46938977 Cemaran Logam Berat Kadmium Dalam Tanah Dan Akibatnya Bagi Kesehatan Manusia

download 46938977 Cemaran Logam Berat Kadmium Dalam Tanah Dan Akibatnya Bagi Kesehatan Manusia

of 21

Transcript of 46938977 Cemaran Logam Berat Kadmium Dalam Tanah Dan Akibatnya Bagi Kesehatan Manusia

CEMARAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DALAM TANAH DAN AKIBATNYA BAGI KESEHATAN MANUSIA

DOSEN PEMBIMBING : MUHAMMAD SYAHIRUL ALIM, M.T

OLEH : ADITYA H. MONTAZERI BEFI RUSMINA DEWI KHAIRUNNISA M. SADIQUL IMAN H1E107039 H1E107043 H1E108005 H1E108059

PROGAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU

2010

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan petunjuk yang dicurahkan-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan ini. Penulisan Cemaran Logam Berat Kadmium (Cd) dan Akibatnya Bagi Kesehatan Manusia ini merupakan tugas yang diberikan oleh bapak M.S. Alim, M.T, yang mana tujuan yang kami ambil dari kegiatan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran tentang proses penyebaran kadmium dalam tanah, akumulasi kadmium dalam tubuh manusia dan akibatnya bagi kesehatan serta penggulangan cemaran kadmium dalam tanah sehingga dapat mengembangkan daya kreativitas remaja khususnya mahasiswa dalam mengembangkan daya cipta untuk melakukan suatu perubahan dalam upaya sumbangan pikiran untuk pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat. Penulisan makalah ini dapat diselesaikan karena berkat bimbingan secara terpadu oleh bapak M.S. Alim, M.T,dan dukungan dari semua pihak. Untuk itu dalam kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih yang sedalamdalamnya. Dan akhirnya diharapkan agar penulisan makalah ini dapat berguna bagi kita semua serta kemajuan ilmu pengetahuan. Penulisan ini tentunya tidak lepas dari kritik dan saran yang bersifat membangun.

Banjarbaru, Desember 2010

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah. Jenis limbah yang potensial merusak lingkungan hidup adalah limbah yang termasuk dalam Bahan Beracun Berbahaya (B3) yang di dalamnya terdapat logam-logam berat. Menurut Arnold (1990) & Subowo et al (1995) dalam Charlena (2004), logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5 g/cm3, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb dinamakan sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi makhluk hidup (Charlena, 2004). Kadmium sendiri merupakan unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cd dan nomor atom 48. Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Tentunya keberadaan cadmium dalam tanah tidak dapat kita toleransi karena akibat yang ditimbulkannya bagi makhluk hidup, khususnya manusia. Dimana sebagian besar logam berat, contohnya cadmium memiliki kemampuan berakumulasi dalam tubuh manusia dan sangat susah untuk dikeluarkannya, sehingga dapat mengganggu kinerja dari tubuh manusia itu sendiri. Untuk itu sangatlah penting bagi kami untuk mengulas lebih jauh pencemaran kadmiun pada tanah serta bagaimana proses penyebaran kadmium dalam tanah hingga terakumulasi dalam tubuh manusia. Agar nantinya dikemudian hari kita dapat lebih bijaksana dalam membuang dan mengendalikan limbah logam berat khususnya kadmium ke dalam tanah.

1.2 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah tentang cemaran logam berat kadmium dalam tanah ini adalah : a. Mengetahui proses penyebaran kadmium dalam tanah. b. Kegunaan kadmium dalam kehidupan sehari-hari, serta c. Proses akumulasi kadmium dalam tubuh manusia dan akibatnya bagi kesehatan. d. Proses penanggulangan cemaran kadmium dalam tanah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Lingkungan di Tanah

Pencemaran lingkungan terjadi karena masuknya atau dimasukkannya bahan-bahan yang diakibatkan oleh berbagai kegiatan manusia dan atau yang dapat menimbulkan perubahan yang merusak karakteristik fisik, kimia, biologi atau estetika lingkungan tersebut (Odum, 1971 dalam Institut Pertanian Bogor, 2006). Perubahan tersebut dapat terjadi di air, udara dan tanah sehingga menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia atau spesies-spesies yang berguna baik saat ini atau dimasa mendatang. Misalnya terlepasnya senyawa organik dan anorganik berbahaya ke dalam lingkungan oleh perilaku manusia seperti pembuangan limbah industri yang belum diolah secara baik. Akibatnya akan terjadi perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak diinginkan terhadap tanah, air dan udara yang selanjutnya dapat berdampak terhadap kehidupan makhluk hidup dan habitatnya (Institut Pertanian Bogor, 2006). Ada tiga konsep berkaitan dengan dampak pencemaran yaitu:

