BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang...

24
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Bersuci (thaharah) merupakan syarat sah suatu ibadah (Al-Bugha, 2007). Bersuci terbagi menjadi dua bagian yaitu bersuci dari kotoran (najis jasmani) dan bersuci dari hadas (najis ruhani). Bersuci dari kotoran adalah menyucikan tubuh atau pakaian dari kencing, berak, darah, mani, bangkai dan sebagainya. Bersuci dari hadas menjadi syarat sahnya ibadah, seperti wudhu, mandi, dan tayamum (Bayrak & Muthahhari, 2007). Najis mughalladzah adalah najis yang tergolong berat (Al-Mahfani, 2008) dan dapat menghalangi syarat untuk menjalankan ibadah. Semua yang berasal dari air liur maupun sentuhan babi dan anjing merupakan najis berat. Cara menyucikan najis ini yaitu dengan mencucinya dengan air sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan tanah (Abatasa, 2012). Cara tersebut merupakan hal yang kerap dilakukan oleh masyarakat dalam penyucian diri dari najis berat. Sabun merupakan suatu sediaan yang kini menjadi kebutuhan pokok manusia sebagai pembersih yang selalu digunakan pada kehidupan sehari-hari. Sabun dibuat dalam dua jenis yaitu sabun batang dan sabun cair. Sabun batang dari tanah sebagai alternatif untuk menyucikan diri dari najis mughalladzah sudah pernah diformulasikan oleh Anggraeni (2014). Untuk lebih memudahkan dalam membersihkan diri dari najis tersebut, akan dibuat inovasi baru yaitu sabun dalam

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Bersuci (thaharah) merupakan syarat sah suatu ibadah (Al-Bugha, 2007).

Bersuci terbagi menjadi dua bagian yaitu bersuci dari kotoran (najis jasmani) dan

bersuci dari hadas (najis ruhani). Bersuci dari kotoran adalah menyucikan tubuh

atau pakaian dari kencing, berak, darah, mani, bangkai dan sebagainya. Bersuci

dari hadas menjadi syarat sahnya ibadah, seperti wudhu, mandi, dan tayamum

(Bayrak & Muthahhari, 2007).

Najis mughalladzah adalah najis yang tergolong berat (Al-Mahfani, 2008)

dan dapat menghalangi syarat untuk menjalankan ibadah. Semua yang berasal dari

air liur maupun sentuhan babi dan anjing merupakan najis berat. Cara menyucikan

najis ini yaitu dengan mencucinya dengan air sebanyak tujuh kali dan salah

satunya dengan tanah (Abatasa, 2012). Cara tersebut merupakan hal yang kerap

dilakukan oleh masyarakat dalam penyucian diri dari najis berat.

Sabun merupakan suatu sediaan yang kini menjadi kebutuhan pokok

manusia sebagai pembersih yang selalu digunakan pada kehidupan sehari-hari.

Sabun dibuat dalam dua jenis yaitu sabun batang dan sabun cair. Sabun batang

dari tanah sebagai alternatif untuk menyucikan diri dari najis mughalladzah sudah

pernah diformulasikan oleh Anggraeni (2014). Untuk lebih memudahkan dalam

membersihkan diri dari najis tersebut, akan dibuat inovasi baru yaitu sabun dalam

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

2

bentuk cair. Pada masa kini, sabun cair telah banyak digunakan. Alasan

masyarakat memilih sabun cair karena lebih terjamin higenisitasnya. Sabun cair

biasanya dikemas dalam botol, maka tiap orang yang akan menggunakan tidak

secara langsung memegang sabun seperti pada sabun batang yang secara

bergantian bisa disentuh secara langsung oleh pemakainya. Selain itu sabun cair

mudah digunakan dengan cara dituang ke tangan, mudah dibawa kemana-mana,

mudah disimpan, tidak mudah rusak atau kotor, dan penampilan kemasan yang

eksklusif dalam berbagai bentuk dan desain (Soebagio dkk., 1998).

Bahan baku yang digunakan untuk membuat sabun cair adalah minyak

kelapa dan minyak kelapa sawit, kemudian ditambahkan alkali berupa kalium

hidroksida agar terjadi reaksi penyabunan dan terbentuk sabun. Tiap-tiap minyak

memiliki kandungan asam lemak dominan yang berbeda. Minyak kelapa banyak

mengandung asam laurat yang memberikan sifat pembusaan pada sabun (Ketaren,

1986). Sedangkan minyak kelapa sawit mengandung asam palmitat yang

berpengaruh pada tekstur sabun (Miller, 2003) dan stabilitas emulsi sabun

(Suryani dkk., 2002). Kedua komponen minyak tersebut dioptimasi menggunakan

Simplex Lattice Design untuk mendapatkan sabun cair yang berkualitas secara

fisika dan kimia.

