BAB I Pendahuluan 1.1 Latar...

33
1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Komitmen tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan, saat ini semakin menunjukkan ke arah yang lebih baik seiring dengan banyaknya program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan perusahaan di sekitar wilayah operasi perusahaan. Hal ini sejalan dengan landasan konsep Triple Bottom Line yang dicetuskan oleh John Elkington (dalam Bahruddin, 2012) dalam karyanya yang berjudul Cannibal with Forks: the Triple Bottom Line of 21 Century. Konsep Triple Bottom Line disimbolkan melalui profit, planet dan people. Perusahaan dalam usahanya, sudah sewajarnya apabila bertujuan untuk mencari keuntungan atau profit. Dalam mempertahankan keberlangsungan perusahaan pada konteks kekinian, pemikiran single bottom line yang disimbolisasikan bahwa perusahaan hanya berorientasi pada profit akan menghambat keberlangsungan perusahaan itu sendiri. Sebagai bagian dari warga dunia (good corporate citizenship) dan untuk melestarikan sumber daya alam (sustainibilty) yang ada maka, perusahaan sudah selayaknya memiliki komitmen terhadap tanggung jawab lingkungan (planet). Selain itu kontribusi perusahaan untuk peduli terhadap masyarakart sekitar ( people) sangat diperlukan dalam membangun hubungan yang baik dan mewujudkan kemandirian masyarakat. Perusahaan merupakan bagian dari entitas warga dunia oleh karena itu diperlukan tanggung jawab yang lain, tidak semata profit dalam menunjang peradaban dan lestarinya lingkungan. Dalam rangka itu, negara kemudian Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, Ltd sebagai Upaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, Jawa Barat EFRITA NUR P S S Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Transcript of BAB I Pendahuluan 1.1 Latar...

Page 1: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

1

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Komitmen tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan, saat ini

semakin menunjukkan ke arah yang lebih baik seiring dengan banyaknya program

Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan perusahaan di sekitar

wilayah operasi perusahaan. Hal ini sejalan dengan landasan konsep Triple

Bottom Line yang dicetuskan oleh John Elkington (dalam Bahruddin, 2012) dalam

karyanya yang berjudul Cannibal with Forks: the Triple Bottom Line of 21

Century. Konsep Triple Bottom Line disimbolkan melalui profit, planet dan

people. Perusahaan dalam usahanya, sudah sewajarnya apabila bertujuan untuk

mencari keuntungan atau profit. Dalam mempertahankan keberlangsungan

perusahaan pada konteks kekinian, pemikiran single bottom line yang

disimbolisasikan bahwa perusahaan hanya berorientasi pada profit akan

menghambat keberlangsungan perusahaan itu sendiri. Sebagai bagian dari warga

dunia (good corporate citizenship) dan untuk melestarikan sumber daya alam

(sustainibilty) yang ada maka, perusahaan sudah selayaknya memiliki komitmen

terhadap tanggung jawab lingkungan (planet). Selain itu kontribusi perusahaan

untuk peduli terhadap masyarakart sekitar (people) sangat diperlukan dalam

membangun hubungan yang baik dan mewujudkan kemandirian masyarakat.

Perusahaan merupakan bagian dari entitas warga dunia oleh karena itu

diperlukan tanggung jawab yang lain, tidak semata profit dalam menunjang

peradaban dan lestarinya lingkungan. Dalam rangka itu, negara kemudian

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 2: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

2

mendorong pelaksanaan CSR atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang

diatur di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas No 40 tahun 2007 Pasal 74.

Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa perusahan yang memanfaatkan sumber

daya alam sebagai bagian dari proses produksinya wajib melakukan kegiatan

tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Selain itu, World Bank (dalam

Bahruddin, 2012) juga mendefinisikan CSR sebagai komitmen dari sektor bisnis

untuk mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan. Program CSR yang

dilakukan perusahaan merupakan kontribusi tanggung jawab sosial perusahaan

kepada masyarakat sehingga mampu menjadi perusahaan yang bisa dikategorikan

sebagai “be a good corporate citizenship”.

Definisi penyelenggaraan CSR mengisyaratkan bahwa perusahaan harus

mampu memberikan program CSR yang mendukung upaya-upaya pembangunan

berkelanjutan terkait pembangunan manusia dan lingkungan. Perusahaan harus

bisa mengkombinasikan tanggung jawab lingkungan dan sosial dalam rangka

perwujudan kehidupan yang lebih baik (well being) untuk masyarakat yang

tinggal di sekitar wilayah operasi perusahaan. Hal ini sejalan dengan kerangka

pembangunan dunia untuk kemanfaatan planet bumi yang dikenal dengan

Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan Resolusi PBB yang

diterbitkan pada 21 Oktober 2015 sebagai ambisi pembangunan bersama hingga

tahun 2030 yang berisi 17 tujuan pembangunan, yang merupakan kelanjutan dari

MDGs (Millenium Development Goals) yang berakhir pada tahun 2015. Indonesia

akan menggunakan tiga indikator terkait dengan dokumen SDGs, yaitu

pembangunan manusia atau human development yang meliputi pendidikan dan

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 3: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

3

kesehatan, lingkungan dalam skala kecil atau social economic development dan

lingkungan yang besar atau environmental development berupa ketersediaan

kualitas lingkungan dan sumber daya alam yang baik (International Labour

Organization, 2016).

Upaya perusahaan dalam melaksanakan program CSR terutama

perusahaan di Indonesia tidak selamanya berjalan tanpa ada hambatan yang

akhirnya terjadi kegagalan. Motivasi perusahaan menjalankan CSR menjadi

modal yang sangat penting untuk menciptakan program-program yang bisa

berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu contoh

perusahaan yang gagal melaksanakan program CSR adalah PT. Freeport. PT.

report gagal dalam melaksanakan tanggung jawabnya dalam aspek pengelolaan

lingkungan dan resolusi konflik yang terjadi dengan penduduk pribumi. Kegiatan

operasi perusahaan mengakibatkan dampak negatif untuk penduduk lokal seperti

penggunaan tanah adat, perusakan lingkungan dan ekonomi serta tidak diakuinya

keberadaan penduduk Amungme (Rudito & Famiola, 2007).

Banyak pilihan pendekatan program yang bisa digunakan untuk

implementasi program CSR seperti charity, infrastructure building atau

community empowerment. Charity merupakan salah satu pendekatan program

CSR yang pernah menjadi idola bagi banyak perusahaan karena mudah dalam

implementasinya. Perusahaan tidak perlu membuat perencanaan sedemikian rupa

agar program CSR dengan pendekatan charity berhasil karena perusahaan hanya

perlu membagikan bantuannya secara cuma-cuma. Tujuan utamanya adalah, dana

yang dialokasikan untuk program CSR bisa tersalurkan ke masyarakat.

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 4: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

4

Program CSR dalam bentuk charity adalah adalah bentuk program CSR

yang bersifat sementara dan berdampak pada ketergantungan masyarakat akan

bantuan-bantuan tersebut. Masyarakat akan terus mengharapkan bantuan dari

perusahaan yang sudah jelas tidak akan membuat masyarakat berdaya dan

mandiri. Apalagi bila perusahaan tidak selamanya beroperasi di wilayah tersebut,

maka masyarakat akan kembali miskin. Beberapa contoh program perusahaan

dalam bentuk charity seperti bantuan sembako, bantuan berupa uang (cash

transfer), paket lebaran, dan sebagainya. Charity akan memberikan dampak

berkelanjutan jika diiringi dengan inisiatif perusahaan untuk pengembangan

masyarakat. Seperti misalnya pemberian bantuan modal untuk usaha masyarakat

yang kemudian dijadikan sebagai langkah awal untuk pengembangan bisnis lokal

yang tentunya direncanakan dengan matang dan disertai dengan pendampingan.

