BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi...

93
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan fonem dalam suatu bahasa merupakan hal yang umum, hampir semua bahasa di dunia ini memiliki konsep mengenai perubahan fonem tersebut. Begitu juga bahasa Jawa yang memiliki konsep perubahan fonem, dalam hal ini tampak dalam majalah Panjebar Semangat . Panjebar Semangat merupakan jenis majalah mingguan kalawarti‟ yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya. Majalah Panjebar Semangat sudah ada sejak 23 September 1993. Penggunaan bahasa Jawa dalam majalah Panjebar Semangat, memberikan warna tersendiri di tengah arus media cetak negara ini yang cenderung menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya. Dalam bahasa Jawa cukup produktif kasus perubahan bunyi ataupun fonem suatu kata yang terjadi akibat adanya proses morfologi. Perubahan bunyi yang terjadi akibat adanya proses morfologi tersebut dalam ilmu linguistik disebut sebagai morfofonemik. Morfofonemik (disebut juga morfonologi atau morfofonologi) adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi (Chaer, 2008:43). Kata ana [ɔn ɔ] dapat diidentifikasi kapan fonem /a/ dibaca [ɔ] dan kapan pula dibaca [a]. Ketika kata ana mendapat imbuhan sufiks {- ne}

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan fonem dalam suatu bahasa merupakan hal yang umum,

hampir semua bahasa di dunia ini memiliki konsep mengenai perubahan

fonem tersebut. Begitu juga bahasa Jawa yang memiliki konsep perubahan

fonem, dalam hal ini tampak dalam majalah Panjebar Semangat.

Panjebar Semangat merupakan jenis majalah mingguan

„kalawarti‟ yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya.

Majalah Panjebar Semangat sudah ada sejak 23 September 1993.

Penggunaan bahasa Jawa dalam majalah Panjebar Semangat, memberikan

warna tersendiri di tengah arus media cetak negara ini yang cenderung

menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya.

Dalam bahasa Jawa cukup produktif kasus perubahan bunyi

ataupun fonem suatu kata yang terjadi akibat adanya proses morfologi.

Perubahan bunyi yang terjadi akibat adanya proses morfologi tersebut

dalam ilmu linguistik disebut sebagai morfofonemik. Morfofonemik

(disebut juga morfonologi atau morfofonologi) adalah kajian mengenai

terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari

adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun

proses komposisi (Chaer, 2008:43).

Kata ana [ɔnɔ] dapat diidentifikasi kapan fonem /a/ dibaca [ɔ] dan

kapan pula dibaca [a]. Ketika kata ana mendapat imbuhan sufiks {-ne}

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

2

maka secara otomatis akan terjadi perubahan bunyi. Identifikasi

morfofonemik ini akan menghasilkan sebuah rumusan pola-pola baku,

yang dapat dijadikan sebagai dasar kapan harus menggunakan [ɔnɔ], kapan

pula bentuk [anane] harus dipakai.

Perubahan bunyi yang diakibatkan oleh proses morfologi ini ada

kalanya berbentuk pemunculan fonem, perubahan fonem, pelesapan

fonem, peluluhan fonem ataupun pergeseran fonem (Samsuri, 1987:201).

Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi

fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh adanya

proses morfologi, faktor kehomorganan bunyi juga sangat berpengaruh.

Hal ini sejalan dengan definisi morfofonemik yang diutarakan oleh

Soepomo Poedjosoedarmo dkk bahwa morfofonemik adalah perubahan

fonemis yang diakibatkan oleh fonem yang ada di sekitarnya (1979:186).

Pada kasus [ɔnɔ] dan [anane] di atas, fonem /e/ dalam morfem {-ne} yang

tergolong sebagai vokal tidak bulat mempengaruhi fonem /ɔ/ [ɔnɔ] yang

tergolong vokal bulat, menjadi vokal tidak bulat berupa fonem /a/ [anane].

Selanjutnya muncul pertanyaan apakah setiap proses morfologi

akan menyebabkan perubahan bunyi atau fonem? Apabila iya, apakah

wujud dari perubahan tersebut, apakah pemunculan, pelesapan, peluluhan,

perubahan atau justru pergeseran. Jika tidak, proses morfologi seperti

apakah yang mengakibatkan adanya perubahan bunyi. Inilah yang

mendasari mengapa penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini.

Penulis tertarik untuk meneliti apa saja proses morfologi yang

mengakibatkan perubahan bunyi dan juga hasil dari proses morfologi

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

3

tersebut kaitannya dengan bunyi yang ada di cerkak majalah Panjebar

Semangat.

Penelitian ini menggunakan majalah Panjebar Semangat sebagai

sumber data utamanya. Hal ini didasari karena Panjebar Semangat

merupakan salah satu majalah berbahasa Jawa yang sampai sekarang

masih ada, sehingga untuk masalah praktis, tidak akan sulit untuk mencari

majalah tersebut. Selain itu, penulis ingin memanfaatkan majalah

Panjebar Semangat yang jumlahnya cukup banyak yang terdapat di

Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Rubrik yang dipilih dalam majalah Panjebar Semangat adalah

cerkak. Cerkak merupakan akronim dari cerita cekak „cerita pendek‟.

Rubrik cerkak dipilih karena rubrik ini adalah satu dari beberapa rubrik

yang ada di dalam majalah Panjebar Semangat, yang penggunaan bahasa

Jawanya masih sangat kuat. Berbeda misalnya dengan rubrik sariwarta,

walaupun tetap menggunakan bahasa Jawa, namun kontennya bersifat

umum, sehingga penggunaan bahasanya akan banyak mengandung diksi

dari bahasa Indonesia ataupun bahasa selain Jawa.

Telah ada sebelumnya beberapa penelitian yang terkait dengan

morfofonemik, yaitu tesis dari mahasiswa Pascasarjana Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Surabaya, Yani Paryono.

Tesis ini berjudul Morfofonemik Bahasa Jawa Dialek Banyumas, tahun

2008. Tesis ini mengkaji mengenai morfofonemik bahasa Jawa dialek

Banyumas yang meliputi afiksasi, reduplikasi, klitiksasi, komposisi dan

modifikasi intern. Ada juga skripsi berjudul Morfofonemik Bahasa Jawa

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

4

Dialek Cirebon (Studi Kasus di Bringin Cirebon), karya Sigit Hardadi

mahasiswa Ilmu Budaya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Jenderal Soedirman. Ada dua poin yang dikaji dalam skripsi ini, pertama

mengenai proses morfofonermik bahasa Jawa dialek Cirebon yang

terdapat di Desa Bringin Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon. Poin

kedua mengenai jenis morfofonemik bahasa Jawa dialek Cirebon di Desa

Bringin Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon. Analisis

Morfofonemik pada Cerita Bersambung Pak Guru dalam Majalah Djaka

Lodang Tahun 2012 Karya Suhindriyo, merupakan karya ilmiah lain yang

juga mengkaji mengenai morfofonemik bahasa Jawa. Penulisnya adalah

mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas

Muhammadiyah Purworejo, Heru Tafiyanto, tahun 2013. Heru Tafiyanto

mengangkat dua rumusan masalah dalam penelitiannya, pertama mengenai

proses morfofonemik pada cerita bersambung Pak Guru, dan kedua

mengenai bentuk morfofonemik yang terdapat pada cerita bersambung Pak

Guru.

B. Batasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian terkait dengan sumber data

penelitian. Hanya cerkak majalah Panjebar Semangat yang terbit pada

tanggal 2 Januari-5Maret 2016 dan 12 Maret-14 Mei 2016 yang dipakai

sebagai sumber data penelitian. Pemilihan cerkak dengan tanggal 2

Januari-5 Maret 2016 dan 12 Maret-14 Mei 2016 terkait dengan alasan

kebaruan dari cerkak yang terbit paling baru, sehingga kemungkinan

cerkak tersebut telah dikaji oleh peneliti lain sangatlah kecil.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

5

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut.

1. Proses morfologi apakah yang terdapat pada morfofonemik bahasa

Jawa dalam cerkak majalah Panjebar Semangat?

2. Bagaimanakah bentuk morfofonemik bahasa Jawa dalam cerkak

majalah Panjebar Semangat?

D. Tujuan Pembahasan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan proses morfologi pada morfofonemik bahasa Jawa

dalam cerkak majalah Panjebar Semangat.

2. Mendeskripsikan bentuk morfofonemik bahasa Jawa dalam cerkak

majalah Panjebar Semangat.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini ada dua, manfaat teoretis dan manfaat

praktis.

1. Manfaat teoretis, manfaat teoretis yang dimaksud yakni penelitian ini

semoga dapat melengkapi teori tentang morfofonemik bahasa Jawa.

2. Manfaat praktis, manfaat praktis yang dimaksud yakni diharapkan

hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif bahan

bacaan bagi para mahasiswa ataupun siapa saja yang ingin mengetahui

masalah morfofonemik bahasa Jawa.

.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

6

F. Landasan Teori

Teori yang dipakai dalam penelitian ini sehubungan dengan

masalah yang telah ditetapkan adalah (1) fonem (2) proses morfologi, (3)

morfofonemik, dan (4) bentuk morfofonemik.

Teori-teori tersebut dipakai karena relevan dengan rumusan

masalah, selain itu dengan adanya teori-teori yang telah ditetapkan akan

menjadikan penelitian ini semakin terarah, karena adanya landasan yang

jelas mengenai konsep keilmuan yang menjadi penghubung menuju

pembahasan masalah.

1. Fonem

Fonem adalah satuan terkecil yang terdiri atas bunyi-bunyi ujaran

yang dapat membedakan arti (Keraf, 1991:20). Chaer menyebut fonem

sebagai bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata

(2007:125). Fonem bahasa Jawa dibagi menjadi, fonem vokal dan fonem

konsonan (Sasangka, 2013:2). Sasangka (2013:2) mengartikan vokal iku

swara kang duwe uni, utawa swara sing muni jalaran pametune angin

saka paru-paru kang kawedhar saka jroning tutuk ora ana kang ngalang-

ngalangi, artinya „vokal adalah suara yang memiliki bunyi, atau suara

yang berbunyi karena keluarnya angin dari paru-paru yang keluar melalui

mulut tanpa mendapat halangan.‟ Fonem vokal bahasa Jawa jumlahnya

ada tujuh, yaitu /a/, /ɔ/, /o/, /i/, /u/, /e/, dan /ə/ (Sasangka, 2013:3).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

7

a. Fonem vokal /a/

Fonem vokal /a/ termasuk vokal rendah, terbuka, depan dan tidak bulat

(Marsono, 1989:45). Fonem vokal /a/ dalam bahasa Jawa disebut a swara

miring, vokal /a/ bisa berposisi di awal, tengah dan juga akhir sebuah kata

(Sasangka, 2013:3).

b. Fonem vokal /ɔ/

Fonem vokal /ɔ/ termasuk vokal tengah, belakang, semi terbuka, dan bulat

(Marsono, 1989:45). Fonem vokal /ɔ/ dalam bahasa Jawa disebut a swara

jejeg, vokal /ɔ/ dapat berposisi di awal, tengah dan juga akhir sebuah kata

(Sasangka, 2013:3).

c. Fonem vokal /o/

Fonem vokal /o/ termasuk vokal tengah, belakang, semi tertutup, dan bulat

(Marsono, 1989:45). Fonem vokal /o/ dapat berposisi di awal, tengah dan

akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:3)

d. Fonem vokal /i/

Fonem vokal /i/ bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi dua, [i] i swara

jejeg dan [I] i swara miring (Sasangka, 2013:4). Vokal i swara jejeg

termasuk vokal tinggi, depan, tertutup dan tidak bulat, sedangkan vokal i

swara miring termasuk vokal tinggi, depan, tertutup dan tidak bulat

(Marsono, 1989:45). Vokal i swara jejeg dapat berposisi di awal, tengah

dan akhir sebuah kata, sedangkan vokal i swara miring hanya dapat

berposisi di tengah.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

8

e. Fonem vokal /u/

Fonem vokal /u/ bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu vokal

[u] disebut u swara jejeg, dan vokal [U] disebut u swara miring

(Sasangka, 2013:4). Vokal u swara jejeg tergolong vokal tinggi, belakang,

tertutup dan bulat, sedangkan vokal u swara miring tergolong vokal tinggi,

belakang, semi tertutup, dan bulat (Marsono, 1989:46). Vokal u swara

jejeg dapat berposisi di awal, tengah dan akhir, sedangkan vokal u swara

miring hanya dapat berposisi di tengah kata (Sasangka, 2013:4).

f. Fonem vokal /e/

Fonem vokal /e/ bahasa Jawa dibedakan menjadi dua, yaitu [e] disebut e

swara jejeg, dan [ɛ] disebut e swara miring (Sasangka, 2013:5). Vokal e

swara jejeg tergolong vokal tengah, depan, tertutup, dan tidak bulat,

sedangkan vokal e swara miring tergolong vokal tengah, depan, semi

terbuka, dan tidak bulat (Marsono, 1989:45). Vokal e swara jejeg dapat

berposisi di awal, tengah dan akhir sebuah kata, sedangkang vokal e swara

miring hanya dapat berposisi di awal dan tengah kata (Sasangka, 2013:5).

g. Fonem vokal /ə/

Fonem vokal /ə/ bahasa Jawa disebut e pepet, vokal /ə/ ini hanya dapat

berposisi di awal dan tengah sebuah kata (Sasangka, 2013:5). Fonem vokal

/ə/ tergolong vokal tengah, semi terbuka dan tidak bulat (Marsono,

1989:45).

Sasangka (2013:11) menyebut konsonan iku swara kang tanpa uni,

utawa swara sing durung muni yen durung sumambung karo vokal, artinya

„konsonan adalah suara yang tanpa bunyi, atau suara yang belum berbunyi

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

9

apabila tidak bergabung dengan vokal.‟ Marsono (1989:16) menyatakan

bahwa bunyi disebut konsonan, apabila terjadinya dibentuk dengan

menghambat arus udara pada sebagian alat bicara. Berikut fonem

konsonan pada bahasa Jawa.

a. Fonem konsonan /b/

Fonem konsonan /b/ tergolong konsonan hambat letup bilabial bersuara

(Marsono, 1989:61). Konsonan /b/ dalam bahasa Jawa dapat berposisi di

awal, tengah, dan akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11).

b. Fonem konsonan /p/

Fonem konsonan /p/ tergolong konsonan hambat letup bilabial tidak

bersuara (Marsono, 1989:61). Konsonan /p/ dalam bahasa Jawa dapat

berposisi di awal, tengah dan akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11).

c. Fonem konsonan /m/

Fonem konsonan /m/ tergolong konsonan nasal (sengau) bilabial bersuara

(Marsono, 1989:74). Fonem konsonan /m/ dalam bahasa Jawa dapat

berposisi di awal, tengah dan juga akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11).

d. Fonem konsonan semi vokal /w/

Fonem semi vokal /w/ tergolong konsonan semi vokal bilabial bersuara

(Marsono, 1989:97). Konsonan semi vokal merupakan jenis konsonan

yang saat diartikulasikan belum membentuk konsonan murni (Verhaar

dalam Marsono, 1989:96). Dalam bahasa Jawa konsonan semi vokal /w/

hanya dapat berposisi pada awal dan tengah sebuah kata (Sasangka,

2013:11).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

10

e. Fonem konsonan semi vokal /y/

Fonem konsonan semi vokal /y/ tergolong konsonan semi vokal medio-

palatal bersuara (Marsono, 1989:99). Dalam bahasa Jawa konsonan semi

vokal /y/ hanya dapat berposisi di awal dan tengah sebuah kata (Sasangka,

2013:12).

f. Fonem konsonan /t/

Fonem konsonan /t/ tergolong konsonan hambat letup apiko-dental tidak

bersuara (Marsono, 1989:63). Dalam bahasa Jawa fonem konsonan /t/

dapat berposisi di awal, tengah dan juga akhir sebuah kata (Sasangka,

2013:11).

g. Fonem konsonan /d/

Fonem konsonan /d/ tergolong konsonan hambat letup apiko-dental

bersuara (Marsono, 1989:65). Dalam bahasa Jawa fonem konsonan /d/

dapat berposisi di awal, tengah dan akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11).

h. Fonem konsonan /n/

Fonem konsonan /n/ tergolong konsonan nasal apiko-alveolar bersuara

(Marsono, 1989:65). Fonem konsonan /n/ dalam bahasa Jawa dapat

berposisi di awal, tengah, dan akhir sebuah kata (sasangka, 2013:11)

i. Fonem konsonan /r/

Fonem konsonan /r/ tergolong konsonan getar apiko-alveolar (Marsono,

1989:93). Dalam bahasa jawa konsonan /r/ dapat berposisi di awal, tengah,

dan juga akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11).

j. Fonem konsonan /l/

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

11

Fonem konsonan /l/ tergolong konsonan sampingan (lateral) apiko-

alveolar bersuara (Marsono, 1989:80). Dalam bahasa Jawa konsonan /l/

dapat berposisi di awal, tengah dan akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11).

k. Fonem konsonan /s/

Fonem konsonan /s/ tergolong konsonan geseran lamino-alveolar tidak

bersuara (Marsono, 1989:87). Dalam bahasa Jawa konsonan /s/ dapat

berposisi di awal, tengah, dan akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11).

l. Fonem konsonan /ṭ/

Fonem konsonan /ṭ/ tergolong konsonan hambat letup apiko-palatal tidak

bersuara (Marsono, 1989:66). Dalam bahasa Jawa konsonan /ṭ/ hanya

dapat berposisi di awal dan tengah sebuah kata (Sasangka, 2013:12).

m. Fonem konsonan /ḍ/

Fonem konsonan /ḍ/ tergolong konsonan hambat letup apiko-palatal

bersuara (Marsono, 1989:67). Dalam bahasa Jawa konsonan /ḍ/ hanya

dapat berposisi di awal dan tengah sebuah kata (Sasangka, 2013:12).

n. Fonem konsonan /j/

Fonem konsonan /j/ tergolong konsonan hambat letup medio-palatal

bersuara (Marsono, 1989:68). Dalam bahasa Jawa konsonan /j/ hanya

dapat berposisi di awal dan tengah sebuah kata (Sasangka, 2013:12).

o. Fonem konsonan /c/

Fonem konsonan /c/ tergolong konsonan hambat letup medio-palatal tidak

bersuara (Marsono, 1989:68). Dalam bahasa Jawa konsonan /c/ hanya

dapat berposisi di awal dan tengah sebuah kata (Sasangka, 2013:12).

