BAB I PENDAHULUAN A. Latar...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi terus berkembang dan mengalami perubahan seiring
dengan perkembangan zaman, salah satunya adalah internet. Menurut Rob
Franklin et al (2009: 114) kehadiran internet membawa dampak tersendiri bagi
dunia bisnis maupun institusi media, termasuk pula bagi dunia public relations.
Secara tidak langsung kehadiran internet merupakan salah satu faktor pendukung
menuju era globalisasi. Dalam dunia bisnis, kehadiran internet berpengaruh
langsung pada proses penjualan dan layanan secara online, selain itu juga pada
daya jangkau produk yang semakin mendunia. Pada institusi media sendiri,
internet telah mempengaruhi pada proses penyebaran informasi yang bersifat real
time. Para wartawan majalah mingguan atau berita harian memiliki tugas
memproduksi berita dengan tenggat waktu yang lebih ketat dari sebelumnya.
Selain itu pada dunia bisnis dan public relations juga membawa dampak tersendiri
sebagai saluran komunikasi baru dalam berhubungan dengan para publiknya.
Praktisi public relations memiliki saluran langsung dalam berkomunikasi dengan
publiknya tanpa harus termediasi melalui awak jurnalis bahkan lebih dari itu
internet juga mampu merubah hubungan komunikasi antara keduanya.
Selain itu internet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan media
lain, seperti yang dikemukakan Ashcroft, Macintosh dan Sallot (Lindic, 2006: 2):
“the internet offers several advantages when compared to the other
media such as speed of communication, almost immediate product
delivery, interactivity, customization, and personalization: it can
improve productivity, efficiency and issues management. The internet
also provides an ideal forum of group communication and interaction.
Berdasar pada pernyataan di atas maka dapat diketahui beberapa keuntungan yang
dapat dimanfaatkan oleh praktisi public relations dari media internet, salah
satunya adalah meningkatkan produktvitas, efisiensi dan manajemen isu. Internet
menawarkan interaktivitas yang tinggi dalam hal berkomunikasi dimana
2
kecepatannya dan daya jangkau yang lebih cepat dan luas dibandingkan media
massa pada umumnya. Hal ini tentu saja menguntungkan bagi para praktisi dalam
hal memonitoring serta menyebarkan informasi yang berkaitan dengan
kepentingan organisasi sehingga praktisi pun semakin dituntut untuk lebih
responsif. Jika meminjam perumpaan Terence Fane-Saunders dalam Rob
Franklin (2009: 115) yang mengibaratkan „the fisherman has replaced the hunter‟
adalah sudah saatnya bagi para praktisi sekarang untuk menciptakan sendiri
website dalam berkomunikasi dengan publiknya. Adanya saluran komunikasi ini
ditujukan untuk penyebaran informasi agar lebih efektif dan efisien serta juga
diharapkan dapat menjadi salah satu sumber bagi wartawan dalam mendapatkan
informasi seputar organisasi. Perkembangan teknologi terus menerus bergulir dan
memberikan tantangan tersendiri bagi praktisi public relations dan terus harus
mampu mengikuti dan beradaptasi pada perkembangan tersebut, tidak hanya
mengetahui apa yang sedang terjadi tetap juga merancang apa yang akan
dilakukan dengan perkembangan yang telah terjadi.
Internet di definisikan oleh Tom Kelleher (2007: 5) adalah sebagai
jaringan global yang dapat diakses oleh seluruh publik. Jaringan ini merupakan
suatu sistem yang menghubungkan berbagai komputer, kabel, dan perangkat kabel
serta nirkabel yang terhubung satu sama lain untuk membantu orang dalam
pertukaran informasi di seluruh dunia. Perkembangan internet terus terjadi hingga
akhirnya melahirkan suatu teknologi baru yakni Web 2.0 yang memperkenalkan
dunia pada Web Sosial dan merupakan sebuah medium yang digunakan seorang
dalam berkomunikasi dengan komunitas online yang mereka kehendaki. Salah
satu bentuk aplikasi dari teknologi Web 2.0 adalah social media. Liu, Arnett,
Capella, & Beatty (McLennan & Howell, 2010: 11) menyarankan bahwa jejaring
media sosial dapat digunakan oleh organisasi dalam membangun hubungan
dengan publiknya dan memberikan berbagai macam informasi dan layanan yang
berhubungan dengan organisasi kepada berbagai publik yang baik secara langsung
maupun tidak langsung berhubungan dengan organisasi. Grunig (2009: 1) juga
mengemukakan bahwa kehadiran social media telah mengubah cara para praktisi
dalam berpikir dan melaksanakan praktik-praktiknya dan beranggapan bahwa hal
3
ini merupakan sebuah kekuatan revolusioner dalam bidang public relations.
Grunig juga meyakini bahwa dengan mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh
social media maka praktik public relations akan lebih mendunia, lebih strategis,
semakin bersifat komunikasi dua arah dan interaktif, simetris atau dialogis dan
lebih bertanggungjawab secara sosial.
Sejalan dengan perkembangan media sosial yang juga memberikan
dampak pada bidang public relations maka di tahun 2011, CIPR salah satu
organisasi public relations yang berbasis di negara Inggris mengeluarkan sebuah
panduan mengenai pemanfaatan media sosial dengan baik. Panduan ini sengaja
dikeluarkan oleh CIPR guna membantu memberi arahan para anggotanya yang
merupakan para praktisi public relations dalam menghadapai perubahan pada
ranah komunikasi akan tantangan perkembangan teknologi khususnya pada media
sosial. Dalam panduan tersebut dikemukan beberapa hal yang diperbolehkan dan
tidak serta beberapa detail yang perlu dipertimbangkan oleh praktisi dalam
menggunakan media sosial. Hal yang tak jauh berbeda juga juga dapat dilihat
pada website IPRA, organisasi public relations internasional yang akan banyak
ditemui mengenai tulisan artikel para praktisi public relations internasional yang
membahas mengenai kehadiran media sosial. Berbagai panduan, ulasan, serta
pelatihan dan konferensi diselenggarakan dan terus dikaji para praktisi
internasional guna sebagai langkah untuk mengantisipasi perubahan pada arena
komunikasi akan hadirnya media sosial.
Pertumbuhan pengguna internet di Indonesia menurut hasil survey
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) hingga pada triwulan
pertama di 2013 ini telah mencapai lebih dari 63 juta orang atau sekitar melebihi
dari 24,32 persen dari jumlah penduduk Indonesia dan bahkan diprediksi hingga
akhir tahun mencapai 80 juta penduduk.1 Menurut data ini Indonesia berhasil
menduduki peringkat ketiga negara pengakses internet di kawasan Asia. Lebih
lanjut bahwa pengguna internet yang paling banyak ditemui di Indonesia adalah
1 http://www.apjii.or.id/v2/index.php/read/article/apjii-at-media/169/-akhir-2013-pengguna-
internet-capai-80-juta.html diakses pada tanggal 14 Juni 2013
4
pengakses situs jejaring sosial.2 Menurut hasil riset Semiocast pada Februari 2013
menempati peringkat kelima dengan jumlah akun Twitter sekitar 19,5juta, di
bawah Inggris Raya 23,8 juta akun, Jepang 29,9 juta akun, Brasil 33,3 juta akun
dan Amerika Serikat 107,7 juta akun. Disamping itu pula Indonesia juga
menempati peringkat keempat pengguna Facebook dengan jumlah akun sekitar 51
juta orang di seluruh dunia setelah Amerika Serikat, Brasil dan India.3
Berdasar data tersebut dapat terlihat bahwa masyarakat Indonesia sudah
tak asing lagi dengan kehadiran situs jejaring sosial. Situs jejaring sosial
merupakan salah satu jenis dari aplikasi social media. Lebih jauh lagi para
pengguna social media di Indonesia telah menciptakan wadahnya untuk
berkumpul secara mandiri sesuai dengan ketertarikan masing-masing dan secara
rutin sudah mengadakan event tahunan bertajuk socialmediafest. Sarana
berkumpul bagi para komunitas social media ini sudah berjalan dari tahun 2011
sebagai salah satu ajang pengukuhan bahwa dengan kehadiran social media dapat
menciptakan perubahan yang positif baik bagi komunitas itu sendiri dan
masyarakat sekitar. Hal ini menandakan bahwa sebagian dari masyarakat
Indonesia sudah mengenal dan menekuni dunia media sosial sesuai dengan cara
yang positif.