biokonsentrasi, bioakumulasi dan biomagnifikasi. Biokonsentrasi adalah proses masuknya zat kimia ke dalam tubuh organisme dan kemudian terakumulasi. Bioakumulasi lebih luas dari biokonsentrasi yang merupakan proses pengambilan dan retensi bahan pencemar oleh makhluk hidup yang mengakibatkan peningkatan kepekatan sehingga dapat menimbulkan pengaruh yang merusak (racun). Biomagnifikasi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi suatu zat kimia (kontaminan) pada setiap tingkat tropik dari rantai makanan. Biotransfer tersebut terjadi dari satu tingkat ke tingkat tropik yang lebih tinggi (Fergusson, 1991 dalam Institut Pertanian Bogor, 2006). Pencemaran tidak hanya dapat terjadi di air dan udara namun dapat pula terjadi di tanah. Pencemaran yang terjadi di tanah akan berpengaruh pada tumbuhan yang tumbuh di atasnya. Tanah adalah suatu benda alam yang bersifat kompleks atau memiliki suatu sistem yang hidup dan dinamis. Bahan penyusun tanah adalah batuan, sisa-sisa tumbuhan dan hewan serta jasad-jasad hidup, udara

dan air (Sarief,1986 dalam Institut Pertanian Bogor, 2006). Selain itu tanah adalah suatu lingkungan untuk pertumbuhan tanaman. Bagian tanaman yang langsung berhubungan dengan tanah adalah akar yang berperan dalam pertumbuhan dan kelangsungan hidup tanaman dengan jalan menyerap hara dan air. Kerusakan tanah akan terjadi bila daya sangga (kemampuan tanah untuk menerima beban pencemaran tanpa harus menimbulkan dampak negatif) telah terlampaui dan biasanya bahan pencemar ini mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Berdasarkan pendekatan GLASOD (Global Assessment of Soil Degradation), ada 5 jenis penyebab degradasi tanah yaitu: (1) Deforestasi, (2) Overgrazing, (3) Aktivitas Pertanian, (4) Eksploitasi vegetasi secara berlebihan untuk penggunaan domestik, dan (5) Aktivitas Bio Industri dan Industri (Oldeman, 1994 dalam Institut Pertanian Bogor, 2006). Dengan demikian tanah yang telah menurun kemampuannya dalam mendukung kehidupan manusia dapat dikategorikan sebagai tanah rusak dan umumnya kerusakan tanah lebih banyak disebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tumbuhan (Institut Pertanian Bogor, 2006). Kerusakan tanah akibat adanya kegiatan industri pada daerah sekitarnya memberikan peluang terjadinya penurunan kesuburan tanah dan bahkan dapat menjadi racun bagi tanaman. Adanya kerusakan tanah memerlukan upaya perbaikan dan pemulihan kembali sehingga kondisi tanah yang rusak dapat berfungsi kembali secara optimal sebagai unsur produksi, media pengatur air, dan sebagai unsur perlindungan alam (Zulfahmi, 1996 dalam Institut Pertanian Bogor, 2006).

2.2 Pengertian Kadmium Kadmium merupakan logam lunak berbentuk kristal dan berwarna putih keperakan yang terletak pada Golongan II B dalam susunan periodik dengan nomor atom 48 dan bobot atom sebesar 112,40 (Pais dan Jones, 1997 dalam Institut Pertanian Bogor, 2006). Kadmium (Cd) ini pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuwan Jerman yang bernama Friedric Strohmeyer pada tahun 1817. Logam Cd ini ditemukan dalam bebatuan Calamine (Seng Karbonat). Nama kadmium sendiri diambil dari

nama latin dari calamine yaitu Cadmia (Tim Pengajar SMK 3 Kimia Madiun, 2008). Cd umumnya ditemukan dalam kondisi stabil pada valensi II, seperti misalnya CdS. Logam ini mampu membetuk ion dalam senyawa kompleks atau hidroksidanya, seperti misalnya dengan ammonia, , dan sianida