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

12

p. Fonem konsonan /ñ/

Fonem konsonan /ñ/ tergolong konsonan nasal medio-palatal bersuara

(Marsono, 1989:76). Dalam bahasa Jawa konsonan /ñ/ hanya dapat

berposisi di awal dan tengah sebuah kata (Sasangka, 2013:12).

q. Fonem konsonan /g/

Fonem konsonan /g/ tergolong konsonan hambat letup dorso-velar

bersuara (Marsono, 1989:70). Dalam bahasa Jawa konsonan /g/ dapat

berposisi di awal, tengah maupun akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:12).

r. Fonem konsonan /k/

Fonem konsonan /k/ tergolong konsonan hambat letup dorso-velar tidak

bersuara (Marsono, 1989:70). Dalam bahasa Jawa konsonan /k/ dapat

berposisi di awal, tengah maupun akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:12).

s. Fonem konsonan /ŋ/

Fonem konsonan /ŋ/ tergolong konsonan nasal dorso-velar bersuara

(Marsono, 1989:77). Dalam bahasa Jawa konsonan /ŋ/ dapat berposisi di

awal, tengah maupun akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:12).

t. Fonem konsonan /h/

Fonem konsonan /h/ tergolong konsonan geseran laringal tidak bersuara

(Marsono, 1989:92). Dalam bahasa Jawa konsonan /h/ dapat berposisi di

awal, tengah maupun akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:12).

u. Fonem konsonan /?/

Fonem konsonan /?/ tergolong konsonan hambat letup glotal tidak

bersuara (Marsono, 1989:72). Dalam bahasa jawa konsonan /?/ hanya

dapat berposisi di tengah dan akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:12).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

13

2. Proses Morfologi

Proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata

dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses

afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam

komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan perubahan

status (dalam proses konversi) (Chaer, 2008:25).

Morfofonemik terjadi akibat adanya proses morfologi, baik itu

afiksasi, komposisi maupun reduplikasi. Proses morfologi inilah yang

mengakibatkan berubahnya bunyi atau fonem konsonan maupun vokal

dalam suatu kata.

a. Afiksasi

Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau

bentuk dasar (Chaer, 2007:177). Afiks adalah sebuah bentuk berupa

morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah bentuk dasar dalam proses

pembentukan kata (Keraf, 1991:121). Afiksasi yang ditemukan dalam

penelitian ini ada lima yaitu prefiks (awalan), sufiks (akhiran), konfiks dan

simulfiks. Berikut penjelasan mengenai kelima bentuk afiks tersebut.

1) Prefiks

Prefiks atau dalam bahasa Jawa disebut ater-ater, merupakan

imbuhan yang diletakkan pada awal atau kiri sebuah bentuk dasar (Keraf,

1991:122). Sasangka menyebut bahwa ater-ater dalam bahasa Jawa ada

banyak, yaitu ater-ater anuswara „nasal‟ (n-, m-, ny-, dan ng-.), ater-ater

a- atau bawa ha (a-, ma, dan mer-), maN-, ka-, ke, di-, sa-, pa anuswara-,

pi-, pri-, pra-, tar- atau ter-, kuma-, kami-, dan kapi- (20013:41). Berikut

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

14

merupakan salah satu contoh morfofonemik yang terjadi karena adanya

proses afiksasi berupa prefiks.

Data (30)

Sawijining bengi aku kasil nyopet tas ing sepur malam (PS:C11, hlm. 23, p 11). „Suatu malam saya berhasil mencuri tas di sebuah kereta malam.‟

Pada data di atas terdapat kata nyopet yang merupakan bentuk

morfofonemik yang berasal dari proses prefiksasi sebagai berikut:

ny- + copet nyopet

Kata nyopet berasal dari bentuk dasar copet yang mendapat imbuhan

morfem ater-ater anuswara berupa {-ny}. Kata copet yang diawali dengan

konsonan /c/, karena mendapat prefiks nasal berupa {ny-}, maka konsonan

/c/ tadi mengalami peluluhan, sehingga berubah menjadi nyopet. Luluhnya

fonem konsonan /c/ ini karena adanya proses morfologi berupa prefiksasi

nasal {ny-}

2) Sufiks

Sufiks adalah morfem terikat yang diletakkan dibelakang suatu

morfem dasar (Keraf, 1989:110). Sufiks dalam bahasa Jawa disebut

panambang. Sasangka menyebut sufiks bahasa Jawa di antaranya -i, -a, -e

atau -ne, -en, -an, -na, -ana, -ane, dan -ake (2013:62). Berikut merupakan

salah satu contoh kasus morfofonemik dari adanya sufiksasi.

Data (31)

Kersane Sing Gawe Lakon, Kang, wong sing bayine dakcopet iku pegatan, njur kenal aku ing proyek, akhire dadi bojoku (PS:C11, hlm. 23, p 12).

„Inginnya Yang Membuat Hidup, Kang, orang yang bayinya saya copet itu cerai, lalu kenal saya di proyek, akhirnya menjadi istriku.‟

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

15

Pada data di atas terdapat kata kersane yang merupakan bentuk

morfofonemik yang berasal dari proses sufiksasi sebagai berikut.

kersa + -ne kersane

Kata kersane berasal dari bentuk dasar kersa yang mendapat imbuhan

morfem sufiks {-ne}. Kersa memiliki vokal akhir berupa /ɔ/, namun saat

kata kersa mendapat morfem sufiks {-ne} maka vokal yang tadinya berupa

/ɔ/ berubah menjadi vokal /a/. Berubahnya vokal /ɔ/ pada suku akhir kata

kersa menjadi vokal /a/ terjadi karena adanya proses morfologi berupa

sufiksasi morfem {-ne}.

3) Konfiks

Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian

pertama berposisi pada awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua

berposisi pada akhir bentuk dasar (Chaer, 2007:179). Perlu diperhatikan

pula bahwa dua morfem pada konfiks ini haruslah datang secara serentak,

bukan satu per satu. Sasangka (2013:82) menyebut imbuhan konfiks dalam

bahasa Jawa jenisnya yaitu ka-an atau ke- -an, ke- -en, pa- -an, paA- -an,

dan pra- -an. Berikut merupakan salah satu contoh kasus morfofonemik

dari adanya konfiksasi:

Data (42)

keakraban padha dirasakake kaya jaman iseh padha amor…(PS:C13,

hlm. 23, p 2). „Keakraban pada dirasakan seperti jaman masih pada bersama.‟

Pada data di atas terdapat kata keakraban yang merupakan bentuk mor-

fofonemik yang berasal dari adanya proses konfiks sebagai berikut.

ke- + akrab + -an keakraban

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

16

Kata keakraban terjadi dari penambahan afiks {ke- -an} yang datang

secara serentak atau bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim

adanya kata keakrab ataupun akraban. Kata keakraban dalam bahasa Jawa

lazim diucapkan [kəkrapan], seolah-olah bunyi konsonan /b/ berubah

menjadi bunyi konsonan /p/. Berubahnya vokal /b/ ini terjadi karena

adanya proses pengimbuhan afiks {ke- -an}. Bunyi konsonan /b/ masih

jelas terdengar pada bentuk dasar akrab [akrab]. Berubahnya fonem

konsonan /b/ menjadi konsonan /p/ baru terasa tampak saat adanya proses

konfiksasi berupa morfem {ke- -an}, [kəakrapan].

4) Simulfiks

Simulfiks merupakan dua imbuhan (depan dan belakang) yang

hadir secara bertahap (Materi kuliah pengantar linguistik jurusan Sastra

Jawa UNS 2012, oleh Dyah Padminingsih pada tanggal 12 September

2012). Wujud simulfiks dalam bahasa Jawa yaitu A- -i, A- -a, A- -ake, A- -

ana, di- -i, di- -a, di- -ake, di- -ana, -in- -i, -in- -ake, -in- -ana, dan sa- -e

(Sasangka, 2013:88). Berikut merupakan salah satu contoh kasus

morfofonemik dari adanya proses simulfiks:

Data (32)

Nanging akhire aku kecekel, digebugi wong akeh (PS:C11, hlm. 23, p 17). „Namun akhirnya saya tertangkap, dipukuli orang banyak.‟

Pada data di atas terdapat kata digebugi yang merupakan bentuk morfo-

fonemik dari adanya proses simulfiks. Proses simulfiks kata digebugi

diawali dari bentuk dasar gebug yang mendapat imbuhan morfem {di-}.

di + gebug digebug

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

17

Kemudian, kata digebugi mendapat imbuhan lagi yaitu morfem {-i}

digebug + -i digebugi

Proses simulfiks pada kata dasar gebug merubah bunyi fonem vokal /U/

menjadi fonem vokal /u/. Hal ini tampak ketika kata gebug belum

mendapat imbuhan, bunyi vokal /U/ tidak mengalami perubahan sama

sekali [gəbUg]. Bunyi vokal /u/ baru muncul ketika kata gebug mengalami

proses simulfiks dengan mendapat imbuhan {di- -i} menjadi [digəbugi]

di- + [gəbUg] + -i [digəbugi]

b. Reduplikasi

Reduplikasi atau kata ulang adalah proses morfologi yang

mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, sebagian, maupun

disertai dengan perubahan bunyi (Abdullah dan Ahmad, 2012:64).

Sasangka menyebut reduplikasi dalam bahasa Jawa jenisnya ada

tiga, yaitu dwipurwa, dwilingga, dan dwiwasana. Dwilingga dibagi

menjadi dua, dwilingga wutuh dan dwilingga salin swara (2013:97).

“Dwipurwa iku tembung kang dumadi saka pangrangkepe purwane

tembung lingga utawa pangrangkepe wanda kawitaning

tembung”(Sasangka, 2013:97). Dwipurwa yaitu kata yang terjadi dari

penggabungan suku awal sebuah kata.

“Dwilingga yaiku tembung lingga kang dirangkep”(Sasangka,

2013:100). Dwilingga adalah kata dasar yang diulang. Apabila kata dasar

yang diulang tidak mengalami perubahan bunyi maka disebut dwilingga

wutuh, secara sederhana kata dasar tadi diulang apa adanya. Namun jika

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

18

pengulannya juga disertai dengan perubahan bunyi maka disebut sebagai

dwilingga salin swara.

“Dwiwasana iku tembung kang ngrangkep wanda wekasan utawa

ngrangkep wasanane tembung”(Sasangka, 2013:104). Dwiwasaana adalah

pengulangan pada suku akhir sebuah kata. Berikut merupakan salah satu

contoh kasus morfofonemik dari adanya proses reduplikasi:

Data (59)

Banjur ngalih klepat tanpa tolah-toleh (PS:C17, hlm. 23, p 1) „Lalu berpindah tanpa tengak-tengok.‟

Kata tolah-toleh pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik.

Bentuk morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses pengulangan.

Proses tersebut diawali dari bentuk dasar toleh yang diulang sacara

keseluruhan dengan perubahan bunyi. Kemudian, pengulangan kata toleh

membentuk kata jadian tolah-toleh.

toleh tolah-toleh

Tampak pada proses penggabungan di atas, kata toleh yang terletak di

sebelah kiri tanda panah suku akhirnya berupa fonem vokal /ɛ/.

Bandingkan dengan kata tolah-toleh yang terletak di sebelah kanan tanda

panah. Fonem vokal /ɛ/ tadi berubah menjadi fonem vokal /a/ pada bentuk

ulangannya.

toleh tolah-toleh

proses pengulangan di atas menghasilkan bentuk ulangan dengan jenis

dwilingga salin swara, sebab bentuk dasar toleh tidak hanya diulang

secara keseluruhan, namun juga ada perubahan vokal pada hasil

pengulangannya.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

19

Data (45)

Pungkasaning jejagongan wong loro padha….(PS:C13, hlm. 23, p4). „Selesai kumpul-kumpul dua orang pada…‟

Kata jejagongan pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik.

Bentuk morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses pengulangan.

Proses tersebut diawali dari bentuk dasar jagong yang mendapat imbuhan

morfem {-an}, membentuk kata jadian jagongan. Kemudian, kata

jagongan diulang secara sebagian (suku awal), menjadi jejagongan.

jagong + -an jagongan

jagongan jejagongan

Tampak pada proses pengulangan di atas, kata jagongan yang terletak di

sebelah kiri tanda panah, suku awalnya berupa fonem vokal /a/.

Bandingkan dengan jejagongan yang terletak di sebelah kanan tanda

panah. Fonem vokal /a/ tadi berubah menjadi fonem vokal /ə/ pada bentuk

ulangannya.

jagongan jejagongan

Proses pengulangan di atas menghasilkan bentuk ulangan dengan jenis

dwipurwa. Sebab yang diulang hanya suku awal dari kata jagong yaitu ja.

Kemudian, fonem vokal /a/ pada ja berubah menjadi fonem vokal /ə/.

jagong jajagong jejagong

3. Morfofonemik

Morfonemik (disebut juga morfonologi atau morfofonologi) adalah

kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

20

sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, proses

reduplikasi, maupun proses komposisi (Chaer, 2008:43).

Morfofonemik mempelajari perubahan-perubahan fonem yang

timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lain (Ramlan

dalam Tarigan, 1985:27). Selanjutnya Alwi (2003,31) memberi pengertian

bahwa morfofonemik merupakan proses perubahan bentuk yang

disyaratkan oleh jenis fonem atau morfem yang digabungkan. Lebih lanjut

Soepomo Poedjosoedarmo dkk menyatakan bahwa morfofonemik adalah

perubahan fonemis yang diakibatkan oleh fonem yang ada disekitarnya

(1979:186). Jadi, perubahan morfofonemik tidak hanya semata-mata

dipengaruhi oleh proses morfologi, namun juga pengaruh bunyi ataupun

fonem yang ada disekitarnya.

Berdasarkan pengertian para ahli di atas, morfofonemik akan

terjadi ketika ada proses morfologi atau bertemunya morfem satu dengan

morfem lainnya, sehingga ada perbedaan antara morfofonemik dengan

perubahan bunyi lain seperti asimilasi, disimilasi, netralisasi.

4. Bentuk Morfofonemik

Bentuk morfofonemik menurut Chaer (2008:43) ada lima, yaitu

pemunculan fonem, pelesapan fonem, peluluhan fonem, perubahan fonem,

dan pergeseran fonem. Berikut bentuk morfofonemik yang ditemukan

dalam penelitian ini.

a. Pemunculan Fonem

Pemunculan fonem yaitu munculnya fonem (bunyi) dalam proses

morfologi yang pada mulanya tidak ada (Chaer, 2008:43). Misalnya dalam

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

21

proses pengimbuhan morfem sufiks {-an} pada kata gage, menghasilkan

bunyi baru yaitu fonem konsonan /y/ yang sebelumnya tidak ada. Fonem

semi vokal /y/ ini terletak setelah bunyi konsonan /e/.

