BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

22
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan, kata ini telah didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan. Perbedaan ini dipengaruhi oleh pandangan dunia (weltanschauung) masing-masing. Pada dasarnya, pendidikan berbeda dengan pengajaran. Jika pendidikan berorientasi pada transformasi nilai (value) dan pembentukan kepribadian, pengajaran hanya mempunyai orientasi pada transformasi ilmu saja. 1 Secara lebih filosofis, menurut Noeng Muhajir, pendidikan diartikan sebagai upaya terprogram mengantisipasi perubahan sosial oleh pendidik dalam membantu subyek didik dan satuan sosial untuk berkembang ke tingkat normatif yang lebih baik. Bukan hanya tujuannya, tetapi juga cara dan jalannya. 2 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional bab I, pasal I ayat (1) menyatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 3 Pendidikan yang dihubungkan dengan kata “Islam” sebagai suatu sistem keagamaan, kemudian menimbulkan pengertian-pengertian baru, yang secara eksplisit menjelaskan beberapa karakteristik yang dimilikinya. Dalam kontek Islam, pengertian pendidikan merujuk pada istilah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib yang harus difahami secara bersama-sama. Rekomendasi konferensi dunia tentang pendidikan Islam pertama di makkah 1 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 3. 2 Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial ; Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), cet. V, hlm. 7-8.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan, kata ini telah didefinisikan secara berbeda-beda oleh

berbagai kalangan. Perbedaan ini dipengaruhi oleh pandangan dunia

(weltanschauung) masing-masing. Pada dasarnya, pendidikan berbeda dengan

pengajaran. Jika pendidikan berorientasi pada transformasi nilai (value) dan

pembentukan kepribadian, pengajaran hanya mempunyai orientasi pada

transformasi ilmu saja.1

Secara lebih filosofis, menurut Noeng Muhajir, pendidikan

diartikan sebagai upaya terprogram mengantisipasi perubahan sosial oleh

pendidik dalam membantu subyek didik dan satuan sosial untuk berkembang

ke tingkat normatif yang lebih baik. Bukan hanya tujuannya, tetapi juga cara

dan jalannya.2

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional bab I, pasal I ayat (1)

menyatakan bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.3

Pendidikan yang dihubungkan dengan kata “Islam” sebagai suatu

sistem keagamaan, kemudian menimbulkan pengertian-pengertian baru, yang

secara eksplisit menjelaskan beberapa karakteristik yang dimilikinya.

Dalam kontek Islam, pengertian pendidikan merujuk pada istilah

tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib yang harus difahami secara bersama-sama.

Rekomendasi konferensi dunia tentang pendidikan Islam pertama di makkah

1Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru,

(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 3. 2Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial ; Teori Pendidikan Pelaku

Sosial Kreatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), cet. V, hlm. 7-8.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

2

tahun 1977 yang menyebutkan bahwa : “The meaning of education in its

totality in the context of Islam is inherent in the connotations of the terms

tarbiyah, taklim and ta’dib taken together” .4

Dalam rangka merumuskan pendidikan Islam yang lebih spesifik

lagi, para tokoh pendidikan Islam kemudian memberikan konstribusi

pemikirannya bagi dunia pendidikan Islam. Oleh karena itu, tidaklah

mengherankan jika banyak dijumpai horizon pemikiran tentang pendidikan

Islam diberbagai literatur.5

Secara lebih umum, pendidikan Islam merupakan suatu sistem

pendidikan untuk membentuk manusia Muslim sesuai dengan cita-cita Islam.

Pendidikan Islam memiliki komponan-komponen yang secara keseluruhan

mendukung terwujudnya pembentukan Muslim yang diidealkan. Oleh karena

itu, kepribadian Muslim merupakan esensi sosok manusia yang hendak

dicapai.6

Sedangkan secara lebih khusus, sebagaimana dikutip Ismail SM,

Syed Muhammad Naquib Al-Attas menjelaskan bahwa pendidikan Islam

merupakan upaya peresapan dan penanaman adab pada diri manusia (peserta

didik) dalam proses pendidikan sebagai suatu pengenalan atau penyadaran

terhadap manusia akan posisinya dalam tatanan kosmik. Al-Attas

berpendapat:

3Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional (SISDIKNAS) (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 2. 4Tim Dosen IAIN Sunan Ampel, Dasar-Dasar Kependidikan Islam : Suatu Pengantar

Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: Karya Abdiyatama, 1996), hlm. 13. Lihat pula Ahmad Ludjito, “Pendekatan Integralistik Pendidikan Agama Pada Sekolah di Indonesia” dalam Chabib Thoha, dkk, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 21. Untuk memperjelas pengertian, analisa maupun perbedaan ke-tiga term tersebut, lihat Mustofa Rahman, “Pendidikan Dalam Pespektif Al-Qur’an” dalam Ismail SM (eds.), Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 56-65. Lihat pula Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 113-122.

5Beberapa pemikiran para tokoh tersebut, bisa dibaca dalam Darmu’in (eds.), Pemikiran Pendidikan Islam ; Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999). Bisa juga dibaca dalam Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam ; Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001).

6Ibnu Hadjar, “Pendekatan Keberagamaan Dalam Pemilihan Metode Pengajaran Pendidikan Agama Islam” dalam Chabib Thoha, dkk, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Kerjasama Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dengan Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 3.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

3

Pendidikan merupakan pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia tentang tempat-tempat dari segala sesuatu di dalam penciptaan, sehingga dapat membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan secara tepat di dalam tatanan wujud dan keberadaaannya.7

Muhammad ‘Atiyah Al-Abrashy menerangkan bahwa pendidikan

Islam bukanlah sekedar pemenuhan otak saja, tetapi lebih mengarah kepada

penanaman akhlak, fadhilah (keutamaan), kesopanan, keikhlasan serta

kejujuran bagi peserta didik.8

Sementara itu, pendidikan Islam oleh Hassan Langgulung

sebagaimana dikutip Azyumardi Azra merupakan suatu proses penyiapan

generasi muda, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang

diselaraskan dengan fungsi manusia sebagai khalifah fil ardl untuk beramal di

dunia dan memetik hasilnya di akherat.9

Dengan demikian, pada hakekatnya pendidikan adalah suatu proses

“humanisasi” (memanusiakan manusia) yang mengandung implikasi bahwa

tanpa pendidikan, manusia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang

sebenarnya.10

Dalam pendidikan Islam, muara pembentukan manusia mencakup

dimensi imanesi (horizontal) dan dimensi transendensi (vertikal).11 Oleh

karena itu, aspek mendasar dari pendidikan Islam adalah upaya melahirkan

Insan Kamil.