. Cd juga mampu membentuk senyawa chelate. Ion Cd yang insoluble (tidak larut) dapat terjadi bila terhidrasi oleh karbonat, arsenate atau posfat (Notodarmojo, 2004) Di alam kadmium jarang sekali ditemukan dalam bentuk bebas, biasanya berada dalam bentuk kadmium oksida, kadmium klorida dan kadmium sulfat (Eco USA Search, 1999 dalam Institut Pertanian Bogor, 2006). Mineral kadmium dalam tanah antara lain CdO, CdCO3, Cd(PO4)2, dan CdCl2. Senyawa senyawa tersebut terikat pada senyawa organik atau oksida, namun yang dominan adalah CdS. Kandungan total kadmium dalam tanah berkisar antara 0,01 sampai dengan 7,00 ppm. Tanah dikatakan tercemar bila kandungan kadmium mencapai lebih dari 3,0 ppm (Pendias & Pendias, 2000 dalam Institut Pertanian Bogor, 2006). Pais dan Jones (1997) dalam Institut Pertanian Bogor (2006) menerangkan bahwa kadmium walaupun tidak dibutuhkan oleh tanaman namun kandungannya dalam tanaman dapat mencapai 0,1 sampai dengan 1,0 ppm. Sumber kadmium adalah pelapukan bahan mineral tanah, abu vulkanik, pembakaran batu bara, pembakaran sampah, pupuk mineral seperti fosfat, batu kapur dan limbah. Kadmium bersifat racun dan umumnya terikat pada protein dan senyawa organik lain (EPA, 2000 dalam Institut Pertanian Bogor, 2006). Secara kimia kadmium sangat mirip dengan seng (Zn) dan di alam sering terdapat bersama-sama logam seng, tembaga dan timbal. Dalam tanah, Cd ditemukan dalam bentuk dan spesies, seperti misalnya (Fetter, 1999 dalam Notodarmojo, 2004): 1. Spesies yang dapat dipertukarkan, seperti misalnya bila teradsorpsi karena gaya elektrostatis pada permukaan lempung atau organic particulate. 2. Fase yang dapat tereduksi (reducible hydrous-oxide phase), misalnya bila teradsorpsi atau kopresipitasi dengan oksida, hidroksida dari Fe dan Mn atau Al yang melapisi mineral lempung.

3. Spesies karbonat, bila mengalami presipitasi bersama karbonat atau bikarbonat dalam kondisi pH tinggi. 4. Spesies organik, bila terkompleksasi dengan zat organik. 5. Lattice fase, bila terfiksasi dalam struktur kristal mineral. 6. Spesies sulfida, bila bereaksi membentuk senyawa dengan sulfida, membentuk senyawa insoluble yang sangat stabil. Cd berada pada larutan tanah dalam bentuk ion ataupun dalam senyawa kompleks dengan zat organik. Kadmium merupakan logam yang sangat beracun bagi manusia. Selain diduga karsinogenik, logam ini dapat menyebabkan gangguan pada pencernaan, ginjal, dan kerusakan tulang (Notodarmojo, 2004). Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan pada paru-paru, emphysema dan renal turbular disease yang kronis. Jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1.700 ppm) dijumpai pada permukaan sample tanah yang diambil di dekat pertambangan biji seng (Zn). Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Logam berat ini bergabung bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Menurut badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 g per orang atau 7 g per kg berat badan (Wikipedia, 2010). 2.3 Penggunaan Kadmium Penggunaan kadmium yang paling besar (75 %) adalah dalam industri batu baterai (terutama baterai Ni-Cd). Selain itu, logam ini juga dapat digunakan campuran pigmen, electroplating, pembuatan alloys dengan titik lebur yang rendah, pengontrol pembelahan reaksi nuklir, dalam pigmen cat dengan membentuk beberapa garamnya seperti kadmium oksida (yang lebih dikenal sebagai kadmium merah), semikonduktor, stabilisator PVC, obat obatan seperti sipilis dan malaria, dan penambangan timah hitam dan bijih seng, dan sebagainya

(Tim Pengajar SMK 3 Kimia Madiun, 2008). Selain itu juga banyak digunakan sebagai lapisan tahan korosi pada baja atau plastik Logam kadmium mempunyai penyebaran sangat luas di alam, hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite ini sangat jarang ditemukan di alam, sehingga dalam eksploitasi logam Cd biasanya merupakan produksi sampingan dari peristiwa peleburan bijih-bijih seng (Zn). Biasanya pada konsentrat bijih Zn didapatkan 0,2 sampai 0,3 % logam Cd (Tim Pengajar SMK 3 Kimia Madiun, 2008). Seperti halnya unsur-unsur kimia lainnya terutama golongan logam Cd mempunyai sifat fisika dan kimia tersendiri. Berdasarkan pada sifat-sifat fisikanya Cd merupakan logam yang lunak, ductile, berwarna putih seperti putih perak. Logam ini akan kehilangan kilapnya jika berada dalam udara yang basah atau lembab serta akan cepat mengalami kerusakan bila dikenai uap ammonia (NH3) dan sulfur hidroksida (SO2). Sedangkan berdasar pada sifat-sifat kimianya, logam Cd didalam persenyawaan yang dibentuknya pada umumnya mempunyai bilangan valensi 2+, sangat sedikit yang mempunyai bilangan valensi 1+ (Tim Pengajar SMK 3 Kimia Madiun, 2008).

