BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi...

110
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum berdasarkan isinya dapat dibagi menjadi dua (2), yaitu hukum privat dan hukum publik. Hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan orang per orang, sedangkan hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum Pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan Undang- Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut Simon, 1 berpendapat sebagai berikut: Hukum acara pidana disebut juga hukum pidana formal untuk membedakannya dengan hukum pidana material. Hukum pidana material atau hukum pidana itu berisi petunjuk dan uraian tentang delik, peraturan tentang syarat-syarat dapat dipidana suatu perbuatan, petunjuk tentang orang yang dapat dipidana, dan aturan tentang pemidanaan: mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana itu dapat dijatuhkan. Sedangkan hukum pidana formal mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana, jadi berisi acara pidana.” 1 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, 2004, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, hlm.1.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum berdasarkan isinya dapat dibagi menjadi dua (2), yaitu hukum

privat dan hukum publik. Hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan

orang per orang, sedangkan hukum publik adalah hukum yang mengatur

hubungan antara negara dengan warga negaranya.

Hukum Pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana

terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana

formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku

tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana

materiil diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum

pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia,

pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan Undang- Undang Nomor

8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Menurut Simon,1 berpendapat sebagai berikut:

“Hukum acara pidana disebut juga hukum pidana formal untuk

membedakannya dengan hukum pidana material. Hukum pidana

material atau hukum pidana itu berisi petunjuk dan uraian tentang delik,

peraturan tentang syarat-syarat dapat dipidana suatu perbuatan,

petunjuk tentang orang yang dapat dipidana, dan aturan tentang

pemidanaan: mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana itu dapat

dijatuhkan. Sedangkan hukum pidana formal mengatur bagaimana

negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan

menjatuhkan pidana, jadi berisi acara pidana.”

1 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, 2004, Hukum Acara Pidana Dalam

Teori Dan Praktek, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, hlm.1.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

2

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur,

apabila pemeriksaan sidang dinyatakan selesai, tahap proses selanjutnya adalah

penuntutan, pembelaan, dan jawaban atas pembelaan. Ketika proses ini telah

selesai, maka hakim ketua menyatakan “pemeriksaan dinyatakan ditutup”.

Apabila pemeriksaan dinyatakan ditutup, hakim mengadakan musyawarah

terakhir untuk menjatuhkan putusan. Bentuk putusan yang akan dijatuhkan

tergantung dari hasil musyawarah berdasarkan surat dakwaan dengan segala

sesuatu yang terbukti dalam persidangan di sidang pengadilan.

Pasal 1 angka 11 KUHAP menyatakan bahwa:

“Putusan pengadilan adalah pernyatan hakim yang diucapkan dalam

sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas

atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini”.

Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 angka 11 KUHAP, Putusan

Pengadilan Negeri yang dijatuhkan terhadap suatu perkara pidana berdasarkan

KUHAP, bisa berbentuk sebagai berikut:

1. Putusan pemidanaan (Pasal 193 ayat (3) KUHAP);

2. Putusan yang membebaskan terdakwa (Pasal 191 ayat (1) KUHAP);

3. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2) KUHAP).

Salah satu putusan pengadilan, yaitu Putusan bebas yang dijatuhkan

oleh hakim di Pengadilan Negeri Purwokerto yakni putusan dengan nomor

register perkara No.174/PID.B/2009/PN.Pwt, dimana terdakwa didakwa dengan

dakwaan subsidaritas yaitu dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

yang telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

3

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan dakwaan subsidair Pasal 3 jo.

Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi yang telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Putusan bebas diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:

“ Jika Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,

kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa

tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus

bebas.”

Putusan dalam perkara ini, terdakwa yang menjabat sebagai Kepala

Seksi Bantuan Bencana dan Kemiskinan pada kantor Dinas Kesejahteraan Sosial

dan Pemberdayaan Masyarakat (DKSPM) Kabupaten Banyumas dengan

kehendak sendiri tanpa ada laporan dan permintaan dari unit koperasi

Penanggulangan Bencana dan penanggulangan pengungsi (PBP) kecamatan,

bahkan tanpa adanya perintah atau izin dari yang berwenang, terdakwa telah

mengambil dan menyalurkan barang yang seharusnya untuk kepentingan

penanggulangan bencana yang tersimpan dalam gudang barang kantor DKSPM.

Penyaluran bantuan tersebut telah diatur dengan Sistem dan Prosedur

Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang

dikeluarkan oleh Bupati Banyumas pada bulan Desember 2004 dalam Bab V

Huruf A angka 2a yang mengatur bahwa:

“bantuan pertama didasarkan atas laporan terjadinya bencana, baik

laporan lisan maupun tertulis berupa radiogram atau interlokal dari unit

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

4

operasi penanggulangan bencana dan penanggulangan pengungsi (PBP)

kecamatan.”

Sedangkan pertanggungjawaban penyaluran bantuan diatur pada Bab V

Huruf A angka 4a Mengatur bahwa:

“setiap penyaluran bantuan harus diikuti administrasi

pertanggungjawaban pengeluaran.”

Terdakwa dalam hal ini tidak dapat membuat pertanggungjawaban atas

pengeluaran barang tersebut. Oleh karena itu, terdakwa didakwa telah melakukan

tindak pidana korupsi.

Tindak Pidana Korupsi dapat diartikan sebagai perbuatan memperkaya

diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak

langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara atau patut

disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara.

Tindak Pidana Korupsi terjadi secara sistematis dan meluas, tidak

hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran

terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak

pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya

harus dilakukan secara luar biasa (Extra Ordinary Crime).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul: PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

(TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN NO. 174/PID.B/2009/PN.Pwt).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah disebutkan di

atas, maka perumusan masalahnya yaitu:

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

5

1. Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan Putusan bebas

pada perkara No.174/PID.B/2009/PN.Pwt ?

2. Bagaimana akibat hukum dengan dijatuhkannya Putusan bebas bagi terdakwa

pada perkara No.174/PID.B/2009/PN.Pwt ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan Putusan

bebas pada perkara No.174/PID.B/2009/PN.Pwt.

2. Untuk mengetahui akibat hukum dengan dijatuhkannya Putusan bebas bagi

terdakwa pada perkara No.174/PID.B/2009/PN.Pwt.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan penulis, serta menmbah pengetahuan bagi para pembaca

terutama mengenai penjatuhan Putusan bebas .

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan terhadap

aparat penegak hukum, yaitu salah satunya jaksa, agar dalam membuat

dakwaan dan tuntutan sesuai apa yang dilakukan oleh terdakwa serta lebih

teliti dalam hal pembuktian sehingga hakim tidak menjatuhkan Putusan

bebas.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Fungsi, Tujuan dan Asas-Asas Hukum Acara Pidana

1. Pengertian Hukum Acara Pidana

Hukum acara pidana merupakan salah satu lingkup dari hukum pidana.

Ruang lingkup hukum pidana luas, baik hukum pidana materiil yang disebut

hukum pidana dan hukum pidana formil yang disebut hukum acara pidana.

Hukum pidana materiil atau hukum pidana itu berisi petunjuk dan uraian

tentang delik peraturan tentang syarat-syarat dapatnya dipidana sesuatu

perbuatan, petunjuk tentang orang yang dapat dipidana dan aturan tentang

pemidanaan mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana itu dapat dijatuhkan,

sedangkan hukum pidana formal mengatur bagaimana negara melalui alat-

alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana, jadi

berisi acara pidana.2

Menurut Wiryono Prodjodikoro,3 sebagaimana dikutip oleh Andi

Hamzah mengatakan bahwa:

Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana,

maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang

memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu

kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak guna mencapai

tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.

Dikatakan bahwa hukum acara pidana adalah kumpulan peraturan

peraturan yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur sebagai berikut:

2 Andi Hamzah, 2001, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi.

Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 4. 3 Ibid.hlm 7.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

7

1. Tindakan apa yang diambil apabila ada dugaan, bahwa telah terjadi

suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang.

2. Apabila benar telah terjadi suatu tindak pidana yang telah dilakukan

oleh seseorang, maka perlu diketahui siapa pelakunya, dan cara

bagaimana melakukan penyelidikan terhadap pelaku.

3. Apabila telah diketahui pelakunya maka penyelidik perlu

menangkap, menahan dan kemudian dilanjutkan dengan

pemeriksaan permulaan atau dilakukan penyidikan.

4. Untuk membuktikan apakah tersangka benar-benar melakukan suatu

tindak pidana, maka perlu mengumpulkan barang-barang bukti,

menggeledah badan atau tempat-tempat yang diduga ada

hubungannya dengan perbuatan tersebut.

5. Setelah selesai dilakukan pemeriksaan permulaan atau penyidikan

oleh polisi, maka berkas perkara diserahkan pada kejaksaan negeri,

yang selanjutnya pemeriksaan dalam sidang pengadilan terhadap

terdakwa oleh hakim sampai dapat dijatuhkan pidana.4

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak

memberikan pengertian resmi mengenai hukum acara pidana, yang ada adalah

berbagai pengertian mengenai bagian-bagian tertentu dari hukum acara pidana,

misalnya penyelidikan, penyidikan, penangkapan, dan lain sebagainya.

Pengertian hukum acara pidana dapat ditemukan dalam berbagai literatur yang

dikemukakan oleh para pakar, seperti:

1. Wiryono Prodjodikoro,5

Hukum acara pidana adalah merupakan suatu rangkaian peraturan-

peraturan yang memuat cara bagaimana badan pemerintah yang

berkuasa (Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan) harus bertindak

guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.

2. R.Achad Soemadipraja,6

Hukum acara pidana adalah hukum yang mempelajari peraturan

yang diadakan oleh negara dalam hal adanya persangkaan telah

dilanggarnya undang-undang pidana.

4 Moch. Faisal Salam, 2001, Hukum Acara Pidana dalam Teori & Praktek. Bandung:

Penerbit Mandar Maju, hlm. 3. 5 Waluyadi, 1999. Pengetahuan Hukum Dasar Hukum Acara Pidana (Sebuah Catatan

Khusus). Bandung: Mandar Maju. hlm. 9. 6 Ibid.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

8

3. Van Bemmelen,7

Hukum acara pidana adalah kumpulan ketentuan-ketentuan hukum

yang mengatur bagaimana cara negara, bila dihadapkan pada suatu

kejadian yang menimbulkan prasangka telah terjadi pelanggaran

hukum pidana, dengan perantara alat-alatnya mencari kebenaran,

menetapkan di muka hakim suatu keputusan mengenai perbuatan

yang didakwakan, bagaimana hakim harus memutuskan suatu hal

yang telah terbukti, dan bagaimana keputusan itu harus

dilaksanakan.

4. Bambang Poernomo,8 mengklasifikasikan hukum acara pidana

menjadi tiga arti:

a. Dalam arti sempit, yang meliputi peraturan hukum tentang

penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan sidang sampai

dengan putusan pengadilan, dan peraturan tentang susunan

pengadilan.

b. Dalam arti luas, yaitu selain mencakup dalam pengertian sempit,

juga meliputi peraturan-peraturan kehakiman lainnya sekedar

peraturan itu ada urusannya dengan perkara pidana.

c. Pengertian sangat luas, yaitu apabila materi peraturan sudah

sampai pada tahap eksekusi putusan hakim (pidana) kemudian

dikembangkan meliputi peraturan pelaksanaan hukuman (pidana)

yang mengatur tentang alternatif jenis pidana, dan cara

menyelenggarakan pidana sejak awal sampai selesai menjalani

pidana sebagai pedoman pelaksanaan pemberian pidana.

2. Fungsi Hukum Acara Pidana

Fungsi dari hukum acara pidana menurut M. Faisal Salam, 9 yaitu:

Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati

kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara

pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah

pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum,

dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan

guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah

dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.

7 Ibid. hlm 11.

8 Ibid.

9 Moch. Faisal Salam, loc. cit.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

9

Menurut Van Bemmelen,10

seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah,

mengemukakan tiga fungsi hukum acara pidana yaitu:

a. Mencari dan menemukan kebenaran.

b. Pemberian keputusan oleh hakim.

c. Pelaksanaan keputusan.

Fungsi hukum acara pidana tersebut, yang paling penting karena

menjadi tumpuan kedua fungsi berikutnya ialah “mencari kebenaran”. Setelah

menemukan kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan barang bukti

itulah, hakim akan sampai pada putusan (yang seharusnya adil dan tepat) yang

kemudian dilaksanakan oleh jaksa.11

Bambang Poernomo, 12

berpendapat:

Fungsi hukum acara pidana berawal pada tugas mencari dan

menemukan kebenaran hukum, sebagai tugas awal hukum acara pidana

tersebut menjadi landasan dari tugas berikutnya dalam memberikan

suatu putusan hakim dan tugas melaksanakan putusan hakim.

Menurut Waluyadi,13

tugas atau fungsi dalam Hukum Acara Pidana

melalui alat perlengkapannya ialah:

a. Untuk mencari dan menemukan fakta menurut kebenaran.

b. Mengadakan penuntutan hukum dengan tepat.

c. Menerapkan hukum dengan keputusan berdasarkan keadilan.

d. Melaksanakan keputusan secara adil.

10

Andi Hamzah, op. cit. hlm. 8-9. 11

Ibid. hlm 9. 12

Bambang Poernomo, 1999, Pola Dasar Teori dan Asas Umum Hukum Acara

Pidana. Yogyakarta: Liberty, Hlm. 17. 13

Waluyadi, op. cit. hlm. 29.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

10

Berdasarkan hal tersebut dapat ditunjukkan bahwa antara hukum pidana

materiil yang disebut hukum pidana dan hukum pidana formil yang disebut

hukum acara pidana adalah pasangan yang tidak dapat dipisahkan dan

mempunyai hubungan yang sangat erat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang.

3. Tujuan Hukum Acara Pidana

Tujuan dan tugas ilmu hukum acara pidana pada dasarnya sama dengan

tugas dan tujuan ilmu hukum pada umumnya yaitu mempelajari hukum untuk

mewujudkan kedamaian yang meliputi ketertiban dan ketenangan dengan

memberikan kepastian hukum dan keadilan hukum kepada masyarakat.

KUHAP dalam pedoman pelaksanaannya menjelaskan tujuan hukum

acara pidana sebagai berikut:

“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah

kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana

dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan

tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang tepat

didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya

meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan

apakah terbukti bahwa tindak pidana yang telah dilakukan dan apakah

orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”14

Memperhatikan rumusan di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan hukum

acara pidana meliputi empat hal yaitu:

1. Mencari dan mendapatkan kebenaran.

Hukum acara pidana menjelaskan yang bertugas mencari dan

menemukan kebenaran adalah pihak kepolisian, dalam hal ini adalah

penyelidik dan penyidik. Kebenaran yang dimaksudkan adalah

keseluruhan fakta-fakta yang terjadi yang ada hubungannya dengan

perbuatan pidana yang terjadi.

2. Melakukan penuntutan.

Tujuan melakukan penuntutan adalah menjadi tugas dari kejaksaan

yang dilakukan oleh JPU. Penuntutan harus dilakukan secermat

14 Andi Hamzah, loc. cit.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

11

mungkin sehingga penuntutan itu merupakan penuntutan yang tepat

dan benar sebab kesalahan penuntutan akan berakibat fatal yaitu

gagalnya penuntutan yang berakibat pelaku bebas.

3. Melakukan pemeriksaan dan putusan.

Mengenai tujuan ketiga yaitu melakukan pemeriksaan dan membuat

dan menemukan putusan menjadi tugas hakim di pengadilan.

Pemeriksaan harus jujur dan tidak memihak dan putusannya pun

harus putusan yang adil bagi semua pihak.

4. Melaksanakan (eksekusi) putusan hakim.

Tujuan terakhir dari hukum acara pidana adalah melaksanakan

eksekusi putusan hakim yang secara administratif dilakukan oleh

jaksa akan tetapi secara operasionalnya dilakukan dan menjadi tugas

lembaga pemasyarakatan kalu putusan itu putusan pidana penjara.

Namun, jika putusannya pidana mati maka langsung dilakukan oleh

regu tembak yang khusus disiapkan untuk itu.15

Andi Hamzah,16

berpendapat:

Tujuan hukum acara pidana mencari kebenaran itu hanyalah merupakan

tujuan antara. Tujuan akhir sebenarnya ialah mencapai suatu ketertiban,

ketenteraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam

masyarakat.

Tujuan KUHAP yaitu mencari suatu kebenaran materiil diperlukan

barang bukti yang cukup sesuai dengan ketentuan undang-undang. Proses

mencari dan mengumpulkan barang bukti dan alat bukti dilakukan pada tahap

penyidikan.

Djoko Prakoso,17

berpendapat:

Tujuan daripada hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah

kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana

dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan

tepat, dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan

melakukan pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan

peraturan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti suatu

tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat

dipersalahkan.

15

Ibid. hlm. 9. 16

Ibid. 17

Djoko Prakoso, 1986, Kedudukan Justisiabel dalam KUHAP, Jakarta: Ghalia

Indonesia, hlm.9.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

12

4. Asas-Asas Hukum Acara Pidana

Pengertian asas dalam hukum acara pidana adalah dasar patokan hukum

yang mendasari KUHAP dalam menjalankan hukum. Asas ini akan menjadi

pedoman bagi semua orang termasuk penegak hukum, serta orang-orang yang

berkepentingan dengan hukum acara pidana.

KUHAP dilandasi oleh asas atau prinsip hukum tersebut diartikan

sebagai dasar patokan hukum sekaligus merupakan tonggak pedoman bagi

instansi jajaran aparat penegak hukum dalam menerapkan pasal-pasal KUHAP.

Mengenai hal tersebut, bukan hanya kepada aparat hukum saja, asas atau

prinsip yang dimaksud menjadi patokan dan landasan, tetapi juga bagi setiap

anggota masyarakat yang terlibat dan berkepentingan atas pelaksanaan

tindakan yang menyangkut KUHAP.18

Asas-asas yang penting yang tercantum dalam hukum acara pidana

tersebut adalah :

A. Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan

Asas ini telah dirumuskan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Kekuasaan

Kehakiman No. 48 Tahun 2009, yang menghendaki agar pelaksanaan penegakan

hukum di Indonesia berpedoman kepada asas: cepat, tepat, sederhana, dan biaya

ringan. Tidak bertele-tele dan berbelit-belit. Apalagi jika keterlambatan penyelesaian

kasus terhadap hukum dan martabat manusia.

Asas ini menghendaki adanya suatu peradilan yang efisien dan efektif,

sehingga tidak memberikan penderitaan yang berkepanjangan kepada

18

M. Yahya Harahap, 2000, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

Penyidikan Dan Penuntutan,Sinar Grafika, Jakarta, Hlm.35.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

13

tersangka/terdakwa disamping kepastian hukum terjamin. Asas ini juga

terdapat dalam Penjelasan Umum butir 3 huruf e KUHAP yang berbunyi:

“Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya

ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus ditetapkan secara

konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan”.

Mengenai asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, Bambang

Poernomo19

berpendapat:

Proses perkara pidana yang dilaksanakan dengan cepat diartikan

menghindarkan segala rintangan yang bersifat prosedural agar tercapai

efisiensi kerja dalam waktu yang singkat. Proses yang sederhana

diartikan penyelenggaraan administrasi peradilan secara terpadu agar

pemberkasan perkara dari masing-masing instansi yang berwenang

berjalan dalam satu kesatuan yang tidak memberikan peluang saluran

dalam bekerja yang berbelit-belit. Biaya yang murah diartikan

menghindarkan sistem administrasi perkara dan mekanisme bekerjanya

para petugas yang mengakibatkan beban biaya bagi yang

berkepentingan tidak sebanding dengan hasil yang diharapkan.