Tanah bentonit digunakan sebagai agen penyuci najis mughalladzah.

Bentonit adalah jenis lempung yang terdiri dari 80% lebih mineral monmorilonit

(Sukandarrumidi, 1999). Bentonit memiliki daya pengembang dan daya serap

yang tidak dimiliki oleh jenis mineral lain, sehingga bentonit banyak

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

3

dimanfaatkan dalam dunia industri, minyak nabati, kosmetik dan farmasi

(Anonim, 2005).

B. Rumusan Masalah

1. Apakah bentonit dapat diformulasikan ke dalam sediaan sabun cair sebagai

penyuci najis mughalladzah?

2. Bagaimana pengaruh kombinasi minyak kelapa dan minyak kelapa sawit

terhadap sifat fisika dan kimia sabun cair bentonit?

3. Berapakah perbandingan kadar minyak kelapa dan minyak kelapa sawit dapat

memberikan sifat fisika dan kimia sabun cair bentonit yang optimum dengan

metode Simplex Lattice Design?

C. Pentingnya Penelitian Diusulkan

Sebelumnya telah dibuat sabun batang bentonit yang merupakan suatu

terobosan baru untuk menghilangkan najis mughalladzah (Anggraeni, 2014). Pada

penelitian ini akan dibuat sabun bentonit dalam bentuk cair. Diharapkan formulasi

sabun ini dapat mempermudah dalam membersihkan najis mughalladzah dengan

penggunaan yang lebih praktis dibanding sabun batang. Selain itu juga dapat

diperoleh kombinasi kadar minyak kelapa dan minyak kelapa sawit yang optimum

untuk diformulasikan ke dalam sabun cair bentonit agar menghasilkan sifat fisika

dan kimia yang baik. Dalam bidang ilmu pengetahuan, formula optimum yang

diperoleh dapat diacu sebagai pengembangan penelitian selanjutnya sehingga

diciptakan produk yang berkualitas.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

4

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Membuat sediaan sabun cair yang mengandung tanah bentonit sebagai

penyuci najis mughalladzah.

2. Tujuan Khusus

a. Memformulasikan bentonit ke dalam bentuk sabun cair yang memenuhi

persyaratan sebagai penyuci najis mughalladzah.

b. Mengetahui pengaruh kombinasi minyak kelapa dan minyak kelapa sawit

terhadap sifat fisika dan kimia sabun cair bentonit.

c. Mengetahui perbandingan kadar minyak kelapa dan minyak kelapa sawit

agar dapat diperoleh formula sabun cair bentonit yang optimum dengan

metode Simplex Lattice Design.

E. Tinjauan Pustaka

1. Najis

Najis menurut bahasa adalah segala sesuatu yang kotor dan

menjijikkan (Al-Mahfani, 2008). Sedangkan menurut istilah, najis adalah

kotoran yang wajib dihindari dan dibersihkan oleh setiap muslim manakala

terkena olehnya (Al-Qahthani, 2006). Najis dibagi ke dalam tiga bagian :

a. Najis Mukhaffafah adalah najis ringan yang berupa air kencing bayi laki-

laki yang hanya mengonsumsi air susu ibunya. Cara membersihkannya

adalah dengan memercikkan air secara merata ke tempat yang terkena

najis tersebut (Al-Mahfani, 2008).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

5

b. Najis Mutawasithah adalah najis sedang. Adapun yang termasuk ke dalam

najis tersebut adalah segala sesuatu yang keluar dari qobul dan dubur

manusia seperti air kencing (yang dimaksud adalah air kencing bukan najis

mukhaffafah sebagaimana di atas) (Sumaji, 2008), tahi, darah haid, dan

nifas. Cara membersihkan najis ini harus dicuci sehingga hilang rasa,

bekas, dan baunya (Al-Mahfani, 2008).

c. Najis Mughalladzah merupakan najis berat (Al-Mahfani, 2008). Yang

termasuk najis ini adalah air liur anjing dan babi. Cara membersihkannya

adalah terlebih dahulu dihilangkan wujud benda najis tersebut, kemudian

dibasuh dengan air sebanyak tujuh kali sampai bersih dan salah satunya

memakai tanah (Sumaji, 2008).