2.4 Pencemaran Logam Berat Kadmium pada Tanah Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah. Jenis limbah yang potensial merusak lingkungan hidup adalah limbah yang termasuk dalam Bahan Beracun Berbahaya (B3) yang di dalamnya terdapat logam-logam berat. Menurut Arnold (1990) & Subowo et al (1995) dalam Charlena (2004), logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5 g/cm3, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb dinamakan sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi makhluk hidup (Charlena, 2004).Logam berat termasuk zat pencemar karena sifatnya yang stabil dan sulit untuk diuraikan. Logam berat dalam tanah yang membahayakan pada kehidupan

organisme dan lingkungan adalah dalam bentuk terlarut. Di dalam tanah logam tersebut mampu membentuk kompleks dengan bahan organik dalam tanah sehingga menjadi logam yang tidak larut. Logam yang diikat menjadi kompleks organik ini sukar untuk dicuci serta relatif tidak tersedia bagi tanaman. Dengan demikian senyawa organik tanah mampu mengurangi bahaya potensial yang disebabkan oleh logam berat beracun (Institut Pertanian Bogor, 2006).

Unsur Cd tanah terkandung dalam bebatuan beku, metamorfik, sedimen dll. Kadar Cd dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan fraksi fraksi tanah yang bersifat dapat mengikat ion Cd. Senyawa senyawa tertentu seperti bahan ligand dapat mempengaruhi aktivitas ion Cd, yaitu membentuk kompleks Cdligand yang stabil, gugus gugus karboksil dan fenoksil berperan mengikat semua unsur logam mikro (Napitupulu, 2008). Kadmium dialam tidak dijumpai dalam bentuk bebas, dan mineralnya yang dikenal, greenockite (Kadmium Sulfida) bukan merupakan sumber logam secara komersil. Hampir semua kadmium yang diproduksi dari hasil samping peleburan dan pemurnian biji Seng (Zn) yang biasanya mengandung 0,2 0,4 % Kadmium (Cd) (Napitupulu, 2008). Kadar Cd dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan fraksi fraksi tanah yang bersifat dapat mengikat ion Cd. Dengan peningkatan pH kadar Cd dalam fase larutan menurun akibat meningkatnya reaksi hidrolisis, kerapatan kompleks adsorpsi dan muatan yang dimiliki koloid tanah. Disimpulkan bahwa pH bersama-sama dengan bahan mineral liat dan kandungan oksida-oksida hidrat dapat mengatur adsorpsi spesifik Cd yang meningkat secara linear dengan pH sampai tingkat maksimum (Napitupulu, 2008). Konsentrasi Cd pada tanah pertanian yang masih bersih (non-polusi) berkisar antara 0,1-1 mg/kg, tetapi beberapa jenis tanah sangat mempengaruhi kandungan Cd. Misalnya tanah yang mengandung bahan organik (histosol) biasanya mengandung Cd yang paling tinggi, dan sebaliknya tanah jenis Ultisol dan Alfisol mengandung Cd yang paling rendah. Kandungan Cd dari kedua jenis anah tersebut banyak terambil oleh tanaman pangan dan banyak juga yang merembes ke tanah yang lebih dalam (Darmono, 2006). Pencemaran logam kadmium di lingkungan terutama tanah pertanian seperti sawah biasanya berasal dari hasil buangan industri yang menggunakan

logam kadmium dalam proses produksinya seperti industri elektroplating yang telah mencemari air irigasi. Air irigasi kemudian di gunakan untuk mengairi sawah. Logam Cd tersebut kemudian terendapkan ke dalam tanah. Pada saat pH tanah turun maka penyerapan Cd ke dalam jaringan tanaman akan tinggi. Selain dari air irigasi, pencemaran tanah pertanian oleh Cd bisa terjadi akibat pemakaian pupuk pospat yang berlebihan juga penggunaan pestisida (Darmono, 2006). Penambahan Kadmium (Cd) pada tanah terjadi melalui penggunaan pupuk fosfat, pupuk kandang, dari buangan industri yang menggunakan bahan bakar batubara dan minyak, buangan incenerator (tanur) dan sewage sludge (Napitupulu, 2008). Konsentrasi Cd yang berlebih dapat mempengaruhi penyerapan Fe, Mg dan Ca, baik di dalam akar maupun di dalam "shoot". Kandungan Fe dan Mg di dalam akar dan di dalam "shoot" cenderung meningkat, sedangkan kandungan Ca baik di dalam akar maupun di dalam "shoot" cenderung menurun (Napitupulu, 2008). Kandungan logam berat didalam tanah secara alamiah sangat rendah, kecuali tanah tersebut sudah tercemar (Tabel 1). Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam pada tanaman yang tumbuh diatasnya, kecuali terjadi interaksi diantara logam itu sehingga terjadi hambatan penyerapan logam tersebut oleh tanaman. Akumulasi logam dalam tanaman tidak hanya tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah, dan spesies tanaman (Darmono 1995 dalam Charlena, 2004). Tabel 1. Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah (g/g)Logam Kandungan (Rata-Rata) Kisaran Non Populasi