Data (39)

…gageyan mencolot saka colt brondhol (PS:C12, hlm. 24, p 13) „…cepat melompat dari colt brondhol.‟

gage + -an gageyan

b. Peluluhan Fonem

Peluluhan fonem yakni luluhnya sebuah fonem serta disenyawakan

dengan fonem lain (Chaer, 2008:44). Misalnya, luluhnya fonem konsonan

/c/ pada kata copet ketika dibubuhi prefiks nasal {ny-}.

Data (36)

sawijining bengi aku kasil nyopet tas ing sepur malam (PS:C11, hlm. 23, p

11). „Suatu malam saya berhasil mencopet tas di kereta malam.‟

ny- + copet + nyopet

c. Perubahan Fonem

Perubahan fonem yakni berubahnya sebuah fonem atau sebuah

bunyi, sebagai akibat terjadinya proses morfologi (Chaer, 2008:43).

Misalnya, proses pengimbuhan sufiks {-e} pada kata seda, mengakibatkan

berubahnya vokal /ɔ/ menjadi vokal /a/.

Data (29)

ing dina sedane Ki Sura….(PS:C11, hlm. 23, p 3).

„di hari meninggalnya Ki Sura.‟

[sedɔ] + -e [sedane]

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

22

G. Metode dan Teknik Penelitian

Metode menurut Nawawi dan Martini diartikan sebagai prosedur

atau rangkaian cara yang sistematik dalam menggali kebenaran ilmiah

(2005:71). Lebih lanjut Djajasudarma (2010:1) menerangkan metode

adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud

(dalam ilmu pengetahuan, dsb.); cara kerja yang bersistem untuk

memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang

ditentukan. Dapat dipahami dari uraian di atas bahwa metode merupakan

prosedur atau serangkaian cara yang dilakukan guna mencapai hasil yang

telah ditentukan.

Metode penelitian ini akan membahas mengenai (1) sifat

penelitian, (2) data dan sumber data, (3) alat penelitian, (4) metode

pengumpulan data, (5) metode analisis data, (6) teknik penyajian hasil

analisis data.

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, Sutopo (2006:40) menjelaskan

sifat deskripstif ini, data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata,

kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih bermakna dan dideskripsikan

menggunakan kalimat yang rinci, lengkap, dan mendalam, yang

menggambarkan situasi sebenarnya. Selanjutnya Subroto (1992:7)

menerangkan bahwa sifat deskriptif maksudnya peneliti mencatat dengan

teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata, kalimat-kalimat, wacana,

gambar-gambar/foto, catatan harian, memorandum, video-tape.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

23

Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif, yaitu sebuah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-

kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2010:6). Berdasarkan

uraian di atas maka diketehui bahwa penelitian ini bersifat deskriptif

kualitatif, sebab penelitian ini mendeskripsikan data kebahasaan secara

rinci pada konteks tertentu yang bersifat alamiah.

2. Data dan Sumber Data

Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam

(dalam arti luas), yang harus dicari/dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti

(Subroto, 1992:34). Data di sini dimengerti sebagai fenomena lingual

khusus yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang

dimaksud (Sudaryanto, 1993:6). Sudaryanto (1990:14) lebih jelas lagi

menyatakan bahwa data adalah objek plus konteks. Objek sendiri

dipahami sebagai pokok atau topik penelitian (Sudaryanto, 1990:9). Objek

dalam penelitian ini adalah kata yang mengandung unsur proses

morfofonemik, seperti gonta-ganti, ditabuhi dan jejodhoan.

Data dalam penelitian ada dua, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer yang dimaksud adalah data tulis berupa kata yang

tergolong proses morfofonemik, yang terdapat pada cerkak majalah

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

24

Panjebar Semangat edisi 2 Januari-5 Maret 2016 dan edisi 12 Maret-14

Mei 2016. Data tersebut salah satunya adalah.

Data (4)

Jambret sing ketaton iku banjur digawa menyang rumah sakit saperlu

ngetokake mimis saka kentole (PS:C2, hlm. 43, p 69)

Data (17)

Wagito wiwit ngempakake rayuwan gombal (PS:C6, hlm. 24, p 17) „Wagito mulai melancarkan rayuan gombal.‟

Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku atau

karya ilmiah yang ada kaitannya dengan proses morfofonemik, seperti

skripsi, thesis dan jurnal.

Data mempunyai sumber; ada asalnya, dari sumber itu peneliti

dapat memperoleh data sesuai dengan yang diinginkan (Sudaryanto, 1990:

33). Sumber data dapat dipahami dari masalah yang akan dikaji, seperti

penelitian ini yang akan mengkaji mengenai morfofonemik bahasa Jawa

yang terdapat pada cerkak majalah Panjebar Semangat.

Sumber data dalam penelitian ini ada dua, sumber data primer dan

sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu

cerkak majalah Panjebar Semangat edisi 2 Januari-5 Maret 2016 dan edisi

12 Maret-14Mei 2016. Sedangkan sumber data sekundernya yaitu buku-

buku, artikel, jurnal, karya ilmiah yang ada kaitannya dengan

morfofonemik bahasa Jawa.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

25

3. Alat Penelitan

Alat yang digunakan untuk penelitian ini terbagi menjadi dua, alat

utama dan alat bantu. Alat utama dalam penelitian ini adalah peneliti itu

sendiri. Peneliti menjadi instrumen yang vital dalam penelitian ini, sebab

posisinya tidak dapat diganti dengan instrumen lain. Hanya peneliti atau

manusialah yang mampu untuk menentukan objek penelitian sesuai

dengan permasalahan ataupun tema yang akan diangkat. Alat utama dalam

penelitian ini terlibat langsung secara aktif dalam penentuan judul, objek

kajian, dan juga perumusan masalah.

Adapun alat bantu yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu

bolpoin, kertas, flashdisk serta netbook. Alat bantu dalam penelitian ini

fungsinya hanya sebatas membantu untuk mempermudah jalannya kerja

seorang peneliti ataupun instrumen utama. Seperti saat pengumpulan data,

seorang peneliti akan mudah untuk mengelompokkan data jika dicatat

menggunakan kertas dan bolpoin. Setiap data yang ditemukan pada

majalah Panjebar Semangat diberi tanda underline menggunakan bolpoin,

untuk kemudian diketik ulang pada netbook. Di sinilah letak posisi alat

bantu dalam sebuah penelitian, tanpa bermaksud untuk membanding-

bandingkan antara alat utama dan alat bantu, sebuah penelitian akan

berjalan dengan lancar jika antara kedua alat tersebut dapat melaksanakan

fungsinya masing-masing sesuai dengan porsi dan kadar kemampuannya.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

26

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah serangkaian cara yang dipakai oleh peneliti dalam usahanya untuk

meng-umpulkan data. Metode pengumpulan data yang dipakai dalam

penelitian ini adalah metode simak. Mahsun (2005:90) menyatakan

metode penyediaan data ini diberi nama metode simak karena cara yang

digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak

penggunaan bahasa. Penyimakan dilakukan pada data tulis. Jadi setelah

menentukan objek penelitian, penulis melakukan penyimakan terhadap

data yang ada pada cerkak majalah Panjebar Semangat.

Teknik lanjutan yang dipakai setelah tahap penyimakan selesai

adalah catat. Pencatatan dilakukan untuk mempermudah di dalam

pengklasifikasian data. Selain itu, agar lebih mudah dalam pencatatan,

maka sebelumnya perlu ditandai terlebih dahulu data mana saja yang perlu

untuk dicatat dengan memberi underline menggunakan bolpoin. Teknik

catat ini memakai alat bantu bagan yang dibuat pada aplikasi microsoft

word. Bentuk bagannya sendiri telah disesuaikan dengan kebutuhan dalam

penelitian ini, seperti dibuat adanya kolom bentuk perubahan

morfofonemik dan juga baris yang berisi mengenai macam-macam proses

morfologi. Setiap data yang telah diberi underline dicatat pada bagan

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

27

5. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk analisis data pada penelitian ini

adalah metode proses (name and process model). Dalam metode proses

setiap bentuk kompleks diakui terjadi sebagai hasil dari suatu proses yang

melibatkan dua buah komponen, yaitu komponen dasar dan juga

komponen proses (Chaer, 2008:10). Sebagaimana diketahui, bahwa

morfofonemik terjadi akibat adanya proses morfologi, sehingga

pendekatan analisis morfologi dengan model metode proses, menurut

penulis tepat.

Model analisis morfologi sendiri sebenarnya cukup bervariasi,

Chaer (2008:9) menyebut setidaknya ada 4 model analisis morfologi, yaitu

(1) teknik analisis unsur bawahan langsung; (2) model kata dan

paradigma; (3) model tata nama dan (4) model proses.

Metode proses ini dipakai untuk mengetahui proses morfologi

apakah yang mengakibatkan berubahnya bunyi atau fonem dalam

penelitian ini. Melalui metode analisis proses, akan diketahui bentuk

penen-tuan objek

penyi-makan

menan-

dai data

pencatat-an data

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

28

morfofonemik seperti pemunculan fonem, perubahan fonem, pelesapan

fonem, peluluhan fonem dan pergeseran fonem.

Berikut disajikan contoh penggunaan model (name and process

model) analisis morfologi yang diterapakan pada penelitian ini, baik untuk

mengetahui proses morfologi dari morfofonemik, maupun untuk

mengetahui bentuk dari morfofonemik itu sendiri.

Data (36)

…..didandhani karo mlaku anut kemampuane awake dhewe (PS:C11, hlm. 24, p 31).

„…..diperbaiki sambil jalan sesuai kemampuan kita.‟

Proses morfologi

Kata kemampuane pada data di atas, merupakan bentuk morfofonemik

mengenai jenis morfofonemiknya akan dibahas setelah ini yang

mengalami dua tahap proses afiksasi. Mula-mula bentuk dasar mampu

mendapat imbuhan {ke- -an}, dengan proses konfiksasi.

ke- + mampu + -an kemampuan

Imbuhan {ke- -an} ini datang secara bersamaan bukan bertahap, sebab

dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya kata kemampu ataupun mampuan.

Selanjutnya, bentuk kemampuan mendapat imbuhan lagi yaitu morfem

{-e} melalui proses sufiksasi.

kemampuan + -e kemampuane

Bentuk morfofonemik

Kemampuane merupakan bentuk morfofonemik berupa pemunculan

fonem. Fonem yang dimaksud yaitu fonem semi vokal /w/. Fonem /w/ ini

muncul di antara fonem /u/ dan fonem /a/ yang sebelumnya tidak ada pada

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

29

bentuk dasar mampu. Kemunculan fonem /w/ ini baru tampak saat ada

proses konfiksasi berupa morfem {ke- -an}.

ke- + mampu + -an kemampuwan

Jadi, kata kemampuane merupakan morfofonemik dengan bentuk

pemunculan fonem.

H. Sistematika Penyajian

Penyajian hasil analisis data pada penelitian ini menggunakan

metode formal dan informal. Metode formal yaitu perumusan data dengan

tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993:145). Tanda yang

dimaksud di antara-nya, tanda kurung siku ([ ]), tanda panah (→), dan

tanda tambah (+). Metode informal yaitu metode penyajian hasil analisis

data yang menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145).

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

30

BAB II

ANALISIS DATA

A. Proses Morfologi

Proses morfologi dalam konteks ini yakni proses morfologi yang

menyebabkan terjadinya perubahan bunyi atau fonem vokal maupun

konsonan pada sebuah kata. Seperti yang telah dijelaskan pada landasan

teori, morfofonemik terjadi akibat adanya proses morfologi.

Proses morfologi yang ditemukan dalam penelitian ini ada dua,

pertama penambahan afiks, kedua reduplikasi (pengulangan). Berikut

pembahasan mengenai proses morfologi yang mengakibatkan terjadinya

perubahan bunyi atau fonem.

1. Prefiksasi

Berikut analisis proses morfologi dari bentuk prefiks yang

mengakibatkan berubahnya bunyi atau fonem vokal maupun konsonan

pada penelitian ini.

a. Ater-ater anuswara

Wujud ater-ater anuswara yaitu m-, n-, ng-, ny- (Sasangka, 2013:41).

Berikut analisis prefiksasi dari ater-ater anuswara yang mengakibatkan

terjadinya perubahan bunyi atau fonem pada penelitian ini.

1) Ater-ater anuswara ny-

Data (30)

Sawijining bengi aku kasil nyopet tas ing sepur malam (PS:C11, hlm. 23,

p 11)

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

31

„Suatu malam saya berhasil mencopet tas di kereta malam.‟

Kata nyopet pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Kata

nyopet terbentuk dari kata dasar copet yang mendapat imbuhan morfem

{ny-}.

ny- + copet nyopet

Fonem konsonan /c/ pada kata copet mengalami peluluhan ketika

bergabung ataupun mendapat imbuhan morfem anuswara {ny-}. Dapat

dilihat pada proses di atas, kata copet yang berada di sebelah kiri tanda

panah masih tampak adanya fonem konsonan /c/, namun bandingkan

dengan hasil proses afiksasi yang berada di kanan tanda panah, fonem

konsonan /c/ tampak luluh serta disenyawakan dengan morfem {-ny}.

Luluhnya fonem konsonan /c/ terjadi sebagai hasil dari penggabungan kata

copet dengan morfem anuswara {ny-} dengan proses yang disebut sebagai

prefiksasi.

ny- + copet nyopet

2) Ater-ater anuswara m-

Data (21)

Kabeh mung padha mrentah, ora jelas sapa sing dikongkon (PS:C9, hlm.

23, p 2) „semua cuma saling menyuruh, tidak jelas siapa yang disuruh.‟

Kata mrentah pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Kata

mrentah terbentuk dari kata dasar prentah yang mendapat imbuhan

morfem anuswara {m-}.

m- + prentah mrentah

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

32

Fonem konsonan /p/ pada kata prentah mengalami peluluhan ketika

bergabung ataupun mendapat imbuhan morfem anuswara {m-}. Dapat

dilihat pada proses di atas, kata prentah yang berada di sebelah kiri tanda

panah masih tampak adanya fonem konsonan /p/, namun bandingkan

dengan hasil proses afiksasi yang berada di kanan tanda panah, fonem

konsonan /p/ tampak luluh. Lesapnya fonem konsonan /p/ terjadi sebagai

hasil dari penggabungan kata prentah dengan morfem anuswara {m-}

dengan proses yang disebut sebagai prefiksasi.

m- + prentah mrentah

3) Ater-ater anuswara n-

Data (52)

Ninggal kanca-kanca sing wis akrab wiwit cilik, ninggal desa lan pesawahan asri kang wis nggedhekake aku (PS:C14, hlm. 24, p 14)

‘Meninggalkan teman-teman yang sudah akrab sejak kecil, meninggalkan desa dan persawahan asri yang sudah membesarkan saya.‟

Kata ninggal pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Kata

ninggal terbentuk dari kata dasar tinggal yang mendapat imbuhan morfem

anuswara {n-}.

n- + tinggal ninggal

Fonem konsonan /t/ pada kata tinggal mengalami peluluhan ketika

bergabung ataupun mendapat imbuhan morfem anuswara {n-}. Dapat

dilihat pada proses di atas, kata tinggal yang berada di sebelah kiri tanda

panah masih tampak adanya fonem konsonan /t/, namun bandingkan

dengan hasil proses afiksasi yang berada di kanan tanda panah, fonem

konsonan /t/ tampak luluh. Luluhnya fonem konsonan /t/ terjadi sebagai

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

33

hasil dari penggabungan kata tinggal dengan morfem anuswara {n-}

dengan proses yang disebut sebagai prefiksasi.

n- + tinggal ninggal

4) Ater-ater anuswara ng-

Data (37)

Ing bengi mbruwah kuwi murid-muride kudu adus kramas terus ngumpul

ing omahe sang guru saperlu padha slametan (PS:C13, hlm. 23, p 2) „Di malam yang bahagia itu murid-muridnya harus mandi kramas kemudian berkumpul di rumah sang guru guna untuk syukuran.‟

Kata ngumpul pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Kata

ngumpul terbentuk dari kata dasar kumpul yang mendapat imbuhan

morfem anuswara {ng-}.

ng- + kumpul ngumpul

Fonem konsonan /k/ pada kata kumpul mengalami peluluhan ketika

bergabung ataupun mendapat imbuhan morfem anuswara {ng-}. Dapat

dilihat pada proses di atas, kata kumpul yang berada di sebelah kiri tanda

panah masih tampak adanya fonem konsonan /k/, namun bandingkan

dengan hasil proses afiksasi yang berada di sebelah kanan tanda panah,

fonem konsonan /k/ tampak luluh. Luluhnya fonem konsonan /k/ terjadi

sebagai hasil dari penggabungan kata kumpul dengan morfem anuswara

{ng-} dengan proses yang disebut sebagai prefiksasi

ng- + kumpul ngumpul

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

34

b. Pa anuswara (paA- atau pa-N)

Wujud ater-ater pa anuswara yaitu pa-, pam-, pan-, pang-, dan pany-

(Sasangka, 2013:52). Berikut analisis proses morfologi dari prefiksasi

ater-ater pa anuswara yang mengakibatkan berubahnya bunyi atau fonem

vokal maupun konsonan pada penelitian ini.