Dewasa ini, charity sudah tidak populer di kalangan perusahaan untuk

penyelenggaraan program CSR. Strategi community empowerment atau

pemberdayaan masyarakat menjadi pilihan yang tepat karena memberikan

dampak yang lebih baik dan berkelanjutan dibandingkan charity. Selain itu,

pemberdayaan masyarakat sangat berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan

dimana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu wadah atau media yang akan

membawa masyarakat menuju keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi

yang dinamis (Theresia, Andini, Nugraha, & Mardikanto, 2014). Lanjut dijelaskan

bahwa hakikat dari pemberdayaan masyarakat adalah upaya-upaya yang

dilakukan untuk meningkatkan kemampuan, mendorong kemauan dan keberanian,

serta menciptakan kesempatan bagi berbagai usaha yang dilakukan masyarakat

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 5: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

5

lokal untuk dengan atau tanpa dukungan dari pihak eksternal mengembangkan

kemandiriannya dengan tujuan untuk mewujudkan perbaikan kesejahteraan

(ekonomi, sosial, fisik dan mental) yang berkelanjutan. Oleh karena itu, strategi

pemberdayaan masyarakat jelas sangat erat kaitannya dengan kerangka

pembangunan berkelanjutan (SDGs). Pembangunan manusia, lingkungan sosial

ekonomi serta lingkungan alam menjadi tujuan akhir dari upaya pembangunan

dunia.

Hakikat pemberdayaan masyarakat adalah terwujudnya kemandirian

masyarakat dalam upaya peningkatan kesejahteraan. Kemandirian masyarakat

bukan berarti menolak bantuan dari pihak eksternal, namun kemandirian yang

mengartikan bahwa masyarakat telah memiliki kemampuan untuk memberikan

kesempatan pada dirinya dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil

oleh masyarakat berdasarkan pertimbangan kondisi sumberdaya, penguasaan dan

kemampuan pengetahuan teknis, sikap kewirausahaan dan keterampilan serta

kesesuaian nilai kearifan lokal (Theresia, Andini, Nugraha, & Mardikanto, 2014).

Dengan begitu, masyarakat secara mandiri mampu mengelola manfaat yang

terjadi dengan adanya program CSR, sehingga manfaat program CSR terus

berlanjut meskipun sudah tidak ada lagi campur tangan perusahaan.

Kemandirian masyarakat adalah kunci berhasilnya program pembangunan,

termasuk CSR. Jika tidak tercapai, hal ini akan menimbulkan masalah baru bukan

hanya untuk masyarakat sasaran program, tetapi untuk perusahaan itu sendiri.

Misalnya, perusahaan mengalami kebangkrutan disaat masyarakat belum mandiri

dari bantuan-bantuan yang diberikan. Masalah akan muncul dimana perusahaan

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 6: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

6

tidak bisa lagi memberikan bantuan namun di sisi lain masyarakat menuntut

bantuan-bantuan yang selama ini telah diberikan terus berlanjut. Oleh karena itu,

pemberdayaan masyarakat harus terus berlangsung dan manfaat program CSR

juga senantiasa dirasakan oleh masyarakat meskipun program memiliki limitasi

waktu karena keterbatasan dari perusahaan.

Untuk menghindari berhentinya upaya pemberdayaan masyarakat,

perencanaan di awal program harus mencakup wacana bagaimana pemberdayaan

dan dampak positif dari program CSR akan terus berlangsung ketika perusahaan

harus keluar dari wilayah tersebut atau tidak lagi mendampingi masyarakat.

Banyak tantangan yang harus dihadapi manakala implementasi program CSR

tidak mempertimbangkan upaya keberlanjutan pemberdayaan masyarakat. Oleh

karena itu, perlu adanya suatu strategi untuk keberlanjutan pemberdayaan

masyarakat guna mengukur dampak positif dari program CSR.

Exit strategy atau strategi pengakhiran adalah salah satu strategi yang bisa

digunakan untuk menjamin keberlanjutan pemberdayaan masyarakat pada suatu

program pembangunan, termasuk program CSR. Strategi pengakhiran adalah

suatu rencana yang menggambarkan bagaimana program akan ditarik dari suatu

wilayah sementara pencapaian tujuan pembangunan tidak akan terganggu dan

perkembangan tujuan lebih lanjut akan tetap tercapai (Rogers & Macias, 2014).

Tujuan utama yang mendasari perlunya strategi pengakhiran adalah untuk

memastikan keberlanjutan dampak positif dari suatu program setelah program

berakhir. Dampak positif program CSR yang terus dirasakan oleh masyarakat

setelah program diakhiri menjadi harapan dari perusahaan sebagai pemberi

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 7: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

7

bantuan program, begitu juga dengan masyarakat sebagai penerima manfaat

program. Berhasilnya suatu program CSR bisa dilihat melalui kemampuan

masyarakat dalam mengelola dampak positif dari program CSR serta mampu

bertanggung jawab atas program sehingga pemberdayaan masyarakat terus

berlangsung untuk mencapai kemandirian.

Chevron Geothermal Salak, Ltd (CGS) memiliki program CSR yaitu

Green Corridor Initiative (GCI) dimulai dari tahun 2012 hingga 2016. Program

GCI adalah program inisiasi dari Chevron IndoAsia Bussines Unit namun

dijalankan oleh Chevron Geothermal Salak, Ltd. yang berlokasi di lereng Gunung

Salak, Sukabumi, Jawa Barat. Program GCI sejalan dengan konsep SDGs yang di

dalamnya terdapat unsur tanggung jawab perusahaan untuk menyelamatkan dan

melestarikan lingkungan (planet) dengan melibatkan masyarakat dengan

membangun institusi sosial (people) dalam rangka meningkatkan kehidupan

masyarakat yang lebih baik (well being ).

Sebelum ada inisiatif program Green Corridor Initiative, masyarakat yang

tinggal di wilayah lintasan hijau merupakan masyarakat perambah hutan. Undang-

undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjelaskan bahwa merambah

adalah kegiatan melakukan pembukaan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari

pejabat yang berwenang. Lanjut dijelaskan dalam undang-undang tersebut bahwa

kegiatan yang dilakukan di dalam hutan tanpa ada izin dari pejabat hingga

menimbulkan kerusakan pada lingkungan bisa dikenakan sanksi. CGS bersama

Balai Taman Nasional Halimun Salak (BTNGHS) memiliki inisiatif untuk

berkontribusi dalam upaya konservasi hutan dengan mengajak dan melibatkan

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 8: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

8

masyarakat yang tinggal berbatasan langsung dengan hutan koridor. Masyarakat

dilibatkan untuk merawat dan menjaga kelestarian hutan serta keanekaragaman

hayati yang ada di Gunung Halimun dan Gunung Salak dikemas sedemikian rupa

dalam program Green Corridor Initiative. Selain itu, kesepakatan CGS dan

BTNGHS juga melibatkan LSM untuk ikut serta dalam program Green Corridor

Initiative Halimun-Salak yaitu Yayasan Kehati sebagai implementing partner.