As Co Cu Pb Zn Cd Hg

100 8 20 10 50 0,06 0,03

5 3000 1 40 2 300 2 200 10 300 0,05 0,7 0,01 0,3

Sumber: Peterson (1979) & Darmono (1995) dalam Charlena (2004)

Logam berat memasuki lingkungan tanah melalui penggunaan bahan kimia yang berlangsung mengenai tanah, penimbunan debu, hujan atau pengendapan, pengikisan tanah dan limbah buangan. Interaksi logam berat dan lingkungan tanah dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : a) proses sorbsi atau desorbsi, b) difusi pencucian, dan c) degradasi. Besarnya penyerapan logam berat dalam tanah dipengaruhi oleh sifat bahan kimia, kepekatan bahan kimia dalam tanah, kandungan air tanah, dan sifat-sifat tanah misalnya bahan organik dan liat (Cliath & Miller, 1995 dalam Charlena, 2004). Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), asap kendaraan bemotor, bahan bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan pertambangan. Selain itu sumber logam berat dalam tanah berasal dari bahan induk pembentuk tanah itu sendiri, seperti Cd banyak terdapat pada batuan sedimen schales (0,22 ppm berat) (Alloway 1990 dalam Charlena 2004).

2.5 Gangguan Kesehatan Akibat Kadmium Kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena unsur ini berisiko tinggi terhadap pembuluh darah. Logam ini memiliki tendensi untuk bioakumulasi. Keracunan yang disebabkan oleh kadmium dapat bersifat akut dan keracunan kronis. Logam Cd merupakan logam asing dalam tubuh dan tidak dibutuhkan dalam proses metabolisme. Logam ini teradsorbsi oleh tubuh manusia yang akan menggumpal di dalam ginjal, hati dan sebagian dibuang keluar melalui saluran pencernaan. Keracunan Cd dapat mempengaruhi otot polos pembuluh darah. Akibatnya tekanan darah menjadi tinggi yang kemudian bisa menyebabkan terjadinya gagal jantung dan kerusakan ginjal (Tim Pengajar SMK 3 Kimia Madiun, 2008). Kadmium memiliki banyak efek toksik diantaranya kerusakan ginjal dan karsinogenik pada hewan yang menyebabkan tumor pada testis. Akumulasi logam kadmium dalam ginjal membentuk komplek dengan protein. Waktu paruh dari kadmium dalam tubuh 7-30 tahun dan menembus ginjal terutama setelah terjadi kerusakan. Kadmium bisa juga menyebabkan kekacauan pada metabolisme kalsium yang pada akhirnya mengalami kekurangan kalsium pada tubuh dan

menyebabkan penyakit osteomalacia (rasa sakit pada persendian tulang belakang, tulang kaki) dan bittlebones (kerusakan tulang) (Tim Pengajar SMK 3 Kimia Madiun, 2008). Kasus keracunan Cd tercatat sebagai epidemi yang pernah menimpa sebagian penduduk Toyama, Jepang. Penduduknya mengalami sakit pinggang bertahun tahun, sakit pada tulang punggung karena terjadi pelunakan dan kerapuhan, gagal ginjal yang berakhir pada kematian. Kerapuhan pada tulangtulang penderita ini biasa disebut dengan Itai-itai diseases (Tim Pengajar SMK 3 Kimia Madiun, 2008). Keracunan akut yang disebabkan oleh kadmium sering terjadi pada pekerja di industri-industri yang berkaitan dengan logam ini. Peristiwa keracunan akut ini dapat terjadi karena para pekerja terkena paparan uap logam kadmium atau CdO. Gejala-gejala keracunan akut yang disebabkan oleh logam kadmium adalah timbulnya rasa sakit dan panas pada dada (Tim Pengajar SMK 3 Kimia Madiun, 2008). Penelitian terkini menyebutkan bahwa logam beracun kadmium dapat dibawa ke dalam tubuh oleh seng yang terikat dalam protein (dalam hal ini adalah struktur protein yang mengandung rantai seng). Seng dan kadmium berada dalam satu grup dalam susunan unsur berkala, mempunyai bilangan oksidasi yang sama (+2), jika terionisasi akan membentuk partikel ion yang berukuran hampir sama. Dari banyak kesamaan tersebut, maka kadmium dapat menggantikan rantai seng dalam banyak sistem biologi (organik). Ikatan kadmium dalam zat organik mempunyai kekuatan 10 kali lebih besar dibandingkan dengan seng jika terikat dalam zat organik. Sebagai tambahan, kadmium juga dapat menggantikan magnesium dan kalsium dalam ikatannya dengan struktur zat organik (Tim Pengajar SMK 3 Kimia Madiun, 2008). Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu yang panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khusunya hati dan ginjal. Secara prinsip, pada konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan pada paru-paru, emphysemia dan renal turbular disease yang kronis. Kadmium lebih mudah terakumulasi oleh tanaman jika dibandingkan dengan timbal (Pb). Logam berat ini tergabung bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy metals yang

memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia (Tim Pengajar SMK 3 Kimia Madiun, 2008).

2.6 Proses Fitoremediasi Logam Berat Kadmium dalam Tanah Konsentrasi logam berat yang tinggi di dalam tanah dapat masuk ke dalam rantai makanan dan berpengaruh buruk pada organisme. Pada penelitian di daerah Palmerton, kadar Cd setinggi 10 mg/kg ditemukan di dalam ginjal tikus, sedangkan kadar Cd di dalam ginjal dan hati rusa adalah 5 kali lebih tinggi daripada yang ditemukan di tubuh rusa yang hidup di daerah 180 km dari daerah ini (Storm, et al., 1994). Demikian pula ditemukan, bahwa kadar seng yang tinggi di tanah bekas penambangan logam mengakibatkan reduksi produksi kedelai hingga 40% (Pierzynski dan Schwab, 1993 dalam Priyanto & Joko, 2000). Tindakan pemulihan (remediasi) perlu dilakukan agar lahan yang tercemar dapat digunakan kembali untuk berbagai kegiatan secara aman. Di samping metode remediasi yang biasa digunakan yang berbasis pada rekayasa fisik dan kimia, pada satu atau dua dasawarsa terakhir ini perhatian peneliti dan perusahaan komersial serta industri terhadap penggunaan tumbuhan sebagai agensia pembersih lingkungan tercemar telah meningkat. Makalah ini mencoba memberikan uraian mengenai peranan tumbuhan dalam pengendalian dan pemulihan pencemaran, dengan menitik beratkan perhatian pada logam berat (Priyanto & Joko, 2000). Istilah fitoremediasi berasal dari kata Inggris phytoremediation; kata ini sendiri tersusun atas dua bagian kata, yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani phyton (= "tumbuhan") dan remediation yanmg berasal dari kata Latin remedium ( ="menyembuhkan", dalam hal ini berarti juga "menyelesaikan masalah dengan cara memperbaiki kesalahan atau kekurangan"). Dengan demikian fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai: penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik (Priyanto & Joko, 2000).

2.6.1 Tumbuhan Hiperakumulator Logam Tumbuhan hiperakumulator adalah tumbuhan yang mempunyai

kemampuan untuk mengkonsentrasikan logam di dalam biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi. Kebanyakan tumbuhan mengakumulasi logam, misalnya nikel, sebesar 10 mg/kg berat kering (BK) (setara dengan 0,001%). Tetapi tumbuhan hiperakumulator logam mampu mengakumulasi hingga 11% BK. Batas kadar logam yang terdapat di dalam biomassa agar suatu tumbuhan dapat disebut hiperakumulator berbeda-beda bergantung pada jenis logamnya (Baker, 1999 dalam Priyanto & Joko, 2000). Untuk kadmium, kadar setinggi 0,01% (100 mg/kg BK) dianggap sebagai batas hiperakumulator. Sedangkan batas bagi kobalt, tembaga dan timbal adalah 0,1% (1.000 mg/kg BK) dan untuk seng dan mangan adalah 1% (10.000 mg/kg BK) (Priyanto & Joko, 2000). Laporan pertama mengenai adanya tumbuhan hiperakumulator muncul pada tahun 1948 oleh Minguzzi dan Vergnano, yang menemukan kadar nikel setinggi 1,2% dalam daun Alyssum bertolonii. Sejak itu, terutama dengan mengandalkan analisis mikro terhadap spesimen herbarium, diketahui ada 435 taxa tumbuhan hiperakumulator logam yang tumbuh tersebar di lima benua dan semua wilayah iklim (Baker, 1999 dalam Priyanto & Joko, 2000).