1) Pany-

Data (11)

…tolak balak panyebaring tenung jengges (PS:C4, hlm. 23, p 2)

„…menolak bahaya penyebaran santet jengges.‟

Kata penyebaring pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik.

Kata panyebaring berasal dari bentuk dasar sebar yang mendapat imbuhan

morfem pa-N {pany-}.

pany- + sebar + ing panyebaring

Fonem konsonan /s/ pada kata sebar mengalami peluluhan ketika

bergabung ataupun mendapat imbuhan morfem {pany-}. Dapat dilihat

pada proses di atas, kata sebar yang berada di sebelah kiri tanda panah

masih tampak adanya fonem konsonan /s/, namun bandingkan dengan

hasil proses afiksasi yang berada di kanan tanda panah, fonem konsonan

/s/ sudah tidak tampak. Luluhnya fonem konsonan /s/ terjadi sebagai hasil

dari penggabungan morfem {pany-} dengan kata sebar dengan proses

yang disebut sebagai prefiksasi.

pany- + sebar + ing panyebaring

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

35

2) Pang-

Data (24)

Jeksa pangarsaning tim pelaksanaan eksekusi, menganggo seragam soklat donker mawa tandha bintang mercy traju telu ing pundhak sarta

badge gambar pedhang lan timbangan ing lengen, ngunclug maju (PS:C9, hlm. 24, p 13)

„Jaksa pemimpin tim pelaksana eksekusi, memakai seragam coklat dongker dan tanda bintang mercy traju tiga di pundak serta badge gambar pedang dan neraca di lengan, maju berjalan tanpa bergeming.‟

Kata pangarsaning pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik.

Kata pangarsaning berasal dari bentuk karsaning yang mendapat imbuhan

morfem pa-N {pang-}

pang- + karsa + -ing pangarsaning

Fonem konsonan /k/ pada kata karsa mengalami peluluhan ketika

bergabung ataupun mendapat imbuhan morfem pa-N {pang-}. Dapat

dilihat pada proses di atas, kata karsaning yang berada di sebelah kiri

tanda panah masih tampak adanya fonem konsonan /k/, namun bandingkan

dengan hasil proses afiksasi yang berada di kanan tanda panah, fonem

konsonan /k/ sudah tidak tampak. Luluhnya fonem konsonan /k/ terjadi

sebagai hasil dari penggabungan kata karsa dengan morfem {pang-}

dengan proses yang disebut sebagai prefiksasi.

pang- + karsa + - ing pangarsaning

3) Pan-

Data (58)

Yen panemuku diundhakake selawe persen wae (PS:C16, hlm. 24, p 31)

„Jika pendapatku dinaikkan dua puluh lima persen saja.‟

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

36

Kata panemuku pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Kata

panemuku berasal dari bentuk dasar temu yang mendapat imbuhan morfem

pa-N {pan}.

pan- + temu + ku panemuku

Fonem konsonan /t/ pada kata temu mengalami peluluhan ketika

bergabung ataupun mendapat imbuhan morfem {pan-}. Dapat dilihat pada

proses di atas, kata temu yang berada di sebelah kiri tanda panah masih

tampak adanya fonem konsonan /t/, namun bandingkan dengan hasil

proses afiksasi yang berada di kanan tanda panah, fonem konsonan /t/

sudah tidak tampak. Luluhnya fonem konsonan /t/ terjadi sebagai hasil dari

penggabungan kata temu dengan morfem {pan-} dengan proses yang

disebut sebagai prefiksasi.

c. Ater-ater pi-

Data (5)

Yen aseme pinuju awoh nuli diundhuh lan diedol menyang pasar (PS:C3,

hlm. 23, p 5) „Jika pohon asemnya menuju berbuah, lalu diunduh dan dijual ke pasar.‟

Kata pinuju pada data (10) di atas merupakan bentuk morfofonemik.

Bentuk morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan

afiks. Proses itu diawali dari bentuk dasar tuju yang mendapat ater-ater

morfem {pi-}. Selanjutnya, gabungan antara kata tuju dengan morfem {pi}

membentuk kata jadian yaitu pinuju.

pi- + tuju pinuju

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

37

Proses penggabungan afiks pada kata pinuju mengakibatkan berubahnya

fonem konsonan /t/ pada kata tuju menjadi fonem konsonan /n/. Perhatikan

proses perubahan fonem tersebut di bawah ini dan penjelasannya.

pi- + tuju pinuju

Tampak pada proses penggabungan di atas, kata tuju yang terletak di

sebelah kiri tanda panah diawali dengan fonem konsonan /t/, bandingkan

dengan kata pinuju yang terletak di sebelah kanan tanda panah. Fonem

konsonan /t/ pada kata tuju berubah menjadi fonem konsonan /n/. Hal itu

terjadi karena adanya proses prefiksasi morfem {pi-} yang terletak di

sebelah kiri tanda panah dengan kata tuju.

2. Sufiksasi

Wujud sufiks atau panambang dalam bahasa Jawa di antaranya -i, -a, -e

atau -ne, -en, -an, -na, - ana, -ane, dan –ake (Sasangka, 2013:62). Berikut

analisis proses morfologi dari bentuk sufiks yang mengakibatkan

berubahnya bunyi atau fonem vokal maupun konsonan pada penelitian ini.

1) Panambang -an

Data (56)

Sing dirembug kanca-kanca diarani wigati ya wigati, diarani ora wong nyatane gaweyan ajeg neng protelon iki pikolehe uga dienteni wong

ngomah (PS:C16, hlm. 23, p 4) „yang dibahas teman-teman dianggap penting ya penting, dianggap tidak kenyataannya kerjaan konsisten di pertigaan ini hasilnya juga ditunggu

keluarga.‟

Kata gaweyan pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik yang

terjadi akibat adanya proses penggabungan afiks. Proses tersebut diawali

dari bentuk dasar gawe yang mendapat morfem akhiran {-an}.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

38

gawe + -an gaweyan

Perhatikan kata gaweyan yang terletak di sebelah kanan tanda panah, di

antara fonem vokal /e/ dan fonem vokal /a/ terdapat fonem semi vokal /y/.

Bandingkan dengan bagian yang berada di kiri tanda panah, tidak tampak

adanya fonem semivokal /y/. Fonem semi vokal ini baru muncul sebagai

hasil dari penggabungan kata gawe dengan morfem sufiks {-an} dengan

proses yang disebut sebagai sufiksasi.

gawe + -an gaweyan

2) Panambang -ane

Data (77)

Bageyane anak-bojo trus apa lek awak dipadhakne mesin ngene iki? (PS:C20, hlm. 24, p 17)

„Bagiannya anak istri terus apa jika tubuh disamakan dengan mesin seperti

ini?‟

Kata bageyane pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk

morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan

morfem. Awalnya bentuk dasar bagi mendapat akhiran morfem {-ane}.

Kemudian gabungan antara kata bagi dengan morfem sufiks {-ane}

membentuk kata jadian yaitu bageyane.

bagi + -ane [bagɛyane]

Perhatikan fonem vokal /i/ pada kata bagi dan fonem vokal /a/ pada

morfem {-ane} yang terletak di sebelah kiri tanda panah. Bandingkan

dengan kata bageyane yang terletak di sebelah kanan tanda panah sebagai

hasil dari proses yang terletak disebelah kiri. Tampak fonem vokal /i/ dan

fonem vokal /a/ berubah menjadi fonem vokal /ɛ/. Hal itu terjadi akibat

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

39

adanya proses sufiksasi morfem {-ane} dengan bentuk dasar bagi. Proses

sufiksasi ini juga yang menyebabkan munculnya fonem baru yaitu fonem

semi vokal /y/.

bagi + -ane [bagɛyane]

3) Panambang -e

Data (33)

Mbok menawa aku sing paling siyal nasibe (PS:C1, hlm. 23, p 17) „Siapa tahu saya yang paling sial nasibnya.‟

Kata nasibe pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk

morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan afiks.

Proses tersebut diawali dari bentuk dasar nasib yang mendapat akhiran

morfem {-e}. Kemudian, gabungan antara kata nasib dengan morfem

sufiks {-e} membentuk kata jadian yaitu nasibe.

nasib + -e nasibe

Proses afiksasi pada kata nasibe mengakibatkan berubahnya fonem

konsonan /b/ menjadi fonem konsonan /p/. Perhatikan proses perubahan

fonem tersebut di bawah ini dan penjelasannya.

[nasIb] + -e [nasipe]

Tampak pada proses sufiksasi di atas kata nasib yang terletak di sebelah

kiri tanda panah diakhiri dengan fonem konsonan /b/. Bandingkan dengan

hasil proses afiksasi yang terletak di kanan tanda panah, tampak adanya

perubahan. Perubahan itu adalah hilangnya fonem konsonan /b/ yang

diganti dengan fonem konsosnan /p/. Fonem konsonan /p/ ini muncul

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

40

sebagai hasil dari proses yang terletak di sebelah kiri tanda panah, yakni

proses sufiksasi berupa morfem {e-}.

4) Panambang -na

Data (74)

Rungokna dhisik kandhaku (PS:C17, hlm. 24, p 38)

„Dengarkan dahulu ucapanku.‟

Kata rungokna pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk

morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan

morfem. Proses tersebut diawali dari bentuk dasar rungu yang mendapat

akhiran morfem {-na}. Kemudian, gabungan antara kata rungu dengan

morfem sufiks {-na} ini membentuk kata jadian yaitu rungokna.

rungu + -na rungo?na

Proses afiksasi pada kata rungokna mengakibatkan berubahnya fonem

vokal /u/ menjadi fonem vokal /ɔ/. Perhatikan proses perubahan fonem

tersebut di bawah ini dan penjelasannya.

rungu + -na rungo?na

Tampak pada proses penggabungan morfem di atas, kata rungu yang

terletak di sebelah kiri tanda panah diakhiri dengan fonem vokal /u/.

Bandingkan dengan hasil proses afiksasi yang terletak di kanan tanda

panah, tampak adanya perubahan. Perubahan itu adalah hilangnya fonem

vokal /u/ yang diganti dengan fonem vokal /ɔ/. Fonem vokal /ɔ/ ini muncul

sebagai hasil dari proses yang terletak di sebelah kiri tanda panah yakni

proses sufiksasi berbentuk morfem {-na}. Selain itu, proses sufiksasi

ini juga mengakibatkan munculnya fonem baru yaitu fonem konsonan /?/.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

41

5) Panambang -ake

Data (22)

Malah dadekake bingung (PS:C9, hlm. 23, p 2)

„Malah membuat bingung.‟

Kata dadekake pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk

morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya penggabungan morfem.

Proses tersebut diawali dari bentuk dasar dadi yang mendapat akhiran

morfem {-ake}. Kemudian, gabungan antara kata dadi dengan morfem

sufiks {-ake} ini membentuk kata jadian yaitu dadekake.

dadi + -ake dadekake

Proses sufiksasi pada kata dadekake mengakibatkan berubahnya fonem

vokal /i/ menjadi fonem vokal /ɛ/. Perhatikan proses perubahan fonem

tersebut di bawah ini dan penjelasannya.

dadi + -ake [dadɛ?ake]

Tampak pada proses penggabungan morfem di atas, kata dadi yang

terletak di sebelah kiri tanda panah diakhiri dengan fonem vokal /i/.

Bandingkan dengan hasil proses afiksasi yang terletak di kanan tanda

panah, tampak adanya perubahan. Perubahan itu adalah hilangnya fonem

vokal /i/ yang diganti dengan fonem vokal /ɛ/. Fonem vokal /ɛ/ ini muncul

sebagai hasil dari proses yang terletak di sebelah kiri tanda panah yakni

proses sufiksasi berbentuk morfem {-ake }. Selain itu, proses sufiksasi

morfem {-ake} juga menyebabkan munculnya fonem baru, yaitu fonem

konsonan glotal /?/.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

42

3. Konfiksasi

Wujud konfiks dalam bahasa Jawa yaitu ka- -an atau ke- -an, ke- -en, pa- -

an, paA- -an, dan pra- -an (Sasangka, 2013:52). Berikut analisis proses

morfologi dari bentuk konfiks yang mengakibatkan berubahnya bunyi atau

fonem vokal maupun konsonan pada penelitian ini.

1) ka- -an

Data (67)

Aku keraya-raya teka mrene iki merga arep ngabarake yen Dana ngalami

kacilakan (PS:C17, hlm. 24, p 38) „Saya cepat-cepat datang ke sini karena ingin mengabarkan jika Dana mengalami kecelakaan.‟

Kata kacilakan pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk

morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan afiks.

Proses tersebut diawali dari bentuk dasar cilaka yang mendapat imbuhan

morfem {ka- -an}. Morfem {ka- -an} ini datang secara bersamaan,

sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya bentuk kacilaka ataupun

cilakan. Kemudian, gabungan antara kata dadi dengan morfem {ka- -an}

ini membentuk kata jadian yaitu kacilakan.

ka- + cilaka + -an kacilakan

Proses penggabungan morfem pada kata kacilakan di atas mengakibatkan

berubahnya fonem vokal /ɔ/ pada kata cilaka menjadi fonem vokal /a/.

Perhatikan proses perubahan fonem tersebut di bawah ini dan

penjelasannya.

ka- + [cilɔkɔ] + -an [kacilakan]

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

43

Tampak pada proses penggabungan di atas, kata cilaka yang terletak di

sebelah kiri tanda panah, fonem keempat dan keenam berupa fonem vokal

/ɔ/, bandingkan dengan kata kacilakan yang terletak di sebelah kanan

tanda panah. Fonem keempat dan keenam yang tadinya berupa fonem

vokal /ɔ/, setelah melewati proses penggabungan dengan morfem {ka- -

an}, dua fonem tadi berubah menjadi fonem vokal /a/. Hal itu terjadi

karena adanya proses konfiksasi yang terletak di sebelah kiri tanda panah

berupa penggabungan morfem {ka- -an} dengan kata dasar cilaka.

Data (40)

Kang satemene dheweke ora siap migunakake kalodhangan kanggo nglawan, nyipati kedadean kasebut Giran kaya diwulang-wuruk Jarot

(PS:C12, hlm. 24, p 20) „Sebenarnya dirinya tidak siap menggunakan kesempatan untuk melawan, menyikapi kejadian tersebut Giran seperti dinasihati Jarot.‟

Kata kedadean pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk

morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan afiks.

Proses tersebut diawali dari bentuk dasar dadi yang mendapat imbuhan

morfem {ke- -an}. Morfem {ke- -an} ini datang secara bersamaan, sebab

dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya bentuk kedadi ataupun dadean.

Gabungan antara kata dadi dengan morfem {ke- -an} ini membentuk kata

jadian yaitu kedadean.

ke- + dadi + -an kedadean

Proses penggabungan afiks pada kata kedadean mengakibatkan munculnya

fonem semi vokal /y/, yang terletak di antara fonem vokal /i/ dan fonem

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

44

vokal /a/. Perhatikan proses munculnya fonem tersebut di bawah ini dan

penjelasannya.

ke- + dadi + -an [kədadeyan]

Tampak pada proses penggabungan morfem di atas, kata dadi yang

terletak di sebelah kiri tanda panah diakhiri dengan fonem vokal /i/.

Bandingkan dengan hasil proses afiksasi yang terletak di kanan tanda

panah, tampak adanya perubahan. Perubahan itu adalah munculnya fonem

semi vokal /y/. Walalupun dalam ragam bahasa tulis, fonem semi vokal /y/

tidak direalisasikan, namun dalam bentuk ujaran tampak sangat jelas.