Dunia pendidikan Islam terkejut, ketika asumsi bahwa setiap usaha

pendidikan Islam sebagai suatu kegiatan yang mulia, sakral, mengandung

7Ismail SM, “Konsep Pendidikan Islam ; Studi Pemikiran Pendidikan Syed Muhammad

Naquib Al-Attas”, Tesis Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, (Semarang: Perpustakaan Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, 2002), hlm. 52-69, t.d.

8Muhammad ‘Atiyah Al-Abrashy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 15.

9Azyumardi Azra, Pendidikan Islam….., op.cit., hlm. 5. Lihat juga dalam Azyumardi Azra, Esai-Esai Intelektual Muslim Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hlm. 5.

10Ahmad Ludjito, “Filsafat Nilai Dalam Islam” dalam Chabib Thoha, dkk, Reformulasi Filsafat…, op.cit., hlm. 21.

11M. Rusli Karim, “Pendidikan Islam Sebagai Upaya Pembebasan Manusia”, dalam Muslih Usa (ed.), Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), hlm. 31.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

4

kebijakan, dalam kenyataanya masih jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.

Akibatnya, dunia pendidikan Islam belum mampu melahirkan sosok manusia

yang mengedepankan sisi-sisi kemanusiaan (humanisme) nya.

Humanisme dimaknai sebagai potensi (kekuatan) individu untuk

mengukur dan mencapai ranah ketuhanan (transendensi) serta mampu

menyelesaikan persoalan-persoalan sosial. Humanisme dalam pendidikan

Islam adalah proses pendidikan yang lebih memperhatikan aspek potensi

manusia sebagai makhluk berketuhanan dan makhluk berkemanusiaan serta

individu yang diberi kesempatan oleh Allah untuk mengembangkan potensi-

potensinya.12 Disinilah urgensi pendidikan Islam sebagai proyeksi

kemanusiaan (humanisasi).

Betapa pentingnya humanisme harus dikembangkan dalam dunia

pendidikan Islam, tergambar dalam surat al-Baqarah (2) ayat 197.13 Allah

SWT berfirman :

الحج اشهر معلومت فمن فرض فيهن الحج فال رفث وال فسوق وال جدال فى

احلج وما تفعلوا من خير يعلمه اهللا وتزودوا فان خير الزد التقوى واتقون

12Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik ;Humanisme

Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm. 135. 13Ibid., hlm. 141-142.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

5

⎯ ياولى االلباب

Haji itu pada bulan-bulan yang tertentu. Barang siapa mengerjakan perlu haji, maka tak boleh ia bersetubuh (dengan perempuannya), tak boleh memperbuat kejahatan dan tak boleh pula berbantah-bantah waktu haji. Apa-apa kebaikan yang kamu perbuat niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah kamu dengan sesungguhnya sebaik-baik perbekalan, ialah taqwa (memelihara dari meminta-minta). Takutlah kepada-Ku, hai orang-orang yang mempunyai akal.14

Titik tekan dalam ayat ini adalah ajaran الو قوال فسفث وال ر

ال فى احلججد, yakni suatu ajaran misbehavior ; ajaran dasar tentang kedamaian

pada semua makhluk. Jadi, Islam adalah universal religion of peace ; Agama

yang sangat menekankan kedamaian pada seluruh alam (rahmatan lil

‘alamin).15

Namun, humanisme dalam dunia pendidikan Islam kurang

dikembangkan. Tendensinya adalah, pendidikan Islam lebih berorientasi pada

konsep ‘abdullah daripada khalifatullah dan hablum minallah daripada

hablum minannas. Orientasi yang timpang ini kemudian melahirkan persoalan

filosofis bahkan sampai metodologis.16 Dunia pendidikan Islam kini

sebagaimana dikemukakan oleh Bassam Tibi yang dikutip Abdul Wahid,

sedang mengalami masalah-masalah besar seperti dikotomi (Dichotomic),

ilmu pengetahuannya yang masih bersifat umum (Too General Knowled),

maupun rendahnya semangat penelitian (Lack of Spirit of Inquiry).17

14Mahmud Yunus, Terjemah Qur’an Karim, (Bandung : Al-Ma’arif, 1989), cet. V, hlm.

29. 15Abdurrahman Mas’ud, loc.cit. Islam adalah universal religion of peace, agama

kedamaian pada seluruh alam. Salah satu lambang kedamaian tersebut, bisa dilihat dalam ibadah haji sebagai ritual dan juga merupakan universalisme Islam seperti yang ditulis oleh Malcom X dalam a letter for Mecca. Mengenai ayat tersebut, ada dalam Q.S (2) : 197. Lihat Pula Abdurrahman Mas’ud, “Agama dan Perilaku Politisi Dalam Proses Pilkada : Dari Kesalihan Pribadi Ke Kesalihan Sosial” dalam Satoto, et.al., Pilkada di Era Otonomi ; Berlayar Sambil Menambal Lubang di Kapal, (Semarang: Kerjasama KP2G Jateng , DRD Jateng, dan CV Aneka Ilmu, 2003), hlm. 54.

