BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I -...

82
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai kepentingan anggota masyarakat kadang menimbulkan pertentangan yang akan membahayakan ketertiban, keamanan dan keselamatan dalam masyarakat bahkan pada dirinya sendiri. Masyarakat baru menyadari akan adanya peraturan-peraturan hukum serta pola-pola yang mengatur kehidupannya apabila ia melakukan suatu tindak pidana, oleh sebab itu masyarakat yang memahami dan mengerti hukum selalu berpikir dahulu sebelum melakukan suatu tindakan, agar tidak melanggar hukum. Hukum pidana sebagai sarana untuk menjamin keamanan, ketertiban dan keadilan, yang untuknya hukum pidana dapat membatasi kemerdekaan manusia dengan menjatuhkan/menetapkan pidana penjara (kurungan) dan bahkan lebih dari itu hukum pidana dapat menghilangkan nyawa manusia dengan pidana mati. Kejahatan dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang oleh negara diberi pidana. Pemberian pidana dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan itu. Keseimbangan yang terganggu itu ialah ketertiban masyarakat terganggu masyarakat resah akibat penggangguan ini dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan itu tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat, karena masyarakat bersifat dinamis, maka tindakanpun harus dinamis sesuai dengan perubahan masyarakat, jadi ada kemungkinan sesuatu tindakan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I -...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbagai kepentingan anggota masyarakat kadang menimbulkan

pertentangan yang akan membahayakan ketertiban, keamanan dan keselamatan

dalam masyarakat bahkan pada dirinya sendiri. Masyarakat baru menyadari akan

adanya peraturan-peraturan hukum serta pola-pola yang mengatur kehidupannya

apabila ia melakukan suatu tindak pidana, oleh sebab itu masyarakat yang

memahami dan mengerti hukum selalu berpikir dahulu sebelum melakukan suatu

tindakan, agar tidak melanggar hukum.

Hukum pidana sebagai sarana untuk menjamin keamanan, ketertiban dan

keadilan, yang untuknya hukum pidana dapat membatasi kemerdekaan manusia

dengan menjatuhkan/menetapkan pidana penjara (kurungan) dan bahkan lebih

dari itu hukum pidana dapat menghilangkan nyawa manusia dengan pidana mati.

Kejahatan dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang oleh negara diberi

pidana. Pemberian pidana dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan

yang terganggu akibat perbuatan itu. Keseimbangan yang terganggu itu ialah

ketertiban masyarakat terganggu masyarakat resah akibat penggangguan ini

dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan itu tidak sesuai dengan tuntutan

masyarakat, karena masyarakat bersifat dinamis, maka tindakanpun harus dinamis

sesuai dengan perubahan masyarakat, jadi ada kemungkinan sesuatu tindakan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

2

sesuai dengan tuntutan masyarakat tetapi pada suatu waktu tindakan tersebut

mungkin tidak sesuai lagi dengan tuntutan masyarakat karena perubahan

masyarakat tadi, demikian sebaliknya ketidaksesuaian ini dipengaruhi faktor

tempat dan waktu.

Kehidupan sehari-hari terlihat ada sesuatu tindakan yang menurut hukum

pidana perlu dihukum sedangkan menurut masyarakat bukan suatu tindakan yang

perlu dihukum, sebaliknya ada terdapat suatu tindakan dianggap masyarakat

sebagai kejahatan tetapi tidak dicantumkan dalam KUHP. Perbedaan ini

disebabkan situasi yang berubah yang dapat mempengaruhi perasaan masyarakat

tentang apa yang merugikan (schadelijk), tidak pantas (onbe hoorlijik), dan tak

dapat dibiarkan (onduldbaar). Berdasarkan unsur itu dapatlah dirumuskan

kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak

dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.

Tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku pembunuhan berencana adalah

suatu perbuatan yang keji, karena si pelaku tega membunuh orang dengan alasan-

alasan tertentu walaupun melakukan perbuatan melawan hukum. Kebanyakan

kasus-kasus tersebut dilakukan dengan alasan yang sederhana seperti cemburu,

masalah warisan, dendam, keinginannya tidak terpenuhi, selingkuh dan lain-lain,

yang sebenarnya alasan-alasan tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan.

Berbagai bentuk dari tindak pidana yang timbul di dalam masyarakat dirumuskan

dan tercantum di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

3

diatur di dalam Buku ke-II yang memuat tentang Kejahatan, Buku ke-III yang

memuat tentang Pelanggaran serta ketentuan yang ada di luar KUHP.

Pada Buku ke-II Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang mengatur

tentang Kejahatan, dimana kejahatan ditinjau dari segi yuridis, kejahatan

merupakan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

atau memenuhi rumusan delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP). Sebagaimana dikatakan oleh W.A. Bonger bahwa kejahatan adalah

perbuatan yang sangat anti sosial, yang memperoleh tentangan dengan sadar dari

negara, berupa pemberian penderitaan (hukuman/tindakan). 1

Di antara berbagai bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat,

kejahatan pembunuhan saat ini tetap ada dimanapun termasuk di negara kita. Hal

inilah yang menjadikan kejahatan ini tetap perlu untuk mendapatkan perhatian.

Hal ini juga bila dilihat bahwa di dalam negara kita sangat menghormati dan

menjunjung tinggi hak asasi manusia, tetapi kejahatan ini tetap juga ada.

Dari uraian di atas, maka tugas hakim dalam memberikan keadilan melalui

putusan-putusannya tentu saja harus bersifat obyektif. Oleh karena itu hakim

dalam mengambil keputusan harus benar-benar telah mempertimbangkan semua

fakta hukum yang ada dan didukung oleh alat bukti yang kuat, sehingga

putusannya nanti dapat memuaskan rasa keadilan dalam masyarakat.

Menarik diteliti pada Putusan Perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt dalam

duduk perkaranya bahwa perbuatan terdakwa I Kasimah binti Mustawireja

Waslim, terdakwa II Sarjono bin Suchedi baik bertindak sendiri-sendiri atau

bersama-sama dengan saksi Asmiah binti Mustawireja Waslim, Agus, Buang

1 W.A Bonger, 1982. Pengantar Tentang Kriminologi. PT. Pembangunan Ghlmia Indonesia :

Jakarta. Hlm 25

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

4

Rasmad dan istri Buang Rasmad bahwa pada hari Kamis tanggal 23 Juni 2011

sekira jam 05.45 WIB s/d 06.15 WIB di dalam mobil Suzuki Carry (Nopol tidak

diketahui) yang sedang melaju dalam perjalanan di area hutan jati di jalan Desa

Lenggarong menuju Desa Paguyangan Kec. Bantarbolang Kab.Pemalang

selanjutnya mayat korban dibuang ke dalam jurang BM 8 / Petak 36 A Perhutani

Baturraden turut Desa Karangsalam Kec. Baturaden Kab. Banyumas.

Atas dasar uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis tertarik untuk

meneliti dengan judul “ Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu

Secara Bersama-sama (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No.

180/Pid.B/2011/PN.Pwt).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Penerapan Unsur-unsur Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1

tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara

Bersama-sama dalam Perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt ?

2. Apa Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana dalam

Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-

sama dalam Putusan Nomor 180/Pid.B/2011/PN. Pwt?

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

5

C. Tujuan Penelitian

Dengan berbagai analisis di atas, maka penelitian ini mempunyai

tujuan :

1. Untuk mengetahui penerapan unsur-unsur Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu

Secara Bersama-sama dalam Perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt

2. Untuk mengetahui Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana

dalam Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara

Bersama-sama dalam Putusan Nomor 180/Pid.B/2011/PN. Pwt.

D. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan hukum dalam

pengembangan ilmu hukum khususnya Hukum Pidana dalam hal

pertimbangan hukum hakim menjatuhkan putusan pidana dalam Tindak

Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama.

2. Kegunaan praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan penelitian ini diharapkan dapat

memberikan pertimbangan kepada penegak hukum dalam melaksanakan tugas

dan kewajibannya.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Unsur-unsur Tindak Pidana

1) Pengertian Tindak Pidana

Suatu tindakan yang dapat merugikan orang lain atau tindakan yang

melawan hukum disebut tindak pidana. Tindak pidana berarti suatu

perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini

dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana serta tindak pidana

merupakan pelanggaran terhadap norma atau kaidah sosial yang telah ada

dalam masyarakat tersebut.

Pengertian tindak pidana dalam KUHP disebut dengan istilah

strafbaarfeit, oleh para pakar hukum pidana sering digunakan istilah delik

pidana, sedangkan oleh para pembuat undang-undang dipakai istilah

perbuatan tindak pidana.

Istilah tindak pidana para sarjana mempunyai istilah yang berbeda-

beda. Menurut Moeljatno istilah “ perbuatan pidana “ sebagai perbuatan

yang dilarang oleh suatu peraturan hukum, dengan disertai ancaman atau

sanksi pidana bagi yang melanggarnya. 2

2 Moeljatno, 1982. Asas-asas Hukum Pidana.. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Hlm 37

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

7

Sedangkan Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah “ tindak pidana

“ yang berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. 3

Simons yang dikutip Lamintang merumuskan tindak pidana sebagai

berikut :

“ Suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja

ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-

undang telah dinyatakan sebagai perbuatan yang dapat dihukum “.

Alasan Simons yang dikutip Lamintang bahwa merumuskan tindak

pidana seperti tersebut di atas adalah:

a) Suatu tindakan dapat dikatakan sebagai tindak pidana apabila undang-

undang melarang atau mewajibkan tindakannya tersebut dan seseorang

telah melanggarnya;

b) Tindakan tersebut telah memenuhi semua rumusan tindak pidana yang

terdapat dalam undang-undang sehingga dapat dihukum;

c) Tindakan tersebut merupakan tindakan yang bersifat melawan hukum. 4

Moeljatno berpendapat bahwa istilah “ perbuatan pidana “ tidak dapat

disamakan dengan istilah “ strafbaar feit “ melainkan dengan istilah Inggris “

criminal act “. Alasan beliau adalah:

3 Wirjono Prodjodikoro. 1981. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. PT. Eresco. Jakarta.

Hlm 50 4 P.A.F Lamintang, 1984. Dasar-dasar Hukum Pidana. Sinar Baru. Bandung. Hlm 17

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

8

a) Criminal act mempunyai arti kelakuan dan akibat yaitu akibat dari suatu

kelakuan yang dilarang oleh hukum ;

b) Criminal act dipisahkan dari pertanggungjawaban pidana (criminal

responsibility atau criminal liability). Untuk dapat dipidananya

seseorang, selain telah melakukan perbuatan pidana, maka orang itu juga

harus mempunyai kesalahan (guilt). 5

Menurut sistem KUHP tindak pidana dibagi atas kejahatan (misdrijven)

dan pelanggaran (overtredingen). Pembagian dalam dua jenis ini tidak

ditentukan dengan nyata-nyata dalam KUHP, tetapi sudah dianggap demikian

adanya. Dalam Buku II KUHP diatur tentang Kejahatan, sedangkan dalam

Buku III diatur tentang Pelanggaran. Dengan kata lain KUHP tidak

memberikan kriteria mengenai jenis tindak pidana tersebut, tetapi KUHP

hanya memasukan dalam kelompok pertama kejahatan dan kelompok kedua

pelanggaran.6

2) Unsur-unsur Tindak Pidana

Setiap tindak pidana dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan

unsur-unsurnya menjadi dua macam, yaitu unsur-unsur subjektif dan objektif .

Unsur-unsur subyektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau

yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya yaitu

segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud

5 Moelyatno. Op cit. Hlm 65

6 Sudarto. 1990. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung. Hlm 50

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

9

unsur objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-

keadaan, yaitu keadaan dimana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.

Unsur subjektif dari tindak pidana adalah :

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus/culpa)

2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang

dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.

3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di

dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan

lain-lain.

4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang

misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340

KUHP.

5. Perasaan takut atau vrees seperti yang antara lain terdapat di dalam

rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. 7

Sedangkan unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah :

1. Sifat melanggar hukum

2. Kualitas dari si pelaku

3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab

dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.8

7 Lamintang. Op cit. Hlm 123

8 Ibid. Hlm 184

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

10

Berkaitan dengan pengertian unsur-unsur tindak pidana (starfbaarfeit)

ada beberapa pendapat para sarjana mengenai pengertian unsur-unsur tindak

pidana, yaitu :

a. Van Hamel

Starfbaarfeit adalah Een wettlijk omschre ven menschelijke gedraging,

onrechmatig, strafwardig en aan schuld te wijten. Jadi unsur-unsurnya :

1. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam Undang-Undang

2. Bersifat melawan hukum

3. Dilakukan dengan kesalahan, dan

4. Patut dipidana.

b. Simons

Unsur-unsur starfbaarfeit adalah :

1. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau

membiarkan).

2. Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld)

3. Melawan hukum (onrechmatig)

4. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)

5. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (teorekeningsvatbaar

persoon).

c. Moeljatno

Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur :

1. Perbuatan (manusia)

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

11

2. Yang memenuhi rumusan dalam Undang-undang (syarat formil)

3. Bersifat melawan hukum (syarat materiil) 9

.

Dari beberapa pendapat para sarjana di atas, maka dapat simpulkan

bahwa yang terpenting dari unsur-unsur tindak pidana adalah :

a. Adanya perbuatan

b. Terdapat hubungan sebab akibat

c. Perbuatan bersifat melawan hukum

d. Adanya kesalahan dari si pembuat

e. Si pembuat mampu bertanggung jawab.

Selanjutnya kelima unsur tersebut akan dijelaskan satu persatu di bawah

ini :

a. Perbuatan

Unsur pertama dari tindak pidana adalah perbuatan atau tindakan

seseorang. Perbuatan orang ini adalah titik penghubung dan dasar untuk

pemberian pidana. Perbuatan biasanya bersifat positif, tetapi juga dapat

bersifat negatif yaitu terjadi apabila orang tidak melakukan suatu perbuatan

tertentu, yang ia wajib lakukan, sehingga suatu peristiwa terjadi atau yang

tidak akan terjadi, apabila perbuatan tertentu itu dilakukan.10

.