Salah satu provinsi di Indonesia yang juga telah memanfaatkan internet
dalam menunjang kehidupan masyarakatnya adalah DIY. Diakui oleh koordinator
I APJI Yogyakarta bahwa di tahun 2012 trafik penggunaan internet di Yogyakarta
mengalami peningkatan yang pesat4. Hal ini salah satunya dipicu oleh faktor
meningkatnya jumlah pengguna media sosial di Yogyakarta serta ketersedian
berbagai pilihan gadget yang mudah didapatkan dan perlombaan tarif paket data
operator yang semakin kompetitif. Berdasarkan pada data tersebut maka media
2 http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/395508-nielsen--jejaring-sosial-turun--pengguna-internet-
naik diakses pada tanggal 14 Juni 2013
3 http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=12239&type=120 diakses
pada tanggal 14 Juni 2013
4 http://inet.detik.com/read/2011/07/22/123424/1686887/398/media-sosial-picu-pertumbuhan-
trafik-internet-jogja diakses tanggal 4 September 2013
5
sosial tidaklah lagi menjadi hal yang asing bagi warga Yogyakarta. Adanya
peningkatan pada jumlah pengguna media sosial di Yogyakarta menjadi landasan
peneliti untuk melakukan penelitian mengenai pemanfaatan media sosial
khususnya pada praktisi public relations di Yogyakarta. Hal ini mengingat bahwa
perkembangan public relations global telah memiliki perhatian pada kehadiran
media sosial dan peneliti mencoba mencari tahu tentang fenomena yang sama
pada praktisi public relations tingkat lokal. Peneliti melalui penelitian ini mencari
tahu tentang sejauh mana praktisi public relations di Yogyakarta memanfaatkan
media sosial dalam melaksanakan fungsi-fungsi komunikasinya. Bersama dengan
itu pula mencari tahu bagaimana cara praktisi mengelola media sosial dalam
mendukung fungsi-fungsi komunikasi tersebut. Selain itu pula peneliti juga
menggali informasi mengenai kendala yang dihadapi oleh praktisi dalam
memanfaatkan media sosial.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan pada pemaparan latar belakang di atas maka dapat ditarik
suatu pertanyaan rumusan masalah pada penelitian ini, yakni: Bagaimana Praktisi
Public Relations di Yogyakarta memanfaatkan kehadiran social media dalam
melaksanakan fungsi komunikasi? Dalam hal ini yang dimaksud dengan
pemanfaatan social media adalah bagaimana praktisi public relations dalam
memanfaatkan akun media sosial yang telah dimiliki oleh perusahaan dalam
menunjang kegiatan-kegiatan komunikasi public relations yang dilaksanakan.
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sejauh mana pemanfaatan social media oleh praktisi public
relations di Yogyakarta pada pelaksanaan fungsi komunikasi.
2. Mengetahui bagaimana pengelolaan serta kendala dan manfaat yang
dilakukan dan dihadapi oleh praktisi public relations di Yogyakarta dalam
memanfaatkan social media.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Mendeskripsikan pemanfaatan social media di kalangan praktisi public
relations di Yogyakarta.
2. Keperluan praktis tentang pemanfaatan social media di kalangan praktisi
public relations yang dapat dipergunakan oleh berbagai pihak terkait.
E. Kerangka Pemikiran
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa konsep yang
berkaitan dengan perumusan masalah yang ada. Hal ini guna dapat dijadikan
sebagai landasan dalam melakukan analisis data. Konsep-konsep tersebut
adalah sebagai berikut.
1. Public Relations dan Perkembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi
Merujuk pada apa yang dikatakan oleh Grunig dan Hunt (1984: 6),
mendefinisikan public relations sebagai berikut “management of
communication between an organization and its publics”. Berdasar pada
definisi ini Grunig mencoba menggambarkan dua fungsi komunikasi yang
berkaitan erat pada bidang public relations. Fungsi yang pertama adalah
manajemen komunikasi. Manajemen komunikasi pada hal ini dimaknai tidak
hanya mengenai teknik atau strategi bagaimana berkomunikasi atau kegiatan
yang hanya meliputi program-program seperti media relations dan
publisitas. Manajemen komunikasi meliputi keseluruhan atas kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi komunikasi pada organisasi, baik
yang ditujukan pada publik eksternal dan internal. Publik dalam hal ini
adalah kelompok yang mempengaruhi kemampuan organisasi dalam
mencapai tujuannya. Pada fungsi manajemen komunikasi, public relations
berperan pada level managerial role yang memiliki peran pada perencana
dan pengambilan keputusan dalam strategi komunikasi yang dibuat. Fungsi
yang kedua adalah mengenai komunikasi organisasi. Grunig
mendefinisikannya sebagai sistem komunikasi yang dikelola oleh organisasi,
7
khususnya komunikasi antar setiap unit dalam organisasi, yang sengaja
dirancang oleh para ahli komunikasi. Seperti halnya bagaimana pimpinan
puncak, para manager dan pegawai biasa saling berkomunikasi satu sama
lainnya dalam sebuah organisasi. Namun tidak menutup kemungkinan
bahwa komunikasi organisasi tidak hanya mencakup area internal tetapi juga
eksternal.
Cutlip Center dan Broom (2006: 5) mendefinisikan public relations
sebagai fungsi managemen yang membangun dan mempertahankan
hubungan saling memahami yang menguntungkan kedua belah pihak antara
organisasi dan publik terkaitnya yang berpengaruh pada keberhasilan dan
kegagalan organisasi. Disamping itu terdapat pengertian public relations
menurut Sriramesh & Vercic dalam Sriramesh (2009: 2) bahwa public
relations adalah merupakan bentuk dari komunikasi strategis yang banyak
digunakan oleh berbagai jenis organisasi dalam rangka untuk membangun
dan mempertahankan hubungan simbiosis mutualisme kepada berbagai
publik yang memiliki beragam latar belakang budaya. Lebih dalam lagi
didefinisikan oleh Lattimore et al (2004: 4) sebagai public relations adalah
sebuah fungsi kepemimpinan dan manajemen yang membantu pencapaian
tujuan sebuah organisasi, membantu mendefinisikan filosofi serta
memfasilitasi perubahan organisasi. Para praktisi public relations
berkomunikasi dengan semua masyarakat internal dan eksternal yang
relevan untuk mengembangkan hubungan yang positif serta menciptakan
konsistensi antara tujuan organisasi dengan harapan masyarakat. Mereka
juga mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi program organisasi
yang mempromosikan pertukaran pengaruh serta pemahaman di antara
konstituen organisasi dan masyarakat.
Dalam melangsungkan kegiatan komunikasi tersebut tentunya para
praktisi public relations membutuhkan suatu medium dalam
menyebarluaskan informasi dari organisasi kepada publik dan sebaliknya
untuk dapat menjaring opini publik terhadap organisasi Media massa
menjadi salah satu medium atau saluran komunikasi yang diandalkan oleh
8
para praktisi public relations terutama dalam hal berkaitan dengan tujuan
publisitas. Seiring dengan perkembangan teknologi maka lahirlah era yang
memperkenalkan dunia kepada media komputer dan teknologi internet.
Kehadiran kedua media ini telah membuka peluang terjadinya komunikasi
oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun tanpa mengenal batas ruang dan
waktu. Siap atau tidak para praktisi harus mampu beradaptasi dengan
perkembangan zaman guna mempertahankan eksistensi organisasi di tengah
lingkungannya. Praktisi public relations sebagai seorang “gatekeeper” pada
organisasi dalam menyebarkan serta mengontrol arus informasi yang
diberikan serta diterima oleh perusahaan harus senantiasa selalu siaga dan
responsif dalam memantau kebebasan berkomunikasi yang secara non-stop
berlangsung terjadi ini. Para praktisi dituntut untuk menguasai
perkembangan teknologi guna dapat memanfaatkan kehadirannya sebagai
suatu peluang yang memberi keuntungan pada organisasi dalam menjalin
komunikasi dengan publiknya. Praktisi tidak hanya sekedar dituntut untuk
juga menggunakan namun lebih dari itu praktisi diharapkan juga menguasai
dan memahami perkembangan teknologi sebagai satu alat yang menjadi
bagian dari strategi komunikasi yang diterapkan. Bahwa praktisi tidak hanya
sekedar mengikuti perkembangan zaman namun dapat menjadi seorang
komunikator handal yang mampu membaca dan menggunakan peluang
sebaik mungkin dengan perencanaan yang matang.
Internet secara tidak langsung telah mengubah pandangan
perusahaan dalam hal berkomunikasi dengan publik. Sejalan dengan hal ini
Cutlip (2006: 228) juga menemukan perubahan pada public relations atas
kehadiran media ini bahwa salah satu keuntungan terbesar dari internet
sebagai medium public relations adalah kemampuannya untuk memberikan
akses langsung dan cepat kepada khalayaknya, dan karenanya lebih unggul
daripada media konvensional. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan
teknologi telah memperluas sarana komunikasi yang ada dan memberikan
wacana baru bagi public relations dalam menyebarkan informasi
berkomunikasi dengan publiknya. Di masa mendatang tentu saja akan terus
9
terjadi perubahan dalam perkembangan pada saluran-saluran komunikasi.