2. Thaharah

Thaharah secara bahasa berarti nuzhafah yang berarti kebersihan atau

bersih dari kotoran. Menurut istilah, thaharah adalah menghilangkan hal-hal

yang dapat menghalangi kotoran berupa hadas atau najis dengan

menggunakan air, debu maupun tanah (Sumaji, 2008). Thaharah dapat

dilakukan dengan dua cara, yang pertama yaitu menggunakan air. Yang kedua

dengan menggunakan debu yang suci. Hal ini dilakukan sebagai ganti apabila

tidak tersedia air atau takut karena bahaya yang ditimbulkan apabila

menggunakan air (Al-Qahthani, 2006), sehingga thaharah ini dapat digunakan

sebagai cara untuk menghilangkan najis-najis yang telah dijelaskan di atas.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

6

3. Sabun Cair

Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci yang

komponennya asam lemak rantai karbon C16 atau lebih (biasanya C16 dan

C18) dan basa. Reaksi kimia sabun terjadi antara asam lemak dari minyak

nabati maupun hewani dengan basa natrium atau kalium (Qisti, 2009). Di

pasaran telah beredar berbagai jenis sabun dalam bentuk yang bervariasi,

seperti sabun mandi, sabun cuci, sabun tangan, sabun pembersih peralatan

rumah tangga dalam bentuk krim, padatan atau batangan, bubuk dan bentuk

cair (Ari dan Budiyono, 2004).

Sabun dibuat secara kimia melalui reaksi saponifikasi atau disebut juga

reaksi penyabunan. Sabun merupakan garam alkali karboksilat (RCOONa/K).

Gugus R bersifat hidrofobik karena bersifat nonpolar dan COONa/K bersifat

hidrofilik (polar) (Girgis, 2003). Alkali yang digunakan adalah NaOH untuk

sabun padat dan KOH untuk sabun cair. Bahan lain yang digunakan untuk

membuat sabun adalah trigliserida berupa minyak atau lemak, misalnya

minyak kelapa sawit, minyak biji katun dan minyak kacang (Oluwatoyin,

2011) atau bisa juga menggunakan minyak biji wijen (Warra, 2013). Minyak

yang digunakan juga mempengaruhi wujud sabun yang dihasilkan. Sabun

tersebut kemudian akan diolah lagi untuk menyempurnakannya hingga bisa

digunakan. Saat ini ada dua jenis sabun yaitu sabun padat (batangan) dan

sabun cair (Hambali dkk., 2005).

Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak

larut menjadi partikel yang lebih kecil melainkan larut dalam bentuk

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

7

ion. Dalam sabun terdapat zat aktif yang di sebut surfaktan seperti pada

Gambar 1.

Gambar 1. Monomer surfaktan yang membentuk misel.

Lingkaran hitam merupakan kepala surfaktan bersifat hidrofilik. Garis hitam adalah

ekor surfaktan yang bersifat hidrofobik (Yagui, 2005).

Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung

berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak) yang berfungsi

menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang

menempel pada permukaan bahan. Bagian nonpolar akan larut dalam minyak,

sedangkan bagian polar akan larut dalam air, sehingga menyebabkan sabun

memiliki daya pembersih. Ketika mandi dengan menggunakan sabun, gugus

nonpolar dari sabun akan menempel pada kotoran dan bagian polarnya akan

menempel pada air. Hal ini akan mengakibatkan tegangan permukaan air akan

semakin berkurang, sehingga air akan mudah menarik kotoran dari kulit.

Sabun cair mampu mengemulsikan air dan minyak serta efektif untuk

mengangkat kotoran yang menempel pada permukaan kulit baik yang larut air

maupun larut lemak.

Permintaan konsumen terhadap sabun cair cenderung meningkat

dibandingkan dengan sabun batang. Menurut Watkinson (2000) perbandingan

pasar sabun cair:sabun padat adalah 60:40 pada Juli 2000, hal ini mengalami

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

8

peningkatan dibanding pada tahun 1994 yang hanya 20:80. Menurunnya

permintaan terhadap sabun batang dikarenakan persepsi konsumen bahwa

sabun cair lebih higenis, lebih praktis serta ekonomis.

Sabun cair memiliki manfaat yang kurang lebih sama dengan sabun

batang, hanya bentuk fisiknya yang berbeda, namun cara mengaplikasikannya

hampir sama yaitu dengan cara menambahkan sedikit air pada sabun agar

dapat merata ke sasaran yang dibersihkan dan dapat menghasilkan buih yang

maksimal.

4. Metode Pembuatan Sabun Cair

Sabun dapat dibuat dengan dua cara yaitu proses netralisasi dan proses

saponifikasi. Proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan

alkali. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan

alkali yang menghasilkan produk samping berupa gliserol (Spitz, 1996).