16Lihat Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format…, op.cit., hlm. 15. 17Lihat Abdul Wahid, “Pendidikan Islam Kontemporer : Problem Utama, Tantangan dan

Prospek” , dalam Ismail SM (eds.), Paradigma Pendidikan Islam…, loc.cit., hlm. 275-292.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

6

Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan

disiplin filsafat. Sistem hafalan (memorization) lebih dominan daripada dialog

dan rasa ingin tahu. Ide segar, orisinilitas, inovasi dan kreativitas individu

menjadi hilang. Bahkan, makna (meaning) menjadi tidak jelas.18

Konsekuensi logis dari perbagai masalah ini adalah dunia

pendidikan Islam belum mampu menyentuh ranah kemanusiaan. Bahkan,

realitas sosial menjadi terabaikan. Kreatifitas individu sebagai manusia unik

menjadi terpasung. Dalam bahasa Freire, manusia menjadi tertindas. Selain

itu, ajaran Islam menjadi jauh dari penghayatan serta pelaksanaan.

Dengan demikian, pendidikan Islam tidak bisa lagi dikatakan

bertujuan “memanusiakan manusia”, tapi justru menjadi proses

“dehumanisasi”, sehingga manusia tercabut dari akar kemanusiannya. Produk

dunia pendidikan Islam kini bukan Insan Kamil, melainkan “manusia yang

tidak manusiawi” ; manusia yang terpecah kepribadiannya (split personality),

dan lebih berorientasi pada “formalitas” sertifikat (certificate oriented)

maupun sejenisnya.19

Melihat realitas tersebut, para tokoh pendidikan kemudian

mengemukakan gagasannya tentang pendidikan bagi harkat kemanusiaan.

Paulo Freire dan Abdurrahman Mas’ud adalah tokoh yang menyuarakan dan

memperjuangkan semangat tersebut dalam dunia pendidikan.

Freire mengkritik praktek dalam dunia pendidikan yang tidak lebih

dari sebuah bank dimana guru merupakan “sumber” dan murid hanya

“membeo” saja. Peserta didik ibarat sebuah botol kosong yang diperlakukan

hanya sebagai obyek dengan semena-mena.20

Dalam rangka mengembalikan pendidikan sebagai proses

memanusiakan manusia, bagi Freire tiada kata selain usaha memanusiakan

18Lihat Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format …, op.cit., hlm. 9. 19Lihat Abdul Wahid, loc.cit. 20Lihat pengantar dalam buku Paulo Freire, Politik Pendidikan; Kebudayaan, Kekuasaan,

dan Pembebasan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), cet. III, hlm. xi-xii. Lihat pula Denis Collins, Paulo Freire; Kehidupan, Karya & Pemikirannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 96-101. Atau Muh. Hanif Dhakiri, Paulo Freire; Islam dan Pembebasan, (Jakarta:

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

7

manusia (humanisasi) dengan kesejatian fitrah manusia sebagai “pelaku”

bukan sebagai “penderita”, sehingga manusia bisa merdeka, dan bebas dengan

menggunakan sikap kritis dan daya cipta serta sikap orientatif yang

mengembangkan bahasa pikiran (thought of language).

Pendidikan bagi Freire haruslah berorientasi pada pengenalan

realitas diri manusia dan dirinya sendiri baik secara subyektif maupun

obyektif dalam fungsi yang dialektis. Freire menamakan pendidikannya

sebagai “pendidikan kaum tertindas” ; pendidikan untuk pembebasan bukan

untuk penguasaan (dominasi). Langkah awal dalam pendidikan ini adalah

suatu proses yang terus-menerus, suatu commencement yang “selalu mulai dan

mulai lagi”, sedangkan penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari

proses pendidikan.21

Berbeda dengan Freire, Abdurrahman Mas’ud melihat bahwa

upaya humanisasi dalam dunia pendidikan (Islam) dilatar belakangi oleh

ketimpangan-ketimpangan paradigmatik dalam dunia pendidikan Islam.

Pertama, kurang berkembangnya humanisme religius dalam dunia

pendidikan Islam dengan tendensi pendidikan Islam lebih berorientasi pada

konsep ‘abdullah daripada khalifatullah dan hablum minallah daripada

hablum minannas. Kedua, orientasi yang timpang ini telah melahirkan

masalah-masalah besar dalam dunia pendidikan Islam, dari filosofis,

metodologis, bahkan sampai ke the tradition of learning. Ketiga, masih

dominannya gerakan skolastik dalam sejarah Islam, sementara gerakan

humanisme melemah.22

Selain itu, dengan pendekatan sosiologisnya terhadap dunia

pendidikan Islam di Indonesia, Rahman mengungkapkan kelemahan-

kelemahan paradigma pendidikan yang selama ini dikembangkan. Beberapa

kelemahan itu adalah : keberagamaan yang cenderung menekankan hubungan

Djambatan, 2000), hlm. 47-48. Lihat juga, dalam Saiful Arif (ed.), Pemikiran-Pemikiran Revolusioner, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), cet. II, hlm.148-157.

21Kesadaran oleh Freire dibagi menjadi tiga tingkat, magis, naif dan kritis. Lihat William A. Smith, Conscientizacao; Tujuan Pendidikan Paulo Freire, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 60-90.

22Abdurrahman Mas’ud, op.cit., hlm. 15.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

8

vertikal dan kesemarakan ritual, sehingga orientasi menuju kesalehan sosial

menjadi jauh, potensi peserta didik belum dikembangkan secara proporsional,

serta kemandirian anak didik dan tanggungjawab masih jauh dalam capaian

dunia pendidikan.23

Dalam kondisi ini, bagi Rahman yang terpenting adalah

mengapresiasi potensi individu melalui pendidikan yang berorientasi pada

hubungan manusia (hablum minannas) yang dijadikannya sebagai titik awal

dalam pengembangan humanisme dalam dunia pendidikan Islam.24

Meskipun gagasan pemikiran humanis sudah ada, namun

pemikiran tersebut perlu ditegakkan, dikembangkan dan diaktualisasikan lagi,

terutama dalam dunia pendidikan Islam yang nampaknya masih jauh dari nilai

kemanusiaan. Jadi, aktualisasi humanisme dalam pendidikan Islam merupakan

suatu keharusan. Aktualisasi merupakan sebuah upaya perwujudan dari proses

pengejawantahan diri dalam dunia pendidikan Islam. Dengan

mengaktualkannya, sisi-sisi kemanusiaan diharapkan akan menjadi real dalam

dunia pendidikan Islam untuk kebutuhan hidup sekarang.