Beberapa pendapat mengenai perbuatan, antara lain yaitu :

9 Sudarto. Op Cit. Hlm 38

10 Wirjono Prodjodikoro, Op Cit. Hlm 51

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

12

1. Van Hattum memandang Gegrading itu sebagai dasar fisik atau

jasmaniah dari tiap-tiap delik, benar-benar jasmaniah tanpa unsur

subektif ataupun normatif, akan tetapi ditentukan secara deskriptif dan

finalistis. Deskriptif yaitu hanya menggambarkan suatu keadaan saja,

tanpa memberi penilaian. Sedangkan finalistis yaitu ditentukan oleh

tujuan yang hendak dicapai dengan perbuatan itu.

2. Simons mengadakan bahwa dalam arti yang sesesungguhnya handelen

atau berbuat mempunyai sifat aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki

dan dilakukan bertujuan untuk menimbulkan suatu akibat.

3. Pompe tidak mentujui definisi di atas, sebab istilah gerakan otot itu

untuk hukum tidak ada artinya dan juga tidak perlu ada pada setiap

tindak pidana. Demikian pula unsur kehendak, unsur inipun tidak selalu

ada pada tindak pidana. Menurtu Pompe, perbuatan itu dapat ditetapkan

sebagai suatu kejadian yang berasal dari manusia, dapat dilihat dari luar

dan diarahkan kepada suatu tujuan yang menjadi sasaran norma-

norma.11

b. Hubungan Sebab Akibat

Unsur akibat dari perbuatan atau kelakuan orang yang ada di dalam ilmu

pengetahuan pidana dikenal dengan istilah oorzaak atau gevolg. Dalam hal

ini oorzaak dan gevold adalah suatu hubungan antara sebab dan akibat

yang dapat menimbulkan kejadian yang dilarang dan diancam dengan

11

Sudarto. Op Cit. Hlm 57-58

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

13

pidana oleh undang-undang. Hubungan antara sebab dan akibat itu di

dalam undang-undang harus ditentukan apakah akibat yang terjadi dilarang

oleh undang-undang itu disebabkan oleh kelakuan orang yang berbuat,

sehingga terbukti bahwa akibat itu disebabkan oleh kelakuan orang yang

bersangkutan atau kelakuan itu menyebabkan suatu akibat yang dilarang

oleh undang-undang. Pembuktian sebab dan akibat ini diperlukan suatu

hubungan kausal (causaliteit)12

.

c. Sifat Melawan Hukum

Unsur sifat melawan hukum merupakan suatu penilaian objektif terhadap

perbuatan dan bukan terhadap si pembuat. Suatu perbuatan dikatakan

melawan hukum apabila perbuatan itu masuk dalam rumusan delik

sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang.

Menurut Sudarto bahwa sifat melawan hukum (wederrechtelijk)

dibagi menjadi dua yaitu 13

:

1. Sifat melawan hukum yang formil

Suatu perbuaan bersifat melawan hukum apabila perbuatan diancam

pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik di dalam undang-undang.

Melawan hukum sama dengan melawan atau bertentangan dengan

undang-undang (hukum tertulis). Pada umumnya sifat melawan hukum

yang formil ini di negara kita sudah tidak dianut lagi.

12

Ibid. Hlm 67 13

Ibid. Hlm 70

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

14

2. Sifat melawan hukum yang materiil

Suatu perbuatan bersifat melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang

terdapat dalam undang-undang saja, akan tetapi harus dilihat berlakunya

asas-asas hukum yang tidak tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan

yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik dapat hapus berdasarkan

ketentuan undang-undang (hukum tertulis) juga berdasarkan aturan-

aturan yang tidak tertulis (ubergesetlich).

d. Kesalahan

Suatu perbuatan meskipun memenuhi rumusan delik dalam undang-

undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat

untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat

bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau

bersalah. Dengan kata lain orang tersebut harus dapat

dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.

Lebih lanjut Sudarto memberikan tiga pengertian kesalahan,

yaitu 14

:

1. Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, yang dapat disamakan

dengan pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana, di

dalamnya terkandung makna dapat dicelanya (verwijtbaarheid) si

pembuat atas perbuatannya ;

14

Ibid. Hlm 5

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

15

2. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (schulvorm) yang berupa

kesengajaan (dolus atau opzet) atau kealpaan (culpa) yang merupakan

pengertian kesalahan yuridis;

3. Kesalahan dalam arti yang sempit ialah kealpaan (culpa).

e. Kemampuan Bertanggungjawab

KUHP tidak memberikan perumusan secara tegas tentang pengertian

kemampuan bertanggungjawab, akan tetapi hanya melihat kriterianya saja

dalam hlm ini dapat dilihat dalam Pasal 44 KUHP yang menyatakan :

1. Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepadanya, disebabkan karena jiwanya cacat

dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit tidak dipidana;

2. Jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan

kepadanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau

karena terganggu penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya

orang itu dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa paling lama satu

tahun sebagai masa percobaan;

3. Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah

Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.

Selanjutnya Sudarto berpendapat dalam kaitannya dengan

Pasal 44 KUHP mengatakan bahwa pasal ini memuat syarat-syarat

bertanggungjawab secara negatif dengan alasan bahwa dalam keadaan itu

si pembuat tidak punya kebebasan berkehendak dan tidak dapat

menentukan kehendaknya terhadap perbuatannya.15

15

Ibid. Hlm 8

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

16

B. Jenis-jenis Tindak Pidana Pembunuhan

Kejahatan merupakan sebagian dari masalah manusia. Di dalam kehidupan

sehari-hari kejahatan dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, karena pelaku

maupun korban kejahatan itu merupakan bagian dari masyarakat. Perkembangan

kehidupan di dalam masyarakat baik itu ilmu pengetahuan, tehnologi dan

sebagainya, secara tidak langsung akan digunakan bagi para penjahat untuk

melakukan kejahatannya.

Di dalam KUHP yang berlaku di Indonesia pada Buku II Bab XIX diatur

mengenai kejahatan terhadap nyawa orang, yang oleh pembentuk Undang-

Undang ditempatkan mulai dari Pasal 338 KUHP sampai dengan Pasal 350

KUHP. Tetapi didalam KUHP tidak dijelaskan pengertian mengenai kejahatan

terhadap nyawa orang. Ada beberapa ahli hukum yang mencoba menafsirkan

pengertian kejahatan terhadap nyawa orang. Pengertian nyawa dimaksudkan

adalah yang menyebabkan kehidupan manusia. Menghilangkan nyawa berarti

menghilangkan kehidupan pada manusia yang secara umum disebut

“pembunuhan”16

.

16

Leden Marpaung, 2005. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Cetakan ke 3. Sinar

Grafika, Jakarta. Hlm. 4

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

17

Kejahatan terhadap nyawa yang diatur dalam Buku ke II Bab XIX yaitu

dalam Pasal 338-350 KUHP adalah sebagai berikut :

a. Pembunuhan Biasa (doodslag)

Merupakan pembunuhan dalam bentuk pokok, diatur dalam Pasal 338

KUHP yang berbunyi :

Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena

pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Berdasarkan pendapat R. Soesilo bahwa pembunuhan ini harus

dilakukan segera setelah timbul maksud untuk membunuh itu, jadi tidak

dengan dipikir dalam tempo yang agak lama, misalnya A yang tiba di rumah

melihat istrinya sedang berzinah dengan B, karena panas dan marah timbul

maksud untuk membunuh B dan istrinya, yang seketika itu ia lakukan

dengan menembakkan pistol yang sedang ia bawa.17

b. Pembunuhan dengan pemberatan

Ketentuan mengenai hal ini diatur Pasal 339 KUHP yang berbunyi :

Pembunuhan yang diikuti disertai atau didahului oleh suatu perbuatan

pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiap atau

mempermudah pelaksanaannya atau untuk melepaskan diri sendiri maupun

peserta lainnya, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang

diperolehnya secara melawan hukum, diancam pidana penjara seumur hidup

atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

17

R. Soesilo. 1986. Kitab Undang-undang Hukum Pidana beserta komentar-komentarnya

lengkap Pasal demi Pasal. Politea. Bogor. Hlm 241

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

18

Pasal ini hampir sama dengan Pasal 365 KUHP alinea tiga tentang

pencurian dengan kekerasan menyebabkan matinya orang, bedanya

sebagaimana dikatakan pendapat R. Soesilo yaitu :

Dalam Pasal 339 KUHP kematian orang itu dimaksud oleh penjahat,

sedangkan dalam Pasal 365 KUHP alinea 3 maka kematian orang itu tidak

dimaksud akan tetapi hanya merupakan akibat belaka yang tidak

dikehendaki sama sekali oleh penjahat.18

c. Pembunuhan Berencana

Pembunuhan ini diatur dalam Pasal 340 KUHP yang berbunyi :

Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa

orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord) dengan

pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling

lama dua puluh tahun.

Mengenai pengertian direncanakan lebih dahulu, R. Soesilo menyatakan

bahwa :

Direncanakan lebih dahulu (voorbedachte rade) adalah antara timbulnya

maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi

si pembuat untuk dengan memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah

pembunuhan itu akan dilakukan. Tempo ini tidak boleh terlalu sempit, juga

tidak perlu terlalu lama yang penting adalah apakah di dalam tempo ini si

pembuat dengan tenang masih dapat berfikir, yang sebenarnya ia masih ada

kesempatan untuk membatalkan niatnya, tetapi tidak ia pergunakan.19

Jadi dapat disimpulkan bahwa antara Pasal 338 dengan Pasal 340 hanya

dibedakan adanya unsur “ direncanakan terlebih dahulu “ pada tindak pidana

pembunuhan berencana, dalam arti bahwa pembunuhan biasa

18

Ibid, hlm 208 19

Ibid

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

19

pelaksanaannya pada seketika itu juga, sedang dalam pembunuhan

berencana ada tempo antaranya dengan pelaksanaannya.

d. Pembunuhan anak

Tindak pidana anak yang oleh pembentuk undang-undang disebut

kinderdoodslag itu diatur Pasal 341 KUHP yang berbunyi :

Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat

anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa

anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara

selama tujuh tahun.

Dari rumusan ketentuann pembunuhan anak yang dimaksud Pasal 341

KUHP tersebut di atas, menurut pendapat Lamintang terdapat beberapa

unsur yaitu :

1) Unsur subyektif : dengan sengaja karena takut

2) Unsur obyektif : seorang ibu menghilangkan nyawa anaknya pada waktu

setelah keluarnya.20

Unsur-unsur tersebut di atas hampir sama dengan unsur-unsur ketentuan

pidana mengenai pembunuhan anak yang direncanakan terlebih dahulu

(kindermoord) yang diatur Pasal 342 KUHP yang berbunyi :

Seorang ibu yang melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan

ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak akan dilahirkan atau

tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena

melaksanakan pembunuhan anak sendiri dengan rencana dengan pidana

penjara paling lama 9 tahun.

20

Lamintang, 1986. Delik-delik Khusus. Bina Cipta. Bandung. Hlm 208

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

20

Adapun perbedaan unsur kedua pasal tersebut di atas, menurut pendapat

Lamintang yaitu :

Antara unsur pada Pasal 341 dan Pasal 342 KUHP hampir tidak ada

perbedaan, kecuali bahwa perbuatan menghilangkan nyawa anaknya sendiri

oleh ibu di dalam pembunuhan anak dengan direncanakan lebih dahulu telah

dilakukan untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil sebelum ibu

tersebut melahirkan anaknya dan keputusan tersebut telah diambil oleh ibu

yang bersangkutan terdorong oleh perasaan takut akan diketahui bila

melahirkan seorang anak.21

e. Pembunuhan Atas permintaan yang bersangkutan

Pembunuhan ini diatur dalam Pasal 344 KUHP yang berbunyi :

Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri

yang dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara

paling lama dua belas tahun.

Hermin Hadiati mengatakan :

Pembunuhan ini bisa juga disebut dengan Euthanasia atau Mercy

killing. Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia istilah Euthanasia dapat

diartikan :

1) Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan,

bagi mereka yang beriman dengan menyebutkan nama Allah di

bibirnya.

2) Waktu hidup akan berakhir, diiringi penderitaan si sakit dengan

memberikannya obat tenang.

3) Mengakhiri penderitaan dan hidup seseorang yang sakit dengan

sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.22

21

Ibid, hlm 56-57 22

Hermin Hadiati K, 1984. Kejahatan Terhadap Nyawa, Asas-asas, Kasus dan

Permasalahannya. Sinar Wijaya. Surabaya. Hlm 22

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

21

Dalam delik ini pada prinsipnya adalah permintaan untuk membunuh

tersebut harus disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, bila tidak

maka orang tersebut dikenakan pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP).

f. Membujuk / membantu orang agar bunuh diri

Jenis pembunuhan ini diatur Pasal 345 KUHP yang berbunyi :

Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk membunuh diri,

menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi saran untuk itu padanya,

diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu

juga bunuh diri.

Dalam KUHP tidak tegas menyatakan bahwa bunuh diri diancam

dengan pidana, ini berarti bahwa hal itu tidak dipidana, akan tetapi yang

sengaja menghasut, menolong dan sebagainya, orang lain untuk bunuh diri

dapat dikenai pasal ini dengan catatan orang tersebut benar-benar bunuh diri

(mati)

g. Pengguguran kandungan dengan izin ibunya

Pembunuhan ini diatur dalam Pasal 346 KUHP yang dalam

ketentuannya sebagai berikut :

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan kandungannya atau menyuruh

orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat

tahun.

Ditinjau dari rumusan pasal tersebut di atas, maka seperti pada rumusan

pasal sebelumnya yaitu Pasal 341 dan Pasal 342 KUHP, Pasal 346 KUHP

juga mempunyai beberapa unsur, sebagaimana dikatakan pendapat

Lamintang, unsur-unsurnya adalah :

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

22

1) Ibu dengan sengaja menggugurkan anak dalam kandungannya.

2) Dengan sengaja mengakibatkan matinya anak dalam kandungan ibunya.