Proses saponifikasi terjadi pada suhu 80-100oC, dengan reaksi seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2 sebagai berikut:

H2C O

CH

C

O

R

H2C

O CO

R

O CO

R

+ 3KOH C

O

OK

3R +

H2C OH

CH

H2C

OH

OH

Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun (Mitsui, 1997)

Berikut ini Gambar 3 menunjukkan reaksi kimia proses netralisasi:

R COOH + KOH HC

O

OK

+ H2O

Asam Lemak Basa Sabun Air Gambar 3. Reaksi netralisasi pada sabun (Mitsui, 1997)

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

9

Pembuatan sabun cair pada penelitian ini menggunakan penangas air

sebagai pengontrol kondisi suhu. Alat yang digunakan adalah stirer yang

berfungsi untuk menghomogenkan campuran bahan pembuat sabun.

5. Komponen Sabun Cair

Sabun terbentuk dari reaksi antara lemak dengan alkali sebagai

komponen utama, dan bahan-bahan lain yang sering ditambahkan seperti

pengontrol pH, surfaktan, pelembut, pembentuk busa, antioksidan, pengental

dan parfum (Wasitaatmaja, 1997). Bahan yang ditambahkan dapat

mempengaruhi sifat fisika dan kimia sabun cair. Berikut merupakan bahan-

bahan yang digunakan untuk membuat sabun cair.

a. Minyak kelapa

Menurut Woodroof (1979), minyak kelapa diperoleh sebagai hasil

ekstraksi kopra atau daging buah kelapa segar. Daging kelapa segar

mengandung 35-50% minyak dan jika dikeringkan (dijadikan kopra),

kadar minyaknya akan naik menjadi 63-65%. Minyak kelapa mengandung

asam lemak yang bobot molekulnya rendah, diantaranya adalah asam

laurat dan miristat. Menurut Ketaren (1986), minyak kelapa memiliki

sekitar 90% kandungan asam lemak jenuh. Minyak kelapa memiliki sifat

mudah tersabunkan dan mudah menjadi tengik. Selain itu minyak kelapa

sebagai salah satu jenis minyak dengan kandungan asam lemak yang

paling kompleks (Shrivastava, 1982).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

10

Asam lemak yang paling dominan dalam minyak kelapa adalah

asam laurat (C12H24O2). Asam laurat merupakan asam lemak jenuh yang

memiliki sifat pembusaan yang baik dan sering digunakan dalam

pembuatan sabun. Penggunaan asam laurat sebagai bahan baku akan

menghasilkan sabun dengan kelarutan yang tinggi dan karakteristik busa

yang baik.

b. Minyak kelapa sawit

Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit.

Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya merupakan

bahan yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang

utama adalah trigliserida dan nontrigliserida. Minyak kelapa sawit adalah

lemak dengan komposisi yang tetap. Kandungan asam lemak yang

dominan pada minyak kelapa sawit adalah asam palmitat yang dapat

menyebabkan sifat keras pada sabun. Semakin banyak minyak kelapa

sawit yang digunakan, semakin keras sabun yang terbentuk (Miller, 2003).

Minyak kelapa sawit dapat menjaga stabilitas emulsi pada sabun karena

jumlah asam lemak yang tinggi (Suryani dkk., 2002). Selain itu juga

berpengaruh terhadap stabilitas busa (Merrill, 1943).

c. Minyak zaitun

Minyak zaitun atau Olive Oil adalah sebuah minyak buah yang

didapat dari zaitun (Olea europaea) (Orey, 2008).. Minyak zaitun terdiri

dari zat-zat minyak yang disebut trigliserida dengan persentase 97% dan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

11

zat-zat minyak lainnya. Minyak zaitun juga mengandung berbagai vitamin,

zat-zat pewarna, serta berbagai zat aromatik yang menimbulkan aroma dan

rasa yang khas. Kandungan asam oleat pada minyak zaitun sebesar 80%

yang dapat menjaga elastisitas dan mengenyalkan kulit.

Minyak zaitun dapat digunakan dalam masakan dan berkhasiat

untuk perawatan kecantikan. Minyak zaitun kaya vitamin E yang dapat

mencegah penuaan dini dan bermanfaat untuk menghaluskan dan

melembabkan permukaan kulit tanpa menyumbat pori serta dapat

melepaskan lapisan sel-sel kulit mati (Surtiningsih, 2005).