Jauh sebelum Green Corridor Initiative dimulai, tepatnya pada tahun 2004

masyarakat koridor yang dilibatkan dalam program ini adalah masyarakat

perambah hutan Salak. Pekerjaan merambah hutan dilakukan sebagai bentuk

protes kepada pemerintah yang pada saat itu mengeluarkan regulasi perubahan

hutan Salak dari hutan produksi menjadi hutan konservasi yang dikelola oleh

Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Seiring berjalannya waktu,

dampak perambahan hutan dirasakan sendiri oleh masyarakat koridor seperti

cuaca panas dan kekeringan air. Peristiwa ini membuat masyarakat sadar untuk

tidak merambah hutan lagi dan bertanggung jawab atas perbuatannya dengan

melakukan restorasi hutan. Di titik inilah masyarakat yang dahulunya perambah

hutan beralih pekerjaan menjadi perestorasi hutan yang kemudian mereka

mendirikan kelompok masyarakat yang diberi nama Kelompok Swadaya

Masyarakat Jaringan Masyarakat Sekitar Hutan Koridor (Jarmaskor). KSM

Jarmaskor berfungsi sebagai wadah komunikasi antar masyarakat koridor dalam

kegiatan pelindungan hutan.

Dalam menjalankan program pengembangan masyarakat (community

development), Chevron Geothermal Salak, Ltd. memiliki filosofi tersendiri yaitu

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 9: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

9

mendukung program pemerintah dan mendorong kemandirian masyarakat sekitar

perusahaan. Chevron Geothermal Salak Ltd., menjalankan program Community

Development dengan menerapkan pendekatan yang melibatkan sebanyak mungkin

pemangku kepentingan, sedangkan perusahaan hanya bertindak sebagai

konseptor. Jalinan kerjasama antara Chevron Geothermal Salak Ltd., dengan mitra

merupakan perwujudan dari The Chevron Way yang tertanam visi perusahaan

yaitu menjadi perusahaan energi dunia yang paling dikagumi karena karyawan,

kemitraan dan kinerjanya (Chevron Geothermal Salak, Ltd., 2015).

Chevron Geothermal Salak melalui mitranya yaitu Yayasan Kehati

tentunya tidak bisa selamanya mendampingi Program Green Coridor Initiative. Di

tahun terakhir program Green Corridor Initiative, melalui pendekatan

pemberdayaan masyarakat diharapkan program ini akan tetap berlanjut tanpa

dibantu lagi oleh perusahaan. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu adanya suatu

strategi sebagai cara untuk mewujudkan keberlanjutan pemberdayaan komunitas

perambah hutan yaitu strategi pengakhiran (exit strategy).

Selama ini strategi pengakhiran (exit strategy) jarang direncanakan secara

terperinci oleh perusahaan. Mereka hanya berprinsip bahwa program yang ada

sudah dilaksanakan pendampingannya oleh mitra yang dalam konteks GCI adalah

Yayasan Kehati tanpa pengontrolan yang optimal, sehingga kendala yang ditemui

dalam pelaksanaan strategi pengakhiran (exit strategy) tidak diantisipasi oleh

CGS. Disatu sisi, Program GCI merupakan program Chevron IBU yang proses

transformasi program ke CGS tidak mudah. Selain itu kondisi masyarakat koridor

yang beralih pekerjaan dari perambah hutan ke pekerjaan yang lain yang

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 10: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

10

mendukung restorasi hutan menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, strategi

pengakhiran program Green Coridor Initiative untuk keberlanjutan pemberdayaan

komunitas perambah hutan menarik untuk dikaji lebih mendalam.

1.2 Rumusan Masalah

Chevron Geothermal Salak, Ltd. mempunyai program pemberdayaan

masyarakat berbasis lingkungan yang cukup inovatif yaitu Green Corridor

Initiative melalui pelibatan masyarakat koridor untuk ikut serta dalam upaya

pelestarian hutan koridor Gunung Salak dan Gunung Halimun. Masyarakat yang

pada awalnya berprofesi sebagai perambah hutan, melalui implementasi Program

Green Corridor Initiative bersedia ikut berpartisipasi dalam merestorasi hutan

Halimun-Salak. Keberlanjutan program CSR dalam rangka mencapai kemandirian

masyarakat menjadi harapan diselenggarakannya program CSR melalui strategi

pengakhiran. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana penyadaran masyarakat koridor yang awalnya perambah

hutan menjadi perestorasi hutan yang dilakukan oleh Chevron

Geothermal Salak, Ltd.?

b. Bagaimana pelembagaan yang dilakukan Chevron Geothermal Salak,

Ltd. untuk menjaga konsistensi perilaku masyarakat perestorasi hutan?

c. Bagaimana strategi pengakhiran (exit strategy) program Green

Corridor Initiative yang dilakukan oleh Chevron Geothermal Salak,

Ltd, sehingga pemberdayaan masyarakat tetap berkelanjutan?

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 11: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

11

1.3 Keaslian Penelitian

Penelitian-penelitian yang relevan mengenai strategi pengakhiran sudah

dilakukan. Dalam penelitian ini dapat dilakukan benchmarking terhadap dua studi

yang terkait dengan strategi pengakhiran (exit strategy). Pertama, dilakukan oleh

Lembaga Penelitian Smeru yang berjudul Strategi Mengakhiri Program:

Pengalaman Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia (Rahayu &

Fillaili, 2007). Penelitian yang dilaksanakan terkait strategi pengakhiran dalam

Program Operasi Pasar Swadaya Masyarakat (OPSM) yang disponsori oleh World

Food Programme (WFP). Penelitian diawali dengan memetakan beberapa

program penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang tidak menggunakan

strategi pengakhiran kemudian dilanjutkan dengan mengungkap strategi

pengakhiran dalam program OPSM. Penelitian menunjukkan berbagai program

penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan di Indonesia seperti Jaring

Pengaman Sosial (JPS) dan Operasi Pasar Khusus, Subsidi Langsung Tunai (SLT)

tahun 2005 dan Program Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan

Kecil (P4K). Ketiga program tersebut tidak diketahui keberlanjutan

pelaksanaannya, apakah program tersebut berlanjut atau dihentikan. Kalaupun

dihentikan, tidak diketahui waktu dan alasan program dihentikan.

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan

Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dimana kedua program ini menerapkan strategi

pengakhiran. Pada program PPK, tujuan strategi pengakhiran adalah adanya alih

kelola program kepada masyarakat dan pemerintahan daerah dengan maksud agar

prinsip, tujuan, dan sistem PPK dapat melembaga sebagai suatu sistem

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 12: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

12

pembangunan partisipatif di desa dan kecamatan (PPK 2006). Selanjutnya,

strategi pengakhiran P2KP dilakukan pada fase terminasi dengan tujuan untuk

menjamin agar indikator keberlanjutan P2KP dapat tercapai. Tahap penyiapan

strategi pengakhiran yang dilakukan yaitu evaluasi partisipatif P2KP tingkat

kelurahan, penguatan lembaga lokal, perluasan program, yang dilakukan

masyarakat dan mengintegrasikan P2KP dengan program lainnya.