Beberapa ketentuan KUHAP sebagai penjabaran asas peradilan yang

cepat, tepat, dan biaya ringan, antara lain, tersangka atau terdakwa berhak:

1. Segera mendapat pemeriksaan dari penyidik,

2. Segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik,

3. Segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum,

4. Berhak segera diadili oleh pegadilan.

B. Asas Praduga Tak Bersalah atau Presumption of Innocence

Asas ini kita jumpai dalam penjelasan umum butir 3 huruf c KUHAP.

Asas ini juga dirumuskan dalam Pasal 8 Undang-Undang No 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi:

19

Bambang Poernomo, Op. Cit, hlm.66.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

14

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau

dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum

ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah

memperoleh kekuatan hukum tetap”

Mengenai asas praduga tak bersalah, M. Yahya Harahap20

berpendapat:

Asas praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis yuridis ataupun dari

segi teknis penyidikan dinamakan “prinsip akusator” atau accusatory

procedure (accusatorial system). Prinsip akusator menempatkan

kedudukan tersangka/terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan:

- Adalah subjek: bukan menjadi objek pemeriksaan, karena itu

tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam

kedudukan manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri,

- Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah

“kesalahan” (tindak pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa.

Kearah itulah pemeriksaan ditujukan.

Untuk menjamin agar asas praduga tak bersalah dapat ditegakan dalam

setiap tingkat pemeriksaan, KUHAP telah memberikan perlindungan kepada

tersangka atau terdakwa berupa hak-hak kemanusiaan yang wajib dihormati

dan dilindungi oleh penegak hukum.

C. Asas Oportunitas

Ketentuan dalam hukum acara pidana mengenal suatu badan khusus

yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang

disebut penuntut umum, yang dikenal jaksa di Indonesia (Pasal 1 butir a dan b

serta Pasal 137 dan seterusnya dalam KUHAP).

Pasal 35 c Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia dengan tegas menyatakan asas oportunitas itu dianut di

Indonesia. Pasal itu berbunyi:

“Jaksa Agung dapat menyampingkan perkara berdasarkan kepentingan

umum”.

20

M. Yahya, Harahap, Op. Cit, hlm. 40

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

15

Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum. Asas

Oportunitas adalah hak yang dimiliki oleh penuntut umum untuk menuntut atau

tidak menuntut seseorang ke pengadilan. Di Indonesia wewenang ini hanya

diberikan kepada kejaksaan.

Menurut A.Z Abidin Farid21

yang dikutip dalam buku Andi Hamzah

memberikan rumusan tentang asas oportunitas sebagai berikut :

Asas Oportunitas ialah asas hukum yang memberikan wewenang

kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan

atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik

demi kepentingan umum.

Andi Hamzah22

menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

Menurut asas oportunitas penuntut umum tidak wajib menuntut

seseorang yang melakukan delik jika menuntut pertimbangannya akan

merugikan kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum,

seseorang yang melakukan delik tidak dituntut.

Mengenai kriteria kepentingan umum itu, di dalam pedoman

pelaksanaan KUHAP dijelaskan adalah didasarkan untuk kepentingan negara

dan masyarakat dan bukan untuk kepentingan pribadi.

D. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum

Pemeriksaan pengadilan yang terbuka untuk umum dapat dilihat dalam

Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP sebagai berikut:

“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang

dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai

kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”.

Pasal 153 ayat (4) KUHAP menyebutkan:

21

Andi Hamzah, Op. Cit, hlm. 15. 22

Ibid. hlm. 16.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

16

“Tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3)

mengakibatkan batalnya putusan demi hukum”.

Saat membuka persidangan pemeriksaan perkara seseorang terdakwa,

hakim ketua harus menyatakan “terbuka untuk umum”. Pelanggaran atas

ketentuan tersebut atau tidak terpenuhinya ketentuan itu mengakibatkan

putusan pengadilan “batal demi hukum”. Pengecualian asas ini adalah terhadap

kasus kesusilaan dan terdakwa anak-anak.

Mengenai asas pemeriksaan persidangan terbuka untuk umum, M.

Yahya Harahap23

berpendapat:

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menetapkan pemeriksaan

perkara yang terdakwanya anak-anak dilakukan dengan pintu tertutup.

Sebab jika dilakukan terbuka untuk umum akan membawa akibat

psikologis yang lebih parah kepada jiwa dan batin si anak.

Asas ini memberikan makna bahwa tindakan penegakan hukum di

Indonesia harus dilandasi oleh jiwa persamaan dan keterbukaan serta adanya

penerapan sistem musyawarah dan mufakat.

L. Sumantri24

menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

Asas terbuka untuk umum ini memang tepat karena persidangan dapat

dihadiri oleh umum, sehingga dapat lebih menjamin obyektifitas

peradilan dan tujuannya memberikan perlindungan terhadap hak-hak

asasi terdakwa. Di lain pihak juga ditentukan pengecualian apabila

kesusilaan dan terdakwanya anak-anak.

Menurut Andi Hamzah25

:

Ketentuan tersebut terlalu limitatif. Seharusnya kepada hakim diberikan

kebebasan untuk menentukan sesuai situasi dan kondisi apakah sidang

terbuka atau tertutup untuk umum.

23

M Yahya Harahap, Op. Cit, hlm.56. 24

L. Sumartini, 1996, Pembahasan Perkembangan Pembangunan Nasional Tentang

Hukum Acara Pidana, Jakarta :Badan Pembinaan Hukum Nasional, hlm. 18. 25

Andi Hamzah, Op. Cit, hlm. 19.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

17

Hakim dapat menetapkan apakah suatu sidang dinyatakan seluruhnya

atau sebagian tertutup untuk umum yang artinya persidangan dilakukan di

belakang pintu tertutup. Pertimbangan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada

hakim yang melakukan hal itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan

penuntut umum dan terdakwa. Saksi pun dapat mengajukan permohonan agar

sidang tertutup untuk umum dengan alasan demi nama baik keluarganya.26

E. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum

Asas yang umum dianut di negara-negara yang berdasarkan hukum ini

tegas tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasan Umum butir 3 huruf a KUHAP.

Penjelasan Umum butir 3 huruf a KUHAP berbunyi:

“Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum tidak

mengadakan perbedaan perlakuan”.

Sedangkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi:

“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-

bedakan orang”

Pendapat Andi Hamzah27

mengenai asas semua orang diperlakukan

sama didepan hukum adalah :

Asas ini menegaskan bahwa sebagai Negara Hukum maka dihadapan

hukum semua orang sama dan sederajat. Bagaimanapun kedudukan

manusia itu sama di mata hukum yang dijunjung tinggi oleh negara

Indonesia sesuai dengan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

26 Ibid.

27 Ibid. hlm. 20

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

18

F. Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapatkan Bantuan Hukum

Asas tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum terdapat

pada Pasal 54 KUHAP yang menyatakan bahwa:

“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak

mendapatkan bentuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum

selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata

cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”

Ketentuan asas ini berkaitan dengan hak dari seseorang yang tersangkut

dalam suatu perkara pidana untuk dapat mengadakan persiapan bagi

pembelaannya maupun untuk mendapatkan nasehat atau penyuluhan tentang

jalan yang dapat ditempuhnya dalam menegakkan hak-haknya sebagai

tersangka atau terdakwa. Bantuan hukum dalam KUHAP tidak terdapat

penjelasan atau definisi mengenai pengertian bantuan hukum.

M. Yahya Harahap28

menjelaskan mengenai bantuan hukum diatur

didalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 KUHAP, dimana didalamnya

diatur tentang kebebasan yang sangat luas yang didapat oleh tersangka atau

terdakwa. Kebebasan tersebut antara lain :

a) Bantuan Hukum dapat diberikan saat tersangka ditangkap atau

ditahan.

b) Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan.

c) Penasehat hukum dapat menghubungi tersangka atau terdakwa pada

tingkat pemeriksaan pada setiap waktu.

d) Pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka tidak didengar

oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada delik yang

menyangkut keamanan Negara.

e) Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasehat

hukum guna kepentingan pembelaan.

f) Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari

tersangka atau terdakwa.

28

Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 21.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

19

G. Pemeriksaan Hakim Yang Langsung dan Lisan

Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara

langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Sidang pengadilan

melakukan pemeriksaan secara langsung kepada terdakwa atau orang lain yang

terlibat, dengan mengadakan pembicaraan lisan, berupa tanya jawab dengan

majelis hakim. Pemeriksaan perkara pidana antara para pihak yang terlibat

dalam persidangan harus dilakukan dengan berbicara satu sama lain secara

lisan agar dapat diperoleh keterangan yang benar dan yang bersangkutan tanpa

tekanan dari pihak manapun.

Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan diatur dalam Pasal

154 KUHAP yang menyatakan sebagai berikut :

(1) Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil

masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan

bebas;

(2) Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak

hadir pada sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang

meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah;

(3) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah, hakim ketua

sidang menunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa

dipanggil lagi untuk hadir pada sidang berikutnya;

(4) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah, pemeriksaan

tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang

memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi;

(5) Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak

semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap

terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan;

(6) Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir

tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua

kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya;

(7) Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (6) dan

menyampaikannya kepada hakim ketua sidang.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

20

Mengenai asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan, M. Yahya

Harahap29

berpendapat :

Pasal 153 ayat (2) huruf a KUHAP menegaskan ketua sidang dalam

memimpin sidang pengadilan, dilakukan secara langsung dan lisan.

Tidak boleh pemeriksaan dengan perantaraan tulisan baik terhadap

terdakwa maupun saksi-saksi. Kecuali bagi mereka yang bisu atau tuli,

pertanyaan dan jawaban dapat dilakukan secara tertulis. Prinsip

pemeriksaan dalam persidangan dilakukan secara langsung berhadap-

hadapan dalam ruang sidang. Semua pertanyaan diajukan dengan lisan

dan jawaban atau keteranganpun disampaikan dengan lisan, tiada lain

untuk memenuhi tujuan agar persidangan benar-benar menemukan

kebenaran yang hakiki. Sebab dari pemeriksaan secara langsung dan

lisan, tidak hanya keterangan terdakwa atau saksi saja yang dapat

didengar dan diteliti, tetapi sikap dan cara mereka memberikan

keterangan dapat menentukan isi dan nilai keterangan.

Pengecualian dari asas langsung adalah kemungkinan putusan

dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa (in absentia), yaitu dalam acara

pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Hal ini ditegaskan dalam

Pasal 213 KUHAP, yang berbunyi:

“Terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk mewakili

disidang”.

B. Pembuktian

1. Pengertian Pembuktian

Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara di sidang

pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan

dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan

kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan

ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan.30

29

Yahya Harahap, Op. Cit, hlm.113. 30

Ibid.hlm. 273.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

21

Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting

dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Melalui pembuktian inilah

ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat bukti yang

ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang

didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman.

Sebaliknya, apabila kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti

yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan

bersalah.

Arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara pidana menurut Yahya

Harahap,31

antara lain:

a. Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan

mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum, terdakwa, atau

penasihat hukum, semua terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat

bukti yang ditentukan undang-undang. Tidak boleh leluasa bertindak

dengan caranya sendiri dalam menilai pembuktian. Dalam

mempergunakan alat bukti, tidak boleh bertentangan dengan undang-

undang. Terdakwa tidak bisa leluasa mempertahankan sesuatu yang

dianggapnya benar diluar ketentuan yang telah digariskan undang-undang.

Terutama bagi majelis hakim, harus benar-benar sadar dan cermat menilai

dan mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang ditemukan selama

pemeriksaan persidangan. Jika majelis hakim hendak meletakkan

kebenaran yang ditemukan dalam putusan yang akan dijatuhkan,

kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti, dengan cara dan dengan

kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang ditemukan.

Kalau tidak demikian, bisa saja orang yang jahat lepas, dan orang yang

tidak bersalah mendapat ganjaran hukuman.

b. Sehubungan dengan pengertian diatas, majelis hakim dalam mencari dan

meletakkan kebenaran yang akan dijatuhkan dalam putusan, harus

berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan undang-undang secara

“limitatif”, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP.

2. Macam-Macam Teori Sistem Pembuktian

Sistem pembuktian bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara

meletakkan hasil pembuktian terhadap perkara yang sedang diperiksa. Hasil

31

Ibid, hlm.274.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

22

dan kekuatan pembuktian yang bagaimana yang dapat dianggap cukup

memadai membuktikan kesalahan terdakwa.32

Macam-macam teori sistem pembuktian adalah sebagai berikut:

1. Conviction-in Time

Sistem pembuktian conviction-in time, menentukan salah tidaknya

seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian “keyakinan” hakim.

Keyakinan hakim yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa. Dari

mana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi

masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim

dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan. Bisa juga

hasil pemeriksaan alat-alat bukti itu diabaikan hakim, dan langsung menarik

keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa.33

Sistem pembuktian conviction-in time, sudah barang tentu

mengandung kelemahan. Hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada

seorang terdakwa semata-mata atas “dasar keyakinan” belaka tanpa didukung

oleh alat bukti yang cukup. Sebaliknya hakim leluasa membebaskan terdakwa

dari tindak pidana yang dilakukan walaupun kesalahan terdakwa telah cukup

terbukti dengan alat-alat bukti yang lengkap, selama hakim tidak yakin atas

kesalahan terdakwa. Jadi, dalam sistem pembuktian conviction-in time,

32

Ibid, hlm.276. 33

Yahya Harahap, 2002..Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali Edisi Kedua. Jakarta:

Sinar Grafika, hlm. 277.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

23

sekalipun kesalahan terdakwa sudah cukup terbukti, pembuktian yang cukup

itu dapat dikesampingkan oleh keyakinan hakim.34

Sebaliknya walaupun kesalahan terdakwa “tidak terbukti” berdasar

alat-alat bukti yang sah, terdakwa bisa dinyatakan bersalah, semata-mata atas

dasar “keyakinan hakim”. Keyakinan hakim yang “dominan” atau yang

paling menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Keyakinan tanpa alat bukti

yang sah, sudah cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Keyakinan

hakimlah yang menentukan wujud kebenaran sejati dalam sistem pembuktian

ini.35

Sistem ini memberi kebebasan kepada hakim terlalu besar, sehingga

sulit diawasi.36

2. Conviction-Raisonee

Sistem ini pun dapat dikatakan, “keyakinan hakim” tetap memegang

peranan penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa. Akan tetapi,

dalam sistem pembuktian ini, faktor keyakinan hakim “dibatasi”. Jika dalam

sistem pembuktian conviction-in time peran “keyakinan hakim” leluasa tanpa

batas maka pada sistem conviction-raisonee, keyakinan hakim harus didukung

dengan “alasan-alasan yang jelas”.37

Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan apa yang

mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa. Tegasnya, keyakinan hakim

dalam sistem conviction-raisonee, harus dilandasi reasoning atau alasan-

alasan, dan reasoning itu harus “reasonable”, yakni berdasar alasan yang dapat

34

Ibid. 35

Ibid. 36

Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1985, hlm. 231. 37

Yahya Harahap, Loc. Cit.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

24

diterima. Keyakinan hakim harus mempunyai dasar-dasar alasan yang logis

dan benar-benar dapat diterima akal. Tidak semata-mata atas dasar keyakinan

yang tertutup tanpa uraian alasan yang masuk akal.38

Sistem atau teori

pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk

menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrije bewijstheorie).39

3. Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif (Positief Wettelijke

Stelsel)

Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti

yang ditentukan undang-undang, yakni untuk membuktikan salah atau tidaknya

terdakwa semata-mata “digantungkan kepada alat-alat bukti yang sah”.

Terpenuhinya syarat-syarat dan ketentuan pembuktian menurut undang-

undang, sudah cukup menentukan kesalahan terdakwa tanpa mempersoalkan

keyakinan hakim, yakni apakah hakim yakin atau tidak tentang kesalahan

terdakwa, bukan menjadi masalah.40

Pemeriksaan perkara oleh hakim semata-mata berdiri tegak pada nilai

pembuktian objektif tanpa mencampuradukkan hasil pembuktian yang

diperoleh di persidangan dengan unsur subjektif keyakinannya. Sekali hakim

majelis menemukan hasil pembuktian yang objektif sesuai dengan cara dan

alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang, tidak perlu lagi menanya dan

menguji hasil pembuktian tersebut dengan keyakinan hati nuraninya.41

38

Ibid., hlm. 278. 39

Andi Hamzah, Loc. Cit. 40

Yahya Harahap, Loc. Cit. 41

Ibid.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

25

Sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif, lebih dekat

kepada prinsip “penghukuman berdasar hukum”. Artinya penjatuhan hukuman

terhadap seseorang, semata-mata tidak diletakkan di bawah kewenangan

hakim, tetapi di atas kewenangan undang-undang yang berlandaskan asas:

seorang terdakwa baru dapat dihukum dan dipidana jika apa yang didakwakan

kepadanya benar-benar terbukti berdasar cara dan alat-alat bukti yang sah

menurut undang-undang.42

Sistem ini, disebut juga teori pembuktian formal

(formele bewijstheorie).43

4. Pembuktian menurut undang-undang secara negative (negative wettelijk

stelsel).

Pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan teori

antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem

pembuktian menurut keyakinan hakim (Conviction – in time). Dalam sistem

ini, terdakwa baru dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang

didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan alat-alat bukti yang

ditentukan oleh undang-undang, serta dibarengi dengan keyakinan hakim.44

Bertitik tolak dari uraian diatas, untuk menyatakan salah atau tidak

seorang terdakwa menurut sistem pembuktian undang-undang secara negatif,

terdapat dua komponen:

1. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang

sah dan menurut undang-undang,

42

Ibid. 43

Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 229 44

Ibid, hlm. 278 - 279

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

26

2. Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan dengan alat-alat

bukti yang sah menurut undang-undang.

3. Sistem Pembuktian yang dianut KUHAP

KUHAP tidak menentukan secara jelas mengenai sistem pembuktian

yang dianut oleh KUHAP, akan tetapi dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 183

KUHAP yang menyatakan bahwa:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya”

Berdasarkan Pasal 183 KUHAP tersebut, untuk menentukan salah atau

tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa

harus:

1. Kesalahan terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah,

2. Dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah,

hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Bertitik tolak dari Pasal 183 KUHAP diatas, sistem pembuktian yang

dianut didalam KUHAP adalah Pembuktian menurut undang-undang secara

negative (negative wettelijk stelsel). Sistem ini, terdakwa baru dapat dinyatakan

bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan

dengan cara dan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang, serta

dibarengi dengan keyakinan hakim.45

45

Ibid, hlm.278

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

27

Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan

teori antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan

sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction-in time.46

Berdasarkan

Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif, salah tidaknya

seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada

cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Sistem ini memadukan unsur “objektif” dan “subjektif” dalam

menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Tidak ada yang paling dominan

diantara kedua unsur tersebut, misalnya, ditinjau dari segi cara dan dengan alat-

alat bukti yang sah menurut undang-undang, kesalahan terdakwa cukup

terbukti, tetapi sekalipun sudah cukup terbukti, hakim “tidak yakin” akan

kesalahan terdakwa, dalam hal seperti ini terdakwa tidak dapat dinyatakan

bersalah.47

Sebaliknya, hakim benar-benar yakin terdakwa sungguh-sungguh

bersalah melakukan kejahatan yang didakwakan, akan tetapi keyakinan tersebut

tidak didukung dengan pembuktian yang cukup menurut cara dan dengan alat-

alat bukti yang sah menurut undang-undang. Dalam hal seperti inipun terdakwa

tidak dapat dinyatakan bersalah. Oleh karena itu, diantara kedua komponen

tersebut harus “saling mendukung”.48

Mengenai sistem pembuktian berdasar undang-undang secara negatif,

Wirjono Projodikoro,49

berpendapat :

Sistem pembuktian berdasar undang-undang secara negatif (negatief

wettelijk) sebaiknya dipertahankan berdasarkan dua alasan, pertama

46

Ibid. 47

Ibid., hlm. 279. 48

Ibid. 49

Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 235

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

28

memang sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang

kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana,

janganlah hakim terpaksa memidana orang sedangkan hakim tidak

yakin atas kesalahan terdakwa. Kedua ialah berfaedah jika ada aturan

yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada

patokan-patokan tertentu yang harus diturut oleh hakim dalam

melakukan peradilan.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka undang-undang juga menentukan

macam alat bukti secara limitatif sebagaimana yang tercantum pada Pasal 184

ayat (1) KUHAP, yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,

keterangan terdakwa.

