pada organ lain (metastasis), biasa pula disebut sebagai tumor

malignan atau neoplasma (WHO, 2014). Hal ini dapat menyebabkan

gangguan kesehatan bahkan kematian.

Secara umum, ciri-ciri sel kanker adalah a) memiliki kemampuan

untuk mengadakan pertumbuhan sendiri dengan memacu daur sel b)

insensitif terhadap anti faktor pertumbuhan yang menyebabkan daur sel

tidak terhenti c) kehilangan kemampuan apoptosis (kemampuan

melakukan program bunuh diri) sehingga sel terus bertambah d) invasi ke

jaringan lain dan masuk ke persaran darah, sehingga dapat mengalami

metastasi e) dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sinyal

pertumbuhan dan menghindar dari mekanisme apoptosis, sel kanker

memiliki kemampuan untuk bereplikasi tak terbatas (immortal) f)

kemampuan untuk membentuk saluran darah ke sel kanker (angiogenesis)

(Hanahan and Weinberg, 2000).

Kanker terjadi karena adanya perubahan genetik pada tubuh.

Berbagai macam perubahan genetik yang menyebabkan pertumbuhan

tidak terkontrol dan kehilangan kemampuan senescence inilah yang

menyebabkan progresi kanker (DeVita et al., 2001). Perubahan pada gen-

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

6

gen yang berperan proliferasi sel, seperti oncogen (regulator positif)

maupun tumor suppressor gene (regulator negatif) menyebabkan

proliferasi tak terkendali dari sel kanker (King and Robbins, 2006).

Oncogene seperti bcl-2 yang berperan dalam modulasi apoptosis ketika

terjadi perubahan ekspresi justru akan mengeblok apoptosis. Berdasarkan

penelitian di limfoma, bcl-2 tidak secara langsung menyebabkan kanker,

tetapi diikuti dengan rearrangement onkogen lain seperti c-myc yang

mempercepat progresi limfoma. Interaksi bcl-2/myc ini mendukung

prinsip onkogen bahwa adanya satu gen kanker akan meningkatkan

keganasan kanker. Selain itu, tumor suppressor gene seperti

retinoblastoma gene (Rb-1) dan p53 yang berperan untuk menghambat

proliferasi sel, memiliki mekanisme penghambatan masing-masing. Rb-1

secara negatif mengatur faktor traksripsi E2F yang penting dan dengan

adanya delesi pada Rb gene berakibat terjadinya supresi pada E2F. p53

meningkatkan ekspresi dari p21/CIP1 yang berfungsi sebagai supresor dari

cell-cycle regulatory kinases [cyclin-dependent kinases (CDKs)] yang

dibutuhkan dalam siklus sel dan CDK inhibitor seperti p21/CIP1 memblok

proses tersebut. Apabila p53 kehilangan fungsinya, akan mengakibatkan

siklus sel yang tak terkendali (DeVita et al., 2001).

Proses terjadinya kanker meliputi beberapa tahap, yaitu inisiasi,

promosi, malignant conversion, dan progesi tumor. Pada proses inisiasi,

terjadi paparan kimia yang mengakibatkan adanya mutasi pada sintesis

DNA sehingga terjadi kerusakan genetik yang irreversible. Promosi tumor

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

7

dimulai ketika terjadi ekspansi klonal pad sel yang terinisiasi sehingga

meningkatkan jumlah sel yang mengalami kerusakan DNA dan

meningkatkan terjadinya malignant conversion. Malignant conversion

merupakan perubahan sel preneoplastik menjadi sel yang mengekspresikan

fenotip malignant. Progresi tumor merupakan tahap dimana fenotip

malignant berkarakter lebih agresif yang memungkinkan terjadinya

metastasis (Weston and Harris, 2003).

2. Kanker Payudara

Kanker merupakan penyebab kematian terbesar di dunia (WHO,

2014). Kanker payudara bermula ketika sel pada payudara tumbuh tidak

terkontrol, biasanya membentuk tumor dan dapat dilihar dengan sinar X

dan dapat dirasakan sebagai benjolan. Biasanya kanker payudara bermula

dari saluran yang menghasilkan air susu ke arah nipple (ductal cancer)

atau dari kelenjar air susu (lobular cancer) (American Cancer Society,

2014). Faktor resiko yang dapat meningkatkan terjadinya kanker payudara

antara lain, faktor genetik dan faktor gaya hidup. Faktor gaya hidup antara

lain kebiasaan minum alkohol, merokok, obesitas, high fat diets,

penggunaan hormone replacement therapy (U.S. Department of Health

and Human Services, 2009).