2.6.2 Mekanisme Penyerapan Logam oleh Tumbuhan Penyerapan dan akumulai logam berat oleh tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, yaitu penyerapan logam oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut (Priyanto & Joko, 2000). a. Penyerapan oleh akar Telah diketahui, bahwa agar tumbuhan dapat menyerap logam maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada spesies tumbuhannya: Perubahan pH. Pada Thlaspi cearulescens, mobilisasi seng dipacu dengan terjadinya penurunan pH pada daerah perakaran sebesar 0,2-0,4 unit (McGrath, 1997 dalam Priyanto & Joko, 2000). Ekskresi zat khelat. Mekanisme penyerapan besi lewat

pembentukan suatu zat khelat yang disebut fitosiderofor telah diketahui secara mendalam pada jenis rumput-rumputan (Marschner & Romheld, 1994 dalam Priyanto & Joko, 2000). Molekul fitosiderofor yang terbentuk ini akan mengikat (mengkhelat) besi dan membawanya ke dalam sel akar melalui peristiwa transport aktif. Selain aktif terhadap besi, fitosiderofor dapat mengikat logam lain seperti seng, tembaga dan mangan. Sekarang diketahui, bahwa berbagai molekul lain berfungsi serupa, misalnya histidin yang meningkatkan penyerapan nikel pada Alyssum sp. (Kramer et al., 1996 dalam Priyanto & Joko, 2000) dan suatu senyawa peptida khusus, fitokhelatin, yang mengikat selenium pada Brassica juncea (Speiser et al., 1992) dan logam lain seperti timbal, kadmium dan tembaga (Gwozdz et al., 1997 dalam Priyanto & Joko, 2000). Pembentukan reduktase spesifik logam. Di dalam meningkatkan penyerapan besi, tumbuhan membentuk suatu molekul reduktase di membran akarnya (Marschner & Romheld, 1994 dalam Priyanto & Joko, 2000). Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut melalui kanal khusus di dalam membran akar. b. Translokasi di dalam tubuh tumbuhan Setelah logam dibawa masuk ke dalam sel akar, selanjutnya logam harus diangkut melalui jaringan pengangkut, yaitu xilem dan floem, ke bagian tumbuhan lain. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh molekul khelat. Berbagai molekul khelat yang berfungsi mengikat logam dihasilkan oleh tumbuhan, misalnya histidin yang terikat pada Ni (Kramer et al., 1996 dalam Priyanto & Joko, 2000) dan fitokhelatin-glutation yang terikat pada Cd (Zhu et al., 1999 dalam Priyanto & Joko, 2000). c. Lokalisasi logam pada jaringan Untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tumbuhan mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar (untuk Cd pada Silene dioica [Grant et al., 1998]), trikhoma (untuk Cd [Salt et al., 1995 dalam Priyanto & Joko, 2000]), dan lateks (untuk Ni pada Serbetia acuminata [Collins, 1999 dalam Priyanto & Joko, 2000]).

2.6.3 Tumbuhan Darat untuk Remediasi Lahan Terkontaminasi Pemanfaatan tumbuhan untuk remediasi lingkungan sangat ditentukan oleh pemahaman tentang penyerapan logam serta penyerapan dan atau degradasi senyawa organik oleh tumbuhan. Pada dasawarsa terakhir terjadi akumulasi yang cepat tentang pengetahuan mengenai aspek-aspek fisiologi tersebut. Chaney dan koleganya dari USDA-ARS yang aktif meneliti dan mengembangkan manfaat tumbuhan untuk remediasi logam telah mengidentifikasi karakteristik penting, sebagai berikut (Chaney et al., 1997 dalam Priyanto & Joko, 2000) : a. Tumbuhan harus bersifat hipertoleran agar dapat mengakumulasi sejumlah besar logam berat di dalam batang serta daun. b. Tumbuhan harus mampu menyerap logam berat dari dalam larutan tanah dengan laju penyerapan yang tinggi. c. Tumbuhan harus mempunyai kemampuan untuk mentranslokasi logam berat yang diserap akar ke bagian batang serta daun. Seperti telah dikemukakan di muka, beberapa jenis tumbuhan mempunyai sifat hiperakumulator yang luar biasa. Namun biasanya tumbuhan yang teradaptasi di tanah berkadar logam tinggi dan toleran terhadap logam mempunyai sifat tumbuh lambat. Karakter manakah yang lebih penting, sifat "hiperakumulator tetapi tumbuh lambat" atau "tumbuh cepat tetapi toleransi medium", memang bisa menjadi bahan perdebatan bila sudah sampai pada persoalan memilih jenis tumbuhan yang sesuai. Kelompok di USDA-ARS (Chaney et al., 1997 dalam Priyanto & Joko, 2000) yakin bahwa hipertoleransi lebih penting daripada biomassa tinggi, dengan alasan sebagai berikut. Dalam kondisi optimum, Brassica juncea dapat menghasilkan hingga 20 t/ha/musim tanam biomassa kering. Tanaman ini mampu mengakumulasi Zn dan Cd, namun pertumbuhannya akan terhambat hingga separuhnya bila kadar Zn dalam biomassa mencapai 500 mg/kg (Priyanto & Joko, 2000). Dengan demikian pada tingkat hasil biomassa sebesar 10 t/ha, tanaman ini hanya mampu mengambil 5 kg Zn/ha. Di pihak lain Thlaspi cearulescens dapat mengakumulasi hingga 25.000 mg Zn/kg tanpa reduksi hasil. Dengan demikian bahkan pada hasil panen hanya sebesar 5 t/ha, jumlah seng yang ditarik dari dalam tanah mencapai 125 kg/ha atau 25 kali yang dicapai oleh Brassica juncea.