C. Putusan dalam Tindak Pidana

1. Pengertian Putusan

Muara dari seluruh proses persidangan perkara pidana adalah

pengambilan keputusan hakim atau sering disebut juga dengan istilah “Putusan

Pengadilan” atau “Putusan Akhir” atau lebih sering disebut dengan istilah

“Putusan” saja.50

Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah

dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk

tertulis maupun lisan.51

Berdasarkan ketentuan Pasal 182 ayat (1) KUHAP, apabila

pemeriksaan sidang dinyatakan selesai, tahap proses selanjutnya adalah

penuntutan, pembelaan, dan jawaban atas pembelaan. Ketika proses ini telah

selesai, maka hakim ketua menyatakan “pemeriksaan dinyatakan ditutup”.

50

Al. Wisnubroto, 2002, Praktek Peradilan Pidana: Proses Penganganan Perkara

Pidana, Jakarta: galaxy puspa mega, hlm.119. 51

Leden Marpaung.,2010, Proses penanganan perkara pidana (Di Kejaksaan dan

pengadilan negeri, upaya hukum dan eksepsi). Jakarta: Sinar grafika. hlm.129.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

29

Apabila pemeriksaan dinyatakan ditutup, hakim mengadakan

musyawarah terakhir untuk menjatuhkan putusan. Bentuk putusan yang akan

dijatuhkan tergantung dari hasil musyawarah berdasarkan surat dakwaan

dengan segala sesuatu yang terbukti dalam persidangan di sidang pengadilan.

Pasal 1 angka 11 KUHAP menyatakan bahwa:

“Putusan pengadilan adalah pernyatan hakim yang diucapkan dalam

sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas

atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini”.

Proses atau acara pengambilan putusan diawali setelah hakim ketua

sidang menyatakan pemeriksaan ditutup, dan selanjutnya hakim akan

mengadakan musyawarah. Berdasarkan ketentuan Pasal 182 KUHAP untuk

menentukan putusan, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan mulai dari

hakim yang paling muda sampai hakim yang lebih tua, sedangkan yang

terakhir hakim ketua akan menyatakan pendapatnya.

Hasil musyawarah majelis hakim merupakan permukatan bulat, namun

jika telah benar-benar diupayakan tetapi tetap tidak dapat mencapai suatu

permukatan bulat maka akan ditempuh dua cara, yaitu:

1. Putusan diambil dengan suara terbanyak (voting);

2. Putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan

bagi terdakwa.

Proses penyusunan materi muatan putusan perlu mencermati ketentuan

Pasal 182 ayat (4) KUHAP yang pada pokoknya menyatakan bahwa

musyawarah majelis hakim dalam menyusun putusan harus didasarkan atas

surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

30

Proses pengambilan putusan tersebut dicatat dalam buku himpunan putusan

yang disediakan khusus untuk itu yang sifatnya rahasia. Putusan Pengadilan

Negeri dapat dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau pada hari yang lain, yang

sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut umum dan terdakwa atau

penasihat hukum terdakwa. Berdasarkan ketentuan Pasal 195 KUHAP, semua

putusan sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang

terbuka untuk umum.

2. Macam-macam Putusan dalam KUHAP

Pasal 1 angka 11 KUHAP menyatakan bahwa:

“Putusan pengadilan adalah pernyatan hakim yang diucapkan dalam

sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas

atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini”.

Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 angka 11 KUHAP diatas, Putusan

Pengadilan Negeri yang dijatuhkan terhadap suatu perkara pidana berdasarkan

KUHAP, bisa berbentuk sebagai berikut:

1. Putusan pemidanaan

Putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP.

Pemidanaan berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman

yang ditentukan dalam pasal pidana yang didakwakan kepada terdakwa.52

Pasal 193 ayat (1) KUHAP:

Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melaksanakan

tindak pidana yang didakwakan kepadanya maka pengadilan

menjatuhkan pidana.

52

Yahya Harahap, Op.cit, hlm. 354.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

31

Berdasarkan Pasal 193 ayat (1) KUHAP, penjatuhan putusan

pemidanaan terhadap terdakwa didasarkan pada penilaian pengadilan. Jika

pengadilan berpendapat dan menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan

perbuatan yang didakwakan kepadanya, pengadilan menjatuhkan hukuman

pidana terhadap terdakwa. Atau dengan kata lain bahwa apabila menurut

pendapat dan penilaian pengadilan terdakwa telah terbukti secara sah dan

meyakinkan melakukan kesalahan tindak pidana yang didakwakan kepadanya

sesuai dengan sistem pembuktian dan asas batas minimum pembuktian yang

telah ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP.

Yahya Harahap,53

berpendapat:

“Putusan yang menjatuhkan hukuman pemidanaan kepada seorang

terdakwa tiada lain daripada putusan yang berisi perintah untuk

menghukum terdakwa sesuai dengan ancaman pidana yang disebut

dalam pasal pidana yang didakwakan.”

Hakim dalam menjatuhkan berat ringannya hukuman pidana yang

dijatuhkan kepada terdakwa adalah bebas, artinya memberikan kebebasan

kepada hakim untuk menjatuhkan pidana antara hukuman minimum dan

maksimum sesuai dengan pasal pidana yang didakwakan. Namun, titik tolak

hakim dalam menjatuhkan pidana harus didasarkan kepada ancaman pidana

yang disebutkan dalam pasal pidana yang didakwakan dan seberapa besar

kesalahan terdakwa dalam perbuatan tindak pidana yang dilakukannya.

Hakim dalam hal menjatuhkan putusan pemidanaan, dapat menentukan

salah satu dari macam-macam hukuman yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP

yaitu salah satu dari hukuman pokok.

53

Ibid.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

32

Pasal 10 KUHP:

Pidana terdiri atas:

a. Pidana pokok

1. Pidana mati;

2. Pidana penjara;

3. Pidana kurungan;

4. Pidana denda;

5. Pidana tutupan.

b. Pidana tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu;

2. Perampasan barang-barang tertentu;

3. Pengumuman putusan hakim.

Hakim dalam menjatuhkan putusan juga harus melihat status terdakwa.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 193 ayat (2) KUHAP yang menyatakan

bahwa:

a. Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan,

dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila

dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan cukup untuk itu.

b. Dalam hak terdakwa ditahan, dapat menetapkan terdakwa tetap

dalam tahanan atau membebaskannya, apabila terdapat alasan cukup

untuk itu.

Berdasarkan ketentuan Pasal 193 ayat (2) KUHAP sebagaimana

tersebut diatas, ada dua (2) kemungkinan status penahanan terdakwa, yaitu:

1. Jika status terdakwa tidak ditahan, maka status penahanan terdakwa

berubah menjadi “ditahan”;

2. Jika status terdakwa ditahan, maka status terdakwa tetap dalam

tahanan atau membebaskannya berdasarkan alasan yang cukup.

2. Putusan yang membebaskan terdakwa

Putusan pembebasan atau sering disebut dengan putusan bebas diatur

dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa:

“ Jika Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,

kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa

tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus

bebas.”

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

33

Penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP menjelaskan bahwa yang

dimaksud dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara

sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas

dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum

acara pidana. Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup

membuktikan kesalahan seorang terdakwa, harus dibuktikan dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah.

Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi

dan terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Berkaitan dengan Pasal 183 KUHAP diatas, pembentuk undang-undang

menentukan macam-macam alat bukti yang sah sebagaimana tercantum pada

Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu: Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat,

Petunjuk, Keterangan terdakwa.

3. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum.

Putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau disebut juga onslag van

recht vervolging,54

diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP yang menyatakan

bahwa:

“Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan

kepada terdakwa terbukti tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu

tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan

hukum”.

Yahya Harahap,55

berpendapat bahwa:

54

Ibid.hlm. 352.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

34

“Putusan lepas dari segala tuntutan, terdakwa bukan dibebaskan dari

ancaman pidana tetapi “dilepaskan dari penuntutan”.

Disisi lain menurut Yahya Harahap,56

Putusan lepas dari segala tuntutan

hukum dapat ditijau dari beberapa segi yaitu:

1. Ditinjau dari segi pembuktian, apa yang didakwakan kepada terdakwa

cukup terbukti secara sah baik dinilai dari segi pembuktian menurut undang-

undang maupun dari segi batas minimum pembuktian yang diatur dalam

Pasal 183 KUHAP, tetapi perbuatan yang terbukti tersebut “tidak

merupakan tindak pidana”. Jadi perbuatan yang didakwakan dan yang

terbukti atau terungkap dalam persidangan, tidak termasuk dalam ruang

lingkup hukum pidana tetapi mungkin termasuk dalam ruang lingkup

hukum perdata, hukum asuransi, hukum dagang, atau mungkin hukum adat.

2. Ditinjau dari segi penuntutan, pada hakekatnya apa yang didakwakan bukan

merupakan perbuatan tindak pidana. Mungkin hanya berupa quasi tindak

pidana, seolah-olah penyidik dan penuntut umum melihatnya sebagai

perbuatan tindak pidana.

Terdakwa yang diputus lepas dari segala tuntutan hukum harus segera

dibebaskan dari tahanan, sesuai Pasal 191 ayat (3) KUHAP yang menyatakan

bahwa:

“Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),

terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk

dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah,

terdakwa perlu ditahan”.

Terdakwa yang diputus lepas dari segala tuntutan hukum harus segera

dibebaskan dari tahanan, kecuali ada alasan lain. Perintah untuk membebaskan

terdakwa dari tahanan segera dilaksanakan oleh jaksa setelah putusan

diucapkan dan laporan tertulis mengenai perintah tersebut dilampiri surat

55

Ibid. 56

Ibid.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

35

penglepasan yang diserahkan kepada Ketua Pengadilan selambat-lambatnya

dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam.57

D. Putusan Bebas

1. Pengertian Putusan Bebas

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumya, Putusan bebas atau disebut

juga vrijspraak,58

diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang menyatakan

bahwa:

“ Jika Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,

kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa

tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus

bebas.”

Yahya Harahap,59

berpendapat bahwa:

“Putusan bebas, berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan

bebas dari tuntutan hukum (vrij spraak)”.

Vrijspraak adalah salah satu dari beberapa putusan hakim yang berisi

pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, manakala perbuatan terdakwa

dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.60

Jadi putusan hakim yang

mengandung suatu pembebasan terdakwa karena peristiwa-peristiwa yang

disebutkan dalam surat dakwaan, setelah diadakan perubahan atau penambahan

selama persidangan, bila ada sebagian atau seluruh dinyatakan oleh hakim

yang memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan dianggap tidak

terbukti.61

57

Ibid. hlm. 353-354. 58

Ibid. hlm. 347. 59

Ibid. 60

Djoko Prakoso, 1986., Kedudukan Justisiabel dalam KUHAP, Jakarta: Ghalia

Indonesia, hlm .270. 61

Ibid.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

36

Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP dijelaskan

bahwa yang dimaksud dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut

penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti

menurut ketentuan hukum acara pidana. Berdasarkan ketentuan Pasal 183

KUHAP, agar cukup membuktikan kesalahan seorang terdakwa, harus

dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.

2. Syarat dijatuhkannya Putusan Bebas

Putusan Bebas ditinjau dari asas pembuktian Pasal 183 KUHAP yang

menyatakan bahwa:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi

dan terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP , terkandung dua asas

mengenai pembuktian, yaitu :

1) Asas minimum pembuktian, yaitu asas bahwa untuk membuktikan kesalahan

terdakwa harus dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah;

2) Asas pembuktian menurut undang-undang secara negatif yang mengajarkan

suatu prinsip hukum pembuktian bahwa disamping kesalahan terdakwa cukup

terbukti, harus pula diikuti keyakinan hakim akan kebenaran kesalahan

terdakwa.

Ditinjau dari asas pembuktian Pasal 183 KUHAP, pembentuk undang-

undang telah menentukan macam alat bukti secara limitatif sebagaimana

tercantum pada Pasal 184 KUHAP, yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli,

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

37

surat, petunjuk dan keterangan Terdakwa. Jadi agar dapat menjadi alat bukti

yang sempurna, yang dapat menjatuhkan suatu hukuman, harus ada kesesuaian

antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain, sehingga mampu

menciptakan keyakinan hakim terhadap kesalahan terdakwa atas tindak pidana

yang didakwakan kepadanya.

Penjatuhan Putusan bebas selain diatur dalam Pasal 191 KUHAP, juga

dapat diperluas dengan syarat-syarat Putusan pembebasan atau pelepasan dari

segala tuntutan hukum yang diatur dalam KUHP. Didalam KUHP, Buku

Kesatu Bab III terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang hal-hal yang

menghapuskan pemidanaan terhadap seorang terdakwa. Jika pada diri seorang

terdakwa terdapat hal-hal atau keadaan yang ditentukan dalam pasal-pasal

KUHP yang bersaangkutan, hal-hal atau keadaan itu merupakan alasan yang

membebaskan terdakwa dari pemidanaan,62

antara lain: Pasal 44 KUHP, Pasal

45 KUHP, Pasal 48 KUHP, Pasal 49 KUHP dan Pasal 50 KUHP.

3. Akibat Hukum Dijatuhkannya Putusan bebas

Terdakwa yang diputus bebas harus segera dibebaskan dari tahanan,

sesuai Pasal 191 ayat (3) yang menyatakan bahwa:

“Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),

terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk

dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah,

terdakwa perlu ditahan”.

Terdakwa yang diputus bebas harus segera dibebaskan dari tahanan,

kecuali ada alasan lain. Perintah untuk membebaskan terdakwa dari tahanan

segera dilaksanakan oleh jaksa setelah putusan diucapkan dan laporan tertulis

62

Yahya Harahap, Op.cit, hlm .348-349.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

38

mengenai perintah tersebut dilampiri surat penglepasan yang diserahkan

kepada Ketua Pengadilan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh

empat jam.63

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 tahun 2001

tentang Pembuatan Ringkasan Putusan Terhadap Perkara Pidana yang

Terdakwanya Diputus Bebas atau Dilepas Dari Segala Tuntutan, menyatakan

bahwa:

“Terhadap perkara pidana yang terdakwanya ditahan dan diputus

dengan amar putusan yang menyatakan terdakwa dibebaskan dari

segara dakwaan (vrijspraak) atau dilepas dari segala tuntutan (ontslag

van alle rechtsvervolging) dengan perintah agar terdakwa segera

dikeluarkan dari tahanan pada saat putusan diucapkan di depan sidang

terbuka untuk umum harus sudah ada setidak-tidaknya ringkasan

putusan (extract vonis) atau setidak-tidaknya segera setelah putusan

tersebut diucapkan agar segera dibuat ringkasan putusan (extract vonis)

guna dapat segera dieksekusi oleh Jaksa dalam kedudukannya selaku

eksekutor dari putusan Hakim”.

Putusan hakim yang menjatuhkan putusan bebas tidak dapat diajukan

upaya hukum biasa, dalam hal ini yaitu upaya hukum banding dan kasasi. Hal

ini sesuai dengan Pasal 67 KUHAP dan Pasal 244 KUHAP.

Pasal 67 KUHAP:

“Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk minta banding terhadap

putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas,

lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang

tepatnya penerapan hukim dan putusan pengadilan dalam acara cepat”

Pasal 244 KUHAP:

“Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir

oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau

penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi

kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”.

63

Ibid, hlm. 351.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

39

Berdasarkan ketentuan kedua pasal yang tersebut diatas, dapat diketahui

bahwa untuk putusan bebas tidak dapat dimintakan upaya hukum banding

maupun kasasi sebagai upaya hukum biasa.

Djoko prakoso, 64

berpendapat:

Mengenai Putusan bebas/vrijspraak tidak dapat diajukan permohonan

kasasi, hal ini diatur secara tegas dalam undang-undang (Pasal 244

KUHAP), tetapi pasal ini dapat diterobos dengan Keputusan Menteri

Kehakiman RI: M. 14-P.W. 07. 03 Tahun 1983 tentang Pedoman

Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang terdapat

dalam Pasal 19 yang menyatakan:”Terhadap Putusan bebas tidak dapat

dimintakan banding tetapi demi situasi dan kondisi, demi hukum,

keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan

kasasi.”

Pendapat diatas sesusai dengan ketentuan Pasal 259 ayat (1) KUHAP

yang menyatakan bahwa:

“Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada

Mahkamah agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh

Jaksa agung”

Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenang dari

Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan-putusan dari pengadilan-

pengadilan terdahulu, dan ini merupakan peradilan terakhir. Tujuan dari kasasi

ialah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan

membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang – undang atau keliru

dalam menerapkan hukum.

Yahya Harahap berpendapat,65

ada beberapa tujuan utama upaya hukum

kasasi yaitu:

64

Djoko Prakoso, Op.cit, hlm.288. 65

Yahya Harahap, op. cit. hlm. 539-542.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

40

1. Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan. Salah satu

tujuan kasasi adalah memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan

hukum, agar hukum benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya serta

apakah cara mengadili perkara benar-benar dilakukan menurut

ketentuan undang-undang,

2. Menciptakan dan membentuk hukum baru. Selain tindakan koreksi yang

dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam peradilan kasasi, adakalanya

tindakan koreksi itu sekaligus menciptakan hukum baru dalam bentuk

yurisprudensi,

3. Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum. tujuan lain dari

pemeriksaan kasasi, adalah mewujudkan kesadaran “keseragaman”

penerapan hukum atau unified legal frame work dan unified legal

opinion. Dengan adanya putusan kasasi yang menciptakan

yurisprudensi, akan mengarahkan keseragaman pandangan dan titik

tolak penerapan hukum, serta dengan adanya upaya hukum kasasi,

dapat terhindari kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan oleh para

hakim yang tergoda dalam memanfaatkan kebebasan kedudukan yang

dimilikinya.

Kasasi demi kepentingan hukum adalah upaya hukum luar biasa.66

Hal

ini dikarenakan kasasi demi kepentingan hukum diajukan terhadap putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan hanya terbatas

pada putusan Pengadilan Negeri dan atau putusan Pengadilan tinggi.

Yahya Harahap, 67

berpendapat bahwa :

Pada hakikatnya kasasi demi kepentingan hukum tidak berbeda

tujuannya dengan permohonan kasasi biasa, sama-sama bertujuan untuk

memperbaiki kesalahan penerapan hukum, keteledoran cara

melaksanakan peradilan menurut ketentuan undang-undang, serta

mencegah terjadinya tindakan pengadilan yang melampaui batas

wewenangnya. Bertitik tolak dari tujuan koreksi ini, alasan kasasi demi

kepentingan hukum pun sama dan sejajar dengan kasasi biasa seperti

yang telah dirinci dalam Pasal 253 ayat (1). Akan tetapi, kalau bertitik

tolak dari perkataan demi kepentingan hukum, berarti tidak hanya

terbatas kepada kesalahan yang disebut Pasal 253 ayat (1). Bahkan

meliputi segala segi yang menyangkut kepentingan hukum. Baik yang

menyangkut pemidanaan, barang bukti, biaya perkara, penilaian

pembuktian, dan sebagainya.