Program Operasi Pasar Swadaya Masyarakat (OPSM) adalah program

bantuan pangan untuk keluarga miskin yang bertujuan untuk menanggulangi

dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan, khususnya di beberapa wilayah

perkotaan Jawa pada tahun 1999. Langkah strategi pengakhiran yang dilakukan

pada program OPSM adalah 1) penghapusan program dari daerah perekonomian

sejahtera ke daerah yang kurang sejahtera; 2) merencanakan tindak lanjut OPSM

terutama untuk keluarga yang masih butuh (dari penerima OPSM menjadi

penerima Raskin); 3) melanjutkan program OPSM melalui program lain yaitu

CDD. Hambatan yang dialami ketika pelaksanaan strategi pengakhiran program

OPSM meliputi komunikasi WFP dengan pemerintah pusat dan pemerintah

daerah, mekanisme pendataan penerima program baru, serta bertambahnya jumlah

penerima program raskin.

Kedua, studi strategi pengakhiran yang dilakukan oleh Kementerian

Pertanian dalam program READ (Rural Empowerment and Agricultural

Development) (Pertanian, 2014). Program READ merupakan program kerjasama

antara Pemerintah Indonesia dengan International Fund for Agricultural

Development (IFAD) yang dimulai pada tahun 2008 hingga 2014. Sasaran READ

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 13: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

13

adalah beberapa wilayah di Indonesia Timur yaitu Sulawesi Tengah yang

mencakup 150 desa di 5 kecamatan yaitu Banggai, Buol, Parigi Moutong, Poso

dan Toli-toli. Tujuan READ adalah untuk memperbaiki mata pencaharian kaum

miskin perdesaan secara berkelanjutan yang dilakukan melalui 4 komponen utama

meliputi Pemberdayaan Masyarakat; Pengembangan Pertanian Budidaya dan Non

Budidaya, Infrastruktur Perdesaan dan Pengelolaan Program dan Analisis

Kebijakan.

Di akhir program READ tahun 2014, Kementerian Pertanian

mengeluarkan dokumen untuk melakukan exit strategy program tersebut.

Tujuannya adalah untuk menjaga keberlanjutan pelaksanaan keempat komponen

program READ di Sulawesi Tengah serta mereplikasi kegiatan dan komponen

Program READ di beberapa wilayah perbatasan dengan negara lain. Strategi

pengakhiran program READ dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan-

permasalahan yang muncul selama pelaksanaan program di masing-masing

komponen READ. Selanjutnya dilakukan kegiatan-kegiatan guna mengevaluasi

permasalahan yang terjadi meliputi fasilitasi kelompok komoditas, pendampingan

kelompok terkait pengelolaan dana, pendampingan kelompok untuk peningkatan

nilai tambah ekonomi komoditas, pendampingan aparat desa dan masyarakat

dalam pelaksanaan peraturan, Fasilitasi lokakarya dalam pemanfaatan dan

pemeliharaan bantuan fasilitasi sarana produksi pertanian dan Fasilitasi dalam

pengembangan benih padi dan jagung. Sedangkan untuk pencapaian tujuan

replikasi program READ difokuskan pada wilayah perbatasan NTT dan

Kalimantan Barat yang memiliki karakteristik relatif sama dengan Sulawesi

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 14: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

14

Tengah.

Penelitian-penelitian diatas membahas mengenai implementasi strategi

pengakhiran dalam program pengembangan masyarakat di beberapa daerah di

Indonesia. Keunggulan implementasi exit strategy dalam penelitian yang

dilakukan oleh Smeru dalam program OPSM dimana strategi dilakukan dengan

menganalisa penyebab program-program penanggulangan kemiskinan lain tidak

berkelanjutan karena tidak menggunakan exit strategy. Hal ini digunakan sebagai

rujukan untuk menghindari kegagalan program OPSM. Keunggulan implementasi

exit strategy yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian dalam program READ

adalah exit strategy yang tidak hanya bertujuan untuk mencapai keberlanjutan

program READ, namun diharapkan adanya replikasi kegiatan dan komponen

program READ di daerah lain terutama di wilayah perbatasan. Selain itu, exit

strategy program READ berangkat dari identifikasi masalah yang muncul selama

pelaksanaan program sehingga tercipta solusi-solusi dari permasalahan tersebut.

Berbeda dengan penelitian-penelitan tersebut, penelitian ini mencakup

upaya pemberdayaan masyarakat yang beralih pekerjaan dari perambah hutan

menjadi perestorasi hutan. Perubahan perilaku komunitas perambah menjadi

perestorasi hutan dipetakan sebagai latar belakang program Green Corridor

Initiative. Dimana, program Green Corridor Initiative merupakan program

restorasi hutan yang melibatkan masyarakat koridor yang pada awalnya bekerja

sebagai perambah hutan. Studi ini menjadi menarik untuk menelusuri dinamika

sosial yang terjadi dalam pelaksanaan program serta keberlanjutan upaya

pemberdayaan komunitas perambah hutan melalui strategi pengakhiran (exit

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 15: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

15

strategy) program.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan strategi

pengakhiran program Green Corridor Initiative yang dilakukan oleh Chevron

Geothermal Salak, Ltd yang meliputi:

a. Penyadaran masyarakat koridor yang awalnya perambah hutan menjadi

perestorasi hutan yang dilakukan oleh Chevron Geothermal Salak, Ltd.

b.Pelembagaan yang dilakukan Chevron Geothermal Salak, Ltd. untuk

menjaga konsistensi perilaku masyarakat merestorasi hutan.

c. Strategi pengakhiran (exit strategy) program Green Corridor Initiative

sehingga pemberdayaan komunitas perambah hutan tetap berkelanjutan.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Memberikan kontribusi bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan

khususnya mengenai kajian tanggung jawab sosial perusahaan yang

berkaitan dengan program pemberdayaan masyarakat.

b.Memberikan rekomendasi strategi pengakhiran (exit strategy) program

Green Corridor Initiative sehingga pemberdayaan masyarakat tetap

berkelanjutan.

1.6 Tinjauan Pustaka

1.6.1 Konstruksi Sosial sebagai Proses Pelembagaan Sosial

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori konstruksi sosial.

Teori konstruksi sosial dikembangkan oleh Peter L. Berger dan Thomas

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 16: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

16

Luckmann. (Berger & Luckman, 2013) “pengetahuan manusia itu dikembangkan,

dialihkan, dan dipelihara dalam berbagai situasi sosial, maka sosiologi

pengetahuan harus memahami bagaimana proses-proses itu dilakukan sedemikian

rupa sehingga akhirnya terbentuklah suatu “kenyataan” yang sudah dianggap

sewajarnya oleh orang awam”.

Dasar pemikiran teori konstruksi sosial adalah menjelaskan hubungan

antara pemikiran yang dimiliki manusia dengan kondisi lingkungan sosial dimana

pemikiran manusia tersebut muncul kemudian berkembang hingga dilembagakan

menjadi sebuah tindakan yang nyata. Dengan kata lain, konstruksi sosial mencoba

memberikan solusi dan pemahaman mengenai proses yang terjadi dalam

membangun suatu kenyataan atau realitas di dalam benak manusia hingga

terwujud di dalam suatu perilaku yang nyata dan mampu memberikan makna.

Berger juga menjelaskan bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak

memiliki insting seperti halnya pada binatang. Artinya, manusia adalah makhluk

yang memiliki kesadaran yang sangat luas dalam memaknai sebuah kenyataan

yang terjadi pada kehidupannya. Pemaknaan yang dilakukan manusia tersebut

dilandaskan pada pengetahuan, kondisi dan sifat-sifat yang sudah dimiliki

sebelumnya. Sehingga, pemaknaan akan muncul secara beragam karena manusia

dalam menjalani kehidupannya akan selalu dihadapkan pada beragam obyek. Bisa

jadi, satu obyek yang dihadapi manusia akan memiliki pemaknaan yang berbeda-

beda.