Penggunaan tumbuhan hiperakumulator juga lebih menguntungkan bila kita harus mendaur ulang logam yang telah dihimpun di dalam biomassa tumbuhan. Karena dengan kadar akumulasi tinggi, biomassa yang harus ditangani jelas jauh lebih sedikit (Priyanto & Joko, 2000). Dari pembahasan di atas tampak, bahwa untuk mencapai fitoremediasi yang efisien sesungguhnya dapat dilakukan dua pendekatan, yaitu menggunakan tumbuhan hiperakumulator yang sesuai dan menerapkan teknik budidaya serta manipulasi pertumbuhan yang tepat. Dengan usaha manipulasi genetika serta agronomi, biomassa tumbuhan hiperakumulator dapat ditingkatkan; demikian pula tumbuhan yang menghasilkan biomassa banyak dapat ditingkatkan daya akumulasi logamnya dengan manipulasi agronomi (Priyanto & Joko, 2000). Sementara para ahli terus berusaha mencari tumbuhan hiperakumulator yang sesuai, beberapa proyek terapan telah dicoba. Phytotech, Inc. telah melakukan percobaan terapan di lapangan untuk mengambil logam berat dan radioaktif dari dalam tanah di AS dan Ukraina. Sukses yang serupa diperoleh di lokasi industri di Findlay, Ohio, yang berhasil menghilangkan kadmium dan seng. Proyek Phytotech yang menarik adalah penghilangan strontium dan cesium radiokatif di Reaktor Nuklir Chernobyl di Ukraina. Proyek serupa untuk menghilangkan uranium dari limbah cair prosesing uranium di Ashtabula, Ohio, mengandalkan pada kemampuan tanaman bunga matahari untuk mengambil dan mengakumulasi uranium dari air limbah. Dengan kultur air tersebut dicapai faktor bioakumulasi sebesar 30.000 sehingga hasil akhirnya memenuhi standar kualitas air EPA (Priyanto & Joko, 2000). Selain mempunyai kemampuan menyerap logam berat, tumbuhan mampu menyerap dan mendegradasi zat organik serta hara. Kemampuan ini telah dimanfaatkan dalam pengendalian serta pemulihan lingkungan yang tercemar. Di dalam aplikasi di lapangan sering berbagai jenis tumbuhan dipadukan mengingat keunggulan yang dipunyai oleh tiap jenis (Schnoor et al., 1995 dalam Priyanto & Joko, 2000). Contoh aplikasi yang telah dilakukan di lapangan meliputi reduksi berbagai senyawa organik seperti atrazin, chlordane, chlorinated solvent, nitrobenzena, trinitrotoluena (TNT), trinitroetilena, pentakhlorofenol, dan phenanthrene; serta senyawa anorganik seperti nitrat dan amonium. Sebagian

besar dari aplikasi ini adalah operasi skala penuh di lapangan (Priyanto & Joko, 2000). Di antara jenis pohon, poplar (Populus deltoides) dan willow (keduanya dari familia Salicaceae) mendapat perhatian khusus karena perakarannya yang dalam dan kemampuannya mendegradasi berbagai zat organik (Schnoor et al., 1995 dalam Priyanto & Joko, 2000). Di Iowa, 4 barisan poplar hibrida (8 m lebarnya dengan 10.000 tanaman/ha) ditanam untuk melindungi sungai dari pencemaran yang datang dari ladang pertanian di sekitarnya. Hasilnya terjadi penurunan kadar nitrat dari 50-100 ppm menjadi