Pada dasarnya, pemikiran humanisme yang berdasarkan atas

agama (humanisme Islam) menghendaki agar kaum agama mempunyai

perhatian dalam menciptakan tata sosial moral yang adil dan egaliter, dalam

rangka menghilangkan apa yang dalam agama disebut sebagai “fasad fil

ardl”. Selain itu, pelaksanaan gagasan humanistik tersebut jelas berbeda

dengan masa lalu. Dalam pelaksanaan di era sekarang, perlu

mempertimbangkan aspek-aspek sosiologis dan ilmu-ilmu sosial lainnya.25

Inilah yang membuat penulis menjadi tertarik untuk lebih lanjut

mengadakan suatu penelitian tentang aktualisasi humanisme dalam pendidikan

Islam. Disamping itu, nampaknya belum ada suatu usaha untuk menganalisis

lebih lanjut mengenai pemikiran tentang humanisme khususnya dalam dunia

23Ibid., hlm. 143-154.

24Ibid., hlm. 129-213. Humanisme dalam pendidikan Islam bagi Rahman adalah humanisme religius. Lihat pula Abdurrahman Mas’ud, “Diskursus Pendidikan Islam Liberal”, dalam Jurnal Edukasi, Volume I, Th. X, 2002, hlm. 14-32.

25Mamad Sa’bani S, Memahami Agama Post Dogmatik, (Semarang: Aneka Ilmu, 2002), hlm. 60.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

9

pendidikan Islam. Dalam pandangan penulis, cukup menarik kiranya

persoalan ini untuk diteliti. Ketertarikan itu terletak pada semangat

penempatan manusia menjadi manusia dalam dunia pendidikan Islam yang

masih jauh dari kemanusiaan.

Berdasar alasan inilah kajian ini dibuat. Agar terfokus, maka perlu

pembatasan. Pertama, kajian ini hanya terbatas pada masalah humanisme

dalam dunia pendidikan Islam. Kedua, kajian ini hanya terbatas pada

pemikiran Paulo Freire dan Abdurrahman Mas’ud tentang humanisme dalam

dunia pendidikan dengan menggunakan studi komparatif. Studi ini berguna

dalam mencari relevansi serta aktualisasi pemikiran humanisme bagi dunia

pendidikan Islam dalam masa sekarang.

Latar belakang pengambilan tokoh tersebut, didasarkan atas

orisinilitas pemikiran tentang humanisme dalam dunia pendidikan. Disamping

itu, backgraund keduanya sangat berbeda. Ini berguna dalam telaah pemikiran

humanisme antara Paulo Freire dengan Abdurrahman Mas’ud. Inilah yang

membuat penulis tertarik untuk lebih lanjut mengadakan penelitian.

Secara lugas judul dalam penelitian ini adalah “AKTUALISASI

HUMANISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM” (Studi Komparatif

Pemikiraan Paulo Freire dengan Abdurrahman Mas’ud).

B. Rumusan Masalah

Atas dasar pemikiran tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk

menjawab pertanyaan : “Bagaimanakah Aktualisasi Humanisme dalam

Pendidikan Islam” ?

Dari hal itu, maka secara sederhana rumusan tersebut mengandung

pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengertian humanisme dalam pendidikan Islam ?

2. Bagaimana pemikiran Paulo Freire dan Abdurrahman Mas’ud tentang

humanisme dalam dunia pendidikan ?

3. Bagaimana relevansi dan aktualisasi pemikiran humanisme Paulo Freire

dan Abdurrahman Mas’ud bagi dunia pendidikan Islam masa kini ?

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

10

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Pengertian humanisme dalam pendidikan Islam.

2. Pemikiran Paulo Freire dan Abdurrahman Mas’ud tentang humanisme

dalam dunia pendidikan.

3. Relevansi dan aktualisasi pemikiran humanisme Paulo Freire dan

Abdurrahman Mas’ud dalam dunia pendidikan Islam masa kini.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu :

1. Memberikan wacana pemikiran bagi dunia pendidikan, khususnya bagi

dunia pendidikan Islam.

2. Memberikan konstribusi pemikiran positif sebagai upaya membantu

memecahkan masalah bagi dunia pendidikan Islam.

3. Sebagai media sosialisasi pemikiran Paulo Freire dan Abdurrahman Mas’ud

tentang perlunya pendidikan yang humanis dan aplikatif.

E. Kajian Pustaka.

Diakui atau tidak, literatur tentang humanisme di tanah air memang

sedikit, apalagi terkait dengan dunia pendidikan. Bahkan, lebih khusus lagi

dalam dunia pendidikan Islam, literatur semacam ini nampaknya jarang

dijumpai. Namun, hal itu tidak menyurutkan jihad penulis untuk selalu

berikhtiyar dalam keharusan universal.

Dalam buku “Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik ;

Humanisme Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam”, Rahman

secara baik menguraikan tentang humanisme dalam pendidikan Islam. Karya

ini, merupakan hasil postdock riset di Amerika selama tiga bulan.26

Humanisme yang dimaksud adalah humanisme religius sebagai

sebuah konsep keagamaan yang menempatkan manusia sebagai manusia serta

upaya humanisasi ilmu-ilmu dengan tetap memperhatikan tanggungjawab

hablum minallah dan hablum minannas.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

11

Pemikirannya berangkat dari masalah keterbelakangan umat Islam

atau yang disebutnya sebagai the backwardness of the ummah yang tidak lain

di akibatkan oleh berkembangnya cara berfikir yang dikotomis seperti Barat-

Timur, atau Ilmu agama versus Ilmu Sekuler. Sedangkan pemikirannya

tentang humanisme dalam dunia pendidikan Islam dilatar belakangi oleh

ketimpangan-ketimpangan paradigmatik dalam dunia pendidikan Islam.