Fonem semi vokal /y/ ini muncul sebagai hasil dari proses yang terletak di

sebelah kiri tanda panah, yakni proses konfiksasi berbentuk morfem {ke- -

an} dengan bentuk dasar dadi.

2) pa- -an

Data (71)

Dhasar rumah sakit bonafit, dhokter-dhokter lan paramedhis padha

mumpuni ing pakaryane, ora mokal yen operasine lumaku rancag kasil kanthi becik (PS:C18, hlm. 24, p 17)

„Dasar rumah sakit bonafit, dokter-dokter dan paramedis pada mumpuni dalam pekerjaannya, tidak mustahil jika operasinya berjalan cepat berhasil dengan baik.‟

Kata pakaryane pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik.

Bentuk morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan

afiks. Proses tersebut diawali dari bentuk dasar karya yang mendapat

imbuhan morfem {pa- -an}. Morfem {pa- -an} ini datang secara

bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya bentuk pakarya

ataupun karyan.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

45

pa- + [karyɔ] + -an [pakaryan]

Selanjutnya, bentuk pakaryan mendapat imbuhan lagi berupa morfem {e}.

pakaryan + -e pakaryane

Proses penggabungan afiks pada kata pakaryane mengakibatkan

berubahnya fonem vokal /ɔ/ pada kata karya menjadi fonem vokal /a/.

Perhatikan proses perubahan fonem tersebut di bawah ini dan

penjelasannya.

pa- + [karyɔ] + -an [pakaryan]

Tampak pada proses penggabungan di atas, kata karya yang terletak di

sebelah kiri tanda panah, fonem kelima berwujud fonem vokal /ɔ/,

bandingkan dengan kata pakaryan yang terletak di sebelah kanan tanda

panah. Fonem kelima pada kata karya yang tadinya berupa fonem vokal

/ɔ/, setelah melewati proses penggabungan dengan morfem {pa- -an}

berubah menjadi fonem vokal /a/. Hal itu terjadi karena adanya proses

konfiksasi yang terletak di sebelah kiri tanda panah berupa penggabungan

morfem {pa- -an} dengan kata dasar karya.

4. Simulfiksasi

Wujud simulfiks dalam bahasa Jawa yaitu A- -i, A- -a, A- -ake, A- -ana,

di- -i, di- -a, di- -ake, di- -ana, -in- -i, -in- -ake, -in- -ana, dan sa- -e

(Sasangka, 2013:88). Berikut analisis proses morfologi dari bentuk

simulfiks yang mengakibatkan berubahnya bunyi atau fonem pada

penelitian ini.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

46

1) A- -i (n- -i)

Data (68)

“Apa iki?” Lita nampani barang mau (PS:C17, hlm. 24, p 45) „Apa ini? Lita menerima barang tadi.‟

Kata nampani pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk

morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan afiks.

Proses tersebut diawali dari bentuk dasar tampa yang mendapat imbuhan

morfem {n-}.

n- + tampa nampa

Selanjutnya, kata nampa mendapat imbuhan lagi, yaitu morfem {-i}.

nampa + {-i} nampani

Proses penggabungan afiks pada kata nampani mengakibatkan berubahnya

fonem vokal /ɔ/ pada kata tampa menjadi fonem vokal /a/, dan juga fonem

konsonan /t/ pada kata tampa mengalami peluluhan. Perhatikan proses

perubahan fonem tersebut di bawah ini dan penjelasannya.

n- + [tɔmpɔ] + -i [nampani]

Tampak pada proses penggabungan di atas, kata tampa yang terletak di

sebelah kiri tanda panah, fonem kedua dan kelima berwujud fonem vokal

/ɔ/, bandingkan dengan kata nampani yang terletak di sebelah kanan tanda

panah, dua fonem vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /a/. Hal itu

terjadi karena adanya proses simulfiks yang terletak di sebelah kiri tanda

panah berupa penggabungan morfem {n- -i} dengan kata dasar tampa.

2) A- -ne (ng- -ne)

Data (63)

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

47

Ibune unjal ambegan, sajak melu ngrasakne lara atine Lita (PS:C17, hlm.

23, p 21) „ibunya menarik napas, seolah ikut merasakan sakit hatinya Lita.‟

Kata ngrasakne pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik.

Bentuk morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan

afiks. Proses tersebut diawali dari bentuk dasar rasa yang mendapat

imbuhan morfem {ng-}.

ng- + rasa ngrasa

Selanjutnya, kata ngrasa mendapat imbuhan lagi, yaitu morfem {-ne}.

[ŋrɔsɔ] + -ne [ŋrasa?ne]

Proses penggabungan afiks pada kata ngrasakne mengakibatkan

berubahnya fonem vokal /ɔ/ pada kata rasa menjadi fonem vokal /a/.

Perhatikan proses perubahan fonem tersebut di bawah ini dan

penjelasannya.

ng- + [rɔsɔ] + -ne [ŋrasa?ne]

Tampak pada proses penggabungan di atas, fonem vokal pada kata rasa

yang terletak di sebelah kiri tanda panah berwujud fonem vokal /ɔ/,

bandingkan dengan kata ngrasakne yang terletak di sebelah kanan tanda

panah. Fonem vokal pada kata rasa tadi berubah menjadi fonem vokal /a/.

Hal itu terjadi karena adanya proses simulfiks yang terletak di sebelah kiri

tanda panah berupa penggabungan morfem {ng- -ne} dengan kata dasar

rasa.

3) A- -ake (n- -ake)

Data (27)

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

48

Suwe ora srawung karo Bu Utari aku ora nemokake owah-owahan sing

signifikan (PS:C10, hlm. 47, p 27) „Lama tidak berjumpa dengan Bu Utari saya tidak menemukan perubahan

yang signifikan.‟

Kata nemokake pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik.

Bentuk morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan

afiks. Proses tersebut diawali dari bentuk dasar temu yang mendapat

imbuhan morfem {n-}.

n- + temu nemu

Selanjutnya, kata nemu mendapat imbuhan lagi, yaitu morfem {-ake}.

nemu + -ake nemo?ake

Proses penggabungan afiks pada kata nemokake mengakibatkan luluhnya

fonem konsonan /t/ dan juga berubahnya fonem vokal /u/ pada kata temu

menjadi fonem vokal /ɔ/. Perhatikan proses perubahan fonem tersebut di

bawah ini dan penjelasannya.

n- + [təmu] + -ake [nəmɔ?ake]

Tampak pada proses penggabungan di atas, kata temu yang terletak di

sebelah kiri tanda panah diakhiri dengan fonem vokal /u/, bandingkan

dengan kata nemokake yang terletak di sebelah kanan tanda panah. Fonem

vokal pada kata temu tadi berubah menjadi fonem vokal /ɔ/. Hal itu terjadi

karena adanya proses simulfiks yang terletak di sebelah kiri tanda panah

berupa penggabungan morfem {n- -ake} dengan kata dasar temu.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

49

4) Di- -i

Data (12)

Olehku golek sisik melik takrewangi nungsang njempalik, kaya wong edan ditabuhi, isin wirang taklakoni (PS:C4, hlm. 23, p 3)

„Dalam rangka mencari rejeki saya usahakan sampai jungkir balik, seperti orang gila yang dipukuli (digoda), malu saya lakukan.‟

Kata ditabuhi pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk

morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan afiks.

Proses tersebut diawali dari bentuk dasar tabuh yang mendapat imbuhan

morfem {di-}.

di- + tabuh ditabuh

Selanjutnya, kata ditabuh mendapat imbuhan lagi, yaitu morfem {-i}.

ditabuh + -i ditabuhi

Proses penggabungan afiks pada kata ditabuhi mengakibatkan berubahnya

fonem vokal /U/ pada kata dasar tabuh menjadi fonem vokal /u/.

Perhatikan proses perubahan fonem tersebut di bawah ini dan

penjelasannya.

di- + [tabUh] + -i [ditabuhi]

Tampak pada proses penggabungan di atas, kata tabuh yang terletak di

sebelah kiri tanda panah, fonem keempatnya berupa /U/. Bandingkan

dengan kata ditabuhi yang terletak di sebelah kanan tanda panah. Fonem

vokal pada kata tabuh tadi berubah menjadi fonem vokal /u/. Hal itu

terjadi karena adanya proses simulfiks yang terletak di sebelah kiri tanda

panah berupa penggabungan morfem {di- -i} dengan kata dasar tabuh.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

50

5) Di- -ake

Data (75)

Niken dijodhokake karo priya pilihan bapake (PS:C19, hlm. 23, p18) „Niken dijodohkan dengan pria piilihan ayahnya.‟

Dijodhokake merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem

dan pemunculan bunyi. Perubahan fonem terjadi pada dua fonem vokal /o/

yang terdapat pada bentuk dasar dari dijodhokake yaitu jodho. Dua fonem

vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /ɔ/ setelah bentuk dasar jodho

mendapat imbuhan morfem {-ake}. Sedangkan pemunculan bunyi yang

dimaksud yaitu munculnya bunyi glotal /?/. Bunyi glotal /?/ muncul di

antara fonem vokal /ɔ/ dan fonem vokal /a/. Bunyi glotal /?/ ini tidak

muncul pada bentuk dasar dari dijodhokake yaitu jodho. Kemunculan

bunyi glotal /?/ baru tampak saat ada proses morfologi, dalam hal ini

proses simulfiks morfem {di- -ake}. Morfem {di- -ake} ini datang secara

bertahap. Awalnya bentuk dasar jodho mendapat imbuhan morfem {-ake}.

[joDo] + -ake [jɔDɔ?ake]

Selanjutnya, bentuk jodhokake mendapat imbuhan lagi yaitu morfem {di-}

yang terletak di depan.

di- + [jɔDɔ?ake] [dijɔDɔ?ake]

di- + [joDo] + -ake [dijɔDɔ?ake]

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata dijodhokake

merupakan bentuk morfofonemik yang terjadi akibat adanya proses

simulfiksasi berupa morfem {di- -ake}.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

51

5. Reduplikasi

Reduplikasi atau kata ulang adalah proses morfologi yang

mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, sebagian, maupun

disertai dengan perubahan bunyi (Abdullah dan Ahmad, 2012:64). Berikut

analisis proses morfologi dari bentuk reduplikasi yang mengakibatkan

berubahnya bunyi atau fonem vokal maupun konsonan pada penelitian ini.

1) Dwilingga salin swara

Data (43)

Upama kepethuk bola-bali ing kana ya mesthi pangling (PJ:C13, hlm. 23,

p 3). „Seumpama bertemu berulang-ulang di sana ya pasti pangling.‟

Kata bola-bali pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk

morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses pengulangan. Proses

tersebut diawali dari bentuk dasar bali yang diulang sacara keseluruhan

dengan perubahan bunyi. Kemudian, pengulangan kata bali membentuk

kata jadian bola-bali.

bali bola-bali

Tampak pada proses pengulangan di atas, kata bali yang terletak di

sebelah kiri tanda panah suku awalnya berupa fonem vokal /a/ dan suku

akhirnya berupa fonem vokal /i/. Bandingkan dengan bentuk pengulangan

kata bali yang terletak di sebelah kanan tanda panah. Dua fonem vokal tadi

berubah menjadi fonem vokal /o/ dan fonem vokal /a/ pada bentuk

ulangannya.

bali bola-bali

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

52

proses pengulangan diatas menghasilkan bentuk ulangan dengan jenis

dwilingga salin swara. Sebab hasil pengulangan dari kata bali disertai pula

dengan perubahan vokal.

Data (70)

Mesthi sang maratuwa ngguya-ngguyu kalegan (PS:C18, hlm. 24, p 13) „Pasti sang mertua tertawa-tawa lega.‟

Kata ngguya-ngguyu pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik.

Bentuk morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses pengulangan.

Proses tersebut diawali dari bentuk dasar ngguyu yang diulang sacara

keseluruhan dengan perubahan bunyi. Kemudian, pengulangan kata

ngguyu membentuk kata jadian ngguya-ngguyu.

ngguyu ngguya-ngguyu

Tampak pada proses pengulangan di atas, kata ngguyu yang terletak di

sebelah kiri tanda panah, suku akhirnya berupa fonem vokal /u/.

Bandingkan dengan hasil pengulangan dari kata ngguyu yang terletak di

sebelah kanan tanda panah. Fonem vokal /u/ tadi berubah menjadi fonem

vokal /a/ pada bentuk ulangannya.

ngguyu ngguya-ngguyu

Proses pengulangan di atas menghasilkan bentuk ulangan dengan jenis

dwilingga salin swara. Sebab hasil pengulangan dari kata ngguyu disertai

pula dengan perubahan vokal.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

53

2) Dwipurwa

Data (3)

Jroning batin Ratih dedonga muga-muga bapake enggal mbukak wewadi nuduhi sapa ibune kang satemene (PS:C2, hlm. 24, p 38)

„Di lubuk hati Ratih terus berdoa semoga ayahnya cepat membuka rahasia menjelaskan siapa ibunya yang sebenarnya.‟

Kata dedonga pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk

morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses pengulangan. Proses

tersebut diawali dari bentuk dasar donga yang diulang secara sebagian

(suku awal). Kemudian, pengulangan kata donga membentuk kata jadian

dedonga.

donga dedonga

Tampak pada proses pengulangan di atas, kata donga yang terletak di

sebelah kiri tanda panah, suku awalnya berupa fonem vokal /ɔ/.

Bandingkan dengan hasil pengulangannya yang terletak di sebelah kanan

tanda panah. Fonem vokal /ɔ/ tadi berubah menjadi fonem vokal /ə/.

donga dedonga

Proses pengulangan di atas menghasilkan bentuk ulangan dengan jenis

dwipurwa. Sebab yang diulang hanya suku awal dari kata donga yaitu do.

Kemudian, fonem vokal /ɔ/ pada do berubah menjadi fonem vokal /ə/.

donga dodonga dedonga

Data (57)

Kanca-kanca nyuwun tetimbangan panjenengan (PS:C16, hlm. 23, p 7)

„Teman-teman meminta pertimbangan dari kamu.‟

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

54

Kata tetimbangan pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik.

Bentuk morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses pengulangan.

Awalnya kata timbangan diulang secara sebagian (suku awal). Kemudian,

pengulangan pada kata timbangan membentuk kata jadian tetimbangan.

timbangan tetimbangan

Tampak pada proses pengulangan di atas, kata timbangan yang terletak di

sebelah kiri tanda panah, suku awalnya berupa fonem vokal /i/.

Bandingkan dengan hasil pengulangan dari kata timbangan yang terletak

di sebelah kanan tanda panah. Fonem vokal /i/ tadi berubah menjadi fonem

vokal /ə/.

timbangan tetimbangan

Proses pengulangan di atas menghasilkan bentuk ulangan dengan jenis

dwipurwa. Sebab yang diulang hanya suku awal dari kata timbangan yaitu

ti. Kemudian, fonem vokal /i/ pada ti berubah menjadi fonem vokal /ə/.

timbangan titimbangan tetimbangan

B. Bentuk Morfofonemik

Penelitian ini hanya menemukan bentuk morfofonemik berupa

pemunculan fonem, perubahan fonem, pelesapan dan pergeseran fonem.

Berikut analisis bentuk morfofonemik pada penelitian ini.

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

55

1. Pemunculan Fonem

Pemunculan fonem yaitu munculnya fonem (bunyi) dalam proses

morfologi yang pada mulanya tidak ada (Chaer, 2008:43). Berikut analisis

bentuk pemunculan bunyi atau fonem pada penelitian ini.

1) Pemunculan fonem /y/

Data (91)

….ing meja kerjane ngrampungake gaweyan (P S:C8, hlm. 23, p 8)

„…di meja kerjanya menyelesaikan kerjaan.‟

Gaweyan merupakan bentuk morfofonemik berupa pemunculan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem semi vokal /y/. Fonem semi vokal /y/

ini muncul di antara fonem vokal /e/ dan fonem vokal /a/. Fonem semi

vokal /y/ ini tidak muncul pada bentuk dasar dari gaweyan yaitu gawe.

Kemunculan fonem semi vokal /y/ ini baru tampak saat ada proses

morfologi, dalam hal ini proses sufiksasi morfem {-an}.

gawe + -an gaweyan

Dari proses morfologi di atas dapat disimpulkan bahwa, kata gaweyan

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis pemunculan fonem semi

vokal /y/.