Adanya mutasi genetik pada kanker payudara mempengaruhi

berbagai mekanisme seluler yang mengatur pertumbuhan dan proliferasi

sel. Gen-gen tersebut antara lain onkogen HER-2 yang berfungsi sebagai

growth factor receptor, c-MYC sebagai faktor transkripsi, dan RAS

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

8

sebagai sinyal transduksi, gen ER sebagai factor transkripsi, dan gen pada

cyclin D dan E yang mengatur CDKs, tumor suppressor genes sepert RB,

p53, serta BRCA-1 dan BRCA-2 (Suter and Marcum, 2007). Gen p53

bertugas segabai mediator dalam G1-S growth arrest dan mengatur

apoptosis dari DNA yang rusak (Arun and Hortobagyi, 2002). BRCA-1

merupakan gen yang berfungsi sebagai penanda ketika terjadi kerusakan

DNA dan regulator apoptosis, sedangkan BRCA-2 berfungsi untuk

merespon ketika terjadi kerusakan pada DNA (Martin and Weber, 2000).

Adanya mutasi pada gen-gen tersebut mengakibatkan pertumbuhan yang

tak terkendali dari sel kanker.

Pengobatan kanker payudara secara molekuler dapat melalui

hormonal yang dipresentasikan oleh reseptor estrogen dan non hormonal

yang dibagi menjadi tiga tipe yaitu pengaturan sinyal tranduksi, siklus sel

dan apoptosis, serta angiogenesis. (Cristofanili dan Hortobagyi, 2002).

3. Sel T47D

Sel T47D (gambar 1) merupakan cell line kanker yang diisolasi

oleh I. Keydar dari efusi pleura seorang wanita berusia 54 tahun dengan

kanker payudara. Sel ini merupakan sel yang berbentuk hipotripoploidi.

Medium kultur yang cocok bagi pertumbuhan sel ini adalah RPMI 1640

yang dilengkapi dengan 0,2 unit/ml bovine insulin, fetal bovine serum

10% (Anonim, 2014).

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

9

Gambar 1. Sel T47D a) low density. Sel yang hidup sedikit, banyak medium

yang tidak ditumbuhi sel b) high density. Banyak sel yang hidup, hampir tidak ada ruang kosong yang tidak ditumbuhi sel (ATCC, 2014)

Sel T47D mengalami mutasi pada protein p53 sehingga kehilangan

kemampuan dalam regulasi selnya. Selain itu, sel tersebut juga

kehilangan ekspresi reseptor estrogen in vitro (Schafer et al., 2000) Sel

T47D mengekspresikan Bcl-xL yang melindungi sel dari apoptosis yang

dipacu oleh p53 (Hahm and Davidson, 1998). Protein p53 meregulasi

apoptosis pada jalur mitokondria dengan mempengaruhi level ekspresi

Bcl-2 dan Bax (King, 2000). T47D merupakan cell line kanker yang

mengekspresikan ER+, HER2 + dan onkogen WN7B (Zhu, et al., 2006;

Grigoriadis, et al., 2012; Huguet, et al., 1994). T47D termasuk golongan

cell line kanker payudara yang mengekspresikan HER2 pada level

medium dibandingkan sel BT474 yang terjadi overekspresi HER2

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

10

(Emde, et al., 2011). Selain itu, T47D termasuk cell line kanker yang

responsif terhadap endokrin dan kemoterapi (Holliday and Speirs, 2011).

4. Sel Vero

Sel Vero (gambar 2) merupakan model sel normal yang dalam uji

sitotoksisitas antikanker dapat digunakan sebagai subjek uji untuk

mengamati selektifitas senyawa antikanker tersebut. Vero cell line diambil

dari ginjal African Green Monkey dewasa pada 27 Maret 1967 oleh Y.

Yasamura dan Y.Kawakita dari Universitas Chiba, Jepang. Semula, sel

Vero ditumbuhkan dalam media yang berisi 0,5% laktalbumin hidrolisat,

0,1% ekstrak yeast dan 0,1% polivinil pirolidon dalam 98% Earle’s BSS

dan 2% calf serum. Onsentrasi calf serum akhirnya dinaikkan menjadi 5%.