66

Ibid, hlm.608. 67

Ibid, hlm.612-613.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

41

Pejabat yang berwenang mengajukan kasasi demi kepentingan hukum

diatur dalam Pasal 259 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa:

“Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada

Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh

Jaksa Agung”

Berdasarkan ketentuan Pasal 259 ayat (2) KUHAP, putusan kasasi demi

kepentingan hukum tidak boleh merugikan terdakwa. Selain itu, kasasi demi

kepentingan hukum hanya dapat diajukan satu kali saja.

Permohonan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh diajukan

secara lisan. Dengan kata lain, permohonan kasasi demi kepentingan hukum

diajukan secara tertulis dan disertai risalah yang memuat alasan kasasi. Risalah

itu merupakan syarat mutlak yang bersifat “memaksa”. Hal ini dikarenakan

tanpa risalah, permohonan dianggap tidak memenuhi syarat formal.

Konsekuensinya, permohonan dinyatakan “tidak dapat diterima”. Jadi, agar

permohonan memenuhi syarat formal, Jaksa Agung wajib mengajukan risalah

atau memori.68

Salinan risalah disampaikan panitera kepada pihak yang

berkepentingan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 260 ayat (2) KUHAP yang

menyatakan bahwa panitera Pengadilan Negeri segera menyampaikan risalah

kepada pihak yang berkepentingan. Penyampaian salinan risalah mengandung

maksud agar memberikan hak kepada pihak yang menerima salinan risalah

tersebut untuk menyusun dan mengajukan kontra risalah.

68

Ibid, hlm.612.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

42

Putusan dan pemberitahuan putusan kasasi demi kepentingan hukum

mempunyai persamaan bentuk dan cara penyampaiannya dengan putusan

kasasi biasa. Namun ada sedikit perbedaan antara keduanya, yaitu untuk

salinan kasasi demi kepentingan hukum oleh Mahkamah Agung disampaikan

kepada Jaksa Agung dan kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan,

sedangkan untuk kasasi biasa, salinan putusan kasasi hanya diberikan kepada

pengadilan negeri yang bersangkutan.

E. Tindak Pidana Korupsi

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan

merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menyatakan

kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan

keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah,

penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi

dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di

bawah kekuasaan jabatannya.69

Tindak Pidana Korupsi dapat diartikan sebagai perbuatan memperkaya

diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak

langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara atau patut

disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara. Ketentuan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo.

Undang Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

69

Evi Hartanti, 2007,Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua, Jakarta:Sinar Grafika, hlm. 9

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

43

Korupsi tidak ditemukan pengertian tentang korupsi, akan tetapi, dengan

memperhatikan kategori tindak pidana korupsi sebagai delik formil, maka

Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 mengatur secara tegas

mengenai unsur-unsur pidana dari tindak pidana korupsi dimaksud.

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi adalah:

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi:

“setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana

dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat

4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling

sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi :

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,

kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)

tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

44

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dan

ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

1. Setiap orang;

2. Secara melawan hukum;

3. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukan;

4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Unsur setiap orang berarti orang perseorangan atau koorporasi. Adapun

yang dimaksud dengan koorporasi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantassan Tindak Pidana Korupsi adalah kumpulan orang

dan atau kekayaan yang terorganisir, baik berupa badan hukum maupun

tidak.70

Unsur secara melawan hukum mencakup perbuatan melawan hukum

dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan

tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila

perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan

70

Darwan Prinst, 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, Hlm. 16.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

45

atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan

tersebut dapat dipidana.71

Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menegaskan bahwa tindak pidana

korupsi dirumuskan secara tegas sebagai tindak pidana formil. Hal ini sangat

terkait untuk pembuktian. Rumusan secara formil yang dianut undang-undang

ini, meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada negara, pelaku tindak

pidana korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan tetap dipidana.72

Unsur Keuangan Negara yang dimaksud dalam tindak pidana korupsi

dapat dijelaskan dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana yang dimaksud

keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang

dipidahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian

kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:

a. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat

lembaga negara baik di tingkat pusat maupun daerah;

b. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan

Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum

dan Perusahan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian

negara.

Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun

sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha

71

Surachmin dan Suhandi Cahaya, 2011. Strategi dan Teknik Korupsi Mengetahui

untuk Mencegah, Jakarta: Sinar Grafika, Hlm. 15 72

Ibid.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

46

masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah, baik di

tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran dan

kesejahteraan seluruh kehidupan masyarakat.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

47

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif dengan

pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan kasus (Case

Approach). Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) digunakan

karena yang akan diteliti adalah aturan hukum yaitu Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pendekatan kasus

(Case Approach) digunakan karena yang akan diteliti adalah kasus yang telah

diputus oleh hakim Pengadilan Negeri Purwokerto.73

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi dalam penelitian ini adalah preskriptif analitis. Sebagai ilmu

yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai

keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma

hukum. 74

Analitis karena kemudian akan dilakukan analisis terhadap berbagai

aspek yang diteliti dengan asas hukum, kaidah hukum dan berbagai pengertian

hukum yang berkaitan dengan penelitian ini..

73

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu

media Publishing, 2011, hml. 295 – 321. 74

Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Media

Group,hlm.22.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

48

C. Sumber Data

Peneliti dalam penelitian ini, akan menggunakan data sekunder untuk

membangun penelitian dan untuk mendapatkan hasil yang objektif dari penelitian.

Dari data sekunder tersebut akan dibagi dan diuraikan menjadi:

a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan

perundang-undangan yang diurutkan berdasarkan hierarki peraturan

perundang-undangan. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang

digunakan yaitu:

1. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi,

2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas

Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi,

3. Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP).

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-

buku teks yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-

jurnal hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang

berkaitan dengan topik penelitian.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk

atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder.75

75

Johnny Ibrahim, op.cit, hlm.295 – 296.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

49

D. Metode Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data sekunder dari studi pustaka dan

studi dokumen. Studi pustaka ini akan menggali berbagai kemungkinan jawaban

permasalahan dalam penelitian ini. Studi dokumen suatu cara pengumpulan bahan

dengan menelaah terhadap dokumen-dokumen pemerintah maupun non

pemerintah berupa Surat Keputusan, Mass Media, Internet, Instruksi, Aturan suatu

instansi, Publikasi, Arsip-arsip Ilmiah, putusan Pengadilan dan sebagainya.76

E. Metode Penyajian Data

Peneliti setelah memperoleh data (berupa bahan hukum primer,

sekunder, tersier) akan dilakukan klasifikasi dan inventarisasi terhadap data

tersebut. Nantinya data yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan logis.

Antara data yang satu dengan yang lain memilki hubungan yang dapat menjawab

permasalahan hukum yang ada pada penelitian ini.77

F. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dalam studi kepustakaan, aturan perundang-

undangan, dan artikel dimaksud penulis uraikan dan hubungkan sedemikian rupa,

sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab

permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa Analisis tehadap bahan hukum

dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan

yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.78

76

Ibid, hlm. 296 77

Ibid. 78

Ibid, hlm. 393

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

50

Data yang ada dianalisis untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim

dalam menjatuhkan Putusan bebas, serta akibat hukum bagi terdakwa yang

dijatuhi putusan bebas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Duduk Perkara

Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas dalam rangka upaya

penanganan bencana kekeringan dan pemberian bantuan bagi masyarakat miskin

membutuhkan bahan makanan dan pakaian, oleh karena itu Pemerintah Daerah

Kabupaten Banyumas melalui surat nomor : 466/404/2007 tanggal 7 Agustus

2007 telah mengajukan permohonan bantuan kepada Dinas Kesejahteraan Sosial

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan permohonan tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten

Banyumas pada hari Selasa 21 agustus 2007 telah menerima bantuan dari Dinas

Kesejahteraan Sosial Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang hanya

diperuntukkan bagi penanganan bencana, berupa 50 dos mie instant,1500 kaleng

sarden, 1200 botol sambal, 1200 kecap, 150 botol masing-masing berisi 2liter

minyak goreng, 600 paket makanan tambahan, 100 potong jarit, 100 sarung, 100

potong selimut, 100 potong daster, 100 potong kaos, yang semuanya diperkirakan

sejumlah RP.52.369.500,00 untuk penanganan bencana yang pengelolaannya oleh

Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (DKSPM) Kabupaten

Banyumas, dimana Terdakwa menjabat sebagai Kepala Seksi Bantuan Bencana

dan Kemiskinan pada kantor Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan

Masyarakat (DKSPM) Kabupaten Banyumas.

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

52

Penyaluran bantuan tersebut telah diatur dengan Sistem dan Prosedur

Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang

dikeluarkan oleh Bupati Banyumas.Pada kenyataannya ketika Terdakwa menjabat

sebagai Kepala Seksi Bantuan Bencana Dan Kemiskinan Kantor DKSPM

Kabupaten Banyumas, pada hari Rabu tanggal 22 Agustus 2007 terdakwa dengan

kehendak sendiri tanpa ada laporan dan permintaan dari Unit Koperasi

Penanggulangan Bencana Dan Penanggulangan Pengungsi (PBP) kecamatan,

bahkan tanpa adanya perintah atau izin dari yang berwenang, terdakwa telah

mengambil dan menyalurkan barang yang seharusnya untuk kepentingan

penanggulangan bencana yang tersimpan dalam gudang barang kantor DKSPM

untuk keperluan lain selain itu, yaitu untuk keperluan dalam rangka penjaringan

simpatisan pemilihan salah satu Calon Bupati Banyumas, oleh karena itu

Terdakwa tidak dapat membuat pertanggungjawaban atas pengeluaran barang

tersebut. Perbuatan yang dilakukan Terdakwa menimbulkan kerugian keuangan

negara lebih kurang RP 52.369.500,00 (lima puluh dua juta tiga ratus enam puluh

sembilan ribu lima ratus rupiah) atau setidak-tidaknya disekitar jumlah tersebut.

2. Dakwaan Penuntut Umum

Penuntut umum dalam persidangan ini mengajukan terdakwa dengan

dakwaan subsidaritas, yaitu sebagai berikut:

a. Dakwaan Primer

Terdakwa M E, S.H. yang menjabat sebagai Kepala Seksi Bantuan dan

Kemiskinan pada Kantor Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan

Masyarakat (DKSPM) Kabupaten Banyumas berdasarkan Surat Keputusan

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

53

Bupati Banyumas Nomor: 821.2/031/2005 tanggal 25 Januari 2005, pada hari

Sabtu tanggal 22 Agustus 2007 atau setidak-tidaknya dalam Bulan Agustus

2007, bertempat di gudang milik Dinas Kesejahteraan Sosial dan

Pemberdayaan Masyarakat (DKSPM) Jl. Margantara Tanjung Purwokerto, atau

setidak-tidaknya di tempat-tempat lain yang masih termasuk daerah hukum

Pengadilan Negeri Purwokerto, secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau koorporasi yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara, perbuatan mana dilakukan

terdakwa dengan cara antara lain sebagai berikut:

- Dalam rangka upaya penanganan bencana kekeringan dan pemberian

bantuan bagi masyarakat miskin pemerintah daerah Kabupaten

Banyumas membutuhkan bahan makanan dan pakaian, oleh karena itu

pemerintah daerah Kabupaten Banyumas melalui surat nomor :

466/404/2007 tanggal 7 Agustus 2007 telah mengajukan permohonan

bantuan kepada dinas Kesejahteraan Sosial Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah;

- Berdasarkan permohonan tersebut, pemerintah Kabupaten Banyumas

pada hari Selasa tanggal 21 Agustus 2007 telah menerima bantuan dari

Dinas Kesejahteraan Sosial Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang

hanya diperuntukan bagi penanganan bencana, berupa 50 dos mie

instant,1500 kaleng sarden, 1200 botol sambal, 1200 kecap, 150 botol

masing-masing berisi 2liter minyak goreng, 600 paket makanan

tambahan, 100 potong jarit, 100 sarung, 100 potong selimut, 100

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

54

potong daster, 100 potong kaos, yang semuanya diperkirakan sejumlah

RP 52.369.500,00 untuk penanganan bencana yang pengelolaannya

oleh Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

(DKSPM) Kabupaten Banyumas, dimana Terdakwa menjabat sebagai

Kepala Seksi Bantuan Bencana dan Kemiskinan pada kantor Dinas

Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (DKSPM)

Kabupaten Banyumas. Adapun penyaluran bantuan tersebut telah diatur

dengan Sistem dan Prosedur Tetap (PROTAP) Penanggulangan

Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan oleh Bupati

Banyumas pada bulan Desember 2004 dalam Bab V Huruf A angka 2a

yang mengatur bahwa bantuan pertama didasarkan atas laporan

terjadinya bencana, baik laporan lisan maupun tertulis berupa

radiogram atau interlokal dari unit operasi penanggulangan bencana

dan penanggulangan pengungsi (PBP) kecamatan, sedangkan

pertanggungjawaban penyaluran bantuan diatur pada Bab V Huruf A

angka 4a. Mengatur bahwa setiap penyaluran bantuan harus diikuti

administrasi pertanggungjawaban pengeluaran, namun kenyataannya

ketika Terdakwa menjabat sebagai Kepala Seksi Bantuan Bencana Dan

Kemiskinan Kantor DKSPM Kabupaten Banyumas pada hari Rabu

tanggal 22 Agustus 2007, dia dengan kehendak sendiri tanpa ada

laporan dan permintaan dari unit koperasi Penanggulangan Bencana

dan penanggulangan pengungsi (PBP) kecamatan, bahkan tanpa adanya

perintah atau izin dari yang berwenang, dia telah mengambil dan

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

55

menyalurkan barang yang seharusnya untuk kepentingan

penanggulangan bencana yang tersimpan dalam gudang barang kantor

DKSPM berupa 50 dos mie, 1500 kaleng sarden, , 1200 botol sambal,

1200 kecap, 150 botol masing-masing berisi 2liter minyak goreng, 600

paket makanan tambahan, 100 potong jarit, 100 sarung, 100 potong

selimut, 100 potong daster, 100 potong kaos, untuk keperluan lain

selain peruntukannya yakni untuk kepentingan memperkaya diri pribadi

atau orang lain melalui Suwardi dan kawan-kawan dalam rangka

penjaringan simpatisan pemilihan salah satu Calon Bupati Banyumas,

oleh karena itu Terdakwa tidak dapat membuat pertanggungjawaban

atas pengeluaran barang tersebut.

Perbuatan yang dilakukan Terdakwa sebagaimana telah diuraikan

tersebut diatas telah menimbulkan kerugian keuangan negara lebih kurang RP

52.369.500,00 (lima puluh dua juta tiga ratus enam puluh sembilan ribu lima

ratus rupiah) atau setidak-tidaknya disekitar jumlah tersebut.

Perbuatan terdakwa tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana

diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang

telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

56

b. Dakwaan Subsidair

Terdakwa M E, S.H. yang menjabat sebagai Kepala Seksi Bantuan dan

Kemiskinan pada Kantor Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan

Masyarakat (DKSPM) Kabupaten Banyumas berdasarkan Surat Keputusan

Bupati Banyumas Nomor: 821.2/031/2005 tanggal 25 Januari 2005, pada hari

Sabtu tanggal 22 Agustus 2007 atau setidak-tidaknya dalam Bulan Agustus

2007, bertempat di gudang milik Dinas Kesejahteraan Sosial dan

Pemberdayaan Masyarakat (DKSPM) Jl. Margantara Tanjung Purwokerto, atau

setidak-tidaknya di tempaet-tempat lain yang masih termasuk daerah hukum

Pengadilan Negeri Purwokerto, secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau koorporasi yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara, perbuatan mana dilakukan

terdakwa dengan cara antara lain sebagai berikut:

Bermula dari adanya Surat Keputusan Bupati Banyumas Nomor:

821.2/031/2005 tanggal 25 Januari 2005, dimana terdaakwa diangkat menjadi

Kepala Seksi Bantuan dan Kemiskinan pada Kantor Dinas Kesejahteraan

Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (DKSPM) yang dalam melaksanakan

tugasnya mempunyai kewenangan sebagaimana diatur oleh Peraturan Bupati

Banyumas Nomor 15 Tahun 2004 Tanggal 21 Desember 2004 tentang Tugas

pokok, fungsi, uraian tugas jabatan dan tatakerja pada Dinas Kesejahteraan

Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Banyumas, pada Pasal 20

mengatur bahwa Kepala Seksi Bantuan Bencana dan Kemiskinan mempunyai

tugas pokok mengelola kegiatan penyaluran bantuan bencana/sosial dan

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

57

penanggulangan kemiskinan guna mewujudkan kesejahteraan sosial yang

merata, tetapi terdakwa selama menjalankan jabatannya selaku Kepala Seksi

Bantuan dan Kemiskinan pada Kantor Dinas Kesejahteraan Sosial dan

Pemberdayaan Masyarakat (DKSPM) yang ada telah melakukan perbuatan

yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yakni:

- Bahwa dalam rangka upaya penanganan bencana kekeringan dan

pemberian bantuan bagi masyarakat miskin pemerintah daerah

Kabupaten Banyumas membutuhkan bahan makanan dan pakaian, oleh

karena itu pemerintah daerah Kabupaten Banyumas melalui surat

nomor : 466/404/2007 tanggal 7 Agustus 2007 telah mengajukan

permohonan bantuan kepada dinas Kesejahteraan Sosial Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah;

- Berdasarkan permohonan tersebut, pemerintah Kabupaten Banyumas

pada hari Selasa tanggal 21 Agustus 2007 telah menerima bantuan dari

dinas kesejahteraan sosial pemerintah provinsi jawa tengah yang hanya

diperuntukan bagi penanganan bencana, berupa 50 dos mie instant,1500

kaleng sarden, 1200 botol sambal, 1200 kecap, 150 botol masing-

masing berisi 2liter minyak goreng, 600 paket makanan tambahan, 100

potong jarit, 100 sarung, 100 potong selimut, 100 potong daster, 100

potong kaos, yang semuanya diperkirakan sejumlah RP 52.369.500,00

untuk penanganan bencana yang pengelolaannya oleh Dinas

Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (DKSPM)

Kabupaten Banyumas, dimana Terdakwa menjabat sebagai Kepala

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

58

Seksi Bantuan Bencana dan Kemiskinan pada kantor Dinas

Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (DKSPM)

Kabupaten Banyumas. Adapun penyaluran bantuan tersebut telah diatur

dengan Sistem dan Prosedur Tetap (PROTAP) Penanggulangan

Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan oleh Bupati

Banyumas pada bulan Desember 2004 dalam Bab V Huruf A angka 2a

yang mengatur bahwa bantuan pertama didasarkan atas laporan

terjadinya bencana, baik laporan lisan maupun tertulis berupa

radiogram atau interlokal dari unit operasi penanggulangan bencana

dan penanggulangan pengungsi (PBP) kecamatan, sedangkan

pertanggungjawaban penyaluran bantuan diatur pada Bab V Huruf A

angka 4a. Mengatur bahwa setiap penyaluran bantuan harus diikuti

administrasi pertanggungjawaban pengeluaran, namun kenyataannya

ketika Terdakwa menjabat sebagai Kepala Seksi Bantuan Bencana Dan

Kemiskinan Kantor DKSPM Kabupaten Banyumas pada hari Rabu

tanggal 22 Agustus 2007, dia dengan kehendak sendiri tanpa ada

laporan dan permintaan dari unit koperasi Penanggulangan Bencana

dan penanggulangan pengungsi (PBP) kecamatan, bahkan tanpa adanya

perintah atau izin dari yang berwenang, dia telah mengambil dan

menyalurkan barang yang seharusnya untuk kepentingan

penanggulangan bencana yang tersimpan dalam gudang barang kantor

DKSPM berupa 50 dos mie, 1500 kaleng sarden, , 1200 botol sambal,

1200 kecap, 150 botol masing-masing berisi 2liter minyak goreng, 600

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

59

paket makanan tambahan, 100 potong jarit, 100 sarung, 100 potong

selimut, 100 potong daster, 100 potong kaos, untuk keperluan lain

selain peruntukannya yakni untuk kepentingan memperkaya diri pribadi

atau orang lain melalui Suwardi dan kawan-kawan dalam rangka

penjaringan simpatisan pemilihan salah satu Calon Bupati Banyumas,

oleh karena itu Terdakwa tidak dapat membuat pertanggungjawaban

atas pengeluaran barang tersebut.