Namun sejauh apapun perkembangan itu terjadi namun tetap kunci
utamanya terletak pada sang komunikator, dalam hal ini adalah public
relations. Para praktisi dituntut untuk menjadi seorang profesional yang
lebih kreatif dengan berbagai keahlian sekaligus memegang peranan
manajerial yang strategis. Oleh sebab itu maka praktisi terus dituntut untuk
“melek” teknologi dan mampu menjadi pemain utama dalam
mengoperasikannya guna menunjang pelaksanaan fungsi-fungsi yang
diemban oleh mereka. Salah satu bentuk dari aplikasi internet yang pada
saat ini sedang menjadi tren adalah social media. Social media merupakan
bentuk dari sebuah penggambaran perkembangan teknologi yang
memungkinkan terjadinya kegiatan pertukaran berbagai konten informasi,
baik dapat berupa opini-opini, wawasan, pengalaman dan pandangan-
pandangan baik yang bersifat, audio, visual bahkan audiovisual. Hal ini tentu
saja dapat dimanfaatkan oleh public relations dalam menyebarkan informasi
kepada publiknya lebih efisien, efektif dan substansial.
2. New Media dan Social Media
Dewdney & Ride (Melanie James, 2007: 138) mengemukakan bahwa
istilah media baru lebih disukai untuk menggambarkan berbagai praktik
media yang menggunakan teknologi digital dan komputer dengan cara-cara
tertentu. Salah satu keunggulan yang perlu digarisbawahi media baru adalah
sifatnya yang portable dan memudahkan mobilitas dalam berkomunikasi.
Tidak jauh berbeda dengan Robert K. Logan (2010: 5) yang menggunakan
istilah “media baru” dengan tanda kutip untuk menegaskan bahwa media ini
merupakan media interaktif yang bersifat digital. Istilah ini secara umum
akan menunjuk pada sebuah media digital yang bersifat interaktif, yang
menggabungkan komunikasi dua arah, serta melibatkan beberapa bentuk
sistem komputasi. Disamping itu Bolter dan Grusin (Logan, 2010: 5) juga
menggambarkan apa yang dimaksud dengan “media baru” adalah hasil
representasi dari sebuah media lain yang teremediasi dan sekaligus menjadi
10
karateristik utamanya. Pada pemahaman ini dapat dikatakan bahwa “media
baru” merupakan sebuah perkembangan dari teknologi sebelumnya dalam
menjawab tantangan kebutuhan akan lahirnya suatu media baru.
Membicarakan “media baru” maka tidak akan terlepas dari
membicarakan mengenai internet. Kehadiran internet telah memberikan
kesempatan kepada para praktisi public relations dalam kemudahan untuk
mengumpulkan informasi, memantau opini publik tentang isu-isu, dan
terlibat dalam dialog langsung dengan publik mereka tentang berbagai isu.
Namun beberapa kelemahan juga perlu diperhatikan seperti halnya bahwa
kurang komprehensifnya perancangan strategi public relations terkait
pemanfaat internet serta masih kurangnya sumber daya baik kompetensi dan
skills yang dimiliki dan juga perkembangan internet yang secara cepat terus
berkembang. Donald Wright (Lattimore, 2004: 443) berdasarkan pada salah
satu hasil temuan penelitiannya yang dilakukan untuk Institute of Public
Relations berpendapat bahwa internet merepresentasikan sebuah pertukaran
paradigma dalam komunikasi perusahaan, membuka pintu bagi komunikasi
dua arah yang penuh antara sebuah perusahaan dengan publiknya. Oleh
karena itu, sebuah kewajiban bagi pimpinan perusahaan untuk
mengembangkan kebijakan yang mendukung dan berdampak pada
komunikasi yang lebih interaktif. Online media seperti internet mampu
memberikan peluang besar bagi para praktisi dalam memanfaatkannya untuk
menjangkau publiknya walau tanpa komunikasi tatap langsung namun masih
tetap dapat melakukan interaksi komunikasi.
Salah satu karakteristik dari online media yang sering diperbincangkan
namun perlu masih banyak pemahaman adalah mengenai interaktifitas.
Sundar dkk (Kelleher, 2007: 11) menawarkan dua cara umum untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan interaktifitas, pertama adalah
functional interactivity dan contingency interactivity. Pertama mengenai
functional interactivity atau interaktifitas fungsional dimana pada konsep ini
merujuk pada fitur-fitur online media yang bersifat merespon seperti e-mail,
forum diskusi online, RSS dan lainnya. Pada cara pandang ini lebih
11
menekankan pada kehadiran fitur media online yang ada, bukan pada
kualitas dari penggunaan fitur-fitur tersebut. Berbeda dengan pandangan
contingency interactivity yang mulai menekankan interaktifitas sebagai
proses yang melibatkan tersedianya pengguna, media, dan pesan. Pada
pandangan ini bahwa interaktifitas akan sepenuhnya terjadi ketika terjadi
pertukaran informasi didalamnya yang menandakan proses komunikasi
sedang berlangsung. Pandangan ini mengisyaratkan bahwa pertukaran pesan
merupakan sebuah interaksi dari saling berbalasnya pesan yang baru
terhadap pesan-pesan sebelumnya dan bahwa komunikator dan komunikan
saling bertukar posisi secara berkelanjutan. Carpentier, McMillan dan
Szuprowicz (Macnamara, 2010: 27) mengelompokan interaktifitas ke dalam
tiga tingkatan dalam kaitannya dengan komunikasi yang bermediasi oleh
komputer. Pertama adalah interkatifitas antara pengguna dan sistem yang
diibaratkan Carpentier et al sebagai interaksi manusia dengan mesin seperti
mengklik mouse dan mengakses menu tertentu. Selanjutnya adalah
interaktifitas antar pengguna dengan pengguna dan terakhir adalah
interaktifitas antara pengguna dan dokumen, dimana pengguna dapat dengan
bebas mengedit bahkan membuat sendiri kontennya dan tidak hanya sebagai
konsumen saja.
Menilik pada tingkatan interaktifitas pada poin kedua dan ketiga
maka saat ini sangat dimungkinkan sekali peluang tersebut terbuka lebar
dengan adanya kehadiran social media. Solis (2009: xvii) mendefinisikan
social media sebagai sebuah bentuk demokratisasi dari isi pesan dan
merupakan fenomena perubahan pada aturan permainan pada proses
menemukan dan menyebarkan informasi (termasuk di dalamnya
menciptakan dan berbagi isi pesan). Social media menggambarkan suatu
pergeseran dari mekanisme penyiaran menuju ke arah many-to-many model,
yang berakar pada format percakapan antara para komunikator dan para
komunikan dengan menggunakan media sosial. Semua orang melalui media
sosial yang menggunakan internet dalam memfasilitasi dapat berbagi
pemikiran, pendapat serta keahliannya ke seluruh pelosok dunia tanpa
12
batasan ruang dan waktu. Wright & Hinson (Gordon, 2010: 3)
menggambarkan apa yang dimaksud sebagai social media, sebagai berikut;
However, social media do not just include social networking sites, but also
blogs, forums, message boards, photo sharing, podcasts, RSS (really simple
syndication), search engine marketing, video sharing, Wikis, social
networks, professional networks, and microblogging sites. Berdasar dari
pengertian di atas maka dapat dimaknai bahwa social media tidak hanya
mengenai seputar situs jejaring sosial saja, namun juga mencakup berbagai
situs blog, forum-forum online, papan pesan seperti Yahoo Messenger, situs
berbagi foto, podcasts, RSS (really simple syndication), mesin pencari
pemasaran, situs berbagi video, Wikis, jejaring sosial, jejaring professional
dan situs microblogging.
Kent & Taylor (Quinn-Allan, 2010: 45) menyatakan bahwa
komunikasi dialog atau simetris dua arah tidak selalu hanya menekankan
pada aspek terdapatnya interaksi dua arah antara organisasi dan publiknya,
lebih dari itu yakni pada aspek interaktifitas yang disepakati sebagai sebuah
proses transaksi yang berperan untuk mendukung terjalinnya hubungan
publik dengan organisasi atas dasar “tanya” dan “jawab”. Lebih jauh lagi
Quinn-Allan (2010: 46-47) menegaskan bahwa jika dilihat dari perspektif
public relations maka social media dapat dikatakan sebagai sebuah inovasi
baru dalam membentuk hubungan baru dengan para pemangku kepentingan.