d. Kalium hidroksida

Dalam penelitian ini dibuat sabun cair, maka digunakan KOH

sebagai alkali yang akan bereaksi dengan asam lemak dari minyak. Kalium

hidroksida merupakan basa kuat. KOH banyak digunakan dalam

pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. KOH

berbentuk padatan yang higroskopis, mudah meleleh apabila terkena udara

luar. Perlu perhatian dalam pengguanaan KOH karena memiliki titik leleh

yang tinggi sehingga menimbulkan panas jika dilarutkan dalam air. Jika

konsentrasi KOH yang digunakan terlalu kecil maka sabun akan cair dan

tidak dapat membersihkan lemak atau tidak berfungsi sebagai emulgator

dengan baik karena kelebihan fase minyak (Purwanto, 2015) dan apabila

penambahan dalam konsentrasi besar maka akan berpengaruh pada pH

sabun yang tinggi sehingga dapat berakibat kasar dan mengiritasi kulit.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

12

e. Asam stearat

Asam stearat merupakan campuran asam organik padat yang

diperoleh dari lemak sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat dan

asam heksadekanoat (Anonim, 1979). Asam lemak ini termasuk asam

lemak jenuh, wujudnya padat pada suhu ruang. Asam stearat diproses

dengan lemak hewan dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Asam ini

juga dapat diperoleh dari hidrogenasi minyak nabati. Dalam bidang

industri, asam stearat dipakai sebagai bahan pembuatan lilin, sabun,

plastik, kosmetika, dan untuk melunakkan karet (Anonim, 2010).

Pemerian asam stearat berupa zat padat keras mengkilat dan menunjukkan

susunan hablur, putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin. Asam stearat

memiliki titik lebur 54oC dan titik didih 384

oC, sangat sedikit larut dalam

air, larut dalam alkohol, benzena, kloroform, aseton, karbon tetraklorida,

karbon disulfida, amil asetat dan toluen (Anonim, 1976).

f. Asam sitrat

Pemerian asam sitrat berupa serbuk hablur granul sampai halus,

putih, tidak berbau, rasa sangat asam. Asam sitrat mudah larut dalam air

dan etanol, namun sukar larut dalam eter (Anonim, 1995). Asam sitrat

dapat membantu menurunkan pH pada sabun agar tidak mengiritasi kulit.

Oleh karena itu, asam sitrat digunakan sebagai pengontrol pH

(Wasitaatmaja, 1997).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

13

g. Sukrosa

Sukrosa disebut juga sakarosa merupakan gula dengan rumus

kimia C12H22O11, dapat diperoleh dari Saccharum officinarun Linne., Beta

vulgaris Linne. dan sumber-sumber lain. Sukrosa ini tidak mengandung

bahan tambahan. Pemeriannya berupa massa hablur, tidak berwarna,

berbentuk serbuk, tidak berbau, rasa manis, stabil di udara, larutannya

netral terhadap lakmus. Sukrosa sangat mudah larut dalam air, terutama air

mendidih, sukar larut dalam etonol serta tidak larut dalam kloroform dan

eter (Anonim, 1995). Pada sabun, sukrosa bersifat humektan dan dapat

membantu dalam menghasilkan busa (Priani, 2010).

h. Gliserin

Gliserin adalah polisakarida kental manis yang larut dalam air dan

alkohol, merupakan produk sampingan dari proses saponifikasi. Gliserin

merupakan humektan (menarik uap air dari udara ke kulit) dan sering

ditambahkan ke lotion dan produk perawatan kulit untuk melembabkan.

Nama kimia gliserin adalah propan-1,2,3-triol, dengan rumus

empiris C3H8O3 dan bobot molekul 92,09. Gliserin memiliki beberapa

manfaat antara lain sebagai pengawet, antimikroba, kosolven, emolien,

humektan, pelarut, pemanis, plasticizer, jernih, tidak berwarna, tidak

berbau, kental, cairan higroskopis serta rasa yang manis. Sebagai

humektan dan emolien, gliserin digunakan dalam formulasi sediaan

topikal dan kosmetik. Konsentrasi sebagai emolien kurang dari 30%.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

14

Sebaiknya, gliserin disimpan dalam wadah kedap udara pada tempat

dingin dan kering (Nunez & Medina, 2009).

i. Lanolin

Lanolin merupakan emolien yang digunakan untuk menjaga kulit

tampak lunak, halus, licin, lembut serta sebagai pelembab. Lanolin dapat

meminyaki kulit sehingga dapat melembabkan. Selain itu lanolin juga bisa

membentuk sabun yang lunak dan menstabilkan busa (Wasitaatmaja,

1997). Lanolin berasal dari lemak bulu domba yang dimurnikan.

Pemerian lanolin yaitu massa seperti salep berwarna kekuningan serta

lengket di tangan. Lanolin akan meleleh pada suhu 34-38oC (Greenberg,

1954). Lanolin digunakan secara luas dalam sediaan topikal dan kosmetik.