Data (77)

Bageyane anak-bojo trus apa lek awak dipadhakne mesin ngene iki? (PS:C20, hlm. 24, p 17)

„Bagiannya anak istri terus apa jika tubuh disamakan dengan mesin seperti

ini?‟

Bageyane merupakan bentuk morfofonemik berupa pemunculan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem semi vokal /y/. Fonem semi vokal /y/

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

56

ini muncul di antara fonem vokal /i/ dan fonem vokal /a/. Fonem semi

vokal /y/ ini tidak muncul pada bentuk dasar dari bageyane yaitu bagi.

Kemunculan fonem semi vokal /y/ ini baru tampak saat ada proses

morfologi, dalam hal ini proses sufiksasi morfem {-ane}.

bagi + -ane bageyane

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata bageyane

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis pemunculan fonem semi

vokal /y/.

Data (73)

…tanpa ana siji-sijia kancane sing ngerti…(PS:C19, hlm. 23, p 17) „…tanpa ada satupun temannya yang tahu.‟

Siji-sijia merupakan bentuk morfofonemik berupa pemunculan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem semi vokal /y/. Fonem semi vokal /y/

ini muncul di antara fonem vokal /i/ dan fonem vokal /a/. Fonem semi

vokal /y/ ini tidak muncul pada bentuk dasar dari siji-sijia yaitu siji-siji.

Kemunculan fonem semi vokal /y/ ini baru tampak saat ada proses

morfologi, dalam hal ini proses sufiksasi morfem {-a}.

siji-siji + -a siji-sijiya

Dalam bentuk tulisan, fonem semi vokal /y/ ini tidak tampak, karena

memang tidak perlu untuk direalisasikan, namun dalam bentuk ujaran,

fonem semi vokal /y/ tampak sangat jelas. Jadi, kata siji-sijia merupakan

bentuk morfofonemik dengan jenis pemunculan fonem semi vokal /y/.

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

57

Data (76)

Kamangka ora slaras karo penggaweyan dinasku saben dina (PS:C20,

hlm. 23, p 4) „Padahal tidak sesuai dengan pekerjaan dinasku setiap hari.‟

Penggaweyan merupakan bentuk morfofonemik berupa pemunculan

fonem. Fonem yang dimaksud yaitu fonem semi vokal /y/. Fonem semi

vokal /y/ muncul di antara fonem vokal /e/ dan fonem vokal /a/. Fonem

semi vokal /y/ ini tidak muncul pada bentuk dasar dari penggaweyan yaitu

gawe. Kemunculan fonem semi vokal /y/ baru tampak saat ada proses

morfologi, dalam hal ini proses simulfiks morfem {peng- -an}. Morfem

{peng- -an} ini datang secara bertahap, awalnya bentuk dasar gawe

mendapat imbuhan morfem {-an}.

gawe + -an gaweyan

Selanjutnya, bentuk gaweyan mendapat imbuhan lagi yaitu morfem

{peng} yang terletak di depan.

peng- + gaweyan penggaweyan

peng- + gawe + -an penggaweyan

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata penggaweyan

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis pemunculan fonem semi

vokal /y/.

2) Pemunculan fonem semi vokal /w/

Data (17)

Wagito wiwit ngempakake rayuwan gombal (PS:C6, hlm. 24, p 17)

„Wagito mulai melancarkan rayuan gombal.‟

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

58

Rayuwan merupakan bentuk morfofonemik berupa pemunculan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem semi vokal /w/. Fonem semi vokal /w/

muncul di antara fonem vokal /u/ dan fonem vokal /a/. Fonem semi vokal

/w/ ini tidak muncul pada bentuk dasar dari rayuwan yaitu rayu.

Kemunculan fonem semi vokal /w/ baru tampak saat ada proses morfologi,

dalam hal ini proses sufiksasi morfem {-an}.

rayu + -an rayuwan

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata rayuwan

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis pemunculan fonem semi

vokal /w/.

Data (41)

Nek ngono, langgar iki padha didandhani karo mlaku anut kemampuane

awake dhewe (PS:C11, hlm. 24, p 31) „kalau begitu, mushola ini diperbaiki sambil berjalan sesuai

kemampuannya diri kita.‟

Kemampuane merupakan bentuk morfofonemik berupa pemunculan

fonem. Fonem yang dimaksud yaitu fonem semi vokal /w/. Fonem semi

vokal /w/ muncul di antara fonem vokal /u/ dan fonem vokal /a/. Fonem

semi vokal /w/ ini tidak muncul pada bentuk dasar dari kemampuane yaitu

mampu. Kemunculan fonem semi vokal /w/ baru tampak saat ada proses

morfologi, dalam hal ini proses konfiksasi morfem {ke- -an}. Morfem {ke-

-an} ini muncul secara bersamann bukan satu persatu atau bertahap, sebab

dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya bentuk kemampu ataupun

mampuan.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

59

ke- + mampu + -an kemampuwan

Bentuk kemampuan ini selanjutnya mendapat imbuhan lagi berupa

morfem {-e}.

kemampuan + -e kemampuwane

Dalam bentuk tulis, fonem semi vokal /w/ ini tidak tampak, karena

memang tidak perlu untuk direalisasikan, namun dalam bentuk ujaran,

fonem semi vokal /w/ tampak sangat jelas. Jadi, kata kemampuane

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis pemunculan fonem semi

vokal /w/.

Data (26)

Wong jejodhowan mono pawitane rak ati (PS:C10, hlm. 24, p 13) „Orang yang menjalin hubungan itu modalnya kan hati.‟

Jejodhowan merupakan bentuk morfofonemik berupa pemunculan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem semi vokal /w/. Fonem semi vokal /w/

muncul di antara fonem vokal /o/ dan fonem vokal /a/. Fonem semi vokal

/w/ ini tidak muncul pada bentuk dasar dari jejodhowan yaitu jodho.

Kemunculan fonem semi vokal /w/ baru tampak saat ada proses morfologi,

dalam hal ini proses sufiksasi morfem {-an}.

jejodho + -an jejodhowan

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata jejodhowan

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis pemunculan fonem semi

vokal /w/.

3) Pemunculan bunyi glotal /?/

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

60

Data (56)

Bakal nyirnakake putu-putumu kang ambeg utama kae (PS:C14, hlm. 23,

p 11). „Akan melenyapkan cucu-cucumu yang berwatak utama itu.‟

Nyirnakake merupakan bentuk morfofonemik berupa pemunculan bunyi.

Bunyi yang dimaksud yaitu bunyi glotal /?/. Bunyi glotal /?/ muncul di

antara dua fonem vokal /a/. Bunyi glotal /?/ ini tidak muncul pada bentuk

dasar dari nyirnakake yaitu sirna. Kemunculan bunyi glotal /?/ baru

tampak saat ada proses morfologi, dalam hal ini proses konfiksasi morfem

{ny- -ake}. Morfem {ny- -ake} ini datang secara bersamaan, sebab dalam

bahasa Jawa tidak lazim adanya bentuk nyirna ataupun sirnakake.

ny- + sirna + -ake [~nirna?ake]

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata nyirnakake

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis pemunculan bunyi glotal

/?/.

Data (32)

Suwe ora srawung karo Bu Utari aku ora nemokake owah-owahan sing signifikan (PS:C10, hlm. 47, p 27) „Lama tidak bertemu dengan Bu Utari saya tidak menemukan perubahan

yang signifikan.‟

Nemokake merupakan bentuk morfofonemik berupa pemunculan bunyi.

Bunyi yang dimaksud yaitu bunyi glotal /?/. Bunyi glotal /?/ muncul di

antara fonem vokal /ɔ/ dan fonem vokal /a/. Bunyi glotal /?/ ini tidak

muncul pada bentuk dasar dari nemokake yaitu temu. Kemunculan bunyi

glotal /?/ baru tampak saat ada proses morfologi, dalam hal ini proses

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

61

simulfiks morfem {n- -ake}. Morfem {n- -ake} ini datang secara bertahap,

awalnya bentuk dasar temu mendapat imbuhan morfem {n-}.

n- + temu nemu

Selanjutnya, bentuk nemu mendapat imbuhan lagi berupa morfem {-ake}

yang terletak di belakang.

nemu + -ake [nəmɔ?ake]

n- + temu + -ake [nəmɔ?ake]

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata nemokake

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis pemunculan bunyi glotal

/?/.

Data (59)

Wong nyilih bakal mbalekake (PS:C14, hlm. 24, p 18). „Orang meminjam bakal mengembalikan.‟

Mbalekake merupakan bentuk morfofonemik berupa pemunculan bunyi

glotal /?/. Bunyi yang dimaksud yaitu bunyi glotal /?/. Bunyi glotal /?/

muncul di antara fonem vokal /ɛ/ dan fonem vokal /a/. Bunyi glotal /?/ ini

tidak muncul pada bentuk dasar dari mbalekake yaitu bali. Kemunculan

bunyi glotal /?/ baru tampak saat ada proses morfologi, dalam hal ini

proses simulfiks morfem {m- -ake}. Morfem {m- -ake} ini datang secara

bertahap, awalnya bentuk dasar bali mendapat imbuhan morfem {-ake}.

bali + -ake [balɛ?ake]

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

62

Selanjutnya, bentuk balekake mendapat imbuhan lagi yaitu morfem {m-}

yang terletak di depan.

m- + [balɛ?ake] [mbalɛ?ake]

m- + bali + -ake [mbalɛ?ake]

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata mbalekake

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis pemunculan bunyi glotal

/?/.

Data (75)

Niken dijodhokake karo priya pilihan bapake (PS:C19, hlm. 23, p18) „Niken dijodohkan dengan pria piilihan ayahnya.‟

Dijodhokake merupakan bentuk morfofonemik berupa pemunculan bunyi.

Bunyi yang dimaksud yaitu glotal /?/. Bunyi glotal /?/ muncul di antara

fonem vokal /o/ dan fonem vokal /a/. Bunyi glotal /?/ ini tidak muncul

pada bentuk dasar dari dijodhokake yaitu jodho. Kemunculan bunyi glotal

/?/ baru tampak saat ada proses morfologi, dalam hal ini proses simulfiks

morfem {di- -ake}. Morfem {di- -ake} ini datang secara bertahap, awalnya

bentuk dasar jodho mendapat imbuhan morfem {-ake}.

[joDo] + -ake [jɔDɔ?ake]

Selanjutnya, bentuk jodhokake mendapat imbuhan lagi yaitu morfem {di-}

yang terletak di depan.

di- + [jɔDɔ?ake] [dijɔDɔ?ake]

di- + [joDo] + -ake [dijɔDɔ?ake]

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

63

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata dijodhokake

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis pemunculan bunyi glotal

/?/.

Data (46)

Wis kluthekan ing pawon cethik geni kanggo nggawekake sarapan...(PS:C13, hlm. 23, p 5).

„Sudah memasak di dapur untuk membuatkan sarapan…‟

Nggawekake merupakan bentuk morfofonemik berupa pemunculan bunyi.

Bunyi yang dimaksud yaitu bunyi glotal /?/. Bunyi glotal /?/ muncul di

antara fonem konsonan /e/ dan fonem vokal /a/. Bunyi glotal /?/ ini tidak

muncul pada bentuk dasar dari nggawekake yaitu gawe. Kemunculan

bunyi glotal /?/ baru tampak saat ada proses morfologi, dalam hal ini

proses simulfiks morfem {ng- -ake}. Morfem {ng- -ake} ini datang secara

bertahap, awalnya bentuk dasar gawe mendapat imbuhan morfem {ng-}.

ng- + gawe nggawe

Selanjutnya, bentuk nggawe mendapat imbuhan lagi yaitu morfem {-ake}

yang terletak di belakang.

nggawe + -ake [ŋgawe?ake]

ng- + gawe + -ake [ŋgawe?ake]

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata nggawekake

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis pemunculan bunyi glotal

/?/.

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

64

2. Peluluhan Fonem

Peluluhan fonem yakni luluhnya sebuah fonem serta disenyawakan dengan

fonem lain (Chaer, 2008:44). Berikut analisis bentuk peluluhan fonem

pada penelitian ini.

1) Peluluhan fonem konsonan /c/

Data (52)

Tekan palagan atiku nyicil ayem (PS:C14, hlm. 24, p 17).

„Sampai di medan pertempuran hatiku agak tenang.‟

Nyicil merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem. Fonem

yang dimaksud yaitu fonem konsonan /c/. Fonem konsonan /c/ ini masih

tampak jelas dalam bentuk dasar cicil. Fonem konsonan /c/ baru

terluluhkan ketika bentuk dasar cicil mengalami proses morfologi, dalam

hal ini proses prefiksasi morfem {ny-}.

ny- + cicil nyicil

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata nyicil

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/c/.

Data (15)

Aja nyampuri urusan pribadiku (PS:C5, hlm. 24, p 34) „Jangan mencampuri urusan pribadiku.‟

Nyampuri merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /c/. Fonem konsonan /c/ ini

masih tampak jelas dalam bentuk dasar dari nyampuri yaitu campur.

Fonem konsonan /c/ baru terluluhkan ketika bentuk dasar campur

mengalami proses morfologi, dalam hal ini proses simulfiks morfem {ny- -

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

65

i}. Morfem {ny- -i} ini datang secara bertahap, awalnya bentuk dasar

campur mendapat imbuhan morfem {ny-}.

ny- + campur nyampur

Selanjutnya, bentuk nyampur mendapat imbuhan lagi yaitu morfem {-i}.

[~nampUr] + -i [~nampuri]

ny- + [campUr] + -i [~nampuri]

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata nyampuri

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/c/.

Data (44)

…gayeng nyritakake lelakone dhewe-dhewe (PS:C13, hlm. 23, p 3).

„…asik menceritakan kisahnya masing-masing.‟

Nyritakake merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /c/. Fonem konsonan /c/ ini

masih tampak jelas dalam bentuk dasar dari nyritakake yaitu crita. Fonem

konsonan /c/ baru terluluhkan ketika bentuk dasar crita mengalami proses

morfologi, dalam hal ini proses konfiksasi morfem {ny- -ake}. Morfem

{ny- -ake} ini datang secara besamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak

lazim adanya bentuk nyrita ataupun critakake.

ny- + crita + -ake nyrita?ake

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata nyritakake

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/c/.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

66

2) Peluluhan konsonan /p/

Data (23)

Dhokter Sinung masang stetoskope (PS:C9, hlm. 23, p 8) „Dokter Sinung memasang stetoskop.‟

Masang merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /p/. Fonem konsonan /p/ ini

masih tampak jelas pada bentuk dasar dari masang yaitu pasang. Fonem

konsonan /p/ baru terluluhkan ketika bentuk dasar pasang mengalami

proses morfologi, dalam hal ini proses prefiksasi morfem {m-}.

m- + pasang masang

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata masang

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/p/.

Data (65)

Panjenengane ora ngendika apa-apa, katon yen lagi menggalih (PS:C17, hlm. 24, p 29)

„Dia tidak berbicara apa-apa, tampak jika sedang membatin.‟

Menggalih merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /p/. Fonem konsonan /p/ ini

masih tampak jelas pada bentuk dasar dari menggalih yaitu penggalih.

Fonem konsonan /p/ baru terluluhkan ketika bentuk dasar penggalih

mengalami proses morfologi, dalam hal ini proses prefiksasi morfem {m}.

m- + penggalih menggalih

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

67

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata menggalih

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/p/.

3) Peluluhan fonem konsonan /s/

Data (41)

Nanging iseh prigel nyetir mobil dhewe saka daleme ing Yogya tekan ngomahku ing Trucuk, Klaten (PS:C13, hlm. 23, p 1). „Namun masih kuat menyetir mobil sendiri dari rumahnya di Jogja sampai

rumahku di Trucuk, Klaten.‟

Nyetir merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem. Fonem

yang dimaksud yaitu fonem konsonan /s/. Fonem konsonan /s/ ini masih

tampak jelas pada bentuk dasar dari nyetir yaitu setir. Fonem konsonan /s/

baru terluluhkan ketika bentuk dasar setir mengalami proses morfologi,

dalam hal ini proses prefiksasi morfem {ny-}.

ny- + setir nyetir

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata nyetir

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/s/.