Manusia secara alamiah merupakan makhluk biologis yang memiliki

kebutuhan-kebutuhan dasar yang harus dimiliki (Riyanto, 2009). Manusia perlu

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 17: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

17

memikirkan cara bagaimana memenuhi semua kebutuhan tersebut. Telah

dijelaskan diatas bahwa manusia tidak memiliki insting seperti binatang, namun

memiliki kesadaran yang terlampau bebas. Artinya, manusia perlu melakukan

pemaknaan terhadap realitas di lingkungannya, sehingga pemaknaan tersebut

mampu melahirkan tindakan nyata dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Berger

juga menjelaskan bahwa, manusia adalah makhluk konservatif. Ketika manusia

telah memiliki kegiatan atau perilaku yang telah membuat nyaman dan mampu

memenuhi kebutuhannya, manusia enggan untuk mencari kegiatan lain. Perilaku

tersebut akan diulang kembali sehingga menjadi kebiasaan dan manusia tidak

akan mengambil resiko jika mereka mengubah kebiasaan tersebut.

Perilaku yang terus diulang oleh manusia dikatakan oleh Berger sebagai

institusi (Riyanto, 2009). Intitusi dianggap sebagai suatu solusi bagi manusia

terhadap ketidakpastian dan ketidakteraturan hidup yang terdapat ketentuan untuk

mengatur peranan anggotanya sehingga timbul rasa nyaman dan aman di dalam

diri manusia di dalam institusi.

Secara ringkas, Berger membagi proses pembentukan masyarakat menjadi

tiga fase, yaitu eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Eksternalisasi

menitikberatkan pada proses identifikasi lingkungan sekitar. Sekelompok manusia

melihat kondisi lingkungan sosial sebagai suatu realitas subyektif karena masih

dipengaruhi oleh pengetahuan yang telah dimiliki manusia secara individu.

Setelah melakukan identifikasi terhadap lingkungan sosial, kelompok manusia

mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan (realitas) yang dihadapinya.

Kelompok manusia mulai mengikuti pola yang terjadi di lingkungan karena pola

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 18: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

18

atau perilaku tersebut bersifat kolektif dan dihadapinya secara berulang-ulang

hingga mencapai titik dimana mereka berperilaku yang sama dengan lingkungan

sosialnya. Mereka mengikuti pola tersebut dipengaruhi pula dengan fakta bahwa

pola perilaku tersebut mampu menyelesaikan permasalahan sehingga secara

alamiah manusia akan melakukan pola perilaku tersebut secara berulang.

Kelompok manusia tidak akan mengambil resiko untuk melakukan atau

mengikuti pola perilaku lain ketika mereka sudah merasa nyaman. Akan tetapi,

tidak menutup kemungkinan bahwa manusia akan menciptakan pola perilaku yang

baru ketika ia dihadapkan pada permasalahan lain dan pola perilaku lama tidak

mampu menyelesaikan permasalahan. Keajegan pola perilaku yang dilakukan

berulang oleh sekelompok manusia dikenal dengan istilah institusi.

Sekelompok manusia yang telah melakukan pengulangan pola perilaku

dan mampu menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi, lambat laun akan

sadar bahwa ada sebuah kaidah atau aturan di luar kesadaran mereka yang telah

mengatur sedemikian rupa. Kesadaran ini dimaknai sebagai fase obyektivasi

(realitas obyektif). Dalam fase ini, kelompok manusia mulai membentuk ideologi

kolektif dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan untuk melihat fenomena yang

terjadi di lingkungan sosial. Secara alamiah, ideologi yang telah tercipta menjadi

pedoman yang dianut oleh anggota kelompok. Dalam fase ini, kesadaran manusia

telah terkonstruksi untuk mengikuti ideologi tersebut agar manusia merasa aman

dan nyaman secara psikologis.

Momen obyektivasi muncul ditandai dengan munculnya kesadaran baku

yang merupakan hasil dari pola-pola perilaku masyarakat yang dilakukan

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 19: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

19

berulang-ulang. Kemudian, muncullah struktur yang dimaknai sebagai sesuatu

yang obyektif sekaligus subyektif. Dengan kata lain, momen obyektivasi terjadi

ketika tindakan sekelompok manusia dilakukan berulang-ulang kemudian

menimbulkan kesan pada kesadaran manusia bahwa ada hukum tetap yang

mengaturnya.

Momen yang terakhir adalah internalisasi. Kata kunci dari momen ini

adalah transmisi institusi. Internalisasi melihat bahwa manusia (individu) sebagai

produk dari masyarakat (kelompok manusia). Momen internalisasi merupakan

proses transmisi institusi dari masyarakat ke individu sebagai anggota baru dari

masyarakat. Transmisi institusi dilakukan oleh masyarakat untuk menjaga pola

yang sudah terbangun agar terus berlangsung dan dilakukan oleh anggota

masyarakat baru (sustainable). Disamping itu, masyarakat atau anggota lama juga

melakukan transmisi institusi ke dalam dirinya dengan tujuan untuk

memperkokoh kesadaran yang telah tertanam di benak mereka.

Transmisi institusi tidak begitu saja terjadi dan disadari oleh anggota baru

karena mereka tidak memiliki kesadaran kolektif yang dimiliki oleh anggota lama.

Oleh karena itu, untuk mempertahankan suatu institusi, perlu adanya legitimasi.

Dalam hal ini, legitimasi diartikan sebagai penjelasan kepada anggota baru dengan

pembuktian logis terkait relevansi dari sebuah institusi ketika mereka

mempertanyakan persoalan-persoalan yang muncul (Riyanto, 2009).

Berger menjelaskan bahwa fase internalisasi terjadi melalui mekanisme

sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Sosialisasi primer berlangsung ketika

anggota masyarakat baru tidak memiliki pengetahuan mengenai institusi yang ada

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 20: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

20

di masyarakatnya. Dia akan mempelajari tindakan masyarakat hingga interaksi

sosial yang dilihatnya secara simbolik. Peran dari masing-masing anggota

masyarakat menjadi simbol dari tindakan yang dilakukan. Tujuan dari sosialisasi

primer adalah membangun kesadaran dari anggota masyarakat baru untuk

mengetahui perannya di masyarakat. Sedangkan sosialisasi sekunder adalah

proses dimana anggota masyarakat baru diperkenalkan dengan lingkungan luar

sehingga mereka paham akan peran barunya tersebut.

Ketiga momen dalam pembentukan masyarakat berlangsung secara

simultan dan saling berhubungan satu sama lain membentuk siklus yang seakan

tidak memiliki ujung. Proses pembentukan masyarakat akan terus berlangsung

selama manusia masih menghadapi beragam kondisi dan permasalahan di

hidupnya. Sementara manusia akan terus berupaya untuk mencari solusi dari

semua permasalahan melalui pola-pola perilaku yang baru dan diwariskan ke

generasi-generasi selanjutnya.

1.6.2 Institusi Sosial Lokal yang Berkelanjutan

Uphoff (dalam Uphoff, 1992) mendefinisikan “An institution is a complex

of norms and behaviours that persists over time by serving some socially valued

purpose, while an organisation is a structure of recognised and accepted roles”.