Fungsinya sebagai agen pengemulsi dan basis (Booner, 2009).

j. Sodium lauril sulfat

Sodium lauril sulfat (C12H25SO4Na) disebut juga texapon. Texapon

adalah surfaktan buatan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar

pembuatan sabun cair, sampo, dan pasta gigi. SLS merupakan detergen

yang baik, karena garamnya berasal dari asam kuat, larutannya bersifat

netral. Garam kalsium dan magnesiumnya tidak mengendap dalam

larutannya, sehingga dapat digunakan dengan air lunak atau air sadah. SLS

berfungsi sebagai penambah busa pada sabun.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

15

k. Coco Dietanolamida (Coco-DEA)

Coco DEA dibuat dengan mereaksikan dietanolamina dengan asam

lemak. Dietanolamin dibuat dengan mereaksikan etilen oksida dan amonia.

Hal ini digunakan sebagai pendorong pengental, emulsifier dan busa.

Bahan ini memiliki kekurangan yaitu akan berbahaya apabila digunakan

dengan jumlah yang banyak. Penggunaan yang lebih dari 4% dapat

menyebabkan iritasi pada kulit (Rowe, 2009). Cocomide DEA dapat

memecah dan membuat nitrosamin karsinogenik.

l. Butil hidroksitoluen

Sediaan berbahan dasar minyak rentan terhadap bau tengik. Hal ini

menyebabkan masalah pada sediaan sehingga bisa rusak. BHT berfungsi

sebagai antioksidan yang dapat menghilangkan bau tengik tersebut. BHT

dapat ditambahakan pada jumlah kecil yaitu 0,02-0,1%.

m. Parfum

Parfum atau pewangi berfungsi sebagai penambah daya tarik

produk agar disukai oleh pelanggan. Banyak varian pewangi yang

ditawarkan, biasanya beraroma bunga dan buah. Pewangi dipilih

berdasarkan selera pembeli asalkan tidak berbau ekstrim. Pewangi juga

bisa berasal dari bahan alkohol, kresol, piretrum dan sulfur (Levenspiel,

1972).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

16

6. Bentonit

Dalam formulasi sabun cair ini, tanah yang digunakan sebagai penyuci

najis mughalladzah adalah bentonit. Bentonit merupakan salah satu jenis

lempung yang mengandung monmorilonit dan termasuk kelompok

dioktohedral (Sukandarrumidi, 1999). Berdasarkan kandungan alumunium

silikat hydrous, bentonit dibedakan menjadi 2 golongan yaitu activated clay

dan fuller's Earth. Activated clay adalah lempung yang kurang memiliki daya

pemucat, tetapi dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu. Fuller's earth

digunakan di dalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak.

Berdasarkan tipenya, bentonit dibagi 2 yaitu Na-bentonit dengan pH 8,5-9,8

yang dapat mengembang dengan baik di dalam air, dan Ca-Bentonit yang

memiliki pH 4-7 namun daya mengembangnya kurang baik (Herlina, 1999).

Rumus kimia umum bentonit adalah Al2O

3.4SiO

2.H

2O (Megawati Aviantari,

2008). Sifat fisik bentonit dalam keadaan kering berupa butiran halus,

berwarna coklat, terasa licin bila diraba dan bisa menyerap air. Kenampakan

bentonit terlihat pada Gambar 4 sebagai berikut.

Gambar 4. Bentonit yang digunakan dalam penelitian (Brataco)

Bentonit mempunyai kandungan utama mineral smektit

(montmorillonit) dengan kadar 80% dan sisanya adalah kaolit, illit, feldspar,

gypsum, abu vulkanik, kalsium karbonat, pasir kuarsa dan mineral lainnya

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

17

(Gunister et al., 2004). Bentonit dapat digunakan sebagai penyangga katalis,

sedangkan bentonit yang telah dimodifikasi dapat digunakan sebagai katalis

(Riyanto, 1992). Bentonit memiliki kemampuan untuk mengembang dan

membentuk koloid jika dimasukkan ke dalam air.

7. Syarat Mutu Sabun Cair

Syarat mutu sabun cair diambil dari Standar Nasional Indonesia

dengan nomor 06-4085-1996 yang masuk dalam klasifikasi sabun mandi cair.