Data (61)

Ibune nyelehake piring (PS:C17, hlm. 23, p 18)

„Ibunhya menaruh piring.‟

Nyelehake merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /s/. Fonem konsonan /s/ ini

masih tampak jelas pada bentuk dasar dari nyelehake yaitu seleh. Fonem

konsonan /s/ baru terluluhkan ketika bentuk dasar seleh mengalami proses

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

68

morfologi, dalam hal ini proses simulfiks morfem {ny- -ake}. Morfem

{ny- -ake} ini datang secara bertahap, awalnya bentuk dasar seleh

mendapat imbuhan morfem {-ake}.

seleh + -ake selehake

Selanjutnya, bentuk selehake mendapat imbuhan lagi yaitu morfem {ny-}.

ny- + selehake nyelehake

ny- + seleh + -ake nyelehake

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata nyelehake

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/s/.

Data (45)

Kang satemene dheweke ora siap migunakake kalodhangan kanggo

nglawan, nyipati kedadean kasebut Giran kaya diwulang-wuruk Jarot (PS:C12, hlm. 24, p 20)

„Sebenarnya dirinya tidak siap menggunakan kesempatan untuk melawan, mensifati kejadian tersebut Giran seperti diajari Jarot.‟

Nyipati merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem. Fonem

yang dimaksud yaitu fonem konsonan /s/. Fonem konsonan /s/ ini masih

tampak jelas pada bentuk dasar dari nyipati yaitu sipat. Fonem konsonan

/s/ baru terluluhkan ketika bentuk dasar sipat mengalami proses morfologi,

dalam hal ini proses konfiksasi morfem {ny- -i}. Morfem {ny- -i} ini

datang secara bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya

bentuk nyipat ataupun sipati.

ny- + sipat + -i nyipati

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

69

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata nyipati

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/s/.

4) Peluluhan konsonan (k)

Data (72)

Marta njegreg kaya reca, ora ngira yen sing ngragadi operasine jebul Sukri mantune sing disiya-siya telung tahun kepungkur (PS:C18, hlm. 24, p 25)

„Marta terdiam seperti patung, tidak mengira jika yang membiayai operasinya ternyata Sukri menantunya yang disia-siakan tiga tahun yang

lalu.‟

Ngira merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem. Fonem

yang dimaksud yaitu fonem konsonan /k/. Fonem konsonan /k/ ini masih

tampak jelas pada bentuk dasar dari ngira yaitu kira. Fonem konsonan /k/

baru terluluhkan ketika bentuk dasar kira mengalami proses morfologi,

dalam hal ini proses prefiksasi morfem {ng-}.

ng- + kira ngira

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata ngira

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/k/.

Data (67)

Aku keraya-raya teka mrene iki merga arep ngabarake yen Dana ngalami

kacilakan (PS:C17, hlm. 24, p 38) „Saya cepat-cepat datang kesini karena ingin mengabarkan jika Dana

mengalami kecelakaan.‟ Ngabarake merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /k/. Fonem konsonan /k/ ini

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

70

masih tampak jelas pada bentuk dasar dari ngabarake yaitu kabar. Fonem

konsonan /k/ baru terleuluhkan ketika bentuk dasar kabar mengalami

proses morfologi, dalam hal ini proses konfiksasi morfem {ng- -ake}.

Morfem {ng- -ake} ini datang secara bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa

tidak lazim adanya bentuk ngabar ataupun kabarake.

ng- + kabar + -ake ngabarake

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata ngabarake

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/k/.

Data (64)

Mosok Dana tegel ngiyanati kowe, ndhuk? (PS:C17, hlm. 24, p 25)

„Masak Dana tega menghiyanati kamu, nak?‟

Ngiyanati merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /k/. Fonem konsonan /k/ ini

masih tampak jelas pada bentuk dasar dari ngiyanati yaitu kiyanat. Fonem

konsonan /k/ baru terluluhkan ketika bentuk dasar kiyanat mengalami

proses morfologi, dalam hal ini proses konfiksasi morfem {ng- -i}.

Morfem {ng- -i} ini datang secara bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa

tidak lazim adanya bentuk ngiyanat ataupun kiyanati.

ng- + kiyanat + -i ngiyanati

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata ngiyanati

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/k/.

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

71

5) Peluluhan konsonan /t/

Data (47)

Ninggal kanca-kanca sing wis akrab wiwit cilik (PS:C13, hlm. 24, p 14) „Meninggalkan teman-teman yang sudah akrab sejak kecil.‟

Ninggal merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /t/. Fonem konsonan /t/ ini

masih tampak jelas dalam bentuk dasar tinggal. Fonem konsonan /t/ baru

terluluhkan ketika bentuk dasar tinggal mengalami proses morfologi,

dalam hal ini proses prefiksasi {n-}.

n- + tinggal ninggal

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata ninggal

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/t/.

Data (50)

Gendera kamenangan bisa nuwuhake girise mungsuh (PS:C14, hlm. 23, p 2).

„Bendera kemenangan dapat menumbuhkan rasa takut musuh.‟

Nuwuhake merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /t/. Fonem konsonan /t/ ini

masih tampak jelas pada bentuk dasar dari nuwuhake yaitu tuwuh. Fonem

konsonan /t/ baru terluluhkan ketika bentuk dasar tuwuh mengalami proses

morfologi, dalam hal ini proses konfiksasi morfem {n- -ake}. Morfem {n-

-ake} ini datang secara bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim

bentuk nuwuh ataupun tuwuhake.

n- + tuwuh + -ake nuwuhake

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

72

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata nuwuhake

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/t/.

Data (62)

Lita neruske olehe nangis ngangti entek (PS:C17, hlm. 23, p 18) „Lita melanjutkan tangisannya sampai selesai.‟

Neruske merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /t/. Fonem konsonan /t/ ini

masih tampak jelas pada bentuk dasar dari neruske yaitu terus. Fonem

konsonan /t/ baru terluluhkan ketika bentuk dasar terus mengalami proses

morfologi, dalam hal ini proses simulfiks {n- -ke}. Proses ini diawali dari

bentuk dasar terus yang mendapat imbuhan morfem {-ke}.

terus + -ke teruske

Selanjutnya, bentuk teruske mendapat imbuhan lagi yaitu morfem {n-}.

n- + teruske neruske

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata neruske

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/t/.

Data (68)

“Apa iki?” Lita nampani barang mau (PS:C17, hlm. 24, p 45) “Apa ini?” Lita menerima barang tadi.‟

Nampani merupakan bentuk morfofonemik berupa peluluhan fonem.

Fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /t/. Fonem konsonan /t/ ini

masih tampak jelas pada bentuk dasar dari nampani yaitu tampa. Fonem

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

73

konsonan /t/ baru terluluhkan ketika bentuk dasar tampa mengalami proses

morfologi, dalam hal ini proses simulfiks {n- -i}. Proses ini diawali dari

bentuk dasar tampa yang mendapat imbuhan morfem {-n}.

n- + tampa nampa

Selanjutnya, bentuk nampa mendapat imbuhan lagi yaitu morfem {-i}.

nampa + -i nampani

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata nampa

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis peluluhan fonem konsonan

/t/.

3. Perubahan Fonem

Perubahan fonem yakni berubahnya sebuah fonem atau sebuah bunyi,

sebagai akibat terjadinya proses morfologi (Chaer, 2008:44). Berikut

analisis bentuk perubahan fonem pada penelitian ini.

1) Perubahan fonem vokal /a/

Data (60)

Nanging angel anggone mratelakake (PS:C17, hlm. 5, p 12) „Namun susah untuk menjelaskan.‟

Mratelakake merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /a/. Bentuk dasar dari

mratelakake adalah pratela [pratelɔ]. Tampak fonem ketujuh dari kata

pratela berupa fonem vokal /ɔ/. Bandingkan dengan hasil proses

morfologinya. Fonem vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /a/ setelah

mendapat imbuhan morfem konfiks {m- -ake}. Morfem {m- -ake} ini

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

74

datang secara bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya

bentuk mratela ataupun pratelakake.

m- + [pratelɔ] + -ake [mratela?ake]

Dari proses konfiksasi morfem {m- -ake} di atas, dapat disimpulkan

bahwa kata mratelakake merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis

perubahan fonem vokal /a/.

Data (34)

Swasanane sepi marming (PS:C11, hlm. 24, p 23) „suasanya sepi sekali.‟

Swasanane merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /a/. Bentuk dasar dari

swasanane adalah swasana [swasɔnɔ]. Tampak fonem kelima dan ketujuh

dari kata swasana berupa fonem vokal /ɔ/. Bandingkan dengan hasil proses

morfologinya. Fonem vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /a/ setelah

mendapat imbuhan morfem sufiks {-ne}.

[swasɔnɔ] + -ne [swasanane]

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata swasanane

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem vokal /a/.

Data (67)

Aku keraya-raya teka mrene iki merga arep ngabarake yen Dana ngalami kacilakan (PS:C17, hlm. 24, p 38)

„Saya terburu-buru datang kesini karena ingin mengabarkan jika Dana mengalami kecelakaan.‟

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

75

Kacilakan merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /a/. Bentuk dasar dari

kacilakan adalah cilaka [cilɔkɔ]. Tampak fonem keempat dan keenam dari

kata cilaka berupa fonem vokal /ɔ/. Bandingkan dengan hasil proses

morfologinya. Fonem vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /a/ setelah

mendapat imbuhan morfem konfiks {ka- -an}. Morfem {ka- -an} ini

datang secara bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya

bentuk kacilaka ataupun cilakan.

ka- + [cilɔkɔ] + -an [kacilakan]

Dari proses konfiksasi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata kacilakan

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem vokal /a/.

Data (49)

Kowe kudu nglegani kersane ibumu (PS:C13, hlm. 24, p 26) „Kamu harus merelakan keinginan ibumu.‟

Nglegani merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /a/. Bentuk dasar dari

nglegani adalah lega [ləgɔ]. Tampak fonem keempat dari kata lega berupa

fonem vokal /ɔ/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Fonem

vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /a/ setelah mendapat imbuhan

morfem konfiks {ng- -ni}. Morfem {ng- -ni} ini datang secara bersamaan,

sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya bentuk nglega ataupun

legani.

ng- + [ləgɔ] + -ni [ŋləgani]

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

76

Dari proses konfiksasi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata nglegani

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem vokal /a/.

Data (51)

Bakal nyirnakake putu-putumu kang ambeg utama kae? (PS:C14, hlm. 23, p 11).

„Akan melenyapkan cucu-cucumu yang berwatak utama itu?‟

Nyirnakake merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /a/. Bentuk dasar dari

nyirnakake adalah sirna [sirnɔ]. Tampak fonem kelima dari kata sirna

berupa fonem vokal /ɔ/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya.

Fonem vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /a/ setelah mendapat

imbuham morfem konfiks {ny- -ake}. Morfem {ny- -ake} ini datang

secara bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya bentuk

nyirna ataupun sirnakake.

ny- + [sirnɔ] + -ake [~nirna?ake]

Dari proses konfiksasi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata nyirnakake

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem vokal /a/.

Data (9)

Enya iki kuncine gawanen pisan (PS:C3, hlm. 24, p 38)

„Ini kuncinya bawa sekalian.‟

Gawanen merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /a/. Bentuk dasar dari

gawanen adalah gawa [gɔwɔ]. Tampak fonem kedua dan keempat dari

kata gawa berupa fonem vokal /ɔ/. Bandingkan dengan hasil proses

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

77

morfologinya. Fonem vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /a/ setelah

mendapat imbuhan morfem sufiks {-nen}

[gɔwɔ] + -nen [gawanən]

Dari proses konfiksasi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata gawanen

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem vokal /a/.

Data (59)

Banjur ngalih klepat tanpa tolah-toleh (PS:C17, hlm. 23, p 1)

„Lalu tiba-tiba berpindah tanpa tengak-tengok.‟

Tolah-toleh merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /a/. Bentuk dasar dari

tolah-toleh adalah toleh [toleh]. Tampak fonem keempat kata toleh berupa

fonem vokal /e/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Fonem

vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /a/ pada bentuk ulangannya

setelah melewati proses morfologi berupa pengulangan dwilingga salin

swara.

[toleh] [tolah-toleh]

Dari proses pengulangan di atas, dapat disimpulkan bahwa kata tolah-toleh

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem vokal /a/.

Data (35)

Karepku arep ndongakake kowe (PS:C11, hlm. 24, p 26). „Niat saya mendoakan kamu.‟

Ndongakake merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /a/. Bentuk dasar dari

ndongakake adalah donga [doŋɔ]. Tampak fonem keempat dari kata donga

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

78

berupa fonem vokal /ɔ/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya.

Fonem vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /a/ setelah mendapat

imbuham morfem simulfiks {n- -ake}. Morfem {n- -ake} ini datang secara

bertahap, awalnya bentuk dasar donga mendapat imbuhan morfem {n-}.

n- + [doŋɔ] [ndoŋɔ]

Selanjutnya, bentuk ndonga mendapat imbuhan lagi yaitu morfem {-ake}.

[ndoŋɔ] + -ake [ndoŋa?ake]

n- + [doŋɔ] + -ake [ndoŋa?ake]

Dari proses simulfiks di atas, dapat disimpulkan bahwa kata ndongakake

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem vokal /a/.

2) Perubahan fonem vokal /i/

Data (8)

Nganti suwe Mbah Sadrana mung njenger, kareridhu batine sing ora jenjem (PS:C3, hlm. 23, p 11)

„Cukup lama Mbah Sadrana hanya terdiam, terganggu batinnya yang tidak tenang.‟

Batine merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /i/. Bentuk dasar dari

batine adalah batin [batIn]. Tampak fonem keempat kata batin berupa

fonem vokal /I/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Fonem

vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /i/ setelah mendapat imbuhan

morfem sufiks{-e}.

[batIn] + -e [batine]

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

79

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata batine

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem vokal /i/.

Data (7)

Nanging durung diparingi momongan (PS:C3, hlm. 23, p 7) „Namun belum diberi momongan.‟

Diparingi merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /i/. Bentuk dasar dari

diparingi adalah paring [parIŋ]. Tampak fonem keempat kata paring

berupa fonem vokal /I/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya.

Fonem vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /i/ setelah mendapat

imbuhan morfem simulfiks {di- -i}. Morfem {di- -i} ini datang secara

bertahap, awalnya bentuk dasar paring mendapat imbuhan morfem {-i}.

[parIŋ] + -i [pariŋi]

Selanjutnya, bentuk paringi mendapat imbuhan lagi berupa morfem {di-}.

di- + [pariŋi] [dipariŋi]

di- + [parIŋ] + -i [dipariŋi]

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata diparingi

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem vokal /i/.

3) Perubahan fonem vokal /u/

Data (38)

Tutuke mangap-mangap karo grag-grog ambegane kaya babi (PS:C12, hlm. 24, p 11) „Mulutnya terus terbuka dengan nafas tersengal seperti babi.‟

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

80

Tutuke merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /u/. Bentuk dasar dari

tutuke adalah tutuk [tutUk]. Tampak fonem keempat kata tutuk berupa

fonem vokal /U/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Fonem

vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /u/ setelah mendapat imbuhan

morfem sufiks {-e}.

[tutU?] + -e [tutu?e]

Dari proses sufiksasi dengan morfem {-e} di atas, dapat disimpulkan

bahwa kata tutuke merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis

perubahan fonem vokal /u/.

Data (6)

Bisa nyukupi kebutuhaning uripe karo bojone (PS:C3, hlm. 23, p5) „Dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dengan istrinya.‟

Nyukupi merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /u/. Bentuk dasar dari

nyukupi adalah cukup [cukUp]. Tampak fonem keempat kata cukup berupa

fonem vokal /U/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Fonem

vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /u/ setelah mendapat imbuhan

morfem simulfiks {ny- -i}. Morfem {ny- -i} ini datang secara bertahap,

awalnya bentuk dasar cukup mendapat imbuhan morfem {ny-}.

ny- + [cukUp] [~nukUp]

Selanjutnya, bentuk nyukup mendapat imbuhan lagi berupa morfem {-i}.

[~nukUp] + -i [~nukupi]

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

81

ny- + [cukUp] + -i [~nukupi]

Dari proses simulfiks dengan morfem {ny- -i} di atas, dapat disimpulkan

bahwa kata nyukupi merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis

perubahan fonem vokal /u/.

Data (10)

Dadi gembur mawur, nyuburake uriping tanem tuwuh (PS:C3, hlm. 24, p

40) „Jadi gembur sekali, menyuburkan kehidupan tanaman dan tumbuhan.‟

Nyuburake merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /u/. Bentuk dasar dari

nyuburake adalah subur [subUr]. Tampak fonem keempat kata subur

berupa fonem vokal /U/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya.