Institusi merupakan serangkaian norma-norma dan perilaku-perilaku yang tetap

dari waktu ke waktu dengan beberapa tujuan sosial, sedangkan organisasi adalah

struktur yang sudah diterima dan diakui keberadaannya. Ada sebuah keajegan

perilaku dari masyarakat yang menciptakan aktivitas-aktivitas berkelanjutan untuk

mencapai tujuan bersama di dalam kelompok masyarakat. Aktivitas-aktivitas di

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 21: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

21

tingkat masyarakat dikenal dengan istilah institusi local.

Uphoff (1992) dalam tulisannya berjudul “Local Institution and

Participation for Sustainable Development” menjelaskan mengenai institusi lokal

sebagai salah satu institusi yang berperan dalam pembangunan berkelanjutan.

Institusi yang dimaksud adalah institusi yang berada di tingkat daerah. Peran

institusi lokal untuk mendukung pembangunan berkelanjutan menurut Uphoff

adalah mobilisasi sumberdaya lokal; efisiensi penggunaan sumberdaya;

monitoring perubahan sumberdaya lokal lebih efektif ketika melibatkan

masyarakat lokal; perilaku masyarakat telah dikondisikan sedemikian rupa oleh

norma yang dianut, sehingga mudah untuk mengontrol perilaku yang dinilai

melanggar norma. Institusi lokal dinilai sebagai penggerak untuk melakukan

tindakan kolektif dalam pengelolaan tanggung jawab terhadap sumberdaya lokal

yang dipengaruhi oleh solidaritas antar individu di masyarakat yang tinggi.

Ada tiga institusi yang dipaparkan oleh Uphoff, yaitu institusi tingkat

pemerintah, swasta dan lokal. Uphoff menjelaskan bahwa institusi lokal setara

dengan institusi di sektor swasta maupun publik. Istilah lain dari institusi lokal

adalah sektor partisipatif. Sektor partisipatif bersifat fleksibel dan pengambilan

keputusan berdasarkan kebutuhan masyarakat secara umum. Tidak ada tekanan

dari kekuasaan individu lain seperti yang terjadi sektor publik (pemerintah).

Sektor partisipatif juga bukan institusi yang bertujuan untuk mencari keuntungan

layaknya sektor swasta, namun lebih bersifat sukarela, kepedulian dan

koletiktivitas. Institusi sebagai sektor partisipatif tidak bisa digeneralisasikan

ketika menghadapi konflik. Mereka akan senantiasa menghadapi konflik yang

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 22: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

22

terjadi hanya dengan pengetahuan lokal sesuai dengan sumberdaya setempat.

1.6.3 Exit Strategy dalam Program Pemberdayaan Masyarakat

Dalam rangka mendorong pembangunan berkelanjutan melalui CSR,

pelaksanaan CSR melalui pemberdayaan masyarakat adalah strategi yang paling

efektif untuk mencapainya. Namun, pemberdayaan masyarakat tidak akan efektif

ketika tidak dirancang dengan benar dan matang oleh perusahaan. Pemberdayaan

masyarakat bukan sekedar memberikan program kepada masyarakat, kemudian

masyarakat bisa begitu saja berdaya dan mandiri. Pemberdayaan seperti itu

berorientasi pada program yang belum tentu menyelesaikan permasalahan sosial

yang ada di masyarakat. Pemberdayaan sebagai program dilihat dari tahapan-

tahapan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan dengan jangka waktu tertentu dan

ketika jangka watu telah tercapai maka pemberdayaan dianggap sudah selesai

(Adi, 2012).

Pemberdayaan masyarakat yang mampu mendukung pembangunan

berkelanjutan adalah pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada proses.

Pemberdayaan masyarakat sebagai proses adalah suatu kegiatan yang

berkesinambungan (on-going) sepanjang komunitas melakukan perubahan dan

perbaikan, dan tidak hanya terpaku pada satu program saja (Adi, 2012). Kuncinya

adalah ketika anggota masyarakat masih memiliki komitmen dan upaya untuk

terus melakukan kegiatan dengan tujuan meningkatkan taraf hidup yang lebih

baik, maka pemberdayaan akan terus berlangsung. Hogan (dalam Adi, 2012)

menjelaskan mengenai siklus pemberdayaan masyarakat sebagai suatu proses.

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 23: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

23

Sumber: Hogan (dalam Adi, 2012)

Hogan menegaskan bahwa pemberdayaan masyarakat sebagai proses

merupakan wujud dari upaya masyarakat untuk mencapai kehidupan yang

sejahtera melalui kesinambungan antara masing-masing tahapan. Tantangan demi

tantangan akan terus dihadapi oleh masyarakat ketika proses pemberdayaan

berlangsung. Oleh karena itu, pemberdayaan harus mampu memberikan bekal

kepada masyarakat untuk bisa menghadapi setiap tantangan yang ada serta

menciptakan solusi-solusi inovatif demi membangun kapasitas diri. Selain itu,

masyarakat juga mampu untuk lebih responsif terhadap kebutuhannya dan upaya

untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Pembahasan mengenai pemberdayaan masyarakat tidak terlepas dari peran

tokoh yang berpengaruh pada proses pemberdayaan. Tokoh tersebut dikenal

dengan istilah agent of change. Agent of change bisa muncul dari eksternal

Menghadirkan

kembali pengalaman

yang

memberdayakan dan

tidak

memberdayakan

Mendiskusikan

alasan mengapa

terjadi

pemberdayaan dan

pentidakberdayaan

Mengidentifikasi

kan suatu

masalah ataupun

proyek

Mengidentifikasika

n basis daya

(kekuatan) yang

bermakna

melakukan

perubahan

Mengembangkan

rencana aksi dan

mengimplementasikann

ya

Gambar 1. Siklus Pemberdayaan

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 24: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

24

maupun internal kelompok masyarakat. Perbedaannya adalah ketika agent of

change berasal dari eksternal komunitas, maka dikhawatirkan keberlajutan

pemberdayaan masyarakat akan gagal ketika masyarakat tidak dibekali

pengetahuan dan keterampilan untuk menguatkan komunikasi dan komitmen

kelompok secara internal. Sedangkan agent of change yang berasal dari internal

komunitas, dianggap lebih efektif untuk menciptakan pemberdayaan masyarakat

yang berkelanjutan.

Faktor kualitas masyarakat sebagai penerima manfaat bukan menjadi satu-

satunya faktor untuk mencapai keberlanjutan program CSR dalam rangka

pemberdayaan masyarakat. Perencanaan program yang matang oleh pihak-pihak

terkait pun menjadi penentu keberlanjutan program CSR dimana perusahaan yang

menyelenggarakan program pemberdayaan masyarakat dari awal harus memiliki

indikator keberhasilan program guna mendukung keberlanjutan program tersebut.

Kemandirian dan keberdayaan masyarakat sebagai penerima program CSR

menjadi tolak ukur keberlanjutan program-program CSR berbasis pemberdayaan.

Perusahaan tidak bisa selamanya mendampingi masyarakat untuk melaksanakan

program-program pemberdayaan karena perusahaan memiliki keterbatasan.

Dalam jangka waktu tertentu, perusahaan akan melepaskan masyarakat

sehingga masyarakat secara mandiri menjalankan program yang telah didampingi

oleh perusahaan. Namun, bukan hal yang mudah ketika perusahaan akan

melakukan hal tersebut. Tidak dipungkiri bahwa masyarakat memiliki

ketergantungan pada perusahaan karena bantuan program yang diberikan.