Penyusunan standar tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen maupun

produsen dari segi kesehatan dan keselamatan (SNI, 1996). Ada dua jenis

bahan dasar yang digunakan untuk membuat sabun mandi cair yaitu sabun dan

deterjen, namun pada penelitian ini digunakan bahan dasar sabun. Adapun

kriteria yang harus dipenuhi antara lain: keadaan yang meliputi bentuk, bau

dan warna, pH, alkali bebas, bahan aktif dan bobot jenis. Persyaratan sabun

cair bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel I . Syarat Mutu Sabun Mandi Cair Menurut SNI 06-4085-1996

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Jenis S Jenis D

1. Keadaan :

- Bentuk Cairan

homogen

Cairan homogen

- Bau Khas Khas

- Warna Khas Khas

2. pH, 25oC 8-11 6-8

3. Alkali bebas (dihitung

sebagai NaOH)

% Maks. 0,1 Tidak

dipersyaratkan

4. Bahan aktif % Min. 15 Min. 10

5. Bobot jenis, 25oC 1,01 1,10

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

18

8. Sifat Fisika dan Kimia Sabun Cair

a. Organoleptik

Penilaian terhadap produk sabun cair dapat dilihat secara

organoleptik antara lain dari segi bentuk, bau dan warna. Tidak ada

perbedaan antara bahan dasar jenis sabun maupun deterjen, antara lain:

1. Bentuk : kedua jenis sabun harus berbentuk cairan

2. Bau : memiliki bau yang khas, sesuai dengan pewangi yang

ditambahkan pada sabun.

3. Warna : dilihat secara mata telanjang, sabun juga memiliki warna

yang khas. Pewarna yang ditambahkan juga sesuai dengan keinginan

produsen (SNI 06-4085-1996).

b. Daya dan Stabilitas Busa

Sabun yang bagus menurut konsumen biasanya terlihat dari

banyaknya busa yang dihasilkan. Semakin banyak busa maka konsumen

akan semakin tertarik. Oleh karena itu busa merupakan parameter penting

dalam pembuatan sabun. Busa juga dapat membantu membersihkan serta

mendistribusikan bau yang wangi pada kulit (Langingi, 2012).

c. Viskositas

Tingkat kekentalan pada sabun cair sangat beragam. Hal tersebut

bisa dilihat dari berbagai macam produk yang sudah beredar di pasaran.

Tingkat kekentalan bisa dibuat tergantung kehendak dari produsen. Hal

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

19

terpenting adalah sabun dapat digunakan dengan mudah berapapun tingkat

kekentalannya. Semakin besar viskositas maka sabun sukar mengalir

sehingga mempengaruhi saat dituang. Perubahan temperatur juga dapat

mempengaruhi viskositas, yang mana semakin tinggi temperatur, maka

viskositas akan menurun. (Sinko, 2006). Satuan internasional untuk

viskositas adalah pascal-second (Pa.s) atau cukup dengan satuan poise (P).

1 Pa.s = 10 P.

d. Bobot Jenis

Bobot jenis adalah konstanta/tetapan bahan yang tergantung pada

suhu untuk padat, cair dan gas yang homogen, merupakan hubungan dari

massa (m) suatu bahan terhadap volumenya (Voigt, 1984).

Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan dari

suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan pada

temperatur yang sama, jika tidak dengan cara lain yang khusus. Istilah

bobot jenis, dilihat dari definisinya, sangat lemah akan lebih cocok apabila

dikatakan sebagai kerapatan relatif. Bobot jenis dapat ditentukan dengan

menggunakan berbagai tipe piknometer, neraca Mohr-Westphal,

hidrometer dan alat-alat lain (Martin, 1993).

Prinsip kerja piknometer didasarkan atas penentuan massa cairan

dan penentuan ruang yang ditempati cairan ini. Untuk itu dibutuhkan

wadah untuk menimbang yang dinamakan piknometer. Ketelitian metode

piknometer akan bertambahan hingga mencapai nilai optimum tertentu

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

20

dengan bertambahnya volume piknometer yang terletak pada sekitar isi

ruang 30 mL (Roth dkk., 1998).

e. pH

Salah satu sifat fisik yang penting adalah derajat keasaman atau

pH, sebab dalam formulasi pH dapat mempengaruhi kelarutan obat,

aktivitas, absorbsi, stabilitas dan kenyamanan pasien (Allen dkk., 2005).

Pengaturan pH dapat mempengaruhi keberterimaan sediaan dan stabilitas

formula (Lachman dkk., 1986). pH ynag terlalu tinggi dalam sabun dapat

meyebabkan kulit menjadi kering.

f. Alkali Bebas

Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat

sebagai senyawa. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan

karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses

penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan

untuk sabun cuci.

g. Uji Bahan Aktif (Asam Lemak Jumlah)

Uji ini bertujuan untuk mengetahui berapa banyak zat aktif yang

terdapat dalam sabun cair, yaitu asam lemak jumlah. Semakin banyak

jumlah asam lemak, maka daya pembersih sabun semakin baik.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

21

9. Simplex Lattice Design

Metode Simplex Lattice Design dapat digunakan untuk menentukan

formula yang optimum pada berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan

yang dinyatakan dalam beberapa bagian, yang mana jumlah totalnya dibuat

tetap yaitu sama dengan satu bagian. Suatu formula dapat dikatakan optimum

jika susunan komponennya baik dilihat dari sisi kualitatif maupun

kuantitatifnya.