Fonem vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /u/ setelah mendapat

imbuhan morfem konfiks {ny- -ake}. Morfem {ny- -ake} ini datang secara

bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya bentuk nyubur

ataupun suburake.

ny- + [subUr] + -ake [~nuburake]

Dari proses konfiksasi dengan morfem {ny- -ake} di atas, dapat

disimpulkan bahwa kata nyuburake merupakan bentuk morfofonemik

dengan jenis perubahan fonem vokal /u/.

Data (2)

Ora wani ngajak rembugan perkara ibune maneh (PS:C2, hlm. 23, p 21)

„Tidak berani mengajak musyawarah perkara ibunya lagi.‟

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

82

Rembugan merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /u/. Bentuk dasar dari

rembugan adalah rembug [rəmbUg]. Tampak fonem kelima kata rembug

berupa fonem vokal /U/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya.

Fonem vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /u/ setelah mendapat

imbuhan morfem sufiks {-an}.

[rəmbUg] + -an [rəmbugan]

Dari proses sufiksasi dengan morfem {-an} di atas, dapat disimpulkan

bahwa kata rembugan merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis

perubahan fonem vokal /u/.

4) Perubahan fonem vokal /ɔ/

Data (66)

Rungokna dhisik kandhaku (PS:C17, hlm. 24, p 38) „Dengarkan dulu omonganku.‟

Rungokna merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /ɔ/. Bentuk dasar dari

rungokna adalah rungu [ruŋu]. Tampak fonem keempat kata rungu berupa

fonem vokal /u/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Fonem

vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /ɔ/ setelah mendapat imbuhan

morfem sufiks {-na}

[ruŋu] + -na [ruŋɔ?na]

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

83

Dari proses sufiksasi dengan morfem {-na} di atas, dapat disimpulkan

bahwa kata rungokna merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis

perubahan fonem vokal /ɔ/.

Data (13)

Dheweke aweh keterangan yen sing tak goleki seprana-seprene wis ditemokake (PS:C4, hlm. 23, p 4)

„Dia memberi keterangan jika yang saya cari selama ini sudah ditemukan.‟

Ditemokake merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /ɔ/. Bentuk dasar dari

ditemokake adalah temu [təmu]. Tampak fonem keempat kata temu berupa

fonem vokal /u/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Fonem

vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /ɔ/ setelah mendapat imbuhan

morfem simulfiks {di- -ake}. Morfem {di- -ake} ini datang secara

bertahap, awalnya bentuk dasar temu mendapat imbuhan morfem {-ake}.

[təmu] + -ake [təmɔ?ake]

Selanjutnya, bentuk temokake mendapat imbuhan lagi berupa morfem

{di}.

di- + [təmɔ?ake] [ditəmɔ?ake]

di- + [təmu] + -ake [ditəmɔ?ake]

Dari proses silmulfiks dengan morfem {di- -ake} di atas, dapat

disimpulkan bahwa kata ditemokake merupakan bentuk morfofonemik

dengan jenis perubahan fonem vokal /ɔ/.

Data (4)

Jambret sing ketaton iku banjur digawa menyang rumah sakit saperlu

ngetokake mimis saka kentole (PS:C2, hlm. 43, p 69)

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

84

„Jambret yang terluka itu kemudian dibawa ke rumah sakit untuk

mengeluarkaan peluru dari betisnya.‟

Ketaton merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /ɔ/. Bentuk dasar dari

ketaton adalah tatu [tatu]. Tampak fonem keempat kata tatu berupa fonem

vokal /u/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Fonem vokal

tadi berubah menjadi fonem vokal /ɔ/ setelah mendapat imbuhan morfem

konfiks {ke- -an}. Morfem {ke- -an} ini datang secara bersamaan, sebab

dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya bentuk ketatu ataupun taton.

ke- + [tatu] + -an [kətatɔn]

Dari proses konfiksasi berupa morfem {ke- -an} di atas, dapat disimpulkan

bahwa kata ketaton merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis

perubahan fonem vokal /ɔ/.

Data (28)

Prelu nemtokake lakuning uripe…( PS:C11, hlm. 23, p 3)

„Perlu untuk menentukan tujuan hidupnya…‟

Nemtokake merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /ɔ/. Bentuk dasar dari

nemtokake adalah temtu [təmtu]. Tampak fonem kelima kata temtu berupa

fonem vokal /u/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Fonem

vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /ɔ setelah mendapat imbuhan

morfem konfiks {n- -ake}. Morfem {n- -ake} ini datang secara

bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya bentuk nemtu

ataupun temtokake.

n- + [təmtu] + -ake [nəmtɔ?ake]

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

85

Proses konfiksasi berupa morfem {n- -ake} di atas, dapat disimpulkan

bahwa kata nemtokake merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis

perubahan fonem vokal /ɔ/.

Data (74)

…ora njaluk pitukon apa-apa nanging…(PS:C19, hlm. 23, p 18) „…tidak meminta pembelian apa-apa namun…‟

Pitukon merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /ɔ/. Bentuk dasar dari

pitukon adalah tuku [tuku]. Tampak fonem keempat kata tuku berupa

fonem vokal /u/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Fonem

vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /ɔ/ setelah mendapat imbuhan

morfem konfiks {pi- -an }. Morfem {pi- -an } ini datang secara

bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya bentuk pituku

ataupun tukon.

pi- + [tuku] + -an [pitukɔn]

Proses konfiksasi berupa morfem {pi- -an} di atas, dapat disimpulkan

bahwa kata pitukon merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis

perubahan fonem vokal /ɔ/.

Data (48)

Disusoni nganti rong taun (PS:C13, hlm. 24, p 22)

„Disusui sampai dua tahun.‟

Disusoni merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /ɔ/. Bentuk dasar dari

disusoni adalah susu [susu]. Tampak fonem keempat kata susu berupa

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

86

fonem vokal /u/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Fonem

vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /ɔ/ setelah mendapat imbuhan

morfem konfiks {di- -ni}. Morfem {di- -ni} ini datang secara bersamaan,

sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya bentuk disusu ataupun

susoni.

di- + [susu] + -ni [disusɔni]

Dari proses konfiks berupa morfem {di- -ni} di atas, dapat disimpulkan

bahwa kata disusoni merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis

perubahan fonem vokal /ɔ/.

5) Perubahan konsonan /t/

Data (19)

Selak jagade kukut lho, ndhuk (PS:C8, hlm. 23, p 4) „Keburu dunianya berakhir lho, nak.‟

Jagade merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /t/. Bentuk dasar

dari jagade adalah jagad [jagad]. Tampak fonem kelima kata jagad berupa

fonem konsonan /d/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya.

Fonem konsonan tadi berubah menjadi fonem konsonan /t/ setelah

mendapat imbuhan morfem sufiks {-e}.

[jagad] + -e [jagate]

Dari proses sufiksasi morfem {-e} di atas, dapat disimpulkan bahwa kata

jagade merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem

konsonan /t/.

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

87

Data (72)

Marta njegreg kaya reca, ora ngira yen sing ngragadi operasine jebul

Sukri mantune sing disiya-siya telung taun kepungkur (PS:C18, hlm. 24, p 25) „Marta terdiam seperti patung, tidak menyangka yang membiayai

oprasinya ternyata Sukri menantunya yang disia-siakan tiga tahun yang lalu.‟

Ngragadi merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /t/. Bentuk dasar

dari ngragadi adalah ragad [ragad]. Tampak fonem kelima kata ragad

berupa fonem konsonan /d/. Bandingkan dengan hasil proses

morfologinya. Fonem konsonan tadi berubah menjadi fonem konsonan /t/

setelah mendapat imbuhan morfem konfiks {ng- -i}. Morfem {ng- -i} ini

datang secara bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya

bentuk ngragad ataupun ragadi.

ng- + [ragad] + -i [ŋragati]

Dari proses konfiksasi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata ngragadi

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem konsonan

/t/.

6) Perubahan fonem vokal /ɛ/

Data (25)

Siji maneh, aja mbok lalekake yen Bu Utari iku wis…aku ora neruske ukaraku (PS:C10, hlm. 24, p 13)

„Satu lagi, jangan lupakan jika Bu Utari itu sudah….saya tidak melanjutkan perkataanku.‟

Lalekake merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /ɛ/. Bentuk dasar dari

lalekake adalah lali [lali]. Tampak fonem keempat kata lali berupa fonem

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

88

vokal /i/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Fonem vokal tadi

berubah menjadi fonem vokal /ɛ/ setelah mendapat imbuhan morfem

sufiks {-ake}.

[lali] + -ake [lalɛ?ake]

Dari proses sufiksasi morfem {-ake} di atas, dapat disimpulkan bahwa

kata lalekake merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan

fonem vokal /ɛ/.

Data (14)

….sing ngrabekake aku lan adhiku (PS:C5, hlm. 24, p 34) „….yang menikahkan saya dan adik saya.‟

Ngrabekake merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /ɛ/. Bentuk dasar dari

ngrabekake adalah rabi [rabi]. Tampak fonem keempat kata rabi berupa

fonem vokal /i/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Fonem

vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /ɛ/ setelah mendapat imbuhan

morfem konfiks {ng- -ake}. Morfem {ng- -ake} ini datang secara

bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya bentuk ngrabi

ataupun rabekake.

ng- + [rabi] + -ake [ŋrabɛ?ake]

Dari proses konfiksasi morfem {ng- -ake} di atas, dapat disimpulkan

bahwa kata ngrabekake merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis

perubahan fonem vokal /ɛ/.

Data (53)

Wong nyilih bakal mbalekake (PS:C14, hlm. 24, p 18).

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

89

„Orang yang meminjam akan mengembalikan.‟

Mbalekake merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /ɛ/. Bentuk dasar dari

mbalekake adalah bali [bali]. Tampak fonem keempat kata bali berupa

fonem vokal /i/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Fonem

vokal tadi berubah menjadi fonem vokal /ɛ/ setelah mendapat imbuhan

morfem simulfiks {m- -ake}. Morfem {m- -ake} ini datang secara

bertahap, awalnya bentuk dasar bali mendapat imbuhan morfem {-ake}.

bali + -ake [balɛ?ake]

Selanjutnya, bentuk balekake mendapat imbuhan lagi berupa morfem {m}.

m- + [balɛ?ake] [mbalɛ?ake]

m- + [bali] + -ake [mbalɛ?ake]

Dari proses konfiksasi morfem {m- -ake} di atas, dapat disimpulkan

bahwa kata mbalekake merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis

perubahan fonem vokal /ɛ/.

7) Perubahan fonem konsonan /p/

Data (16)

Apa sebabe kowe kok njur padha nggoleki mrene (PS:C5, hlm. 24, p 57)

„Apa sebabnya kamu pada mencari ke sini.‟

Sebabe merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /p/. Bentuk dasar

dari sebabe adalah sebab [səbab]. Tampak fonem kelima kata sebab

berupa fonem konsonan /b/. Bandingkan dengan hasil proses

morfologinya. Fonem konsonan tadi berubah menjadi fonem konsonan /p/

setelah mendapat imbuhan morfem sufiks {-e}.

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

90

[səbab] + -e [səbape]

Dari proses morfologi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata sebabe

merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem vokal /p/.

Data (54)

Gegaman sing nguntabake nyawane satriya telu kang luhur ing budi

(PS:C14, hlm. 24, p 29) „Senjata yang mengeluarkan nyawa tiga satriya yang luhur dalam budi.‟

Nguntabake merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /p/. Bentuk dasar

dari ngun-tabake adalah untab [untab]. Tampak fonem kelima kata untab

berupa fonem konsonan /b/. Bandingkan dengan hasil proses

morfologinya. Fonem konsonan tadi berubah menjadi fonem konsonan /p/

setelah mendapat imbuhan morfem konfiks {ng- -ake}. Morfem {ng- -

ake} ini datang secara bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim

adanya bentuk nguntab ataupun untabapke.

ng- + [untab] + -ake [ŋuntapake]

Dari proses konfiksasi morfem {ng- -ake} di atas, dapat disimpulkan

bahwa kata nguntabake merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis

perubahan fonem konsonan /p/.

Data (55)

….jantungku trataban (PS:C14, hlm. 47, p 37) „…..jantungku tiba-tiba berdegup.‟

Trataban merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /p/. Bentuk dasar

Page 91: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

91

dari trataban adalah tratab [tratab]. Tampak fonem keenam kata tratab

berupa fonem konsonan /b/. Bandingkan dengan hasil proses

morfologinya. Fonem konsonan tadi berubah menjadi fonem konsonan /p/

setelah mendapat imbuhan morfem sufiks {-an}.

[tratab] + -an [tratapan]

Dari proses sufiksasi morfem {-an} di atas, dapat disimpulkan bahwa kata

trataban merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem

vokal /p/.

8) Perubahan fonem konsonan /k/

Data (5)

Nanging akhire aku kecekel, digebugi wong akeh (PS:C11, hlm. 23, p 17)

„Namun akhirnya saya ditangkap, dipukuli orang banyak.‟

Digebugi merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /k/. Bentuk dasar

dari digebugi adalah gebug [gəbUg]. Tampak fonem kelima kata gebug

berupa fonem konsonan /g/. Bandingkan dengan hasil proses

morfologinya. Fonem konsonan tadi berubah menjadi fonem konsonan /k/

setelah mendapat imbuhan morfem simulfiks {di- -i}. Morfem {di- -i}

ini datang secara bertahap, awalnya bentuk dasar gebug mendapat

imbuhan morfem {di-}.

di- + gebug digebug

Selanjutnya, bentuk digebug mendapat imbuhan lagi berupa morfem {-i}

yang terletak di belakang.

digebug + -i digebuki

Page 92: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

92

di- + [gəbUg] + -i [digəbuki]

Dari proses simulfiks morfem {di- -i} di atas, dapat disimpulkan bahwa

kata digebugi merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan

fonem konsonan /k/.

Data (69)

Ana pendharahan neng utege (PS:C17, hlm. 24, p 46) „Ada pendarahan di otaknya.‟

Utege merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem konsonan /k/. Bentuk dasar

dari utege adalah uteg [utəg]. Tampak fonem keempat kata uteg berupa

fonem konsonan /g/. Bandingkan dengan hasil proses morfologinya.

Fonem konsonan tadi berubah menjadi fonem konsonan /k/ setelah

mendapat imbuhan morfem sufiks {-e}.

[utəg] + -e [utəke]

Dari proses sufiksasi morfem {-e} di atas, dapat disimpulkan bahwa kata

utege merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem

konsonan /k/.

9) Perubahana fonem vokal /o/ dan fonem vokal /a/

Data (1)

Dheweke pancen kerep gonta-ganti pacar (PS:C1, hlm. 23, p 2)

„Dia memang sering berganti-ganti pacar.‟

Gonta-ganti merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /o/ dan fonem vokal

/a/. Bentuk dasar dari gonta-ganti adalah ganti [ganti]. Tampak fonem

Page 93: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh

93

kedua dan kelima kata ganti berupa fonem vokal /a/ dan /i/. Bandingkan

dengan hasil proses morfologinya. Dua Fonem vokal tadi berubah menjadi

fonem vokal /o/ dan /a/ setelah mengalami proses pengulangan jenis

dwilingga salin swara.

ganti gonta-ganti

Dari proses pengulangan di atas, dapat disimpulkan bahwa kata gonta-

ganti merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem

vokal /o/ dan fonem vokal /a/.

Data (18)

Larsih wis ongap-angop merga kesel olehe mubeng…(PS:C6, hlm. 24, p 28) „Larsih sudah berkali-kali menguap karena capek mengitari….‟

Ongap-angop merupakan bentuk morfofonemik berupa perubahan fonem.

Perubahan fonem yang dimaksud yaitu fonem vokal /o/ dan fonem vokal

/a/. Bentuk dasar dari ongap-angop adalah angop [aŋɔp]. Tampak fonem

pertama dan ke-empat kata angop berupa fonem vokal /a/ dan /ɔ/.

Bandingkan dengan hasil proses morfologinya. Dua Fonem vokal tadi

berubah menjadi fonem vokal /o/ dan /a/ setelah mengalami proses

pengulangan jenis dwilingga salin swara.

[aŋɔp] [oŋap-aŋɔp]

Dari proses pengulangan di atas, dapat disimpulkan bahwa kata ongap-

angop merupakan bentuk morfofonemik dengan jenis perubahan fonem

vokal /o/ dan fonem vokal /a/.