Perusahaan perlu memikirkan suatu strategi agar upaya pengakhiran program

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 25: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

25

tidak menimbulkan kekacauan dan tujuan dari program tetap tercapai. Strategi

tersebut dikenal dengan istilah Exit strategy atau strategi pengakhiran.

Rogers & Macias (2014) mendeskripsikan “Exit strategy is a plan

describing how the program intends to withdraw its resources while assuring that

the achievement of development goals is not jeopardized and that progress

towards these goals continues”. Strategi pengakhiran adalah suatu rencana yang

menggambarkan bagaimana program akan ditarik dari suatu wilayah sementara

pencapaian tujuan pembangunan tidak akan terganggu dan perkembangan tujuan

lebih lanjut akan tetap tercapai. Pada prinsipnya, dampak dari suatu program

pembangunan diharapkan akan terus berlanjut meskipun program telah selesai

dilaksanakan. Kemandirian masyarakat penerima manfaat program menjadi aset

vital untuk mendukung keberlanjutan program tanpa perlu ada bantuan lagi dari

pihak pemberi program tersebut. Exit strategy dilakukan untuk memastikan

keberlanjutan dari dampak program setelah program berakhir, sehingga

mendukung pencapaian tujuan pembangunan

Exit strategy memiliki pendekatan yang digunakan untuk mengakhiri

program (Rogers & Macias, 2004). Ketiga pendekatan tersebut meliputi:

a) Phase down (Fase Penurunan)

Phase down atau fase penurunan merupakan pengurangan aktivitas

yang dilakukan untuk mempersiapkan phase out atau phase over. Ketika

program akan diakhiri, pihak yang berwenang atas program mulai

mengurangi aktivitas program serta mengurangi sumberdaya yang

selama ini diberikan dalam pelaksanaan program. Sebagai contoh adalah

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 26: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

26

pengurangan dana dalam suatu aktivitas. Persiapan menuju phase over

atau phase out sudah semestinya direncanakan dari awal pelaksanaan

program. Sehingga, pemilihan pendekatan (phase over atau phase out)

untuk mengakhiri program tidak terkesan tergesa-gesa dan bisa

memaksimalkan pelaksanaan setiap aktivitas pada program tersebut.

b) Phase out (Fase Penghentian)

“Phase out refers to the withdrawal of program inputs (food, other

resources, technical assistance, service provision) without making

arrangements for the inputs or activities to e continued by another

organization” (Rogers & Macias, 2004). Fase penghentian diartikan

sebagai penarikan semua sumberdaya program tanpa menyerahkan

tanggung jawab program kepada pihak lain (institusi maupun individu)

karena program itu sendiri telah mengakibatkan perubahan yang

cenderung berkelanjutan tanpa didukung lagi dengan sumberdaya

tersebut. Sebagai contoh perubahan dalam suatu program yang

dikategorikan dalam fase penghentian adalah kegiatan pembangunan

infrastruktur, perubahan perilaku, microenterprise. Pemilihan pendekatan

pengakhiran program tergantung pada intervensi dari pihak yang

berwenang atas program, misalnya perusahaan atau pemerintah. Dalam

fase penghentian (phase out), program-program bersifat permanen dan

bisa berlanjut tanpa adanya campur tangan dari pihak eksternal untuk

menyediakan sumberdaya penunjang program.

c) Phase over (Fase Pengalihan)

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 27: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

27

“Phase over refers to the transfer of responsibility for activities

aimed at accomplishing prgram goals (current activities, or other

activities aimed at achieving the same outcomes) to other entity”

(Rogers & Macias, 2004). Fase pengalihan adalah

pengalihan/penyerahan tanggung jawab pengelolaan kegiatan atau

program kepada lembaga atau individu yang masih berada di wilayah

pelaksanaan program. Phase over juga memungkinkan mengalihkan

tanggung jawab pengelolaan program kepada organisasi yang sudah ada

demi pencapaian tujuan program. Organisasi tersebut meliputi

pemerintah setempat atau pusat, NGO, maupun lembaga donor.

Dalam pendekatan phase over, terdapat dua pengalihan tanggung

jawab yang berlaku, yaitu pengalihan tanggung jawab program kepada

masyarakat dan pemerintah. Pertama, pengalihan tanggung jawab

kepada masyarakat bisa diartikan pengalihan tanggung jawab program

kepada organisasi yang berbasis masyarakat, kelompok informal maupun

individu kunci yang ada di dalam masyarakat. Dalam hal ini, organisasi

berbasis masyarakat yang akan diberikan tanggung jawab perlu memiliki

beberpa kriteria untuk menjaga konsistensi pencapaian tujuan program.

Kriteria tersebut meliputi kapasitas manajerial organisasi, kemampuan

teknis masyarakat serta kemampuan untuk memperoleh sumberdaya dan

dana yang dibutuhkan untuk melanjutkan kegiatan. Implementasi

strategi pengakhiran dengan menggunakan pendekatan phase over

kepada masyarakat perlu mempertimbangkan sumberdaya selama

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 28: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

28

pelaksanaan program karena tidak semua program yang akan diakhiri

terjamin keberadaan inputnya seperti sumberdaya material dan

pendanaan. Oleh karena itu, strategi pengakhiran mengidentifikasi

mekanisme untuk menjamin semua sumberdaya tersebut tetap ada.

Roger & Macias (2004) menjabarkan empat pendekatan untuk

mengantisipasi hal tersebut, yaitu:

a. Menciptakan aktivitas yang berbasis pada model bisnis dimana

aktivitas-aktivitas tersebut mampu menghasilkan sumberdaya yang

dibutuhkan untuk keberlanjutan program.

b. Meminta kontribusi masyarakat seperti makanan, uang, waktu dan

sumberdaya lain yang dibutuhkan.

c. Menerapkan biaya pengguna untuk mengimbangi biaya pelayanan

yang disediakan.

d. Meminta bantuan dari pendonor dari luar masyarakat untuk

menggantikan sumberdaya yang telah diberikan dari pihak yang

berwenang atas program sebelumnya

Kedua, pengalihan tanggung jawab kepada pemerintah atau

organisasi permanen yang ada dan secara aktif berada di wilayah

pelaksanaan program dalam jangka waktu yang lama. Pendekatan phase

over sering dilakukan untuk mengintegrasikan kegiatan-kegiatan

program dengan sektor publik yang sudah ada. Exit strategy yang

menggunakan pendekatan phase over dengan sektor pulik harus berbasis

pada kapasitas, komitmen dan sumberdaya dari sektor publik itu sendiri.

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 29: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

29

Tidak dipungkiri bahwa, pengalihan program kepada pemerintah dinilai

memudahkan dalam hal mendukung aktivitas-aktivitas yang bertujuan

untuk mencapai dan menyempurnakan tujuan program. Akses

sumberdaya, sarana prasarana hingga perijinan terkait pelaksanaan

program pun dinilai lebih mudah ketika program dialihkan kepada

pemerintah. Namun, hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan

ketika akses sumberdaya di negara berkembang. Perlu ada kajian terkait

tata kelola pemerintahan di suatu negara, ketika akan mengalihkan

program ke pemerintah.

Pemilihan pendekatan exit strategy ditentukan berdasarkan tujuan

program, bentuk program serta dampak yang timbul setelah program diakhiri.