Penggunaan social media dan internet dinilai dapat digunakan untuk
memfasilitasi diskusi mengenai seputar produk, brand dan organisasi. Hal
ini tentu sudah dapat mengindikasikan bahwa telah terjadi perubahan pada
hubungan antara organisasi dan publik terkaitnya. Kehadiran social media
tidak hanya merubah pada tataran praktik public relations saja namun
demikian juga mengubah nilai-nilai organisasi dan prosesnya. Praktisi
public relations dituntut untuk menjadi “peserta aktif” dan terus
mengembangkan kemampuan dan keahlian turut serta dalam percakapan-
percakapan yang terjalin mengenai seputar isu-isu yang terjadi. Praktisi
dituntut untuk lebih memaknai sebuah proses komunikasi sebagai proses
13
transaksional dan dimana ide-ide publik perlu dihargai oleh organisasi.
Social media diyakini memiliki kemampuan dalam membangun hubungan
simetris dan asimetris komunikasi dua arah yang melibatkan keterikatan
publik yang tinggi dan memberikan peluang kepada penggunanya untuk
terlibat aktif pada kelompok publik yang memang ingin mereka tuju.
Berdasar pada keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh kekuatan
internet dan karateristik khusus pada social media maka dapat memberikan
dampak perubahan pada tataran strategi komunikasi yang dirancang oleh
praktisi public relations. Social media bisa menjadi bagian integral dalam
penyebaran informasi dengan menjadi salah satu alternative toolkit public
relations yang digunakan. Ini tentu saja menguntungkan dalam hal
penghematan biaya, waktu serta tenaga yang mana informasi dapat
disebarluaskan dalam berbagai bentuk audio, visual, maupun audiovisual
dan multimedia hingga ke belahan dunia manapun hanya dengan satu klik
saja. Namun social media juga mempunyai tantangan tersendiri bagi
praktisi, sifatnya yang selalu online 24 jam dan peluang semua users
berkedudukan sebagai kreator dan informan maka menjadi tugas praktisi
agar selalu mengawasi perkembangan tersebut.
Hal yang tidak mudah dalam memonitor arus informasi yang begitu
padat dalam dunia cyber dan menuntut kesiapan para praktisi dalam
mengatasi dinamika penciptaan dan penyebaran informasi. Disamping itu
semua kehadiran social media tetap harus direspon secara positif karena juga
dapat dimanfaatkan sebagai salah satu basis dalam membangun hubungan
dengan publik organisasi. Sifatnya yang interaktif dapat menjembatani
komunikasi dua arah secara langsung antara komunikan dan komunikator.
Hal inilah yang dapat dijadikan oleh para praktisi dalam terus mengasah
kemampuannya dan menyesuaikan strategi komunikasinya dengan
perkembangan teknologi, hal ini guna memanfaatkan kekuatan dunia online
dan mampu meminimalisir kemungkinan timbulnya hal-hal yang tidak
diinginkan karenanya.
14
3. Penggunaan Social Media oleh Praktisi Public Relations
Berikut merupakan penjelasan beberapa penelitian yang telah meneliti
mengenai perkembangan pemanfaatan media sosial pada praktik public
relations secara global. Penelitian-penelitian berikut mencoba memaparkan
bahwa media sosial telah merubah praktik public relations dan dapat
dimanfaatkan untuk membantu praktisi dalam melaksanakan fungsi
komunikasi. Selanjutnya pemaparan pada sub bab berikut akan menjadi
landasan bagi penelitian sebagai acuan dalam menjawab permasalahan
penelitian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wright & Hinson (2009)
selama dua tahun berturut pada 2009 dan 2010 dalam “How New
Communications Media Are Being Used in Public Relations: A Longitudinal
Analysis” menunjukkan bahwa kehadiran new media dan termasuk
perkembangan social media membawa dampak yang besar bagi praktik
public relations. Para praktisi mulai menggunakan social media ke dalam
bagian strategi komunikasi mereka yang dapat berperan sebagai media
komunikasi yang efektif dan efisien baik bagi publik internal maupun
eksternal perusahaan. Media komunikasi baru seperti halnya blog, micro-
blog, dan jejaring media sosial telah mampu mengubah cara organisasi
dalam berkomunikasi dengan publiknya, baik hubungan dengan karyawan,
pelanggan, pemegang saham, komunitas, pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnya.
Tidak berhenti sampai disitu Wright dan Hinson dalam penelitian
mereka “Have been Used in Public relations Between 2006-2010: A
Longitudinal Analysis” secara garis besar telah mengungkapkan bahwa new
media dan social media telah membawa dampak pada perubahan dramatis di
semua aspek bidang public relations. Penelitian ini menganalisis tentang
bagaimana social media dan new media digunakan oleh para praktisi public
relations dan hasil dari survey menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
penggunaan social media dan new media setiap tahunnya. Hasil temuan
survey ini juga semakin memperkuat bahwa perkembangan teknologi baru
telah mendukung usaha-usaha strategis para praktisi secara signifikan
15
mengenai hal bagaimana berkomunikasi secara efektif dengan berbagai
publiknya khususnya pihak eksternal. Di samping itu juga diketahui bahwa
social networking atau jejaring sosial seperti Facebook telah
diperhitungakan keberadaannya sebagai salah satu aplikasi dari social media
yang paling utama dimanfaatkan dalam keseluruhan kegiatan komunikasi
dan public relations dan diikuti dengan situs micro-blooging seperti Twitter,
mesin pencarian pemasaran, situs berbagi video seperti YouTube, blog,
forum elektronik dan podcasts.
Hasil survey ini juga menunjukkan adanya peningkatan pada aspek
jumlah durasi waktu yang dimanfaatkan para praktisi bekerja dengan social
media sebagai bagian dari seluruh kegiatan komunikasi dan public relations.
Hasil penelitian ini juga memberikan gambaran bahwa praktisi public
relations percaya dengan kehadiran social media dan emerging media ini
mampu terus mendorong tumbuhnya seputar hal mengenai keakurasian,
kredibilitas, kejujuran, dan kepercayaan dan mengatakan hal yang
sebenarnya. Hal ini tentu saja merujuk kepada kemampuan praktisi yang
juga terus harus diasah dalam menjawab tantangan kehadiran social media
dan emerging media ¸ sifatnya yang online 24jam menuntut respon yang
cepat dan seakurat mungkin. Keakurasian menjadi hal penting sehingga apa
yang disampaikan dapat dipertangungjawabkan dan merupakan realita yang
apa adanya.
Amy Reitz (2012) dalam ”Social Media‟s Function Organizations: A
Functional Analysis Approach” mengemukakan empat fungsi social media
yang dapat diterapkan pada hubungan komunikasi antara organisasi dan
publiknya berdasarkan pada berbagai penelitian terkini dalam literatur
bidang public relations, seperti mempertahankan identitas organisasi,
kesempatan dalam membangun hubungan, kemampuan untuk mengontrol
manajemen isu, dan kesempatan untuk mempromosikan CSR. Pada tulisan
ini mendiskusikan bagaimana peranan social media pada masing-masing
fungsi tersebut dalam hubungan komunikasi organisasi dan publiknya.
Berikut secara singkat penjelasan mengenai pemikiran-pemikiran tersebut.
16
Social media dapat membantu organisasi dan stakeholder
menciptakan dan memelihara identitas organisasi yang kuat. Social media
yang memungkinkan terjadinya mekanisme umpan balik memberikan
peluang kepada para stakeholder untuk dapat menyampaikan referensi, opini
dan pemikirannya tentang organisasi dalam membantu membangun identitas
organisasi. Social media yang bersifat interaktif dapat memberikan
kesempatan pada publik dalam memberikan kontribusi dan membentuk
identitas organisasi dengan menyampaikan pesan informasi secara lebih
berkala dan terbuka dari sebelumnya. Sejalan dengan hal tersebut organisasi
juga memiliki kesempatan yang tak ternilai harganya untuk mempelajari,
beradaptasi dan melakukan penyesuaian serta yang paling pokok adalah
meningkatkan identitas organisasi mereka sejalan dengan respon yang telah
diberikan oleh publik tersebut.
Social media diyakini dapat memfasilitasi fungsi membangun
hubungan antara organisasi dan publiknya dengan mengingat bahwa pada
medium ini telah melibatkan proses kolaborasi dan interaksi online dimana
dialog merupakan unsur terpentingnya. Gillin, Swedowsky, Wong (Reitz,
2012: 45) menyatakan bahwa social media membantu membangun
hubungan emosinal antara konsumer dan organisasi yang dapat menjurus
pada hubungan konsumen yang kuat. Social media dapat menjembatani
publik dalam menyampaikan aspirasi mereka kepada organisasi serta hal ini
memungkinkan terjalinnya kedekatan hubungan antar keduanya sehingga
organisasi dapat mengetahui apanya yang dibutuhkan dan diinginkan oleh
publik dan dapat memenuhi tuntutan tersebut. Terjalinnya kedekatan
hubungan ini akan dapat menciptakan dan meningkatkan kualitas alur
informasi yang ada pada social media dan semakin menguatkan hubungan
diantara keduanya.