Kemudian sel dibawa ke laboratorium Virologi Nasional Amerika. Mulai

keturunan ke-97, sel Vero ditumbuhkan dalam 10% FBS (Fetal Bovine

Serum), media Morgan, Morton dan Parker, dan 95% MEM (Minimum

Essensial Med) dengan aa non-essensial dan Earle’s BSS dan 5% FBS

(Rebecca, 2000).

Sel Vero digunakan secara luas pada studi replikasi virus dan uji

penyakit pes. Selain itu, juga digunakan untuk uji berbagai penyakit yang

diakibatkan oleh virus. Sel vero bersifat aneuploidi. Sel ini berasal dari

Cercopithecus dan turunan dari Hep-2, WI-38, dan MRC-58 (human cell

strains). Dalam tes onkogenisitas yang dilakukan pada soft agar yang

dilakukan oleh FDA (Petriccini et al., 1987), sel vero dapat membentuk

koloni pada soft agar dan tumor di kultur organ (Rebecca, 2000).

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

11

Sebelumnya, sel Vero telah digunakan untuk produksi vaksin polio

karena dapat mengurangi risiko terjadinya kontaminasi oleh virus

endogen. Sel vero memiliki perbedaan dengan sel mamalia yang terletak

pada interferon 1. Sel vero tidak mengekspresikan interferon-1 ketika

terinfeksi virus, akan tetapi sel vero tetap memiliki reseptor alfa/beta

sehingga sel ini akan memberikan respon normal ketika ditambahkan

interferon ke dalam media kulturnya. (Doyle and Griffiths, 1998).

Gambar 2. Sel Vero a) low density Sel yang hidup sedikit, banyak medium yang tidak ditumbuhi sel b) high density. Banyak sel yang hidup, hampir tidak ada ruang

kosong yang tidak ditumbuhi sel (ATCC, 2014)

5. Kurkumin

Kurkumin (1,7-bis-(4’-hydroxy-3’-methoxyphenyl)-1,6-heptadiene-

3,5-dione) dengan strukturnya pada gambar 3 merupakan salah satu

komponen aktif tanaman Curcuma sp. yang metode sintesisnya telah

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

12

dikembangkan oleh Pabon (1964). Kurkumin tidak dapat larut dalam air

dan eter, tetapi larut dalam etanol, dimetilsulfoksida, dan aseton. Berat

molekul kurkumin yaitu 368,37 g/mol dengan titik lebur pada suhu

183oC (Aggarwal, 2006). Kurkumin diketahui memiliki khasiat sebagai

antikosidan, antiinflamasi dan antimikroba (Menon and Sudheer, 2007;

Nagpal and Sood, 2013). Selain itu, kurkumin juga dapat berfungsi

sebagai antikanker melalui penghambatan regulasi siklus sel,

mutagenesis, apoptosis, tumorigenesis dan metastasis (Wilken et al.,

2011).

Gambar 3. Struktur molekul kurkumin

Kurkumin bersifat COX-2 selective (Kawamuri, 1999). Kurkumin

menginduksi penahanan G2 pada kekurangan protein p53 yang terjadi

pada sel T47D (Astuti et al., 2012), menghambat ekspresi dan sekresi

leptin dan mungkin dapat digunakan sebagai obat pada terapi kanker

payudara melalui jalur leptin (Nejati-Koshki, 2014). Kurkumin juga

memiliki efek sitotoksik pada sel T47D dengan mekanisme

penghambatan ekspresi telomerase (Nasiri et al., 2013). Selain itu,

kurkumin secara selektif membunuh sel kanker dan tidak pada sel normal

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

13

dan tidak beracun meskipun diberikan dalam dosis tinggi (Ravindran et

al., 2009; Itokawa et al., 2008).