3) Menyuruh orang lain menggugurkan atau mengakibatkan matinya anak

yang masih ada dalam kandungan ibunya.23

Mengenai menggugurkan anak yang masih dalam kandungan yang

sering disebut dengan istilah abortus provocatus, Hermin Hadiati

berpendapat :

Abortus provocatus, ialah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, dengan

maksud agar anak yang masih ada dalam kandungan si ibu dilahirkan

sebelum waktunya. Dalam abortus tidak diperhatikan alasan apa yang

mendorong si ibu untuk melakukanna. Perbedaan pokok antara pembunuhan

anak dalam pengguguran kandungan adalah bahwa dalam pembunuhan anak

harus ada bayi yang lahir dan hidup, sedangkan dalam menggugurkan

kandungan bayi tersebut dilahirkan belum waktunya dalam keadaan hidup

atau mati.24

C. Pengertian dan Unsur-unsur Tindak Pidana Pembunuhan Berencana

Tindak pidana pembunuhan merupakan tindak pidana materiil, yaitu tindak

pidana yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang dilarang dan baru

dianggap selesai bila akibat yang dilarang tersebut timbul. Dalam hal ini menurut

pendapat Hermin Hadiati ada 2 macam hubungan antara perbuatan terdakwa

dengan akibat yang dilarang, yaitu matinya orang lain, kedua hubungan tersebut

adalah :

a. Hubungan dalam alam kenyataan, yaitu hubungan kausal antara perbuatan

membunuh dengan matinya orang (yang dibunuh).

23

Lamintang, op cit. Hlm 55 24

Hermin Hadiati, op cit. Hlm 68

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

23

b. Hubungan dengan alam bathin (hubungan subyektif) bahwa terdakwa

mengerti dan mengetahui bahwa perbuatannya itu akan mengakibatkan

matinya orang lain. 25

Berdasarkan Pasal 338 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :

Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena

pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Berdasarkan pasal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-

unsur tindak pidana pembunuhan sebagai berikut :

a. Adanya perbuatan

b. Adanya akibat

c. Adanya kesengajaan

Pembunuhan berencana ialah pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa

dengan direncanakan terlebih dahulu, misalnya, dengan berunding dengan orang

lain atau setelah memikirkan siasat-siasat yang akan dipakai untuk melaksanakan

niat jahatnya itu dengan sedalam-dalamnya terlebih dahulu, sebelum tindakan

yang kejam itu dimulainya.

Pembunuhan berencana yang dilakukan biasanya bertujuan untuk kepentingan

komersil atau untuk kepentingan si pembunuh itu sendiri, antara lain adanya suatu

dendam dan berencana untuk mengakhiri nyawa si korban bisa juga pelaku di

bayar untuk melakukan suatu tindakan pembunuhan tersebut karena alasan

tertentu. J.E. Sahetapy menyatakan :

“Pembunuhan berencana itu di maksudkan oleh pembuat undang-undang sebagai

pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan, seharusnya tidak dirumuskan

dengan cara demikian, melainkan delam Pasal 340 KUHP itu cukup disebut

sebagai pembunuhan saja, tidak perlu menyebut ulang seluruh unsur Pasal 338

KUHP dan rumusannya dapat berupa “pembunuhan yang dilakukan dengan

25

Hermin Hadiati K. Op cit. Hlm 21-22

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

24

rencana terlebih dahulu dipidana karena pembunuhan dengan rencana….”dan

seterusnya”. 26

Dalam perbuatan menghilangkan jiwa/nyawa (orang lain) terdapat 3 syarat

yang harus dipenuhi, yaitu :

1) Adanya wujud perbuatan ;

2) Adanya suatu kematian (orang lain) ;

3) Adanya hubungan sebab dan akibat antara perbuatan dan akibat kematian.

Rumusan Pasal 340 KUHP dengan menyebutkan unsur tingkah laku sebagai

“menghilangkan nyawa orang lain” menunjukkan bahwa kejahatan pembunuhan

berencana adalah suatu tindak pidana materil. Perbuatan menghilangkan nyawa

dirumuskan dalam bentuk aktif dan abstrak. Bentuk aktif artinya mewujudkan

perbuatan itu harus dengan gerakan pada sebagian anggota tubuh, tidak boleh

diam atau pasif, misalnya memasukkan racun pada minuman. Disebut abstrak,

karena perbuatan itu tidak menunjuk bentuk kongkrit tertentu. Oleh karena itu

dalam kenyataan secara kongkrit, perbuatan itu dapat bermacam-macam

wujudnya, misalnya menembak, mengampak, memukul, meracuni, dan lain

sebagainya.

Wujud perbuatan tersebut dapat saja terjadi tanpa menimbulkan akibat

hilangnya nyawa orang lain. Bilamana perbuatan yang direncanakan untuk

menghilangkan nyawa orang lain telah diwujudkan kemudian korban tidak

meninggal dunia, maka delik yang terjadi adalah percobaan melakukan

26

J.E. Sahetapy. 1982. Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati terhadap

Pembunuhan Berencana. CV. Rajawali. Jakarta. Hlm 32

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

25

pembunuhan berencana. Oleh karena itu akibat ini amatlah penting untuk

menentukan selesai atau tidaknya pembunuhan itu. Saat timbul akibat hilangnya

nyawa tidaklah harus seketika atau tidak lama setelah perbuatan melainkan dapat

timbul beberapa lama kemudian, yang penting akibat itu benar-benar disebabkan

oleh perbuatan itu. Misalnya setelah dibacok, karena menderita luka-luka berat ia

dirawat di rumah sakit, dua minggu kemudian karena luka-luka akibat bacokan itu

meninggal dunia.

Tiga syarat yang ada dalam unsur perbuatan menghilangkan nyawa

sebagaimana di atas harus dibuktikan walaupun satu sama lain dapat dibedakan,

akan tetapi tidak dapat dipisahkan. Oleh karena merupakan suatu kebulatan.

Apabila salah satu unsur tidak terdapat diantara 3 (tiga) syarat tersebut, maka

perbuatan menghilangkan nyawa tidak terjadi. Untuk menentukan adanya wujud

perbuatan dan adanya kematian, tidaklah merupakan hal yang amat sulit. Lain

halnya dengan untuk menentukan apa sebab timbulnya kematian atau dengan kata

lain menetapkan adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat

kematian.

Dalam hal hubungan antara perbuatan sebagai penyebab dengan hilangnya

nyawa orang sebagai akibat, ada masalah pokok yang amat penting, yakni

bilamanakah atau dengan syarat-syarat apakah yang harus ada untuk suatu

kematian dapat ditetapkan sebagai akibat dari suatu wujud perbuatan.

Perbedaan antara pembunuhan dan pembunuhan yang direncanakan terlebih

dahulu terletak dalam apa yang terjadi di dalam diri si pelaku sebelum

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

26

pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang. Mengenai unsur dengan rencana

terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 (tiga) syarat yaitu :

a) Memutuskan kehendak dalam suasana tenang pada saat memutuskan untuk

membunuh itu dilakukan dalam suasana tidak tergesa-gesa. Indikatornya

adalah sebelum memutuskan kehendak untuk membunuh telah dipikirkan

dan di pertimbangkan, telah dikaji untung ruginya. Pemikiran dan

pertimbangan seperti itu hanya dapat dilakukan apabila ada dalam suasana

tenang. Ia memikirkan dan mempertimbangkan dengan mendalam itulah ia

akhirnya memutuskan kehendak untuk berbuat, sedangkan perbuatannya

tidak diwujudkan ketika itu.

b) Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan

pelaksanaan kehendak. Waktu yang cukup dalam hal ini adalah relatif,

dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu melainkan bergantung

pada keadaan atau kejadian konkrit yang berlaku. Tidak perlu singkat, tidak

mempunyai kesempatan lagi untuk berpikir-pikir, karena tergesa-gesa, waktu

yang demikian tidak menggambarkan adanya hubungan antara pengambilan

putusan dan kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan.

Mengenai adanya cukup waktu, di maksudkan adanya kesempatan untuk

memikirkan dengan tenang untung ruginya perbuatan itu dan sebagainya.

c) Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang, syarat ini

dimaksudkan suasana hati dalam melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

27

suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan,

dan lain sebagainya.27

Bertitik tolak pada pengertian dan syarat unsur direncanakan terlebih dahulu

sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka terbentuknya direncanakan lebih

dahulu adalah lain dengan terbentuknya kesengajaan. Proses terbentuknya

direncanakan memerlukan dan melalui syarat-syarat tertentu. Sedangkan

terbentuknya kesengajaan tidak memerlukan syarat-syarat sebagaimana yang

diperlukan bagi terbentuknya unsur-unsur “dengan rencana terlebih dahulu”. Juga

dengan melihat pada proses terbentuknya unsur dengan rencana terlebih dahulu,

maka kesengajaan (kehendak) sudah dengan sendirinya terdapat didalam unsur

dengan rencana terlebih dahulu, dan tidak sebaliknya. Dengan demikian dapat

diartikan bahwa kesengajaan (kehendak) adalah bagian dari direncanakan terlebih

dahulu.

D. Pengertian Penyertaan

Dalam hukum pidana terdapat suatu perbuatan pidana dimana dapat

dilakukan oleh beberapa orang dengan bagian dari tiap-tiap orang dalam

melakukan perbuatan dan sifatnya berlainan dan bervariatif. Hal tersebut dapat

dilihat dari peran serta mereka dalam melakukan perbuatan tersebut dimana

posisinya bisa sebagai pelaku atau pembantu dalam perbuatan pidana yang

dilakukan. Dengan melihat hal tersebut membuat kemungkinan untuk

memperluas dapat dipidananya perbuatan dalam beberapa hal khususnya terhadap

27

Ibid, hlm 38

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

28

pelaku yang lebih dari satu orang dan hal tersebut dikenal dengan delik

penyertaan (deelnemihg).28

Penyertaan ialah apabila orang yang tersangkut untuk terjadinya suatu

perbuatan pidana atau kejahatan itu tidak hanya satu orang saja, melainkan lebih

dari satu orang. Definisi tersebut merupakan kesimpulan dari penjelasan Pasal 55

dan Pasal 56 KUHP tentang bentuk-bentuk dari penyertaan karena KUHP sendiri

tidak secara tegas dalam memberikan pengertian tentang penyertaan. Yang

membedakan subyek pelakunya lebih dari satu orang dan sampai ketidakjelasan

jumlah subyek pelaku yang ada. Bentuk–bentuk perbuatan pidana yang dilakukan

secara massal, yang terbagi menjadi dua macam yaitu perbuatan pidana yang

dilakukan secara bersama-sama yang terbentuk secara terorganisir dan terbentuk

tidak secara terorganisir. Dengan adanya kedua bentuk tersebut, maka dalam hal

ini perlu dikaji bagaimana hubungan antar pelaku satu dengan yang lainnya

sehingga jelas dalam menentukan kesalahan masing-masing.29

Ketentuan penyertaan yang dibentuk dan dimuat dalam KUHP bertujuan

agar dapat dipertanggungjawabkan dan dipidananya orang-orang yang terlibat dan

mempunyai andil baik secara fisik (obyektif) maupun psikhis (subyektif) seperti

orang yang terlibat dalam kasus di atas. Pembentuk Undang-undang merasa perlu

membebani tanggung jawab pidana dan yang sekaligus besarnya bagi orang-

28

R.Soesilo, 1996. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ctk. Ulang ,Politea, Bogor. Hlm. 73 29

Ibid.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

29

orang yang perbuatannya semacam itu, untuk menjadi pegangan hakim dalam

menjatuhkan pidana.

Sistem pembebanan tanggung jawab pada penyertaan

(deelneming) adalah pengertian yang meliputi semua bentuk turut serta /

terlibatnya orang atau orang-orang baik secara psikis maupun pisik dengan

melakukan masing-masing perbuatan sehingga melahirkan suatu tindak pidana.

Orang-orang yang terlibat dalam kerja sama yang mewujudkan tindak pidana,

perbuatan masing-masing dan mereka berbeda satu dengan yang lain, demikian

juga bisa tidak sama apa yang ada dalam sikap batin mereka terhadap peserta

yang lain. Tetapi dari perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing itu

terjalinlah suatu hubungan yang sedemikian rupa eratnya, di mana perbuatan oleh

yang satu menunjang perbuatan oleh yang lainnya yang semuanya mengarah pada

satu istilah terwujudnya tindak pidana.

Sebagaimana dalam percobaan yang mengenal dua ajaran subyektif dan

obyektif, demikian juga dalam penyertaan ada 2 ajaran, subyektif dan obyektif,

menurut ajaran subyektif yang bertitik tolak dan memberatkan pandangannya

pada sikap batin pembuat, memberikan ukuran bahwa orang yang terlibat dalam

suatu tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang (penyertaan) ialah

apabila ia berkhendak, mempunyai tujuan dan kepentingan untuk terwujudnya

tindak pidana. Siapa yang berkehendak yang paling kuat dan atau mempunyai

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

30

kepentingan yang paling besar terhadap tindak pidana itu, dialah yang membeban

tanggung jawab pidana yang lebih besar. 30

Sebaliknya menurut ajaran obyektif, yang menitik beratkan pada wujud

perbuatan apa serta sejauh mana peran dan andil serta pengaruh positif dari wujud

perbuatan itu terhadap timbulnya tindak pidana yang dimaksudkan, yang

menentukan seberapa berat tanggung jawab yang dibebannya terhadap terjadinya

tindak pidana.

Menyangkut tentang sistem pembebanan pertanggungjawaban pidana dalam

penyertaan. Dalam doktrin hukum pidana, dikenal ada 2 sistem pembebanan

pertanggungjawaban pidana, ialah:

1. Pertama, yang menyatakan bahwa setiap orang yang terlibat bersama-sama

ke dalam suatu tindak pidana dipandang dan dipertanggung jawabkan secara

sama dengan orang yang sendirian (dader) melakukan tindak pidana, tanpa

dibeda-bedakan baik atas perbuatan baik atas perbuatan yang dilakukannya

maupun yang ada dalam sikap batinnya.

2. Kedua, yang merupakan bahwa masing-masing orang yang bersama-sama

terlibat kedalam suatu tindak pidana dipandang dan dipertanggungjawabkan

berbeda-beda, yang berat-ringannya sesuai dengan bentuk dan luasnya

wujud perbuatan masing-masing orang dalam mewujudkan tindak pidana.