Social media dapat mendukung manajemen isu dalam suatu
organisasi. Hal ini dapat dimanfaatkan organisasi dalam pengambilan
keputusan kebijakan dengan memonitoring dan mengevaluasi hal-hal yang
diperlukan dengan melihat pada interaksi yang terjadi pada publik.
17
Organisasi juga dapat memprediksikan hal-hal yang mungkin akan
menyerang dengan secara proaktif bertanya mengenai opini dan reaksi
publik tentang suatu isu tertentu. Komunikasi dua arah yang bersifat
langsung dan seketika pada social media dapat dimanfaatkan organisasi
dalam memonitor opini dan reaksi publiknya secara lebih terbuka dan cepat
tepat. Lebih jauh lagi hasil penelitian dari Choi & Lin, Stephens & Malone
(Reitz, 2012: 43) menunjukkan bahwa social media dapat memelihara
dukungan emosional antara organisasi dan publik. Isu dan reaksi publik yang
muncul dapat diredakan melalui kehadiran social media bagi organisasi
karena mereka memiliki kesempatan untuk menciptakan dan
menyebarluaskan informasi dan dukungan emosional dan sebaliknya publik
pun dapat memberikan dukungan kepada organisasi dan memperkuat
informasi yang ada jika memang dibutuhkan. Hal ini dapat menjadi indikasi
bahwa organisasi memiliki peluang besar untuk memegang peran kuat dalam
berhubungan dengan publiknya.
Social media dapat dimanfaatkan oleh organisasi untuk menyebarluaskan
misi dan nilai CSR yang dilaksanakan pada strategi organisasi. Organisasi
dapat memanfaatkan social media untuk menginformasikan publik mengenai
berbagai event, kampanye dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan CSR
organisasi. Lebih jauh lagi organisasi dapat berkomunikasi dengan
publiknya melaui social media untuk mengamati dan mencari tahu hal-hal
yang paling dibutuhkan oleh publik sehingga organisasi dapat secara tepat
menindaklanjuti dan merespon hal tersebut dan memberikan dampak positif
pada stakeholder melalui kegiatan kemanusiaan tersebut. Selain itu melalui
social media organisasi dapat berkembang dengan baik dengan memberikan
dukungan berupa masukan yang dapat membantu organisasi bertahan hidup.
Lebih jauh lagi Laura Matthews (2010) memberikan sebuah gambaran
mengenai kehadiran social media dan perkembangan corporate
communications. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara
social media dan komunikasi korporat, khusunya berfokus pada bagaimana
memanfaatkan social media bagi public relations dan menganalisis
18
perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu industri yang diakibatkan oleh
kehadiran social media. Social media marketing merupakan konsep besar
yang menaungi penggunaan social media untuk kepentingan penjualan,
pemasaran, pelayanan konsumen dan public relations, yang
mengindikasikan pengkonvergensian atau penggabungan dari berbagai
departmen yang terpisah pada perusahaan. Social media marketing
memberikan keleluasan pada perusahaan untuk berkomunikasi secara
langsung dan seketika dengan para stakeholder, menandakan adanya
perubahan komunikasi tradisional yang bersifat satu arah dari komunikasi
korporat menjadi percakapan dialog dua arah antara perusahaan dan
pelanggan. Social media marketing merupakan medium yang memiliki
keunggulan yang dapat mewujudkan kembali komunikasi dua arah yang
sesuai seperti model komunikasi yang ditawarkan oleh Grunig.
Praktik public relations yang masih menggunakan komunikasi satu arah
dan gaya manipulasi tidak akan dapat bertahan pada era social media ini.
Social media tidak hanya memberikan kesempatan pada komunikasi
korporat yang bersifat langsung dan seketika, tetapi juga kesempatan untuk
kembali ke dasar utama public relations, membangun dan menjaga
hubungan, serta mengubah stereotipe negatif yang berhubungan dengan
bidang public relations. Jika social media digunakan secara maksimal dan
benar bagi komunikasi korporat, maka akan memberikan kesempatan pada
bidang public relation untuk mencapai suatu kinerja yang ideal,
mengedepankan keterbukaan, praktik-praktik yang jujur, pelaksanaan
kampanye yang berhasil dan menghilangkan stereotip yang negatif serta
adanya kesempatan memberikan kualitas komunikasi yang lebih bermakna
dan saling menguntungkan pada kedua belah pihak.
Social media menawarkan praktisi public relations pilihan baru di setiap
aspek dalam proses komunikasi korporat. Social media membawa perubahan
yang sangat pesat pada penyebarluasan serta pengukuran kampanye atau
program-program public relations. Dari mulai melakukan penelitian hingga
tahapan evaluasi, social media dapat dimanfaatkan dalam menciptakan dan
19
mendistribusikan isi pesan yang bermakna kepada publik yang lebih luas
dibanding dengan melalui media tradisional. Public relations tidak lagi
mengundang dan memberikan peringatan kepada awak media ketika
menyebarluaskan news realese. Saatnya sekarang para praktisi mulai harus
merancang bagaimana mempersiapkan berbagai informasi yang akan
disebarluaskan kepada publik dengan cara yang lebih baik. Social media
memberi peluang untuk menciptakan penyebaran new release yang bersifat
interaktif dengan mengunggahnya ke Website perusahaan, kepada para
bloggers dibandingkan hanya dengan memberikan ke jurnalis saja. Social
media telah mengubah praktik public relations dari mulai melakukan
penelitian hingga tahap evaluasi. Pengevaluasian suatu keefektifan kegiatan
komunikasi perusahaan tidak lagi hanya dilihat dari seberapa banyak liputan
media akan hal tersebut namun juga mencakup berapa banyak blogger yang
membahas hal tersebut, percakapan dan komentar di situs jejaring sosial, re-
tweet pada aplikasi micro-blogging.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Eyrich, Padman dan Sweetser
(2008) yang berjudul “PR Practioner‟s Use Of Social Media Tools and
Communictaion Technology” membahas mengenai bagaimana para praktisi
public relations melakukan adaptasi dan mengembangkan kemampuannya
dalam memanfaatkan berbagai aplikasi social media dan persepsi mereka
mengenai trend social media dalam praktik public relations. Sejalan dengan
perkembangan teknologi komunikasi online, social media tak hanya lagi
sekedar sesuatu yang sedang marak dibicarakan namun telah menjelma
sebagai salah satu alat pendukung yang sangat berpotensi. Menurut
penelitian online PRSA di tahun 2007 “Wired for Change: A Survey of
Public Relations Professionals and Students: Attitudes, Usage and
Expectations in the New Communication Technology Environment”
menyatakan bahwa dengan memanfaatkan perkembangan teknologi
komunikasi sangat membantu pekerjaan mereka menjadi lebih mudah dan
memperlancar serta mempercepat alur informasi agar dapat menjangkau
lebih banyak publik serta mengikatnya dalam percakapan. Social media
20
tidak hanya memberikan peluang untuk menjangkau publik yang lebih luas
tetapi juga meningkatkan kedekatan hubungan dengan institusi media.
Pada penelitian ini menemukan bahwa sebelumnya praktisi public
relations terlebih dahulu telah mengenal dan memahami mengenai email
dan internet, namun belakangan ini mereka juga sudah mulai terlibat dalam
menggunakan seperti halnya blog dan podcast. Pada baru-baru ini juga para
praktisi berusaha untuk lebih dapat mengenali dan memahami lebih jauh
mengenai situs jejaring sosial, text messaging dan dunia virtual. Pada
kenyataannya adalah terdapat hubungan yang erat pada aplikasi yang banyak
mereka gunakan dengan aplikasi yang mereka pahami. Situs jejaring sosial
dan aplikasi text messaging diakui memiliki keterhubungan yang tinggi
dengan penggunaan serta pemahaman pada praktisi public relations,
selanjutnya adalah situs berbagi foto. Aplikasi dunia virtual dan permainan
online belum begitu banyak digunakan dan dipahami oleh para praktisi.
Selanjutnya diharapkan agar para praktisi public relations agar lebih dapat
mempelajari dan mengeksplorasi kembali mengenai aplikasi-aplikasi social
media.