Kurkumin tidak stabil dalam kondisi basa dan kurkumin memiliki

bentuk lipofil maka kelarutannya dalam air tergolong rendah dan kurang

stabil dalam bentuk larutan. Hal ini menunjukkan bahwa bioavailabilitas

oral kurkumin rendah. Selain itu, masalah lain yang timbul yaitu

kurkumin juga diketahui memiliki absorpsi, distribusi dan metabolism

dalam tubuh yang kurang baik serta warna kuning yang ditimbulkan oleh

kurkumin sukar dihilangkan (Basnet and Skalko-Basnet, 2011; Lin et al.,

2009; De et al., 2009; Maheswari et al., 2006; Pan et al., 1999; Prasad et

al., 2014). Maka dari itu, kurkumin tergolong dalam BCS kelas IV

karena kelarutan dan permeabilitasnya rendah (Wahlang et al., 2011).

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dibuat formulasi

SNEDDS (Self Nano Emulsifying Drug Delivery System).

6. Pentagamavunon-0 (PGV-0)

Pentagamavunon-0 merupakan senyawa analog kurkumin dengan

nama kimia 2,5-bis(4'-hidroksi-3'-metoksi-benzilidin) siklopentanon

(gambar 4), berat molekulnya 352 g/mol dengan jarak titik lebur 212-

214oC (Istyastono et al., 2004; Da’i et al., 2007; Sardjiman, 2000).

Sintesis PGV-0 berasal dari vanilin dan siklopentanon dengan katalis

asam sulfat (Oetari et al., 2001). PGV-0 dimodifikasi pada rantai tengah

kurkumin yg berupa asetil aseton diganti dengan siklopentanon. PGV-0

memiliki sifat lipofilisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

14

kurkumin. (Sardjiman, 2000). PGV-0 memiliki aktivitas antioksidan,

aktivitas penghambatan enzim siklooksigenase dan efek antiinflamasi

(Da’i, 1998; Nurochmad, 1997; Sardjiman, 2000).

Gambar 4. Struktur molekul PGV-0 (Sardjiman., 2000)

PGV-0 memiliki efek sitotoksik dan antiproliferatif lebih baik

daripada kurkumin. PGV-0 menginduksi apoptosis lebih baik pula

daripada kurkumin dengan mekanisme peningkatan protein p53 dan

menurunkan ekspresi Bcl-2. Selain itu, PGV-0 juga memiliki efek

antiangiogenesis yang lebih kuat dari kurkumin dengan menurunkan

ekspresi VEGF dan COX-2 (Nurulita dan Meiyanto, 2006). Ketika

dilakukan pengamatan BrdU incorporation assay, PGV-0 mampu

menghambat sel T47D memasuki S-phase progression (Meiyanto et al.,

2006). Secara khusus, PGV-0 menginduksi terjadinya apoptosis pada sel

kanker T47D melalui aktivasi caspase-3 karena mampu menurunkan

ekspresi protein Bcl-2 (Meiyanto, et al., 2007). Perlakuan dengan PGV-0

dapat meningkatkan ekspresi p21 yang merupakan famili Cip/Kip

sebagai CDK Inhibitor yang turut serta dalam pengaturan daur sel (Da’i,

2007: Harper et al., 1995)

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

15

Ketersediaan hayati PGV-0 rendah disebabkan oleh rendahnya

permeabilitas dan kelarutan PGV-0 dalam air, sehingga PGV-0 kurang

cocok apabila diformulasikan ke dalam sediaan cair seperti larutan

dimana merupakan suatu metode pencampuran praemulsi terdiri dari

obat, PGV-0 memiliki T90 dan T1/2 masing –masing 45,3 jam dan 299

jam (Yuwono and Oetari, 2004).

7. Nanoemulsi dan SNEDDS (Self Nano Emulsifying Drug Delivery

System)

Nanoemulsi merupakan suatu kelas emulsi yang terdiri dari butir-

butir yang sangat kecil dan seragam. Ukuran butir-butir ini berkisar antara

20-200 nm. Penampakan nanoemulsi yaitu transparan dan translucent

disebabkan oleh ukuran butirnya yang kecil (Soni et al., 2014). Kelebihan

nanoemulsi yaitu dengan adanya fase hidrofob. Fase ini meningkatkan

kemampuan formula dalam melakukan penetrasi menembus membran

biologis yang berkarakter lipid-bilayer. Selain itu dalam dosis yang sama

dengan formulasi lain, nanoemulsi mampu memberikan peningkatan efek

obat. Salah satu pengembangan nanoemulsi terkini adalalah teknologi

SNEDDS (Self Nano Emulsifying Drug Delivery System) (Ronny et al.,

2012).