30

R. Soesilo. 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama. Yogyakarta.

Hlm 73

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

31

Tetapi juga menurut KUHP bagi orang yang terlibat sebagai pembuat

pembantu, baik pembantuan pada saat pelaksanaan kejahatan maupun

pembantuan sebelum pelaksanaan kejahatan (Pasal 56 KUHP) beban

tanggung jawabnya dibedakan dengan orang-orang yang masuk kelompok

pertama (mededader) pada Pasal 55 KUHP, yakni beban tanggung jawab

pelaku pembantu ini lebih ringan pada daripada tanggung jawab pelaku

mededader tersebut, dimana menurut Pasal 57 ayat (1) KUHP ditetapkan

bahwa “ dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap

kejahatan, dikurangi sepertiga”.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan yuridis normatif atau legal research yaitu pendekatan yang

menggunakan konsepsi legistis positivis. Konsep ini memandang bahwa

hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan

oleh lembaga atau pejabat suatu sistem normatif yang bersifat otonom,

terhadap dan terlepas dari kehidupan masyarakat.31

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptf analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan dan obyek

atau masalahnya yang akan diteliti.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Purwokerto

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder.

Data sekunder dalam penelitian ini meliputi peraturan perundang-undangan,

31

Rony Hanitijo Soemitro. 1988. Metodologi Penelitian Hukum. Ghlmia Indonesia. Jakarta.

Hlm 10

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

33

buku-buku literatur, dokumen dan arsip serta Putusan Pengadilan

Purwokerto Nomor 180/Pid.B/2011/PN.Pwt

B. Metode Pengumpulan Data

Data sekunder ini diperoleh dengan cara mempelajari peraturan

perundang-undangan, buku-buku literatur, dokumen dan arsip serta Putusan

Pengadilan Purwokerto No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt.

C. Metode Penyajian Data

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun

secara sistematis.

D. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh secara kualitatif, yaitu dengan menjabarkan dan

menafsirkan data yang akan disusun secara logis dan sistematis berdasarkan

doktrin atau ilmu pengetahuan hukum pidana.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

34

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 180/Pid.B/2011/PN.Pwt,

tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara

Bersama-sama sebagaimana didakwakan dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55

ayat (1) ke-1 KUHP pada pokoknya dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Identitas Para Terdakwa

Nama lengkap : KASIMAH Binti MUSTAWIREJA WASLIM (alm).

Tempat lahir : Purbalingga

Umur/Tanggal lahir : 46 Tahun / 18 Desember 1965

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Desa Gunung Karang RT. 03. RW 02 Kecamatan

Bobotsari Kabupaten Purbalingga.

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh

Nama lengkap : SARJONO bin SUCHEDI

Tempat lahir : Purbalingga

Umur/tanggal lahir : 51 Tahun / 23 Februari 1960

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Desa Gunung Karang RT. 03. RW. 02 Kecamatan

Bobotsari, Kabupaten Purbalingga.

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

35

2. Duduk Perkara

Bahwa hubungan antara terdakwa I. KASIMAH dengan korban

KASIMUN serta saksi ASMIAH adalah saudara kandung, terdakwa

KASIMAH sebagai kakak kandung korban dan saksi ASMIAH sebagai adik

kandung korban sedangkan dengan terdakwa II. SARJONO sebagai kakak

ipar korban; Bahwa sekitar Januari 2008, korban KASIMUN mengalami

depresi berat (stress) yang disebabakan korban telah dipecat sebagai guru dan

sebabnya dipecat karena korban ketahuan melakukan perselingkuhan dengan

wanita lain sehingga terdakwa II. SARJONO menelpon kepada saksi

ASMIAH yang tinggal di Jakarta intinya mengabarkan bahwa korban dibawa

ke RS Jiwa Banyumas karena sering mengamuk dan akhir Januari 2008,

terdakwa I. KASIMAH menelpon lagi kepada saksi ASMIAH yang

memberitahukan bahwa korban sudah pulang dari RS Jiwa Banyumas dan

dirawat sekitar 17 hari;

Pada tanggal 07 Agustus 2010, terdakwa I. KASIMAH menelpon saksi

ASMIAH lagi yang memberitahukan bahwa korban mengamuk kepada

ibunya yang bernama SUPINI dan akibat perbuatan korban, ibunya dibawa

ke RS WIRASANA Purbalingga untuk menjalani perawatan sedangkan

korban dibawa ke RS Jiwa Banyumas dan sore harinya saksi ASMIAH

pulang dari Jakarta ke kampung dan korban dirawat di RS Jiwa Banyumas

sekitar 11 hari namun tidak sembuh;

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

36

Pada tanggal 19 Agustus 2010, korban KASIMUN oleh terdakwa II.

SARJONO dan WARDI JARMAN als. MURYANTO (suami ASMIAH)

dibawa ke Bogor untuk pengobatan selama 5 hari namun juga tidak sembuh

selanjutnya tanggal 24 Agustus 2010, korban di bawa ke RS Jiwa Magelang

dan pada tanggal 15 Desember 2010 korban pulang dari RS Jiwa Magelang;

Bahwa pada tanggal 20 Desember 2010, saksi ASMIAH mengajak

korban KASIMUN ke kontrakannya di Jakarta di daerah Ciracas dengan

tujuan untuk membuka lembaran baru dan melupakan masa lalu dan

menawari pekerjaan namun korban menolak pekerjaan tersebut dengan

alasan sakit epilepsi yang sewaktu-waktu bisa kambuh;

Bahwa sekitar pertengahan Maret 2010, saksi ASMIAH menelpon

terdakwa I. KASIMAH yang memberitahukan bahwa korban KASIMUN

sering mengamuk dan meminta pulang terus ke Bobotsari dengan alasan

ingin merawat ibunya dan melihat anak-anaknya serta ingin membereskan

hutang di KUD Sarireja Bobotsari kemudian dua hari lagi saksi ASMIAH

menelpon terdakwa I. KASIMAH yang memberitahukan bahwa di daerah

Tangerang ada pondik pesantren untuk penitipan dan penyembuhan korban

akan tetapi biayanya Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dan lamanya

sekitar 5 bulan lalu terdakwa I. KASIMAH bilang”biayanya mahal banget”,

apa tidak ada alternatif lain, ke orang pintar atau kyia yang intinya agar

korban tidak ingat pulang kampung selanjutnya pada tanggal 26 April 2011,

terdakwa I. KASIMAH mendapat telpon dari saksi ASMIAH intinya

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

37

meminta uang sebesar RP. 3.500.000.- (tiga juta lima ratus ribu rupiah) untuk

berobat korban ke daerah Bogor supaya tidak ingat pulang terus dan pada

tanggal 27 April 2011, terdakwa I. KASIMAH mengirim uang melalui wesel

pos sebesar Rp.3.500.000,- kepada saksi ASMIAH untuk ke Bogor untuk

mencari obat dan saksi ASMIAH juga mengabarkan apabila telah berhasil

mendapatkan obatnya berupa air putih untuk diminumkan kepada korban dan

membasuh mukanya;

Bahwa tanggal 5 Mei 2011 terdakwa I. KASIMAH mendapat telpon

dari saksi ASMIAH yang intinya meminta uang Rp. 500.000,- lagi guna

mengambil air lagi di Bogor karena air habis; Bahwa pada tanggal 10 Mei

2011 terdakwa I. KASIMAH mendapat telpon lagi dari saksi ASMIAH yang

mengabarkan bahwa air yang dibawa dari Bogor tidak berhasil, malahan

korban minta pulang terus dan dijawab KASIMAH “gimana KASIMUN

minta pulang terus padahal sudah dicerai oleh istrinya DARYATUN

sedangkan tanah, sawah sudah dijual untuk keperluan pengobatan

KASIMUN tanpa sepengetahuan korban” lalu saksi ASMIAH meminta agar

telpon diserahkan kepada terdakwa II. SARJONO (kakak ipar) lalu terdakwa

II. SARJONO bilang “gimana, apa KASIMUN minta pulang terus” dan

dijawab olen ASMIAH “ya minta pulang terus” lalu terdakwa II. SARJONO

berkata lagi “orang epilepsi kalo epilepsinya kambuh ditutupi bantal saja,

kalo ga ya diceburin ke kali saja” dan terdakwa II. SARJONO mengatakan

hal tersebut karena takut apabila korban KASIMUN pulang ke kampung pasti

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

38

jadi sasaran terdakwa I. KASIMAH dan terdakwa II. SARJONO karena yang

menandatangani perceraian antara korban dan istrinya adalah terdakwa I.

KASIMAH dan korban KASIMUN sebelumnya pernah menelpon ke

terdakwa II. SARJONO yang intinya “mau membokar perceraian itudan

mengancam mau menghabisi keluarga dirumah”

Bahwa pada tanggal 27 Mei 2011 terdakwa II. SARJONO menelpon

saksi ASMIAH yang intinya mengatakan “kamu menghubungi BUANG

RASMAD saja yang sekarang tinggal di Tegal” lalu terdakwa bertanya

“gimana saya bisa menghubungi” lalu terdakwa II. SARJONO berkata

“menghubungi BUANG susah dan dicari juga susah”

Bahwa pada tanggal 12 Juni 2011 sekitar jam 19.00 wib, saksi

ASMIAH pulang dari Jakarta ke desa dan sore hari saksi ASMIAH dan sdr.

BUANG RASMAD datang ke rumah para terdakwa selanjutnya para

terdakwa , BUANG RASMAD, serta saksi ASMIAH membicarakan

masalah mau menyuruh BUANG RASMAD untuk membunuh korban

KASIMUN dan saat itu mengadakan kesepakatan harga lalu BUANG bilang

“dimana korban KASIMUN sekarang” dijawab saksi ASMIAH “di Jakarta

tinggal bersama saya di kontrakan Kampung Kelapa Wetan RT 04/02 Kec.

Ciracas Jakarta Timur” dan BUANG RASMAD menyutujui kerjaan tersebut

namun BUANG RASMAD meminta bayaran sebesar Rp. 10.000.000,-

(sepuluh juta rupiah) namun oleh terdakwa II. SARJONO ditawar Rp.

5.000.000,- (lima juta rupiah) tetapi BUANG RASMAD tidak mau akhirnya

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

39

para terdakwa dan saksi ASMIAH menyutujui permintaan BUANG

RASMAD lalu BUANG minta alamat dan no. HP salsi ASMIAH dan

sekaligus bilang “apabila saya mau ke Jakarta supaya disiapkan DP nya”;

Pada tanggal 18 Juni 2011 sekitar jam 13.00 wib, BUANG RASMAD

menelpon kepada terdakwa I. KASIMAH yang intinya meminta DP sebesar

Rp. 1.500.000,- karena mau berangkat ke Jakarta besok hari.

Selanjutnya pada tanggal 20 Juni 2011 sekitar jam 15.00 wib terdakwa

I. KASIMAH mendapat telpon dari saksi ASMIAH yang intinya

mengatakan bahwa “sdr. BUANG akan ke Jakarta nanti sore dan minta DP

Rp. 1.500.000,- lalu saksi ASMIAH bilang “agar BUANG dikasih Rp.

1.000.000,- dulu saja, nanti yang Rp. 500.000,- saksi ASMIAH yang kasih

apabila sudah sampai ke Jakarta” dan sekitar jam 16.00 wib, terdakwa I.

KASIMAH menelpon saksi ASMIAH yang mengatakan “kalau sdr. BUANG

sudah datang dan sudah saya kasih Rp. 1.000.000,- dan sekaligus datang ke

Jakarta”

Bahwa pada tanggal 21 Juni 2011 selama dalam perjalanan dari Jakarta

untuk melakukan pembunuhan terhadap korban Kasimun (malam hari), saksi

ASMIAH mengirimkan beberapa sms ke terdakwa I. KASIMAH yakni jam

19.23 wib yang isinya “Yu, pokoke mengko tek tinggal neng tol la” dan

sekitar jam 19.24 wib sms lagi “Yu mengko angger neng tol ora turu ya

kaya kue bae, jalan siji-sijine yu ora teyeng bali” dilanjut dengan sms

“Maksude masalah kepriwe ora mungkin teyeng bali menko li ora

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

40

mangan li lemes selot sue mati” kemudian jam 19.25 wib “Yu kue mengko

tanggungane aku ora usah sepuluh juta ya ra papa, 5 juta bae” dan

setelah membaca sms dari saksi ASMIAH lalu dijawab dengan sms oleh

terdakwa II. SARJONO dengan kata-kata “Gimana sih kemarin sudah

sanggup dan sepakat, kenapa sekarang berubah” dan tidak lama

kemudian saksi ASMIAH kirim sms lagi ke terdakwa I. KASIMAH isinya

“Yu, jere arep di tekek bae soale KASIMUN ora turu padahal wis tek

empani obat tidur 5 sing dicampur sprite kepriwe” dan belum sempat

dibalas saksi ASMIAH sms lagi “Nggane suwe temen ra dibalas, kiye wis

gutul Cirebon” namun sms tersebut tidak dibalas oleh para terdakwa;

Bahwa pada tanggal 22 Juni 2011 sekitar jam 01.57 wib, saksi

ASMIAH sms dengan kata-kata “a buang ky celek kur omonge thok, ski

urng di jlni mlh btire kabur ng brbes ra gelem, ski lagi nggolet batir ng

tegal” namun setelah membaca sms tersebut terdakwa I. KASIMAH tidak

tahu siapa yang dimaksud teman Buang yang kabur tersebut dan belum

sempat dibalas, sekitar jam 02.23 wib saksi ASMIAH sms lagi yang

bunyinya “Yu ky ana glem tp wonge njluk byran 6 jt la se buang 6 jt yu

ws kadung ng kene se y” dan selama perjalanan tersebut, saksi ASMIAH

selalu sms namun tidak dibalas;

Pada hari Rabu tanggal 22 Juni 2011 sekitar jam 12.41 wib, saksi

ASMIAH sms ke terdakwa I. KASIMAH yang intinya bahwa korban

KASIMUN sempat kabur tetapi sekarang ketemu;

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

41

Bahwa pada hari Kamis tanggal 23 Juni 2011 jam 05.42 wib, terdakwa

I menerima sms dari ASMIAH bunyinya “urung Kasimun brontak ky kyne

arp d inumi alcohol ra gampang u” dan sebelum sempat di sms sekitar jam

06.15 wib, menerima sms lagi yang intinya menerangkan bahwa Kasimun

sudah meninggal dunia dan saat ini cuma lagi bingung membuang

mayatnya, solae mayat kasimun ada bekasnya selanjutnya saksi

ASMIAH memberitahu kepada terdakwa I bahwa mayat korban

KASIMUN telah dibuang ke dalam jurang di daerah Baturaden di BM

8/petak 36 Perhutani Baturaden sekitar jam 19.00 wib dan menurut

keterangan saksi ASMIAH korban KASIMUN di bunuh dalam mobil

Carry plat R- tapi nopol nggak ingat yang sedang melaju dalam

perjalanan di area hutan jati di jalan Desa Lenggarong menuju Desa

Paguyangan Kec. Bantarbolang Kab. Pemalang dan menurut

keterangan saksi ASMIAH orang yang membunuh KASIMUN bernama

AGUS dengan cara dijerat dilehernya menggunakan tali tambang

jemuran yang terbuat dari senur warna kuning yang sebelumnya telah

dibuat simpul.