Selain itu, dengan pendekatan sosiologisnya terhadap dunia

pendidikan Islam di Indonesia, Rahman juga mengungkapkan kelemahan-

kelemahan paradigma pendidikan yang selama ini dikembangkan. Beberapa

kelemahan itu adalah : keberagamaan yang cenderung menekankan hubungan

vertikal dan kesemarakan ritual, sehingga orientasi menuju kesalehan sosial

menjadi jauh, potensi peserta didik belum dikembangkan secara proporsional,

serta kemandirian anak didik dan tanggungjawab masih jauh dalam capaian

dunia pendidikan.

Lebih lanjut, konsep humanisme religius terfokus pada : akal sehat

(common sense), individualisme menuju kemandirian dan tanggungjawab,

ketulusan mencari ilmu (thirst for knowledge), pendidikan pluralisme,

kontektualisme yang lebih mementingkan fungsi daripada simbol serta

keseimbangan antara reward and punishment. Sedangkan implikasi konsep

tersebut dalam dunia pendidikan Islam, mengarah pada aspek guru, metode,

murid, materi serta evaluasi.

Melalui tulisan “Refleksi Pendidikan Islam : Menuju Pendidikan

Humanis Multi Kultural”, Mamad Sa’bani. S, juga mengungkap tentang

humanisme dalam dunia pendidikan Islam.27

Tulisan ini dibagi dalam empat bahasan. Bahasan pertama

menggambarkan secara umum tentang dunia pendidikan yang ternyata

mengandung penindasan. Bahasan dalam dunia pendidikan Islam, dimulai

dari tradisi pendidikan Islam dan pesantren lewat pendekatan sejarah.

Sorotannya kemudian mengarah pada pesantren sebagai salah lembaga tradisi

26Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik ……, loc.cit. 27Mamad Sa’bani. S, op.cit., hlm. 59-71.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

12

Islam. Ada beberapa kelemahan dunia pesantren yang menjadi sorotannya,

yaitu bersifat dogmatis, berkutat pada pendekatan pedagogy, serta sudah

terjebak dalam kepentingan politik praktis.

Sementara itu, kepentingan Kapitalisme dengan agenda liberalnya

tidak memungkinkan bagi pendidikan (termasuk Islam) untuk menciptakan

ruang bagi sebuah sistem untuk secara kritis mempertanyakan tentang struktur

ekonomi, politik, ideologi, gender, lingkungan, serta hak-hak asasi manusia.

Untuk itu, maka pendidikan Islam hendaknya tidak terperangkap dalam

dataran epistemologi dan metodologi. Sudah saatnya pendidikan Islam syarat

akan aksi. Dibagian akhir tulisannya, penulis menyebut pendidikan “humanis

multi kulural”.

Titik berat pendidikan humanis multi cultural yang dilandasi

dengan pemahaman dan upaya untuk hidup dalam konteks perbedaan agama

dan budaya, baik secara individual maupun kelompok yang tidak terjebak

pada budaya primordialisme dan eksklusivisme. Titik selanjutnya adalah

pemahaman akan nilai-nilai kebersamaan (common values) dan upaya

kolaboratif dalam mengatasi setiap masalah serta tidak mengabaikan

humanisme.

Masih dalam dunia pendidikan Islam, lewat buku “Nalar Spiritual

Pendidikan : Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam”, DR. Abdul Munir

Mulhan SU, juga membahas tentang humanisme dalam pendidikan Islam.28

Menurutnya, buku ini merupakan langkah awal dari sebuah langkah besar

yang diperlukan bagi penyelesaian permasalahan pendidikan Islam dan

kemanusiaan.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang semula disusun untuk

berbagai kegiatan seminar, ceramah dan pelatihan. Bahan-bahan yang ada

dalam buku ini, setidaknya dikumpulkan dalam empat masa pemerintahan

Indonesia (dari Soeharto-Megawati) yang sangat perlu dijadikan bahan bagi

kajian pendidikan Islam.

28Abdul Munir Mulkhan, Nalar Spiritual Pendidikan : Solusi Problem Filosofis

Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

13

Tema utama buku ini adalah terletak pada konsep kebenaran ilmu

yang tak pernah selesai sebagai proses pencarian, penemuan, dan perumusan

kebenaran yang terus berlangsung sepanjang sejarah peradaban.

Kecenderungan seperti ini sering disebut sebagai hanief, yakni selalu

cenderung mencari kebenaran.

Al-Qur’an dan Sunnah diyakini oleh umat Islam sebagai sumber

informasi tentang kebenaran final bersumber dari wahyu Tuhan. Namun,

“kebenaran” atas pemahaman dari manusia yang meyakininya tidak akan

pernah sama dengan kebenaran wahyu itu. Dalam hubungan inilah, ilmu-ilmu

ke-Islaman atau Islamic Studies termasuk pendidikan Islam haruslah diletakan

dengan jelas dan tegas dalam posisi yang tak pernah kunjung selesai.

Untuk itu, “daya kritis” merupakan sebuah keharusan bagi umat

manusia. Daya kritis merupakan sebuah pertanda keberadaan dan aktualitas

manusia. Dari daya kritis itu, manusia memiliki kemampuan menyadari

dirinya dan kemudian mampu menerobos atau bahkan melampaui batas-batas

eksistensinya.

Pendidikan Islam yang humanistik juga disinggung oleh DR.

Hasim Amir dalam “Reorientasi Pendidikan Islam” karya A. Malik Fadjar.29

Dalam mengkaji hakekat pendidikan Islam yang ideal, Amir mengemukakan

pendidikan Islam adalah pendidikan yang idealistik, yaitu pendidikan yang

integralistik, humanistik, pragmatik dan berakar budaya kuat.