SNEDDS (Self Nano Emulsifying Drug Delivery System) adalah

campuran homogen antara minyak, surfaktan dan kosurfaktan yang akan

membentuk suatu nanoemulsi minyak dalam air (o/w) secara spontan

dengan penggojogan ringan pada pencampuran dalam air (Thomas et al.,

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

16

2012). Sistem ini akan teremulsi secara spontan ketika terkena cairan

gastrointestinal dan membentuk nanoemulsi oil in water. Mekanisme

kerja SNEDDS dalam saluran gastrointestinal terlihat pada gambar 8.

Ukuran droplet dari nanoemulsi berkisar antara 100-250 nm (Basalious,

2010; Pouton, 2006).

SNEDDS akan meningkatkan absorpsi obat dalam saluran

gastrointestinal dengan mempercepat proses disolusi, memperantarai

pembentukan fase terlarut dengan membentuk ukuran yang lebih kecil,

mengubah drug uptake, efflux, dan disposisi obat dengan entero-based

transport, serta meningkatkan transport obat ke sistem sirkulasi melalui

sistem limpatik sehingga menghindari first pass metabolism di hati

(Kalepu et al., 2013). SNEDDS dapat diabsorbsi melalui beberapa

pathways yaitu limfatik pathways, paraseluler pathways yang

meningkatkan permeabilitas dari molekul hidrofilik atau makromolekul

konjugat, gut associated liymphoid tissues (GALT), transeluler pathways

(Swain et al., 2016).

Kelebihan pembentukan nanoemulsi melalui metode SNEDDS

yaitu dapat meningkatkan stabilitas fisika dan kimia pada penyimpanan

jangka panjang serta dapat dimasukkan dalam bentuk sediaan seperti

kapsul gelatin sehingga meningkatkan kenyamanan penggunaan dan

menutupi rasa yang kurang enak karena terenkapsulasi (Date et a.l,

2010). Obat yang diformulasi dalam bentuk SNEDDS terlindungi dari

mekanisme hidrolisis dalam saluran pencernaan (Ahmed, et al., 2015).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

17

Formulasi SNEDDS menghasilkan tegangan antarmuka yang

sangat kecil dan permukaan antarmuka fase minyak dalam air yang luas

sehingga memungkinkan peningkatan kapasitas obat hifrofobik dalam

fase minyak dan absorbsi obat dalam tubuh. Obat akan dilepaskan dalam

ukuran nano yang meningkatkan luas permukaan efektif dalam disolusi

dan absorpsi in vivo. Metode ini dapat diterapkan sebagai pembawa

berbagai macam obat hidrofobik. Dengan mengkonjugasikan obat pada

molekul spesifik tertentu, SNEDDS memiliki potensi besar untuk

dikembangkan sebagai sistem penghantaran tertarget (Solans et al, 2005).

Formula SNEDDS terdiri dari sebagai berikut.

a. Minyak

Minyak merupakan komponen paling penting dalam formulasi

SNEDDS. Fungsi minyak yaitu sebagai pembawa obat hidrofobik,

membantu selfemulsification dari SNEDDS dan meningkatkan

absorpsi pada saluran gastrointestinal (Gursoy and Benita, 2004).

Pemilihan minyak akan mempengaruhi drug loading formulasi

SNEDDS. Minyak yang memiliki potensi melarutkan obat lebih

banyak serta menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran droplet yang

kecil akan memiliki drug-loading yang maksimal (Date et al.,

2010).

b. Surfaktan

Surfaktan berfungsi untuk mengurangi tegangan antar muka

minyak dengan air. Surfaktan dapat dibagi menjadi surfaktan ionik,

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

18

surfaktan non ionik, dan surfaktan amfolitik (Nigade et al., 2012).

Surfaktan non ionik dengan nilai HLB yang relatif tinggi dapat

membantu pembentukan tetesan emulsi o/w dengan cepat dalam

media berair (Gursoy and Benita, 2004).

c. Kosurfaktan

Kosurfaktan merupakan senyawa ampifilik yang memiliki

afinitas terhadap fase air dan minyak. Kosurfaktan dapat

meningkatkan jumlah obat/ekstrak terlarut pada sistem SNEDDS,

membantu kelarutan surfaktan dalam minyak, membantu

kemampuan spontanitas surfaktan untuk membentuk sistem

nanoemulsi, serta meningkatkan stabilitas nanoemulsi (Makadia et

al., 2013; Patel et al., 2011; Benita, 2006).