Implementasi Simplex Lattice Design adalah dengan cara menyiapkan

bermacam-macam formulasi yang mengandung kombinasi yang berbeda dari

variasi bahan. Kombinasi disiapkan dengan suatu cara yang mudah dan efisien

sehingga data percobaan dapat digunakan untuk memprediksi respon yang

berada dalam ruang simplex. Hasil eksperimen digunakan untuk membuat

suatu persamaan yang bisa untuk memprediksi profil respon melalui

persamaan Simplex Lattice Design (Bolton, 1997).

10. Design Expert® 9.0.3

Design Expert adalah perangkat lunak yang digunakan untuk optimasi

produk maupun optimasi proses. Software ini dapat digunakan dalam desain

produk, analisis data dan tampilan hasil analisis dalam bentuk grafik secara

tepat (Anonima, 2011).

11. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) digunakan untuk analisis

kuantitatif unsur-unsur logam (Ca, Fe, Mg, dan Na). Pada prinsipnya, SSA

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

22

dapat menganalisis kandungan suatu sampel yang mengandung atom suatu

unsur, pengukurannya berdasarkan jumlah energi yang diserap atau diabsorbsi

oleh atom dalam nyala pada panjang gelombang tertentu, atom logam dalam

keadaan bebas (Skoog et. al., 2000) Larutan sampel diaspirasikan ke suatu

nyala dari unsur-unsur di dalam sampel, diubah menjadi uap atom sehingga

nyala mengandung unsur-unsur yang di analisis.

Analisis bentonit dengan menggunakan SSA dilakukan untuk

mengetahui kandungan Na, Ca, Mg dan Fe yang terdapat dalam bentonit.

Hasil pengukuran memenuhi persamaan hukum Lambert Beer sebagai berikut:

lt = lo.e-(ɛbc)

, atau

A = -Log lt/lo = ɛbc

Keterangan:

Lt = Intensitas sinar yang diteruskan

Lo = Intensitas sumber sinar

ɛ = Absortivitas molar

b = Panjang medium

c = Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar

A = Absorban

Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa absorbansi cahaya

berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989).

Besarnya kosentrasi masing-masing atom yang dianalisis akan

diketahui dengan melihat absorbansi atom-atom yang dianalisis pada panjang

gelombang tertentu dari masing-masing atom sesuai dengan persamaan hukum

Lambert Beer.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

23

F. Landasan Teori

Najis mughalladzah merupakan najis berat yang disebabkan apabila

bersentuhan dengan anjing atau babi dan terkena air liurnya. Cara membersihkan

najis tersebut adalah dengan membasuh air sebanyak tujuh kali dan salah satunya

menggunakan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sabun yang

berfungsi sebagai salah satu alternatif pembersih najis mughalladzah. Sabun

bentonit merupakan sabun yang dibuat dari reaksi penyabunan antara minyak dan

alkali. Dalam sabun tersebut diberi agen pembersih najis yaitu bentonit. Bentonit

(clay) adalah salah satu jenis tanah liat. Pada penelitian ini, bentonit akan

diintegrasikan ke dalam sediaan sabun cair.

Sabun cair dibuat dari kombinasi minyak kelapa dan minyak kelapa sawit

yang kemudian dicampur dengan basa KOH agar membentuk sabun melalui

proses saponifikasi. Masing-masing minyak akan memberikan sifat yang berbeda

terhadap sabun, sehingga dapat mempengaruhi sifat fisika dan kimia sabun cair

bentonit.

Optimasi dilakukan dengan menggunakan Simplex Lattice Design untuk

mendapatkan formula yang optimum dari kombinasi minyak kelapa dan minyak

kelapa sawit. Sabun cair bentonit yang dibuat diharapkan menghasilkan sabun

berkualitas serta dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif

membersihkan najis mughalladzah.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82249/potongan/S1-2015... · Trigliserida Basa Sabun Gliserol Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun

24

G. Hipotesis

1. Bentonit dapat diformulasikan ke dalam bentuk sabun cair yang memenuhi

persyaratan sebagai penyuci najis mughalladzah.

2. Kombinasi minyak kelapa dan minyak kelapa sawit berpengaruh terhadap

sifat fisika dan kimia sabun cair bentonit.

3. Diketahui perbandingan kadar minyak kelapa dan minyak kelapa sawit agar

dapat memperoleh formula sabun cair bentonit yang optimum dengan metode

Simplex Lattice Design.