F. Metodologi Penelitian
Metode sebagaimana secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu cara
yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud. Metode
penelitian dapat diartikan sebagai cara yang digunakan oleh peneliti dalam
proses pengumpulan data penelitiannya guna mencapai tujuan penelitian
dengan mencari dan menggambarkan jawaban atas permasalahan pada
penelitian tersebut. Berikut hal-hal yang berkaitan mengenai prosedur-
prosedur dilakukannya penelitian ini:
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan metode yang digunakan, penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif yang bersifat kualitatif yaitu peneliti berusaha untuk menggali
21
lebih dalam dan merupakan metode yang di dalam penelitiannya tidak
mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat
prediksi tetapi menggambarkan pengamatan secara langsung dan melukiskan
gejala berdasarkan fakta-fakta yang ada dan bagaimana adanya. Pada
hakikatnya penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik,
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
ilmiah (Moleong, 2005: 6). Menurut H.B Sutopo (2006: 179), “penelitian
deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang mengarah pada pendeskripsian
secara rinci dan mendalam baik kondisi maupu proses, dan juga hubungan
atau saling keterkaitannya mengenai hal-hal pokok yang ditemukan pada
sasaran penelitian”. Penelitian deskriptif ditunjukan untuk:
1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang
ada,
2. Mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek
yang berlaku,
3. Membuat perbandingan atau evaluasi,
4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah
yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana
dan keputusan pada waktu yang akan datang (Rakmat, 1989:24-25).
Penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
berupaya menguraikan realitas yang ada, serta memotret realitas
perkembangan terkini mengenai pemanfaatan social media pada praktisi
public relations di Yogyakarta yang nyata terjadi pada praktik di lapangan.
Pada penelitian ini data kualitatif tidak hanya akan didapati dari hasil
wawancara mendalam, namun juga melibatkan penggunaan kuesioner.
Penggunaan kuesioner pada penelitian ini guna sebagai alat bantu untuk
pengayaan pada populasi praktisi yang telah memanfaatkan social media
22
pada praktiknya. Kuesioner juga digunakan untuk mendapatkan data terkini
serta temuan empirik tentang perkembangan terkini mengenai realitas
pemanfaatan social media pada praktisi public relations di Yogyakarta.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini di laksanakan di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Pemilihan DIY sebagai lokasi penelitian karena merupakan
salah satu provinsi di Indonesia yang sudah mulai memanfaatkan kehadiran
new media dalam menunjang kemajuan kehidupan masyarakatnya.
3. Narasumber Penelitian
Pada penelitian ini untuk menentukan narasumber terwawancara maka
menggunakan teknik penarikan purposive sampling, atau disebut juga
judgmental sampling. Teknik pengambilan sampel ini digunakan dengan
menentukan kriteria khusus terhadap sampel, terutama yang dianggap ahli.
Purposive Sampling merupakan pengambilan sampel berdasarkan keperluan
penelitian. Artinya setiap unit atau individu yang diambil dari populasi
dipilih dengan sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu. Teknik sampling
ini digunakan pada penelitian-penelitian yang lebih mengutamakan tujuan
penelitian daripada sifat populasi dalam menentukan sampel penelitian.
Purposive sampling adalah salah satu dari teknik penarikan sampel
nonprobabilita, yakni suatu teknik penarikan sampel yang mendasarkan pada
setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama.
Narasumber pada penelitian ini adalah para praktisi public relations
yang bekerja di wilayah DIY dan tergabung dalam persatuan Kapurel
(Keluarga Public Relations Yogyakarta) dan telah memanfaatakan social
media. Perkembangan mengenai dunia kehumasan atau sekarang lebih
dikenal dengan public relations di Yogyakarta salah satunya dapat
teridentifikasi dengan keberadaan Kapurel Jogja. Berdasar pada hal itu
dalam penelitian ini menggunakan bantuan dari Kapurel Jogja untuk
mendapatkan narasumber yang berkaitan dengan tujuan penelitian ini.
23
Pertimbangan ini berdasarkan bahwa Kapurel Jogja merupakan salah satu
perkumpulan yang ada di Yogyakarta beranggotakan para praktisi public
relations maupun personil yang melakukan aktifitas public relations pada
lembaga yang mereka wakilkan.
Sebagai usaha pengayaan awal peneliti telah membagikan kuesioner
pengantar untuk memetakan praktisi yang sudah menggunakan media sosial
dalam praktik kerjanya. Kemudian dari hasil pemetaan tersebut maka
praktisi menghubungi praktisi yang bersangkutan menanyakan kesediaannya
untuk melakukan wawancara yang lebih mendalam. Berdasar dari proses
tersebut peneliti mendapatkan sepuluh nara sumber, dengan rincian satu nara
sumber dari perusahaan klinik kecantikan, satu praktisi dari institusi media,
tiga praktisi dari usaha rumah makan dan lima praktisi dari usaha perhotelan.
Bila dikategorikan melalui berdasar jenis kelamin, terdapat empat praktisi
laki-laki dan enam praktisi perempuan dengan jenjang pendidikan dapat
dikelompokan menjadi tiga orang lulusan diploma dan tujuh orang sarjana.
Periode penelitian ini mulai dari penyebaran kuesioner pemetaan hingga
pelaksanaan interview terhitung dari bulan april hingga september.
4. Sumber Data
Data merupakan faktor penting dalam penelitian. Jenis data yang
digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari
subyek penelitian. Dalam penelitian ini, data primer merupakan data
yang didapatkan dan diolah langsung oleh peneliti sendiri yang langsung
didapat dari narasumber terpilih. Data primer dari penelitian ini di
peroleh dari hasil wawancara peneliti dengan narasumber praktisi public
realtions yang berupa tanggapan atas pertanyaan yang diajukan oleh
peneliti yang berkaitan dengan pemanfaatan social media. Dimana
sebelumnya sudah diberikan pertanyaan awal melalui kuesioner
pembuka yang diisi oleh narasumber bersangkutan.
24
b. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh
secara tidak langsung atau melalui pihak lain, atau laporan historis yang
telah disusun dalam arsip yang dipublikasikan atau tidak dalam bentuk yang
sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah. Data sekunder yang di gunakan
dalam penelitian ini berupa studi kepustakaa, jurnal online, literatur-literatur
yang berkaitan dengan social media dan public relations serta penelitian-
penelitian terdahulu yang memiliki topik sejenis.
5. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah;
a. Kuesioner. Pada tahapan ini peneliti menyebarkan kuesioner kepada para
anggota Kapurel di kesempatan pertemuan rutin pada bulan April dan Mei.
secara langsung untuk memperoleh informasi terkini mengenai pemanfaatan
social media di kalangan praktisi. Berdasarkan dari hasil survei yang
dilakukan maka peneliti mendapatkan informasi terkini mengenai daftar para
praktisi public relations yang telah memanfaatkan akun social media
perusahaanya yang secara tidak langsung juga menandakan bahwa mereka
adalah narasumber utama yang diwawancari pada penelitian ini.
b. Wawancara. Pada tahapan ini wawancara merupakan metode yang digunakan
untuk memperoleh informasi langsung, mendalam, tidak terstruktur, dan
individual menggunakan pertanyaan lisan kepada subjek. Wawancara
penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menggali informasi sesuai
dengan tujuan penelitian yang ada. Wawancara merupakan percakapan yang
dilakukan antara pewawancara dan terwawancara secara sengaja untuk
mencapai suatu tujuan tertentu (Moleong, 2005: 186). Cara pengumpulan
data dilakukan dengan jalan peneliti bertanya langsung dengan narasumber
atau responden terpilih sehingga akan diperoleh informasi mengenai
responden dan jawaban atas perumusan masalah yang dituju. Dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode wawancara baku
25
terbuka. Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti berkaitan dengan
permasalahan yang ada. Adapun berikut daftar narasumber yang
diwawancarai dalam penelitian ini:
No Nama Jenis Perusahaan Tanggal
Wawancara
1 Rini
Rooney
Klinik Kecantikan
(Larissa Aesthetic
Centre)
14 Juli 2014
2 Anis
Rohmah
Institusi Media
(Majalah
KABARE)
3 Herman
Susanto
Rumah Makan
(Pelem Golek)
19 Juni 2014
4 Retno Eka Rumah Makan
(Marry Anne‟s
Artisan Ice Cream
& Resto)
11
September
2014
5 Agung
Basuki
Rumah Makan
(Dixie Easy
Dining Resto)
25
September
2014
6 Tita Hotel
(Edelweiss
Yogyakarta)
30 Juni 2014
7 Irene Vidya Hotel
(Jentra Dagen)
27 Agustus
2014
8 Khairul
Anwar
Hotel
(Sheraton Mustika
Yogyakarta)
18 Agustus
2014
9 Dynora Hotel
(Whiz
Yogyakarta)
7 Juli 2014
10 Precy
Setyadhika
Hotel
(Jogjakarta Plaza
Hotel)
25
September
2014
6. Pengolahan Data dan Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik kualitatif. Adapun tahapan-tahapan secara umum teknik analisis data
kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada analisis
26
yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Miles dan Huberman
mengutarakan bahwa kegiatan dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh (Sugiyono, 2008: 158). Berikut langkah-langkah
analisis tersebut:
a. Data reduction: seluruh data yang sudah diperoleh dari lapangan maka
dicatat secara teliti dan rinci. Data yang didapat tersebut masih bersifat
kompleks dan tidak berpola sehingga dilakukan analisis data melalui
reduksi data. Reduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih
hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
b. Data Display: langkah selanjutnya adalah data display atau
menyajikan data agar data yang telah didapatkan akan semakin mudah
dipahami. Penyajian data dimaksudkan agar data yang telah direduksi
sebelumnya sudah dapat diorganisasikan dengan baik dan tersusun
dalam pola hubungan yang biasanya disajikan dengan teks yang
bersifat naratif.
c. Conclusion Drawing / verification : tahapan terakhir dalam analisis
data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan yang bersifat sementara akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang valid dan konsisten saat
pengumpulan data berikutnya, yakni pada pengujian keabsahan data.