Pendekatan dalam exit strategy bisa ditentukan dari awal program dilaksanakan

karena hal ini terkait dengan sumberdaya yang ada untuk mendukung

keberlanjutan dampak program itu sendiri. Pendekatan yang dinilai paling ideal

adalah pendekatan phase over karena pendekatan ini memperhitungkan kebutuhan

sumberdaya yang mendukung keberlanjutan dampak program. Sumberdaya yang

digunakan bisa dipersiapkan baka dari awal perencanaan program., sebagai contoh

adalah kapasitas kelompok yang akan diberikan tanggung jawab untuk

melaksanakan program setelah program diakhiri. Exit strategy memiliki kriteria

tertentu ketika suatu program akan diakhiri. Kriteria tersebut meliputi (Rogers &

Macias, 2004):

a) A fixed time limit

Kriteria pertama ketika program pembangunan akan menerapkan

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 30: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

30

Exit strategy adalah adanya batas waktu pelaksanaan program. Batas waktu

pelaksanaan program bisa terkait dengan siklus pendanaan program yang

telah diperhitungkan di perencanaan program. Pelaksanaan Exit strategy

yang jelas dalam program pembangunan seharusnya mencakup rentang

waktu pelaksanaan program dari awal, sehingga ketika ada program

pembangunan akan diakhiri, pihak pelaksana program bisa

memperhitungkan hal-hal apa saja yang dibutuhkan ketika akan mengakhiri

program. Hal ini juga mendukung efektifitas pelaksanaan program itu

sendiri. Sebagai contoh adalah, ketika program memiliki batas waktu

pelaksanaan, pihak pelaksana mampu untuk memperhitungkan keberlanjutan

program dengan menggunakan time frame untuk panduan dalam prosesnya.

b) Achievement of specific levels of program targets (impact)

Dampak program bisa dijadikan sebagai kriteria untuk mengakhiri

program dan bisa menjadi dorongan untuk mencapai efektifitas pelaksanaan

program. Criteria ini menjadi dilematis tersendiri karena ketika masyarakat

mengetahui akan target dampak program telah tercapai dan hal tersebut

menjadi indikator unruk penarikan program, maka akan menimbulkan

kekecewaan pada masyarakat sehingga motivasi masyarakat untuk mencapai

dampak program tersebut menjadi menurun.

c) Achievement of benchmarks indicating progress toward feasible phase

out or phase over (process)

Tolak ukur atau indikator harus terkait dengan proses pengakhiran

program dan unsur-unsur tertentu dari program yang akan diakhiri (phase

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 31: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

31

out) atau berlanjut (phase over). Indikator program menjadi penentu apakah

program tersebut akan diakhiri dengan menggunakan pendekatan phase over

atau phase out. Sehinga ketika dari awal perencanaan, program sudah

menentukan indikator di setiap aktivitas maka akan mampu menjelaskan

keberlanjutan program tersebut. Indicator program bisa meliputi kapasitas

kelembagaan, manajerial, menjalankan kontrak program, serta

melaksanakan keberlanjutan program.

Implementasi strategi pengakhiran tidak bisa terlepas dari peran pemangku

kepentingan program. Pemangku kepentingan atau stakeholder perlu mengetahui

dari awal bahwa pada waktu tertentu, program akan diakhiri. Hal ini bertujuan

untuk menghindari hal-hal yang bisa menjadi penghambat proses mengakhiri

program terkait dengan stakeholder karena mereka juga berhak atas itu.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui strategi pengakhiran (Exit

strategy) program Green Corridor Initiative dalam upaya keberlanjutan

pemberdayaan komunitas perambah hutan. Pencapaian tujuan tersebut dimulai

dengan memetakan penyadaran dan pelembagaan komunitas perambah hutan

menjadi perestorasi hutan. Selanjutnya, memetakan implementasi program Green

Corridor Initiative hingga strategi pengakhiran program Green Corridor

Initiative. Untuk memudahkan menjawab rumusan masalah penelitian masa

kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 2.

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 32: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

32

Sumber: Diolah peneliti berdasarkan Teori Konstruksi Sosial (Berger &

Luckman, 2013), Institusi Sosial (Norman Uphoff’, 1992), dan Exit

Strategy (Rogers & Macias, 2004)

Kerangka pikir penelitian ini diawali dengan memetakan dinamika sosial

masyarakat koridor sebelum adanya program GCI ketika masyarakat koridor

menjadi perambah hutan lalu beralih pekerjaan menjadi perestorasi hutan.

Peristiwa ini menjadi momen penyadaran masyarakat koridor yang dikerangkai

dalam teori konstruksi sosial Berger (eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi).

Pemetaan dinamika masyakat koridor pra GCI menjadi latar belakang momen

penyadaran dalam GCI. Kesadaran masyarakat koridor yang telah terjadi pra GCI

dijadikan sebagai basis penguatan kesadaran masyarakat koridor dalam GCI yang

terwujud dalam setiap kegiatan pelatihan dan pendampingan program.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian

Perilaku masyarakat

merambah hutan

GCI sebagai penguatan

kesadaran dan

pelembagaanmasyarakat

Perilaku masyarakat

mengonservasi hutan

Exit Strategy GCI

untuk keberlanjutan

pemberdayaan

masyarakat koridor

Institusi Sosial

Lokal

Konstruksi Sosial:

Eksternalisasi

Obyektivasi

Internalisasi

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 33: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110134/potongan/S2-2017-376384... · berkelanjutan baik dalam aspek sosial maupun lingkungan. Salah satu

33

Konsistensi perilaku merestorasi dilembagakan kedalam institusi lokal

yaitu KSM Jarmaskor dan Koperasi Jarmaskor Maju Sejahtera. KSM Jarmaskor

menjadi organisasi yang memfasilitasi kegiatan pelestarian hutan yang dilakukan

oleh masyarakat koridor. Sedangkan Koperasi Serba Usaha JMS menjadi

organisasi bisnis yang juga dikelola oleh masyarakat koridor, bergerak di bidang

pertanian, peternakan dan ekonomi produktif. Kedua organisasi ini saling

berintegrasi dalam kegiatan pelestarian lingkungan dan peningkatan taraf ekonomi

masyarakat koridor. Dalam hal ini, GCI berperan sebagai penguat kapasitas dan

lembaga masyarakat koridor untuk terus melakukan kegiatan lingkungan dan

ekonomi hingga terwujud kemandirian masyarakat koridor sebagai visi dari

pemberdayaan masyarakat GCI.

Dalam prosesnya, pemberdayaan masyarakat dimaknai sebagaimana

masyarakat memiliki keinginan untuk melakukan perbaikan dan perubahan ke

arah yang lebih baik menuju kesejahteraan dan kemandirian. Upaya

pemberdayaan tidak akan berhenti ketika masyarakat masih memiliki keinginan

untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Dalam hal ini, upaya

pemberdayaan melalui program Green Corridor Initiative melihat bagaimana

pemberdayaan masyarakat koridor terus berkelanjutan meskipun suatu saat

program akan diakhiri. Exit strategy dijadikan tinjauan untuk mengungkap

keberlanjutan pemberdayaan masyarakat melalui program Green Corridor

Initiative. Pendekatan dalam exit strategy yaitu phase down, phase over dan phase

out akan ditinjau dan dikonstektualisasikan dengan data penelitian dalam studi ini.

Strategi Pengakhiran Program Green Corridor Initiative oleh Chevron Geothermal Salak, LtdsebagaiUpaya Keberlanjutan Pemberdayaan Masyarakat Koridor di Cipeteuy, Kabandungan, Sukabumi, JawaBaratEFRITA NUR P S SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/