Pertama, pendidikan integralistik mengandung komponen-

komponen yang meliputi : Allah, manusia dan alam pada umumnya sebagai

suatu yang integral bagi terwujudnya kehidupan yang baik.

Kedua, pendidikan yang humanistik memandang manusia sebagai

manusia, makhluk ciptaan Allah dengan fitrah-fitrah tertentu. Sebagai

makhluk hidup, manusia harus melangsungkan, mempertahankan, serta

mengembangkan hidup. Sebagai makhluk yang berbeda dengan hewan dan

malaikat, manusia harus menghargai hak-hak asasi manusia, seperti hak untuk

29A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia, 1999), hlm. 37-

39.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

14

berlaku dan diperlakukan dengan adil, hak menyuarakan kebenaran, hak untuk

berbuat kasih sayang dan lain sebagainya.

Pendidikan yang humanistik diharapkan dapat mengembalikan hati

manusia di tempatnya yang semula, dengan mengembalikan manusia kepada

firahnya sebagai sebaik-baik makhluk (khairu ummah). Manusia yang

“manusiawi” diharapkan bisa berfikir, berasa dan berkemauan, dan bertindak

sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Bisa mengganti sifat

individualistik, egoistik, egosentrik dengan sifat kasih sayang kepada sesama

manusia, sifat ingin memberi dan menerima, sifat saling menolong, sifat ingin

mencari kesamaan dan lain sebagainya.

Ketiga, pendidikan pragmatik yang memandang manusia sebagai

makhluk hidup yang selalu membutuhkan sesuatu untuk melangsungkan,

mempertahankan dan mengembangkan hidupnya, baik bersifat jasmani

maupun rokhani.

Terakhir, pendidikan yang berakar budaya kuat, yaitu pendidikan

yang tidak meninggalkan akar-akar sejarah kemanusiaan maupun sejarah

kebudayaan. Pendidikan yang berakar budaya kuat diharapkan dapat

membentuk manusia yang mempunyai kepribadian, harga diri, percaya pada

diri sendiri, dan membangun peradaban berdasarkan budayanya sendiri yang

merupakan warisan monumental dari nenek moyangnya.

DR. A. Qodry Azyzy lewat tulisan “Penegasan Kembali Arah

Pendidikan Islam” mengungkapkan tentang orientasi pendidikan Islam yang

masih jauh dari nilai kemanusiaan (humanisasi).30

Menurutnya, dunia pendidikan agama (Islam) di Indonesia dalam

menghadapi abad 21 mengalami situasi yang serba dilematis. Disatu sisi

pendidikan Islam dihadapkan pada kondisi bangsa Indonesia yang sedang

mengalami krisis multidimensional. Disisi lain, era globalisasi menuntut

individu yang berkualitas. Sementara itu, individu produk pendidikan Islam

30A.Qodry Azyzy, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial; Mendidik Anak

Sukses Masa Depan : Pandai dan Bermanfaat, (Semarang: Aneka Ilmu, 2002), hlm. 60-79.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

15

yang dituntut bisa cerdas, terampil, berakhlak mulia ternyata rapuh fondasi

morality-nya.

Masalah pokok pendidikan Islam terletak pada hubungan

horisontal (hablun minannas) dan lemahnya apresiasi terhadap ajaran akhlak

yang sangat kecil dalam pelaksanaannya. Padahal menurutnya, Islam adalah

agama yang penuh dengan nuansa kemanusiaan dan ajaran akhlak.

Kemudian, kajiannya mulai menelusuri kelemahan-kelemahan

dunia pendidikan Islam. Menurutnya, ajaran Islam tentang kemanusiaan,

maupun ajaran akhlak yang kurang dipraktekkan, disebabkan oleh praktek

pendidikan yang lebih bersifat verbalistik, sehingga yang terjadi adalah

hafalan, diktat, dikte, tanya jawab, dan sejenisnya dan ujung-ujungnya murid

ditagih melalui evaluasi tertulis. Dengan demikian, murid hanya menjadi

penerima informasi, belum menunjukan bukti telah menghayati nilai-nilai

Islam.

Selain itu, pendidikan Islam juga diberikan melalui cara doktriner,

sehingga menyebabkan nilai-nilai yang ada dalam agama Islam tidak dihayati

dan tidak difahami. Lebih parah lagi, proses pendidikan menjadi tidak

dialogis, tidak komunikatif, tidak mengajak berfikir serta tidak memberikan

alternatif pilihan-pilihan kepada individu.

Berbeda dengan beberapa kajian tersebut, kajian pada penelitian ini

lebih menonjolkan telaah komparatif antara dua tokoh yaitu Paulo Freire dan

Abdurrahman Mas’ud yang berkonsentrasi pada masalah humanisme dalam

dunia pendidikan. Tujuannya adalah adanya Eksplorasi (pembuktian atau

pencarian).31

Disamping itu, nampaknya belum ada pembahasan secara lebih

mendetail tentang aktualisasi humanisme dalam pendidikan Islam di Fakultas

Tarbiyah IAIN Walisongo dengan studi komparatif. Mengapa harus humanis

?, penulis memilih pemikiran humanisme disebabkan oleh berbagai faktor.

31Dilihat dari tujuan penelitian, maka ada tiga macam tujuan yaitu : Eksplorasi

(pembuktian atau pencarian), Verifikasi (pembuktian dari suatu teori) dan development (pengembangan lebih lanjut ). Lihat Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1980), hlm. 3.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

16

Pertama, pemikiran tersebut mengulas tentang penempatan manusia sebagai

manusia. Sementara itu, pendidikan Islam nampaknya masih jauh dari sisi

kemanusiaan. Disinilah pentingnya kajian ini. Kedua, ada tokoh yang berada

dalam garis ini yaitu Paulo Freire dan Abdurrahman Mas’ud, sehingga secara

langsung memudahkan penulis untuk mengkajinya lebih lanjut.