Perbuatan yang dilakukan terdakwa sebagaimana telah diuraikan

tersebut diatas telah menimbulkan kerugian keuangan negara lebih kurang RP

52.369.500,00 (lima puluh dua juta tiga ratus enam puluh sembilan ribu lima

ratus rupiah) atau setidak-tidaknya disekitar jumlah tersebut.

Perbuatan terdakwa tersebut merupakan tindak pidana

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Pembuktian di Persidangan

Proses pembuktian di persidangan telah di dengarkan keterangan

berupa:

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

60

a. Keterangan Saksi-Saksi

1. Saksi Asror Efendi, S.Sos bin Afandi

Saksi adalah PNS pemerintah daerah yang merupakan staf

terdakwa. Saksi menerangkan bahwa pada hari Senin malam tanggal 20

Agustus 2007 terdakwa menelpon saksi dan menyuruh saksi untuk

mengambil barang bantuan di Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah.

Keeseokan paginya saksi dijemput oleh supir dan kernet truk dan berangkat

ke Semarang. Mereka tiba di semarang pada pukul 11.00 WIB dan langsung

menuju gudang Dinas Sosial Propinsi dan menunggu sebentar sampai

petugas datang, setelah itu memasukkan barang bantuan tersebut ke dalam

truk. Selanjutnya saksi bersama supir dan kernet truk langsung pulang

menuju Purwokerto dan tiba pada pukul 19.00 WIB. Sesampainya di

Purwokerto mereka langsung menuju ke gudang DKSPM dan membongkar

muatan truk tersebut untuk dimasukkan ke dalam gudang. Keesokan

paginya saksi melapor kepada terdakwa.

Saksi menerangkan juga bahwa saksi tidak diberi surat tugas pada

waktu ke Semarang. Saksi hanya membawa foto copy surat permohonan

bantuan dan saksi diberi uang sebesar Rp. 1.100.000,00 untuk biaya ke

Semarang.

Barang-barang yang diambil diambil oleh saksi adalah berupa 100

potong jarik, 100 potong sarung, 100 potong selimut, 100 potong daster, 100

potong kaos, serta bahan makanan berupa 50 dos mie instan, 1500 sarden,

1200 botol sambel. 1200 botol kecap, 150 botol masing-masing berisi 2liter

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

61

minyak goreng, dan 600 paket makanan tambahan. Barang-barang tersebut

diambil untuk penanggulangan bencana alam.

2. Saksi Suyitno Bin Sahidi

Saksi adalah seorang PNS yang merupakan staff terdakwa yang

bertugas menjaga gudang. Pada tanggal 22 Agustus 2007 saksi mendapat

tugas dari atasan yang mengatakan bahwa kalau ada orang yang datang

bernama Suwardi,S.H., M.H. maka barang bantuan diserahkan kepada orang

tersebut. Setelah Suwardi,S.H.,M.H. datang, saksi menyerahkan barang

bantuan tersebut kepadanya dan barang tersebut dibawa ke rumah Suwardi,

S.H.,M.H., Penyerahan barang bantuan tersebut juga dihadiri oleh terdakwa

yang datang ke gudang DKSPM di Tanjung, Purwokerto.

Barang bantuan tersebut jumlahnya cukup banyak dan nilainya

sekitar RP.30.000.000,00 yang merupakan hasil dari permohonan bantuan

kepada Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah untuk bencana alam di

Kabupaten Banyumas. Saksi tidak tahu penggunaan barang tersebut setelah

barang tersebut diserahkan kepada Suwardi, S.H.,M.H.

Saksi menerangkan bahwa dia yang semula diperintah untuk

mengambil barang bantuan di Semarang, akan tetapi pada waktu itu saksi

ada tugas lain di desa, jadi tugas ke Dinas Propinsi mengambil barang

bantuan tersebut digantikan oleh saksi Asror Efendi. Saksi pernah

menyerahkan blangko untuk tanda terima barang ke Suwardi,S.H.,M.H.

akan tetapi tanda terima barang itu tidak pernah dibuat oleh

Suwardi,S.H.,M.H.

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

62

3. Saksi Adhi Pramono

Saksi adalah seorang PNS yang menjabat sebagai kepala bidang

sebagai atasan dari terdakwa. Saksi menerangkan bahwa prosedur

permohonan bantuan itu harus ada bencana lebih dahulu, baru kemudian

diajukan ke Dinas (DKSPM), lalu ke Bupati melalui Sekretaris Daerah

kemudian dikirim ke Propinsi Jawa Tengah. Penyaluran bantuan bencana

sudah diatur dalamKeputusan Bupati Tahun 2004 yang merupakan Prosedur

Tetap (PROTAP) dan harus ada laporan dari kecamatan.

Saksi mengatakan bahwa saksi tidak tahu ada permohonan bantuan

ke Dinas Sosial Propinsi. Saksi mengetahui berita tersebut melalui berita

dari surat kabar dan diperiksa di Kejaksaan Negeri Purwokerto.

Saksi menerangkan bahwa biasanya saksi dilapori oleh penjaga

gudang, akan tetapi dalam kasus ini saksi tidak mendapat laporan dari

petugas gudang mengenai barang bantuan. Saksi sempat melihat barang

bantuan tersebut yang jumlahnya diperkirakan sebanyak RP.30.000.000,00.

Saksi mengatakan pernah melihat barang bantuan tersebut. Saksi

pernah melaporkan kepada Kepala Dinas (DKSPM), akan tetapi karena

surat yang tanda tangan adalah Sekretaris Daerah, maka dia

membiarkannya.

4. Saksi Drs. Riyoto SP, MM bin Rekso Suwardjo

Pada tahun 2007 saksi menjabat sebagai Kasi Asistensi Korban

Bencana di Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi Jawa Tengah yang

menangani logistik bencana. Saksi pernah menerima surat dari Kabupaten

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

63

Banyumas tertanggal 7 Agustus 2007 No. 466/ 404/ 2007 perihal

permohonan bantuan untuk korban bencana alam yang ditanda tangani oleh

Sekretaris Daerah Banyumas.

Pada tanggal 21 Agustus 2007, permohonan tersebut dikabulkan.

Barang bantuan tersebut diambil oleh Asror Efendi yang berupa 100 potong

jarik, 100 potong sarung, 100 potong selimut, 100 potong daster, 100 potong

kaos, serta bahan makanan berupa 50 dos mie instan, 1500 sarden, 1200

botol sambel. 1200 botol kecap, 150 botol masing-masing berisi 2liter

minyak goreng, dan 600 paket makanan tambahan. Seluruh barang bantuan

tersebut sekitar RP.40.000.000,00 dan sumber dana tersebut dari APBN.

Barang bantuan tersebut semestinya digunakan untuk korban

bencana alam, tetapi pada kenyataanya barang tersebut habis dibagikan

untuk kemiskinan dan kekeringan di Kabupaten Banyumas. Saksi

mengatakan bahwa kekeringan bukan bencana alam, yang termasuk bencana

alam adalah banjir, tanah longsor, angin topan. Selain itu saksi juga

mengatakan bahwa tugas/ tanggung jawab terdakwa adalah

mendistribusikan dan menerima bantuan.

5. Saksi Admo bin Martawirya

Saksi adalah seorang tukang becak dan kadang-kadang menjadi

kuli panggul. Saksi menerangkan bahwa pada tanggal yang sudah tidak

diingat lagi dalam bulan Agustus 2007 sekitar pukul 17.00 WIB, Suyitno

datang ke rumah saksi dengan maksud meyuruh saksi untuk membantu

mengangkat barang di gudang DKSPM Tanjung Purwokerto.

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

64

Pada hari pertama setelah sholat maghrib barang baru datang dari

Semarang dan dimasukkan ke gudang. Keesokan harinya pukul 16.00 WIB

barang-barang tersebut dinaikkan kedalam truk pasir dan dibawa ke

Perumahan Tanjung Elok Purwokerto ke rumah Suwardi,S.H.,M.H.

Saksi ikut ke Perumahan Tanjung Elok bersama Suyitno,

Suwardi,SH.,M.H, dan ada terdakwa. Terdakwa datang ke rumah Suwardi,

S.H.,M.H menaiki mobil kijang. Saksi diberi ongkos karena telah membantu

mengangkat barang bantuan tersebut sebesar RP. 50.000,00. Menurut

sepengetahuan saksi, barang bantuan itu milik pemerintah untuk bantuan

bencana alam di Kabupaten Banyumas.

6. Saksi Suwardi, S.Pd alias Wardi OR bin Asmadi

Saksi adalah seorang PNS pada Dinas Pendidikan yang merupakan

staff dari Suwardi, S.H., M.H. Saksi menerangkan bahwa pada hari Rabu

tanggal 22 Agustus 2007 pukul 16.00 WIB saksi diperintah oleh Suwardi,

S.H.,M.H. untuk mencari truk dan nanti langsung dibawa ke gudang

DKSPM Tanjung Purwokerto.

Setelah saksi mendapatkan truk, kemudian saksi membawa truk

tersebut ke gudang DKSPM Tanjung. Disana ada terdakwa, Suwardi,

S.H.,M.H., Suyitno, Admo, dan sopir truk.

Setelah barang bantuan bencana alam dinaikkan ke truk, lalu

dibawa ke rumah Suwardi, S.H.,M.H. di Perumahan Tanjung Elok

Purwokerto. Barang bantuan tersebut dibagikan oleh Suwardi S.H.,M.H.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

65

yang merupakan tim sukses calon bupati pak Singgih Wiranto,

S.H.,M.Hum.

7. Saksi Tasito bin Mardjono

Saksi menerangkan bahwa pada hari dan tanggal yang sudah tidak

diingat lagi pada bulan Agustus 2007, saksi bekerja merenovasi rumah

Suwardi, S.H.,M.H di Perumahan Tanjung Elok Purwokerto. Pada saat

bekerja, saksi melihat banyak barang-barang, jadi saksi bertanya kepada

Suwardi,S.H.,M.H kenapa banyak barang-barang disana. Kemudian

Suwardi, S.H.,M.H menjawab bahwa barang-barang tersebut untuk bantuan

orang miskin. Jika saksi menginginkan barang bantuan tersebut, saksi

disuruh untuk didaftarkan sebagai orang miskin di desa tempat kediaman

saksi. Oleh karena itu, saksi kemudian mendaftar bersama dengan 10 orang

tetangga saksi. Saksi menerima 10 bungkus sekitar harga RP.500.000,00.

Barang-barang yang dibagi kepada saksi adalah barang-barang sembako

yang antara lain yaitu minyak goreng, sarden, kecap, dan indomie.

Saksi menerangkan bahwa cukup banyak orang yang mendapat

bantuan dari suwardi, S.H,.M.H. akan tetapi, terkait dengan PILKADA

Banyumas, saksi menyatakan tidak tahu. Saksi tidak mengetahui barang-

barang tersebut milik siapa, akan tetapi saksi mengetahui barang-barang

tersebut ada label Departemen Sosial dan tidak diperjual-belikan.

8. Saksi Arif Wicaksono

Saksi menerangkan bahwa pada hari dan tanggal yang sudah tidak

diingat lagi dalam bulan Agustus 2007, saksi mengadakan sosialisasi warga

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

66

miskin/ buta huruf dengan mengundang Suwardi, S.H.,M.H di Balai

Muslimat Desa Pekuncen. Kemudian para peserta dibagikan barang berupa

indomie, sarden, minyak goreng, kecap, dan lain-lain oleh

Suwardi,S.H.,M.H.

Pada waktu lain di Balai Desa Banjaranyar dan di masjid Desa

Tumiyang Kecamatan Pekuncen, Suwardi, S.H.,M.H juga membagikan

barang-barang kepada warga miskin. Barang-barang yang dibagikan oleh

Suwardi, S.H.,M.H seharga Rp. 1.000.000,00.

Pada saat pembagian barang-barang tersebut tidak menggunakan

tanda terima, selain itu juga terdapat label Departemen Sosial dan tidak

diperjual-belikan. Saksi menerangkan bahwa saksi tidak tahu apabila

pembagian barang-barang tersebut ada kaitannya dengan PILKADA

Kabupaten Banyumas.

9. Saksi Drs. Restu Yuwono bin Rustam

Saksi sewaktu PNS menjadi bawahan Suwardi, S.H.,M.H dan

sekarang saksi menjabat sebagai Kepala Desa Karangkemojing Kecamatan

Gumelar, Kabupaten Banyumas. Saksi menerangkan bahwa pada hari dan

tanggal yang sudah tidak diingat lagi pada bulan Agustus 2007, saksi datang

kerumah Suwardi, S.H.,M.H di Perumahan Tanjung Elok Purwokerto.

Kemudian pada saat saksi akan pulang, saksi diberi barang-barang berupa 1

doos saos, 2 doos kecap kecil untuk dibagikan ke warga tempat kediaman

saksi berada dan sudah dibagikan habis.

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

67

Saksi sudah menyalurkan barang-barang yang diberikan tadi

kepada warga desa yang miskin. Saksi tidak mengetahui barang tersebut

milik siapa, akan tetapi barang-barang tersebut ada label Departemen Sosial

dan tidak diperjual-belikan. Selain itu barang-barang tersebut juga tidak

terkait dengan PILKADA Bupati Banyumas. Barang-barang tersebut

diberikan kepada masyarakat dengan tujuan untuk memberi dorongan agar

mau belajar dan terbebas dari buta aksara.

10. Saksi Drs. Purwito, M.Hum bin Tirtomihardjo

Saksi menjadi Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial dan

Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Banyumas dari awal tahun 2005

sampai Juli 2008, dan sejak bulan Juli 2008 sampai sekarang saksi menjadi

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Daerah Kabupaten

Banyumas. Saksi menjadi atasan terdakwa karena terdakwa masih menjabat

sebagai Kepala Seksi Bantuan Bencana dan Kemiskinan yang tugasnya

adalah penyaluran bantuan bencana alam dan bencana sosial serta

penanggulangan kemiskinan.

Saksi menerangkan bahwa cara pengajuan permohonan bantuan

kepada dinas sosial Propinsi adalah apabila telah ada laporan dari

kecamatan dilengkapi rekap oleh kepala seksi dan kepala bidang diajukan

kepada Kepala dinas, apabila disetujui akan diparaf. Kemudian dikirim

kepada Bupati melalui Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah

dan Sekretaris daerah umtuk ditanda tangani Bupati. Jika telah selesai baru

dikirim kepada Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah.

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

68

Saksi berpendapat bahwa yang namanya bencana adalah tanah

longsor, banjir, dan angin puting beliung atau korban kerusuhan.

Penanganan korban bencana tingkat kabupaten dilaksanakan oleh

SATLAK-PB dan untuk tingkat kecamatan ditangani oleh Unit

Penanggulangan Bencana. Apabila ada bencana, maka dilaporkan terlebih

dahulu ke tingkat kecamatan, baru kemudian oleh Kecamatan setelah

lengkap datanya dilaporkan ke tingkat Kabupaten.

Pada perkara ini, terdakwa selaku kepala seksi langsung membuat

surat permohonan bantuan, lalu ditanda tangani oleh Sekretaris Daerah,

dikirim kepada Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah dan permohonan

tersebut dikabulkan. Saksi awalnya tidak tahu dan tidak pernah mendapat

laporan, oleh karena itu sewaktu terdakwa melapor kepada saksi, saksi

sempat memberikan teguran secara lisan.

Selama saksi menjabat sebagai Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial

dan Pemberdayaan Masyarakat tidak pernah ada bencana. Saksi berpendapat

bahwa bantuan tersebut tidak tepat sasaran.

11. Saksi Rujito Bin Siswosudarmo

Saksi adalah supir yang mengambil barang bantuan sosial di

semarang. Saksi menerangkan pada tanggal 21 Agustus 2007 pagi, saksi

berangkat ke Semarang untuk mengambil barang bantuan bencana alam di

Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah menaiki truk bersama Asror Efendi dan

mali. Sesampainya di Semarang mereka langsung mengambil barang

kemudian segera pulang kembali. Setelah sampai di gudang DKSPM

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

69

Tanjung Purwokerto pukul 19.00 WIB barang dimasukkan ke dalam

gudang. Barang diturunkan dari truk dan dimasukkan ke dalam gudang oleh

Admo dan Mali. Menurut saksi, barang tersebut adalah milik Pemerintah.

12. Saksi Sardi Bin Wiryo Admo

Saksi adalah PNS yang berdinas di Dinas Perindustrian,

Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Banyumas selaku staf pada seksi

perlindungan konsumen, pada bidang perdagangan Kabupaten Banyumas.

Saksi bertugas untuk memonitoring dan survey harga.

Pada tanggal 14 April 2009 saksi telah melakukan survey harga di

pasar-pasar Purwokerto dan pasar Ajibarang. Saksi mendapat harga dari

barang-barang yang termasuk dalam barang bantuan bencana sejumlah

Rp.52.369.500,00.

13. Saksi Suwardi, S.H.,M.H.

Saksi menerangkan bahwa terdakwa pernah berkunjung ke rumah

saksi untuk menitipkan anaknya yang baru lulus Sekolah Dasar untuk

mencari sekolahan/ SMP Negeri. Sewaktu terdakwa di rumah saksi,

terdakwa juga membicarakan rencana pencalonan Singgih Wiranto, S.H.,

M.Hum menjadi calon Bupati Banyumas dan terdakwa menawarkan barang-

barang untuk sosialisasi pencalonan Singgih Wiranto, S.H.,M.Hum. Saksi

menjawab bahwa di rumah saksi juga sudah banyak barang.

Terdakwa mengatakan bahwa barang-barang bantuan tersebut

datang dari Semarang, dan jika barang sudah datang, saksi akan diberitahu

oleh terdakwa. Tidak lama kemudian saksi mendapat telepon dari terdakwa

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

70

yang mengatakan bahwa barang hampir datang di purwokerto dan akan

dimasukkan ke gudang DKSPM Tanjung.

Pada tanggal 22 Agustus 2007 pukul 16.00 WIB saksi meminta

tolong kepada Suwardi, S.Pd untuk mencari truk lalu dibawa ke gudang.

Saksi juga pergi ke gudang untuk bertemu Suyitno yang diperintahkan oleh

terdakwa untuk menyerahkan barang kepada saksi. Selang 20 menit

kemudian terdakwa datang dan barang- barang tersebut diangkat oleh Admo

bersama kernet untuk dimasukkan ke dalam truk dan dibawa ke rumah saksi

di Perumahan Tanjung Elok Purwokerto.