Bahwa pada hari Senin tanggal 27 Juni 2011 sekitar jam 05.00 wib,

saksi ASMIAH datang ke rumah para terdakwa kemudian menyuruh

terdakwa II. SARJONO untuk mengubur pakaian dan celana milik korban

KASIMUN di sekitar rumah dan untuk membiayai rencana untuk membunuh

korban KASIMUN tersebut, terdakwa tekah menjual tanah seluas 130 ubin

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

42

milik ibu terdakwa seharga Rp. 16.000.000,- (enam belas juta rupiah) kepada

sdr. MUHYARI namun pembayaran dilakukan secara bertahap.

3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Para Terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum diajukan ke persidangan

dengan dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Di muka persidangan Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya menuntut

agar :

1) Menyatakan Terdakwa I Kasimah binti Mustawireja Waslih (alm) dan

Terdakwa II Sarjono bin Suchedi (alm) terbukti secara sah dan

meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana

pembunuhan dengan rencana lebih dulu secara bersama-sama

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal

55 ayat (1) ke-1 KUHP;

2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I Kasimah binti Mustawireja

Waslih (alm) dan Terdakwa II Sarjono bin Suchedi (alm) dengan pidana

penjara masing-masing 7 tahun dikurangi selama para terdakwa di

tahanan dengan perintah tetap ditahan;

3) Menyatakan barang bukti :

- 1 (satu) buah kaos lengan panjang warna hitam pada bagian belakang

atas bertuliskan “ RELUNG” BOBOTSARI TELP. 759191 ;

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

43

- 1 (satu) buah jaket kain warna putih hitam dengan bagian tengah

depan dan lengan kanan kiri berwarna putih sedangkan pada bagian

depan kanan kiri warna hitam dengan plisir pada saku jaket berwarna

putih ;

- 1 (satu) buah celana panjang kain warna abu-abu tua ;

- 1 (satu) buah celana dalam warna kuning krem ;

- 1 (satu) buah kaos warna coklat krem agak kehijauan merk JMR;

- 1 (satu) buah handuk warna biru merk Pamela;

- 1 (satu) buah sapu tangan handuk warna hijau kombinasi putih;

- 1 (satu) buah handphone merek Samsung warna hitam silver, dengan

nomor sim card 087775515888 dan nomor 082122162111;

- 1 (satu) lembar kwitansi pembayaran tanah sawah yaitu dengan nila

pembayaran Rp. 16.000.000,- (enam belas juta rupiah) tertanggal 12

Juni 2011 yang ditanda tangani oleh saudari KASIMAH dengan

disaksikan oleh sdr. SARJONO;

- 1 (satu) buah handphone merek Nokia type N 1280, warna hitam,

dengan nomor sim card 081903535449;

- 1 (satu) buah tas jinjing berwarna biru merek Family;

- 2 (dua) buah buku tabungan berupa 1 (satu) buah buku tabungan

dengan nomor rekening 3719-01-014439-536 BRI unit Bobotsari

Purbalingga, an. MEI UTAMI. Desa Gunung Karang Rt.03/02 Kec.

Bobotsari Purbalingga dan 1 (satu) buah buku tabungan dengan

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

44

nomor rekening 0222924769 Bank BRI Bobotsari Purbalingga atas

nama ASMIAH;

- 1 (satu) buah cangkul gagang kayu;

- 2 (dua) potong celana panjang warna biru dongker ;

- 1 (satu) potong celana panjang warna bau-abu tua ;

- 1 (satu) potong celana panjang warna hitam kusam ;

- 1 (satu ) potong celana pendek kolor 3/4 warna coklat keabu-abuan ;

- 1 (satu) potong celana pendek kolor warna biru kombinasi warna

merah, putih, hitam bertuliskan Adidas ;

- 1 (satu) potong celana pendek kolor warna putih kombinasi biru

bertuliskan Adidas;

- 1 (satu) potong hem lengan pendek motif kotak warna biru bergaris

merah kombinasi putih;

- 1 (satu) potong hem lengan pendek warna biru muda merk Jubilee;

- 1 (satu) potong baju koko lengan panjang warna hitam merk Sahara;

- 1 (satu) potong baju koko lengan panjang warna hijau merk Atlas;

- 1 (satu) potong kaos berkrah lengan pendek warna hijau tua;

- 1 (satu) potong kaos berkrah lengan pendek warna merah jambu

merek Candini;

- 1 (satu) potong kaos berjkrah lengan pendek warna kuning krem,

krah warna hitam, pada punggung bertuliskan Kejar Paket B, Ngudi

Kamulyah Palumbung Wetan, atas saku depan bertuliskan Tutor;

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

45

- 1 (satu) potong kaos lengan pendek warna kuning;

- 1 (satu) potong kaos berkrah bermotifkan garis kombinasi warna

orange, abu-abu, biru;

- 1 (satu) potong kaos lengan pendek warna biru dongker bertuliskan

Toko Besi Sinar Logam, Jl. Cilangkap Baru No. 45 depan Telkom

Pndok Rangon, telp. (021)84306673-99354690-082114504491;

- 3 (tiga) potong celana dalam dengan perincian: 1 (satu) potong warna

biru langit, 1 (satu) potong warna biru dan 1 (satu) potong warna

merah jambu;

- 2 (dua) potong sarung dengan perincian: 1 (satu) potong sarung motif

kotak warna hijau, merah bata dan ungu, 1 (satu) potong sarung motif

kotak warna putih, ungu dan coklat;

- 1 (satu) potong handuk motif bulat dan bergaris warna orange

bertuliskan Friendship;

- 1 (satu) potong kain jarit motif parang warna putih dan coklat;

4) Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp

2.000 (dua ribu rupiah)

5. Pertimbangan Hukum Hakim

Di muka sidang di dengar keterangan saksi-saksi dan keterangan

terdakwa dibawah sumpah, yang pada pokoknya menerangkan sebagai

berikut :

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

46

a) Keterangan Saksi

1) Saksi Slamet Yuwono bin Kasrad

Bahwa pada hari Selasa, tanggal 28 Juni 2011 sekitar jam 8.00

WIB sewaktu sedang berangkat kerja menuju Pancuran 7 Baturaden

dan pada saat berada di BM 8 kawasan Perhutani Baturaden ada

sekerumunan orang pencari rumput berkumpul di tempat tersebut dan

saksi mendekat ke arah kerumunan orang tersebut dan ternyata ada

mayat di sebuah sungai kecil dan di tempat tersebut tercium bau

busuk yang sangat menyengat dan mayat tersebut berjenis kelamin

laki-laki. Mengetahui adanya penemuan mayat tersebut saksi

langsung pergi ke kantor untuk absen lebih dahulu lalu melaporkan

kepada atasannya yaitu Bpk. Supangat, kemudian melaporkan ke

Polsek Baturaden bahwa posisi mayat diketemukan di BM 8

Kawasan Perhutani Baturaden dari arah Pemalang menuju arah

Purwokerto.

2) Saksi Supangat bin Suwarno

Saksi mendapat laporan dari Sdr. Slamet Yuwono tentang

penemuan mayat di wilayah Perhutani Baturaden petak 36 A BM 8

pada hari Selasa, tanggal 28 Juni 2011 sekitar jam 8.00 Wib ketika

saksi sedang berada di kantor. Kemudian saksi melakukan

pengecekan ditempat yang dimaksud dan ternyata benar ada mayat

yang baunya sangat menyengat tergeletak di sungai kecil yang tidak

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

47

ada airnya dan posisi mayat tersebut terlentang membujur arah utara

selatan, mayat masih memakai kaos warna putih dan hitam. Saksi

tidak tahu sejak kapan mayat berada di tempat dan tidak tahu

penyebab kematian mayat tersebut. Bahwa ditempat ditemukan

mayat tersebut dari tepi jalan jaraknya + 3 meter, pada tubuh mayat

tidak ada tanda-tanda bekas kecelakaan, menurut saksi mayat tersebut

dibuang oleh pelakunya.

3) Saksi Zaenal Arifin

Bahwa saksi ketahui dalam perkara ini yaitu sehubungan pada

hari Selasa, tanggal 28 Juni 2011 sekitar jam 08.00 Wib saksi

mendapat laporan dari anggota Polsek Baturaden tentang adanya

penemuan mayat di hutan wilayah Baturaden tepatnya di BM 8 /

petak 36 Perhutani jalan raya Baturaden – Serang (Purbalingga) turut

Desa Karangsalam, Kec Baturaden, Kab. Banyumas. Setelah

mendapatkan laporan dari anggota Polsek Baturaden tentang adanya

penemuan mayat, saya dan anggota identifikasi Polres Banyumas

langsung menuju ketempat ditemukannya mayat tersebut dan posisi

mayat ditemukannya mayat tersebut ada di jurang di bawah sungai

kecil sekitar 2 meter dari jalan dan berjenis kelamin laki-laki dan ada

ciri-ciri tertentu yaitu mayat masih memakai kaos yang bertuliskan “

RELUNG BOBOTSARI TELP 759191 ”, jaket, celana panjang dan

celana dalam yang dipakai mayat dan pada mayat tersebut ada luka

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

48

pada leher dan ada darah yang menggumpal. Selanjutnya mayat

dibawa ke Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto untuk

dilakukan tindakan mengindentifikasi ciri-ciri dan selanjutnya

hasilnya diserahkan ke penyidik untuk proses lebih lanjut.

4) Saksi Suhartono bin Ahmad Suyanto

Bahwa atas laporan dari masyarakat tentang penemuan mayat

tersebut yaitu saksi bersama anggota yang lain menuju ke tempat

ditemukan mayat tersebut dan mayat selanjutnya di bawa ke Rumah

Sakit Margono untuk diautopsi bahwa pakaian kaos lengan panjang

yang dipakai korban ada tulisan RELUNG BOBOTSARI TELP

759191, dan setelah dilakukan pengecekan ternyata nomor telepon

tersebut milik Bpk. H. Kaendar, S.Pd yang mempunyai usaha

persewaan tarub dan pernah memberikan satu kaos kepada Sdr.

Kasimun (korban). Korban ditemukan pada hari Selasa, 18 Juni 2011

sekitar jam 08.00 Wib di wilayah hutan Baturaden dan para terdakwa

dimintai keterangan oleh penyidik pada tanggal 23 Juli 2011. Para

terdakwa pada waktu itu tidak mengakui kalau korban Kasimun

meninggal karena dibunuh, namun dari penyidik mempunyai bukti

hasil print out SMS HP milik terdakwa I yang isinya menunjukkan

adanya rencana pembunuhan terhadap Kasimun yang dilakukan oleh

para terdakwa Agus, Buwang dan istrinya Buwang yang tidak

diketahui identitasnya. Alasan para terdakwa membunuh korban

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

49

Kasimun karena korban mengalami depresi dan pernah mengancam

akan membunuh keluarga sehingga keluarga takut. Pengakuan para

terdakwa bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh orang lain

yaitu Agus orang Tegal, Buwang dan istrinya Buwang dengan

bayaran Rp 10.000.000, dan atas kesepakatan pembayaran tersebut

Buwang meminta DP (uang muka) dahulu, lalu oleh terdakwa I

(Kasimah) diberi Rp 1.000.000 dan oleh Asmiah diberi Rp 500.000

pada waktu di Jakarta. Korban dibunuh pada hari Kamis, 23 Juni

2011 sekitar jam 05.45 Wib ketika mobil sudah sampai di area hutan

jati daerah Kec Bantar Bolang, Kab Pemalang dan yang membunuh

korban adalah Sdr Agus dengan cara menjerat leher korban dengan

tali plastik dari belakang di dalam mobil Suzuki Carry warna hijau

dalam keadaan berjalan. Keadaan korban sempat kejang-kejang dan

lidah menjulur dan korban dibuang di jurang hutan tersebut sudah

dalam keadaan meninggal.

5) Saksi Ujiono bin Supardi

Dari pengakuan Amiah handphone tersebut digunakan untuk

komunikasi dengan Terdakwa I ketika Asmiah berada di Jakarta dan

Terdakwa I berada di Purbalingga. Pembicaraan dalam komunikasi

antara Asmiah dengan Terdakwa I yaitu tentang perencanaan

pembunuhan terhadap korban Kasimun dan dalam perjalanan dari

Jakarta sampai daerah Bantar Bolang Pemalang, Asmiah bilang

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

50

sudah diserahkan kepada Sdr. Buwang dan Sdr. Agus. Bahwa

Asmiah ikut merencanakan untuk membunuh korban Kasimun

sebanyak 2 (dua) kali yang pertama tanggal dan bulan lupa masih

tahun 2011 dan yang kedua tanggal 12 Juni 2011 sewaktu Asmiah

pulang dari Jakarta kembali ke rumahnya di Bobotsari Purbalingga.

Pada waktu korban dijerat lehernya korban tidak melakukan

perlawanan karena korban pada waktu itu sedang tidur, hanya saja

korban sempat memegang tali tersebut dari lehernya.

6) Saksi Tri Janiarti Binti Sarjono, Saksi Mei Utama binti Wardi

Jarman, yang pada pokoknya menerangkan bahwa korban menderita

sakit epilepsi sudah lama dan sering mengamuk. Korban sudah

diobati di Rumah Sakit Jiwa Banyumas, Magelang dan pengobatan

alternatif dan hasilnya korban tidak sembuh. Pekerjaan korban adalah

sebagai guru dan karena ada masalah korban dipecat. Bahwa korban

adalah adik kandungnya Terdakwa I / adik iparnya Terdakwa II.