F. Landasan Teori

Untuk kejelasan penelitian, perlu diberikan batasan pengertian

mengenai beberapa hal berikut :

1. Aktualisasi

Dalam bahasa Inggris Actual berarti sebenarnya atau

sesungguhnya; dan actualize yang berarti mewujudkan dan melaksanakan.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

17

Kata aktualisasi lebih tepat diambil dari kata actualize yang

kemudian menjadi actualization (kata benda) atau Ihya dalam bahasa Arab

yang berarti menghidupkan, mewujudkan dan membangun.32

Aktualisasi yang dimaksud disini adalah proses pengejawantahan

diri (self realization) karena merupakan hasil rentangan antara sumber

daya insani (potensi) dengan proses aktualisasi diri (becoming). Jadi,

aktualisasi dalam penelitian ini adalah upaya perwujudan atau

manifestasi.33

2. Humanisme

Humanisme berasal dari kata latin humanus yang berarti

kemanusiaan, dan dalam bahasa Yunani disebut paideia.34 Menurut Ali

Syariati, humanisme diartikan sebagai filsafat yang menyatakan tujuan

pokok yang dimilikinya adalah untuk keselamatan dan kesempurnaan

manusia.35 Selain itu, humanisme adalah keyakinan bahwa manusia

mempunyai martabat yang sama sebagai prinsip sikap prima facie positif,

beradab dan adil, dan sebagai kesediaan untuk solider ; senasib

sepenanggungan tanpa perbedaan.36

Humanisme dalam penelitian ini dimaknai sebagai potensi

(kekuatan) individu untuk mengukur dan mencapai ranah ketuhanan

(transendensi) serta mampu menyelesaikan persoalan-persoalan sosial.37

3. Pendidikan Islam

32A.H Ridwan, Reformasi Intelektual Islam;Pemikiran Hassan Hanafi Tentang

Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Islam, (Yogyakarta: Ittaqa Press, 1998), hlm. 25. 33Lift Anis Ma’sumah, “Aktualisasi Potensi Wanita Dalam Pendidikan Islam ;Analisis

Terhadap Pemikiran Ratna Megawati, Ph.D”, Tesis Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, (Semarang: Perpustakaan Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, 2001), hlm. 9-10. t.d. Lihat pula Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 1992), hlm. 50.

34Mochtar Effendy, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Buku II, (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2001), hlm. 325. Lihat Pula Zainal Abidin, Filsafat Manusia ; Memahami Manusia Melalui Filsafat, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 27.

35Ali Syari’ati, Humanisme Antara Islam dan Madzab Barat, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1992), hlm. 39.

36Mamad Sa’bani, S., op.cit., hlm. 52-53. 37Abdurrahman Mas’ud, op.cit., hlm. 135.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

18

Ahmad Tafsir memberi penjelasan bahwa pendidikan Islam adalah

bimbingan terhadap seseorang agar menjadi Muslim semaksimal

mungkin.38

M. Arifin mengartikan pendidikan Islam adalah terwujudnya

keseimbangan dan keserasian perkembangan hidup manusia. Bukan hanya

pada proses yang sedang berlangsung, tapi juga proses ke arah sasaran

yaitu citra Tuhan.39

Pengertian pendidikan Islam oleh Muhaimin M.A dibagi menjadi

tiga : Pertama, Pendidikan menurut Islam atau pendidikan Islami, yaitu

pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari nilai yang terkandung

dalam al-Qur’an dan As Sunnah. Kedua, Pendidikan ke-Islam-an atau

pendidikan Agama Islam, yaitu upaya mendidikan agama, ajaran dan nilai

Islam agar menjadi pandangan hidup (way of life) seseorang.

Ketiga, Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik

penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam

sejarah umat Islam, yaitu proses pembudayaan dan pewarisan ajaran

agama, budaya dan peradaban umat Islam dari generasi ke generasi

sepanjang sejarahnya.40

Pendidikan Islam yang dibahas disini adalah segala usaha dalam

rangka pengembangan potensi individu dalam dimensi ketuhanan

(transendensi) dan kemanusiaan.

4. Studi

Studi berarti penelitian ilmiah : kajian; telaahan.41

5. Komparatif

Komparatif mempunyai arti berkenaan atau berdasarkan

perbandingan.42

38Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1994), hlm. 32. 39M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. V, hlm. 14-18. 40Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2003), hlm. 23-24. Lihat pula Muhaimin, et.al., Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 29-30.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

19

Jadi, maksud akhir yang diinginkan dalam penelitian ini adalah

upaya perwujudan ataupun manifestasi dari potensi (kekuatan) individu

dalam proses pengejawantahan diri dalam dunia pendidikan Islam yang

didasarkan atas kajian pemikiran antara Paulo Freire dengan

Abdurrahmman Mas’ud.

G. Metodologi Penelitian

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Library Research

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, penulis menggunakan

pendekatan kepustakaan (Library Research),43 yaitu dengan cara

mengadakan studi secara teliti literatur-literatur yang berkaitan dengan

pokok permasalahan yang dibahas.

Adapun data tersebut meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer meliputi bahan-bahan yang langsung berhubungan dengan pokok

permasalahan. Sedangkan data sekunder meliputi berbagai bahan yang

tidak secara langsung berkaitan dengan pokok permasalahan. Data ini

diharapkan dapat melengkapi dan memperjelas data-data primer.

Teknik ini berguna bagi penulis dalam mengkaji bahan-bahan yang

langsung maupun berbagai bahan yang tidak secara langsung

berhubungan dengan pemikiran humanisme Paulo Freire dan

Abdurrahman Mas’ud dalam dunia pendidikan.

b. Wawancara (intervew)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, dilakukan

oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) serta yang

diwawancarai (interviewee).44

41Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 965. 42Ibid., hlm. 516. 43Ibid., hlm. 9. 44Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

1999), cet. X, hlm. 135.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

20

Metode ini, berguna bagi penulis dalam menggali informasi secara

langsung dari sumber penelitian yang masih hidup. Jadi, wawancara

disini hanya terbatas dengan Abdurrahman Mas’ud.