Setelah menerima barang tersebut saksi lalu membagikan barang-

barang tersebut bersama Restu Yuwono, Arif Wicaksono, dan Tasito. saksi

mengatakan bahwa saksi tidak pernah diperintah oleh Singgih Wiranto,

S.H.,M.Hum, hanya saja saksi mendengar terdakwa mengatakan untuk

membagi barang tersebut kepada warga miskin. Barang-barang tersebut

telah habis dibagikan tanpa tanda terima Kecamatan Lumbir, Pekuncen, dan

Gumelar.

14. Saksi Singgih Wiranto, S.H.,M.Hum

Saksi menerangkan bahwa untuk perkara ini adalah hasil dari

Rapat Persiapan Penanggulangan Bencana yang dipimpin oleh Bupati

Banyumas dan dihadiri oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan

Pemerintah (ASEKBANG) dan dari dinas terkait. Terdakwa hadir mewakili

DKSPM. Saksi mengatakan bahwa secara struktural perkara ini yang

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

71

bertanggung jawab adalah Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan

Masyarakat (DKSPM).

Saksi juga menerangkan bahwa pada bulan Juli 2007 ada rapat

mengenai bencana, akan tetapi saksi tidak ikut rapat. Ketika hadir terlambat,

saksi mendapat laporan dari terdakwa bahwa hasil rapat untuk meminta

bantuan ke Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah. Saksi hanya diam dan tidak

lama kemudian muncul surat permohonan bantuan, oleh karena itu saksi

berpikir bahwa surat tersebut adalah kelanjutan dari hasil rapat dan saksi

menanda tangani surat tersebut. Selang beberapa waktu kemudian juga

muncul tanda terima barang di meja kerja saksi dan saksi menanda

tanganinya saja.

Saksi mengatakan bahwa barang bantuan tersebut tidak ada

kaitannya dengan saksi yang mencalonkan diri menjadi calon Bupati

Banyumas. Saksi juga mengatakan bahwa barang tersebut milik negara.

b. Keterangan Terdakwa

Pada bulan Juli 2007 ada rapat penanggulangan bencana yang

dipimpin oleh Bupati dan diikuti oleh Asisten Perekonomian dan

Pembangunan Pemerintah (ASEKBANG) dan dinas terkait. Terdakwa

mengusulkan agar mengajukan pemohonan bantuan ke Dinas Sosial

Propinsi Jawa Tengah karena pemerintah daerah tidak memiliki anggaran

untuk persiapan penanggulangan bencana alam. Hasil rapat akhirnya

menyetujui untuk mengajukan permohonan bantuan karena tidak ada

anggaran untuk bantuan bencana alam.

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

72

Setelah selesai rapat terdakwa bertemu Sekretaris Daerah yaitu

Singgih Wiranto, S.H.,M.Hum untuk melaporkan tentang hasil rapat

persiapan penanggulangan bencana alam. Terdakwa kemudian menceritakan

tentang hasil rapat bahwa akan mengajukan permohonan bantuan bencana

alam ke Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah.

Pada hari berikutnya terdakwa membuat konsep surat permohonan

dan mengajukan surat tersebut kepada Sekretaris Daerah , dan sebatas yang

terdaakwa tahu, surat itu sudah ditanda tangani oleh Singgih Wiranto,

S.H.,M.Hum selaku Sekretaris Daerah, kemudian terdakwa mengirim surat

tersebut lewat pos kepada Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah di Semarang.

Satu bulan berikutnya ada kabar melalui telepon yang diterima oleh

Suyitno yang memberitahukan bahwa permohonan dikabulkan. Kemudian

pada tanggal 21 Agustus 2007 pagi Asror Efendi mengambil barang bantuan

tersebut ke semarang dengan membawa surat permohonannya. Sewaktu

perjalanan pulang dan barang bantuan akan datang, terdakwa menelpon

Suwardi, S.H.,M.H untuk mengabarkan barang bantuan akan datang dan

menyuruh Suwardi, S.H.,M.H untuk mengambil barang bantuan tersebut

dan membawanya ke rumah Suwardi, S.H.,M.H.

Barang bantuan tersebut berupa 100 potong jarik, 100 potong

sarung, 100 potong selimut, 100 potong daster, 100 potong kaos, serta bahan

makanan berupa 50 dos mie instan, 1500 sarden, 1200 botol sambel. 1200

botol kecap, 150 liter minyak goreng, dan 600 paket makanan tambahan.

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

73

Terdakwa mengetahui bahwa konsep surat yang sudah jadi

seharusnya dikirim ke Kabid, akan tetapi terdakwa malah mengirim ke

Sekretaris Daerah. Terdakwa mengatakan bahwa ia belum pernah membaca

Peraturan Bupati Nomor 15 Tahun 2004.

Terdakwa membenarkan bahwa uang terdakwa yang dipakai

sebagai biaya ke Semarang sudah diganti oleh Suwardi,S.H.,M.H sebesar

Rp.1.000.000,00. Menurut terdakwa, barang-barang tersebut adalah milik

Pemerintah Daerah Banyumas. Terdakwa juga mengatakan bahwa ia tidak

pernah meminta jabatan.

Barang bukti yang diajukan di persidangan berupa:

a. Surat pernyataan tertanggal 27 Maret 2009 yang ditanda tangani oleh M

E, S.H.;

b. Foto copy SK Bupati Nomor: 821.2/005/51-2001 tanggal 15 Januari

2001 tentang Pengangkatan/ penunjukan PNS dalam jabatan struktural

eselon IV di lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyumas

c. 1 (satu) buah buku barang bantuan dinas sosial propinsi tahun 2007;

d. Surat dari sekda kab. Banyumas No. 446/404/2007 tanggal 7 agustus

2007 perihal permohonan bantuan;

e. Berita acara serah terima barang bantuan lauk pauk untuk korban

bencana tanggal 21 agustus 2007 dan berita acara terima barang bantuan

sandang untuk korban bencana tanggal 21 agustus 2007;

f. 1 (satu) buah buku kas sumbangan UKS;

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

74

g. 1 (satu) surat dari sekda kabupaten banyumas perihal permohonan

bantuan untuk korban bencana tanggal 21 agustus 2007;

h. 4 (empat) lembar berita acara serah terima barang bantuan sandang untuk

korban bencana dan bantuan lauk pauk untuk korban bencana hari selasa

tanggal 21 agustus 2007

i. 1 (satu) lembar foto copy (yang telah diotentifikasi) petikan surat putusan

Bupati banyumas Nomor: 821.2/031/2005 tanggal 25 januari 2005

tentang pemberhentian/ pengangkatan PNS dalam jabatan struktural III

dan IV di lingkungan dinas kesejahteraan sosial dan pemberdayaan

masyarakat kabupaten banyumas atas nama M E, S.H tetap terlampir

dalam berkas perkara;

j. Uang tunai sebesar Rp.13.750.000,00.

4. Tuntutan Penuntut Umum

Penuntut umum menuntut terdakwa yang pada intinya mohon kepada

majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan putusan

yaitu:

1. Membebaskan terdakwa M E, S.H. dari dakwaan primair;

2. Menyatakan bahwa terdakwa M E, S.H. terbukti secara sah dan

meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah

diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

75

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

3. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa M E, S.H. dengan pidana penjara

selama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan dengan dikurangkan sepenuhnya

selama terdakwa ditahan dengan perintah terdakwa tetap dalam tahanan

dan denda sebesar RP. 50.000.000,00 subsidair 4 bulan kurungan.

Menyatakan barang bukti berupa:

a. Surat pernyataan tertanggal 27 Maret 2009 yang ditanda tangani oleh

M E, S.H.;

b. Foto copy SK Bupati Nomor: 821.2/005/51-2001 tanggal 15 Januari

2001 tentang Pengangkatan/ penunjukan PNS dalam jabatan

struktural eselon IV di lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyumas

c. 1 (satu) buah buku barang bantuan dinas sosial propinsi tahun 2007;

d. Surat dari sekda kab. Banyumas No. 446/404/2007 tanggal 7 agustus

2007 perihal permohonan bantuan;

e. Berita acara serah terima barang bantuan lauk pauk untuk korban

bencana tanggal 21 agustus 2007 dan berita acara terima barang

bantuan sandang untuk korban bencana tanggal 21 agustus 2007;

f. 1 (satu) buah buku kas sumbangan UKS;

g. 1 (satu) surat dari sekda kabupaten banyumas perihal permohonan

bantuan untuk korban bencana tanggal 21 agustus 2007;

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

76

h. 4 (empat) lembar berita acara serah terima barang bantuan sandang

untuk korban bencana dan bantuan lauk pauk untuk korban bencana

hari selasa tanggal 21 agustus 2007

i. 1 (satu) lembar foto copy (yang telah diotentifikasi) petikan surat

putusan Bupati banyumas Nomor: 821.2/031/2005 tanggal 25 januari

2005 tentang pemberhentian/ pengangkatan PNS dalam jabatan

struktural III dan IV di lingkungan dinas kesejahteraan sosial dan

pemberdayaan masyarakat kabupaten banyumas atas nama M E, S.H

tetap terlampir dalam berkas perkara;

j. Uang tunai sebesar Rp.13.750.000,00 dirampas untuk negara.

4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.

5.000,00- (lima ribu rupiah).

5. Putusan Hukum Hakim

a) Pertimbangan Hukum Hakim

Terhadap dakwaan penuntut umum yang disusun secara subsidair,

majelis hakim berpendapat bahwa dakwaan subsidair, tersebut harus dapat

dibuktikan baik dakwaaan primer maupun subsidair. Dakwaan primer yaitu

melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun

1999 sebagaimana dirubah dan ditambah dengan Undang- Undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sedangkan dakwaan subsidair

melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999

sebagaimana dirubah dan ditambah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

77

2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Majelis hakim berpendapat untuk

terbuktinya tindak pidana, maka semua unsur yang ada dalam pasal yang di

dakwakan harus terpenuhi oleh perbuatan terdakwa.

Dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana dirubah dan ditambah dengan

Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

1) Setiap orang,

2) Secara melawan hukum,

3) Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

koorporasi,

4) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Unsur “secara melawan hukum”

Unsur “melawan hukum” adalah telah melakukan perbuatan yang

sifatnya melawan/bertentangan dengan hukum. Unsur “melawan hukum”

dalam dakwaan primer merupakan bagian tertulis dari rumusan delik. Ini

maksudnya, pembentuk undang-undang ingin membatasi supaya rumusannya

dan pengertiannya tidak terlampau luas. Secara doktrinal, rumusan delik seperti

ini, sifat melawan hukumnya harus dibuktikan secara hukum karena bersifat

khusus atau faset. Apakah perbuatan Terdakwa benar-benar telah melawan

hukum.

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

78

Terdakwa sebagai kepala seksi DKSPM dalam seksi bantuan bencana

dan kemiskinan menelepon saksi Asror Efendi, S. Sos selaku bawahan (staf)

dari terdakwa pada hari Senin malam tanggal 20 Agustus 2007 dengan

menyuruh saksi untuk mengambil barang- barang di Dinas Sosial Propinsi

Semarang dan sesampainya di Semarang pukul 11.00 WIB langsung menuju

Gudang Kantor Dinas Sosial Propinsi dan oleh petugas barang-barang tersebut

dinaikkan ke truk kemudian saksi bersama supir dan kernet langsung pulang ke

Purwokerto dan tiba sekitar pukul 19.00 WIB di gudang DKSPM Kab.

Banyumas yang langsung membongkar dan memasukkan barang-barang

tersebut kedalam gudang dengan 4 orang kuli, keesokan harinya saksi melapor

kepada terdakwa.

Saksi diberi uang melalui kernet truk bernama mali untuk biaya

perjalanan sebesar Rp.1.100.000,00 untuk mengambil barang-barang berupa:

100 potong jarik, 100 potong sarung, 100 potong selimut, 100 potong daster,

100 potong kaos, serta bahan makanan berupa 50 dos mie instan, 1500 sarden,

1200 botol sambel. 1200 botol kecap, 150 liter minyak goreng, dan 600 paket

makanan tambahan. Barang-barang tersebut diperuntukkan untuk

penanggulangan bencana alam dan yang menandatangani serah terima barang

tersebut adalah saksi bersama petugas bernama wibowo.

Saksi Suyitno sebagai penjaga dan pemegang kunci gudang yang

merupakan bawahan dari terdakwa pada tanggal 22 Agustus 2007 pukul 16.00

WIB mendapat perintah dari terdakwa untuk menyerahkan barang-barang

tersebut kepada seseorang bernama saksi Suwardi,S.H.,M.H. beberapa menit

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

79

kemudian terdakwa datang, kemudian saksi Atmo datang dan kernet truk yang

mengangkat dan memasukkan ke dalam truk untuk dibawa ke Perumahan

Tanjung Elok di rumahnya saksi Suwardi, S.H.,M.H.

Berdasarkan keterangan saksi Adhi Pramono, S.H sebagai kepala

bidang dan selaku atasan dari terdakwa tidak pernah mendapat laporan adanya

barang-barang bantuan dari Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah maupun

keluarnya barang-barang bantuan tersebut dari gudang. Saksi mengetahui hal

tersebut dari koran dan dari perangkat desa yang seharusnya terdakwa

menggunakan prosedur tetap berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 15 Tahun

2004 dalam mengelola kegiatan penyaluran bantuan bencana alam dan bencana

sosial serta penanggulangan kemiskinan. Berdasarkan uraian fakta persidangan

diatas, maka unsur melawan hukum telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa.

Unsur “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

koorporasi”.

Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan dari keterangan saksi

Suwardi, S.H.,M.H barang-barang tersebut sudah dibagikan kepada orang-

orang miskin di Kecamatan Pakuncen, Kecamatan Lumbir, dan Kecamatan

Gumelar, Demikian juga berdasarkan keterangan saksi Drs. Restu Yuwono

yang dahulunya sebagai bawahan dari saksi Suwardi, S.H.,M.H untuk

diberikan tugas membagikan barang-barang tersebut kepada warganya yang

miskin.

Berdasarkan keterangan Arif Wicaksono,S.Pd bahwa sekitar bulan

Agustus 2007 saksi mengadakan sosialisasi warga miskin/buta huruf dengan

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

80

mengundang saksi Suwardi, S.H.,M.H di balai muslimat pekuncen yang pada

akhirnya saksi Suwardi, S.H.,M.H membagi-bagikan bantuan berupa indomie,

sarden, minyak gorang, kecap, dan lain-lainnya. Pada waktu itu juga

membagikan bantuan di Balai Desa Banjar Anyar dan di masjid desa

Tumiyang. Hal tersebut dibenarkan oleh saksi Tasito beserta 10 orang yang

didaftarkannya sebagai masyarakat miskin telah menerima bantuan dari saksi

Suwardi, S.H.,M.H. berdasarkan uraian fakta tersebut, unsur untuk

memperkaya diri sendiri, orang lain yakni saksi Suwardi, S.H.,M.H atau untuk

orang-orang miskin dan suatu koorporasi tidak terbukti.

Berdasarkan pertimbangan hukum terhadap unsur memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi dalam dakwaan primer tidak

terbukti, Majelis Hakim berpendapat tidak perlu mempertimbangkan unsur

lainnya dan terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan primer.

Dakwaan subsidair Penuntut Umum adalah terdakwa didakwa

melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999

sebagaimana dirubah dan ditambah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun

2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang unsur-unsurnya yaitu:

1. Setiap orang;

2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

koorporasi;

3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukannya;

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

81

4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur “menyalahgunakan

kewenangan” dalam dakwaan subsidair merupakan delik inti, sedangkan unsur

“dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

koorporasi” dan unsur “dapat merugikan keuangan atau perekonomian

negara” hanyalah merupakan “elemen delict” dan karena tidak menentukan

perbuatan yang dirumuskan sebagai “straftbaarhandelling” (perbuatan yang

dapat dipidana). Setiap orang boleh saja menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau suatu koorporasi sepanjang tidak dilakukan dengan cara

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukan. Oleh karena itu, Majelis Hakim

mempertimbangkan unsur ke-3, baru kemudian unsur-unsur yang lain.

Unsur “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan”.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dan ditambah dengan Undang- Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak memberikan

penjelasan tentang arti penyalahgunaan kewenangan. Apabila merujuk pada

Penjelasan Pasal 52 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang dimaksud dengan penyalahgunaan

kewenangan adalah telah menggunakan wewenang itu untuk tujuan lain dari

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

82

yang dimaksud ketika diberikan wewenang itu atau dikenal dengan

“detournement de pouvoir”.

Pemahaman tersebut apabila dihubungkan dengan tindak pidana

korupsi, khususnya dihubungkan dengan unsur “menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan”, ini berarti bahwa pelaku memiliki kewenangan, kesempatan, atau

sarana yang digunakannya secara melawan hukum.

Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, dari

keterangan terdakwa sebagai Kepala seksi DKSPM dalam seksi bantuan

bencana dan kemiskinan menelpon saksi Asror Efendi, S.Sos selaku staf dari

terdakwa pada hari Senin malam tanggal 20 Agustus 2007 dan menyuruh saksi

untuk mengambil barang-barang di Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah di

Semarang. Sesampainya di Semarang pukul 11.00 WIB langsung menuju

Kantor Dinas Sosial Propinsi dan oleh petugas barang-barang tersebut

dinaikkan ke truk kemudian saksi bersama supir dan kernet langsung pulang ke

Purwokerto. Mereka tiba di Purwokerto sekitar pukul 19.00 WIB dan langsung

menuju gudang DKSPM. Barang-barang tersbut diangkat dan dimasukkan ke

gudang oleh saksi Atmo sebagai pembawa kunci dengan 4( empat) orang kuli.

Keesokan harinya saksi melapor kepada terdakwa.

Saksi diberi uang melalui kernet truk bernama Mali untuk biaya

perjalanan sebesar Rp.1.100.000,00 untuk mengambil barang-barang berupa:

100 potong jarik, 100 potong sarung, 100 potong selimut, 100 potong daster,

100 potong kaos, serta bahan makanan berupa 50 dos mie instan, 1500 sarden,

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

83

1200 botol sambel. 1200 botol kecap, 150 liter minyak goreng, dan 600 paket

makanan tambahan. Barang-barang tersebut diperuntukkan untuk

penanggukangan bencana alam dan yang menandatangani serah terima barang

tersebut adalah saksi bersama petugas bernama Wibowo.

Saksi Suyitno sebagai penjaga dan pemegang kunci gudang yang

merupakan bawahan dari terdakwa pada tanggal 22 Agustus 2007 pukul 16.00

WIB mendapat perintah dari terdakwa untuk menyerahkan barang-barang

tersebut kepada seseorang bernama saksi Suwardi,S.H.,M.H. beberapa menit

kemudian terdakwa datang, kemudian saksi Atmo datang dan kernet truk yang

mengangkat dan memasukkan ke dalam truk untuk dibawa ke Perumahan

Tanjung Elok di rumahnya saksi Suwardi, S.H.,M.H.

Terdakwa sebagai kepala seksi pada DKSPM seharusnya meyalurkan

bantuan tersebut sesuai dengan kewenangan yang ada padanya, bukan malah

menyerahkan kepada saksi Suwardi,S.H.,M.H untuk membagi-bagikan kepada

masyarakat miskin. Berdasarkan uraian fakta diatas, unsur “menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan telah terbukti.

Unsur “dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain

atau suatu koorporasi”.

Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, terdakwa

memerintahkan saksi Asror Efendi, S.Sos untuk mengambil bantuan di Dinas

Sosial Propinsi Jawa Tengah. Hal tersebut berdasarkan surat dari Sekretaris

Daerah Kabupaten Banymas Nomor 466/404/2007 tanggal 7 Agustus 2007

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

84

perihal permohonan bantuan yang didasarkan pada hasil rapat antara Bupati

dan Asisten Ekonomi dan Pembangunan serta dinas-dinas terkait persiapan

untuk penanggulangan bencana alam di Kabupaten Banyumas yang pada

waktu itu tidak memilili anggaran untuk penanggulangan bencana. Untuk itu

terdakwa meminta bantuan dinas lain yakni Dinas Pendidikan melalui saksi

Suwardi, S.H.,M.H untuk menyalurkan barang-barang tersebut kepada

masyarakat yang terkena bencana termasuk orang-orang yang miskin.

Kemudian saksi Suwardi, S.H.,M.H telah menyalurkan seluruh bantuan

tersebut kepada saksi Drs. Restu Yuwono yang dahulunya sebagai bawahan

dari saksi Suwardi, S.H.,M.H untuk membagikan barang-barang tersebut

kepada warganya yang miskin.

Selain itu, berdasarkan keterangan dari saksi Arif Wicaksono, S.Pd

yang menerangkan bahwa sekitar bulan Agustus 2007 saksi mengadakan

sosialisasi warga miskin/buta huruf dengan mengundang saksi Suwardi,

S.H.,M.H di balai muslimat Pekuncen yang pada akhirnya saksi Suwardi,

S.H.,M.H membagi-bagikan bantuan berupa indomie, sarden, minyak gorang,

kecap, dan lain-lainnya. Pada waktu itu juga membagikan bantuan di Balai

Desa Banjaranyar dan di masjid desa Tumiyang. Hal tersebut dibenarkan oleh

saksi Tasito beserta 10 orang yang didaftarkannya sebagai masyarakat miskin

telah menerima bantuan dari saksi Suwardi, S.H.,M.H.

Berdasarkan keterangan saksi Singgih Wiranto, S.H.,M.Hum,

pembagian barang tersebut tidak ada kaitannya dengan dirinya yang

mencalonkan diri sebagai Bupati Banyumas, dikarenakan saksi masih aktif

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

85

sebagai Sekretaris Daerah dan mengundurkan diri pada tanggal 17 Desember

2007 dan saksi belum terdaftar sebagai calon bupati.

Berdasarkan uraian fakta-fakta tersebut, terdakwa dalam menyalurkan

bantuan tersebut melalui saksi Suwardi, S.H.,M.H dikarenakan tidak ada

anggaran untuk itu dan terdakwa juga tidak meminta atau mengharapkan

jabatan apabila saksi Singgih Wiranto,S.H.,M.Hum terpilih sebagai Bupati

Banyumas atau ada kerjasama antara terdakwa dengan saksi Suwardi,

S.H.,M.H untuk menyalurkan bantuan tersebut supaya masyarakat memilih

saksi Singgih Wiranto, S.H.,M.Hum menjadi Bupati Banyumas.

Bantuan tersebut telah disalurkan kepada masyarakat miskin yang salah

satunya untuk memberikan dorongan kepada masyarakat buta huruf untuk mau

belajar dan bukan untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Bantuan tersebut

tidak dipergunakan untuk memperoleh jabatan atau memberi kesempatan

kepada orang lain untuk memperoleh jabatan supaya dirinya atau orang lain

kelak nantinya akan mendapatkan jabatan yang lebih baik dari sekarang ini,

sehingga dalam hal ini penyaluran bantuan tersebut memberikan manfaat yang

sebesar-besarnya bagi masyarakat miskin.

Berdasarkan hal tersebut diatas, walaupun terdakwa salah menyalurkan

bantuan ke masyarakat miskin yang seharusnya disalurkan kepada masyarakat

yang mengalami bencana alam, akan tetapi dalam hal ini terdakwa melakukan

tindakan/perbuatan tersebut menimbulkan suatu keuntungan yang dapat

dirasakan oleh masyarakat sehingga dalam hal ini seimbang dengan kerugian

yang ditimbulkan walaupun perbuatannya bertentangan dengan undang-

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

86

undang. Dengan demikian, tindakan tersebut dapat hilang sifat melawan

hukumnya dikarenakan negara tidak dirugikan, kepentingan umum dilayani,

dan terdakwa sendiri tidak mendapat keuntungan. Hal ini telah menjadi

Yurisprudensi tetap berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor

42K/Kr/1965, Putusan Mahkamah Agung Nomor 71/K/1970 dan Putusan

Mahkamah Agung Nomor 81/K/Kr/1973. Berdasarkan hal tersebut, maka

unsur “dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

koorporasi” tidak terbukti.

Majelis Hakim berpendapat terdakwa yang telah dinyatakan tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang

didakwakan kepadanya dan oleh karena terdakwa dibebaskan dari semua

dakwaan maka terdakwa harus dipulihkan atau direhabilitir hak terdakwa

dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya sesuai Pasal 14

ayat (1) Peraturan Pemerinatah Nomor 27 Tahun 1893 tentang Pelaksanaan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa

terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan

tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan dibebaskan dari semua

dakwaan, maka biaya perkara yang timbul dalam perkara ini haruslah

dibebankan kepada negara. Terhadap barang bukti dalam perkara ini berupa :

1. Surat Pernyataan tertanggal 17 Mei 2009 yang ditanda tangani oleh M

E, S.H. dikembalikan kepada terdakwa;

2. Uang tunai sebesar Rp.13.750.000 dikembalikan kepada terdakwa;

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

87

3. Foto copy SK Bupati Nomor: 812.2/ 005/51-2001 tanggal 15 Januari

2001 tentang pengangkatan/ penunjukan PNS dalam jabatan struktural

eselon IV di lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyumas;

4. 1 (satu) buah buku barang bantuan Dinas Sosial Propinsi Tahun 2007;

5. Surat dari Sekda Kabupaten Banyumas No. 466/ 404/ 2007 tanggal 7

Agustus 2007 perihal permohonan bantuan;

6. Berita acara serah terima barang bantuan lauk pauk untuk korban

bencana tanggal 21 Agustus 2007 dan berita acara terima barang

bantuan sandang untuk korban bencana tanggal 21 Agustus 2007;

7. 1 (satu) buah buku kas sumbangan UKS;

8. 1 (satu) surat dari Sekda Kabupaten Banyumas perihak permohonan

untuk korban bencana tanggal 21 Agustus 2007;

9. 4 (empat) lembar berita acara serah terima barang bantuan sandang

untuk korban bencana dan bantuan lauk pauk untuk korban bencana

hari selasa tanggal 21 Agustus 2007;

10. 1 (satu) lembar foto copy (yang telah diotentifikasi) petikan surat

putusan Bupati Banyumas Nomor: 821.2/ 031/ 2005 tanggal 35 Januari

2005 tentang pemberhentian/ pengangkatan PNS dalam jabatan

struktural III dan IV di lingkungan Dinas Kesejahteraan Sosial dan

Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Banyumas atas nama M E, S.H.;

Mengingat Pasal 191 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang

KUHAP serta pasal-pasal dari undang-undang dan peraturan lain yang

bersangkutan.

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

88

b. Amar Putusan Pengadilan Negeri

MENGADILI

1. Menyatakan terdakwa M E, S.H Bin S S tersebut diatas tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

sebagaimana dalam dakwaan primair dan subsidair Penuntut Umum;

2. Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari dakwaan primair dan

subsidair;

3. Memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan setelah putusan

diucapkan;

4. Memulihkan terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta

martabatnya;

5. Menetapkan barang bukti berupa:

a. Surat Pernyataan tertanggal 17 Mei 2009 yang ditanda tangani M E,

S.H dikembalikan kepada terdakwa M E, S.H.;

b. Uang tunai sebesar Rp.13.750.000 dikembalikan kepada terdakwa;

c. Foto copy SK Bupati Nomor: 812.2/ 005/51-2001 tanggal 15 Januari

2001 tentang pengangkatan/ penunjukan PNS dalam jabatan struktural

eselon IV di lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyumas;

d. 1 (satu) buah buku barang bantuan Dinas Sosial Propinsi Tahun 2007;

e. Surat dari Sekda Kabupaten Banyumas No. 466/ 404/ 2007 tanggal 7

Agustus 2007 perihal permohonan bantuan;

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

89

f. Berita acara serah terima barang bantuan lauk pauk untuk korban

bencana tanggal 21 Agustus 2007 dan berita acara terima barang

bantuan sandang untuk korban bencana tanggal 21 Agustus 2007;

g. 1 (satu) buah buku kas sumbangan UKS;

h. 1 (satu) surat dari Sekda Kabupaten Banyumas perihak permohonan

untuk korban bencana tanggal 21 Agustus 2007;

i. 4 (empat) lembar berita acara serah terima barang bantuan sandang

untuk korban bencana dan bantuan lauk pauk untuk korban bencana

hari selasa tanggal 21 Agustus 2007;

j. 1 (satu) lembar foto copy (yang telah diotentifikasi) petikan surat

putusan Bupati Banyumas Nomor: 821.2/ 031/ 2005 tanggal 35

Januari 2005 tentang pemberhentian/ pengangkatan PNS dalam

jabatan struktural III dan IV di lingkungan Dinas Kesejahteraan Sosial

dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Banyumas atas nama M E,

S.H.;

6. Membebankan biaya perkara kepada negara.

B. Pembahasan

1. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Bebas pada

Perkara No.174/PID.B/2009/PN.Pwt.

Putusan bebas atau disebut juga vrijspraak,79

diatur dalam Pasal 191

ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa:

“ Jika Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,

kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa

79

Yahya Harahap, op.cit. hlm. 347.

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

90

tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus

bebas.”

Yahya Harahap,80

berpendapat mengenai Putusan bebas bahwa:

“Putusan bebas, berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan

bebas dari tuntutan hukum (vrijspraak)”.

Vrijspraak adalah salah satu dari beberapa putusan hakim yang berisi

pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, manakala perbuatan terdakwa

dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.81

Jadi putusan hakim yang

mengandung suatu pembebasan terdakwa karena peristiwa-peristiwa yang

disebutkan dalam surat dakwaan, setelah diadakan perubahan atau penambahan

selama persidangan, bila ada sebagian atau seluruh dinyatakan oleh hakim

yang memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan dianggap tidak

terbukti.82

Inti dari Putusan Bebas adalah terdakwa tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana yang didakwakan

kepadanya. Putusan perkara nomor 174/Pid.B/2009/PN. Pwt, Terdakwa

didakwa dengan dakwaan subsidaritas yaitu Dakwaan primer yaitu melanggar

Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999

sebagaimana dirubah dan ditambah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun

2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sedangkan dakwaan subsidair

melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999

sebagaimana dirubah dan ditambah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun

80

Ibid. 81

Djoko Prakoso, Op.cit. hlm. 270. 82

Ibid

Page 91: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

91

2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tindak Pidana Korupsi dapat diartikan sebagai perbuatan memperkaya

diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak

langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara atau patut

disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara. Ketentuan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo.

Undang Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi tidak ditemukan pengertian tentang korupsi, akan tetapi, dengan

memperhatikan kategori tindak pidana korupsi sebagai delik formil, maka

Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 mengatur secara tegas

mengenai unsur-unsur pidana dari tindak pidana korupsi dimaksud.

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi adalah:

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi:

“setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana

dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat

4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling

sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Page 92: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

92

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi :

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,

kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)

tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Berdasarkan ketentuan pasal-pasal diatas, terdapat unsur-unsur tindak

pidana korupsi yaitu:

1. Setiap orang;

2. Secara melawan hukum melakukan perbuatan;

3. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan

atau kedudukan;

4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Unsur dalam dakwaan primer yaitu Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mengenai unsur

“setiap orang”.

Unsur “setiap orang” berarti orang perseorangan atau koorporasi.

Adapun yang dimaksud dengan koorporasi menurut Undang-Undang Nomor

31 Tahun 1999 tentang Pemberantassan Tindak Pidana Korupsi adalah

kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisir, baik berupa badan

Page 93: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

93

hukum maupun tidak.83

Terdakwa dalam perkara ini adalah M E, S.H. yang

menjabat sebagai Kepala Seksi Bantuan dan Kemiskinan pada Kantor Dinas

Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (DKSPM) Kabupaten

Banyumas berdasarkan Surat Keputusan Bupati Banyumas Nomor:

821.2/031/2005 tanggal 25 Januari 2005. Oleh karena itu unsur “setiap orang”

terpenuhi.

Unsur “secara melawan hukum”.

Unsur “melawan hukum” adalah telah melakukan perbuatan yang

sifatnya melawan/bertentangan dengan hukum. Unsur secara melawan hukum

mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti

materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan

perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela

karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial

dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.84

.Kesimpulan majelis hakim yaitu berdasarkan keterangan saksi Adhi

Pramono, S.H sebagai kepala bidang dan selaku atasan dari terdakwa tidak

pernah mendapat laporan adanya barang-barang bantuan dari Dinas Sosial

Propinsi Jawa Tengah maupun keluarnya barang-barang bantuan tersebut daru

gudang. Saksi mengetahui hal tersebut dari koran dan dari perangkat desa yang

seharusnya terdakwa menggunakan prosedur tetap berdasarkan Peraturan

Bupati Nomor 15 Tahun 2004 dalam mengelola kegiatan penyaluran bantuan

83

Darwan Prinst, 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, hlm. 16. 84

Surachmin dan Suhandi Cahaya, 2011, Strategi dan Teknik Korupsi Mengetahui

untuk Mencegah, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 15.

Page 94: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

94

bencana alam dan bencana sosial serta penanggulangan kemiskinan. Sehingga

unsur ini telah terpenuhi.

Unsur “Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

koorporasi”. Memperkaya diri sendiri artinya bahwa dengan perbuatan

melawan hukum itu pelaku menikmati bertambahnya kekayaan atau harta

benda miliknya sendiri.85

Pengertian memperkaya orang lain maksudnya akibat

perbuatan melawan hukum pelaku, ada orang lain yang menikmati

bertambahnya harta bendanya.86

Sedangkan pengertian memperkaya

koorporasi maksudnya mungkin juga yang mendapat keuntungan dari

perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku adalah suatu

koorporasi, yaitu kumpulan orang atau kumpulan kekayan yang terorganisasi,

baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.87

Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, bahwa terdakwa

memerintahkan saksi Asror Efendi, S.Sos untuk mengambil bantuan di Dinas

Sosial Propinsi Jawa Tengah. Hal tersebut berdasarkan surat dari Sekretaris

Daerah Kabupaten Banymas Nomor 466/404/2007 tanggal 7 Agustus 2007

perihal permohonan bantuan yang didasarkan pada hasil rapat antara Bupati

dan Asisten Ekonomi dan Pembangunan serta dinas-dinas terkait persiapan

untuk penanggulangan bencana alam di Kabupaten Banyumas yang pada

waktu itu tidak memilili anggaran untuk penanggulangan bencana. Untuk itu

terdakwa meminta bantuan dinas lain yakni Dinas Pendidikan melalui saksi

Suwardi, S.H.,M.H untuk menyalurkan barang-barang tersebut kepada

85

Darwan Prinst. 2002. Op.cit, hlm.31 86

Ibid. 87

Ibid.

Page 95: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

95

masyarakat yang terkena bencana termasuk orang-orang yang miskin.

Kemudian saksi Suwardi, S.H.,M.H telah menyalurkan seluruh bantuan

tersebut kepada saksi Drs. Restu Yuwono yang dahulunya sebagai bawahan

dari saksi Suwardi, S.H.,M.H untuk membagikan barang-barang tersebut

kepada warganya yang miskin.

Berdasarkan keterangan dari saksi Arif Wicaksono, S.Pd yang

menerangkan bahwa sekitar bulan Agustus 2007 saksi mengadakan sosialisasi

warga miskin/buta huruf dengan mengundang saksi Suwardi, S.H.,M.H di balai

muslimat pekuncen yang pada akhirnya saksi Suwardi, S.H.,M.H membagi-

bagikan bantuan berupa indomie, sarden, minyak gorang, kecap, dan lain-

lainnya. Pada waktu itu juga membagikan bantuan di Balai Desa Banjar anyar

dan di masjid desa Tumiyang. Hal tersebut dibenarkan oleh saksi Tasito beserta

10 orang yang didaftarkannya sebagai masyarakat miskin telah menerima

bantuan dari saksi Suwardi, S.H.,M.H.

Berdasarkan keterangan saksi Singgih Wiranto, S.H.,M.Hum,

pembagian barang tersebut tidak ada kaitannya dengan dirinya yang

mencalonkan diri sebagai Bupati Banyumas, dikarenakan saksi masih aktif

sebagai Sekretaris Daerah dan mengundurkan diri pada tanggal 17 desember

2007 dan saksi belum terdaftar sebagai calon bupati.

Berdasarkan uraian diatas, terdakwa dalam menyalurkan bantuan

tersebut melalui saksi Suwardi, S.H.,M.H dikarenakan tidak ada anggaran

untuk itu dan terdakwa juga tidak meminta atau mengharapkan jabatan apabila

saksi Singgih Wiranto,S.H.,M.Hum terpilih sebagai Bupati Banyumas atau ada

Page 96: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

96

kerjasama antara terdakwa dengan saksi Suwardi, S.H.,M.H untuk

menyalurkan bantuan tersebut supaya masyarakat memilih saksi Singgih

Wiranto, S.H.,M.Hum menjadi Bupati Banyumas.

Bantuan tersebut telah disalurkan kepada masyarakat miskin yang salah

satunya untuk memberikan dorongan kepada masyarakat buta huruf untuk mau

belajar dan bukan untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Bantuan tersebut

tidak dipergunakan untuk memperoleh jabatan atau memberi kesempatan

kepada orang lain untuk memperoleh jabatan supaya dirinya atau orang lain

kelak nantinya akan mendapatkan jabatan yang lebih baik dari sekarang ini,

sehingga dalam hal ini penyaluran bantuan tersebut memberikan manfaat yang

sebesar-besarnya bagi masyarakat miskin. Berdasarkan uraian fakta

persidangan tersebut, Majelis Hakim menyimpulkan bahwa terdakwa, orang

lain dalam hal ini adalah Suwardi, S.H.,M.H, atau suatu koorporasi tidak

mendapat keuntungan, sehingga unsur “Memperkaya diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi” tidak terpenuhi.

Unsur “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan”.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dan ditambah dengan Undang- Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak memberikan

penjelasan tentang arti penyalahgunaan kewenangan. Apabila merujuk pada

penjelasan Pasal 52 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

Page 97: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

97

tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang dimaksud dengan penyalahgunaan

kewenangan adalah telah menggunakan wewenang itu untuk tujuan lain dari

yang dimaksud ketika diberikan wewenang itu atau dikenal dengan

“detournement de pouvoir”.

Pemahaman tersebut apabila dihubungkan dengan tindak pidana

korupsi, khususnya dihubungkan dengan unsur “menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan”, ini berarti bahwa pelaku memiliki kewenangan, kesempatan, atau

sarana yang digunakannya secara melawan hukum.

Menyalahgunakan kekuasaan berarti menyalahgunakan waktu yang ada

pada padanya dalam kedudukan atau jabatannya itu. Sementara

menyalahgunakan sarana berarti menyalahgunakan alat-alat atau perlengkapan

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya itu.88

Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, dari

keterangan terdakwa sebagai Kepala seksi DKSPM dalam seksi bantuan

bencana dan kemiskinan menelpon saksi Asror Efendi, S.Sos selaku staf dari

terdakwa pada hari Senin malam tanggal 20 Agustus 2007 dan menyuruh saksi

untuk mengambil barang-barang di Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah di

Semarang. Sesampainya di semarang pukul 11.00 WIB langsung menuju

Kantor Dinas Sosial Propinsi dan oleh petugas barang-barang tersebut

dinaikkan ke truk kemudian saksi bersama supir dan kernet langsung pulang ke

Purwokerto. Mereka tiba di purwokerto sekitar pukul 19.00 WIB dan langsung

88

Ibid.