8. Uji Sitotoksik

Uji sitotoksik adalah uji in vitro dengan menggunakan kultur

suatu sel untuk mendeteksi adanya aktivitas antineoplastik dari suatu

senyawa. Uji ini merupakan uji kualitatif dan kuantitatif dengan cara

menetapkan kematian sel (Freshney, 2000).

Persyaratan dalam suatu sistem uji sitotoksik, antara lain sistem uji

harus menghasilkan kurva dosis respon yang reproduksibel dengan

variabel tetapnya berupa konsentrasi senyawa uji yang meliputi dosis

yang biasa diberikan secara in vitro. Respon yang diperoleh harus

berbanding lurus dengan jumlah sel, dan informasi yang didapat harus

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

19

dari kurva dosis-respon dan harus menggambarkan efek senyawa uji

yang sama bila diberikan secara in vitro (Freshney, 2000).

Salah satu uji sitotoksik dapat dilakukan dengan MTT

assay. MTT {3-4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida}

merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur

viabilitas dan proliferasi sel berdasarkan aktivitas metabolisme dengan

mengukur aktivitas mitokondria (Bernas and Dobrucki, 2002; Stoddart,

2011). Sel yang viable dengan sistem metabolisme yang aktif mengubah

MTT menjadi kristal formazan dengan absorbansi sekitar 570 nm seperti

yang terlihat pada gambar 5. Pengubahan MTT ke kristal formazan pada

sel bersifat time dependent (Riss et al., 2013). Sel yang masih hidup

memiliki enzim dehidrogenase mitokondria akan mengubah MTT yang

berwarna kuning dan larut air menjadi bentuk formazan berwarna biru

tua yang tidak larut air (Doyle and Griffiths, 1998).

Gambar 5. Reaksi yang terjadi pada MTT assay (Riss et al., 2013)

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

20

Keuntungan MTT assay yaitu absorbansinya dapat diukur secara

periodik selama inkubasi, akan tetapi plate yang berisi kultur sel harus

segera dikembalikan ke inkubator 37oC agar kondisinya tidak berubah

(Riss et al., 2013).

F. Landasan Teori

Kurkumin diketahui memiliki efek sebagai antikanker melalui

penghambatan telomerase pada sel T47D (Nasiri et al., 2013). Selain itu,

kurkumin secara selektif membunuh sel kanker dan tidak merusak sel

normal, contohnya yaitu hepatosit normal pada tikus (Ravindran et al.,

2009) sehingga dapat mengurangi adanya efek samping yang sering timbul

pada terapi kanker.

Selain itu, salah satu analog kurkumin yaitu PGV-0 juga diketahui

memiliki efek sitotoksik dan menginduksi apoptois lebih baik daripada

kurkumin (Nurulita dan Meiyanto, 2006). Namun, kurkumin dan PGV-0

tergolong dalam BCS kelas IV sehingga mengakibatkan

bioavailabilitasnya dalam tubuh rendah yang karena sifatnya yang sukar

larut air (Yuwono dan Oetari, 2004) sehingga dilakukan pengembangan

formulasi dengan menggunakan SNEDDS (Self Nano Emulsifying Drug

Delivery System) yang mampu meningkatkan bioavailabilitas suatu

senyawa/obat (Solans et al., 2005). Oleh karena itu, kurkumin dan PGV-0

yang diformulasikan dalam bentuk SNEDDS dapat meningkatkan efek

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/108565/potongan/S1-2017...tidak hanya membunuh sel kanker, ... antikanker dengan memacu terjadinya apoptosis

21

sitotoksiknya pada sel kanker payudara T47D dan diharapkan tidak toksik

pada sel normal Vero.

G. Hipotesis

1. SNEDDS kurkumin dan PGV-0 memiliki efek sitotoksik yang lebih

tinggi dibandingkan dalam bentuk non SNEDDS pada sel kanker

payudara T47D.

2. SNEDDS kurkumin dan PGV-0 memiliki efek sitotoksik yang lebih

rendah dibandingkan dalam bentuk non SNEDDS pada sel normal

Vero.