7) Saksi Asmiah binti Mustawireja Waslim yang pada pokoknya

menerangkan bahwa saksi dan para terdakwa sudah merasa putus asa

mengurusi korban, biaya yang dikeluarkan untuk mengobati korban

sudah tidak terhitung lagi dan saksi merasa khilaf kemudian

mempunyai niat untuk membunuh korban. Di Jakarta selama 2

minggu saksi mencari orang untuk membunuh korban tetapi tidak

menemukan orang yang dapat membunuh korban hal tersebut

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

51

tersebut diinformasikan kepada para terdakwa, kemudian terdakwa II

mengatakan sudah ada orang di Purbalingga yang mau

melaksanakannya dan selanjutnya diadakan pertemuan yang dihadiri

saksi, para terdakwa dan Sdr Buang yang menyepakati untuk

membunuh korban dengan bayaran Rp 10.000.000. uang tersebut

merupakan hasil penjualan tanah milik ibu saksi. Bahwa di dalam

mobil ada 4 orang, Buwang sebagai sopir, saksi, korban dan

temannya Buwang yang bernama Agus dari Tegal. Sesampainya di

hutan jati saksi tidak tahu di daerah mana karena waktu itu masih

gelap sekitar jam 05.00 Wib, Sdr Buwang mengatakan agar keluarga

menyaksikan kemudian dari arah belakang Sdr Agus menjerat leher

korban dengan tali jemuran, korban berteriak dan meronta-ronta,

karena saksi takut dan tidak tega sehingga saksi pindah ke depan,

menutup mata dan telinganya agar tidak mendengar apa yang telah

terjadi. Sekitar pukul 06.00 Wib saksi melihat korban sudah

meninggal dunia dengan kondisi matanya melotot dan lidah menjulur

dan saksi minta agar korban di bahwa pulang ke Purbalingga, tapi

oleh Buwang tidak diperbolehkan, setelah itu kembali lagi ke Tegal.

Semula mayat korban mau dibuang ke jalan Tol Cirebon tapi karena

hari sudah pagi dan terang rencana tersebut tidak jadi, selanjutnya

mayat korban di bawa ke Baturaden Purwokerto sesampainya di

hutan wilayah Baturaden Sdr Buwang memberhentikan mobil

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

52

kemudian dengan dibantu oleh Sdr. Agus mengangkat dan

mengeluarkan mayat korban dari dalam mobil selanjutnya mayat

korban oleh Sdr. Buwang dan Sdr. Agus dibuang di hutan perhutani

Baturaden tersebut. Bahwa uang yang dibayarkan kepada Sdr. Agus

seluruhnya sebesar Rp 7.000.000, dengan rincian pertama Rp

2.000.000, melalui transfer Rp 2.500.000 dan saya berikan kepada

Sdr. Agus sebesar Rp 500.000 dan yang terakhir pada waktu di hotel

saya menyerahkan uang sejumlah Rp 4.500.000, dan kepada Sdr.

Buwang Rp 5.000.000, dengan rincian yang pertama Rp 1.000.000,

dan yang kedua dan ke tiga masing-masing Rp 2.000.000 dan uang

tersebut sudah dibayarkan semuanya.

b) Keterangan Terdakwa I dan II yang pada pokoknya menerangkan :

- Bahwa para Terdakwa sampai diajukan kepersidangan sebagai

terdakwa karena adanya kasus pembunuhan.

- Bahwa yang dibunuh adik kandung Terdakwa I yang bernama

Kasimun (Korban) dan yang membunuh korban adalah Sdr. Agus

dan Sdr. Buwang. Bahwa korban adalah adik kandung istri terdakwa

II (Terdakwa I), jadi korban adalah adik ipar Terdakwa II.

- Bahwa korban menderita sakit epilepsi dan depresi, kalau penyakit

korban kambuh mengamuk dan meresahkan lingkungan, ibunya

korban juga pernah dipukuli korban dan diinjak kakinya sampai

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

53

patah dan terdakwa I sendiri juga pernah dipukuli korban sehingga

membuat takut dan kesal keluarga.

- Bahwa oleh keluarga, korban pernah diobati dan dirawat di Rumah

Sakit Jiwa Banyumas selama 15 hari, korban sembuh selama 1,5

tahun kemudian korban kambuh lagi mengamuk semakin parah,

dengan bantuan Polisi korban dibawa ke Rumah Sakit Wirasana dan

dirawat selama 13 hari.

- Bahwa korban tidak sembuh dan sering kambuh, kemudian korban di

bawah ke Jakarta untuk di rawat tapi tidak sembuh juga, selanjutnya

korban di bawa ke Magelang dan dirawat selama 6 bulan, korban

kelihatannya sudah sembuh dan oleh adik Terdakwa korban dibawa

ke Jakarta dengan maksud untuk diobati. Dan terakhir korban minta

pulang ke Purbalingga dan mengancam akan menghabisi semua

keluarga sehingga membuat keluarga menjadi takut dan putus asa.

- Pada hari, tanggalnya sudah lupa, bulan Juni 2011 bahwa saksi

Aminah minta uang kepada terdakwa I sebesar Rp 14.000.000 untuk

biaya menitipkan korban di pondok kemudian terdakwa I uang

tersebut di transfer kepada saksi Asminah sebesar Rp 9.000.000.

Semula uang tersebut untuk biaya pengobatan korban, tapi tidak jadi,

kemudian uang tersebut dipergunakan untuk membayar Sdr Buwang

dan Sdr Agus untuk membunuh korban. Secara kebetulan ketika

suami terdakwa I (Terdakwa II) ke warung ketemu dengan Sdr.

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

54

Buwang dan istrinya sedang belanja apa yang dibicarakan Terdakwa

I tidak tahu kemudian Buwang datang ke rumah Terdakwa I mencari

Terdakwa II dan Terdakwa I katakan Terdakwa II sedang berada di

sawah mengenai kedatangan Sdr. Buwang tersebut saksi tidak tahu;

- Bahwa mengenai kesepakatan harga bayaran untuk membunuh

korban sebesar Rp 10.000.000, siapa yang menyepakati harga

tersebut Terdakwa I tidak tahu, yang tahu adalah adik terdakwa I

(Asminah) dan tugas Terdakwa I hanya mencarikan uang saja.

- Bahwa Sdr. Buwang pergi ke Jakarta tujuannya untuk menjemput

korban dirumahnya Asminah dan pagi harinya sekitar jam 07.00 Wib

saksi Asminah telpon kepada Terdakwa I dan mengabarkan korban

sudah meninggal dunia dan dibunuh oleh Sdr. Agus dan Sdr. Buwang

dengan cara dijerat lehernya dengan tali jemuran, Terdakwa I minta

kepada saksi Asminah supaya jenasah korban di bawa pulang, tapi

tidak diperbolehkan oleh Sdr. Buwang. Selanjutnya Terdakwa I

diberitahu oleh Pak Sukendar bahwa mayat Kasimun diketemukan di

Baturaden.

Untuk itu Majelis Hakim, dimana terdakwa diajukan ke persidangan oleh

Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun sebagaimana tersebut di atas,

maka akan membuktikan lebih dahulu apakah perbuatan terdakwa memenuhi

unsur-unsur dari dakwaan melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP.

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

55

B. Pembahasan

1) Penerapan Unsur-unsur dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1)

ke-1 KUHP Tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana

Lebih Dulu Secara Bersama-sama

Perkara Nomor 180/Pid.B/2011/PN.Pwt. Hakim Pengadilan Negeri

Purwokerto menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan dengan rencana

lebih dahulu secara bersama-sama. Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya

menuntut terdakwa telah melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-

1 KUHP.

Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana kepada

terdakwa yaitu dengan terbuktinya unsur-unsur Pasal 340 KUHP jo Pasal 55

ayat (1) ke-1 KUHP sebagai berikut :

1. Barangsiapa;

2. Dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu;

3. Mengilangkan jiwa orang lain;

4. Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta

melakukan perbuatan;

Dari unsur-unsur Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang

terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor

180/Pid.B/2011/PN.Pwt, dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Unsur barangsiapa

Barangsiapa artinya bahwa siapa saja atau setiap orang atau orang

adalah orang yang melakukan tindak pidana, dimana tindak pidana yang

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

56

dilakukan itu harus dipertanggungjawabkan kepada orang yang

melakukan, kecuali adanya unsur-unsur yang dapat membebaskan diri dari

pertanggungjawaban tersebut.

Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarto mengenai subyek tindak

pidana, bahwa pada dasarnya yang dapat melakukan tindak pidana itu

adalah manusia (natuurlijk personen). Ini dapat disimpulkan hal-hal

sebagai berikut :

1. Rumusan delik dalam undang-undang lazim dimulai dengan kata-

kata barang siapa…, kata “barang siapa” ini tidak dapat dikatakan

lain daripada “orang”.

2. Dalam Pasal 10 KUHP disebutkan jenis-jenis pidana yang dapat

dikenakan pada subyek tindak pidana, sehingga pada dasarnya

hanya dapat dikenakan pada manusia.

3. Pengertian kesalahan yang dapat berupa kesengajaan dan kelapaan

itu merupakan sikap dalam batin manusia. 32

Berdasarkan kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto

No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt,. bahwa Terdakwa I KASIMAH Binti

MUSTAWIREJA WASLIM, Terdakwa II SARJONO bin SUCHEDI

dipersidangan para terdakwa menerangkan bahwa orang yang dimaksud

dalam surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah para terdakwa, bukan

orang lain atau dengan kata lain tidak ada kesalahan orang.

Di samping orang yang sudah dewasa para terdakwa merupakan

subyek hukum yang dapat dimintai pertanggung jawaban atas

perbuatannya. Dengan demikian unsur barang siapa telah terpenuhi.

32

Sudarto, op cit. Hlm 48-49

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

57

b. Dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu

Perbuatan sengaja adalah suatu perbutatan yang dilakukan dengan

kesadaran dari perbuatan tersebut di ketahui serta dikehendaki oleh

pelaku. Menurut Pompe pengertian kesengajaan dalam KUHP tidak

memberikan definisi, akan tetapi petunjuk untuk dapat mengetahui arti

kesengajaan dapat diambil dari MvT yang mengartikan kesengajaan

sebagai menghendaki atau mengetahui.33

Menurut memori penjelasan (memorie van toelichting), yang

dimaksudkan dengan kesengajaan adalah menghendaki dan menginsyafi

terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya (willens en wetens

veroorzaken vaneen gevolg). Artinya, seseorang yang melakukan suatu

tindakan dengan sengaja, harus menghendaki serta menginsyafi tindakan

tersebut dan/atau akibatnya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa

sengaja berarti menghendaki atau mengetahui apa yang dilakukan orang

yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki perbuatan itu

dan disamping itu mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukan

itu.34

Bentuk atau corak kesengajaan itu sendiri ada tiga yaitu :

1. Kesengajaan sebagai maksud/tujuan (dolus als oogmerk atau opset

als oogmerk)

Apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya untuk mencapai

suatu tujuan yang dekat (dolus directus) yang terdapat hubungan

33

Ibid, hlm 11 34

Ibid, hlm 12

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

58

langsung antara kehendak jiwa dan fakta kejadian tidak dilakukan

perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya tidak

terjadi/tercapai.

2. Kesengajaan sebagai kepastian (opzet met zekerheidsbewuszijn atau

noodzakelijkheidbewustzijn)

Kondisi jiwa tidak menghendaki akibat itu terjadi, tetapi dengan

berlaku begitu pasti suatu yang tidak dikehendaki itu akan terjadi.

3. Kesengajaan sebagai kemungkinan (dolus eventualis atau

vooewaardelijk opzet)

Kondisi jiwa tidak menghendaki akibat itu terjadi, tapi semestinya ia

menyadari bahwa jika itu dilakukan kemungkinan besar akibat yang

tidak dikehendakinya itu akan terjadi.35

Pengertian dengan sengaja dapat didefinisikan bahwa pelaku

mengetahui dan sadar atas apa yang telah diperbuatnya, tindakan para

terdakwa tersebut dilakukan memang disadari dan dikehendaki oleh para

terdakwa. Sedangkan yang dimaksud direncanakan terlebih dahulu

sebagaimana penjelasan Pasal 340 KUHP, bahwa pelaksanaan

pembunuhan itu ditangguhkan setelah niat itu timbul, untuk mengatur

rencana, cara bagaimana pembunuhan itu akan dilaksanakan. Jarak waktu

antara timbulnya niat untuk membunuh dan pelaksanaan itu masih

demikian luang, sehingga si pelaku masih dapat berfikir apakah

pembunuhan itu diteruskan atau dibatalkan, atau pula merencana dengan

cara sebagaimana ia melakukan pembunuhan itu. Direncanakan lebih

dahulu (voorbedachte rade) adalah antara timbulnya maksud untuk

membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat

35

Moelyatno, op cit. Hal 26

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

59

untuk dengan memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah

pembunuhan itu akan dilakukan. Tempo ini tidak boleh terlalu sempit,

juga tidak perlu terlalu lama yang penting adalah apakah di dalam tempo

ini si pembuat dengan tenang masih dapat berfikir, yang sebenarnya ia

masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya, tetapi tidak ia

pergunakan.

Di persidangan terungkap fakta bahwa perbuatan para terdakwa dan

saksi Asmiah mencari orang yang mau membunuh korban (Kasimun).

Pada tanggal 13 Juni 2011 sekitar jam 14.00 Wib di rumahnya para

terdakwa di Desa Gunung Karang RT 03 / 02 Kec. Bobotsari, Kab.

Purbalingga diadakan pertemuan dan membicarakan untuk melakukan

pembunuhan terhadap korban dan disepakati untuk membayar Sdr.

Buwang sebesar Rp 10.000.000, dengan meminumkan 5 tablet obat tidur

kepada korban, Sdr. Buwang di Tegal mencari temannya yang bernama

Sdr. Agus yang kemudian melaksanakan pembunuhan terhadap korban

dalam perjalanan dari Tegal menuju Purwokerto tindakan tersebut

dilakukan memang disadari dan dikehendaki oleh Para Terdakwa dan

saksi Asmiah. Dengan demikian tindakan para terdakwa dan saksi Asmiah

tersebut dilakukan dengan sengaja dalam bentuk kesengajaan dengan

maksud (opzet als oogmerk) dan direncanakan lebih dahulu, oleh karena

itu menurut Majelis unsur dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu

telah terpenuhi menurut hukum.