Tetapi sebaliknya bila pada pengumpulan data selanjutnya ditemukan
bukti-bukti valid dan konsisten maka kesimpulan tersebut telah bersifat
kredibel.
7. Pengujian Keabsahan Hasil Penelitian
Burhan Bungin berpendapat bahwa pada penelitian kualitatif
menghadapi persoalan penting terkait pengujian keabsahan hasil penelitian
(2008; 253-254). Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya
karena beberapa hal: (1) subjektivitas peneliti merupakan hal dominan dalam
penelitian kualitatif, (2) alat penelitian adalah wawancara dan observasi
27
(apapun bentuknya) mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara
terbuka dan tanpa kontrol (dalam observasi partisipasi), (3) sumber data
kualitatif yang kurang credible akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian.
Berdasar pada hal ini maka penting dilakukan usaha dalam memverifikasi
ulang data hasil temuan di lapangan semata-mata untuk menghasilkan data
yang memiliki kevalidan atau keakurasian yang tinggi.
Menurut Creswell bahwa verifikasi dalam penelitian kualitatif
merupakan upaya pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan
menerapkan prosedur-prosedur tertentu. Lebih lanjut Cresweel (1998: 201-
203) membagi prosedur verifikasi penelitian kualitatif sebagai berikut:
1. Perpanjangan waktu kerja dan observasi yang gigih (prolonged
engagementand persistent observation) di lapangan yang termasuk
membangun kepercayaan dengan para partisipan, mempelajari budaya,
mengecek informasi yang saling berasal dari distorsi yang dibuat oleh
peneliti atau informan. Di lapangan si peneliti membuat keputusan-
keputusan apa yang penting atau menonjol untuk dikaji, relevan dengan
maksud kajian, dan perhatian untuk difokuskan.
2. Triangulasi, (triangulation) menggunakan seluas-luasnya sumber-sumber
yang banyak dan berbeda, metode-metode, dari para peneliti, dan teori-
teori untuk menyediakan bukti-bukti yang benar (corroborative evidence).
3. Review sejawat, (peer review) atau briefing menyiapkan suatu cek
eksternal dari proses penelitian, teman sejawat itu menanyakan
pertanyaan-pertanyaan sulit tentang metode makna dari intepretasi
penelitian dari peneliti.
4. Klarifikasi bias peneliti, (clarifying researcher bias) sejak awal dari
penelitian adalah penting sehingga pembaca memahami posisi peneliti dan
setiap biasa atau asumsi-asumsi yang berdampak pada penelitian. Dan
klarifikasi ini, peneliti mengomentari pengalaman-pengalaman
sebelumnya, bias-bias, prasangka-prasangka, dan orientasi-orientasi yang
mungkin membentuk interpretasi-interpretasi dan pendekatan kajian.
28
5. Cek anggota (member checks) peneliti mengumpulkan mencari atau
memohon (solicit) pandangan-pandangan para informan tentang
kredibilitas dari temuan-temuan dan intepretasi.
Untuk memverifikasi atau memeriksa keabsahan data dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi
merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas
data dalam penelitian kualitatif (Sutopo, 2006: 92). Menurut Sugiyono
(2008: 330) triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang
bersifat menggabungkan data dari berbagai teknik pengumpulan data dan
sumber data yang telah ada. Dengan mengacu kepada Denzin ( Bungin,
2008: 256-258) maka pelaksanaan teknis dari langkah pengujian keabsahan
data pada penelitian kualitatif akan memanfaatkan; peneliti, sumber, metode
dan teori. Pada penelitian ini selanjutnya akan menggunakan teknik
triangulasi yang memanfaatkan metode.
Teknik trianggulasi metode ini biasanya dilakukan oleh seorang
peneliti dengan cara mengumpulkan data sejenis tapi dengan menggunakan
teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Di sini yang ditekankan
adalah penggunaan metode pengumpulan data yang berbeda, dan bahkan
lebih jelas untuk diusahakan mengarah pada sumber data yang sama untuk
menguji kemantapan informasinya (Sutopo, 2006: 95). Lebih lanjut Bungin
(2008: 257) mengatakan triangulasi dengan metode dilakukan untuk
melakukan pengecekan terhadap penggunaan metode pengumpulan data,
apakah informasi yang didapat dengan metode wawancara sama dengan
metode observasi, atau apakah hasil observasi sesuai dengan informasi yang
diberikan ketika wawancara. Begitu pula teknik ini dilakukan untuk menguji
sumber data, apakah sumber data ketika diwawancara dan diobservasi akan
memberikan informasi yang sama atau berbeda. Apabila berbeda, maka
peneliti harus dapat menjelaskan perbedaan itu, tujuannya adalah untuk
mencari kesamaan data dengan metode yang berbeda.
29
8. Alur Berpikir
Pada penelitian ini peneliti menggunakan konsep mengenai social media
dari berbagai definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli dan merujuk
pada penelitian terdahulu sebagai acuan penelitian dalam mengelompokkan
aplikasi-aplikasi online yang akan diteliti. Begitu juga dengan konsep
mengenai pemanfaatan social media pada bidang public relations yang
sebelumnya juga telah banyak diteliti sebagai dasar untuk melihat
perkembangan mutakhir dari pemanfaatan tersebut. Dari berbagai definisi
ahli dan hasil penelitian terdahulu tersebut peneliti menentukan kerangka
dasar untuk menentukan hal-hal yang dijadikan fokus pada penelitian ini
dengan maksud agar penelitian ini dapat lebih bersifat khusus sesuai dengan
tujuan penelitian yang ada. Berikut bagan alur pemikiran dari penelitian ini:
9. Definisi Operasional
Berikut merupakan operasionalisasi konsep-konsep yang digunakan
pada penelitian ini mencakup pada definisi empiris sekaligus penjabaran
mengenai jenis-jenis social media yang digunakan dan mengenai fungsi-
fungsi yang berkaitan dengan aktivitas praktisi public relations.
Social Media
- Collaborative
Project
- Blogs
- Community
Content
- Social networking
sites
- Virtual Game
Worlds
- Virtual Social
Worlds
Pemanfaatan Social Media pada bidang
Public Relations
- Berkomunikasi dengan Publik Internal dan Eksternal
- Manajemen Isu dan Krisis
- Tanggung Jawab Korporat / CSR
- Branding Perusahaan
Bagaimana pengimplementasianpemanfaatan social media pada praktisi public relations di Yogyakarta?
30
a. Pemanfaatan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:710) arti kata manfaat itu
guna, faedah. Sedangkan pemanfaatan adalah proses, cara, pembuatan
manfaat. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan
merupakan suatu proses dan sumber belajar yang berguna bagi seseorang
atau sesuatu yang dapat dimanfaatkan. Dalam penelitian ini yang
dimanfaatkan adalah social media.
b. Social Media
Kaplan dan Haenlein (2010:61) mendefinisikan social media sebagai
sekelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun di atas fondasi ideologi
dan teknologi Web 2.0 yang memungkinkan terciptanya proses penciptaan
dan pertukaran pada user genereted Content. Lebih jauh lagi mereka
mengelompokkan social media kedalam enam tipe besar, yakni:
1. Collaborative projects atau kolaborasi proyek merupakan suatu media sosial
yang memberikan peluang dalam penciptaan konten secara bersama dan
simultan yang dapat diakses oleh khalayak secara global. Ada dua
subkategori yang termasuk kedalam collaborative project dalam media sosial
yakni Wiki adalah situs yang memungkinkan penggunanya untuk
menambahkan, menghapus, dan mengubah konten berbasis teks. Subkategori
lainnya adalah aplikasi social bookmark yang dimana memungkinkan adanya
pengumpulan berbasis kelompok dan rating dari link internet atau konten
media. Beberapa contoh dari aplikasi Wiki adalah Wikipedia, Wiki Ubuntu-
ID, wakakapedia, sedangkan beberapa contoh aplikasi social bookmark
adalah Social Bookmark : Del.icio.us, StumbleUpon, Digg, Reddit.