Page 98: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

98

menuju gudang DKSPM. Barang-barang tersbut diangkat dan dimasukkan ke

gudang oleh saksi Atmo sebagai pembawa kunci dengan 4 ( empat) orang kuli.

Keesokan harinya saksi melapor kepada terdakwa.

Saksi diberi uang melalui kernet truk bernama mali untuk biaya

perjalanan sebesar Rp.1.100.000,00 untuk mengambil barang-barang berupa:

100 potong jarik, 100 potong sarung, 100 potong selimut, 100 potong daster,

100 potong kaos, serta bahan makanan berupa 50 dos mie instan, 1500 sarden,

1200 botol sambel. 1200 botol kecap, 150 botol masing-masing berisi 2liter

minyak goreng, dan 600 paket makanan tambahan. Barang-barang tersebut

diperuntukkan untuk penanggukangan bencana alam dan yang menandatangani

serah terima barang tersebut adalah saksi bersama petugas bernama wibowo.

Saksi Suyitno sebagai penjaga dan pemegang kunci gudang yang

merupakan bawahan dari terdakwa pada tanggal 22 Agustus 2007 pukul 16.00

WIB mendapat perintah dari terdakwa untuk menyerahkan barang-barang

tersebut kepada seseorang bernama saksi Suwardi,S.H.,M.H. beberapa menit

kemudian terdakwa datang, kemudian saksi atmo datang dan kernet truk yang

mengangkat dan memasukkan ke dalam truk untuk dubawa ke Perumahan

Tanjung Elok di rumahnya saksi Suwardi, S.H.,M.H.

Terdakwa sebagai kepala seksi pada DKSPM seharusnya meyalurkan

bantuan tersebut sesuai dengan kewenangan yang ada padanya, bukan malah

menyerahkan kepada saksi Suwardi,S.H.,M.H untuk membagi-bagikan kepada

masyarakat miskin. Berdasarkan uraian fakta diatas, unsur “menyalahgunakan

Page 99: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

99

kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan telah terbukti.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum hakim tersebut,

terdakwa dijatuhkan putusan bebas, sesuai dengan Pasal 191 ayat (1) KUHAP.

Hal ini juga sesuai dengan pendapat Yahya Harahap,89

mengenai putusan bebas

dapat ditijau dari beberapa segi yaitu:

1) Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara

sah dan meyakinkan. Semua alat bukti yang diajukan di persidangan

baik berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan petunjuk, serta

pengakuan terdakwa sendiri tidak dapat membuktikan kesalahan yang

didakwakan kepada terdakwa. Artinya perbuatan yang didakwakan

kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, karena

menurut penilaian hakim semua alat bukti yang diajukan tidak cukup

atau tidak memadai, atau;

2) Pembuktian kesalahan yang didakwakan tidak memenuhi batas

minimum pembuktian. Misalnya, alat bukti yang diajukan hanya satu

orang saksi. Dalam hal ini, selain tidak memenuhi asas batas minimum

pembuktian itu juga bertentangan dengan Pasal 185 ayat (2) KUHAP

yang menegaskan unnus testis nullus testis atau seorang saksi bukan

saksi;

3) Putusan bebas disini bisa juga didasarkan atas penilaian, kesalahan

yang terbukti itu tidak didukung oleh keyakinan hakim jadi sekalipun

secara formal kesalahan terdakwa dapat dinilai cukup terbukti, namun

nilai pembuktian yang cukup ini akan lumpuh apabila tidak didukung

oleh keyakinan hakim. Dalam keadaan penilaian seperti ini, putusan

yang akan dijatuhkan pengadilan adalah membebaskan terdakwa dari

tuntutan hukum.90

Majelis hakim dalam pembuktian perkara ini telah sesuai dengan sistem

pembuktian negative wettelijk yang merupakan sistem pembuktian dalam

KUHAP.91

Maksud dari sistem pembuktian ini adalah teori antara sistem

pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem pembuktian

89

Yahya Harahap, loc. cit. 90

Ibid, hlm.348 91

Ibid. hal. 132.

Page 100: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

100

menurut keyakinan hakim (Conviction – in time). sistem ini, terdakwa baru

dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya

dapat dibuktikan dengan cara dan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-

undang, serta dibarengi dengan keyakinan hakim.92

Pasal 183 KUHAP yang mengatur tentang sistem pembuktian negative

wettelijk, menyatakan bahwa:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia peroleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Alat bukti dalam perkara ini yaitu berupa keterangan saksi, keterangan

terdakwa, serta barang bukti berupa Surat pernyataan tertanggal 27 Maret 2009

yang ditanda tangani oleh M E, S.H., Foto copy SK Bupati Nomor:

821.2/005/51-2001 tanggal 15 Januari 2001 tentang Pengangkatan/ penunjukan

PNS dalam Jabatan Struktural Eselon IV di Lingkungan Pemerintah Kabupaten

Banyumas, 1 (satu) buah buku barang bantuan Dinas Sosial Propinsi tahun

2007, Surat dari Sekretaris Daerah Kabupaten Banyumas No. 446/404/2007

tanggal 7 Agustus 2007 perihal permohonan bantuan, Berita acara serah terima

barang bantuan lauk pauk untuk korban bencana tanggal 21 Agustus 2007 dan

berita acara terima barang bantuan sandang untuk korban bencana tanggal 21

Agustus 2007, 1 (satu) buah buku kas sumbangan UKS, 1 (satu) surat dari

Sekretaris Daerah Kabupaten Banyumas perihal permohonan bantuan untuk

korban bencana tanggal 21 Agustus 2007, 4 (empat) lembar berita acara serah

terima barang bantuan sandang untuk korban bencana dan bantuan lauk pauk

92

Ibid, hlm.278.

Page 101: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

101

untuk korban bencana hari Selasa tanggal 21 Agustus 2007, 1 (satu) lembar

foto copy (yang telah diotentifikasi) petikan surat putusan Bupati Banyumas

Nomor: 821.2/031/2005 tanggal 25 Januari 2005 tentang Pemberhentian/

Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural III Dan IV di Lingkungan Dinas

Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Banyumas

atas nama M E, S.H, dan uang tunai sebesar Rp.13.750.000,00.

. Hal ini telah sesuai dengan alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal

184 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa

Alat bukti yang sah ialah:

a. Keterangan saksi;

b. Keterangan ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa.

Terdakwa dalam perkara ini diputus bebas, karena majelis hakim

menjatuhkan putusan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan

yaitu, terdakwa dalam menyalurkan barang bantuan tersebut walaupun salah

dan memenuhi unsur “menyalahgunakan kewenangan” akan tetapi dalam

perkara ini terdakwa, atau orang lain atau suatu koorporasi tidak mendapat

keuntungan.

Barang-barang tersebut telah habis dibagikan kepada masyarakat

miskin miskin yang salah satu tujuannya untuk memberikan dorongan kepada

masyarakat buta huruf untuk mau belajar dan bukan untuk diri sendiri maupun

untuk orang lain. Bantuan tersebut tidak dipergunakan untuk memperoleh

jabatan atau memberi kesempatan kepada orang lain untuk memperoleh jabatan

supaya dirinya atau orang lain kelak nantinya akan mendapatkan jabatan yang

Page 102: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

102

lebih baik dari sekarang ini, sehingga dalam hal ini penyaluran bantuan

tersebut memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat miskin.

Berdasarkan hal tersebut diatas, walaupun terdakwa salah menyalurkan

bantuan ke masyarakat miskin yang seharusnya disalurkan kepada masyarakat

yang mengalami bencana alam dan dalam hal ini terdakwa dalam melakukan

tindakan/perbuatan tersebut adalah merupakan social adequat dan

menimbulkan suatu keuntungan yang dapat dirasakan sehingga dalam hal ini

seimbang dengan kerugian yang ditimbulkan walaupun perbuatannya

bertentangan dengan undang-undang.

Dengan demikian, tindakan tersebut dapat hilang sifat melawan

hukumnya dikarenakan negara tidak dirugikan, kepentingan umum dilayani,

dan terdakwa sendiri tidak mendapat keuntungan. Hal ini telah menjadi

yurisprudensi tetap berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor

42K/Kr/1965, Putusan Mahkamah Agung Nomor 71/K/1970 dan Putusan

Mahkamah Agung Nomor 81/K/Kr/1973. Berdasarkan pertimbangan majelis

hakim yang menyatakan bahwa salah satu unsur tindak pidana yang

didakwakan oleh penuntut umum tidak terbukti, majelis hakim berkesimpulan

bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah

melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, sehingga majelis hakim

menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa.

2. Akibat Hukum Dijatuhkannya Putusan Bebas Bagi Terdakwa pada

Perkara No.174/PID.B/2009/PN.Pwt.

Page 103: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

103

Majelis hakim di dalam amar putusannya menyebutkan

“memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan setelah putusan

diucapkan”. Hal ini telah sesuai dengan Pasal 191 ayat (3) KUHAP yang

menyatakan bahwa:

“Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),

terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk

dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah,

terdakwa perlu ditahan”.

Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 5 tahun 2001

tentang Pembuatan Ringkasan Putusan Terhadap Perkara Pidana yang Terdakwanya

Diputus Bebas atau Dilepas Dari Segala Tuntutan, menyatakan bahwa:

“Terhadap perkara pidana yang terdakwanya ditahan dan diputus

dengan amar putusan yang menyatakan terdakwa dibebaskan dari

segara dakwaan (vrijspraak) atau dilepas dari segala tuntutan (ontslag

van alle rechtsvervolging) dengan perintah agar terdakwa segera

dikeluarkan dari tahanan pada saat putusan diucapkan di depan sidang

terbuka untuk umum harus sudah ada setidak-tidaknya ringkasan

putusan (extract vonis) atau setidak-tidaknya segera setelah putusan

tersebut diucapkan agar segera dibuat ringkasan putusan (extract vonis)

guna dapat segera dieksekusi oleh Jaksa dalam kedudukannya selaku

eksekutor dari putusan Hakim”.

Terdakwa yang diputus bebas harus segera dibebaskan dari tahanan,

kecuali ada alasan lain. Perintah untuk membebaskan terdakwa dari tahanan

segera dilaksanakan oleh jaksa setelah putusan diucapkan dan laporan tertulis

mengenai perintah tersebut dilampiri surat penglepasan yang diserahkan

kepada Ketua Pengadilan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh

empat jam.93

Putusan hakim yang menjatuhkan putusan bebas tidak dapat

diajukan upaya hukum biasa, dalam hal ini yaitu upaya hukum banding dan

kasasi. Hal ini sesuai dengan Pasal 67 KUHAP dan Pasal 244 KUHAP.

93

Ibid, hlm. 351.

Page 104: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

104

Pasal 67 KUHAP:

“Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk minta banding terhadap

putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas,

lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang

tepatnya penerapan hukim dan putusan pengadilan dalam acara cepat”

Pasal 244 KUHAP:

“Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir

oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau

penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi

kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”.

Berdasarkan ketentuan kedua pasal yang tersebut diatas, dapat diketahui

bahwa untuk putusan bebas tidak dapat dimintakan upaya hukum banding

maupun kasasi sebagai upaya hukum biasa.

Djoko prakoso, 94

berpendapat:

Mengenai Putusan bebas/vrijspraak tidak dapat diajukan permohonan

kasasi, hal ini diatur secara tegas dalam undang-undang (Pasal 244

KUHAP), tetapi pasal ini dapat diterobos dengan Keputusan Menteri

Kehakiman RI: M. 14-P.W. 07. 03 Tahun 1983 tentang Pedoman

Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang terdapat

dalam Pasal 19 yang menyatakan:”Terhadap Putusan bebas tidak dapat

dimintakan banding tetapi demi situasi dan kondisi, demi hukum,

keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan

kasasi.”

Pendapat diatas sesusai dengan ketentuan Pasal 259 ayat (1) KUHAP

yang menyatakan bahwa:

“Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada

Mahkamah agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh

Jaksa agung”

Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenang dari

Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan-putusan dari pengadilan-

94

Djoko Prakoso. Op.cit. hlm.288

Page 105: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

105

pengadilan terdahulu, dan ini merupakan peradilan terakhir. Tujuan dari kasasi

ialah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan

membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang – undang atau keliru

dalam menerapkan hukum.

Yahya Harahap berpendapat,95

ada beberapa tujuan utama upaya hukum

kasasi yaitu:

1. Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan. Salah satu tujuan

kasasi adalah memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum,

agar hukum benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah cara

mengadili perkara benar-benar dilakukan menurut ketentuan undang-

undang,

2. Menciptakan dan membentuk hukum baru. Selain tindakan koreksi yang

dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam peradilan kasasi, adakalanya

tindakan koreksi itu sekaligus menciptakan hukum baru dalam bentuk

yurisprudensi,

3. Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum. tujuan lain dari

pemeriksaan kasasi, adalah mewujudkan kesadaran “keseragaman”

penerapan hukum atau unified legal frame work dan unified legal opinion.

Dengan adanya putusan kasasi yang menciptakan yurisprudensi, akan

mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan hukum,

serta dengan adanya upaya hukum kasasi, dapat terhindari kesewenangan

dan penyalahgunaan jabatan oleh para hakim yang tergoda dalam

memanfaatkan kebebasan kedudukan yang dimilikinya.

Kasasi demi kepentingan hukum adalah upaya hukum luar biasa.96

Hal

ini dikarenakan kasasi demi kepentingan hukum diajukan terhadap putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan hanya terbatas

pada putusan Pengadilan Negeri dan atau putusan Pengadilan tinggi.

Yahya Harahap, 97

berpendapat bahwa :

Pada hakikatnya kasasi demi kepentingan hukum tidak berbeda

tujuannya dengan permohonan kasasi biasa, sama-sama bertujuan untuk

memperbaiki kesalahan penerapan hukum, keteledoran cara

95

Yahya Harahap, op. cit. hlm. 539-542. 96

Ibid, hlm.608 97

Ibid, hlm.612-613

Page 106: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

106

melaksanakan peradilan menurut ketentuan undang-undang, serta

mencegah terjadinya tindakan pengadilan yang melampaui batas

wewenangnya. Bertitik tolak dari tujuan koreksi ini, alasan kasasi demi

kepentingan hukum pun sama dan sejajar dengan kasasi biasa seperti

yang telah dirinci dalam Pasal 253 ayat (1). Akan tetapi, kalau bertitik

tolak dari perkataan demi kepentingan hukum, berarti tidak hanya

terbatas kepada kesalahan yang disebut Pasal 253 ayat (1). Bahkan

meliputi segala segi yang menyangkut kepentingan hukum. Baik yang

menyangkut pemidanaan, barang bukti, biaya perkara, penilaian

pembuktian, dan sebagainya.

Pejabat yang berwenang mengajukan kasasi demi kepentingan hukum

diatur dalam Pasal 259 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa:

“Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada

Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh

Jaksa Agung”

Berdasarkan ketentuan Pasal 259 ayat (2) KUHAP, putusan kasasi demi

kepentingan hukum tidak boleh merugikan terdakwa. Selain itu, kasasi demi

kepentingan hukum hanya dapat diajukan satu kali saja.

Permohonan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh diajukan

secara lisan. Dengan kata lain, permohonan kasasi demi kepentingan hukum

diajukan secara tertulis dan disertai risalah yang memuat alasan kasasi. Risalah

itu merupakan syarat mutlak yang bersifat “memaksa”. Hal ini dikarenakan

tanpa risalah, permohonan dianggap tidak memenuhi syarat formal.

Konsekuensinya, permohonan dinyatakan “tidak dapat diterima”. Jadi, agar

permohonan memenuhi syarat formal, Jaksa Agung wajib mengajukan risalah

atau memori.98

98

Ibid. hlm.612

Page 107: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

107

Salinan risalah disampaikan panitera kepada pihak yang

berkepentingan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 260 ayat (2) KUHAP yang

menyatakan bahwa panitera Pengadilan Negeri segera menyampaikan risalah

kepada pihak yang berkepentingan. Penyampaian salinan risalah mengandung

maksud agar memberikan hak kepada pihak yang menerima salinan risalah

tersebut untuk menyusun dan mengajukan kontra risalah.

Putusan dan pemberitahuan putusan kasasi demi kepentingan hukum

mempunyai persamaan bentuk dan cara penyampaiannya dengan putusan

kasasi biasa. Namun ada sedikit perbedaan antara keduanya, yaitu untuk

salinan kasasi demi kepentingan hukum oleh Mahkamah Agung disampaikan

kepada Jaksa Agung dan kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan,

sedangkan untuk kasasi biasa, salinan putusan kasasi hanya diberikan kepada

Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

Page 108: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

108

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

yaitu:

1. Dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan bebas pada

perkara No.174/PID.B/2009/PN.Pwt adalah berdasarkan fakta-fakta yang

terungkap dalam persidangan, dimana terdakwa dalam menyalurkan

barang bantuan memang tidak sesuai dengan prosedur tetap dalam

penyaluran barang bantuan tersebut. Oleh karena itu perbuatan terdakwa

telah memenuhi unsur “secara melawan hukum melakukan perbuatan” dan

“menyalahgunakan kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena

jabatan atau kedudukannya. Akan tetapi dalam penyaluran barang bantuan

tersebut terdakwa tidak mendapat keuntungan sama sekali dari penyaluran

barang bantuan tersebut, begitu juga dengan orang lain yang dalam hal ini

yaitu saksi Suwardi, S.H.,M.H. selain itu berdasarkan keterangan dari

saksi Singgih Wiranto, S.H.,M.Hum penyaluran barang bantuan tersebut

tidak ada kaitannya dengan dirinya yang akan mencalonkan diri sebagai

Bupati Banyumas. Oleh karena itu unsur “ Memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau suatu koorporasi´tidak terbukti. Berdasarkan pertimbangan

majelis hakim yang menyatakan bahwa salah satu unsur tindak pidana

yang didakwakan oleh penuntut umum tidak terbukti, majelis hakim

Page 109: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

109

berkesimpulkan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

telah bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya,

sehingga majelis hakim menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa. Hal

ini sesuai dengan ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP

2. Akibat hukum dengan dijatuhkannya putusan bebas bagi terdakwa pada

perkara No.174/PID.B/2009/PN.Pwt, terdakwa harus segera dibebaskan

dari tahanan, kecuali ada alasan lain. Perintah untuk membebaskan

terdakwa dari tahanan segera dilaksanakan oleh jaksa setelah putusan

diucapkan dan laporan tertulis mengenai perintah tersebut dilampiri surat

penglepasan yang diserahkan kepada ketua pengadilan selambat-

lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam. Kemudian terhadap

putusan bebas tidak dapat diajukan upaya hukum biasa, yaitu upaya

hukum banding maupun kasasi, akan tetapi terhadap putusan bebas dapat

diajukan upaya hukum luar biasa yaitu kasasi demi kepentingan hukum.

B. Saran

Untuk mencegah majelis hakim menjatuhkan putusan bebas, penuntut

umum dalam membuat dakwaan dan tuntutan harus lebih cermat dan teliti dalam

membuktikan unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, sehingga

terdakwa tidak dijatuhkan putusan bebas.

Page 110: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/isi skripsi.pdf · Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi yang dikeluarkan

110