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

60

c. Unsur Menghilangkan jiwa orang lain

Akibat perbuatan para terdakwa dan saksi Asmiah sebagaimana

yang telah diuraikan pada unsur ke-2 tersebut di atas, sebagaimana hasil

Visum et Repertum No. 474.3/20295/IPJ/01/VIII/2011 tertanggal 01

Agustus 2011 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. M. Zaenuri Syamsu

Hidayat, SpKF, NMSiMed dokter Rumah Sakit Umum Prof Dr Margono

Soekarjo Purwokerto menyimpulkan penyebab kematian disebabkan

antara lain :

a) Luka di leher kanan yang diperkirakan luka lecet akibat trauma

tumpul.

b) Luka robek pada kepala belakang kanan akibat trauma tumpul.

c) Retak pada kepala belakang kanan akibat trauma tumpul.

Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan pengakuan para terdakwa

dan saksi Asmiah sendiri dipersidangan terungkap bahwa jenazah tidak

dikenal tersebut adalah Kasimun adik kandung Terdakwa I dan Kakak

Kandungnya saksi Asmiah yang dibunuh karena keluarga para Terdakwa

sudah merasa putus asa mengurusi korban, biaya yang dikeluarkan untuk

mengobati korban sudah tidak terhitung lagi sampai menjual tanah

warisan milik orang tuanya akan tetapi penyakit korban tidak kunjung

sembuh dan terakhir para terdakwa merasa takut dengan ancaman korban

yang akan menghabisi semua keluarganya.

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

61

Berdasarkan uraian di atas, Majelis berpendapat bahwa perbuatan

Para Terdakwa tersebut telah menghilangkan jiwa orang lain, dengan

demikian unsur ke-3 terpenuhi menurut hukum.

d. Sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau

turut serta melakukan

Unsur turut serta ini dirumuskan dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP,

yang dalam surat dakwaan dikontruksikan dengan kalimat bersama-sama.

Pengertian turut serta dalam rumusan ini adalah mereka yang bersama-

sama melakukan perbuatan pidana, sehingga mereka yang dengan sengaja

itu mengerjakan.

Selengkapnya Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP merumuskan :

Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana :

1. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut

melakukan perbuatan itu;

R. Soesilo, dengan mendasarkan pada rumusan Pasal 55 ayat (1)

KUHP mengatakan :

Disini disebutkan peristiwa pidana, jadi baik kejahatan maupun

pelanggaran yang dihukum sebagai orang yang melakukan disini dapat

dibagi atas 4 macam, yaitu :

1. Orang yang melakukan (pleger). Orang ini ialah seorang yang

sendirian telah berbuat mewujudkan segala anasir atau elemen dari

peristiwa pidana. Dalam peristiwa pidana yang dilakkan dalam

jabatan misalnya orang itu harus pula memenuhi elemen status

sebagai pegawai negeri.

2. Orang yang menyuruh melakukan (doen plegen). Disini sedikitnya

ada dua orang, yang menyuruh (doen plegen) dan yang disuruh

(pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan peristiwa

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

62

pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, meskipun demikian toch

ia dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri

yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang

lainnya ia tidak dapat dihukum karena tidak dapat

dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, misalnya dalam hal-hal

sebagai berikut :

a. tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut Pasal 44 KUHP;

b. telah melakukan perbuatan itu itu karena terpaksa oleh kekuasaan

yang tidak dapat dihindarkan (overmacht);

c. telah melakukan perbuatan itu atas perintah jabatan yang tidak

syah menurut Pasal 51 KUHP;

d. telah melakukan perbuatan itu dengan tidak ada kesalahan sama

sekali.

3. Orang yang turut melakukan (medepleger). Turut melaukan dalam arti

kata bersama-sama melakukan. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang,

ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang turut melakukan

(medepleger) peristiwa pidana.36

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan bahwa saksi

Asmiah para Terdakwa sudah merasa putus asa mengurusi korban, biaya

yang dikeluarkan untuk mengobati korban sudah tidak terhitung lagi

sampai menjual tanah warisan milik orang tuanya akan tetapi penyakit

korban tidak kunjung sembuh dan terakhir para terdakwa merasa takut

dengan ancaman korban yang akan menghabisi semua keluarganya.

korban menderita sakit epilepsi dan depresi, kalau penyakit korban

kambuh mengamuk dan meresahkan lingkungan, ibunya korban juga

pernah dipukuli korban dan diinjak kakinya sampai patah dan terdakwa I

sendiri juga pernah dipukuli korban sehingga membuat takut dan kesal

keluarga. Pada tanggal 13 Juni 2011 sekitar jam 14.00 Wib di rumahnya

para terdakwa di Desa Gunung Karang RT 03 / 02 Kec. Bobotsari, Kab.

36

R. Soesilo. Op cit. Hal 73

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

63

Purbalingga diadakan pertemuan dan membicarakan untuk melakukan

pembunuhan terhadap korban dan disepakati untuk membayar Sdr.

Buwang sebesar Rp 10.000.000, dengan meminumkan 5 tablet obat tidur

kepada korban, Sdr. Buwang di Tegal mencari temannya yang bernama

Sdr. Agus yang kemudian melaksanakan pembunuhan terhadap korban

dalam perjalanan dari Tegal menuju Purwokerto tindakan tersebut

dilakukan memang disadari dan dikehendaki oleh Para Terdakwa dan

saksi Asmiah.

Perbuatan para terdakwa dan saksi Asmiah sebagaimana telah

diuraikan di atas dapat dinilai oleh Hakim sebagai orang yang menyuruh

melakukan pembunuhan terhadap korban Kasimun, dengan demikian

unsur ke-4 telah terpenuhi menurut hukum. Berdasarkan pendapat penulis

bahwa fakta tuntutan hakim tentang menyuruh tidak tepat karena unsur

dari menyuruh melakukan itu sendiri adalah bahwa pembuat materiil

(orang yang disuruh tidak dapat dipertanggungjawabkan), lebih tepatnya

adalah menganjurkan melakukan karena unsur menganjurkan adalah orang

yang dianjurkan dapat dipertanggungjawabkan dan upaya-upaya yang

dilakukanpun dengan cara yang limitatif, hal ini berdasarkan Pasal 55 ayat

1 ke-2 yaitu mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu,

dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasaan,

ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau

keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

64

perbuatan. Konsekuensinya bahwa terdakwa seharusnya diputus “bebas”

(vrijspraak) diatur Pasal 191 ayat (1) KUHAP.

2) Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana dalam

Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara

Bersama-sama

a. Dasar Mengadili

Dari hasil penelitian terhadap putusan No.

180/Pid.B/2011/PN.Pwt dapat diketahui bahwa pertimbangan hakim

berdasarkan Pasal 50 ayat 1 Undang-undang No. 48 Tahun 2009 yang

dirumuskan sebagai berikut :

Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga

memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk

mengadili.

Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa hakim

dalam memutuskan perkara pidana harus memuat alasan dan dasar

putusan dan memuat pasal dari peraturan perundangan yang dijadikan

dasar untuk mengadili.

Berdasarkan pada Pasal 84 ayat 1 KUHAP (Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana) yang dirumuskan sebagai berikut :

Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak

pidana yang dilakukan di daerah hukumnya.

Yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara

pidana ini adalah Pengadilan Negeri Purwokerto karena melihat dari sisi

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

65

teori akibat yaitu dimana tubuh korban ditemukan. Disamping itu juga

berdasarkan pada Pasal 84 ayat 2 KUHAP sebagai berikut :

Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat

tinggal, berdiam terakhir, ditempat ia ditemukan atau ditahan, hanya

berhak mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman

sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan

negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang didalam

daerahnya tindak pidana itu dilakukan.

Hal ini mengandung pengertian bahwa adanya suatu kepraktisan

dalam hal pemeriksaan saksi di pengadilan. Dalam hal ini saksi - saksi

yang menemukan tubuh korban atau saksi-saksi yang akan di panggil

dipersidangan sebagian besar berasal dari Baturraden dan tempat

Terdakwa ditahan. Oleh karena itu yang berhak atau berwenang

mengadili perkara ini adalah Pengadilan Negeri Purwokerto.

b. Dasar Memutus

Majelis Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada para terdakwa

harus terlebih dahulu telah memenuhi semua syarat untuk dilakukan

pemidanaan atas diri para terdakwa. Seperti dinyatakan oleh Sudarto, bahwa

syarat untuk pemidanaan tersebut, adalah :

1. Perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang;

2. yang bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar);

3. adanya kesalahan yaitu :

a. Mampu bertanggung jawab;

b. Dolus atau culpa (tidak ada alasan pemaaf) 37

37

Sudarto, op cit. Hlm 30

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

66

Mendasarkan pada hasil penelitian terhadap putusan perkara

Pengadilan Negeri Purwokerto No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt dan dengan

melakukan studi pustaka tentang materi yang berhubungan dengan obyek

penelitian serta mengacu pada pendapat Sudarto mengenai syarat-syarat

pemidanaan, maka agar dapat menjawab permasalahan dan tujuan penelitian

tersebut dapat disusun analisis sebagai berikut :

1. Adanya fakta yang terbukti dalam unsur-unsur Pasal 340 KUHP jo

Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

a) Perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang

Unsur pertama dari tindak pidana adalah perbuatan atau

tindakan seseorang, tindakan orang itu merupakan penghubung atau

dasar untuk adanya pemberian pidana. Perbuatan ini meliputi berbuat

dan tidak berbuat dan yang memenuhi rumusan tindak pidana dalam

undang-undang yang merupakan konsekuensi dari asas legalitas.38

Selanjutnya Sudarto mengatakan, perbuatan yang memenuhi

atau yang mencocoki rumusan tindak pidana dalam undang-undang

berarti perbuatan konkrit dari si pembuat dan perbuatan itu harus

mempunyai ciri-ciri dan delik itu sebagaimana secara abstrak

disebutkan dalam undang-undang sebagai tindak pidana tidak dapat

38

Ibid

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

67

dipidana dan peraturan perundang-undangan itu harus ada sebelum

terjadinya tindak pidana.39

Pada putusan perkara No.180/Pid.B/2011/PN.Pwt, para

terdakwa didakwa dengan dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat

(1) ke-1 KUHP yaitu :

1. Barangsiapa;

2. Dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu;

3. Mengilangkan jiwa orang lain;

4. Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta

melakukan perbuatan;

Semua unsur dalam fakta yuridis yang terungkap di

persidangan telah sesuai dan terbukti memenuhi unsur-unsur

sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP. Dengan demikian telah membuat keyakinan Majelis Hakim

dalam menjatuhkan putusan terhadap putusan perkara

No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt.

2. Perbuatan yang dilakukan bersifat melawan hukum

Menurut Sudarto, salah satu unsur dari tindak pidana adalah

sifat melawan hukum. Perbuatan yang dilarang oleh undang-undang

atau perbuatan yang melanggar perintah di dalam undang-undang itulah

perbuatan yang melawan hukum, karena bertentangan dengan apa yang

dilarang oleh atau diperintahkan di dalam undang-undang. Sifat

39

Ibid. Hlm 31

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

68

melawan hukum tersebut terdiri dari sifat melawan hukum yang formil

dan sifat melawan hukum yang materiil. 40

Selanjutnya mengenai sifat melawan hukum yang formil dan sifat

melawan hukum yang materiil, Sudarto mengatakan :

1) Suatu perbuatan bersifat melawan hukum formil adalah apabila

perbuatan yang dilakukan diancam pidana dan dirumuskan sebagai

suatu delik dalam undang-undang, sedang sifat hukumnya perbuatan

itu dapat hanya berdasarkan suatu ketentuan undang-undang. Jadi

menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan bertentangan

dengan undang-undang (hukum tertulis).

2) Suatu perbuatan bersifat melawan hukum materiil, adalah suatu

perbuatan baik itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang

terdapat dalam undang-undang (yang tertulis) saja, tetapi harus

dilihat berlakunya asas-asas ukumyang tidak tertulis. Sifat melawan

hukumnya perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik

itu dapat hapus berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang dan

juga berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis (uvergestzlich). 41

Dalam putusan perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, diperoleh

fakta bahwa perbuatan para terdakwa, merupakan perbuatan yang

bersifat melawan hukum formil (hukum tertulis), sebab perbuatan para

terdakwa tersebut telah memenuhi rumusan tindak pidana sebagaimana

diatur dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yaitu

tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu

Secara Bersama-sama. Dengan demikian syarat adanya pemidanaan

yaitu perbuatan tersebut harus bersifat melawan hukum pada putusan

perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt telah terpenuhi.

40

Sudarto, op cit. Hlm 44 41

Ibid. Hlm 45

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

69

3. Adanya kesalahan

Menurut Sudarto, untuk adanya syarat pemidanaan diperlukan

adanya syarat bahwa orang yang melakukan tindak pidana itu

mempunyai kesalahan atau bersalah. Unsur kesalahan sangat

menentukan dari perbuatan seseorang, sehingga apabila seseorang

dianggap telah terbukti bersalah oleh pengadilan, maka ia dapat dijatuhi

pidana. Di sini berlaku asas “tiada pidana tanpa kesalahan” 42

Sudarto lebih lanjut mengatakan bahwa kesalahan itu mempunyai

tiga arti yaitu sebagai berikut :

a. Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, yang dapat disamakan

dengan pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana, di

dalamnya terkandung makna dapat dicelanya (verwijtbaarheid) si

pembuat atas perbuatannya;

b. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (schuldnorm) yang berupa :

1) kesengajaan (dolus);

2) kealpaan (culpa).

c. Kesalahan dalam arti sempit ialah kealpaan (culpa) seperti yang

disebutkan dalam b.2 di atas;

Dijelaskan lebih lanjut bahwa kesalahan dalam arti seluas-luasnya

terdiri atas tiga unsur, yaitu sebagai berikut :

1) adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat, artinya

keadaan si pembuat harus normal;

2) hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa

kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa);

3) tidak ada alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan

pemaaf.

42

Ibid. Hlm 1

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

70

Bila ketiga unsur tersebut terpenuhi, maka orang bersangkutan

dinyatakan bersalah atau mempunyai pertanggungjawaban pidana,

sehingga orang tersebut dapat dipidana.43

Berikut ini akan diuraikan mengenai ketiga unsur kesalahan

tersebut di atas yaitu :

1. Adanya kemampuan bertanggung jawab

Kemampuan bertanggung jawab menurut Sudarto adalah :

Di dalam KUHP kemampuan bertanggung jawab tidak dirumuskan

secara tegas, tetapi ada pasal menunjuk kearah itu, yaitu dalam

Pasal 44 KUHP yang merumuskan :

Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya

atau karena sakit berubah akal tidak boleh dihukum.