2. Blogs atau Blog adalah semacam website yang secara teratur diperbarui dan
biasanya dikelola oleh seorang individu yang isinya menggambarkan suatu
peristiwa, memuat tentang berita dan opini maupun komentar dan kadang-
kadang berfungsi sebagai buku harian online. Kebanyakan blog berisi teks,
gambar dan embedded links ke situs web atau blog lain. Banyak blog
31
mendorong pembaca untuk meninggalkan komentar yang dapat menyebabkan
pertukaran informasi interaktif.
3. Content communities atau konten masyarakat merupakan sebuah aplikasi
yang bertujuan untuk saling berbagi dengan seseorang baik itu secara jarak
jauh maupun dekat yang dimana dalam content communities ini penggunanya
dapat berbagi foto, video dengan orang yang dituju. Pengguna pada content
communities ini tidak diharuskan untuk membuat halaman profil pribadi
secara lengkap biasanya hanya melingkupi tanggal mereka bergabung dan
jumlah video atau konten yang dibagi. Contoh dari aplikasi ini adalah situs
berbagi video You-Tube, situs berbagai foto Flickr, Slideshare, multiply, dan
lainnya.
4. Social networking sites atau situs jejaring sosial merupakan situs yang
memberikan kesempatan kepada penggunanya untuk membuat profil pribadi
mereka secara lengkap dan berhubungan dengan pengguna lainnya. Situs
jejaringan sosial memungkinkan seseorang untuk berpartisipasi dalam diskusi
interaktif dengan jaringan yang dimilikinya, yakni terdiri dari teman-
temannya sendiri yang dapat melakukan pertukaran atau saling berbagi
informasi satu dengan sama lain termasuk pesan, link blog, foto, video, link
web, berita, musik dan profil pribadi. Dalam situs jejaring sosial umumnya
telah dilengkapi dengan fasilitas instant messaging dan email. Contohnya
dalam hal ini seperti jejaring sosial Facebook, Frienster, MySpace dan
LinkedIn.
5. Permainan Dunia Virtual. Dunia virtual merupakan platform yang berbetuk
replika lingkungan tiga dimensi yang memungkinkan penggunanya hadir
dalam bentuk-bentuk avatar pribadi yang dapat saling berinteraksi seperti
halnya dalam dunia nyata. Dunia Virtual dapat dibagi kedalam dua aplikasi,
yang pertama yakni permainan dunia virtual. Permainan dunia virtual,
mengharuskan pengguna mereka untuk berperilaku sesuai dengan aturan ketat
dalam konteks Massively Multiplayer Online Role Playing Games
(MMORPG). Contoh dari aplikasi ini adalah game online seperti World of
Warcraft, Travian dan Three Kingdoms.
32
6. Dunia Sosial Virtual. Tidak jauh berbeda dengan permainan dunia virtual
pada aplikasi ini juga masih menggunakan lingkungan tiga dimensi dan
avatar-avatar pribadi dalam penggunaannya. Bedanya adalah bahwa dalam
dunia sosial virtual tidak ada yang membatasi berbagai kemungkinan
interaksi yang dilakukan. Pada aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk
melakukan kegiatan mereka secara lebih bebas dan pada dasarnya kehidupan
di dalam dunia sosial virtual ini hampir sama dengan kehidupan nyata mereka
sehari-hari. Contohnya dari aplikasi ini adalah Second Life.
c. Public Relations
PRSA atau Public Relations Society of America mendefinisikan public
relations sebagai berikut “Public relations is a strategic communication process
that builds mutually beneficial relationships between organizations and their
publics”5. Pada definisi ini dapat disimpulkan bahwa public relations merupakan
rangkaian usaha yang dilakukan guna membangun hubungan yang saling
menguntungkan antara organisasi dan publiknya. Sehingga selama ini apa yang
dilakukan oleh seorang public relations adalah melakukan upaya-upaya yang
terencana dan dievaluasi dengan baik guna terus membangun hubungan harmonis
antara organisasi dengan publiknya, baik internal dan eksternal guna mencapai
tujuan yang ingin dicapai.
d. Penggunaan Social Media oleh Praktisi Public Relations
Berdasarkan pada pengamatan Amy Reitz (2012) dari berbagai
penelitian terkini dalam literatur bidang public relations, mengemukakan
bahwa terdapat empat fungsi social media yakni seperti mempertahankan
identitas organisasi, kesempatan dalam membangun hubungan, kemampuan
untuk mengontrol manajemen isu, dan kesempatan untuk mempromosikan
CSR.
1. Berkomunikasi dengan publik internal dan ekternal:
5 http://www.prsa.org/aboutprsa/publicrelationsdefined/#.UqSEVdJgdss
33
a. Hubungan Karyawan
b. Hubungan Konsumen
c. Hubungan Media
d. Hubungan Investor
e. Hubungan Pemerintah
2. Manajemen Isu dan Krisis
a. Memonitoring dan mengevaluasi hal-hal yang diperlukan dengan melihat
pada interaksi yang terjadi pada publik.
b. Memprediksikan hal-hal yang mungkin akan menyerang dengan secara
proaktif bertanya mengenai opini dan reaksi publik tentang suatu isu
tertentu.
c. Memelihara dan menggalang dukungan emosional antara organisasi dan
publik. Menciptakan dan menyebarluaskan informasi dan dukungan
emosional dan sebaliknya publik pun dapat memberikan dukungan kepada
organisasi dan memperkuat informasi yang ada jika memang dibutuhkan.
3. Tanggung Jawab Korporat/CSR
a. Menginformasikan publik mengenai berbagai event, kampanye dan
kegiatan lainnya yang berkaitan dengan CSR organisasi.
b. Mengamati dan mencari tahu hal-hal yang paling dibutuhkan oleh publik
sehingga organisasi dapat secara tepat menindaklanjuti dan merespon hal
tersebut.
c. Meminta dukungan pada publik berupa masukan yang dapat membantu
organisasi bertahan hidup.
4. Branding (Identitas dan Citra) Perusahaan
a. Meminta publik untuk dapat menyampaikan referensi, opini dan
pemikirannya tentang organisasi dalam membantu membangun identitas
organisasi.
b. Menyampaikan pesan informasi secara lebih berkala dan terbuka dari
sebelumnya kepada publik dalam rangka membentuk identitas organisasi.
c. Mempelajari, beradaptasi dan melakukan penyesuaian serta meningkatkan
identitas organisasi mereka sesuai yang diharapkan oleh publik.
34
Untuk lebih dapat menjelaskan secara lebih ringkas dan sederhana poin-
poin di atas maka berikut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Variabel Dimensi Indikator
Social Media Collaborative Project/Proyek
Kolaborasi
Wikipedia, Wiki Ubuntu-ID,
wakakapedia, Del.icio.us,
StumbleUpon, Digg, Reddit
Blog dan Micro-Blog/Blog dan
Mikroblog
Blog, Twitter
Content Communities/Konten
Masyarakat
Situs berbagi video You-Tube, situs
berbagai foto Flickr, Slideshare,
Multiply
Social Networking Site/ Sirus
Jejaring Sosial
Facebook, Frienster, MySpace,
Virtual Game world/Permainan
Dunia Virtual
World of Warcraft, Travian, Three
Kingdoms
Virtual Social World/ Dunia
Sosial Virtual
Second Life
Pemanfaatan
Social Media
Bekomunikasi dengan Publik
Internal dan Eksternal
Hubungan Karyawan
Hubungan Konsumen
Hubungan Media
Hubungan Investor
Hubungan Pemerintah
Manajemen Isu dan Krisis Monitoring dan evaluasi alur
informasi
Memprediksi isu yang berkembang
Memelihara dan menggalang
dukungan emosional
Tanggung Jawab Korporat/CSR Menginformasikan kegiatan CSR
Mengidentifikasi kebutuhan publik
Evaluasi dukungan publik kepada
perusahaan
Branding (membentuk identitas
dan citra) Perusahaan
Mengeidentifikasi opini dan harapan
publik dalam usaha membangun
identitas perusahaan
Menyampaikan pesan perusahaan
mengenai identitas perusahaan
Mengevaluasi pendapat publik
mengenai kegiatan branding
perusahaan
35
10. Limitasi Penelitian
Limitasi pada penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan
dalam rangka sebagai penelitian awal yang memaparkan mengenai
pemanfaatan akun social media yang dimiliki perusahaan oleh para praktisi
public relations di Yogyakarta dalam menjalankan fungsi-fungsi
komunikasinya, terbatas pada sejauh mana pemanfaatan tersebut dan
bagaimana cara pengelolaannya.