2. Pendekatan

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah

hermeneutika. Secara etimologis, kata hermeneutika berasal dari Yunani

hermeneuein yang berarti menafsirkan. Hermeneia merupakan kata

bendanya. Secara harfiyah, hermeneia dapat diartikan penafsiran atau

interpretasi, sedangkan penafsir di sebut hermeneut. 45

Pendekatan ini tidak sekedar berupa “penafsiran”, tapi juga

“penyelusuran” pemikiran tokoh baik dari sisi historis maupun dalam

dimensi kontek. Jadi, secara sederhana pendekatan ini melibatkan tiga

unsur besar : pengarang, teks dan pembaca. Siapa yang menulis,

bagaimana situasi sosio-historis yang mewarnai teks tersebut, serta

bagaimana pandangan pembaca terhadap teks tersebut.

Dengan demikian, pendekatan ini bersifat ganda. Disamping

berguna bagi penulis dalam menyelusuri pemikiran Paulo Freire dan

Abdurrahman Mas’ud tentang humanisme dalam dunia pendidikan,

pendekatan ini juga berguna dalam mencari relevansi dan aktualisasi

pemikiran bagi dunia pendidikan Islam sesuai dengan kontek sekarang.

3. Teknik Analisis Data

a. Analisis Isi (content analysis)

Holsti mengemukakan bahwa analisis ini berguna dalam menarik

kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan. Metode ini

menampilkan tiga syarat, yaitu: obyektifitas, pendekatan sistematis dan

generalisasi. 46

Analisa ini dikembangkan sebagai upaya penggalian lebih lanjut

mengenai gagasan Paulo Freire dan Abdurrahman Mas’ud tentang

humanisme dalam dunia pendidikan.

45Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Edisi I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996),

hlm. 84.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

21

b. Komparasi (perbandingan)

Dengan analisis ini, perbandingan terhadap pemikiran Paulo Freire

dan Abdurrahman Mas’ud masih dapat dikerjakan daripada semata-mata

untuk menjatuhkan pemikiran salah satu tokoh. Peran dari studi

komparatif adalah untuk ketepatan kenyataan, generalisasi empiris serta

penetapan konsep.47

Analisa ini berguna bagi penulis dalam mencari persamaan dan

perbedaan pemikiran humanisme antara Paulo Freire dengan

Abdurrahman Mas’ud.

c. Interpretasi

Anton Bakker menjelaskan bahwa interpretasi merupakan usaha

menyelami isi buku untuk dengan setepat mungkin mampu mengungkap

arti dan makna uraian yang disajikan.48

Dengan demikian, analisa ini berguna bagi penulis dalam mencari

relevansi dan aktualisasi pemikiran humanisme Paulo Freire dan

Abdurrahman Mas’ud bagi dunia pendidikan Islam sesuai dengan kontek

sekarang.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, penulis menyusun sistematika penulisan

sebagai berikut :

Bab pertama adalah Pendahuluan yang terdiri dari : Latar Belakang

Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,

Kajian Pustaka, Landasan Teori, Metodologi Penelitian, dan Sistematika

Penulisan.

Bab kedua adalah Humanisme Dalam Pendidikan Islam. Garis

besar bab ini adalah gambaran idealitas pendidikan Islam yang merupakan

suatu proses humanisasi. Namun dalam realitasnya, pendidikan Islam

46Lexy J. Moleong, op.cit., hlm. 163. 47Ibid., hlm. 207-213. 48Anton Bakker, Metode Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm. 69.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · 6 Akibatnya, pendidikan Islam jauh dari penelitian empiris dan disiplin

22

justru masih jauh dari nilai kemanusiaan. Akibatnya pun, produk

pendidikan Islam adalah manusia yang tidak manusiawi.

Penulis membagi dua tema besar dalam bab ini. Tema pertama

adalah Humanisme yang terdiri dari : 1) Pengertian Humanisme, 2)

Humanisme Dalam Tinjauan Sejarah, dan 3) Humanisme Dalam Islam.

Tema besar selanjutnya adalah Pendidikan Islam yang terdiri dari : 1)

Pengertian Pendidikan Islam, 2) Tujuan Pendidikan Islam, 3) Ranah atau

Aspek Dalam Pendidikan Islam, dan 4) Humanisme dan Pendidikan Islam.

Dalam bab tiga, penulis menyajikan Gagasan Paulo Freire dan

Abdurrahman Mas’ud Tentang Humanisme Dalam Dunia Pendidikan.

Bagian pertama adalah Paulo Freire yang terdiri dari : 1) Riwayat Singkat

Kehidupan, 2) Karya Paulo Freire, 3) Gagasan Pemikiran Humanisme

Dalam Pendidikan, dan 4) Corak Pemikiran Humanisme Paulo Freire.

Bagian selanjutnya menampilkan Abdurrahman Mas’ud yang

terdiri dari : 1) Riwayat Singkat Kehidupan, 2) Karya Abdurrahman

Mas’ud, 3) Gagasan Pemikiran Humanisme Dalam Pendidikan, dan 4)

Corak Pemikiran Humanisme Abdurrahman Mas’ud.

Gagasan humanisme Paulo Freire dan Abdurrahman Mas’ud

memberikan konstribusi pemikiran bagi dunia pendidikan. Karena itu,

dalam bab empat, penulis menyajikan Aktualisasi Humanisme Dalam

Pendidikan Islam. Secara garis besar, bab ini merupakan analisa yang

berisi tentang : 1) Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Humanisme Paulo

Freire dan Abdurrahman Mas’ud, 2) Relevansi dan Implikasi Pemikiran

Humanisme Paulo Freire Dan Abdurrahman Mas’ud Bagi Dunia

Pendidikan Islam Masa Kini, dan 3) Aktualisasi Pemikiran Humanisme

Paulo Freire Dan Abdurrahman Mas’ud Bagi Dunia Pendidikan Islam

Masa Kini.

Bab terakhir adalah Penutup yang terdiri dari : 1) Kesimpulan, 2)

Saran-Saran, dan 3) Penutup.