Ketentuan undang-undang ini tidak memuat apa yang dimaksud

dengan tidak mampu bertanggung jawab, pasal ini hanya memuat

alasan yang terdapat pada diri si pembuat, sehingga perbuatan yang

dilakukan tidak dapat dipertanggungjawabkan.44

Berdasarkan hasil penelitian di persidangan dalam putusan

perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt telah ditemukan fakta-fakta

hukum bahwa terdakwa dinilai mampu bertanggung jawab dan

43

Ibid. Hlm 4 44

Ibid. Hlm 6

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

71

mampu untuk menilai bahwa perbuatan yang telah dilakukan adalah

suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.

2. Adanya kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa)

Petunjuk untuk dapat mengetahui arti kesengajaan, dapat diambil

dari MvT (Memorie van Toelichting) dan mengetahui. Jadi dapatlah

dikatakan, bahwa sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa

yang dilakukan. 45

Dalam kasus yang penulis teliti terhadap putusan perkara No.

180/Pid.B/2011/PN.Pwt tersebut di atas, bahwa perbuatan yang

dilakukan terdakwa dalam perkara Tindak Pidana Pembunuhan

Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama di sini nampak

bahwa sejak semula telah terdapat adanya iktikad buruk atau niat

jahat dari para terdakwa untuk membunuh korban.

3. Tidak adanya alasan pemaaf

Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapuskan kesalahan

terdakwa, sehingga tidak mungkin ada pemidanaan.46

Di dalam

perkara ini diperoleh fakta bahwa tidak ada alasan pemaaf karena

jiwa terdakwa normal dan sehat, sehingga mampu bertanggung

jawab. Selain itu, perbuatan terdakwa juga termasuk dolus

(kesengajaan) dan telah terbukti di persidangan.

45

Ibid. Hlm 11 46

Ibid. Hlm 50

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

72

Pada putusan perkara No.180/Pid.B/2011/PN. Pwt telah

terbukti bahwa dalam diri para terdakwa terdapat adanya kesalahan

yang meliputi mampu bertanggung jawab artinya dalam keadaan

normal dan dilakukan dengan sengaja membunuh korban. Oleh

karena itu tidak ada alasan pemaaf. Oleh karena itu Majelis Hakim

tetap menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana.

Berdasarkan hasil penelitian pada putusan perkara No.

180/Pid.B/2011/PN.Pwt juga telah diperoleh fakta hukum bahwa

terdakwa mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya serta

melakukan perbuatannya dengan sengaja dan tidak ada alasan

pemaaf. Dengan demikian perbuatan para terdakwa telah memenuhi

ketiga unsur yang mencukupi untuk dilakukan pemidanaan atas

dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarto tentang syarat

adanya pemidanaan yang meliputi : a. perbuatan yang memenuhi

rumusan undang-undang, b. bersifat melawan hukum, c. adanya

kesalahan yang meliputi : mampu bertanggung jawab, adanya dolus

atau culpa dan tidak ada alasan pemaaf.

Dengan telah terbuktinya semua unsur dalam Pasal 340 KUHP jo

Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan telah terpenuhinya semua syarat

pemidanaan, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak

Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

73

sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarto berkaitan dengan

syarat-syarat adanya pemidanaan.

4. Adanya pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang sah yang

diatur dalam Pasal 184 KUHAP yang terbukti di persidangan.

Dalam membentuk suatu keyakinan hakim, KUHAP menentukan

lebih lanjut dalam Pasal 183 KUHAP, yang menyebutkan :

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana seseorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan

terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP, yaitu :

1. Keterangan saksi

2. Keterangan ahli

3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan terdakwa

Dalam perkara putusan No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, alat-alat bukti

yang sah sudah diajukan di muka persidangan berupa keterangan saksi

dan keterangan terdakwa. Adapun uraian mengenai alat bukti yang

diajukan dalam persidangan adalah sebagai berikut :

1) Keterangan Saksi

Yang dimaksud dengan saksi seperti yang terdapat dalam Pasal 1

butir 26 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan

guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

74

perkara yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri

dengan menyebut alasan pengetahuannya itu.

Dalam perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, saksi-saksi yang

memberi keterangan di persidangan yang dihadapkan oleh Jaksa

Penuntut Umum ada 8 orang saksi, yaitu :

1) Saksi Ujiono bin Supardi

2) Saksi Suhartono bin Ahmad Suyanto

3) Saksi Zaenal Arifin

4) Saksi Supangat bin Suwarno

5) Saksi Slamet Yuwono bin Kasrad

6) Saksi Asmiah binti Mustawireja Waslim

7) Saksi Tri Janiarti Binti Sarjono,

8) Saksi Mei Utama binti Wardi Jarman

Menurut KUHAP keterangan saksi yang sah adalah sebagai

berikut :

a. Pasal 160 ayat (3) KUHAP

Sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan

sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing,

bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan

tidak lain daripada yang sebenarnya.

b. Pasal 1 butir 27 KUHAP

Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara

pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu

peristiwa pidana yang ia dengan dan ia alami sendiri dengan

menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu.

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

75

Apabila dihubungkan dengan Putusan perkara Nomor:

180/Pid.B/2011/PN.Pwt, bahwa untuk membuktikan kesalahan para

terdakwa, hakim memeriksa 8 (delapan) orang saksi dengan terlebih

dahulu disumpah.

2) Surat

Dalam persidangan juga diajukan bukti surat yang berupa hasil

Visum et Repertum No. 474.3/20295/IPJ/01/VIII/2011 tertanggal 01

Agustus 2011 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. M. Zaenuri

Syamsu Hidayat, SpKF, NMSiMed dokter Rumah Sakit Umum Prof

Dr Margono Soekarjo Purwokerto menyimpulkan penyebab kematian

disebabkan antara lain :

a) Luka di leher kanan yang diperkirakan luka lecet akibat trauma

tumpul.

b) Luka robek pada kepala belakang kanan akibat trauma tumpul.

c) Retak pada kepala belakang kanan akibat trauma tumpul.

3) Keterangan Terdakwa

Terdakwa dalam persidangan telah mengakui dan menerangkan

bahwa keterangan para saksi dan dakwaan Jaksa Penuntut Umum

telah diakui kebenarannya.

Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP dirumuskan tentang

pengertian keterangan terdakwa yaitu :

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

76

Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang

pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui

sendiri atau ia alami sendiri.

Mendasarkan pada rumusan Pasal 189 KUHAP tersebut

diketahui bahwa keterangan para terdakwa itu adalah sama dengan

arti pengakuan dari para terdakwa. Guna menentukan kesalahan para

terdakwa tidaklah cukup hanya dari pengakuan terdakwa, melainkan

harus disertai dengan alat bukti yang lain. Dengan demikian

keterangan para terdakwa baru dapat menjadi alat bukti apabila

keterangan para terdakwa itu dibarengi dengan alat-alat bukti yang

lain.

Berdasarkan hasil penelitian apabila dihubungkan dengan kasus

yang penulis teliti terhadap putusan perkara No.

180/Pid.B/2011/PN.Pwt dapat disimpulkan bahwa keterangan para

terdakwa itu sama dengan arti pengakuan dari terdakwa. Pengakuan

yang dimaksud di sini adalah ucapan dan perbuatan yang dilakukan

oleh terdakwa, dengan suatu tuduhan atas dirinya mengenai

perbuatan dan kesalahan yang diucapkan di dalam maupun di luar

sidang pengadilan.

Pada putusan Perkara Nomor 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, apabila

dihubungkan dengan rumusan tersebut di atas, yaitu telah sesuai

dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1)

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

77

KUHAP. Dengan demikian dapat mengungkap fakta-fakta hukum

yang terbukti benarnya bahwa telah terjadi Tindak Pidana

Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama

Dengan demikian para terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan

meyakinkan, oleh karena itu sudah sepantasnya kalau terdakwa

dijatuhi putusan pidana.

Mendasarkan pada alat-alat bukti yang sah yang telah diajukan

dalam persidangan, maka Majelis Hakim dapat membentuk

keyakinan bahwa para terdakwa secara sah dan meyakinkan telah

melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu

Secara Bersama-sama, sebagaimana dirumuskan dan diancam dalam

Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

5. Adanya hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

Berdasarkan pendapat Wiryono Prodjodikoro bahwa salah satu

dasar segala hukum adalah rasa keadilan yang bertujuan yaitu segala

hukum mengejar keselamatan dan tata tertib dalam masyarakat (segala

kepentingan segenap masyarakat). Kadangkala berbagai kepentingan

berbenturan dan tidak mungkin memuaskan semua kepentingan, maka

segala kepentingan harus ditimbang satu sama lain. Hakim dalam

menemukan rasa keadilan dalam masyarakat dengan berpandangan luas

dan tidak hanya dari sudut hukum saja, dengan menempatkan dirinya di

tengah-tengah masyarakat untuk memecahkan persoalan dengan

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

78

mengingat rasa keadilan, sehingga rasa keadilan tersebut menjadi

pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana.47

Dalam menjatuhkan hukuman Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Banyumas dalam memutus perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt,

mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan

terdakwa. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 197 ayat (1)

huruf f KUHAP yang merumuskan sebagai berikut :

Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan

atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi

dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan

yang meringankan terdakwa.

Hal-hal yang memberatkan :

Perbuatan para terdakwa tega membunuh adik kandungnya sendiri.

Hal-hal yang meringankan :

1) Para Terdakwa bersikap sopan, mengakui terus terang perbuatannya

sehingga melancarkan jalannya persidangan.

2) Para Terdakwa menyesali perbuatannya dan mengakui khilaf.

3) Para Terdakwa belum pernah dihukum

4) Para Terdakwa sebagai tulang punggung bagi anak-anaknya dan

orang tuanya yang sudah tua

Berdasarkan pertimbangan hakim dalam persidangan perkara No.

180/Pid.B/2011/PN.Pwt, maka Majelis Hakim Pengadilan Purwokerto

47

Wirjono Prodjodikoro. 1974. Bunga Rampai Hukum. Jakarta : PT Ichtiar Baru. Hal 28

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

79

dengan keyakinan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan

meyakinkan telah melakukan tindak pidana Tindak Pidana Pembunuhan

Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama seperti dirumuskan

dan diancam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan

hakim menjatuhkan pidana penjara sebagai berikut :

1) Menyatakan terdakwa I Kasimah binti Mustawireja Waslim (alm)

dan Terdakwa II Sarjono bin Suchedi (alm) telah terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pembunuhan

Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama.

2) Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada para terdakwa tersebut

dengan pidana penjara masing-masing selama 7 (tujuh) tahun.

3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani para terdakwa

dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

4) Memerintahkan para terdakwa tetap ditahan.

5) Menetapkan, agar barang bukti berupa :

- 1 (satu) buah kaos lengan panjang warna hitam pada bagian

belakang atas bertuliskan “ RELUNG” BOBOTSARI TELP.

759191 ;

- 1 (satu) buah jaket kain warna putih hitam dengan bagian tengah

depan dan lengan kanan kiri berwarna putih sedanglan pda

bagian depan kanan kiri warna hitam dengan plisir pada saku

jaket berwarna putih ;

6) Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2.000

(dua ribu rupiah).

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

80

Mengingat bahwa seharusnya putusan dalam perkara ini adalah bebas,

maka Hakim tidak perlu lagi mempertimbangkan tentang penjatuhan

pidana.

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

81

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1) Perbuatan terdakwa telah terbukti memenuhi unsur-unsur Pasal 340 KUHP jo

Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Berdasarkan pendapat penulis bahwa putusan

hakim tentang menyuruh tidak tepat, karena unsur dari menyuruh melakukan

itu sendiri adalah bahwa pembuat materiil (orang yang disuruh tidak dapat

dipertanggungjawabkan), lebih tepatnya adalah menganjurkan melakukan

karena unsur menganjurkan adalah orang yang dianjurkan dapat

dipertanggungjawabkan dan upaya-upaya yang dilakukanpun dengan cara

yang limitatif, hal ini berdasarkan Pasal 55 ayat 1 ke-2. Konsekuensinya

bahwa terdakwa seharusnya diputus “bebas” (vrijspraak) diatur Pasal 191 ayat

(1) KUHAP.

2) Mengingat bahwa seharusnya putusan dalam perkara ini adalah bebas

(vrijspraak), maka Hakim tidak perlu lagi mempertimbangkan tentang

penjatuhan pidana.

B. Saran

Kejahatan pembunuhan berencana saat ini tetap ada dimanapun termasuk

di negara kita, hal inilah yang menjadikan kejahatan ini tetap perlu untuk

mendapatkan perhatian, maka tugas hakim dalam memberikan keadilan melalui

putusan-putusannya tentu saja harus bersifat obyektif. Oleh karena itu hakim

dalam mengambil keputusan harus memuaskan rasa keadilan dalam masyarakat.

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan

82

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku :

Bonger, W.A.. 1982. Pengantar Tentang Kriminologi. PT. Pembangunan Ghlmia

Indonesia : Jakarta.

Hadiati, Hermin K. 1984. Kejahatan Terhadap Nyawa, Azas-asas, kasus dan

permasalahannya. Sinar Wijaya, Surabaya.

J.E. Sahetapy. 1982. Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati terhadap

Pembunuhan Berencana.CV. Rajawali. Jakarta

Lamintang, P.A.F, 1984. Dasar-dasar Hukum Pidana. Sinar Baru. Bandung

__________, 1986. Delik-delik Khusus. Bina Cipta. Bandung.

Marpaung, Leden . 2005. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, cetakan ke 3

Sinar Grafika, Jakarta

Moeljatno, 1982. Asas-asas Hukum Pidana. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta

Prodjodikoro, Wirjono. 1974. Bunga Rampai Hukum. PT. Eresco. Jakarta

__________,1981. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. PT. Eresco. Jakarta

R. Soesilo. 1986. Kitab Undang-undang Hukum Pidana beserta komentar-

komentarnya lengkap Pasal demi Pasal. Politea. Bogor.

________. 1996. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ctk. Ulang ,Politea, Bogor.

________. 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama.

Yogyakarta.

Sudarto. 1990. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung

Soemitro, Rony Hanitijo. 1988. Metodologi Penelitian Hukum. Ghlmia Indonesia.

Jakarta.

PERUNDANG-UNDANGAN :

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)